tag:blogger.com,1999:blog-78647322366650286002024-03-13T08:18:45.985-07:00Cerita 21Unknownnoreply@blogger.comBlogger84125truetag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-51401326917123774102014-07-10T08:10:00.001-07:002014-07-10T08:10:28.886-07:00Hadiah Mahasiswa: Gratifikasi Seks Pemilihan Umum
<div class="p1">
Di tahun politik ini, perhatian masyarakat luas tertuju pada kontestan pemilu presiden. Pun dengan suamiku dan bapak-bapak di sekitar rumah kami. Kebetulan, suamiku, Adit (35) adalah seorang fan berat sekaligus sukwan salah seorang capres yang berlaga. Di setiap obrolannya dengan bapak-bapak tetangga, suamiku selalu mati2an membela jagoannya dan membantah isu2 miring tentang capres idolanya. Adit memang tidak terjun langsung dalam suatu partai, tapi sejak kuliah dia sudah sering diskusi dengan beberapa tokoh penggiat salah satu partai, kini walaupun sudah bekerja kantoran tapi semangat olitiknya masih sama seperti dulu. Tetangga kami pun maklum dengan pandangan politik suamiku yang spartan dibelanya.</div>
<div class="p2">
</div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Bersebelahan dengan rumah kami adalah rumah kontrakan yang diisi oleh tiga orang mahasiswa rantau, Bagus, Tantan dan Lingga. Ketiga mahasiswa itu berperawakan gagah dan berparas lumayan dibandingkan dengan mahasiswa lain di sekitar situ. Mereka akrab dengan keluarga kami, karena suamiku, Adit seringkali mengajak mereka bertiga nonton bareng acara bola / tinju di ruang tamu, terutama saat tim lokal kami bertanding di teve. Mereka sering juga bercengkrama di teras rumah memperbincangkan gosip2 artis hingga politik.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kawasan tempat tinggal kami termasuk kawasan kampus, sehingga cukup dipadati kos-kosan mahasiswa mahasiswi. Dandanan mahasiswi di sekitar tempat tinggal kami modis-modis, mereka seringkali ke kampus dengan kemeja ketat dan celana jeans aatu rok bahan yang ketat, kadang kujumpai pakaian kasual mereka hanya memakai kaus ketat you can see dan celana gemes saja. Kalau cewek-cewek itu lagi males dandan, biasanya mereka makai celana piyama, dengan atasan sweater / jaket. Suamiku sangat tertarik pada cewek mahasiswi yang memakai bawahan piyama karena menurutnya pantat mereka akan tercetak lebih menggodal. Di depan rumah kami ada kamar kos-kosan mahasiswi yang menghadap ke arah jalan (membelakangi). Setiap gadis-gadis itu menjemur pakaian dan pakaian dalam, pasti dapat dilihat dari rumah kami dengan jelas.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku acapkali menangkap basah suamiku asik memandangi para gadis muda di depan rumah kami, memang kuakui pada usia mereka kecantikan fisiknya sedang ranum-ranumnya. Kulit kencang berkilau dan bodi yang sudah tumbuh sempurna usai masa remaja dan masuk usia dewasa.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sambil bercengkrama di teras, tiga mahasiswa tetangga seringkali kukuping membicarakan pasangan / gebetan mereka, lalu ku ketahui bahwa mereka semua sudah memiliki pacar dan dari hasil nyolong dengar itu kudapati mereka cukup aktif ngelonnin pacar masing-masing di kosan pacar mereka atau di rumah kontrakan itu. Memang rumah kontrakan mereka cukup ramai didatangi teman teman ketiga mahasiwa itu, kadang tidak cuma teman cowok tapi teman cewek yang ternyata pacar mereka. Keluargaku sudah sangat familiar dengan salah satu pacar mereka, Widi yang berambut panjang bergelombang, bertumbuh tinggi semampai dan chubby. Widi kerap ikut nimbrung dengan tiga mahasiswa ngerumpi di teras depan rumah kontrakan, Fera orangnya supel dan ramah tapi tidak seperti mahasiswi lain yang banyak bergaul dengan sesama cewe, Widi justru berteman baik dengan mahasiswa tetanggaku, bahkan memacari satu diantaranya, yaitu Tantan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ketiga mahasiswa itu memang anak berada, mereka memilih mengontrak sebuah rumah daripada ngekos, motor merekapun keren, Ninja dan Tiger. Stelan mereka modis selain supel dan easy going, gak heran mahasiswi2 disana pada kecantol.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku sendiri bernama Riska, berusia 32 tahun, dengan seorang anak perempuan berumur 6 duduk di TK bernama Dina. Bodiku lumayan padat di usiaku sekarang, dengan tinggi 165cm, dada cukup besar dan pinggul dan pantat yang agak melebar menungging, namun aku menjaga lingkar perutku cukup langsing menurutku. Kata suamiku, paras mukaku manis dan menurutku juga begitu, mata bulat bibir tipis dengan rambut melebihi bahu, aku memiliki keturunan Bugis dan Jawa. Aku kini bekerja sebagai staf sebuah sekolah dasar swasta, dan menurut teman seprofesi di sekolah badanku masih seperti gadis. Itu yang membuat suamiku selalu bernafsu saat kami bersetubuh yang cukup rutin kami lakukan tiap minggu beberapa kali.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Di rumah aku seringkali berpakaian santai dengan kaos gombrang dan celana atau rok pendek selutut. Di rumah aku kalah modis dengan mahasiswi-mahasiwi, tapi ketika bekerja aku sama modisnya dengan mereka, dengan blazer dan rok ketat atau celana panjang. Setiap pagi aku dan suamiku bekerja dengan mengendarai motor bebek kami, sambil suamiku pergi ke kantor, aku dibonceng dan pulang ke rumah dengan naik angkot. Aku selalu bersikap ramah pada ketiga mahasiswa tetanggaku, merekapun menghormatiku sebagai Bu Adit, istri teman ngobrol mereka di teras.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Akhir-akhir ini obrolan suamiku dengan tiga mahasiswa tentang pemilihan umum makin seru, anak-anak muda itu apdet berita dari internet tentang kedua capres. Mereka tertawa-tawa sambil ngegosip capres. Aku sih asik nonton teve di ruang tamu, dan tidak fokus mencuri dengar perbincangan mereka.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Malam harinya, setelah anakku tidur. Adit, suamiku curhat padaku bahwa ternyata ketiga mahasiswa itu swing voters, pemilih ngambang. Adit tidak berhasil merayu mereka memilih capres yang dibelanya, karena menurut mereka capres Adit masih banyak kekurangannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku iseng menanggapinya, "Sogok aja pakai hadiah bang, biar mau nyoblos pilihan Papih, hihihi"</div>
<div class="p1">
"Apa hadiahnya mih... Mereka kan anak kaya... Masa aku mau kasih kamu?"</div>
<div class="p1">
Agak kaget juga mendengar celetukan itu, memang masalah ranjang kami tidak bermasalah selama ini, tapi aku juga mulai bosan dan jengah dengan permainan suamiku di ranjang. Mungkin itu juga yang dirasakan suamiku. </div>
<div class="p1">
"Gapapa kok pih, mamih rela dijadiin hadiah asal Papih seneng kalo yang nyoblos capres abang jadi nambah"</div>
<div class="p1">
"Hahahaha, seriusan nih mih" kata Adit sambil meremas pantatku.</div>
<div class="p1">
Aku hanya tertawa mendengarnya, namun suamiku masih memasang raut wajah serius lalu mencium keningku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kehidupan seks keluarga kami cukup dinamis sebenarnya, kami tidak menganggap seks sebagai suatu hal sakral melainkan refresing dan rekreasi. Hingga lebih dari dua kali kami melakukan swinger dan threesome. Swinger pertama kami dengan pasangan teman kantor suamiku, Fera dan Sidik suaminya di resort pantai, swinger selanjutnya di hotel dengan mantan pacarku di SMA Dudi dan istrinya, sewaktu kami tidak sengaja bertemu di sebuah mall hingga kami CLBK, terakhir swinger kami lakukan dengan teman kami sesama tim sukses salah satu caleg yang gol di DPRD Kota di rumahnya. Sementara trisom kami lakukan beberapa kali dengan wanita panggilan, pemijat pasutri, teman kantor suamiku dan adik sepupu perempuan suamiku. Hanya orgy / gangbang yang beum perlah kurasakan, sehingga aku penasaran untuk melakukannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dulu, aku pernah punya pacar setelah menikah dengan Adit, ketika perselingkuhanku dimulai, usia anakku baru 1 tahun lebih. Ketika itu rumah kami masih di kompleks perumahan pegawai kantor Adit, selingkuhanku saat itu adalah atasan Adit sekaligus tetangga kami yang menduda berumur 44. Selama berpacaran, kami beberapa kali bersetubuh di rumahku atau di rumah selingkuhanku di pagi sampai siang hari saat para penghuni kompleks bekerja dan beraktifitas dan pulang ke rumah jam 3 sore, Pak Suparman, selingkuhanku seringkali pulang dulu ke rumahnya dan kami bisa memadu kasih dengan bebas karena rumah kami berhadapan dan suasana sekitar jam segitu selalu sepi, setiap perselingkuhanku itu aku membawa anakku Dina yang masih bayi, dan mesti menidurkannya dahulu. Penghuni lain / istri para pegawai di komplek asrama sibuk dengan pekerjaan rumah mereka, aku pun dulu begitu karena hanya sebagai Ibu Rumah Tangga. Pak Suparman adalah orang pesisir, badannya gelap kokoh dan tegap, gemar bercanda dengan suamiku dan aku. Hubunganku dengannya dimulai saat anakku sakit panas dan pak Suparman mengantar kami ke rumah sakit dengan mobilnya saat malam hari. Aku merasa berhutang budi dan jatuh hati, dan ternyata Pak Suparman menanggapi dengan positif, dia sering menggodaku hingga akhirnya kami mulai selingkuh dan telah bersetubuh hingga beberapa kali dalam hubungan perselingkuhan itu tanpa diketahui Adit, suamiku. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku sangat menikmati permainan ranjang Pak Suparman, batang penisnya lebih besar beberapa senti dari milik Adit, suamiku. Staminanya juga lebih baik selalu mampu membawaku merasakan nikmatnya orgasme hebat beberapa kali dalam tiap persetubuhan. Bahkan, dia yang memperawani lubang anusku dan mengenalkanku pada dildo untuk kupakai merangsang lubang kawinku. Dadaku selalu diremasnya saat kami bersetubuh dan dia meminum ASI yang keluar dari sana, hal itu tidak dilakukan Adit, suamiku. Namun sebisa mungkin, Pak Suparman tidak menjarah dada dan leherku dengan meninggalkan cupangan, hanya mulutku saja yang diciuminya saat kami bersenggama dan aku menyambutnya dengan frenchkiss yang antusias. Setiap menyenggamaiku, Pak Suparman tidak pernah memakai kondom dan selalu menumpahkan spermanya di dalam rahimku dan seringkali juga aku hadiahkan Pak Suparman dengan blowjob dan meminum semua sisa spremanya dan kujilati. Aku rutin minum Pil KB semenjak kelahiran anakku saat itu karena menilai belum waktunya dia punya adik. Saat itu kehidupanku sangat bahagia dengan dua batang penis rutin mengisi rahimku, Pak Suparman di pagi hari kerja, suamiku di hari lain dan di malam harinya. Mulai saat selingkuh itulah dadaku semakin membesar beberapa ukuran, karena selalu diremasi dengan brutal oleh Pak Suparman.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Mulanya aku menyesal telah berselingkuh, namun karena terbuai dengan kegagahan selingkuhanku aku akhirnya mengesampingan rasa bersalahku. Walau begitu hubungan suami istri ku dengan Adit tetap harmonis, dia masih dapat membawaku meraih orgasme. Kami pindah dari komplek asrama itu ketika anakku hampir berusia tiga tahun. Dia sudah pintar berkata kata, dan sudah menganggap Pak Suparman sebagai ayah keduanya. Pak Suparman pun sangat menyayangi anakku dengan membelikan mainan, jajanan bahkan baju untuk anakku di hari hari tertentu seperti lebaran atau ulang tahunnya. Sementara Adit tidak curiga pada atasannya yang sangat akrab dengan Dina dan aku, dia menganggap Pak Suparman sebagai pakde buat Dina.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Setelah kami pindah ke rumahku sekarang, otomatis perselingkuhanku dengan Pak Suparman berakhir. Di hari terakhir kami bercinta, saat aku memberitahunya bahwa kami akan keluar dari komplek pegawai dan pindah tempat tinggal di kota lain. Aku sempat menangis karena telah sangat menyayangi suami keduaku ini, perpisahan kami berlangsung dengan persetubuhan lebih brutal dari biasanya. Kami mengkonsumsi obat kuat dan obat perangsang sehingga kami benar benar puas bersetubuh sepanjang pagi itu. Pak Suparman sampai memfoto beberapa poseku dengan hapenya sebagai kenang-kenangan, aku berusaha tidak menampakkan wajahku karena malu bila tersebar. Kami menyudahinya jam 12 siang, ketika aku harus menjemput anakku di playgroupnya. Aku sebetulnya masih menyimpan kontak Pak Suparman dengan menambahkan akunnya di Facebook, tapi kami tidak saling berkirim pesan di FB, kami berhubungan hanya lewat sms saja. Dari sana kutahu bahwa Pak Suparman menikah dengan seorang wanita yang cantik berumur 30an berjilbab. Karena jarak kota kami cukup jauh, kami belum pernah bertemu lagi apalagi menumpahkan perasaan di atas ranjang.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sudah tiga tahun ini aku menjadi istri yang setia. Kawasan pemukiman yang padat dan pekerjaanku cukup menahan kenakalanku untuk kembali berselingkuh lagi. Walaupun beberapa tetangga dan rekan kantor suka flirting denganku, tapi aku ingin setia pada suamiku seorang. Dengan ibu-ibu tetanggapun, aku hanya sering mengobrol dengan satu dua ibu-ibu tetangga saja dan aktif di arisan saja atau acara2 hari besar, aku tidak mengikuti pengajian karena tidak suka.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Malam itu, aku dan suamiku mengayuh nikmat persetubuhan di ruang tamu sebelum tidur. Sambil menonton bola, aku mengkaraoke penisnya hingga berdiri dan mengeras penuh, lalu suamiku gantian mengoral vaginaku sampai aku kelojotan dan diakhiri dengan aku menduduki penisnya di kursi tamu sambil saling berciuman. </div>
<div class="p1">
"Mamih sayang Papih..." kataku mesra padanya.</div>
<div class="p1">
"Papih juga..."</div>
<div class="p1">
"Terus pih, mamih mau muncak niih..."</div>
<div class="p1">
Dengan semakin keras menggoyang pinggulku di atas kursi, akhirnya aku raih orgasmeku dan disusul orgasme suamiku didalam rahimku. Sarung yang kami jadikan alas pertempuran kami menghalangi cairan lendir menodai kursi sehingga kami bisa tenang. Soal memacu birahi, kami memang lumayan kreatif melakukannya selain di atas ranjang, kami biasa bercinta di kursi ruang tamu, dapur, toilet bahkan beberapa kali kami lakukan di hotel atau quickie di toilet umum.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pagi harinya, hari minggu Adit dan anakku pergi berenang hanya berdua, aku kebetulan kedatangan tamu bulanan dan ingin beristirahat di rumah. Bagus, Tantan dan Lingga, mahasiswa tetangga sebelah kami pergi ke acara car free day di kota kami. Aku mengerjakan pekerjaan rutin di minggu pagi, mencuci dan merapikan rumah. Setelah itu leyeh leyeh di ruang tamu menonton teve. Aku memakai daster gaun sepanjang lutut dengan lengan terbuka. Belahan dadaku agak terbuka saat itu, tapi karena kutarik ke atas belahan dadaku bisa tertutup. Sekitar pukul 11 pagi, Tantan sudah pulang dari car free day dan telah bersantai di teras rumah kontrakannya setelah masuk rumahnya sebentar. Seperti rutinitas biasanya, dia menyalakan rokok disana dan ngopi cemilan. Aku keluar dan bergabung dengannya. Setelah kupikirkan celetukan suamiku semalam, aku jadi tertarik dengan usulan menghadiahi badanku agar mereka mau milih capres pilihan aku dan suamiku. Aku tidak perlu khawatir meninggalkan rumah, karena dari teras rumah kontrakan mahasiswa rumahku bisa langsung terpantau, dan kawasan ini memang aman walaupun agak lengang. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Eh bu Adit, silakan duduk teh. Pada pergi yah si bapa sama Dina (anakku)?"</div>
<div class="p1">
"Iya nih a Tantan, kemana Lingga sama Bagus kok belum pulang?"</div>
<div class="p1">
"Lagi nyari spiker ke Kandaga, teh. Saya duluan aja pulang karena capek."</div>
<div class="p1">
"Btw, a Tantan beneran masih bingung milih capres 9 Juli nanti?"</div>
<div class="p1">
"Iya nih teh, mending golput aja kali yah, dua duanya ga ada yang bener, banyak boroknya."</div>
<div class="p1">
"Jangan gitu dong a, sini teteh bisikin"</div>
<div class="p1">
Akupun mendekati Bagus dan menempelkan mulutku ke kupingnya, dadaku sampai menyenggol dan agak menggesek bahu kirinya.</div>
<div class="p1">
"Mendingan pilih pilihannya pak Adit, kemaren pak Adit bilang kalau nyoblos pilihan pak Adit nanti dikasih mau hadiah loh..."</div>
<div class="p1">
"Emangnya apaan hadiahnya teh?" Tantan tergagap menanyaiku yang tiba-tiba agresif.</div>
<div class="p1">
"Teteh, hadiahnya"</div>
<div class="p1">
"Maksudnya gimana teh?"</div>
<div class="p1">
"Ya bebas, a Tantan mau gimanain teteh terserah asal nyoblos pilihan pak Adit, terus ada buktinya, semalem pak Adit ngomong gitu ke teteh" aku ngarang. Lalu kembali menjauh dari kuping kirinya Tantan.</div>
<div class="p1">
"Beneran teh? Asik atuh hehehehehe" Tantan tersenyum dan ketawa cunihin kepadakau.</div>
<div class="p1">
Aku lihat keadaan sekitar, ternyata aman lalu aku mencium basah pipi kiri Tantan beberapa detik, "tuh Depenya, hihihihi"</div>
<div class="p1">
Tantanpun tersipu dan ku tangkap matanya mengarah pada dadaku, tapi aku langsung melanjutkan "Bagus sama Lingga, dibilangin juga ya a, temennya di kampus juga boleh deh asal syarat dan ketentuan berlaku. Syaratnya harus ada bukti, kamera hapelah minimal terus tunggu hasil di TPS kalo capres pilihan pak Adit di TPS menang baru goal, yah. Ketentuannya, teteh cuma jadi hadiah satu malem aja sampe pagi gapapa deh, maennya nanti di rumah kontrakan a Tantan sama temen2, nanti teteh datengin malem2"</div>
<div class="p1">
Tantan masih terlihat agak syok walaupun tetap tersenyum. Aku sendiri sebenarnya syok karena aku ngejanjiin yang engga-engga. Aku juga gak tahu apa Adit bakal ngijinin, tapi aku senang seenggaknya bisa bantu Adit perjuangin capres yang dia bela walau dengan kehormatan kami.</div>
<div class="p1">
"Deal lah teh, saya usahain di TPS kita capresnya pak Adit menang, entar buktinya nyusul kita bersenang senang ya teh"</div>
<div class="p1">
Sambil tersenyum manis dan cabul, Tantan menggenggam tanganku sambil bilang "Deal!"</div>
<div class="p1">
"Pak Adit jangan dulu dikasih tahu yah, nanti shock dia, ini inisiatif teteh aja"</div>
<div class="p1">
"Siap teh, laksanakan."</div>
<div class="p1">
Aku pun kembali ke rumah dan melanjutkan obrolan cabul dengan Tantan lewat aplikasi wechat. Hal ini sudah kulakukan sekitar beberapa bulan secara diam diam dan curi curi, tapi aku masih jaim dan malu malu dalam flirting dengan aplikasi hape ini. Suamiku tidak tahu kegiatan nakal ku ini, karena dari dua handphoneku, satu diantaranya aku proteksi dengan ketat. Toh, aku tidak pernah otak atik hape suamiku juga.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Hari-H pencoblosan aku deg-degan. Aku belum memberitahu Adit tentang kesepakatanku dengan Tantan dan teman temannya, walaupun suamiku setiap hari mengobrol dan bersenda gurau dengan ketiga mahasiswa itu. Di rumahpun, Adit tidak menyinggung nyinggung celetukannya menghadiahi aku untuk menyogok mahasiswa mencoblos capres idolanya. </div>
<div class="p1">
Cuma, belakangan ini Adit memintaku menghentikan minum pil KB dan relatif lebih giat melakukan persetubuhan denganku, Dina udah waktunya punya adik ujarnya. Setelah mencoblos di TPS, kami kembali dan berpapasan dengan Bagus, Tantan dan Lingga, kami saling tukar senyum saat berpapasan, di wechat kami masih berkirim pesan dan ketika Tantan menagih janjiku, aku mengkonfirmasinya bahkan dengan foto muka tersenyumku dan jari kelingking tanda janji.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Mahasiswa itu sebelumnya pada pemungutan suara di PILEG, golput dengan tidak pergi ke TPS. Sore hari, ketika penghitungan suara di TPS diumumkan ternyata capres pilihanku dan suamiku menang. Sebelumnya Dina, anakku saat itu sedang berada di rumah pamannya (kakakku) karena disana ada sepupunya yang sepantaran dan dia menghabiskan waktu disana selama 3 hari. Aku mengajak Adit suamiku setelah Isya' untuk mendatangi rumah kontrakan mahasiswa, ternyata dia memberi izin untuk aku dipakai oleh tiga mahasiswa itu. Dia bahkan telah melakukan deal dengan Tantan, agar pacarnya yang paling sering berkunjung ke rumah kontrakan mereka turut dalam kegiatan pesta ini. Aku menagih bukti berupa foto mencoblos dan ketiga anak mahasiswa menyertakan buktinya masing-masing, bahkan selain tiga mahasiswa itu ada dua lagi teman kampus mereka yang berasal dari Papua menyertakan bukti yang serupa, dua orang itu bernama Samuel dan Jonathan. Darahku berdesir karena malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi kami. Sesuai kesepakatan sebelumnya, aku siap untuk mereka pakai sampai pagi. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Setelah kunci rumah dikunci, kami bertujuh masuk ke ruang utama di dalam rumah, dari ruang tamu aku sudah didempet oleh Tantan dan Samuel mereka membopong tubuhku ke dalam, disana telah digelar kasur tiga buah berseprai dan rapi. Adit duduk di kursi dan menyalakan rokok sambil nonton teve dan quick count hasil pencoblosan dengan wajah sumringah karena pilihannya sementara unggul.</div>
<div class="p1">
"Pih, Mamih mau bersenang-senang duluan sama mereka yang muda ini ya pih..." aku minta izin suamiku.</div>
<div class="p1">
"Silakan mih, bersenang-senanglah. Kalian yang udah bantuin pilihan saya menang silakan bersenang-senang. Dina udah pingin punya adik, tolong bantu ya, hehehe"</div>
<div class="p1">
Degup jantungku semakin keras, akhirnya aku akan merasakan digangbang juga. Sambil membayangkan, apakah dari gangbang ini ada sperma yang berhasil membuahi sel telurku didalam rahim hingga menjadi janin. Aku didudukkan di tengah kasur dengan kaki menjuntai kedepan, baju kaosku dilolosi oleh Lingga dari depan, dari belakang payudaraku diremasi Samuel yang berkulit gelap, dia membantu melolosi bra yang kukenakan. Pantatku kuangkat saat Bagus menariknya, menyusul kemudian celana dalamku yang ternyata sudah basah bagian tengahnya. Agak jengah juga karena jembutku yang kupangkas tipis langsung memberikan pemuda ini gambaran bibir vaginaku yang sudah agak menjuntai.</div>
<div class="p1">
Ketika ku menatap ke arah Adit, suamiku hanya tersenyum, "Makasih ya mih..." kubalas "Makasih ya pih..." Kelima cowok ini masih bercelana dengan hanya melepas baju atasnya, Bagus mulai menjamah vaginaku dengan jari-jarinya lalu digantikan dengan lidahnya, klitorisku diusap-usap lidahnya dan dijilatinya lendir dari lubang vaginaku. Samuel dan Lingga masing-masing mengemuti buah dada dan aerolaku. Nikmat rasanya, aku melayang ke awang-awang, Badanku yang sudah terlentang didorong pinggulku menyamping, ternyata Jonathan mengarahkan mukanya pada belahan pantatku, dia menciumi bagian itu dan mencoloki lubang matahariku yang ditutupi rambut sekitar anus. Sementara Tantan menciumi wajahku dan kami berfrenchkiss, lidah kami saling mengait.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Setelah beberapa menit mereka menciumi bagian badanku, Aku berinisiatif mempeloroti celana yang dikenakan Samuel yang berada di sisiku, kubuka celana dalamnya dan kugenggam penisnya yang ternyata sangat besar, lalu ku karaoke dengan bernafsu sekaligus menyalurkan nikmat rangsangan mereka di tubuhku. Keempat kawannya juga kulihat melepaskan celananya sendiri sambil mengarahkan pada wajahku, dadaku dan tanganku, sementara Bagus yang pertama mengarahkan penisnya ke arah vaginaku sambil duduk mengangkangi vaginaku. </div>
<div class="p1">
"Siap ya teh, titit Bagus mau masuk liangnya teteh duluan"</div>
<div class="p1">
Dengan masih mengoral penis Samuel dan mengocok penis Lingga, aku hanya mengangguk. Tantan dan Jonathan tidak diam, karena mereka terus meremasi dada dan pantatku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Saat itulah, Widi, pacar dari Tantan tiba dan menyusul masuk ke ruangan itu. Adit membantunya memasukkan motor maticnya ke dalam rumah. Widi ternyata juga sudah dikasih tahu tentang pesta yang direncanakan kami, pacarnya, dan teman-temannya. Dari obrolan di teras rumah ini, Widi dan Adit ternyata satu kubu dan sama-sama fanatik. Adit mengajak Widi berbaring disebelah ku yang dijamah para pemuda, tak lama berselang Adit dan Widi sudah sama-sama telanjang dan mereka saling berciuman mesra laiknya sepasang kekasih, perlahan penis Adit mulai diarahkan ke wajah manis Widi untuk dioral.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dari obrolan para mahasiswa dan suamiku, kami mengetahui bahwa Widi sudah beberapa kali digilir oleh pria-pria teman sekelasnya di kampus termasuk Lingga, Bagus, Samuel dan Jonathan di rumah ini. Dia menikmati kegiatan pesta seks karena, sensasinya dicumbu banyak pria dalam saat bersamaan sangat menyenangkan. Memang daripada pacar temannya yang lain, Widi adalah gadis yang paling menarik dan binal. Walaupun nilai nilainya cemerlang, namun kebutuhan seksnya tergolong tinggi hingga sering gonta-ganti pacar dan kini berpacaran dengan Tantan. Bahkan sempat dia mengaku beberapa kali menemani oom-oom di hotel dengan bayaran yang tinggi, namun kali ini dia bersedia gabung dalam pesta kami karena ingin having fun dengan suamiku yang menurutnya tampan dan lagi fanatik pada capres yang sama.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Bagus terus mengocok kelaminnya dalam lubang vaginaku, hingga akhirnya aku orgasme dan melolong saat mengoral penis Samuel. Cairan nikmat mengalir dari rahimku ketika orgasme datang, Bagus tetap menggenjot penisnya hingga bersuara kecipak kecipak. Ia mengakhiri genjotannya dengan semburan sperma di dalam rahimku, lalu mencabutnya dan meninggalkan rahimku yang makin merah ditambah tumpahan spermanya. Aku menyukai Bagus sejak awal bertemu karena dia adalah yang tertampan daripada teman-temannya, sebelum penis yang lain menggantikan posisi Bagus aku meminta kakiku diangkat tinggi-tinggi beberapa saat sehingga cairan mani Bagus bisa berenang lebih dalam dalam siapa tahu bisa mebuahi telurku disana. Teknik ini seringkali diperbincangkan teman-temanku sesama istri muda yang ingin segera mengandung.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Samuel yang sebelumnya kuoral kemudian menggantikan posisi Bagus, dia menindih tubuhku yang agak mengangkang, dia menciumi mulutku beberapa saat, sebelum Lingga menarik wajahku ke selangkangannya, kembali aku mengoral penis sambil disetubuhi. Penis Samuel adalah penis terpanjang dalam sejarah persenggamaanku, dengan batang yang gemuk yang saat ku oral tadi hanya sebagian saja batangnya bisa kukulum.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tantan dan Jonathan masih tunggu giliran dari samping sambil mengelusi batang penis masing-masing dengan memandangiku yang tengah mengolah birahi dengan penis Samuel di selangkangan dan penis Lingga di mulutku. Sementara saat kami bertiga berlenguh kenikmatan, suara desahan juga datang dari Widi yang tengah bercinta dengan suamiku dengan doggie style. Payudaraku agak lebih besar dibandingkan milik Widi, namun aerola miliknya masih kecil dan berwarna lebih muda. Jembut Widi lebih tebal dibandingkan milikku. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku yang telah orgasme bersama Bagus, kembali meraih orgasme dari batang penis yang besar milik Samuel. Vaginaku terasa perih dan panas saat dipaksa menerima serangan kocokan penis Samuel, payudaraku diremasinya juga. Lengan dan kepalaku kadang diusapi oleh Jonathan dan Tantan, sementara mulutku sibuk mengoral penis Lingga. Hantaman penis Samuel mampu membawaku orgasme dan merasakan nikmat yang teramat dalam persetubuhan ini. Badanku menggigil dan memeluk badan besar Samuel yang agak gempal. Sayang wajahnya tidak bisa kuciumi karena wajahku kini sedang mengolah penis Lingga yang ternyata meledak di dalam mulutku disertai desisan dan lenguhan menyemburkan sperma ke dalam mulutku. Tanpa ragu, aku menelan dan menjilati cairan nikmat Lingga yang berisi protein dan calon anak.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Didalam rahimku, kurasakan penis Samuel lebih menusuk dengan tempo yang dipercepat, tangannya meremasi payudaraku semakin liar dan kuyakin Samuel berada diujung ejakulasinya. Sambil memindahkan tangannya ke pantatku dan meremasinya dengan kencang, Samuel menembakkan sperma panasnya ke dalam rongga vaginaku, kurasakan semprotannya menembaki dinding rahimku dengan deras dan nikmat. Untuk beberapa saat, Samuel mendiamkan penisnya mengecil di dalam vaginaku lalu melepasnya keluar. Aku sudah lelah bercinta dengan Bagus dan Samuel, aku minta break beberapa saat untuk membersihkan diri ke wc. Tantan juga memberiku air minum minuman suplemen energi.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Di toilet, aku membersihkan sisa sperma Lingga yang ada di mukaku, sambil kencing sperma Bagus dan Samuel juga turut keluar mengental bersama urineku. Aku menadah sebagian dan meminumnya. Urine dianggap beberapa orang di luar negeri sebagai diet yang baik untuk tubuh karena mengurangi lemak katanya. Setelah mencebok vaginaku, rasa perih masih terasa disana aku melapnya hingga kering dan kembali ke ruangan utama.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Di sana kulihat, Adit sudah selesai bercinta dengan Widi. Kini Widi tengah menunggangi penis Jonathan yang tiduran di kasur. Widi berdesis kenikmatan karena vaginanya dioboki penis hitam besar milik Jonathan. Tangan hitam Jo meremasi dua bukit kembar di dada Widi yang berayun seiring gerakan naik turun si empunya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sementara dengan masih bertelanjang, Adit, Bagus, Lingga dan Samuel beralih posisi ke kursi depan TV sambil merokok dan meminum kopi.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Giliran Tantan ya teh, main sama teteh" Tantan menungguku dengan duduk di kasur. Dibandingkan Bagus, Tantan memang tidak tampan tapi wajahnya masih lebih baik daripada Lingga, Tantan berpostur tinggi dengan jambang dan kumis yang agak lebat. </div>
<div class="p1">
"Hayu... Duaan aja yah" jawabku. Aku lelah ternyata bermain trisom bersamaan, kali ini aku ingin lebih intim bercinta dengan satu pasangan seks saja. Sambil mendekati Tantan yang penisnya sudah mengacung, kucoba menggodanya dengan mengoral penis Tantan. Dia mendesis keenakan saat lidahku menyelimuti batangnya dan menggiti kecil helmnya, lidahku menyusuri batang dan bermain-main dengan kantung zakarnya. Lalu badanku naik dan mencium mulut Tantan, kami berfrenchkiss sambil tangannya memeluk badanku, dadaku ditekankannya ke dadanya yang bidang. Kumis dan jambangnya membuat mukaku kegelian tapi juga nikmat karena tangannya ternyata bergerilya hingga ke selangkanganku. Tangan kanannya meremasi bongkahan pantatku, sementara jari-jari tangan kirinya mengusap dan mengobeli vaginaku yang sudah kembali dibasahi lendir pelumas. Tidak tahan kugenggam penisnya dan mengarahkannya ke lubang vaginaku sambil terus ber-frenchkiss. Akhirnya kekosongan di vaginaku kembali terisi oleh sodokan hangat dari batang penis, kali ini milik Tantan. Diantara ketiga mahasiswa di rumah ini, Tantanlah yang paling agresif mendekatiku terutama lewat wechat, kami sering mengobrol lewat aplikasi itu namun aku selalu jaim hanya flirting flirting biasa ala anak abg Hal ini membuat kami sudah cukup saling mengenal, karena selain lewat hape kami juga sesekali berbincang di teras, dan lagi Tantan bisa disenangi anakku Dina, hingga Dinapun mau bermanja-manja bermain dengannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kocokan penis Tantan yang mengobeli vaginaku serta ciuman kami yang mesra semakin membuai diriku. Aku untuk sesaat ingin waktu berhenti agar keindahan ini bisa kusimpan, rasa panas dari vaginaku menyebar ke seluruh badanku hingga ku tergigil dan kembali dilanda lautan orgasme. Gerakan dinding vaginaku semakin mencekik penis Tantan yang kuyakin akan terlena dan kebawa nikmat seiring dengan lelehan juice cinta dari vaginaku. Genjotan naik turun pinggulku di atas pangkuannya kuhentikan sesaat, ku duduki penisnya sambil mengerami di dalam rahimku. Tangan Tantan turut menambah keerotisan yang melandaku dengan meremasi kedua payudaraku. Setelah orgasmeku berangsur pulih, ku rebahkan badan Tantan ke kasur hingga aku menindihnya. Kami melanjutkannya dengan posisi tiduran menyamping sampai vaginaku disemprot tembakan hangat sperma dari penis Tantan beberapa kali. Tubuh kami masih berpelukan dan Tantan tak bosannya menciumi bibirku dan wajahku sampai kutatap matanya dan aku agak jengah juga sekaligus malu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Teh, baru jam 11, sampe pagi masih lama... Teteh masih kuat kan?" goda Tantan kepadaku setelah melepaskan ciumannya dan penisnya sudah keluar dari vaginaku. Sementara di sebelahku ada Lingga yang memegang handuk basah dan tissue, segera mengelapi vaginaku yang dibanjiri sperma Tantan.</div>
<div class="p1">
"Kuat atuh, kan capresnya menang, hehehe... Nanti teteh minta bukti pencoblosan masing-masing ke memek teteh yaaah pake hape, biar komplit" aku menantang setiap pria memasukkan penisnya ke vaginaku lalu memotretnya sebagai bentuk imbalan karena di TPS kami, capres idolaku dan suami menang.</div>
<div class="p1">
Lingga dan Tantan hanya tertawa. Sementara aku beralih dari tubuh Tantan ke Lingga yang berpostur sama denganku, penisnya sudah menegang setelah tadi sempat memuntahkan isinya di mulutku. Rambutnya lurus agak panjang dan aku digagahinya dengan gaya doggie, hingga penisnya ejakulasi didalam rahimku. Selanjutnya Jonathan mengambil posisi Lingga mendoggie vaginaku dari belakang sementara mulut dan tanganku menservis penis Adit suamiku, hal yang sama kulihat juga pada Widi, dia dipaksa melayani penis penis tegang milik pacarnya Tantan dan temannya Bagus. Kulihat wajah cantik dan makeup tipisnya serta rambut panjangnya sudah acak-acakan dan dinodai sperma kering disana, namun wajah cantik Widi tetap sensual dengan nikmat birahi yang dia peroleh.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Hingga jam 1 pagi, aku yang sudah kelelahan bermadu asmara dengan suamiku dan lima orang mahasiswa tidur berselimut di atas kasur dengan memeluk Bagus yang ada di kiriku dana Tantan memeluk ku dari kanan. Mereka sesekali usil dengan meremasi bagian tubuhku yang sensitif. Kami berdelapan tetap bertelanjang semalaman itu, hingga jam 5 ku terbangun masih dengan posisi yang sama. Widi juga tengah dipeluk oleh Samuel dan Adit di sebelah kami Jonathan juga ada disana meringkuk tidur di kasur sementara Lingga menonton teve acara bola. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Setelah aku buang hajat dan mandi barulah kukenakan pakaianku dan kembali pulang ke rumah duluan, setelah berpamitan pada Lingga sementara yang lain tidur. Di rumah, bayangan keganasan permainan kami semalam melintasi pikiranku. Sensasi perih masih sedikit tersisa di vagina dan anusku yang dijarah enam pria semalam, dua diantaranya berpenis tidak normal karena lebih besar dan terasa sangat sesak menggagahi lubang kenikmatanku. Setelah matahari terbit, Adit datang menyusul kemudian Samuel dan Jo mereka beranjak keluar dari rumah itu dan pulang ke kosan mereka. Aku hanya mengintip dari ruang teve, sambil memikirkan keganasan mereka mengolah tubuhku hingga terbuai nikmat birahi. Widi menyusul pulang dengan baju yang berbeda dari yang kulihat semalam. Di teras, Adit sempat mengobrol ringan dengannya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sementara hubungan kami dengan tiga mahasiswa itu tidak berubah, mereka tetap santun dan respek pada kami. Kamipun bersikap ramah pada mereka dan teman-temannya. Aku dan Tantan masih mengobrol dengan aplikasi hape, dia kadang menggodaku dengan mengungkit pesta seks kami dan menagih melakukannya lagi. Aku menolak, karena sibuk dengan pekerjaan dan tidak ingin melukai Adit. Bulan berikutnya, aku telat datang bulan. Adit dan Dina senang mengetahui aku mengandung, sementara aku deg-degan siapa yang berhasil membuahi telurku di rahim ini.</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-51280194834208118632014-07-10T08:09:00.001-07:002014-07-10T08:09:12.334-07:00Gara-gara suami tidak bisa menghamili
<div class="p1">
Usia 27 tahun bagi seorang wanita bukanlah usia yang muda lagi. Pada umur itu biasanya para wanita mendambakan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Suami dan anak akan melengkapi kebahagiannya. Begitupun dengan Indah, seorang wanita berjilbab yang bekerja sebagai customer service pada salah satu perusahaan swasta. Di usia 27 tahun saat ini, dia pun menginginkan hal tersebut. Terutama memiliki anak. Belum lengkap rasanya seorang wanita jika belum menjadi seorang ibu. Namun apa dikata, bayangan perkataan seorang dokter kandungan kemarin seolah menjadi pisau tajam yang menohok hatinya </div>
<div class="p2">
</div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dokter : rahim itu tidak ada masalah. Sel telurnya pun bagus. Namun jika dilihat dari hasil analisa sperma bapak, saya lihat jumlahnya kurang banyak. Mungkin hal ini yang menyebabkan mbak indah belum hamil. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah sangat menyayangi suaminya. Walau ada rasa kecewa mengetahui hasil analisa sperma suaminya, sama sekali tidak ada niatan darinya untuk meninggalkan suaminya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun rasa kecewa itu tetap saja tertanam pada hatinya. Ada rasa takut bahwa dia tidak akan pernah menjadi ibu, walau dokter sendiri mengatakan bahwa jumlah sperma suaminya bisa saja ditambah asal suaminya mengikuti saran yang dia sarankan.</div>
<div class="p1">
Apalagi tekanan pertanyaan rekan – rekannya di kantor :</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Indah belom hamil juga ya?” Sangat sakit sekali mendengar pertanyaan tersebut. Indah hanya bisa tersenyum sambil menjawab “belum dikasih sama yang di atas”.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tekanan semakin besar ketika rekan – rekan wanitanya di kantor sudah hamil walau baru saja menikah, sedangkan dia yang sudah hampir 3 tahun menikah belum juga dikaruniai anak. Adis sedang hamil 7 bulan. Intan, receptionist baru yang baru menikah sekitar 6 bulan pun sedang hamil 4 bulan. Bahkan, Hani yang baru menikah sekitar 1 bulan sudah merasakan terlambat haid, kemungkinan besar dia juga sedang hamil.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pikiran itu terus mengganggunya, sampai dia hari ini sangat tidak berkonsentrasi dalam bekerja. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00. Padahal rekan – rekan yang lainnya sudah pulang dari sekitar pukul 17.00. Di ruangan kantor yang terdiri dari banyak cubicle – cubicle tersebut hanya tersisa 2 orang. Dirinya dan Niko, seorang karyawan yang memiliki tanggung jawab dalam pengiriman ekspor dan impor. Seorang laki – laki yang konon pernah menaruh hati padanya. Namun Indah sama sekali tidak tertarik karena secara fisik niko bukanlah seleranya. Niko seorang yang hitam dengan muka yang penuh dengan jerawat. Sehingga akhirnya cintanya tidak berbalas dan indah pun menikah dengan suaminya yang sekarang.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ah tapi niko lebih beruntung. Baru 1 tahun dia menikah, namun baru sekitar sebulan yang lalu istrinya melahirkan seorang putra. Huh.</div>
<div class="p1">
Rasa iri tersebut membuat indah membandingkan suaminya dengan niko. </div>
<div class="p1">
“Secara fisik jauh lah niko sama suami aku, suami aku jauh lebih tampan. Namun harus diakui niko memang memiliki badan yang lebih besar. Apa mungkin kemaluan niko juga besar ya makanya istrinya bisa cepat hamil? Haduh mikir apa aku ini, kok jadi mikir ngeres gini”</div>
<div class="p1">
Karena melamun, indah tidak menyadari kalau niko sudah tidak ada di cubiclenya. Mungkin sudah pulang pikirnya.</div>
<div class="p1">
Untuk menyegarkan pikirannya, indah hendak cuci muka di toilet kantor. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun entah karena sedang banyak pikiran, tanpa sadar indah malah masuk ke toilet pria. Dia baru sadar ketika dia melihat niko sedang buang air kecil di salah satu urinoir. Namun yang membuat dia tertegun adalah ukuran kemaluan niko yang terlihat olehnya. Ternyta benar apa yang dia pikirkan seblumnya. Ukurannya besar, padahal tentu saja itu belum ereksi maksimal. Indah terdiam tidak bergerak sambil terus menatap kemaluan niko. Sampai akhirnya niko menyadari keberadaan indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko : “ Eh nun, kok masuk ke toilet cowo?”. Niko tahu indah sedang terkagum2 oleh kemaluannya, sehingga dia tidak menutup kemaluannya tersebut. Dia biarkan menggantung melewati lubang resleting celana jeans nya</div>
<div class="p1">
Indah : “ehh ehhh ii itu aa aku salah masuk. Aku kira ini to toilet wanita. Maa maaf“. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Perpaduan antara rasa malu dan nafsunya yang meninggi membuatnya tidak bisa bicara dengan lancar. Maklum saja, sudah hampir 4 hari dia tidak ML karena kebutuhan suaminya tes analisa sperma yang mensyaratkan tidak boleh berhubungan badan selama 3 – 4 hari. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko berjalan mendekati indah masih dengan kemaluannya yang menggantung. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko “Kenapa Nun? Kontol gue gede ya?” </div>
<div class="p1">
Indah : “I iya ko. Eh maksudnya e engga”</div>
<div class="p1">
Niko : “engga apa? Emang segini ga gede?” niko tersenyum menggoda. Dia tahu wanita yang dulu dia idamkan ini masih bertarung dengan gengsinya.</div>
<div class="p1">
Indah :”ge gede ko. Eh tapi ga gitu maksudnya. Mmm mmmm”</div>
<div class="p1">
Niko semakin mendekati indah yang bergerak mundur sampai tidak bisa mundur lebih jauh karena punggunnya terhalang dinding kamar mandi. Niko lalu memegang dagu indah dengan tangan kanannya dan mengecup bibirnya.</div>
<div class="p1">
Niko : “kamu masih cantik aja nun. Malah lebih montok nih badannya. “sambil tangan kirinya menelusuri lekuk tubuh indah dari pundak, pinggang sampai pantatnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Entah karena tersipu oleh pujian niko atau karena nafsunya memang sudah menggelegak, pipi indah merona merah. Dia menunduk.</div>
<div class="p1">
Niko angkat lagi dagu indah, lalu dia berikan lagi ciuman kepada indah. Kali ini lebih lama. Dan lebih hot. Dia kulum bibir bawah indah, dia basahi seluruh permukaan bibir indah. Indah pun terbuai, mau tak mau dia buka mulutnya dan mulai saling melumat. Bukan itu saja,lidah mereka pun saling membelit member kenikmatan pada masing – masing. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko membimbing tangan kanan indah untuk mengelus kemaluannya. </div>
<div class="p1">
Niko : “ kamu pengen ngerasain ini kan? Kontol hitam besar yang sudah berhasil menghamili istri saya. Kamu juga pengen hamil kan? Hehehe”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah tersentak dengan pertanyaan niko.namun dia tidak melawan ketka tangannya diarahkan ke kemaluan niko. Begitu hangat dan besar. Bahkan tangannya pun tidak bisa melingkari kemaluan niko secara penuh. Dia mulai membayangkan betapa nikmatnya jika kemaluan itu masuk ke dalam kemaluannya. Indah sudah kehilangan akal sehat. Wanita berjilbab yang setia itu benar – benar ingin merasakan nikmatnya kemaluan niko. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Merasa tidak ada perlawanan. Niko mulai berani bertindak lebih jauh. Dia remas dada indah. Dada yang membuat niko tertarik pada indah. Ya, dada indah lah yang menjadi alasan mengapa dulu dia mengagumi indah. Gumpalan 36C yang begitu menonjol setiap dia melihat indah. </div>
<div class="p1">
Indah melenguh nikmat merasakan remasan niko. Niko semakin berani. Dia buka kancing baju indah satu per satu. Sampai terbuka dan muncullan bra berwarna hitam, sangat kontras dengan kulit indah yang putih mulus. Tidak menunggu lama, dia angkat bra tersebut ke atas. Muncullah dua gumpalan yang dia idamkan selama ini. Gunung kembar yang menjadi teman dia masturbasi bahkn setelah niko menikah. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dia emut putting indah yang sebelah kanan. Sambil dia mainkan juga putting sebelah kiri dengan tangan kanannya. Tangan hitamnya berkolaborasi dengan lidahnya untuk memberikan kenikmatan tiada tara bagi indah. </div>
<div class="p1">
Mata indah terpejam kenikmatan. Keringat mulai keluar dari pori – pori tubuhnya. </div>
<div class="p1">
Indah : “Ahhh niko. Enak ko. Terusinn”. Indah memeluk kepala niko untuk tiidak berhenti memuaskannya.</div>
<div class="p1">
Niko seolah – olah mendapatkan apa yang benar2 selama ini dia inginkan. Tidak hentinya dia menghisap, memainkan, dan mngigit – gigit kecil dada indah. Sampai menimbulkan bekas2 cupangan di permukaan dada indah. </div>
<div class="p1">
Niko : “Hah nun, seger banget toket lu. Mantep bgt dah pokoknya. Tapi gue mau nyobain memek lo juga ah”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko menuntun indah untuk rebahan di lantai kamar mandi. Untuk saja cleaning service kantor ini cukup rajin, sehingga lantai kamar mandi kantor ini selalu kering dan ersih sehingga tidak ada rasa risih dari indah untuk rebahan disana. Hanya rasa dinginnya saja yang mengagetkan dia</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah : “ahh dingin ko”</div>
<div class="p1">
Niko : “Tenang aje nun. Bntr lagi juga ga akan berasa dingin hehe”</div>
<div class="p1">
Niko lepaskan celana bahan yang dipakai indah. Luar biasa paha indah. Begitu putih, begitu mulus, dan begitu padat. Niko lanjutkan lepaskan celana dalam indah sehingga saat ini indah hanya memakaii jilbab dan kemejanya yang sudah tidak terkancing. Dan muncullah kemaluan indah yang ternyata tercukur rapi bulunya. Tanpa menunggu lama niko langsung melahap kemaluan indah. Dia jilati sampai basah, dia hisapi klitoris indah. Tidak cukup dengan lidah, dia pun kombinasikan dengan gerakan jarinya yang kelaur masuk kemaluan indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah blingsatan karena kegelian. Pinggulnya terus bergerak kesana kemari karena kegelian. Namun dari mulutnya terus terdengar erangan – erangan nikmat </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah : “ nikoooo enak banget. Geliiii ko. Ahhhh ahhhh yessss. Isep terus kemaluan aku ko “</div>
<div class="p1">
Niko : “buset. Ga enak banget ngomognya kemaluan. Bilang memek dong”</div>
<div class="p1">
Indah masih malu2 untuk berkata seperti itu. </div>
<div class="p1">
Niko : “gamau bilang nih? Gue brenti ahhh”</div>
<div class="p1">
Indah : “ja jangan ko. Plis terusin. Tolong isep mm mmmm me me memek akuu”</div>
<div class="p1">
Niko : “hahahahha nah gitu doong. Seksi banget deh klo jilbaber ngomong memek. Iya aku mainin lagi ya memek kamu.”</div>
<div class="p1">
Niko pun melanjutkan hisapannya pada klitoris indah. Dia masukkan dua jarinya ke dalam memek indah. DIa kocok perlahan namun lama2 gerakannya menjadi lebih cepat dan lebih cepat. Jilatan dan hisapannya pun menjadi lebih menjadi – jadi sampai akhirnya</div>
<div class="p1">
Indah : “ahhhhhhhh koooo. Nikooo indah keluar ahhhh ahhhhhhhh”</div>
<div class="p1">
Semakin takjub indah dengan laki – laki di depannya ini. Hanya dengan jari dan lidah dia berhasil membuatnya orgasme. Padahal dengan suaminya terhitung hanya 1x saja indah merasa orgasme. Itu pun karena sang suami dibantu dengan obat kuat.</div>
<div class="p1">
Niko : “gentian nun. Sekarang lo isepin kontol gue ya”</div>
<div class="p1">
Indah : “nu indah belum pernah ko jilatin kemaluan laki – laki”</div>
<div class="p1">
Niko : “ e buset. Suami lo kaga minta? Sama satu lagi. Ini KONTOL. Bukan kemaluan. “</div>
<div class="p1">
Indah : “I iya ko, suami indah ga pernah minta dijilatin itunya. Mmm ko kontolnya”</div>
<div class="p1">
Niko : “ haahhaa enak juga denger lo bilang kontol nun. Nih kontol gue jadi makin ereksi aje hehehe. Udah gapapa. Lo jilatn aja abis itu lo isepin kaya lo ngemut permen loli”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko pun mendekatkan kontolnya ke mulut indah yang masih terbaring di lantai kamar mandi dengan peluh bercucuran.</div>
<div class="p1">
Indah mencoba menjilati kontol niko. Ada aroma tidak enak yang dia rasakan dari kontol niko. Indah menjilat sambil ogah2an karena memang tidak biasa. Niko menjadi kesal </div>
<div class="p1">
Niko : “ah nyepong model apaan nih. Kaga ada nikmat2nya. Udah lah lo langsung gue entot aja”</div>
<div class="p1">
Indah : “ ma maaf ko. Indah emang ga biasa jilatin kontol”</div>
<div class="p1">
Niko : “bodo amat. Udah lo nungging skarang. Pegangan tembok”</div>
<div class="p1">
Indah berdiri lalu memasang posisi sepeti yang niko minta. Tanpa tunggu lama, niko langsung menusuk memek niko dengan kontol besarnya. Awalnya terasa sulit karena memang ukuran kontol niko yang lebih besar dari milik suami indah.</div>
<div class="p1">
Indah : “koo sakiittttttt”</div>
<div class="p1">
Niko : “ berisik. Udah nyepong kaga enak. Salah sendiri bkin gue kesel . PLAKKK”</div>
<div class="p1">
Indah : “ auwww sakit ko” (namun indah merasakan sensasi lain ketika niko menampar pantatnya:</div>
<div class="p1">
Setelah mencoba beberapa lama. Akhirnya masuk juga kontol niko seluruhnya. Niko mulai menggoyang perlahan. </div>
<div class="p1">
Indah : “uhhhhhh yessss ahh ahhhh”</div>
<div class="p1">
Niko : “mulai keenakan lo? Dasar perek . PLAKK”</div>
<div class="p1">
Indah : “Ahhh sakit ko. Indah bukan perek ko. Uhh uhh yess yesss”</div>
<div class="p1">
Niko : “mulai sekarang lo perek gue! Cepet bilang. Klo kga mau gue brenti nih”</div>
<div class="p1">
Indah : “ii iya ko. Mulai sekarang indah punya niko”</div>
<div class="p1">
Niko : “LO PEREK GUE. CEPET BILANG! PLAKKKK” (niko menampar pantat indah lebih keras dari sebelumnya)</div>
<div class="p1">
Indah : “ahhhhh INDAH PEREK NIKOOOO. INDAH SUKA KONTOL NIKOO” (indah pun merasakan orgasme keduanya)</div>
<div class="p1">
Niko mempercepat gerakan ngentotnya. </div>
<div class="p1">
Niko : “enak banget lo udah 2x keluar. Gue juga mau keluar. Gue mau keluarin peju gue di memek lo. Gue pengen hamilin lo. Biar tau rasa lo ntr punya anak jelek. Biar nyaho lo dulu nolakin gue”</div>
<div class="p1">
Indah : “ahhh ahhh iya ko keluarin di dalem memek indah aja ya. Indah pengen hamil. Pengen banget. Ayo ko. Kontol niko enak. Gede banget. Kontol suami indah ga ada apa2nya. Ahhhh ayo ko hamilin indahiii”</div>
<div class="p1">
Niko : rasain nih peju gueeee. AHHHHHHHHHh.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko menumpahkan semua spermanya ke rahim indah. Saking banyaknya sampai sperma tersebut luber dan keluar dari memek indah. </div>
<div class="p1">
Indah : Ah kooo banyak bgt peju kamu ko. Pantes bisa hamilin istri kamu. Ahhh ga kaya suami indah. Udah maennya sebentar trus spermanya dikitt.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sementara niko dan indah sedang asik ngentot, Pak Abu sang satpam kantor sedang patroli untuk berjaga – jaga. Dia merasa heran computer milik indah dan niko masih menyala namun tidak ada orang. Sampai dia mendengar desahan dari kamar mandi. Dia agak takut, apakah itu memang desahan manusia atau ada hantu. Dia selidiki dari mana desahan itu. Setelah dia yakin dari kamar mandi dia lalu membuka pintu kamar mandi dan terkejut.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu : “Buset. Ko. Enak banget lo. Kaga ngajak2 dah ngentotin non indah. Gue juga pengen. Dari dulu klo coli gue bayangin die nih”</div>
<div class="p1">
Niko : “hahaha pak abu tau aja klo ada yang ngentot. Yaudah pak abu buka gih celananya. tapibilang dulu ama non indah boleh cape apa ga.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah pun lemas karena ada 1 orang lagi yang meminta jatahnya. Dia sudah lelah sekali dan ingin pulang. Namun begitu pak abu membuka celananya dia tertegun. Ternyata kontol pak abu lebih besar dari milik niko.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu : “gimana non? Boleh ya ni kontol ngerasain memek nya non hehe”</div>
<div class="p1">
Indah pun tersenyum genit sambil berkata </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Memek Indah suka kontol gede pak abu. Ayo deh kontol pak abu maen – maen ke memek indah”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Lanjutan cerita.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
-------------------------------------------------------------------------------------------------</div>
<div class="p1">
Pak Abu terkejut mendengar ucapan dari Indah tersebut,</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Buset ko, lu apain nih anak orang. Ampe jadi binal begini?”</div>
<div class="p1">
“hahahah kaga pak abu, orang dia yang nyamperin gue ke toilet cowo trus nyobain nih kontol. Eh ketagihan ama yang gede – gede hehe. Punya suaminya kecil kali segede korek api doang hahaha”</div>
<div class="p1">
“halah lu ko, jangan pake hati gitu dong, mentang2 tuh cowo yang dapetin si indah ahhaha”</div>
<div class="p1">
“sial lu pak abu. Udah lu garap sana tuh si indah. Gue nonton aja dah sambil ngerokok”</div>
<div class="p1">
“kaga ikutan lu?”</div>
<div class="p1">
“kaga ah, ntar dengkul gue gemeter. Bahaya naek motor pulang hehe”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak abu pun menghampiri Indah yang masih duduk bersimpuh. Dia mengangkat tubuh indah agar menjadi berdiri. Indah yang saat ini hanya mengenakan jilbabnya berdiri berhadapan dengan pak abu. Tercium aroma kelaki – lakian dari Pak Abu. Indah kembali merasakan nafsunya mulai naik. Apalagi ketika pak abu melepaskan seragam satpamnya, Terlihat di hadapan Indah dada bidang seorang laki – laki sejati. Tanpa disadari Indah melenguh membayangkan kenikmatan yang akan dia dapatkan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu tahu Indah sudah bernafsu, dia pun tidak ingin menyianyiakan kesempatan emas ini. Langsung dia dorong tubuh Indah merapat ke tembok. Dia cium bibir Indah dengan agresif. Indah kewalahan menghadapi serangan tiba – tiba ini. Namun di sisi lain Indah merasakan sensasi lain. Sensasi yang belum pernah diberikan suaminya yang cenderung konservatif dalam bercinta. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah memejamlan mata karena nikmatnya, dia mulai bisa mengimbangi hisapan – hisapan dan permainan lidah pak abu. Pak Abu melanjutkan rangsangan Indah dengan menyibakkan bagian bawah kerudung Indah dan dia ciumi leher Indah. Leher putih mulus itu kali ini telah basah dan tercetak cupangan – cupangan dari Pak Abu. Tangan Pak Abu pun tidak tinggal diam. Dia mainkan 2 gunung kembar Indah dengan gemas. DIa remas, cubit, dan goyangkan toket Indah. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah merasa berada di awang – awang. Luar biasa sekali, selama ini dia kira seks konservatif dengan suaminya adalah surga dunia. Namun ternyata itu tidak ada apa – apanya dibandingkan permainan niko tadi dan Pak Abu saat ini. Mulutnya tidak berhenti mendesah – desah kenikmatan. Desahan itu semakin kencang ketika pak abu memainkan memek Indah dengan jari – jari besarnya. Dia gesek – gesekkan ke memek indah. </div>
<div class="p1">
“ahhh pak abu, enak paa trus paak. Ahh ahhh maenin toket sama memek indah pak. Ayo pak ahhh”.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko yang berada di pojok ruangan asyik merekam kejadian langka ini. Lumayan pikirnya, untuk bahan coli kalau saat istrinya haid nanti hehe.</div>
<div class="p1">
Ciuman Pak Abu semakin turun ke bawah. Dia penasaran sengan memek milik Indah. Tidak tunggu waktu lama, di cumbu memek milik indah dengan rakusnya. Memeknya yang memang sudah basah semakin basah dan mengeluarkan bau yang membuat Pak Abu semakin semangat.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“slurp cup cup mmmhh. Seger banget neng hehe”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ah pak geli pak, kumis bapak bikin geli. Tapi enakkk. Ahhhh ayo pakkk.” Indah terus mendesah tanda dia sangat menikmati permainan dari Pak Abu. Di rumah, suaminya tidak pernah mau mengoral memeknya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Saatnya gue sodok nih memek” Pak Abu bangkit berdiri.</div>
<div class="p1">
“Neng, basahin dulu ah. Gantian” Pak Abu meminta Indah untuk berlutut dan mengoral kontol besarnya.</div>
<div class="p1">
“Pak Abu, kaga enak dia mah nyepongnya. Kena gigi mulu”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah merasa rendah diri. Entah rendah diri karena dia bisa – bisanya diminta mengoral kontol seorang karyawan yang statusnya lebih rendah dari dia. Atau karena dikatakan bahwa skill mengoralnya dia sangat jelek. Indah hanya tertunduk sambil berlutu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Ya gapape dah asal basah nihkontol”. Pak Abu menjawab jambil mengangkat dagu Indah dan menyodorkan kontol ke mulutnya”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Memang Indah tidak pernah sama sekali mengoral. Oral pertamanya adalah yang dia berikan kepada Niko beberapa saat yang lalu. Kali ini pun dia mengoral dengan sangat buruk. Beberapa kali Pak Abu mengaduh karena kontolnya terkena gigi dari Indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Ah sialan, bener juga lu ko. Udah deh neng ga usah dilanjutin. Sakit. Gue tusuk aja memek lo langsung”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“maaf pak abu. Indah belom biasa ngituin itunya cowo”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Halah lu, sok alim lagi. Bilang aja nyepong kontol gitu biar jelas”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“I iya pak nye nyepong ko kontol maksudnya”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Udah lu nungging dah. Pegangan ama wastafel. Gue mau nusuk lo dari belakang”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu mencoba memasukkan kontolnya ke memek indah. Karena memeknya sudah banjir akibat dirangsang sedemikian rupa oleh Pak Abu, maka tidka terlalu sulit bagi pak abu untuk melakukan penetrasi. Namun tidak bagi Indah. Karena besarnya kontol Pak Abu, tetap saja awalnya dia merasa kesakitan. Memeknya terasa dibuka paksa sampai maksimal. Indah melenguh sambil menggigit bibir bawahnya untuk mengurangi sakitnya. Namun hal tersebut malah membuat Pak Abu semakin bernafsu mengentot Indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Gerakan maju-mundur Pak Abu semakin cepat saja. Tidak pernah terpikir dia dapat mengentot Indah. Maka kesempatan ini tidak akan dia sia – sia kan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“PLAKKK. Aduh ini pantat bulet banget neng. Mana putih lagi. PLAKKK” berkali kali pak Abu menampar pantat Indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ouch pak perih pak. Ahhhh ahhhhh. “ keringat Indah bercucuran. Seluruh badannya kali ini sudah basah oleh keringat. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu refleks melepas jilbab yang dikenakan oleh Indah dan mengelap punggung Indah dan badannya sendiri. Lalu dia membuang jilbab itu ke pinggir wastafel. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Puas dengan gaya doggy style, Pak Abu lalu melepaskan kontolnya. Indah melenguh karena merasa ada yang hilang. Dia sudah lemas, dia pun hanya bersandar di wastafel yang ada di depannya. Tiba – tiba Pak Abu membalikkan badannya lalu menggendong Indah. Indah bingung apa yang akan dilakukan oleh Pak Abu. Namun tiba – tiba....</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“AHHHHHH YESSSS PAKKHHHHh ENAK BANGET. DALEM BANGET ITU PAK. AHHHHHHHHH”. Indah langsung orgasme untuk kesekian kalinya di malam ini. Benar – benar tidak menyangka. Tiba – tiba saja Pak Abu memasukkan kontolnya ke memek Indah masih dalam posisi berdiri sehingga kaki Indah sama sekali tidak berpijak. Alhasil kontol itu masuk begitu dalam ke memek Indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah semakin kagum kepada Pak Abu. Luar biasa sekali tenaganya bisa mengentot sambil berdiri. Niko pun terkaget – kaget</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Gile pak abu, gue kira ada di bokep luar negeri doang yang kaya beginian. Tenang pak abu rekaman ada di gue. Ntar kita nonton bareng bertiga ahhaa”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Pak Abu tidak menghiraukan Niko, dia sendiri sedang berjuang mencapai klimaksnya. Dia naik turunkan tubuh Indah. Sekitar 10 menit kemudian. Tiba – tiba Pak Abu melepaskan kontolnya, menurunkan Indah. Indah yang lemas, saking tidak kuatnya kakinya menopang lalu terduduk dengan sendirinya. Pak Abu lalu mengarahkan kontolnya ke muka Indah. Nampaknya dia sudah akan orgasme. Dia kocok penisnya dengan cepat. Tidak sampai 1 menit kemudian</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Ahhhhh pakkkk.” Indah menjerit karena tiba – tiba mukanya disemprot oleh sesuatu yang hangat dan kental. Indah tidak menyadari karena tadi matanya terpejam masih menikmati kenikmatan dientot sambil berdiri. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Banyak sekali sperma yang keluar dari kontol Pak Abu. Hampir seluruh muka Indah kali ini dipenuhi cairan putih yang kental. Sperma tersebut bahkan menetes membasahi dada dan perut indah. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah kesal, Namun bukan kesal karena dia dihinakan oleh Pak Abu, Namun dia kesal karena </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ihhhh Bapak. Spermanya banyak gini knapa ga dimasukin ke memek indah aja. Indah pasti hamil dehhh. Sebel”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hehehe maaf neng. Bagusan gini. Neng jadi makin cantik hahah”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“gile lu pak abu. Mantep banget.” Niko mengambil beberapa foto Indah yang berlumuran sperma Pak Abu. Niko pun puas. Tidak masalah kamera handphone nya langsung habis, namun isinya sangat – sangat berharga. Akan dia simpan untuk koleksi seumur hidup.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah masih terduduk lemas. Bau sperma menusuk hidungnya. Namun dia masih terlalu lemas untuk membersihkan diri. Pak Abu pun masih menarik napas panjang karena masih ngos – ngosan. Namun tiba – tiba percakapan dua pria yang telah menikmati tubuhnya mala mini benar – benar mengagetkan indah</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“gimana pak abu? Mantep ga?” Niko bertanya.</div>
<div class="p1">
“yah mayan lah ko. Walau masih lebih oke bini gue di rumah maennya.”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“iya sepakat gue pak. Nyepongnya kaga ahli. Maennya juga gitu2 aja. Klo bini gue di rumah mah beuh servisnya juara dah pak”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“nyok ah kita kasih kesempatan Neng Indah bersih – bersih. Kita tunggu luar aja. Neng aye panggilin taksi buat pulang ya”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“I iya makasih pak abu”. Indah benar – benar bingung. Bukankah tadi mereka berdua terlihat sangat puas. Namun kok perkataan mereka seperti itu. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Apakah memang kedua istri mereka lebih jago dalam memuaskan laki – laki. Tidak ada yang seorang wanita benci selain dibandingkan dengan wanita lain. Apalagi dalam posisi kalah. Indah lalu memaksakan diri untuk berdiri dan membersihkan diri. Dia bersihkan diri seadanya karena memang tidak ada fasilitas untuk mandi di kamar mandi ini. Dia hanya membersihkan badan dan mukanya yang penuh keringat dan sperma dengan tissue yang dibasahi air di wastafel. Indah lalu memakai pakaian dan jilbabnya. Indah tidak peduli bahwa saat ini tubuh dan pakaiannya maish mengeluarkan bau khas persenggamaan. Dia tidak peduli lagi jika nanti sopir taksi atau siapapun terheran – heran dengan aroma yang dikeluarkan tubuhnya. Yang dia pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar dia bisa lebih hebat lagi dalam bercinta. Indah tersenyum pertanda dia sudah menemukan jawabannya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sementara di Pos Satpam, niko dan pak abu masih berbincang – bincang</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“eh pak abu, emang bener istri ente lebih mantep daripada si indah?”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hahaha ya kaga lah ko. Masa lo bandingin memek seger gitu sama memek dower istri ane. Ya lebih enak si indah lah. Cuma gue sengaja. Cewe itu paling ga suka klo dia kalah ko. Mudah – mudahan aja ntar gue dapet kesempatan ngentot dia lagi hehe.”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Gile pak Abu lo jenius banget dah. Tadi ampir gue protes pas lu bilang gitu. Cuma gue liat lo ngedip ama gue kayanya ada rencana bagus, makanya gue nambahin klo bini gue lebih enak. Padahal mah Memek Indah juara dah pak. Tembem bener. Mana sempit lagi. Kayanya beneran segede korek api doang tuh kontol lakinye. Makanya kaga hamil – hamil”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hahaa walau gue bodo, klo urusan sex mah ahlinye gue ahahha”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Malam itu pun berakhir. Niko pulang ke rumahnya menggunakan motor miliknya. </div>
<div class="p1">
Indah pulang ke rumah menggunakan taksi diiringi tanda Tanya besar dari sopir taksi, kenapa wanita berjilbab ini pulang dari kantor jam 12 malam ditambah mengeluarkan aroma sperma yang kuat dan baju yang acak – acakan. Sopir taksi awalnya mengira apakah dia korban perkosaaan. Namun tidak ada tanda2 trauma. Malah sepanjang perjalanan dia terus tersenyum. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sedangkan Pak Abu melanjutkan jaga malamnya di kantor tersebut.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Apakah arti senyum dari Indah? Dan apakah niko dan pak abu memiliki kesempatan untuk mengentot Indah lagi? Kita lihat saja, biar waktu yang menjawab</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Lanjutan lagi </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
------------------------------------------------------------------------------------</div>
<div class="p1">
Pagi ini Indah pergi ke kantor dengan senyum riang di bibirnya. Dia memiliki rencana. Rencana untuk membuktikan bahwa ucapan Niko dan Pak Abu sebelumnya adalah salah. Dia juga bisa memuaskan pria tidak kalah dengan istri – istri mereka.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Untuk pintar harus belajar. Belajar ada referensinya. Untuk memuaskan laki – laki, tentu saja referensinya adalah video bokep. Dan dia sudah tahu siapa rekannya yang kira – kira memiliki video bokep. Dia adalah Sapto. Orang yang bekerja di bidang pembelian bahan baku produksi. Indah dan Sapto sudah lumayan dekat sebagai teman kantor. Mungkin karena usia mereka tidak berbeda jauh. Sapto berusia 3 tahun lebih muda dan merupakan pegawai yang bisa dibilang termasuk baru di kantor tersebut. Mungkin baru sekitar 1 tahun dia bekerja di perusahaan yang sama dengan Indah. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah tau Sapto memiliki koleksi bokep karena pernah mereka BBM-an dan Sapto mengatakan bahwa dia sedang menghabiskan waktu dengan melihat film – film bokep. Tempat kos Sapto tidak terlalu jauh dari kantor. Nanti dia akan pura – pura meminta data kantor. Namun nyatanya dia akan memindahkan beberapa file bokep Sapto. Rencana sudah disusun. Tinggal tunggu tanggal mainnya sepulang kantor.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
--------------------------------------------------------------------</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pulang kantor Sapto langsung menuju ke kosannya. Udara Jakarta yang panas membuat dirinya ingin segera mandi dengan air dingin di kosannya. Kebetulan kosannya memang memiliki kamar mandi di dalam kamarnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Baru dia membuka baju dan mengambil handuk, tiba – tiba ada ketukan di pintu kamarnya. Dia buka pintu. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sapto : “ Loh Mbak Indah, ada apa mbak?” Tanya sapto dengan bertelanjang dada.</div>
<div class="p1">
Indah : (menatap dada bidang sapto. Terdiam sejenak) “mm ini to tadi mbak lupa ada file yang mau diminta ke kamu. Ini tentang bahan baku untuk produksi ordernya customer kira – kira ada berapa”</div>
<div class="p1">
Sapto : “Loh besok aja gimana mba? Apa ntar malem aja saya buatin trus email ke mbak indah”</div>
<div class="p1">
Indah : “wah ga usah, ntar saya aja yang bikin. Saya minta datanya aja. Ada kan di laptop?”</div>
<div class="p1">
Sapto : “ada sih mbak. Mmm tapi ini saya mau mandi. Gerah banget mbak. Klo mbak mau ambil aja ya silahkan. Ntar cari – cari aja di folder kantor mbak”</div>
<div class="p1">
Indah : “mmmm ya oke deh. Mbak cari – cari aja. Kamu sok aja mandi dulu. Yang lamaan juga gapapa”</div>
<div class="p1">
Sapto : “hahaha iya mbak. Lagi kebelet juga ini. Jadi klo agak lama maklum ya. Ntar klo udah selesai trus mbak mau langsung pulang ditutup aja pintunya lagi ya mbak</div>
<div class="p1">
Indah : “Halah mbak baru datang udah diusir aja”</div>
<div class="p1">
Sapto : “yeee bukan ngusir mbak. Ya siapa tau aja buru – buru gitu hehe”</div>
<div class="p1">
Indah : “Iya iya udah sana mandi. Bau keringet dasar”</div>
<div class="p1">
Sapto : “yeeee situ juga belom mandi ya”</div>
<div class="p1">
Sapto berlalu menuju kamar mandi. Sementara Indah melaksanakan rencananya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hmmm disimpen dimana ya bokepnya. Gue search aja ah langsung ah.” Indah segera pilih fitur search dan mulai mengetik kata “porn”.</div>
<div class="p1">
Lalu mata indah berbinar karena ada 2 video muncul dihadapannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Nah 2 aja cukup. Tinggal klik kanan trus open containing folder deh. Nahhhh kan. Yes yes duh banyak bener ini. Cukup ga ya flasdisk gue. Mmm ah udah secukupnya aja”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah memulai proses pemindahan data. Dia agak cemas juga melihat estimasi waktu yang ternyata membutuhkan waktu 1 jam. </div>
<div class="p1">
“waduh gawat juga, ntar si sapto keburu keluar. Ah ntr bgitu kedengeran suara kamar mandi kebuka gue cabut aja. Sedapetnya dah”.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
5 menit menunggu tiba2 ada rasa bosan menghinggapi indah. Akhirnya untuk menunggu hasil pindah data selesai. Dia putuskan untuk sambil menonton saja video tersebut. Agar tidak mengeluarkan suara, dia putuskan untuk menggunakan hands-free handphone nya yang memiliki colokan yang sama dengan laptop sapto.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dia pilih 1 video., dan Jackpot! Ternyata video itu dimulai dengan seorang wanita berkulit putih yang sedang menyepong 2 orang pria berkulit hitam yang memiliki kontol luar biasa besar.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah tiba – tiba teringat kembali persetubuhannya dengan pak abu dan niko. Walau penis mereka tidak sebesar yang dia lihat di video ini, namun tetap saja bayangan kenikmatan itu muncul lagi di pikirannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah mempelajari dengan baik bagaimana cara wanita tersebut melakukan blowjob. Dia lihat kedua pria itu mengerang kenikmatan merasakan blowjob dari wanita yang ada di dalam film. Indah benar – benar mempelajari dengan seksama gerakan – gerakan mulut wanita tersebut. Bahkan sesekali dia ulangi gerakan yang belum dia pahami.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah menjadi keasyikan dengan tontonannya. Apalagi dia menggunakan handsfree sehingga dia tidak menyadari bahwa Sapto telah selesai mandi. </div>
<div class="p1">
Hanya dengan berbalut handuk yang dililitkan di pinggannya Sapto terkejut karena ternyata masih ada Mbak Indah. Sapto lebih terkejut lagi ketika dia lihat Mbak Indah sedang menonton salah satu koleksi bokep miliknya. Dia lihat Mbak Indah juga mulai dilanda birahi karena tangan kirinya sedang meremas toketnya secara bergantian kanan dan kiri. Sesekali timbul lenguhan dari mulutnya. Melihat pemandangan indah tersebut, tanpa perlu dikomando, kontolnya pun menegang. Dan karena hanya dibalut oleh selembar handuk, maka tonjolan kontolnya pun jelas terlihat. Saking terbengongnya karena pemandangan di depannya, Sapto pun tidak sengaja menjatuhkan gayung dan sikat gigi yang dia bawa. Hal tersebut mengangetkan Indah yang secara refleks menoleh ke sumber suara.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah awalnya kaget dan panic karena terpergok sedang menonton film bokep. Namun karena pengaruh nafsunya yang sudah meninggi, dia tiba2 tersenyum nakal kepada Sapto. Sapto semakin salah tingkah diberi tatapan nakal seperti itu. Indah yang sudah bisa menguasai keadaan beranjak berdiri. Dia melangkah menuju pintu. Dia kunci pintu tersebut. Lalu dia melangkah menuju Sapto dengan tatapan yang semakin nakal.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sapto hanya bisa menelan ludah sambil bertanya – Tanya apakah ini mimpi. Bagi Indah ini jlas bukanlah mimpi. Ini adalah kesempatannya untuk praktek apa yang dia tonton tadi. Ketika sampai di hadapan Sapto, Indah tiba – tiba berlutut. Dia langsung buka handuk yang dipakai oleh Sapto</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Wow. Sapto. Gede juga ya kontol kamu”. Indah tertegun juga melihat ukuran kontol Sapto. Tidak sebesar Pak Abu memang, namun sedikit lebih besar dari Niko. Apalagi jika dibandingkan dengan kontol suaminya.</div>
<div class="p1">
Indah elus – elus kontol Sapto.</div>
<div class="p1">
“sssshhhh” Sapto mendesis</div>
<div class="p1">
“Kenapa to? Baru dielus aja udah keenakan. Nih Mbak Kasih yang bakal bikin kamu ketagihan”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tanpa persetujuan pemiliknya. Indah langsung saja menjilati kontol dari Sapto. Dia praktekkan apa saja yang dia tonton tadi. Dia jilati dari kepala sampai pangkal kontol Sapto. Dia jilat kembali dari pangkal sampai kepala kontolnya. Lalu dia lahap Kontol itu. Indah merasa kontol ini lebih nikmat daripada ketika harus mengoral Pak Abu atau niko. Mungkin karena Sapto baru saja selesai mandi sehingga kontolnya lebih bersih dan wangi.</div>
<div class="p1">
Indah melanjutkan dengan meludahi kontol dari Sapto. Dia ratakan sambil mengocok kontol dari Sapto. Indah benar – benar mempraktekkan apa yang dia lihat pada video tersebut. Dia hisap lagi. Dia jilat lagi. Dia buat seluruh permukaan kontol Sapto menjadi bsah. Dan yang luar biasa Indah mencoba melakukan deepthroat. Walau tdak bisa masuk semua. Entah karena belum biasa atau karena besarnya ukuran kontol Sapto. Namun tetap saja. hal tersebut membuat sapto merem melek. Hal yang hanya bisa dia bayangkan sambil onani di kamar mandi saat ini terjadi pada dirinya. Disepong oleh orang yang menjadi salah satu bahan onani dia selama ini juga.</div>
<div class="p1">
“Oh mbak indah. Jago banget mbak nyepongnya ahhh”</div>
<div class="p1">
Sesekali Sapto memang masih mendesis kesakitan karena masih beberapa kali gigi dari Indah mengenai permukaan kontolnya. Namun jika dibanding saat Indah nyepong niko dan Pak Abu, sepongan indah pada sapto jauh berbeda. Indah sudah tau bagaimana cara memuaskan laki – laki dengan mulutnya. Dan yang lebih penting dia pun sudah tau bagaimana cara menikmati menyepong kontol laki – laki. Sehingga dia tidak akan lagi merasa canggung. </div>
<div class="p1">
Indah sudah tidak tahan lagi. Indah berdiri. Lalu mendorong tubuh Sapto ke kasur yang ada di kamar tersebut. Sapto jatuh terlentang di kasur tersebut. Tanpa pikir panjang Indah langsung melepaskan seluruh kain yang melekat pada tubuhnya dan bertelanjang bulat. Indah langsung menindih tubuh dari Sapto. Indah berubah menjadi wanita yang agresif. Apalagi lawannya adalah Sapto. Seseorang yang belum berpengalaman dalam sex. Mungkin Sapto punya koleksi bokep yang banyak. Namun dalam hal sex yang sebenernya, pengalmannya masih sangat hijau. Indah benar – benar memegang kendali permainan.</div>
<div class="p1">
Indah sergap bibir Sapto. Dia kulum bibir bawah sapto dengan sangat bernafsu. Dia mainkan lidahnya masuk ke dalam mulut sapto. Aroma mulut sapto yang habis mandi benar – benar menyegarkan sehingga Indah tidak ragu untuk terus melumatnya. Indah ciumi juga leher Sapto. Sambil tangannya mengocok penis dari Sapto. Sapto benar – benar menikmati keadaannya sekarang. Dia terus mengerang kenikmatan. </div>
<div class="p1">
TIdak mau kalah oleh Indah. Melalui gerakan yang tiba – tiba, Sapto membalikkan badan Indah sehingga saat ini Indah lah yang berada di bawah</div>
<div class="p1">
Sapto : “buset. Luar biasa agresif bgt kamu mbak. Sekarang giliran saya”</div>
<div class="p1">
“ahhhhh uhhhhh yes yes terus sapto iiya isepin toket mbak. Ayo to teruss”. Indah kaget ketika tiba – tiba sapto menyerang toketnya. Nampaknya Sapto memang paling tertarik dengan toket indah. Terbukti dari serangan – serangan sapto yang penuh nafsu. Sapto meninggalkan bekas – bekas cupangan yang jelas terlihat di permukaan dada Indah. </div>
<div class="p1">
Sapto juga memainkan lidahnya di putting susu Indah. Benar – benar toket yang luar biasa. Selama ini Sapto hanya bisa membayangkan sambil menerka – nerka bentuk toket Indah dari bentuk luarnya saja. Selama ini Sapto memang memperhatikan rekan kerjanya itu terutama bagian dadanya yang selalu terlihat membusung.</div>
<div class="p1">
Dia remas – remas dada Indah. Lalu Sapto berdiri dan menduduki Dada Indah. Dia arahkan penisnya di tengah – tengah dada indah. Lalu dia jepitkan toket itu sehingga mengapit kontol Sapto. </div>
<div class="p1">
Indah : “eh sapto mau ngapain. Ahhh bisa ya dijepit pake toket ahhhh kamu pinter to. Enak banget. Kontol kamu anget to. “</div>
<div class="p1">
Sapto terus menggoyangkan kontolnya di dada Indah. Dia merasakan hangat dan kenyalanya toket Indah. Namun untuk saja dia sempat sadar bahwa Indah pasti memiliki sesuatu yang lebih indah lagi selan toketnya. Sapto berdiri. Indah bertanya – Tanya apalagi yang akan dilakukan oleh anak muda ini.</div>
<div class="p1">
Tiba – tiba Sapto membuka paha Indah. Langsung saja dia lahap memek Indah. Sama seprti Indah, dia pun mengingat – ingat film bokep yang sering dia tonton. Dia jilat bibir memek Indah. Dia masukkan lidahnya dan dia main – mainkan di dalam memek Indah</div>
<div class="p1">
Indah : “Sapto, sapto ahhhhh enak banget to. Terus too mbak bentar lagi keluar ahhhhhhhhh” Orgasme pertama pun didapat oleh Indah. Luar biasa sekali permainan lidah sapto. Dia memang memliki naluri alamiah untuk memuaskan wanita. </div>
<div class="p1">
Sapto tidak menyianyiakan cairan yang keluar dari memek indah. Sapto menelan semua cairan gurih yang keluar dari memeknya.</div>
<div class="p1">
Sapto “gurih banget mbak memeknya. Walau agak kecut nih belom mandi hihihi. Mbak aku juga mau crot ya.”</div>
<div class="p1">
Indah : “huh huh . iya to, kamu hebat banget bisa bkin mbak keluar pake lidah kamu. Kamu hebat banget. Iya masukin ya kontol kamu ke memek mbak. Memek mbak udah gtel. Butuh digarukin pake kontol gede kamu. Ayo masukin masukin” Indah inisiatif mengangkang agar memeknya semakin terbuka.</div>
<div class="p1">
Sapto tidak tnggu lama. Dia siapkan kontolnya untuk merobek memek Indah. Perlahan dia masukkan sambil meresapi nikmat dan hangatnya memek Indah. Dia rasakan memeknya menjepit2 kontolnya. Fuh nikmat sekali ternyata memek Indah.</div>
<div class="p1">
Sapto menggoyang pelan kontolnya untuk menggapai kenikmatan dari memek Indah. Indah mengigit bibir merasakan nikmat mulai menjalar di tubuhnya. Terasa sekali kontol perkasa yang berurat dari Sapto. Indah mendesah – desah pelan. Pelan. Semakin kencang. Dan semakin kencang dengan semakin kencangnya goyangan dari Sapto. </div>
<div class="p1">
Sapto teringat sesuatu</div>
<div class="p1">
Sapto : “mmhhh mbak. Mmmhh gapapa ni ga pake kondom? Uhhhh”</div>
<div class="p1">
Indah : “Gpapa to. Kamu hamili mbak aja. Mbak udah pengen hamil. Suami mbak gabisa ngehamilin. Kamu aja ya yang hamilin mbak. Ayo to. Terus to. Kontol kamu enak banget. Gede. Berurat. Mbak suka banget kontol kamu. Trus to. Yang kenceng to. Ahhh ahhhh ahhhh”</div>
<div class="p1">
Sapto yang sudah mendapatkan ijin dari indah langsung mempercepat genjotannya. Terdengar suara tumbukan pantat mereka yang sangat kencang saking kencangnya genjotan dari sapto. Indah semakin blingsatan dia remas – remas seprai yang ada di sekitarnya. Sudah tidak terhitung berapa liter peluh yang keluar dair kedua insan ini. </div>
<div class="p1">
Sapto emngajak Indah berganti posisi. Kali ini Indah di atas, sapto ingin Indah yang menggoyangkan badannya sambil dia menikmati goyangan toket indah di hadapannya. SApto tidur terlentang. Indah menggenggam kontol sapto untuk dimasukkan ke dalam memeknya. Setelah masuk, Indah menggoyangkan badannya dengan sangat erotis. Desahan – desahan saling berbalas di antara keduanya.</div>
<div class="p1">
Indah yang memang sudah hampir mencapai orgasme keduanya terus bergoyang mencari puncak kenikmatannya. Sapto sendiri mendesah sambil menikmati goyangan toket yang ada di depannya. Sesekali dia remas karena gemas pada toket tersebut. </div>
<div class="p1">
Gerakan Indah semakin tdak beraturan. Dan benar saja tidak lama kemudian</div>
<div class="p1">
“SAPTOOOOO aku keluar tooooooooo”</div>
<div class="p1">
Sapto merasakan kontolnya dibanjiri cairan hangat. Sapto yang sudah tidak tahan juga membalikkan badan Indah lagi. Kali in isekali lagi dia ada di atas. Dia goyang sekuat tenaga yang dia miliki. Indah sendiri yang sudah mencapai orgasmenya hanya bisa terlentang pasrah sambil mendesah – desah.</div>
<div class="p1">
“Mbak Indah. Rasain nih tembakan sperma aku. Hamil mbak kamu hamil sama sperma aku ahhhhhhhhh”</div>
<div class="p1">
Sapto pun ambruk menindih Indah. Benar – benar luar biasa hari ini. Dia berhasil menikmati tubuh indah mbak indah. Wanita yang selalu jadi objek onani dia.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sapto lalu merebahkan diri di samping Indah. Sambil beristirahat. Sapto membuka percakapan</div>
<div class="p1">
Sapto : “enak banget mbak. Memek mbak juara deh”</div>
<div class="p1">
Indah : “sama sapto. Kontol kamu juga perkasa banget deh. Mbak ampe ketagihan nih kayanya. </div>
<div class="p1">
Sapto : “dengan senang hati mbak. Aku juga ketagihan memeknya mbak eheheh</div>
<div class="p1">
Indah : “ah tapi aku bête ah”</div>
<div class="p1">
Sapto ; “loh knapa mbak?”</div>
<div class="p1">
Indah : “abis, di sekeliling aku banyak yang kontolnya gede . eh aku malah nikahnya saama yang kontolnya kecil trus ga bisa hamilin aku lagi</div>
<div class="p1">
Sapto : (sontak tertawa) “ahahahha makanya klo mau nikah di cek dulu mbak kontolnya hahaha. Eh tapi kok bilang banyak yang kontolnya gede? Siapa aja mbak? Kok tau?”</div>
<div class="p1">
Indah baru menyadari dia keceplosan. Namun cuek ah, sekalian saja dia ceritakan kisahnya dengan niko dan pak abu</div>
<div class="p1">
Sapto : “wah niko sama pak abu udah dluan ngerasain nih memek? Ckckck diem – diem nakal juga nih mbak heheh”</div>
<div class="p1">
Indah : “yeee awalnya aku dipaksa tuh sama mereka. Tapi gapapa deh aku kan jadi dapet kontol yang enaknya banyak heehe. Eh to, udah jam 9 nih. Kamu anterin mbak pulang ya?”</div>
<div class="p1">
Sapto : “ah ntr ktauan suami mbak.”</div>
<div class="p1">
Indah : “kamu anternya sampe gerbang komplek aja. Ntr ke dalemnya aku jalan. Ya anterin ya. Udah malem nih. Kamu ga khawatir sama mbak. Klo mbak knapa2 ga bisa ngerasan memek ini lagi lhoo hehe”</div>
<div class="p1">
Sapto : “iya dehhh. Tapi ada 1 syarat lagi ya?”</div>
<div class="p1">
Indah : “syarat apa lagi thoo?”</div>
<div class="p1">
Sapto : “celana dalem sama bra nya buat aku ya. Kenang – kenangan gitu hehe”</div>
<div class="p1">
Indah : “Ih dasar kamu. Yaudah boleh deh. Tapi ntar kamu harus beliin mbak CD sma bra yang baru lho”</div>
<div class="p1">
Sapto : “Siappp mbak. Aku ntar beliin yang G-string. Hehehe”</div>
<div class="p1">
Indah : “yaudah. Yu ah cepet anterin mbak pulang.”</div>
<div class="p1">
Sapto : “oke mbak ku.” </div>
<div class="p1">
Sapto menutup percakapan itu dengan remasan pada toket Indah yang menggemaskan itu. Sapto pun mengantarkan Indah pulang. Ketika turun dari motor. Indah melihat ke kiri dan kanan. Ketika yakin sudah tidak ada orang. Indah tiba – tiba mengecup bibir sapto sambil mengelus kontolnya dari luar celana.</div>
<div class="p1">
Indah : “Makasih ya sapto udah bawa mbak ke awang – awang “</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Beberapa hari setelah peristiwa dengan Sapto, Indah mengawali hari ini dengan senyum lebar terkembang. Sudah diputuskan, hari ini adalah hari dimana dia akan “menantang” kembali Pak Abu dan Niko. Pagi ini dia menggunakan pakaian terbaik yang dia miliki. Masih serba tertutup karena dia berjilbab, namun menggunakan kemeja yang agak kecil sehingga akan membuat dadanya terlihat menonjol. Gaya jilbabnya pun mengikuti trend jilbab masa kini yang membuat dirinya tampak lebih manis. Lain dari hari biasanya, dia pun menggunakan make-up yang semakin menguatkan kecantikannya. Tidak menor namun pasti akan membuat para pria yang melihatnya berkata dalam hati “gile cantik bener”..</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Laki – laki manapun tidak akan menolak kalau aku berdandan seperti ini hehe” ucap Indah dalam hati.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Ma, tumben dandan cantik banget hari ini” tiba – tiba suaminya memeluk Indah dari belakang. Tangan sang suami pun lalu beranjak naik ke arah payudara Indah sambil hidungnya terus menciumi aroma parfum Indah yang benar – benar menggugah kejantanannya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ih si papah, biasa aja ini pah. Hayooo jangan yap ah nanti baju aku kusut. Udah mau berangkat nih” tangan Indah menepis dengan lembut tangan suaminya. Entah alasannya memant takut bajunya kusut atau itu adalah bentuk lain untuk mengatakan “heh hari ini toket aku bukan buat kamu tau, tapi buat niko sama Pak Abu week”.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah pun lalu pamit kepada suaminya untuk berangkat sambil memberikan kecupan di bibir kepada suaminya. Sudah menjadi rutinitas Indah untuk pergi ke kantor menggunakan kendaraan umum. Namun untuk hari special ini dia memutuskan untuk menggunakan taksi. Dia tidak ingin penampilannya kali ini menjadi pusat perhatian di angkutan umum. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tepat di pintu rumah saat akan berangkat, Indah membalikkan badan dan berkata pada suaminya “oh iya pah, kayanya aku nanti lembur deh. Lagi banyak kerjaan di kantor”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Suaminya pun tidak bisa berkata apa lagi, karena jika sudah kerjaan kantor ya dia tidak bisa melarang </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“iya ma, asal ati2 aja nanti pulangnya ya”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sesampainya di kantor Indah berusaha mengerjakan pekerjaannya yang memang banyak dengan secepat mungkin. Harapannya saat waktu lembur nnti dia bisa berasyik ria dengan niko dan pak abu tanpa ada pekerjaan yang ditinggalkan. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dia pun melancarkan strateginya. Tentu sebagai wanita ada rasa gengsi untuk langsung meminta kepada niko dan pak abu untuk menyetubuhinya. Untuk Pak Abu dia melancarkan strategi salah SMS.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Pah aku nanti malem lembur sampe malem banget kayanya. Love you” itu isi SMS Pertama indah yang secara sengaja dikirimkan kepada Pak Abu.</div>
<div class="p1">
Tidak lama kemudian, SMS kedua dikirim “eh Pak Abu, maaf tadi Indah salah kirim SMS”.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah menunggu. Dia yakin pasti ada balasan dari Pak Abu. Balasan – balasan yang isinya nakal dan menggoda. Namun dia akan tetap menjaga gengsinya. Itu rencananya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun SMS balasan itu tidak juga muncul. Ah mungkin pak abu sedang bertugas sehingga tidak membuka HP pikirnya. Sudahlah nanti juga dibalas. Dia kembali fokus pada kerjaannya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“eh temen – temen pada mau lembur ga nanti? Aku lembur nih kayanya”. Indah berkata kepada rekannya sesame customer service.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun, saying sekali ternyata tidak ada satupun temannya sesama CS yang berniat untuk lembur juga. Mungkin karena ini Hari Jumat sehingga para karyawan berniat untuk segera pulang dan menyambut weekend.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun tentu saja Indah tidak kecewa. Karena tujuan utama dia menanyakan hal tersebut bukanlah untuk mencari teman. Tetapi untuk memberi tahu niko yang memang cubiclenya tidak terlalu jauh secara tidak langsung. Makanya tadi dia agak mengeraskan suaranya saat bertanya. Indah yakin Niko pasti mendengarnya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun, ketika dia mencuri – curi pandang kepada Niko. Dia melihat niko masih bekerja seperti biasa. Tidak ada tanda – tanda niko gembira mendengar pertanyaannya tadi. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Yahh aku lembur sendirian dong” Indah lebih mengeraskan lagi ucapannya yang dimaksud untuk merespon kepada jawaban teman – temannya. Kali ini Indah yakin Niko pasti mendengarnya. Tapi kenapa tidak ada respon dari niko. Tidak ada celetukan “yaudah ndah aku temenin aja ntar” sesuai harapannya yang tentu saja akan dibalas dengan jawaban penuh gengsi “ah ga usah kali ko, klo gitu ntar aku ga usah jadi aja lemburnya”. Bahkan tidak ada curi – curi pandang Niko kepada Indah. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ada apa ini. Indah sangat yakin bahwa penampilannya menggoda semua pria yang ada. Terbukti dengan beberapa karyawan laki – laki yang menghampiri cubicle nya untuk bertanya basa – basi atau sekadar meminjam bolpoin walau Indah tau alasannya adalah agar bisa melihat dirinya dalam jarak yang lebih dekat. Apalagi Sapto yang secara terang – terangan mengajak ngobrol namun matanya selalu turun mengarah ke dada Indah. Namun kali ini bukan Sapto yang ingin dia jerat. Walau sejujurnya dia pun ingin menikmati lagi penis Sapto, tapi tidak untuk hari ini.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun kenapa 2 orang targetnya malah tidak memberikan respond sama sekali. Indah mulai berpikir macam - macam. Apakah memang permainan seks nya waktu itu sangat buruk sehingga mereka berdua tidak mau lagi menyetubuhinya. Dia yakin untuk kali ini dia bisa memuaskan mereka berdua. Dia sudah nonton dan belajar banyak dari bokep – bokep Sapto. Bahkan dia sudah praktek dengan Sapto dan Sapto pun puas. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah mencoba mengalihkan fokusnya ke kerjaan. Dia ingin mengerjakan pekerjaannya secepat mungkin. Namun tetap saja pikiran – pikiran tersebut terus menghantuinya. Dia terus saja men-cek HP nya apakah ada sms masuk dari Pak Abu atau tidak. Dia juga curi – curi pandang ke niko. Namun tidak ada tanda – tanda niko memperhatikannya. Bahkan tadi dia sempat mendatangi meja rekannya Desy dan mengobrol disana hanya untuk membuat niko dapat melihatnya lebih dekat. Namun sama sekali tidak ada reaksi dari Niko.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Jam pulang kantor tiba. Indah benar – benar hancur. Rencananya hari ini gagal total. Semakin gagal ketika tidak ada balsan dari Pak Abu. Semakin gagal lagi ketika dia melihat Niko pun pulang. Indah benar – benar sedih. Ingin dia menangis. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sementara di pos satpam. Terlihat 2 orang sedang berbincang. Siapa lagi kalau bukan Pak Abu dan Niko. Niko ternyata tidak langsung pulang. Dia bercengkarama dengan pak abu di pos satpam</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Pak Abu, gile lo pake ngelarang gue nanggepin Indah. Pak Abu gatau sih dandanan die hari ini. Konak sepanjang hari nih gue. Mana dia lagi lembur lagi pak. Gue embat aja tadi soalnya temen2nya kaga ada yang lembur.”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“heh ko. Lu pikir gue gatau dandanan Indah. Tadi pagi kan pas lewat sini gue liat dia gimana dandanannya. Mau tau ga kenapa lo gue larang nanggepin dia?”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“kenape?”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“nih lo baca” pak abu memperlihatkan smsnya ke niko</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“gue mah apal banget itu boong doang dia. Pura – pura salah kirim. Keliatan ko dia juga udah kangen ama kontol – kontol kita. Makanya kita jual mahal aja. Dia makin kepengen kan. Makin hot dah ntar klo dientot ahhaha”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ah gile lo pak. Pinter bener urusan beginian. Pengalamannya banyak nih kayanya hehe. Jadi gimana rencana lo pak? Tapi kita ngentot dia hari ini kan?”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“yaialah. Lo kira lo doang yang konak. Gue juga kali. Gini ko. Kebetulan bini ama anak gue lagi ke kampung nengkokin mertua gue. Nah rumah gue kosong kan. Kita ajak aja tuh cewe mampir. Garap deh ampe pagi. Kita tunggu aja dia pulang. Tar ajak ngbrl disini”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“gile benerrr. Bisa puas ye klo di rumah ente. Ga kaya ngentot disini ga enak banget di kamar mandi”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“nah makanya lo nurut aja ama gue. Walau gue Cuma lulusan SD. Urusan beginian mah yang sarjana – sarjana juga kalah dah am ague”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hahahha iya dehhh nurut gueee. “</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah bersiap untuk pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Dia benar – benar kesal campur marah campur sedih. Dia mengira hari ini akan menjadi hari yang super luar biasa. Namun berubah menjadi penuh kesedihan. Apa mungkin dia kualat karena menolak jamahan suaminya tadi pagi. Ah dia kembali ingat suaminya. Nafsu birahinya akan dia lampiaskan pada suaminya saja malam ini. Walau pun tidak akan diberi kepuasan maksimal seperti jika bersetubuh dengan pak abu dan niko. Tapi dia pikir biarlah daripada tidak sama sekali.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ketika berjalan melewati menuju pos satpam dia melirik kea rah tersebut, dan entah kenapa langsung bahagia ketika melihat ada niko dan Pak Abu. Masih ada kesempatan pikirnya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Malem Pak Abu, ko. Pulang duluan ya” Indah masih menjaga gengsinya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Mbak Indah ngobrol2 dulu aja disini” pak abu mengajak Indah</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“mmmm boleh deh pak. Indah juga masih nunggu taksinya. Tadi udah mesen sih tapi kok belom datang ya” Indah berbohong. Padahal dia sangat senang atas ajakannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Mbak Indah ini karyawan teladan pak abu. Liat aja tuh sampe malem gni kerjanya. Yang laen mah udah pulang” niko memuji</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ah ya gitu lah ko. Lagi banyak aja nih kerjaan”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Mbak Indah. Mampir aja dulu yuk ke rumah saya. Deket kok dari sini ga jauh. Paling naik motor 5 menit aja. Mbak Indah telp lagi aja taksinya suruh datangnya ke rumah saya.” Pak Abu mengajak Indah</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah kembali merasa rencananya akan berantakan. Kenapa malah mengajak ke rumah. Pak Abu pasti tdak berniat menyetubuhinya. Bagaimana mungkin bisa bersetubuh jika ada anak dan istrinya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ga usah deh Pak Abu. Indah pulang aja” Indah beranjak dari tempat duduknya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“yah mbak. Tadinya kalo mbak kesana saya ada temen. Maklum deh di rumah lagi sepi”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“loh emang anak sama istri kemana pak?” Indah kembali duduk</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“itu lagi nengokin kakek neneknya di kampung. Tapi ya gapapa sih mbak. Paling sama niko aja nih ntar gue ditemeninnya”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“mmmmm duh taksinya belum datang juga ya. Boleh deh pak aku ikut ke rumah bapak dulu aja”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“yaudah mbak indah coba telp taksinya dulu aja. Suruh jemputnya ke jalan xxx no x gitu.”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“oke pak sebentar” Indah beranjak untuk pura – pura menelpon. Dalam hati dia sangat senang. Malam ini bisa jauh lebih indah dari yang dia bayangkan. Dia juga lalu meng-SMS suaminya “pah, aku kemaleman nih. Aku nginep di kos desy aja ya. Besok siang deh aku pulang, kan besok libur ini”. Indah tersenyum.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“noh ko gue bilang ape. Lo juga sms bini lo. Bilang lo nginep di tmpt gue”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“siap laksanakan” segera niko pun sms istrinya karena hari ini tidak bisa pulang</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“pak Indah udah telp. Katanya sekitar 1 jam lagi taksinya datang. Indah udah marah – marah nih ke mereka. Tapi paling cepet 1 jam lagi. Gpp pak?</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“oh gapapa mbak. Ayo deh. Mbak saya bonceng aja. Niko suruh bawa motor sendiri”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Lima menit kemudian mereka sampai di rumah. Rumah Pak Abu sangat sederhana namun cukup untuk keluarganya. 1 ruang keluarga ditambah 2 kamar yang tidak terlalu besar. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“nih diminum teh nya mbak Indah biar badan jadi anget. Saya permisi sebentar ya mau ganti pakaian dulu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“oh iya silahkan pak. Terima kasih teh nya”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Pak Abu, gue pinjem celana pendek dong. Gue kan mau nginep disini” Niko menyusul Pak Abu ke kamarnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah menikmati teh nya. Sesaat kemudian Indah disuguhi pemandangan yang membuatnya kaget. Betapa tidak. Ketika pintu kamar Pak Abu dibuka. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Mereka berdua sudah berganti pakaian dengan kaos dan yang paling membuat Indah tercengang adalah mereka hanya menggunakan celana boxer tanpa celana dalam. Sehingga terlihat bagaimana penis mereka yang besar menonjol keluar tanpa ampun.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Loh kenapa Mbak Indah? Kok bengong?” hehee Pak abu bertanya sambil menggaruk2 selangkangannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hehe udah kepengen ginian ya mbak?” niko menambahkan sambil memperjelas tonjolan penisnya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“mmhh itu apa ya. Emmm eh kenapa pak?” terlihat sekali bagaimana Indah menjadi salah tingkah. Mukanya bersemu merah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“udah lah mbak. Ga usah pura2. Tadi pagi Cuma pura – pura salah SMS kan ke saya. Udah pengen ini bgt kan. Udah isep aja mbak” Pak Abu menurunkan celana boxerna dan menyorongkan penisnya ke mulut indah</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“trus tadi nanya lembur pake dikeras2in biar saya mau nemenin kan. Biar kamu bisa isep ini juga kan?” niko juga membuka boxernya dan juga menyorongkan penisnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah merasa kalah telak. Tadinya dia yang ingin menjaga gengsi dan membuat niko dan Pak Abu memohon2 untuk bsa menyetubuhinya ternyata kalah total. Mereka berhasil membuat Indah menurunkan gengsinya dengan mau ikut ke rumah Pak abu yang sangat jelas menunjukkan keinginannya untuk disetubuhi. Tidak ada pilihan bagi Indah. Dan memang pilihan ini yang dari tadi dia inginkan</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ih kalian jahat sama Indah” Indah berkata dengan nada seperti anak kecil yang diambil mainannya. Indah langsung mengulum penis pak abu sambil mengocok penis Niko.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hihihii gemes bgt gue pak abu sama dia. Bkin tambah ngaceng aja”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ahh iya isep trus mbak Indah. Asoyyy”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah mengeluarkan teknik2 blowjob yang dia dapat dari film bokep. Dia mainkan kedua penis secara bergantian. Dia ludahi penis mereka agar licin. Lalu dia lahap penis itu sedalam yang dia bisa. Sambil salah satu tangannya memainkan batang lain yang menganggur.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Gile ko, beda banget skrg nyepongnya. Mirip film2 bokep ahhh ahh”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“setuju banget pakhhh. Enak bgt yang skrg”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah merasa bangga bisa membuat mereka keenakan. Tidak sia – sia usahanya belajar selama ini. Dia semakin bersemangat untuk memuaskan kedua batang favoritnya. Terlihat air liur Indah sampai menetes2 membasahi bagian bawah jilbabnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“udah dlu mbak Indah. Bisa – bisa keluar dluan nih” Pak abu dan niko minta Indah untuk menghentikan hisapannya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“makanyaa jangan macem2 sama Indah. Gini2 jago juga ngisepnya hihihi”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak abu dan Niko langsung mempreteli semua pakaian yang Indah kenakan. Termasuk jilbabnya. Indah langsung diangkat oleh Pak Abu untuk masuk ke kamar Pak Abu</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“nah di kasur aja. Biar enak enjot2annya heheh”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah langsung ditidurkan di kasur. Tanpa menunggu lama. Niko langsung mengincar vagina Indah. Dia lebarkan kaki Indah. Langsung dia jilat2 bagian luar vagina indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu sendiri lebih memilih leher putih Indah untuk dia serang. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Giliran Indah yang kewalahan dengan kenikmatan yang ada. Dia mendesah sebebasnya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ahhh ahhhhh. Yessss enakkk pakkk ahhh”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko semakin ganas. Dia naikkan kaki indah dan dia tempatkan di pundaknya. Dia jilati seluruh permukaan vagina Indah bahkan dia masukkan juga lidahnya untuk menyentil2 klitoris Indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah semakin blingsatan</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Nikooo enakkk banget koo. Mmmhhhhh” Pak Abu langsung menyumpal bibir imut Indah dengan bibirnya. Mereka lalu ber-french kiss ria. Indah benar2 sudah lupa diri. Kenikmatan luar biasa diberikan oleh kedua rekan kerjanya ini. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Pak Abu. Gue genjot duluan ya. Keburu taksi si Indah datang nih”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ahhh ahhh te tenang aja. Indah bohong kok. Indah ahhh ga mmm mesen taksi ahhhhhh”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“weisss jadi Indah bisa dong nginep disini juga nemenin kita – kita?” pak abu menimpali</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ii iyaa ahhhh. Indah mau dientot kalian sampe pagiiihhhh. Aku udah bilang suami juga ga akan pulang”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“HOREEEEEEE” pak abu dan niko berteriak hampir bersamaan. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko lalu menuntun Indah untuk nungging. Dia ingin menggunakan gaya dog-style. Hal itu juga dilakukan agar Pak Abu bisa diservis oleh mulut Indah</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ayo mbak Indah manis. Isep lagi dong penis pak abu”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
mmmm. Indah langsung mengisap penis pak abu. Dia mainkan lidahnya untuk menyapu seluruh permukaan penis pak abu. Bahkan lebatnya bulu kemaluan pak abu tidak menghentikan keganasannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“mmmmhmhhhhh” sejenak Indah berhenti. Ternyta di belakang Niko sudah memasukkan penis besarnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“masih rapet pak abu. Ahhhh ahhhh ahhhh” niko menggenjot perlahan</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“yaelah. Gimana ga rapet. Penis suaminya aja segede cabe rawit. Hahaha” </div>
<div class="p1">
Indah tidak peduli apa yang diucapkan oleh Pak Abu walau hal itu merendahkan suaminya. Yang Indah cari saat ini adalah kepuasa, kepuasan, dan kepuasan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Sedang asik2nya menghisap. Tiba2 niko meraih kedua tangan Indah dan menariknya ke belakang</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hayooo nyepongnya pake mulut aja ya jangan pake tangan” </div>
<div class="p1">
Indah yang kaget terus mencoba menservis pak abu dengan mulutnya. Kali ini dia fokus menghisap dan memainkan lidahnya. Gerakan maju mundurnya bergantung pada genjotan penis niko di memeknya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“gile kooo. Isepannya dahsyattt sekarang. Genjot yang kenceng kooooo”</div>
<div class="p1">
Niko menggenjot semakin kencang dan semakin kencang. Indah merasa bahwa orgasme pertamanya akan datang. Ingin dia berteriak mendesah sekuatnya. Namun dengan posisinya sekarang dia sama sekali tidak bisa melepaskan kulumannya. Sehingga hanya terdengar gumaman saja</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“mmmmh mmhhhhhh” tiba – tiba tubuh Indah menegang. Niko terus saja menggenjot semakin kencang. Dan ketika dia merasakan ada cairan hangat di vagina Indah. Dia melepskan tangan Indah dan meraih pinggulnya sambil mempercepat goyangannya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Aku keluarrrrrhhhhhhhhhh.” Luar biasa sekali orgasme yang didapat oleh Indah. Tubuhnya kali ini ambruk di pangkuan Pak Abu. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ko gentian. Gue mau nyoblos juga.”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Namun tiba2 niko memposisikan agar punggung Indah menindih dadanya</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“sok aja sodok pak abu. Ane mau maenin toketnya ya hehhe”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“siap dahh”. Pak abu langsung saja menghujamkan penisnya ke vagina Indah. Indah lagi – lagi mendesah2 pelan. Dia masih lemas karena orgasme pertamanya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Birahi Indah kembali naik. Selain genjotan nikmat pak abu. Dia juga merasakan bagaimana pentil susunya dimainkan dengan gemas oleh Niko. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ahhh ahhh kalian jago banget muasinnya ahhh. Enakkkk” Indah merintih2</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko tiba2 memalingkan muka indah ke kanan dan langsung melumat bibirnya. Indah sempat kewalahan menghadapi serangan niko yang tiba2. Namun lama2 dia bisa membiasakan diri dan mengimbangi.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Smeentara Pak Abu menggenjot semakin kencang.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Anjrit sempit banget ahhhh ahhhhhh mau keluar Mbak”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Pak keluarin di dalem pliss. Hamili Indah ya pakk” Indah pun merasakan bahwa orgasme keduanya akan datang. Rangsangan dari kedua rekan kerjanya ini benar2 luar biasa.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
AHHHH crot crotttt. Semprotan sperma Pak Abu langsung meluncur ke rahim Indah. Indah pun mendapatkan orgasme keduanya karena tubuhnya menegang dan kakinya menjepit pinggul Pak abu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Aku keluar juga pak abuuuu ahhhhhhhh”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pak Abu langsung rebah ke pinggir. Sementara Niko pun menidurkan Indah yang semakin lemas.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“Mbak Indah. Gue belom keluar nih. Digesek pake toket ya hehe”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah yang sudah pasrah hanya mengangguk setuju saja. napasnya benar – benar ngos2an.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko langsung memposisikan penisny di tengah2 toket Indah. Dia jepitkan toket itu ke penisnya. Terasa sangat hangat dan kenyal. Tanpa ampun dia pun menggesekkan penisnya dengan cepat. Dia ingin segera mengeluarkan pejunya ke muka Indah. Dia sengaja tidak bilang agar membuat Indah terkejut. </div>
<div class="p1">
Setelah 5 menit menggesekkan penis di toket Indah. Tiba – tiba</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
CROTT CROTTT CROTTT. Sperma kental niko meluncur lurus ke muka dan rambut Indah. Terlihat sperma itu menempel di mata, bibir, pipi, dan rambut Indah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“ihhh nikoo ko ga dimasukin ke memek. Kan aku mau hamil” Indah bête</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“hehehe sperma pak abu udah cukup buat hamilin lo mah mbak. Saya bagian nyemprot muka mbak Indah aja hehee”</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“huh yaudah deh” Indah lalu menyendokkan sperma yang ada di bibirnya dengan jarinya. Lalu dia emut jarinya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Niko pun rebah ke sisi Indah sehingga saat ini ketiganya tidur terlentang dengan Indah berada di tengah2.</div>
<div class="p1">
Setelah beristirahat sejenak. Mereka kembali bersetubuh dengan berbagai gaya. Mereka benar – benar memanfaatkan malam itu untuk menggapai kenikmatan semaksimal mungkin. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Indah benar – benar sudah berubah menjadi maniak seks setelah mengenal penis Niko dan Pak Abu. Pak Abu dan Niko pun ketagihan dengan Indah. Sepongannya yang dahsyat. Toketnya yang kenyal dan besar, dan tentu saja memeknya yang masih rapat dan nge-grip.</div>
<div class="p1">
Pergumulan terakhir selesai pukul 2 dini hari. Kondisi kamar pak abu sangat berantakan. Kondisi Indah pun tidak kalah berantakan. Sperma pak abu dan niko memenuhi wajah dan rambutnya. Memeknya pun mengeluarkan sperma – sperma yang tidak tertampung. Mereka bertiga tertidur dengan posisi seprti sandwich dimana Indah dihimpit oleh Pak Abu dan Niko. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ketiganya tersenyum. Terutama Indah. Hanya ada 1 hal yang ada di pikirannya saat ini.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
“AKU PASTI HAMIL”</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-91776800983286413192014-06-03T17:38:00.001-07:002014-06-03T17:38:20.728-07:00Shelly Story<span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hai kenalin nama ku shelly, umur ku 20 dan saat ini aku sedang berkuliah di salah satu PTN di kota M. sedikit ku ceritakan ciri-ciri fisik ku, kulit putih kecoklatan, wajah ku lumayan cantik dengan rambut ku yang terurai panjang sedikit melewati bahu, tinggi 160cm, berat 43kg, ukuran payudara ku 34C, ya tubuh ku memang mungil tetapi ukuran payudara ku sedikit terlalu besar. Tetapi bagian yang mungkin paling menarik dari tubuh ku adalah pantat ku yang menurut hampir semua mantan ku, pantat ku sangat seksi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku ingin menceritakan pengalaman seks ku, bukan dengan mantan-mantan ku, melainkan dengan kakak ku sendiri atau istilahnya adalah incest.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><a name='more'></a><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cerita ini terjadi saat aku masih kelas 2 SMA, aku sendiri memang sudah mengenal seks sejak masih kelas 1, pacar pertama ku di SMA yang juga kakak kelas ku lah yang pertama mendapat keperawananku. Namanya dana, dan dialah yang membuat aku jadi kecanduan seks, bahkan aku pernah di pakai oleh nya dan beberapa kakak kelasku yang lain sekaligus saat malam diklat osis di sekolah ku, mungkin akan ku ceritakan di lain waktu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku memiliki seorang kakak laki-laki yang 2 tahun lebih tua dari ku, namanya bram, kak bram aku memanggilnya. Aku dan kak bram tinggal hanya berdua saja di kota M, sedang ayah dan ibuku sudah setahun ini pindah ke kota J karena ayah ku harus bekerja disana, hanya 1 atau 2 minggu sekali saja mereka pulang ke rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan keadaan seperti itu tidak heran pergaulan ku dan kakak ku sedikit kelewat bebas, tidak jarang aku melihat kak bram diam-diam memasukkan cewek ke rumah saat malam, atau pun kak bram malah tidak pulang sama sekali. Kesempatan seperti itu kadang aku manfaat kan untuk mengajak cowok ku untuk menginap di rumah sekedar melampiaskan hasrat seks ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kembali ke cerita…</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat ini aku sudah hampir 3 bulan single setelah putus dari arya kakak kelas ku di sekolah, aku sakit hati karena dia memamerkan pada teman-teman nya foto-foto kita yang sedang bermesraan setengah bugil di kamarku, hal ini membuat beberapa kakak kelas ku menganggap ku sebagai bispak sekolah dan mereka sering menggodaku tanpa sungkan, untung saja foto-foto itu tidak tersebar sampai ke guru karena aku dan arya bisa saja di keluarkan dari sekolah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">3 bulan aku single, 3 bulan pula aku tidak merasakan seks, hanya kadang jamahan atau colekan kakak kelas ku yang iseng namun sebenarnya sudah cukup membuatku horny dan melampiaskan nya dengan bermasturbasi saat di rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terkadang untuk membantu ku bermasturbasi, aku sengaja mengintip kak bram yang sedang asik ML dengan cewek nya tentu saja tanpa sepengetahuan kak bram. Dari situ aku tau kalau penis kak bram ternyata lumayan besar dan panjang, setidaknya itu yang paling panjang yang pernah aku lihat secara langsung. Hal itu membuat aku sering tersipu saat berduaan saja dengan kak bram, mungkin karena terkadang aku gak sengaja membayangkan penis kak bram yang besar itu dan mataku reflek melirik ke bagian depan celana nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam itu saat aku sedang tidur aku terbangun mendengar suara kak bram yang baru pulang sekitar jam 12, muncul niat ku untuk mengintip dan bermasturbasi namun ternyata kak bram pulang sendirian malam itu sehingga aku urungkan niat ku bermasturbasi dan kembali tidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Besoknya hari minggu, aku bangun sekitar jam 7 dan ku lihat kak bram masih tertidur di kamarnya, namunyang menarik perhatian ku adalah penis kak bram yang menonjol di balik boxer nya, kakak ku tidur terlentang dengan penis yang mengacung seperti tidak memakai cd, jadi terlihat jelas tonjolannya. Melihat itu aku jadi horny sendiri dan tiba-tiba terpikir untuk menggoda kak bram pagi itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah mandi aku berpakaian sangat minim, hanya mengenakan daster bertali mini yang terdapat belahan di bagian dada cukup rendah dan panjang bawahnya bahkan tidak menutup setengah pahaku. Di dalam nya aku memakai bra berwana hitam agar terlihat kontras dengan kulit ku dan cd tipis berwarna putih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Awalnya aku membuatkan nasi goreng untuk sarapan kak bram lalu membawakan ke kamar sekalian membangunkan nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“kak bangun dah hampir jam 10!” ucap ku membangunkan kak bram, dia hanya terbangun sebentar lalu tidur lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku yang kesal lalu naik ke Ranjang menggoyang-goyang tubuh kak bram, “ayo bangun kak! Dah ku buatin sarapan nih”, karena terus ku goyangkan tubuh nya, kak bram akhirnya bangun. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Disingkirkan nya guling yang tadi dia peluk dan tanpa kak bram sadari penisnya masih menonjol dibalik celananya. Pipi ku berseri merah namun kak bram tidak memperhatikan malah terlihat sumringa menyambut nasi goreng buatan ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ngapain masih disini?” kata kak bram judes karena sudah 5 menitan aku dikamarnya melihat dia memakan nasi goreng buatan ku, padahal aku sesekali melirik kearah penis nya yang masih menonjol namun sudah agak lemas mungkin karena kak bram sedang asik dengan sarapannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“biarin…wekk” kataku tidak memperdulikan, lalu aku membungkukkan tubuh dengan tangan memangku kepalaku sengaja agar belahan daster ku turun dan kak bram bisa melihat jelas payudaraku yang tertutup bra hitam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ternyata usaha ku berhasil, ku lihat kak bram menatap kearah payudaraku lalu dia menyilangkan kakinya mungkin penis nya mulai bangun lagi dan gak pingin terlihat oleh ku. “ihh kakak ngliatin apaan? Punya adek sendiri sampe melotot gitu”, karena seringnya aku memergoki kak bram menatap ke payudara ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“pakaian mu loh, ganti baju sana gak enak nanti kalau ada temen kakak yang main ke rumah”, kata kak bram dengan nada sok sinis, padahal aku tau dia sangat menikmati pemandangan di depannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“hehehe,,emang kenapa sih? Kan seksi, sapa tau temen kakak ada yang naksir aku”, jawabku asal. Kak bram hanya diam saja,”menurut kakak aku seksi gak sih?”tanyaku memancing.”gak tuh biasa aja, masih lebih seksi kak rina (pacar kakak ku)”, “masa sih? Kak rina kurus gitu”, kataku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“emang kakak gak suka cewek yang payudaranya gede?”, “glekk”, kak bram menelan ludah sambil menatap lama ke payudaraku. “ngapain sih kamu dek, tiba-tiba vulgar gini?”, “hi..hi..hi”, aku hanya tertawa lalu berpindah duduk disebelah kak bram.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“gakpapa, aku cuma pengen tau aja aku tuh seksi gak menurut kakak”, kataku sambil memeluk manja lengan kak bram. Aku yakin kak bram merasakan gencetan payudaraku di lengan nya. Tanpa sadar kulihat penis kak bram semakin menonjol , terlihat jelas meskipun kakinya masih disilangkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“apa tuh yang nonjol di celana kakak? Ihh kakak gak pake cd ya?”, sentak ku, “hush jangan di liat, kakak emang gak pernah pke cd kalau tidur, ini tuh reflek cowok kalo bangun tidur pasti titit nya berdiri”, kata kakakku sok menutupi kalau dia sedang horny.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“bohong banget, tadi aku liat kok titit kakak udah lemes, kok sekarang jadi bangun lagi?”, kak bram Cuma diam, “kak bram horny ya liat shelly kayak gini, hi..hi..”, “apaan sih shel, gak lucu ah”, dengan nada sewot namun agak terbata juga bicaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan cepat aku beranikan diri untuk menggenggam penis kak bram dari luar boxer nya, “ahhh…”, kak bram mengerang kepalanya mendongak ke atas. Seperti tersengat listrik kak bram lalu menaruh piring sarapannya di meja samping ranjang lalu tangan kanannya yg daritadi ku peluk merangkul kepalaku, tangan kirinya meremas payudara ku agak keras dan bibirnya mulai menyosor mengulum bibir mungil ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“emmm…ehm”, hanya suara itu dan kecipak bibir kita berdua yang terdengar. Tangan ku sudah tidak lagi hanya menggenggam penis kak bram namun kini aku gerakkan atas bawah mengocoknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kak bram semakin menjadi melumat bibir ku, air liur kita saling betukar sampai menetes di sela bibir ku, tangan kak bram masuk melalui belahan daster ku menyelinap di balik bra ku lalu dengan gemas meremas–remas payudaraku sambil memainkan putingku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“emm…akhhh, geli kak emm…pelan”,aku setengah mati merasakan geli bercampur rasa sakit akibat remasan kakak ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kak bram melepas ciuman nya dan kita terengah-engah berusaha mengatur nafas, “hahh..hah..kamu nakal shel, kamu bikin kakak horny”, ucap kakak ku dengan tersenyum. “ jujur, kamu dah pernah kan ngrasain kayak gini?”,Tanya kak bram, aku hanya tersipu lalu mengangguk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“kamu masih virgin?”, kali ini aku menggeleng pelan, agak takut juga rasanya seperti sedang di interogasi olah kak bram. “sama sapa kamu nglakuinnya shel?”, “emm…”sambil aku berfikir bagaimana aku menjawabnya. “dana? Andri? Arya?”kakak ku menyebutkan nama mantan ku yang dia ketahui.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku menunduk lalu berkata”iya..”, “mereka semua?” kak bram kliatan kaget.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“nakal ya adek kakak ternyata, kecil-kecil maenannya dah kayak gini” kata kakak ku dengan sedikit tersenyum, rupanya kak bram sama sekali tidak marah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku menjadi lega melihat kakak ku tersenyum dan ku balas dengan senyuman manis ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ayo sekarang kakak pengen tau shelly dah bisa apa aja, sepongin titit kakak” suruh kak bram sambil memelorotkan boxer nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku terkagum melihat penis kakak ku sedekat ini, ternyata bener-bener besar dan berurat. Tangan kak bram mendorong kepalaku menuju penisnya, aku hanya menurut saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kocok pelan penis kak bram sambil ku emut kepala penisnya.”ahhh..”,lagi kak bram mendongak kan kepalanya sambil mengerang. Kepalaku di dorong-dorongkan pelan sehingga terlihat aku sedang mengocok penis nya menggunakan mulutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“manteb banget shel, ahhh… bibir mu yang mungil pas banget ma titit kakak”, memang benar mulutku seperti terisi penuh dengan penis kakak ku ini. Sekitar 10 menit kita dalam posisi seperti ini, “uhh…kakak pingin banget nyemprotin sperma kakak ke mulut kamu”. aku mengerti maksud nya, tanpa dituntun lagi aku menggerakkan kepalaku makin cepat tidak lupa kedua tangan ku meremas-remas batang penis dan buah zakar kakakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ah.ahh…gila kamu pinter shel, ahh terusin”, erang kakakku. Tidak sampai 5 menit aku merasakan penis kakak ku seperti membesar dan semakin hangat, aku tau kak bram pasti sudah hampir orgasme,”ahh.. aghh”, erang kak bram semakin menjadi, tangan nya kini sudah sibuk meremas, memeras, dan menarik payudaraku, aku sampai menyerngit menahan sakit di daerah itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“aku keluar shel! Ahhh…..”, crot..crottt, aku merasakan sperma kak bram menyembur beberapa kali di dalam mulutku, penis nya berdenyut cepat seperti memeras isinya sampai habis.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku terdiam sebentar dalam posisi ini, membiarkan kakak ku selesai menumpahkan spermanya di dalam mulutku, “eng..”, pipiku mengembung karena banyak nya sperma yang keluar, sebagian malah tertelan oleh ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Merasa sudah selesai aku lepaskan penis kak bram dari mulutku, namun baru sampai kepala penisnya kak bram menekan kepala ku kuat-kuat sehingga penisnya terbenam di mulutku hampir semuanya. Sperma yang ada di mulutku rasanya seperti di pompa dan akhirnya sebagian besar tertelan dan sebagian lagi luber menetes dari mulut ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“EENG…”, aku mencoba berteriak dan meronta karena penis kak bram masuk di mulutku menyentuh tenggorokan ku dan membuat aku sulit bernafas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ahh..aghh..hahh”, aku bernafas dalam-dalam karena akhirnya kak bram menarik kepala ku melepaskan penisnya. “uhuk..hahh.hah.haah”, beberapa detik aku seperti merasakan sesak nafas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“enak banget mulut mu shel, ha..ha..ha”, kakak ku tertawa puas, “kak bram jahat, uhuk…” kataku masih merasakan sperma kakak ku yang lengket di tenggorokan ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kak bram sedikit beranjak mengangkangkan kakinya di atas ku yang terlentang di ranjang, penisnya tepat berada di atas wajah ku. “bersihin shel” suruh kakak ku yang kuturuti dengan menjilat sisa sperma yang ada di penisnya, ku sedot-sedot lubang penis nya sampai benar-benar bersih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah itu kak bram ngeloyor ke kamar mandi, aku yang masih horny melepaskan semua pakaian ku dan menunggu kak bram dengan keadaan telanjang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gak lama kak bram keluar kamar mandi berlilitkan handuk, aku yang sudah tidak sabar mendekati kak bram lalu memeluknya dari belakang. “ayo kak kita ML”, kataku, “nanti aja deh shel, titit kakak masih lemes”, “aku kan belum keluar kak, kakak enak dah keluar duluan”, ucap ku protes.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“gini deh, kakak mau kamu seharian ini harus telanjang di dalem rumah, nanti kalo kakak horny, kakak bakal ngentotin kamu”, kata kak bram. “emm..oke deh”, aku mengiyakan permintaan kak bram lalu kami berciuman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“udah sana kamu masak dulu”, suruh kakak ku. “plokk”, kak bram menampar pantat ku saat aku hendak keluar kamarnya. “duhh…sakit tau!”, “wekk”, kak bram malah memelet kan lidahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jadilah aku masak di dapur dengan keadaan bugil, semua jendela sudah ku tutup agar tidak terlihat dari luar jika aku nanti keluyuran dalam rumah. Kak bram kulihat keluar kamar namun tidak memperdulikan ku dan menuju ruang tv.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai masak sekitar jam 12 aku menghampiri kak bram sedang nonton dvd sambil utak atik hp nya. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku duduk sebelah kakak ku lalu menyandar kan kepala ku di pahanya. “masih horny shel?”, tangan kakak ku menuju ke memek ku dan di elus-elus belahannya. “ahhh..ssshh..”, aku hanya mendesah pelan. lalu aku bangkit dan kamipun berciuman mesra, tangan ku masuk ke celana kak bram meremasi penisnya yang mulai tegang. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kak bram melepaskan satu persatu pakaiannya hingga kami sama-sama telanjang, tubuh ku di angkat ke pangkuannya berhadapan. Ku gesek-gesekan penis kak bram ke belahan memek ku, di tariknya pantat ku pelan hingga penisnya masuk perlahan ke memek ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ehmmmm..”, suara ku menahan gesekan di dalam memek ku yang sangat sesak. Kak bram menarik dan mendorong pantat ku bergantian, membuat penisnya makin lama makin dalam memasuki memek sempitku, dan blesss… akhirnya penis kakak ku behasil masuk semua, “oughhhhh”, aku melenguh melepas ciuman kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“enak shel?”, aku tidak menjawab tetapi pantat ku mulai ku goyang kan maju mundur pelan namun konstan. Semakin lama kupercepat goyangan ku dibantu kak bram. “ahh.. ohh..” hanya itu yang keluar dari mulut kita berdua, aku sendiri sangat menikmati sensasi melakukan seks dengan kakak ku sendiri, kak bram kulihat mendesah-desah sambil menutup kedua matanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">10 menit berlalu kak bram minta ganti posisi dan tempat, aku di gendong menuju ruang tamu. Aku diminta menungging menghadap sofa dan mulailah kak bram melakukan penetrasi dengan posisi doggy. Kedua tangannya memeluk payudara ku yang menggantung, sedang penisnya tidak henti menggenjot memekku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sensasi yang ku rasakan jauh lebih nikmat, aku memang sangat menyukai posisi doggy style saat melakukan seks. Kini cairan memek ku makin banyak keluar membuat penis kak bram lebih mudah mengobek-obek di dalam nya. Tubuh ku semakin memanas, kringat ku bercucuran, di bagian memek ku aku merasakan desakan yang semakin kuat. Rasanya sangat gatal dan agak berkedut-kedut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ohh..kak, aku mau keluar, emmm”, kataku,”tahan shel, dikit lagi.. aaghhh”. Kak bram semakin cepat menggenjot memek ku. Namun belum sepat aku orgasme kakakku melepas penisnya dan mendorong ku terduduk di sofa. “emutin!”, aku yang sebetulnya ingin protes tidak bisa berkata-kata karena penis kak bram mendesak masuk mulutku, terpaksa aku kulum penis kakak ku dan akhirnya Croot…crot..crot! sekali lagi sperma kak bram tumpah didalam mulutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ahhh…enak banget..ouhh”,kakak ku melenguh , kutelan semua sperma yang keluar, “slruuuppps..”, ku sedot sampai habis dan penis nya keluar dari mulutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“huahh…mantab shel, kamu doyan peju ternyata…ha.ha.ha”, kak bram tertawa namun aku memasang wajah kecewa. “masuk!” kakak ku agak berteriak, lalu Ceklek! Pintu ruang tamu terbuka. Aku kaget dan hendak lari ke kamar tapi kak bram menahan ku, ku lihat siapa yang ada di luar, ternyata itu adalah kak indra teman kakak ku satu kampus yang sering main ke rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“loh kak indra, ahh kakak lepasin” aku meronta karena kakak ku memegang tanganku menahan hingga aku tidak bisa bangkit dari sofa. “wahhh bro, ternyata lu kayak gini ya ma adek lu. Ha.ha.ha” ucap kak indra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ha.ha.ha nih kata nya lu naksir ma adek gua, daripada adek gua pacaran ma cowok gak jelas mending ama lu aja”,”udah gua test manteb banget, langsung bisa lu pake ha.ha.ha”, imbuh kak bram.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“apaan sih kak!”, aku mulai marah dan juga malu, “nurut aja deh ma kakak, si indra dah lama naksir ma kamu”, “tapi gak gini caranya!”, aku semakin marah. kak indra menutup pintu dan mendekati kami di sofa, “tenang aja shel, aku sayang kok sama kamu, aku gak masalah biarpun kamu udah gak virgin dan kamu nglakuin kayak gini sama kakak mu”, ucap kak indra. Aku agak tersipu mendengarnya. Ku akui kak indra memang lumayan cakep dan badannya juga bagus, terlihat lekukan lengannya yang sedikit kekar namun proporsional. “tapi gak kayak gini kak caranya, aku gak suka”, kataku namun kini nadaku sudah tidak marah. “he em, I’m sorry”, kak indra mengecup bibirku dengan lembut, aku sangat menikmatinya, beda dengan kakak ku yang cenderung kasar dan liar saat berciuman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Melihat aku sudah stabil, kak bram melepas pegangannya di tanganku dan meninggalkan aku dan kak indra di ruang tamu. Nafsu ku yang belum tersalurkan ditambah nikmat nya ciuman kak indra membuat ku semakin terbuai. Ku tarik kak indra menindih ku di atas sofa sambil bibir kami terus saling beradu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Ehmm… kak,,mmm”, desahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tangan kak indra bergerak melepas celana nya, kurasakan penis nya menggesek-gesek di paha mulus ku. Ku genggam penis kak indra lalu ku gerakkan tangan ku mengocok pelan, “besar jg nih..”,pikirku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“aku masukin ya shel?”, Tanya kak indra, “iya kak”, balasku tersenyum.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Perlahan kak indra mengangkat kedua kaki ku, di arahkan penis nya menuju lubang memek ku dan perlahan muali mendesak masuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“aghh…”, semakin dalam penis kak indra masuk rasanya semakin nikmat, ku rasa mungkin sedikit lebih besar dari penis kakak ku. “bless…slep..slep”, kak indra mulai menggenjot ku, “oohhh…pelan kak…”, desah ku menahan nikmat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“oughh…kamu dah sering beginian shel?”, “ iya kak..”, aku mengangguk, “ehmm...enak banget memek mu”, kini tangan kak indra mulai aktif meremasi payudara ku. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku mulai merasakan kalau akan keluar, “ahh.. kak, shelly dah mau keluar”, “kok cepet shel? lum puas ya tadi sama kakak mu..”, “ahh..ahh…”, aku tidak menjawab namun tangan ku meremas kuat paha kak indra. Kak indra pun mengerti dan memepercepat genjotan penis nya di memek ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“oohh.. kak, oughh..”. “arghh… ayo sayang siram kontol kakak.. uhh”, semenit kemudian aku sudah tidak tahan lagi, cret..cret…crreett! “aakhhh….”, jeritku disambut hentakan penis kak indra yang membuat orgasme ku sangat nikmat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“fiuuuhh…mantab shel, bnyk banget cairanmu yang keluar”, aku hanya membalas dengan senyuman, rasanya agak susah untuk mengeluarkan suara karena nafas ku yang memburu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“kamu mau istirahat dulu?”, Tanya kak indra. “gpp kak, lanjutin aja” kembali kak indra menggenjot ku. Tidak lama kak bram datang membawa minuman, “kamu minum dulu deh shel”, kata kak indra, “hmm ternyata kak indra bener-bener perhatian padaku”, kata ku dalam hati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kak indra melepas penis nya dari memek ku lalu aku beranjak meminum minumanku. “hahh.. seger banget..”, ku lihat kak indra juga menghabiskan minumannya seperti orang kehausan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“yuk lanjut..”, kata kak indra sambil tersenyum. Dengan posisi duduk membelakangi nya memek ku perlahan menelan habis penis kak indra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ahhh.. ohh..”, desah kami bersautan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rasanya sedikit aneh, ML sambil di liatin oleh kakak ku, namun aku tidak sedikit pun menoleh ke arahnya karena masih ada rasa kesal. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“aahh…agh”, desah ku tiap kali penis kak indra menghentak dinding vagina ku, sedangkan kak indra sesekali mendesah dan terkadang ngobrol dengan kakak ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">10 menit dalam posisi ini aku bilang kalau aku mau keluar lagi, “aghh.. iya kakak juga shel, kita kluarin… ohhh, bareng”, tangan nya meremas kuat payudara ku lalu tubuhku di hentak-hentak kan naik turun. “gila… uhh nikmat banget”, kataku dalam hati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“oughhh… kontol kakak udah gak kuat shel”, “ahh..shelly juga”, semakin keras genjotan kak indra, penis nya juga kurasakan mengeras dan hangat di dalam memek ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“shelly……arghh!!” crot..crot…crroott!!, “ahh..”, desah ku mengiringi nikmat nya orgasme kita berdua. Crot..! semburan terakhir sperma kak indra seakan membuat ku melayang, aku tak memperdulikan tangan nya yang mencengkram kuat payudara ku selama orgasme.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku benar-benar puas, tidak kusangka ulah iseng ku untuk menggoda kakak ku sendiri berakhir nikmat seperti ini. Hari itu kak indra menginap di rumah ku, kami melakukan ML beberapa kali, sedangkan kak bram juga mengajak pacarnya menginap di rumah,</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tidak tau peristiwa apalagi yang akan terjadi setelah ini, yang jelas kini aku dan kak indra sudah resmi pacaran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br /><br /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sekian..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br /><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-25522527048764331322014-05-24T21:54:00.001-07:002014-05-24T21:56:40.128-07:00Silent Rose<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]-->
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>JA</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="276">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]-->
<!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Cambria;
mso-ascii-font-family:Cambria;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Cambria;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<!--StartFragment-->
<br />
<div class="MsoNormal">
Hujan rintik masih menghiasi langit malam itu. Seolah turut
mendramatisir sebuah insiden yang terjadi di sebuah kamar hotel berbintang di
ibukota ini. Beberapa pria berbadan tegap mengenakan seragam polisi terlihat
sibuk di dalam ruangan itu. Sesosok pria terbaring tanpa nyawa-tanpa busana
diatas ranjang kamar itu. Matanya melotot dan mulutnya menganga. Seorang pria
berkumis samar mendekati mayat itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“pria yang beruntung...”, ucap pria itu seraya melihat mayat
yang tergeletak itu. Dia menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekatinya.
Seorang pemuda berumur 22an mendekatinya, rambut belah samping tanpa poninya
rapi menghias kepalanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“apa yang kita punya disini?”, tanya pria yang baru saja
masuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“tidak ada tanda-tanda kekerasan atau racun tertentu,
sepertinya masa sewa pria ini memang sudah habis.. Hey!! Berapa kali kubilang
jangan merokok di TKP!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayolah Dean, kau sendiri kan yang bilang? Pria tua ini mati
karena masa sewanya di dunia memang sudah habis... lantas apanya yang TKP??”,
sergah pemuda itu sambil meninju pundak rekannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Paling tidak tunggu sampai tim forensik selesai”, jawab
Dean disusul tawa renyah sang pemuda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sang pemuda berjalan mendekati gagang telepon di samping
mayat tersebut, gagang telepon itu terbuka, pertanda bahwa telepon itu baru
saja digunakan. Pandangannya menyisir lampu meja berukiran bunga sakura dengan
warna krem lembut hingga akhirnya pandangannya berakhir pada sebuah asbak
berbentuk naga yang berisikan beberapa puntung rokok. Pemuda itu mendekati
asbak tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, pinjamkan aku pinset”, ujar pemuda itu pada Dean.
Tanpa banyak bicara Dean menyerahkan pinset.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemuda itu memutar beberapa puntung rokok dalam asbak itu,
beberapa diangkatnya lalu diperhatikan dengan seksama, satu demi satu puntung
rokok itu diperiksanya. Beberapa petugas dari tim forensik mendekati Dean,
mereka berbincang-bincang sebentar, Dean mengangguk dan petugas-petugas itu
mulai membungkus sang mayat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ada yang kau temukan Rio?”, tanya Dean sambil mendekati
pemuda itu. Sang pemuda itu menggeleng. “kau tahu? Melihat keadaan dan semua
kemungkinan... kau benar, mungkin aku berlebihan jika menyebut tempat ini
sebagai TKP”. Kata Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio meletakkan kembali asbak tersebut di tempatnya, lalu
berbalik ke arah Dean. “aku harus ke kamar kecil” ujar Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“gunakan kamar mandi umum di lobby!” sergah Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Rio tetap saja bergegas masuk ke kamar mandi kamar hotel
ini, Dean bergerak untuk mencegah rekannya yang suka ceroboh ini. KLONTANG!!
Kaki Rio menabrak tempat sampah besi di dekat pintu kamar mandi, isinya
berhamburan mengotori lantai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagus!! Sekarang kamu menyempurnakan TKP!!”, teriak Dean
kesal, “berapa kali kubilang agar kamu lebih hati-hati saat berada di TKP?!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menghentikan omelannya ketika melihat Rio berjongkok di
dekat sampah-sampah yang keluar dari tempat sampah itu. Rio menyingkirkan tong
sampah itu dengan ujung sepatunya, dikeluarkannya pinset dari sakunya untuk
mengambil sesuatu yang tadinya terjepit di bawah tempat sampah plastik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kau tahu Dean...” katanya kemudian, “aku memang harus minta
maaf padamu...”, Rio bangkit dan menunjukkan sebatang punting rokok diujung
pinsetnya pada Dean. “ini memang TKP...” ujarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SILENT ROSE Case 01 : DEADLY SILENT<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Qadar Wijaya turun dari limousinenya tanpa ragu, 7 orang
bodyguardnya selalu ada disamping dan mengawal langkahnya. Kehadirannya yang
cukup eksentrik itu mau tidak mau menarik perhatian orang-orang yang ada
disana. Dengan menghisap cerutunya Qadar Wijaya cuek bebek melenggang kangkung
memasuki lobby hotel berbintang tersebut. Dua orang gadis muda dan cantik
menyambutnya di lobby, Qadar Wijaya tersenyum dan menjabat tangan kedua gadis
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mana Anjar? Kenapa aku tidak melihatnya?”. Qadar bertanya
pada salah satu gadis muda itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bapak Anjar akan segera hadir, namun kami sudah membawa
berkas-berkas yang diperlukan” ujar salah satu dari gadis itu. “ups! Maaf
pak... perkenalkan saya Astri dan ini Misha... kami berdua asisten Pak Anjar”. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu sedikit menunduk menunjukkan kesopanannya. Pak
Qadar melihat gadis itu dari ujung sepatu, betis dan lutut, paha yang
setengahnya tertutup rok mini polos berwarna coklat muda, dipadu dengan kemeja
merah muda yang tidak mampu menyembunyikan lekuk pinggang dan dua buah dada
yang disangga dengan baik oleh bra. Pandangan pak Qatar terus naik ke arah
leher jenjang sang gadis yang putih mulus, dan berakhir di wajah manis yang
menawan dengan polesan make-up berkesan natural, berpadu apik dengan rambut
hitam yang disanggul menarik. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
‘si Anjar memang jago kalo dalam hal cewek’ gumam Pak Qadar
dalam hati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jadi kalian asisten Anjar untuk event kali ini?” tanya pak
Qadar sambil terus menerus memandangi tubuh Astri. “kalo begitu ayo masuk ke
ruangan sambil menunggu Anjar tiba”. Katanya sambil bergegas masuk ke sebuah
ruangan private yang memang khusus disewa untuk pertemuan bisnis kali ini. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“maaf, untuk kenyamanan ruangan hanya bisa diisi maksimal 4
orang”, ujar seorang pria petugas hotel berseragam biru yang bertugas menjaga
pintu ruangan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Qadar terlihat terkejut, dua orang bodyguard pak Qadar
langsung mendaratkan dua pukulan telak pada wajah dan perut petugas itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ough...!!”, rintih petugas itu sebelum mulai tersungkur
jatuh, dua bodyguard itu menahannya dan menyeretnya menyingkir. Petugas-petugas
hotel yang lainnya tampak kaget namun tidak berani bereaksi, mereka diam tak
bergeming menyaksikan dua bodyguard menyeret karyawan hotel itu keluar dari
tempat kerjanya sendiri. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Qadar, Astri dan Misha memasuki ruangan. Namun tiba-tiba
Pak Qadar menahan Misha, “kamu urus bodyguardku saja... sepertinya kamu belum
begitu profesional, lagipula aku tidak suka amatir”, ujar pak Qadar setengah
tertawa. “Boshwa, Amang... temani Misha” kata Pak Qadar dingin, tanpa
memperdulikan pandangan mata Misha yang memancarkan ketakutan dan kebingungan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia memang masih magang, dan ini hari pertamanya Pak...”,
Astri berbisik pelan pada Pak Wijaya. “pak Anjar membawanya khus..”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aku tidak peduli, kamu mau masuk atau anak buahku yang
menemanimu?”. Jawab pak Qadar dingin. Astri terdiam dan meneruskan langkahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa meter dari hotel tersebut, sedikit jauh dari jalan
terdapat sebuah semak-semak yang cukup tertutup. Dari luar tidak terlihat
tanda-tanda keberadaan makhluk hidup di semak-semak itu, hanya saja, jika mau
sedikit memicingkan mata, niscaya kita bisa melihat sebuah garis berkelok
berwana putih ke abu-abuan melayang lembut dari balik semak-semak itu. Seorang
pemuda menyeka darah yang sedikit keluar di ujung bibirnya kemudian menghisap
kembali rokok ditangannya dalam-dalam. Pemuda yang mengenakan seragam petugas
hotel berwarna biru itu tampak sibuk dengan smartphonenya sebelum akhirnya
berdiri dan memandang dingin pada dua orang bodyguard Pak Qadar yang terpuruk
di rerumputan tak sadarkan diri...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara isak tangis seorang gadis terdengar lirih dari sebuah
mobil box hitam di sudut parkiran hotel, seorang gadis tampak ketakutan diapit
dua orang pria kekar bersetelan jas hitam yang tampak seram, gadis itu adalah
Misha, salah satu anak buah pak Anjar yang tadinya ditugaskan untuk memuluskan
deal pak Anjar dengan pak Qadar, kancing kemeja coklat muda yang dikenakan
gadis itu sudah tidak pada tempatnya, bra putih tipisnya telah tersingkap ke
atas, senasib dengan rok pendek longgar berwarna merahnya. Make-up tipis yang
tadinya rapi menghiasi wajah cantik sang gadis seolah raib tersembunyi oleh
wajah ketakutan sang gadis, rambut panjangnya tergerai tak beraturan diatas jok
mobil van itu, namun wajah cantik Misha malah terlihat makin menggairahkan
dengan mata berkaca-kaca. Ironis dengan apa yang terlihat dari Misha, kedua
lelaki yang mengapitnya, Boshwa dan Amang terlihat begitu menikmati apa yang
mereka lihat, Boshwa yang merupakan penduduk asli Timor-timur, berkulit hitam,
berwajah kasar dengan rambut gimbal dan badan kekar akibat rajin berolahraga
itu terlihat sangat menikmati kulumannya pada buah dada ranum Misha yang tak
lagi terhalang apapun. Dengan kasar dia menghisap dan memberikan gigitan-gigitan
pada buah dada gadis muda itu. Misha tak bisa bergerak meski dia sangat ingin
berontak, untuk bersuara saja dia hanya bisa mengeluarkan gumaman gumaman
kecil. Amang, pemuda Papua yang berbadan tak kalah kekar dengan potongan rambut
seperti tentara, kulit hitam dan wajah yang tidak lebih baik dari Boshwa
menahan rintihan Misha dengan lumatan di bibir Misha, tangan kanannya menahan
tangan Misha, sedang tangan kirinya aktif meremas-remas buah dada Misha.
Sesekali tubuh Misha meronta, tapi tenaga mereka jauh lebih besar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“baik banget si Bos ngasih kita daun muda seger gini...”,
celoteh Boshwa sambil melepaskan hisapannya sejenak, tangan kanan Boshwa yang
tadinya mengelus dan meremas pantat sang gadis, berpindah ke selangkangan Misha
yang masih tertutup celana dalam pink berbahan sutra, membelai-belai dengan
kasar, membuat erangan tertahan Misha sedikit lebih keras dan tubuh Misha
menggeliat meronta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Engggh......!!!”, Misha melenguh saat jari Boshwa menggesek
selangkangannya makin kasar, sebuah lenguhan kesakitan yang mampu menaikkan
birahi kedua lelaki buruk rupa yang mengapitnya. Amang melepaskan ciumannya,
dengan lidahnya dia menjilati leher jenjang Misha sebelum mengecup dan
menghisapnya kuat-kuat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aAAhh... Hhh.. hiks... ampun... sudah... ampun...”, Misha
memohon sambil sesenggukan. Hisapan Amang turun lagi ke putingnya yang berwarna
kecoklatan, meninggalkan bekas-bekas merah di leher Misha yang berkulit coklat
terang. Tubuh Misha kembali meronta, namun tidak ada hasil. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jjangan... nggh... ammphuunhh...” sedu Misha semakin
kencang saat tangan Boshwa bergerak melucuti celana dalamnya... “janghaanhh...
saya masih perawan..” Misha kembali mengiba. Boshwa hanya membalas pandangan
sayu Misha dengan seringai melebar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Derap langkah kaki terdengar mendekati mereka, Amang menolehkan
kepalanya, tiga orang satpam yang bekerja di hotel itu sedang berjalan
mendekati mereka. Amang menghentikan aktifitasnya di buah dada Misha dan
memberi kode pada Boshwa. Mereka bertatapan sejenak sebelum dengan sigap Amang
beranjak mendekati ketiga satpam itu. Boshwa mendorong tubuh Misha ke dalam
mobil, dan menutup pintu mobil, Misha dan Boshwa kini tinggal berdua di dalam
mobil. Sambil mengunci tubuh Misha, Boshwa memperhatikan Amang dan ketiga
satpam itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“semua aman disini, ga usah mendekati mobil, saya orang
kepercayaan pak Qadar”, Amang mencegah ketiga satpam yang tadi mendekati mobil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“tadi kami mendengar suara cewek..”, seorang satpam tua
berbadan ceking mencoba menjelaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu hadiah bos kami... tidak ada masalah”, Amang memotong
sambil menyampingkan ujung jasnya, sengaja memperlihatkan pistol yang bersarang
di pinggangnya. Ketiga satpam itu memperhatikan pistol itu dan mereka tampak
ragu. Mereka diam sejenak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ya sudah tidak ada masalah...”, jawab Satpam muda bergigi
tonggos dengan tulisan “Tejo” terukir di badge nama seragamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bagus...” Amang tersenyum seram. Tiba-tiba matanya sedikit
berbinar. “atau kalian mau ikut nonton bokep gratis?” Amang mengutarakan ide
gila yang baru saja terlintas di benaknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“tidak terima kasih. Kami sedang bertugas”, tolak satpam tua
itu tegas sambil memberi kode pada dua satpam lainnya untuk kembali ke pos
jaga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selagi Amang berbicara dengan para satpam ga mutu itu, Misha
setengah menjerit memohon ampun, Boshwa telah menurunkan celananya dan
mengeluarkan penis hitamnya, gadis muda itu mencoba berontak sebisanya, namun
badannya tertindih oleh Boshwa dan mulutnya dibungkam oleh tangan kanan Boshwa,
Boshwa menuntun penis hitamnya ke mulut vagina gadis cantik itu, Misha terisak
sejadi-jadinya, badannya menegang kaku saat penis hitam itu membelah bibir
vaginanya. Matanya terpejam menahan sakit yang luar biasa saat Boshwa menekan
penisnya keras-keras tanpa ada belas kasihan. Tidak peduli vagina Misha belum
cukup basah, tidak peduli bahwa Misha benar-benar masih perawan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Uooooghhh...”, Boshwa melenguh kencang bebarengan dengan
pekikan keras Misha yang menandai robeknya selaput dara gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“AAAAAAKKKHHH!!!.....” pekikan Misha mengalihkan perhatian
Amang dan ketiga satpam yang hendak kembali ke posnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejenak mereka memperhatikan Boshwa yang terlihat dari kaca
jendela mobil. Memperhatikan bagaimana tubuh Boshwa terlihat naik-turun dengan
cepat membuat mobil van itu bergoyang lumayan kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ada masalah lagi?!” ucapan keras Amang membuat ketiga
satpam itu tersadar dan berbalik meneruskan langkahnya sambil berbisik-bisik
satu sama lain. Setelah memastikan para satpam itu menjauh, Amang kembali ke
arah mobil yang bergoyang makin kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Haaahh... AAWWHH!! Hiks!...Sshaaakkii..hiiittt...!”, jerit
Misha berulang-ulang di bawah tindihan Boshwa yang menggenjotnya tanpa ampun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mantap banget perawan... uuhh.. uuh... meki kamu enak
banget...”, ceracau Boshwa menikmati jepitan vagina Misha yang (beberapa menit
lalu) masih perawan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Amang membuka pintu mobil, dan memperhatikan penis Boshwa
yang keluar masuk sangat cepat di vagina Misha. Misha terpejam meringis menahan
perih. Lenguhan nafasnya terdengar setengah menjerit. Siapapun dapat melihat
bahwa persetubuhan yang terjadi kali ini adalah persetubuhan satu arah, dimana
hanya Boshwa yang terlihat mengejar kenikmatannya dengan egois.Badan Boshwa
semakin rapat menindih tubuh Misha, membuat buah dada gadis cantik itu
tergencet, keringat Boshwa mulai bermunculan namun pompaan Boshwa tetap saja
kencang tak beraturan, membuat ban mobil itu ikut naik turun tak beraturan.
Amang duduk dan menyalakan rokoknya, sambil seksama menyaksikan gadis muda yang
sedang dinikmati temannya menggeleng-geleng mohon ampun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“terima nih!! Uooonngghhhh!!”, Boshwa mengangkat tubuhnya
sedikit dan membenamkan seluruh batang penisnya dalam vagina Misha sambil
menghentak keras berkali-kali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“AaaanNNGHH!!”, Misha memekik setiap Boshwa menghujamkan
penisnya dalam-dalam dengan hentakan-hentakan lambat namun keras. Dia dapat
merasakan beberapa semprotan cairan benih Boshwa di setiap hentakan. Boshwa
telah menodai dirinya, mengeluarkan benih di rahimnya, hal itu membuatnya putus
asa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Baru setelah beberapa hentakan keras Boshwa mencabut penisnya,
nafas Boshwa masih berpacu, Gadis cantik bernama Misha itu terlihat tanpa daya
terbaring di jok mobil dengan kemeja terbuka dan basah akibat keringat Boshwa,
perutnya terasa hangat, begitupun air mata yang meleleh di pipinya, namun ini
belum selesai, beberapa detik kemudian Amang menariknya keluar dari mobil,
menelungkupkannya diatas kap sebuah kijang silver di sebelah mobil mereka yang
entah milik siapa, Misha masih belum bisa bereaksi, badannya masih sangat lemas
saat Amang melolosi kemejanya, diikuti bra, hingga akhirnya Misha dapat
merasakan rok mini bergelombangnya jatuh ke lantai tempat parkir ini. Beberapa
karyawan hotel melewati tempat parkir itu, jelas, mereka melihat apa yang
terjadi disana, namun tidak berani bereaksi sama sekali. Beberapa malah memilih
duduk agak jauh untuk menyaksikan pemerkosaan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ammpphuunnh..AAKKH...AA!!” Gadis cantik itu menjerit,
tubuhnya terdorong ke depan, membuat payudaranya terayun menggesek kap mobil
saat Amang melesakkan penisnya dari belakang. Tubuh telanjangnya yang berkilat
menggeliat dan itu membuat beberapa karyawan hotel yang sengaja menontonnya
bergumam-gumam, Amang justru menikmati disaksikan orang banyak seperti itu,
Misha merintih sambil memejamkan mata, pasrah bersandar pada kap mobil saat Amang
mulai menggenjot penisnya dari belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“nggh.. aagh..ngg...ngeehh...” kepasrahan Misha ini ternyata
malah menjalarkan rasa yang berbeda dengan saat keperawanannya dirobek oleh
Boshwa tadi, rasa perih itu hanya ada sesaat, vagina Misha mulai berkedut, merasakan
suatu kenikmatan sendiri. Misha hanya mendesah dengan mata terpejam dan bibir
sedikit terbuka. Di belakangnya, Amang memompa penisnya dengan teratur, cepat,
kasar, namun teratur. Kedutan di dinding-dinding vaginanya makin lama makin
terasa dan makin kuat, membuat penis Amang juga makin terasa nikmat. Misha
memejamkan matanya hingga akhirnya dia merasa seperti terdorong ke atas dan...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“NGGGGHHHHH AAAAGGGHHH!!!!...” Misha melenguh dan menjerit
panjang, badannya mengejang ke depan, payudaranya makin berayun, Amang terdiam
sejenak, dia merasakan ujung kepala penisnya disiram oleh sesuatu yang hangat.
Amang tersenyum saat menyadari bahwa gadis muda yang tengah digenjotnya ini
orgasme. Karyawan-karyawan yang menyaksikan semakin riuh bergumam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesaat Misha seperti hilang keseimbangan, tubuhnya terjatuh
melorot dari kap, Amang dengan sigap menahannya dan semakin merapatkan tubuh
Misha ke kap mobil kijang itu, Amang meremas kedua payudara Misha sejenak
sebelum mengalihkan pegangannya ke pinggang ramping gadis itu, dan menjadikan
pinggang ramping gadis itu pegangan untuk memacu genjotan penisnya semakin
dalam dan kencang hingga tubuh Misha terdorong-dorong dan kembali
mendesah-desah lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“HHHHH!!!” Amang mendengus keras sambil melesakkan penisnya
dan berejakulasi di dalam vagina gadis cantik itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Misha kembali memejamkan mata merasakan semprotan-semprotan
cairan hangat di dinding-dinding rahimnya. Tanpa menunggu lama, Amang mencabut
kembali penisnya, merapikan celananya dan bergegas mengikuti Boshwa kembali
menemui sang Bos. Meninggalkan Misha yang terkulai tanpa busana diatas kap
mobil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah dua bodyguard itu pergi, beberapa karyawan berjalan
mendekati Misha, Misha menyadari itu, dia berusaha bangkit dan mencari
pakaiannya, namun tidak ada!! Sepertinya Boshwa dan Amang membuang pakaian
Misha entah kemana. Misha panik, tidak mungkin dia lari dalam keadaan telanjang
bulat begini, sedang para karyawan yang tadi menontonnya sudah dekat, Misha
tidak punya jalan keluar selain meringkuk sambil terisak di tepi mobil saat
karyawan-karyawan itu mengitarinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“hot banget ngentotnya non? Cantik pula” celoteh salah
seorang dari mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“sayang jadi perek” celoteh yang lain lagi<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“mau dong ama kita?, boleh dong kita nyumbang sperma?” gurau
yang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“goblok loe! Ama orang-orang jelek item aja dia mau...
apalagi ama kita ya ga??” seru yang lain diikuti tawa yang lainnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jangan...” Misha mengiba saat dua orang dari mereka
melonggarkan tangannya sehingga buah dadanya terlihat jelas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“gua pake mekinya dulu, loe mulutnya, ntar gantian” ujar
salah satu dari dua orang itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“HEY! SUDAH!! BUBAR!!” suara teriakan menghentikan aksi
karyawan-karyawan mesum itu, tiga orang satpam yang tadi muncul. Para karyawan
itu bubar seketika. Misha kembali meringkuk menutupi tubuhnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“tutupi pake ini aja non sementara” satpam tua menyodorkan
jaket satpamnya ke Misha, gadis cantik itu menerimanya. “non ke pos jaga dulu
aja, sambil kami cariin baju buat non”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Misha tersenyum, “makasih pak”, lalu berdiri dan menggunakan
jaket satpam itu untuk menutupi bagian depan tubuh telanjangnya. Kedua satpam
yang lain berbaik hati membantu Misha yang terlihat sangat lemas. Untunglah di
dunia ini masih ada orang-orang baik, gumam Misha dalam hati. Satpam bernama
Tejo menutupi bagian belakang tubuh Misha dengan jaketnya<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mari non”. Misha dan ketiga satpam itu berjalan menuju pos
jaga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Dan beberapa menit kemudian pekikan Misha kembali terdengar
dari dalam pos jaga itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara ketiga satpam brengsek itu tengah sibuk
menancapkan penis-penis mereka di seluruh lubang di tubuh Misha, di sebuah
kamar hotel, seorang pemuda menyalakan batang rokoknya dengan santai sembari
mengutak-atik laptopnya. Seragam biru khas karyawan hotel itu tergeletak
berserakan di tempat tidur, pemuda itu adalah karyawan hotel yang tadi menerima
bogem mentah dari bodyguard pak Qadar. Yang tidak diketahui oleh siapapun di
hotel itu, pemuda itu bukanlah karyawan hotel biasa, dia bahkan bukan karyawan
hotel itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nama pemuda itu Christian D Ambaraksa, yang biasa dipanggil
“ian”, berprofesi sebagai penulis lepas di salah satu majalah game milik asing
yang baru enam tahun membuka cabangnya di Indonesia. Namun itu semua hanya
kedoknya. Ian bukanlah penulis hebat, dia memang menelurkan beberapa tulsan
tapi bukan tulisan yang hebat, dia lebih terkenal sebagai pembunuh bayaran yang
memiliki codename : Silent Rose. Biasa menerima tawaran pekerjaan dari sebuah
organisasi yang bernama ‘Asocciation’ (ASsasin-SOCial-Crime-In-All-naTION),
sebuah organiasi besar yang tujuan sebenarnya belum juga diketahui. Meski
dilatih dan dibesarkan oleh organisasi, hubungan Silent Rose dan Asocciation
tidak lebih dari rekan kerja belaka. Ian tidak tahu-menahu masalah intern
Association, siapa saja di belakang Association, atau apa tujuan dasar Association
itu sendiri. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian hanya meneruskan profesi Ayahnya yang gugur sebagai
Silent Rose pertama. Saat Association mengajukan ‘case’ (sebutan untuk misi
dengan target pembunuhan), Silent Rose punya hak untuk menolak case tersebut
tanpa harus menjelaskan alasan penolakannya. Sebaliknya, Association tidak
memiliki kewajiban untuk memberikan informasi-informasi yang dapat membantu
Silent Rose dalam menuntaskan case yang diambilnya. Silent Rose bergerak
sendiri, dalam diamnya yang mematikan. Ian membuka berkas-berkas informasi yang
dia miliki mengenai case kali ini. Qadar Wijaya, pemilik industri tekstil
terbesar kedua di Asia Tenggara, produk-produk miliknya yang berlabel “Q-Touch”
sudah menguasai pasar Asia, kegiatan eksport-import yang dijalankan menjadi salah
satu penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Kampanye “Q-untuk semua” yang
diselenggarakannya dengan membagi-bagikan pakaian pada kaum miskin Indonesia
menggaet banyak simpati dari rakyat Indonesia, presiden bahkan menganugerahi
gelar pahlawan kemanusiaan untuknya secara pribadi. Yang tidak diketahui
khalayak umum adalah orang yang mereka sebut sebagai “Pahlawan Kemanusiaan” itu
sendirilah yang menodai kemanusiaan di negeri ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seminggu yang lalu ian menerima e-mail dari jaringan khusus
Association tentang tawaran Case dengan target Mr, Qadar Wijaya, berikut dengan
bukti-bukti lengkap mengenai kerjasamanya dengan Anjar Francois, importir
elektronik yang merupakan gembong besar pemasokan narkoba di Indonesia. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejak dua tahun terakhir, pihak intelejensi kepolisian telah
mencium adanya penyelundupan narkoba melalui barang-barang elektronik yang
diimpor oleh Anjar, oleh karena itu, Anjar memerlukan bantuan tangan ketiga
untuk meneruskan bisnis haramnya, sosok Qadar Wijaya yang dinobatkan sebagai
Pahlawan Kemanusiaan adalah sosok yang paling tepat, apalagi Q-Touch juga
secara kontinyu mengimpor bahan dari luar negeri. Pilihan yang tepat, karena
tak seorangpun yang akan mencurigainya, banyak orang indonesia yang
“mendewakannya” menjadikannya sosok ideal sebagai panutan tanpa tahu apa yang
ada di balik topeng kemanusiaannya itu. Qadar Wijaya bukan hanya pahlawan
kemanusiaan tapi juga penjahat kemanusiaan. Disempurnakan dengan hobinya
terhadap wanita yang membuatnya layak digelari penjahat kelamin. Hal-hal seperti
inilah yang menjadi alasan ian menerima case. Ian kembali membuka e-mail yang
diterimanya dari Association :<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Name : Qadar Wijaya<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Age : 48<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Status : SOCial Crime<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Deathline : 5th day of next moth<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Proof file : attached<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Case Class : 20 STAR<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
-Case handled by Silent Rose-<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Butuh waktu seminggu bagi Ian untuk menggalang informasi
tambahan yang cukup dan mendukung untuk metodenya kali ini. Bukti-bukti yang
dilampirkan Association memang cukup kuat, namun hukum adalah sesuatu yang
patut dipertanyakan efektifitasnya. Ian mengumpulkan data statistik lima tahun
terakhit tentang kematian dan kejahatan serta kesengsaraan yang dihasilkan oleh
barang haram ini. Bagi Silent Rose, dirinya sendiri adalah sebaik-baiknya
penghukum. Ian merapikan semua berkas itu, itu hanyalah hasil salinan.
Berkas-berkas aslinya telah dia kirimkan ke satu deposite box di sebuah bank
yang aman. Sementara itu, bukti baru mengenai tindakan asusila yang sering
dilakukan oleh Qadar Wijaya, baru saja tersimpan di laptopnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
-Private Meeting Room hotel yang sama, hari yang sama, 1 jam
yang lalu-<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silahkan duduk Pak...” Astri mempersilahkan Pak Qadar
dengan ramah untuk duduk di kursinya, sedikit centil Astri menuangkan dua gelas
wine dan memberikan satu ke pak Qadar. Pak Qadar tersenyum, mengambil segelas
wine dan tiba-tiba menyiramkannya ke kemeja merah muda Astri, Astri terpekik
kaget.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“waduh... kemeja kamu basah... terpaksa harus dibuka tuh”
seringai Pak Qadar mesum. Astri sebenarnya sebal dengan perlakuan orang tua
itu, namun dia tersenyum, menahan rasa sebalnya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kalau minta dibuka pasti Astri buka kok pak... tapi entar
selesai bapak periksa dokumen-dokumen itu...” goda Astri sambil menunjuk
dokumen yang tertata rapi di meja. Pak Qadar melirik dokumen itu, lalu
membukanya. Tidak berapa lama kemudian dia terdiam dan meraba-raba saku jasnya
seolah mencari sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ada apa pak?” tanya Astri keheranan melihat tingkah orang
tua botak itu. Pak Qadar tidak menjawab, dia berdiri dan melepaskan jasnya,
ditepuk-tepuk lalu dilemparkannya ke sofa sambil kembali meraba-raba kantung
kemejanya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ada yang hilang pak?” tanya Astri sambil mencoba bersikap
semanis mungkin. Pak Qadar kembali duduk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“waduh saya lupa kacamata baca saya... ini tulisan-tulisan
kecil disini saya tidak bisa baca..” ujar pak Qadar kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“biar saya bantu bacakan pak” Astri menawarkan bantuan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“ya sudah sini kamu duduk di pangkuan saya” jawab Pak Qadar
ringan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebenarnya bukan itu maksud Astri, dia hanya ingin membantu
membaca tanpa harus duduk di pangkuan si tua mesum ini, tapi bagaimanapun sudah
jadi keharusan bagi dia, sesuai perjanjiannya dengan Pak Anjar, dia disewa
untuk melayani Pak Qadar dalam satu ronde, apalagi menurut Pak Anjar, Qadar
mengalami ejakulasi dini,<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“paling lama 5 menit udah nyemprot” begitu kata Pak Anjar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Astri bergerak pelan mendekati Pak Qadar, pelan-pelan dia
berusaha duduk, namun si tua mesum ini benar-benar tidak sabaran, dengan kasar
ia menarik Astri duduk di pangkuannya, membuat Astri memekik sekali lagi. Si
tua mesum itu langsung memeluk tubuh langsing Astri dan meremas kedua buah dada
Astri yang membusung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah! Pak... dokumennya dulu..” Astri berusaha mengarahkan
Pak Qadar namun dia tidak berontak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kan sudah saya bilang, kemejamu basah harus dibuka...”
celoteh Pak Qadar sambil tangannya mempreteli kancing kemeja gadis manis itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Astri tidak melawan, bahkan saat Pak Qadar menciumi leher
jenjangnya Astri hanya mengeluarkan desisan menggoda, meski sulit, dia mencoba
menikmati perlakuan si tua mesum ini. Kancing demi kancing lepas dari
tempatnya, Pak Qadar segera melolosi kemeja Astri dari tubuh sang gadis manis
ini, Astri mengangkat tangannya sedikit agar kemeja itu cepat lolos dari
tubuhnya, Pak Qadar tersenyum melihat Astri yang mengenakan bra dengan kancing
di depan, memudahkan jari jemari si tua mesum itu untuk melepaskan kancing bra
Astri, buah dada Astri yang berukuran 34 C itu membusung kenyal dan segera
menjadi bulan-bulanan tangan Pak Qadar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ssshh... eenggh...” Astri melenguh manja mencoba menikmati
remasan kasar Pak Qadar yang diluar perkiraannya, justru seperti remasan penuh
nafsu bocah remaja, seharusnya Pak tua ini lebih berpengalaman, omel Astri
dalam hatinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan sengaja Astri meliukkan tubuhnya dan sedikit
menggeser pantat sexynya, membuat penis Pak Qadar yang masih tertutup celana
itu serasa seperti dipijat, namun hal ini buru-buru ditahan Pak Qadar,
sepertinya Pak Qadar takut ejakulasi sebelum mencoblos vagina dara muda ini.
Menyadari itu, Astri tertawa geli dalam hati. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
‘ah! Ini lawan main yang enteng’ gumamnya dalam hati. ‘umur
aja tua, tapi kemampuan kayak bocah!’ pikirnya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Astri mengerjit sedikit jijik saat bibir pak Qadar
memaksanya menerima ciuman-ciuman penuh ludah. Seolah anak kecil kehausan,
lidah pak Qadar menjelajah seluruh rongga mulut Astri, Astri memejamkan mata
dan berusaha mengimbangi lidah liar Pak Qadar, namun begitu Astri bisa
mengimbanginya, lagi-lagi Pak Qadar menghentikan ciumannya dan langsung bermain
di sasaran barunya ; dua bukit kenikmatan Astri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aaaahhhh.....ouuhh..ssshhh...” Astri mendesah nikmat saat
Pak Qadar melumat buah dadanya, lidah pak Qadar menyapu puting susunya,
sesekali menghisapnya kasar, membuat Astri sedikit menggelinjang keenakan.
Paling tidak hisapan orang tua mesum ini tidak seburuk penampilannya. Astri
mengejan menikmati cumbuan Pak Qadar di kedua buah dadanya bergantian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enggghhh.... OOHHH!!” Astri makin merintih saat dengan
kasarnya Pak Qadar menyusupkan tangannya ke balik rok dan celana dalam Astri,
jari pak tua mesum ini langsung masuk ke dalam vaginanya, Astri meringis
menahan pedih akibat perlakuan kasar Pak Qadar, sebenarnya ingin marah, tapi
dia bukan pada posisi yang berhak untuk marah. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
‘sabar Astri... cuman 5 menit aja kok..’ gumamnya
menenangkan hatinya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh... ngghh.... ahh.. ah! Ah!..” Astri mulai menikmati
kocokan jari Pak Qadar pada vaginanya, rasa pedihnya sudah hilang, vagina Astri
mulai merespon Pak Qadar dengan mengeluarkan cairan-cairan pelumas. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Si Tua Mesum ini mengocok jarinya semakin kencang dengan
nafasnya yang makin menggebu. Astri meliuk-liuk di pangkuan pak Qadar.
Tiba-tiba, seolah sadar akan sesuatu, Pak Qadar menghentikan aktivitasnya dan
memindahkan tubuh Astri ke samping, Astri yang sudah terangsang berat sedikit
terkejut saat Pak Qadar mencabut jarinya. Pak Qadar bangun dari duduknya dan
melolosi celana dalam Astri setelah sebelumnya menggulung rok mini Astri ke
atas. Selanjutnya, dia membuka celananya sendiri. Penis keriput Pak Qadar
tampak kaku dan keras, ukurannya tidak besar, tidak sebanding dengan perut
buncitnya. Tanpa banyak bicara, Pak Qadar segera menindih tubuh Astri, dia
menjatuhkan seluruh tubuhnya ke Astri, membuat Astri merasa sedikit terbebani,
dengan nafas yang memburu, Pak Qadar mengarahkan penisnya ke bibir kenikmatan
Astri, Astri membuka sedikit kakinya untuk memudahkan pak tua ini memasuki
tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enggghh... Muantepp... memekmu enaaakk...” ceracau Pak
Qadar saat penisnya membelah liang kenikmatan sang gadis. Astri melenguh pelan
merasakan benda tumpul memasuki dirinya, vaginanya mecengkeram erat benda itu.
Pak Qadar mendiamkan penisnya sejenak menikmati jepitan penuh kenikmatan dari
vagina Astri. Meski basah, cairan pelumas di vagina Astri belum cukup banyak,
sehingga masih terasa sedikit perih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah dirasa cukup, Pak Qadar melingkarkan tangannya ke
punggung sampai ke pantat sexy Astri dan menggerakkan penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“hhhhe....ssshh...oohhh..ngghh...” Astri mendesah sexy
menikati penis si tua mesum yang merojok vaginanya dengan teratur. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Permainan Pak Qadar tidak kasar, orang tua mesum itu bermain
pelan sambil menikmati tiap senti dinding vagina Astri. Dalam hati, Astri
memuji permainan lembut si tua mesum ini. Dan beberapa genjotan kemudian si tua
mesum ini mengejang, penisnya berdenyut dan menumpahkan isinya ke dalam vagina
Astri. Astri memekik kaget saat tiba-tiba isi vaginanya terasa hangat,
bukan.... bukan kaget karena banyaknya sperma atau kuatnya semprotan sang
kakek, tapi kaget karena dia baru menikmati permainan ini dan tidak menyangka
Pak Qadar akan keluar secepat itu. Tapi dalam hati Astri bersyukur dia tidak
harus susah-payah meladeni laki-laki yang sebenarnya masuk kategori “tak pantas
menikmati lubang kenikmatannya”. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Qadar segera bangun dan membersihkan penisnya dengan
tissue lalu mengenakan pakaiannya kembali. Astri beranjak bangkit menuju kamar
mandi kecil di sudut ruangan untuk membersihkan sperma pak tua mesum itu di
vaginanya. Setelah keduanya rapi Astri menanyakan perihal dokumen perjanjian
bisnis antar pak Anjar dan Pak Qadar yang seharusnya menjadi topik meeting kali
ini. Pak Qadar tersenyum jelek.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“tunggu disini sebentar ya?” ujarnya sambil beranjak menuju
pintu. Tak lama kemudian Pak Qadar masuk bersama seorang yang juga seumur pak
Qadar. “ini Darto, ketua para bodyguard saya” Pak Qadar menjelaskan. “sekaligus
asisten saya” tambahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Astri bersikap ramah dengan berdiri dan menjabat tangan
Darto, Darto seumuran dengan Pak Qadar, namun badannya lebih kurus dari Pak
Qadar, rambut panjangnya memutih, lebih cocok disebut tukang bajaj dibandingkan
Asisten pribadi. Darto menerima jabatan tangan Astri, dan tidak segera
melepaskannya, jari tengah Darto malah bermain menggelitik telapak tangan
Astri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mulus banget tangannya... pasti kocokannya halus yah bos?”
celoteh Darto, membuat Astri risih dan buru-buru menarik tangannya kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Qadar tertawa ringan. “Kau coba sendirilah!” ujarnya
sambil membawa dokumen-dokumen yang ada di meja keluar ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“lho pak?” Astri terlihat bingung. Pak Qadar menghentikan
langkahnya dan berbalik ke Astri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“saya mau memeriksa dokumen dulu, kamu temani anak buah-anak
buah saya ya?” ujarnya sambil tertawa dan melenggang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kata-kata Pak Qadar membuat Astri kaget setengah mati, dia
sadar ini diluar perjanjiannya dengan Pak Anjar sebelumnya. Astri bergegas
keluar ruangan, namun saat yang bersamaan, lima orang laki-laki bodyguard pak
Qadar memasuki ruangan dan menahannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“oke... kita genjot semua lubang di cewek cantik satu ini!!”
seru Darto riang diikuti riuh para anak buah Pak Qadar yang lain. Astri diseret
ke sofa, dengan kasar Darto menarik robek kemeja Astri, tidak butuh waktu lama
bagi mereka untuk menelanjangi Astri, dan tidak butuh waktu lama juga bagi
Astri untuk merasakan sebuah penis memasuki lubang kenikmatannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruangan itu jadi saksi pembantaian Astri, bagaimana dia
mengiba-iba, menjerit kesakitan saat sebuah penis dipaksa masuk ke saluran
pembuangannya, yang belum penah dimasuki apapun hingga saat itu. Dan tak
satupun orang di ruangan itu menyadari cahaya merah berkelap-kelip pelan di
sudut atas ruangan, yang merekam semua kejadian disana dan meneruskan gambar
video langsung ke sebuah laptop di sebuah kamar hotel, tepat diatas ruangan
meeting itu. Ian memandangi rekaman itu tanpa ekspresi, dia tahu, meski dia
merasa iba pada Astri, melakukan sesuatu yang berpotensi menggagalkan Casenya
bukanlah tindakan yang bijak dan bisa ditoleransi. Untuk mengambil sebuah
nyawa, tentu nyawa sendiri menjadi taruhannya. Ian menekan tombol stop n save
untuk menyimpan rekaman itu ke hard-disk laptopnya dan mematikan alat perekam
dengan remote jarak jauhnya. Bukti kebejatan sang Pahlawan Kemanusiaan terbaru
sudah dia dapatkan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini waktunya mengalirkan warna merah untuk sang mawar.
Dengan sigap ian membereskan semua perlengkapan yang dia gunakan selama ini,
membiarkan seragam karyawan hotel yang digunakannya untuk penyamaran tergeletak
begitu saja di kamarnya, mengenakan T-shirt putih bermerek Q-Touch dibalik
jaket merahnya dia bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda
motornya. Cukup lama dia tertahan di palang pintu parkir di samping pos jaga
yang tidak segera dibuka oleh satpam yang bertugas. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jangaan.... jang...Nggghh!!” sayup-sayup terdengar suara
jeritan wanita dari dalam pos jaga ketika seorang satpam tua tergopoh-gopoh
membuka pos jaga lalu berlari ke arahnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara itu mungkin nyaris tak terdengar orang biasa, tapi
tidak bagi ian yang sudah terlatih, seluruh indera ian sudah sangat terlatih
hingga nyaris tak ada suara sekecil apapun yang luput dari perhatiannya. Ian
tetap memasang wajah tanpa ekspresi dan bersikap seolah tak mendengar apapun
saat satpam tua itu mendekat, seragam satpamnya basah karena keringat, rambut
putihnya juga acak-acakan dan nafasnya masih tersengal-sengal, seragamnya kusut
dan yang juga tidak luput dari perhatian ian, resleting celana sang satpam itu
setengah terpasang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“maklum panas, pintu pos jaga juga sedikit macet” satpam itu
beralibi, ian hanya tersenyum santai sambi menyerahkan karcis parkirnya dan
STNK.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“nanti saya kembali lagi” ujar ian tenang, satpam tua itu
hanya mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Masih terdengar rintihan dan desahan berbaur dengan isak
tangis dari dalam pos jaga saat ian memacu motornya meninggalkan tempat parkir
itu. Ian bukan tidak tahu siapa gadis di dalam, dia menyadap semua kamera
keamanan di hotel itu, dan tindak tanduk tiga satpam yang berjaga hari itu
terekam jelas di dalamnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“untung kalian bukan targetku” ujar Ian dalam hati. “urusan
kalian nanti dengan kepolisian, sama dengan anak buah Qadar” tambahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menghentikan laju motornya di sebuah tikungan tajam yang
pagarnya rusak dan belum diperbaiki. Hati-hati dia meletakkan sekaleng oli di
tepi jalan, jalan itu jarang sekali dilalui kendaraan. Di sisi tikungan itu
adalah bukit, sedang di sisi lainnya adalah jurang, di bawah jurang itu
terdapat rumpun bambu yang sudah tidak tumbuh lagi akibat kekeringan. Penduduk
setempat memotong dahan bambu itu agar tidak menghalangi sinar matahari yang
masuk ke sebagian kawasan pemukiman kumuh di lembah bawahnya. Dengan tali yang
diikatkan pada tiang lampu tepi jalan ian turun ke bawah, mengamati dahan-dahan
bambu kering itu beberapa saat lamanya sambil sesekali mendongakkan kepala ke
jalan diatasnya. Setelah diam beberapa saat, ian menebas beberapa dahan bambu
secara diagonal hingga terdapat sisi tajam di bagian atasnya. Setelah itu, Ian
naik kembali ke atas dan memacu motornya ke sebuah pondok bambu di atas bukit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“NGGGHHH!!! Jang...NGAAAANNN!!!” Astri menjerit saat Boshwa
dan Amang melakukan double penetrasi pada dirinya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuhnya menegang sesaat sebelum terlonjak-lonjak mengikuti
genjotan kasar Boshwa dan Amang. Vaginanya terasa panas dan perih saat penis Amang
tanpa ampun melesak menggesek bibir-bibir vaginanya, sedang saluran
pembuangannya terasa penuh oleh rojokan penis Boshwa. Untung bagi Astri, Boshwa
dan Amang tidak lama melakukan double penetrasi, mereka berdua mengisi tubuh
Astri dengan sperma dalam waktu yang nyaris bersamaan, namun keduanya memasukka
seluruh batang kejantanan mereka di kedua lubang Astri saat berejakulasi,
membuat mata Astri terbelalak dengan mulut menganga yang tidak mengeluarkan
suara. Boshwa dan Amang adalah yang terakhir, sesaat setelah mereka berdua
selesai, <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Qadar memerintahkan semua anak buahnya untuk mengawalnya
meninggalkan hotel, sambil tertawa puas mereka meninggalkan Astri yang terkulai
lemas di lantai ruangan. Wajahnya melukiskan apa yang baru saja dialaminya,
adalah pengalaman seksual paling terburuk yang pernah dialaminya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketiga satpam hotel itu belum puas dengan Misha saat
rombongan mobil Pak Qadar meninggalkan lahan parkir. Tejo yang membukakan
palang pintu. Mereka yang di dalam mobil tentu tidak mengetahui bahwa di dalam
pos jaga, Seorang gadis cantik sedang didoggy oleh seorang office boy yang
tanpa sengaja memergoki para satpam itu sedang menggarap Misha.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menyalakan rokok berstempel Silent Rose-nya sambil
sesekali melirik ke jam tangan digitalnya. Sebentar lagi rombongan itu akan
sampai di tikungan tempatnya meninggalkan sekaleng oli. Jarang ada yang melalui
jalan itu, namun dia tahu, rombongan Pak Qadar pasti melewati jalan itu untuk
menghindari sorotan publik. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan perhitungannya tepat, pelacak kecil berupa jarum yang ia
tusukkan ke jas yang dikenakan Pak Qadar juga yang ia masukkan ke saku
bodyguard Pak Qadar saat dia menerima pukulan tadi menunjukkan kalau mereka
melalui jalan itu. Ian bersiap pada sniper riffle keluaran Jerman milik
Ayahnya. Dengan cermat dia membidik ke kaleng oli yang ia tinggalkan di tepi
jalan aspal itu, menunggu beberapa saat dan.. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
ZZHHPPHH!! ZHHPPHH!!. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua tembakan ia lepaskan, tembakan pertama membuat kaleng
terlempar ke tengah jalan dan menumpahkan isinya ke jalan, tembakan kedua
mengenai sisi kaleng dan merubah arah jatuh kaleng tersebut. Kaleng oli itu
lenyap ke bawah tebing. Tidak samai 2 menit kemudian sebuah SUV hitam diapit
oleh dua mobil van hitam melewati jalan itu. Disinilah latihan yang ditempa ian
selama bertahun-tahun dibuktikan, kredibilitas sebagai Silent Rose
dipertanyakan. Untuk melewati tikungan yang cukup tajam, mobil-mobil itu harus
melambat beberapa saat dan itulah saat-saat bagi Silent Rose. Ian terlihat
tanpa ekspresi, pandangan matanya fokus pada satu titik...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
ZHHHPPHH!!! <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu tembakan dilepaskan ian ke arah roda depan sebelah kiri
SUV hitam itu tepat setelah roda itu terlumuri oleh oli.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DUARR!!KRIEEEETTTTT!!! <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sepersekian detik kemudian terdengar suara ban yang meledak
akibat perbedaan tekanan udara dan panas akibat gesekan dengan aspal, oli
membuat roda itu tergelincir, oleng kehilangan keseimbangan, suara decitan rem
akibat sang sopir panik terdengar menyayat keheningan sekitar. Bagian belaang
mobil SUV itu sempat tergeser sebelum akhirnya menabrak pagar pembatas yang
telah rusak dan jatuh bebas ke jurang disampingnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengemasi senjatanya dan memacu motornya, mengambil rute
memutar yang cukup jauh untuk membereskan sisa-sisa alat perekam di hotel tadi.
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak perlu waktu lama bagi media untuk meliput berita besar
itu, Surat kabar-surat kabar menuliskan besar-besar di halaman utamanya dengan
tulisan “KECELAKAAN MAUT MENIMPA PAHLAWAN KEMANUSIAAN”, “INDONESIA KEHILANGAN
PAHLAWAN KEMANUSIAAN”, “PRESIDEN MENYATAKAN BERBELA SUNGKAWA TERHADAP
MENINGGALNYA SANG PAHLAWAN KEMANUSIAAN” hingga “ORMAS MENGUSULKAN HARI INI
SEBAGAI HARI KEMANUSIAAN INDONESIA”. Ian membacanya dengan sinis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tengah hari, keesokan harinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Police line mengitari tempat terjadinya perkara tersebut,
kerumunan orang terlihat tampak asyik bergumam diantara mereka. Beberapa
diantaranya membawa karangan bunga sebagai tanda belasungkawa terhadap
kecelakaan yang merenggut nyawa Qadar Wijaya, orang yang dianugerahi gelar
Pahlawan Kemanusiaan. Beberapa petugas berseragam menjaga agar kerumunan itu
tetap tertib. Seorang pemuda menyeruak di kerumunan dan langsung meloncati
police line.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hey!!” sergah salah seorang petugas, namun dia langsung
terdiam begitu tahu siapa pemuda itu. “eh.. maafkan saya detektif Rio..”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“tidak apa sudah biasa” ujar Rio sambil nyengir. “Ooi
Dean... lama amat kau!!” ujarnya menyoraki seorang pria yang tampak susah payah
menerobos kerumunan. Mendengar nama Dean disebut, petugas itu langsung membelah
kerumunan, membuka jalan untuk detektif Dean. Dean tampak berkeringat ketika
berhasil menembus kerumunan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“apa-apaan sih kerumunan ini?” Rio sedikit risih dengan
kerumunan orang-orang disekitar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“eeh.. mereka datang untuk berbelasungkawa atas meninggalnya
Pahlawan Kemanusiaan” petugas itu menjelaskan,<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pahlawan kemanusiaan dari hongkong??!! Cuma tukang kaos
yang bingung mau buang kemana barangnya yang gak laku kok disebut Pahlawan
Kemanusiaan?” Rio berucap setengah berteriak dan langsung disambut dengan
pandangan tidak suka dari orang-orang yang berkerumun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“hei... Rio, jaga ucapanmu, kalau masih ingin pulang sebagai
manusia utuh..” Dean mengingatkan. Rio hanya mencibir pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jadi ban mobil Pak Qadar meledak di tikungan ini lalu jatuh
ke jurang?” tanya Dean pada petugas setempat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya Pak, mobil itu jatuh ke jurang tepat ke atas rumpun
bambu kering di bawah” jawab petugas itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“berapa korban jiwa?” tanya Dean lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“satu, hanya Pak Qadar yang duduk di samping supir, sang
Supir sendiri selamat, tapi belum siuman, masih di rumah sakit”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“samping supir??, buat apa beliau duduk di samping supir?
Bukannya biasa di jok belakang supir?”. Dean mengernyitkan dahinya, petugas itu
mengangkat bahu tanda ketidaktahuannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu sudah kebiasaannya...” jawab Rio santai, Dean
mengalihkan pandangannya pada Rio. “aku melihat dokumentasi sebelum korban
dievakuasi dari mobil, lantas aku menanyai beberapa anak buahnya dan orang
terdekatnya, Tukang kaos satu ini punya kebiasaan duduk disamping supir apabila
tidak menyetir. Aku tadi juga sempat melihat rekaman liputan saat dia hadir di
acara penganugerahan dirinya sebagai Pahlawan Kemanusiaan... dia turun dari
pintu sebelah supir, kemungkinan akurasi data 99%”. Rio menjelaskan analisanya
panjang lebar. Dean tersenyum dan manggut-manggut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“rupanya kabar tentang kehebatan anda itu benar...” ujar
petugas itu kagum. “beberapa penyidik dan tim forensik yang semalam mengolah
tempat ini juga mengatakan ini adalah kecelakaan yang wajar, saya juga
berpendapat begitu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“justru disini banyak keanehannya” ujar Rio sambil
merentangkan tangannya. “apa yang dia lakukan disini? Di jalan ini? Aku sudah
menanyai sekretaris pribadinya dan harusnya dia ada di kota sebelah untuk
negoisasi bahan tekstil”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kalau kita lurus ke arah sana kan tembus ke kota sebelah?”
jelas Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kenapa harus lewat jalan ini?, ini jalan memutar yang jarak
tempuhnya dua kali lipat seharusnya. Lagipula bukan jalan utama, kenapa tidak
lewat jalan tol yang hanya makan waktu 45 menit?”. Rio menyangkal. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean mengernyitkan dahinya sejenak. “mungkin menghindari
kemacetan”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh Ayolah Dean!, ini bukan lebaran... tidak ada kemacetan
di jalan tol.. jalan tol ada bagi mereka yang benci kemacetan!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mungkin menghindari sorotan publik?” Dean menjawab
sekenanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“TEPAT SEKALI!! Tukang Kaos ini, memilih jalan ini untuk
menghindari sorotan publik dan atau...”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dan atau?” tanya Dean dan petugas bersamaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dan atau ada tempat yang ingin dia singgahi sebelum ke kota
itu. Sesuatu diluar agenda” Rio melihat sekeliling, “bangunan apa yang mencolok
di sepanjang jalan menuju titik ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Petugas setempat itu menggeleng. “tidak ada.. hanya tebing,
beberapa pertenakan, pabrik rumahan dan sebuah hotel berbintang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“HOTEL!! Itu dia! Tukang Kaos itu mengambil rute ini,
singgah dulu untuk menemui seseorang di hotel itu untuk berselingkuh deng..”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“CUKUP Rio!! Hati-hati ucapanmu bisa menimbulkan fitnah
orang yang kita bahas ini Pahlawan kemanu..”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Persetan dia itu Pahlawan Kemanusiaan atau apapun!! Di
mataku dia tetap manusia! Dan semua manusia itu SAMA!” Rio membalas hardikan
Dean dengan nada yang tak kalah tinggi. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kita harus bicara dengan pihak hotel itu”. Nadanya menurun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Err.. kami sudah melakukan itu, dan pihak hotel menyatakan
bahwa beliau tidak singgah” jawab petugas setempat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mungkin mereka bohong” Rio berucap dengan nada datar. Rio
merogoh tas jinjingnya mengeluarkan sebuah teropong binocular dan melihat ke
bawah. “Dean, ini adalah TKP kita harus kebawah”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa membuang banyak waktu, dengan bantuan petugas setempat
Dean, Rio dan beberapa petugas turun ke bawah, mengelilingi bangkai mobil yang
kacanya tertusuk bambu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“lihat, kaca jendela supir retak tidak pecah, tapi kaca
jendela disampingnya pecah tertusuk bambu” Rio mengulangi apa yang dilihatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bambu yang menusuk kaca samping supir ini terpotong...”.
Dean menimpali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dipotong lebih tepatnya” tambah Rio. “bekas oli di aspal
jalan atas terlalu banyak untuk dibilang akibat kebocoran, lagipula hanya ada
di satu titik, kalau akibat kebocoran harusnya ada di sepanjang jalan...”. Rio
menghentikan analisanya sesuatu menarik perhatiannya. Di saat yang sama sebuah
e-mail masuk ke smartphone milik Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, silent rose disini...” Rio menunjukkan puntung rokok
berstempel SR dengan lambang mawar yang ditemukannya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean mengangguk “ya... sebuah email masuk ke emailku,
subjeknya Silent Rose” jawab Dean getir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sore itu Dean dan Rio mendatangi sebuah bank internasional
dan membuka isi otak deposit yang disebutkan Silent Rose di dalam e-mail,
isinya adalah semua bukti kejahatan yang dilakukan Qadar, lengkap dengan
rekaman persetubuhan dan salinan rekaman seksual yang dilakukan anak buah dan
tiga orang satpam hotel tersebut. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hotel itu dituntut karena memberikan keterangan palsu pada
kepolisian, seluruh pelaku dalam rekaman itu dijebloskan ke penjara. Keesokan
harinya kasus ini dipublikasikan, beberapa surat kabar mengganti judul headline
mereka dengan Pahlawan Kemanusiaan Palsu, Penjahat berkedok Pahlawan, dan
semacamnya. Gelar Pahlawan Kemanusiaan pun dicabut dari nama Qadar Wijaya.
Astri dan Misha dimintai saksi sebagai korban dan mendapat perlindungan hukum
Dan kasus ini menambah arsip kasus-kasus sebelumnya yang berkaitan dengan
Silent Rose. Anjar Francois yang berusia 54 tahun nyaris lolos dari jerat
hukum, sebelum ditemukan tewas di sebuah hotel berbintang miliknya akibat
serangan jantung, dan mati sesaat setelah menyemburkan sperma di dalam vagina
seorang gadis cantik yang tengah mabuk berat, puntung rokok berlabel SR dengan
cap mawar menjadi pertanda bahwa Silent Rose lah yang ada dibalik kematian
Anjar Francois meski metode pembunuhannya masih belum terungkap. Detektif Rio,
dan Wakil Kepala bagian Intelijensi Kepolisian Dean masih membuka mata dan
berusaha menangkap sang pembunuh dalam diam... Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan ini bukanlah satu-satunya Case... <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
PLAKK!! Cintya memukul nyamuk yang menempel di lengannya
dengan sedikit kesal. Wajah cantiknya tampak makin kesal saat mengetahui
pukulannya tidak mengenai nyamuk yang diincarnya. Gadis cantik berumur 22 tahun
itu beranjak dari duduknya dan memandang sekelilingnya, dia sendiri kini tidak
tahu dimana dia berada. Yang dia tahu kini dia hanya berdua dengan Gea, rekan
mahasiswinya di sebuah gubuk tepi pantai. Beberapa jam yang lalu ia hampir saja
tewas di lautan kapal yang ditumpanginya mendadak diserang hingga terbakar.
Beruntung dia dan tiga orang rekannya selamat dan berhasil mencapai pulau
terdekat dengan sekoci kecil yang belum sempat terbakar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu menyeka keringatnya, tanktop putih yang dia
kenakan basah terkena air laut yang bercampur keringat, membuat bra tipisnya
samar-samar membayang. Wajahnya tampak kelelahan dan penuh peluh, namun tetap
terlihat manis. Cintya mengikat rambut panjangnya, mencoba menghilangkan gerah.
Tidak jauh dari tempatnya duduk, Gea terlihat mondar-mandir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jangan mondar-mandir dong loe... bikin gua makin gerah
tau”, ujar Cintya kesal. Tanpa menjawab, Gea berhenti dan duduk tepat disamping
Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“loe kok bisa tenang begitu sih Cin?”, tanya Gea pada
Cintya. Cintya tidak segera menjawab, dia melemparkan pandangan pada hamparan
pasir dan laut di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“yah abis mau gimana lagi Ge? Panik juga ga akan bikin kita
segera dapat pertolongan kan?”. Cintya menjawab sekenanya. Dia berdiri dan
memandang sekelilingnya untuk ke sekian kalinya. “tuh cowok-cowok pada kemana
sih? Kok ga balik-balik?” tanyanya sambil memicingkan mata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DUARR!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bunyi letupan senjata api seolah menjawab pertanyaan Cintya
barusan, dari jauh Tommy, salah satu rekannya tampak berlari cepat ke arahnya
namun sebelum sempat mendekat, satu letupan lagi terdengar, dan Tommy ambruk
diatas pasir-pasir pantai yang perlahan berubah warna menjadi merah darah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose Chapter 02 : Blue File<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jakarta, 6 bulan yang lalu...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lantunan nada lembut Beethoven mengisi ruangan kafe yang
nyaris kosong itu, hanya beberapa turis asing yang asyik bercengkerama di meja
sudut ruangan. Tiga meja dari mereka, seorang tua sedang menikmati kopi yang dipesannya.
Dinding-dinding kafe itu dihias rapi dengan wallpaper bermotif kulit kayu. Bola
lampu kuning sengaja dipasang untuk meredupkan cahaya ruangan. Hanya ada dua
orang yang bekerja di kafe itu, Juna, mahasiswa Ekonomi yang bekerja part-time
sejak tiga tahun yang lalu, dan pria tua berkacamata berkebangsaan Belanda
pemilik kafe yang akrab disebut Mr. Wise (baca : Waish).<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cekling!”, lonceng kecil yang digantungkan di door closer
pintu kafe itu berdentang. Pemuda dengan jaket merah masuk kedalam kafe itu.
Mr. Wise menghentikan kegiatannya dan memandang datar pada ian, pemuda berjaket
merah itu. Ian melepas jaketnya dan menggantungkannya di gantungan jaket
berbahan kayu mahoni di dekat pintu. Ian duduk di kursi bar, tepat di depan Mr.
Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cappucino dingin” ian memesan minuman pada Mr. Wise. Tanpa
merubah ekspresi, Mr. Wise mengambil gelas kaca tinggi dari rak gelas dibawah
mejanya, mengelap gelas tersebut dengan kain bersih, mengeluarkan satu stik es
batu dari dalam lemari es kecil di belakangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Klicking... Gyuurr...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara dentingan butir-butir es batu dan gelas diikuti suara
jatuhnya Cappucino hangat dari termos elektrik ke dalamnya. Mr.Wise masih
dengan santai mengaduk cappucino itu hingga menghasilkan foam dan menambahkan
serbuk coklat diatasnya sebelum meletakkannya di meja depan ian. Ian mengaduk
Cappucino itu pelan searah jarum jam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menu hari ini?” ian berkata sambil mengangkat dan
menyeruput Cappucinnonya. Mr.Wise membuka laci di belakangnya, mengeluarkan
buku menu berwarna merah dan meletakkannya di samping cappucino ian. Ian
mengambil dan membukanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tumben melihat menu, ada angin apa?” tanya Mr.Wise sambil
mengelapi gelas-gelas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yah... sekali-sekali, toh sudah lama aku tidak melihatnya”,
jawab Ian sambil membolak-balik halaman menu. “nomor 3A sepertinya menarik. Apa
yang kau rekomendasikan pak tua?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr.Wise tidak menjawab. “Juna... gantikan aku sebentar!” dia
setengah berteriak. Seorang pemuda berumur belasan dengan sebagian rambut dicat
biru keluar dari dalam dapur dan menggantikan posisi Mr.Wise. Mr.Wise masuk ke
ruangan pribadinya di belakang bar, Ian beranjak mengikutinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruangan kecil itu berdinding biru, lebih mirip dengan gudang
dibandingkan ruang kerja. Rak-rak di dalam ruangan itu penuh dengan
berkas-berkas. Mr. Wise duduk dan membuka lacinya lalu mengeluarkan amplop
berwarna hitam dari lacinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case lama, namun sekarang jadi bahan pembicaraan di media
massa, jadi tidak ada yang mau membelinya”, Mr.Wise bicara sambil melempar
amplop tebal itu ke arah ian. “aku sudah melengkapi case itu dengan
informasi-informasi pelengkap, semua ada dalam amplop itu”, Mr. Wise mencari
sesuaru di sakunya, sebuah pipa hisap kuno dan membakar tembakau di dalamnya.
Ian duduk di kursi depan meja tempat Mr.Wise dan membuka amplop tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case 4 star”, gumam Ian sambil mengeluarkan isi amplop
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“tadinya...”, timpal Mr.Wise. “sekarang 42 star setelah
media mempublishnya”, Mr.Wise menunjukkan satu halaman dalam sebuah buku menu
berwarna putih. “tertarik?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“42 milyar...”, Ian memastikan maksud dari 42 star yang
dimaksud sebagai harga Case tersebut, ASSOCIATION menggunakan 'star' sebagai
mata uang harga di organisasi mereka. “kau jual berapa semua dalam amplop
ini?”, ian bertanya sambil memasukkan kembali isi amplop hitam itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“62 juta”, jawab Mr.Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tertawa, “tuan Wise Crow yang terkenal... ada apa ini?
Sedang berbaik hati dengan harga serendah itu?”, nadanya terdengar sedikit
mengejek.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aku sudah bilang padamu, tidak akan ada yang cukup gila
untuk membeli Case yang sedang menjadi sorotan publik, tingkat kesulitannya
terlalu tinggi”, Mr. Wise menjawab sambil menghisap pipa tembakau. “lagipula...
semua yang disitu informasi lama”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian segera memahami apa yang dimaksud Wise Crow, Mr. Wise
menjual informasi di amplop hitam ini dengan harga jauh lebih rendah dari
sebelumnya karena dia punya informasi baru mengenai Case ini. “case ini aku
ambil”, jawabnya sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“terjual pada Silent Rose”, jawab Mr.Wise tenang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“sekarang katakan...”, Ian menatap Mr.Wise dalam-dalam.
“berapa harga informasi terbarunya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“7 milyar”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengutak-atik smartphonenya, tidak lama kemudian sebuah
SMS balasan masuk ke smartphone itu. Rupanya dia baru saja mentransfer uang
senilai tujuh milyar enam puluh dua juta Rupiah ke salah satu rekening Mr.Wise.
Segera setelah Mr.Wise memeriksa rekeningnya via notebook, dia menyerahkan
beberapa dokumen dalam amplop merah muda pada ian. Ian menerimanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aku akan kembali besok”, ujar Ian sambil meninggalkan
ruangan itu, mengambil jaket merahnya di gantungan dan meninggalkan kafe
bernama “Green File” itu tanpa mempedulikan Cappucino dinginya. Mr. Wise, pria
tua yang menyandang codename : Wise Crow keluar dari ruangan pribadinya dan
kembali bekerja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cintya Safitri yang akrab dipanggil Cintya sedang sibuk
dengan laptopnya di meja perpustakaan kampus tempat kuliahnya. Di sampingnya,
tiga buah buku tebal tergeletak tidak beraturan. Masing-masing buku itu terbuka
pada halaman tertentu. Gadis 22 tahun yang tengah mengerjakan tugas akhir ini
tampak begitu serius. Rambut panjangnya selalu diikat kuncir kuda,
memperlihatkan rambut-rambut halus di tengkuk putihnya. kaos biru ketat yang
dikenakannya sore itu terlihat serasi dengan celana jeans coklat mudanya,
memperlihatkan lekuk pinggangnya yang ramping namun berisi. Dengan kecantikan
yang terlihat natural itu, pantas bila Cintya merupakan gadis yang digemari
oleh para mahasiswa di jurusannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“hei.. gimana Cin??”, sebuah suara centil menyapanya dari
belakang. Cintya menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke sumber suara. Gea
Mathilda, teman satu angkatan yang tadi menyapanya segera duduk manis
disampingnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dari mana aja sih loe?”, Cintya bertanya dengan nada sedikit
kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“duuh sewotnya... sory deh Cin, tadi gua ada urusan”, jawab
Gea sambil merapikan rambutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea teman sekelas Cintya, kecantikan gadis blasteran
indo-prancis ini membuat kecantikan Gea sedikit diatas Cintya. Tubuh Gea dapat
dikatakan lebih “berisi” dibandingkan Cintya, hidung mancung dan rambut coklat
kehitaman menjadi khas gadis-gadis indo-prancis pada umumnya. Sayangnya, tinggi
badan Gea hanya berkisar 163 cm. Jika ada satu bagian tubuh dimana Cintya kalah
jauh dari Gea, itu ada di buah dadanya. Ya... ukuran buah dada Gea 38D lebih
besar dari Cintya yang berukuran 34C. Namun keduanya sama-sama membusung dan
kencang. Karena mereka rajin berolahraga, Gea yang rutin mengikuti fitness dan
Cintya yang tergabung dalam organisasi pecinta alam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“wuih... literaturnya kayaknya udah cukup nih...”, komentar
Gea melihat buku-buku tebal di dekat Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“banyak sih... tapi kepotong-potong. Untuk literatur sih
kita udah cukup, tinggal nunggu kabar dari para cowok aja nih”, jawab Cintya
sambil melanjutkan aktifitasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tenang Cin, kata bokap gua sih ijin bisa didapat dengan
mudah, kan ada surat sakti dari bokap?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“iya sih, untung bokap loe relasi bisnis perusahaan yang
punya kilang minyak itu ya? Kita jadi lebih gampang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bocoran dari bokap gua sih besok pagi juga ijin itu dah
kelar Cin, minggu depan kita udah mulai survey kan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“rencananya sih gitu. Eh! Anterin gua fotocopy angket yuk?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kan kemarin udah Cin?”, Gea menjawab malas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ini form yang baru lagi, temanya sedikt beda, gua sesuain
ama literatur tambahan dari buku ini nih”, Cintya berkata sambil mengangkat
salah satu buku di dekatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea menurunkan alis tipisnya. “yah... sory Cin... gua ada
janji...”, Gea berkata dengan nada menyesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“cowok loe kan dinas ke Surabaya?”, Cintya mengernyitkan
alisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“justru itu Cin... mumpung cowok gua di luar kota...”, Gea
mengedipkan matanya genit, Cintya sewot. “gua cabut dulu yah Cin?? Sory
banget...”, kata Gea mengecup kepala Cintya sambil beranjak pergi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dasar loe... pake pengaman, awas bunting loe entar...”,
seloroh Cintya sedikit sewot.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ga enak pake pengaman Cin... ga alami” goda Gea sambil
berlalu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu perbedaan besar antara Gea dan Cintya adalah gaya hidup
mereka. Gea sangat bangga dan senang menunjukkan keseksiannya pada lawan
jenisnya, hampir semua mahasiswa-mahasiswi di kelasnya tahu kalau Gea mudah
diajak ke ranjang. Meski begitu, Gea selalu pilih-pilih cowok yang akan menjadi
lawan mainnya. Cowok-cowok yang masuk kategori tampan atau lumayan di kampus sudah
pasti pernah merasakan nikmatnya tubuh Gea, tidak peduli cowok itu alim
sekalipun, sangat sulit menangkal godaan dari gadis tercantik di kampus ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sedang Cintya, meski sudah pernah bersetubuh dengan senior
di organisasi pecinta alam yang saat itu menjadi pacarnya, Cintya masih minim
pengalaman. Seniornya di organisasi itu adalah laki-laki yang mengambil
keperawanannya, sekaligus satu-satunya laki-laki yang pernah menikmati
tubuhnya, itupun terjadi ketika Cintya mabuk akibat minuman keras. Sekarang seniornya
sudah lulus dan menghilang entah kemana. Sejak saat itu Cintya jadi lebih
waspada dengan yang namanya cowok dan minuman keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jazz pink milik Gea meluncur masuk ke halaman parkir
apartemennya, meski masih sekota dengan orang tuanya, Gea lebih memilih tinggal
seorang diri. Sejak SMU kelas 1 Gea sudah merengek ke Ayahnya agar membeli
sebuah apartemen untuk ditinggalinya, dengan dalih ingin belajar mandiri
seperti remaja-remaja di Amerika. Satu tahun kemudian sang Ayah mengabulkannya,
maka sejak kelas 2 SMU Gea telah tinggal di apartemen mewah seorang diri.
Petualangan seks Gea memang sudah dimulai sejak dia mengenal pacaran kelas 1
SMP, setelah tinggal sendiri di apartemen, petualangannya semakin bebas dan
menjadi-jadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Najaar, pengusaha muda asal india tetangga sebelah apartemen
Gea adalah pria pertama yang menikmati tubuhnya di apartemen ini. Sebuah seks
tanpa ikatan pertama bagi Gea, yang membuat Gea ketagihan dan mengawali seks
tanpa ikatan dengan pria-pria lain yang berikutnya, terlebih lagi ukuran batang
penis Najaar lebih besar daripada rata-rata orang Indonesia. Kini, Najaar
sendiri telah keluar dari apartemen itu 3 tahun yang lalu dan kini entah
dimana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea melenggang menuju elevator, melewati meja satpam yang dijaga
oleh Sleman, pemuda kampung yang bekerja sebagai satpam di apartemennya. Ada
seringai aneh di wajah Sleman saat melihat Gea memasuki gedung, namun Gea
berjalan tanpa menghiraukan ekspresi aneh di wajah pria berwajah kampungan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Begitu tiba di kamarnya, Gea melemparkan tasnya dan
merebahkan tubuhnya di ranjang empuk yang sering digunakan untuk melampiaskan
birahi. Gea melepas kemeja dan celana jeansnya, menggantinya dengan kaos tipis
yang kebesaran hingga bagian bawah kaos itu sampai ke bagian lututnya. Baru
saja Gea meneguk segelas air dingin, terdengar suara ketukan di pintu kamar
apartemennya. Raut wajah Gea sedikit masam saat mengangkat pantat seksinya
mendekati pintu itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sleman, satpam apartemen itu tersenyum-senyum sendiri saat
Gea membukakan pintu untuknya. Tanpa permisi, Sleman menyelonong masuk ke kamar
apartemen Gea. Gea segera menutup pintu. Sleman berjalan ke arah jendela di
samping ranjang Gea yang tertutup tirai lalu membuka tirai tersebut lebar lebar
dan menatap ke kolam renang apartemen yang terlihat dari jendela kamar Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“pemandangan dari sini lumayan bagus ya non?”, komentar
Sleman sambil mengintip ke luar jendela kemudian duduk di sofa. Gea hanya diam
tak menhiraukan Sleman, ia duduk di tepi ranjang dengan wajah sedikit memerah sambil
menyilangkan tangan nya di depan dada nya dan menatap ke sudut ruangan
apartemenya yang mewah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa non koq mukanya merah begitu?”, tanya sleman dengan
nada sedikit menyindir sambil menyalakan rokok kemudian menghisapnya dengan
santai. Gea pun hanya terdiam menanggapi perkatan sleman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“koq diem aja sih non, sini duduk dipaha mas sleman”, goda
sleman sambi menepuk nepuk paha nya, namun Gea hanya duduk mematung tidak
bereaksi. Selama beberapa menit dengan sabar Sleman menggodai dara muda
tersebut namun Gea hanya Cuek seakan Sleman tidak pernah ada, sehingga akhirnya
kesabaran sleman pun habis, sleman bangkit berdiri dari sofa tersebut sambil
membanting keras puntung rokok nya ke lantai marmer mulus yang bercorak papan
catur tersebut dan dengan langkah yang tegas kearah mahasiswi kaya yeng tampak
arogan tersebut dan tiba biba saja.…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“PLLAKKKKK!!!!!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan sekuat tenaga dilayangkan pungung tangannya tepat
mengenai pipi kiri Gea yang mulus, halus, dan terawat tersebut sehingga Gadis
malang tersebut jatuh ke samping, tanpa memberi kesempatan Sleman langsung
menjambak rambut panjang gadis Blasteran tersebut, “Dasar Pelacur ! Sampean itu
udah buang buang waktu saya! Ngerti Sampean!”, Hardik sleman sambil menjambak
muka Gea dan didekatkan tepat di depan mukanya, kemudian dengan ganas
dilumatnya bibir tipis khas orang prancis tersebut sehingga Gea kewalahan dan
meronta ronta karena sulit bernafas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dasar cewe nakal”, maki Sleman Sambil meremasi payudara
montok Gea sembari melumati bibir dan menjilati sekaligus mencupangi leher
jenjang dan pundak mulus mahasiswi muda tersebut dengan penuh nafsu seakan
tidak ada hari esok lagi untuk dirinya, sedangkan Gea yang dari tadi terdiam
seperti boneka kini sesekali mengerang tertahan dan menggesekan Vaginanya yang
masih terlindungi oleh CD kuning menantang ke paha Si satpam. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kenapa non kok memeknya di gesekin ke paha bapak sih? ngga
tahan yah non”, sindir Sleman sembari terkikih-kikih dengan mesum nya, muka Gea
pun makin memerah. Sleman pun makin mengerjai gea dengan meremasi dadanya
dengan kasar dan melumati bibir mungilnya dengan penuh nafsu. “Ayo ikut!”,
bentak si satpam bejat itu sembari menjambak rambut bidadari yang sedang di
mabuk hawa nafsu walau sedang di perkosa itu. Sleman membuka jendela yang besar
itu kemudian menyeret Gea kearah balkon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pak.. di dalam aja napa sih? Aaah…”, pekik Gea saat Sleman
dengan cuek membalik tubuh Gea hingga menghadap kearah kolam renang lalu
menarik pinggangnya ke belakang, kini Gea berpegangan ke balkon, terasa angin
menerpa kulit-kulit payudaranya, membuat sensasi tersendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak menunggu lama dan tanpa satu patah katapun, Sleman
membuka kancing dan resleting celananya, dengan gerakan cepat satpam kampung
itu mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ngghhh….”, Gea melenguh saat liang kewanitaannya dijejali
sesuatu yang besar, panjang, keras dan hangat. Lenguhannya makin keras saat
Sleman melesakkan batang kejantanannya makin dalam, wajah kampungan Sleman
terlihat makin aneh, alisnya mengernyit menikmati jepitan liang kewanitaan
bidadari kampus yang tengah disetubuhinya ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oohh… wenak tenan tempikmu non…” ujar Sleman sambil mulai
menyetubuhi Gea dengan posisi doggy style.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea hanya bisa melenguh, mendesah, setiap satpam kampung itu
melesakkan penisnya, terasa tubuhnya dialiri listrik yang dahsyat, Gea sudah
lupa, bahwa dia melakukannya di tempat terbuka, lupa dengan rasa malu, lupa
bahwa jauh dibawah mereka, beberapa penghuni dan staff apartemen dapat
menyaksikan persetubuhan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuh ramping Gea yang telanjang bulat terlonjak-lonjak
akibat genjotan Sleman, liang kenikmatannya terasa penuh dan nikmat karena
penis Sleman yang cukup besar. Gea tidak peduli lagi, dia mendesah-desah
keenakan, semakin cepat kocokan Sleman, semakin Gea mendesah. Desahan-desahan
seksinya membuat Sleman semakin bersemangat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pintu balkon kamar sebelah tiba-tiba terbuka, dua orang pria
pemilik kamar di sebelah Gea keluar, kini mereka dengan jelas melihat Gea
sedang disetubuhi satpam apartemen mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wah enak nih Pak, boleh ikutan nggak neh?”, celoteh salah
satu dari mereka Sleman memperlambat genjotannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gimana Non? Boleh ga mereka ikut?”, tanya Sleman sambil
terus menggenjot.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Raut wajah Gea berubah merah, antara malu dan marah, namun
kenikmatan yang dia rasakan mengalahkan rasa itu, dengan lemah Gea menggeleng.
Tubuhnya bukan untuk dinikmati oleh Bapak-bapak seperti dua orang itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nggak jawab dia pak, berarti OK..”, tukas Sleman seenaknya.
Gea terkejut dan berusaha meronta, namun Sleman dengan tangkas mempercepat
genjotannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pintu nggak saya kunci, masuk saja Pak, ajak temen-temen
juga biar rame”. Jawab Sleman seenaknya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua orang itu tidak terlihat lagi, Sleman mempercepat genjotannya,
membuat Gea makin cepat mencapai puncak kenikmatannya. Gea memejamkan mata,
berusaha fokus pada kenikmatan yang diberikan oleh Sleman dan akhirnya…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooouuuhhhh!!!!!”, tubuh Gea mengejang, melenting hebat,
kedua bukit kembarnya makin membusung, dia mencapai orgasmenya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sleman tidak mengurangi genjotannya, membuat Gea
tersengal-sengal menahan napas, tidak lama kemudian, Gea merasakan penis Sleman
mulai berkedut-kedut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ngh… jangan didalam pak… AAkkhhh!!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terlambat, Satpam kampung itu telah melesakkan batang
kejantanannya dalam-dalam dan Gea bergidik merasakan semprotan demi semprotan
benih di rahimnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa detik kemudian, Sleman mencabut penisnya. Gea masih
bertumpu pada pagar balkon, ekor matanya menatap sayu beberapa orang yang
menyorakinya dari kolam renang. Butuh waktu beberapa detik bagi Gea untuk
menyadari bahwa empat orang pria berumur sudah mengelilinginya, dua diantara
mereka adalah yang tinggal di kamar sebelahnya telah ada di balkon, dengan
penisnya yang mengeras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Wah bisa crot di dalem... bakalan puas nih
kita...", ujar salah seorang dari mereka sambil menarik tubuh telanjang
Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea hanya bisa meronta lemas dan mendesah saat pria berumur
itu mulai menyetubuhinya, menuntaskan hajatnya dengan menanamkan benih ke rahimnya.
Gea juga hanya bisa pasrah saat yang lain mengambil giliran masing-masing.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<bersambung>....<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Thanks buat bokapnya Gea, kita dapat ijin untuk melakukan
studi ke kilang minyak itu”, Dimas berkata, Empat orang lain disana, Tommy,
Sandy, Gea dan Cintya bersorak senang, memancing perhatian dari
kerumunan-kerumunan mahasiswa di sekitar mereka. Mereka berempat memang telah
mengantongi ijin dari universitas untuk mengerjakan tugas akhir dalam bentuk
tim, hal ini dikarenakan judul yang mereka ambil memiliki ruang lingkup yang
cukup besar. ‘STUDI KASUS KILANG MINYAK LEPAS PANTAI TERHADAP LINGKUNGAN DAN
ASPEK SOSIAL’ merupakan judul yang mereka ambil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebagai sasaran penelitian, mereka mengambil kilang minyak
lepas pantai di pulau Bangka yang akhir-akhir ini menjadi sorotan media massa
setelah nelayan-nelayan setempat pergi ke Jakarta untuk melakukan unjuk rasa di
istana negara. Cintya, Gea dan Sandy bertugas menyiapkan literatur-literatur
yang akan menjadi landasan teori juga acuan form survey yang akan mereka
sebarkan ke penduduk sekitar. Sedang Tommy dan Dimas bertanggung jawab mengurus
semua perijinan dan loby-loby yang diperlukan untuk penelitian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“setelah 3 bulan kita memantapkan teori kita, kini saatnya
terjun ke lapangan, data-data hasil survey adalah inti dari tugas akhir kita”,
Sandy, mahasiswa yang paling cerdas diantara mereka angkat bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“gua ama Dimas sudah urus semua keperluan kita disana,
termasuk akomodasi dan tempat kita menginap, lusa gua duluan kesana bareng
Sandy. Cewek-cewek nyusul dua hari kemudian bareng Dimas”, Tommy memaparkan
prosedur bagaimana mereka akan ke lokasi penelitian. Tommy memang terbiasa
berpetualang, dia ketua organisasi pecinta alam yang diikuti Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kenapa ga barengan aja sih?” protes Cintya. Dia tidak suka
jika ada yang bersikap genderisasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“surat pengantar dari kampus kan baru keluar tiga hari lagi?
Selagi gua ngurus tuh surat, loe ama Gea siapin formnya”, Dimas menjelaskan
dengan tenang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dan gua sengaja bareng Sandy, siapa tahu profesor kita ini
nemuin sesuatu yang bisa bikin tugas akhir kita makin jreng?. Nih anak kan
otaknya selalu encer”, Tommy menambahkan. Sandy yang disebut profesor pura-pura
tidak memperhatikan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“okey deh, lagian cowok gua kan ultah dua hari lagi, masa
iya gua tinggal”, Gea menimpali dengan centilnya. Cintya memandangnya sebal,
meski dia tahu bahwa itu memang rencana terbaik yang mereka punya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Name : Antonius
Handoko (Anton) <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Age : 55<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Status : Enviromental
Hazard<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Deathline : this
year<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Proof file :
attached<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Case Class : 42
STARS<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
-hadled by Silent Rose-<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum membaca isi e-mail yang diterimanya dari
Association, meja kerjanya hanya berisi sebuah note dan laptopnya, namun di
dinding-dinding ruangannya tertempel berbagai informasi dan beberapa rancangan
metode yang akan dia gunakan untuk menyelesaikan case kali ini, informasi
mengenai target, orang-orang kepercayaan target, kebiasaan dan kegemaran target
juga informasi-informasi pendukung lainnya tertempel rapi di sisi dinding
ruangan kerjanya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di ruangan kecil inilah ian sang Silent Rose menganalisa
target, melakukan perhitungan probabilitas dan merencanakan metode yang akan
dia gunakan. Ruangan rahasia ini sudah digunakan bertahun-tahun oleh Ayah dan
kakeknya, yang dulu menyandang codename Silent Rose. Dan kini, sebagai Silent
Rose generasi berikutnya, Ian mempergunakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian masih mencoret-coret whiteboard besar di sudut ruangan.
Sesaat dia berhenti dan memandang coretan-coretannya lalu tersenyum misterius.
Setelah itu, fokus Ian beralih ke salah satu data yang tertempel di dinding.
Foto Cintya, Gea, Tommy, Sandy dan Dimas terpampang disana, diatas informasi
pribadi tentang mereka berlima. Ian mengambil smartphonenya dan menekan keypad,
menghubungi satu nomor, setelah terdengar nada sambung ian memutuskan
panggilan, menekan nomor lain, sama seperti nomor sebelumnya, ian memutuskan
panggilan begitu terdengar nada panggil, dia melakukan hal yang sama ke 3 nomor
lainnya. Setelah itu, ian keluar ruangan dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemacetan di jalan sekitar istana negara menjadi santapan
media televisi selama beberapa hari terakhir. Unjuk rasa nelayan yang merasa
kehilangan mata pencahariannya jadi bahan pembicaraan yang paling hangat. Hal
itu juga yang membuat Cintya dan rekan-rekannya menjadikan pulau kecil yang
masuk kepulauan Bangka sebagai sasaran tugas akhir mereka. Wise Crow mematikan
TV-nya saat melihat ian masuk ke Green File Cafe.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berapa harga untuk semua ini?”, tanpa basa-basi Ian
menyodorkan secarik kertas, Wise Crow mengenakan kacamata bacanya dan membaca
tulisan di kertas itu, mengambil penanya dan menuliskan beberapa digit angka di
bawah tulisan itu sebelum menyodorkan kembali pada Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Deal”, ucap Ian pelan. “kirimkan sesuai tempat dan waktu
yang tertulis disini”, Ian menyodorkan secarik kertas lain dari sakunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Metode apa yang akan kau gunakan?”, Wise Crow bertanya
tanpa mengalihkan fokusnya dari gelas-gelas yang sedang dia bersihkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian berhenti sejenak, menatap Wise Crow yang seolah
mengacuhkannya. “I prefer to keep silent until the rose bleeding”. Jawabnya
sambil berlalu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
3 hari kemudian...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Woi!!”, Tommy berteriak melambaikan tangan pada Gea, Cintya
dan Dimas yang baru saja keluar dari Toyota kijang merah milik Dimas. Tommy
segera bergegas mendekati rombongan yang tampak sibuk menurunkan barang bawaan
mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kok bisa dapat rumah pantai ini? Bukannya kemarin kita ga
dapat ijin dari kepala desa untuk menempati rumah ini?”, Dimas bertanya sambil
mengangkut barang-barangnya ke ruang tamu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“waktu itu kan kita ga dapat ijin karena yang punya rumah ga
ada. Pas gua ma Sandy sampe sini ternyata yang punya rumah ada”, Tommy menjawab
ringan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gila loe!! Yang punya rumah kan udah meninggal 6 tahun yang
lalu??!”, Dimas terlihat kaget.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“emang gitu, tapi ternyata anaknya yang punya rumah masih
hidup pren!. Dia juga baru berapa hari pulang ke kampung halamannya nih. Gua
minta ijin eh dia oke aja...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“wah rumah ini enak ya? Pinter kalian milihnya”, Gea
bersorak sambil matanya menyapu seisi ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sandy kemana?”, Cintya bertanya sambil melihat sekeliling.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sandy ama yang punya rumah lagi keluar buat cari beberapa
perlengkapan kapal. Di garasi belakang ada kapal tua, rencananya sih selama
disini kita akan dipandu ama yang punya rumah”, Tommy menjelaskan sambil
meletakkan barang bawaan mereka. "Nih tas isinya kertas tapi berat banget
sih?".<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wah baik juga ya Bapak yang punya rumah..” komentar Cintya
sambil membawa barang-barangnya masuk. “kamar gua yang mana?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah masing-masing dari mereka mendapat kamar dan
menurunkan barang mereka, keempat mahasiswa-mahasiswi itu berkumpul di teras
belakang yang langsung menghadap laut. Tidak jauh dari mereka terlihat sebuah
kapal yacht buatan Jepang yang sudah agak usang. Keempat orang itu sedang
membahas rencana-rencana penelitian mereka saat Sandy kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lama amat loe Sand…”, ujar Tommy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gua kan sekalian nyebar angket? Paling nggak besok kita
tinggal ke balai desa untuk mengumpulkan hasil angket”, seperti biasa, Sandy
selalu bersikap lebih cekatan dari yang lainnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mantap bener professor kita satu nih..”, ucap Gea sambil
mengacungkan jempolnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh ya, si Ian mana?”, Tanya Tommy lagi. Yang lain langsung
mengalihkan perhatian mereka pada Tommy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ian? Ian siapa Tom?”, Cintya heran, dia tidak pernah merasa
ada mahasiswa di kelasnya yang bernama Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu yang punya nih rumah Cint… tuh dia lagi benerin kapal”,
jawab Sandy sambil menunjuk ke arah dermaga kecil di dekat mereka. Seorang
pemuda tampak sedang mengutak-atik mesin kapal. Ya.. pemuda itu adalah Ian sang
Silent Rose, hanya saja sekarang dia terlihat seperti nelayan muda dengan
pakaian lusuh dan topi jeraminya. Cukup lama Ian mengotak-atik kapal itu, dia
menutup kap mesin di belakang kapal lalu masuk ke ruang kemudi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
GRRREENNGGGG…..<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara mesin menyala memecah keheningan. Mesinnya terdengar
cukup halus dan terlihat baik. Ian melongok ke arah Tommy dkk lalu mengacungkan
jempolnya pertanda kondisi kapal baik-baik saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“cakep juga yang punya rumah...”, komentar Gea yang langsung
disambut dengan sorakan dari teman-temannya yang lain. Ian memandang sekumpulan
mahasiswa itu dari ruang kemudi kapal tanpa ekspresi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malam itu mereka sibuk menyiapkan form-form yang akan
disebar ke beberapa desa di pesisir pantai ini, Ian membantu memisahkan form-form
sambil sesekali ikut dalam candaan dan obrolan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“pasti berat ya? Mendapat kabar bahwa Ayah meninggal tapi
tidak bisa datang untuk pemakamannya?”, Gea berkomentar mendengar cerita Tommy
tentang Ian yang selama ini bekerja sebagai awak kapal Jepang dan baru bisa
kembali ke kampung halamannya setelah 8 tahun lamanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu sudah resiko pelaut”, jawab Ian sambil meneguk kopinya.
“tidak ada waktu yang bisa dibuang saat ada di atas laut”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jadi kamu baru menerima kabar tentang Ayahmu setelah 3 tahun?”,
Cintya bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas di depannya.
Ian menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayahku tidak meninggal disini...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejenak suasana berubah hening. Semua mata kini tertuju pada
Ian yang sedang melayangkan pandangan kosong entah kemana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“setelah mendengar kabar tentang tenggelamnya kapalku beliau
pergi melaut,tidak ada yang tahu kabarnya sampai teman sekapal Ayahku memberi
kabar pada kepala desa tentang kematiannya. Tapi sampai saat ini, tidak ada
bukti otentik bahwa beliau sudah mati”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keadaan hening semakin terasa saat semua orang yang ada
disana tampak tersihir dengan cerita Ian, semua mata memandangnya, menunggu
lanjutan ceritanya, namun Ian tidak melanjutkan bicaranya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“baiknya aku memeriksa kapal”, ujar Ian sambil beranjak menuju
dermaga, melepaskan diri dari keheningan yang terasa tidak nyaman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“orangnya kuat ya? Kelihatan jantan dan cool!”, komentar Gea
dengan mata berbinar-binar. Dimas dan Tommy langsung menyahutinya dengan
gurauan. Cintya tidak memperhatikan mereka bertiga, pandangannya kosong
sejenak, sebelum kembali sibuk dengan form-formnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Esok harinya adalah hari yang sibuk. Mereka berlima
berpencar untuk menyebar angket survey ke beberapa desa terdekat, sebagian
angket yang sudah disebar oleh Sandy hari sebelumnya dikumpulkan kembali.
Setelah petang, barulah mereka kembali ke rumah pantai milik Ian itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cintya dan Dimas adalah yang pertama kali kembali, disusul
oleh Sandy yang menyebar angket sendirian, tidak lama kemudian Tommy juga
sampai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lho? Tom? Gea mana?”, tanya Dimas saat melihat Tommy pulang
sendirian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tadi dia bilang ada yang ketinggalan di rumah Kepala Desa,
trus gua disuruh duluan”, jawab Tommy enteng sambil melenggang ke kamar mandi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pukul 20.00 malam Gea tak kunjung kembali, saat itulah
Cintya dan teman-teman lainnya mulai merasa risau. Kepanikan terjadi 30 menit
kemudian karena Gea belum juga pulang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tom? Gea ke Kepala Desa mana?”, Cintya terlihat risau
sambil sesekali memandang keluar jendela.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“gua juga ga tau Cin... dia bilang supaya gua pulang duluan
gitu aja..”, Tommy menjawab cuek sambil menyeruput kopinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Loe kenapa tega ninggalin cewek sih?. Ini kan tempat yang
asing buat dia, buat kita juga!!”, Dimas angkat bicara, nadanya meninggi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“trus gua kudu gimana??!! Cewek-cewek anggota organisasi gua
juga biasa jalan sendiri di gunung kok!! Tanya aja si Cintya!”, Tommy menolak
disalahkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia kan bukan anggota organisasi loe dodol!!”, Dimas
berdiri menghadap ke arah Tommy dengan gusar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“oke!!”, Tommy ikut berdiri. “kita susuri rute yang tadi gua
ma Gea lewati. Cintya loe bareng Dimas, Sandy loe ikut gua!!”. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka bergegas hendak keluar saat Ian masuk ke dalam rumah
karena mendengar nada Dimas dan Tommy yang seperti orang berantem. Saat Ian
bertanya apa yang terjadi Cintya menjelaskan situasinya. Saat itulah tiba-tiba
sebuah Land Cruiser hitam memasuki pekarangan rumah. Perhatian mereka beralih
ke sosok yang turun dari mobil itu. Seorang pria tua kurus berkulit gelap turun
dari mobil, diikuti dengan Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gea! Dari mana aja sih loe? Kita semua khawatir tau!”,
Cintya menyambut Gea yang tampak kelelahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sorry all... gua tadi sedikit nyasar”, jawab Gea sambil
tersenyum-senyum simpul. “Eh iya! Kenalin nih... Pak Boris, ajudan Pak Anton.
Dia yang tadi nganterin gua kesini”. Gea memperkenalkan pria tua yang
mengantarnya. Pria tua itu mengulurkan tangan menjabat tangan mereka satu
persatu. Cintya mempersilahkan Pak Boris masuk ke dalam rumah dengan sopan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pak Anton mengundang adik-adik sekalian untuk hadir di
jamuan makan malam besok malam, sekaligus membicarakan proyek akhir yang sedang
dikerjakan oleh kalian”, Pak Boris bicara dengan nada teratur. “pukul 7 besok
malam saya yang akan menjemput”. Tambahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“wah kayak apa aja kita pakai dijamu pak...”, Dimas
berkomentar. “tapi kita memang rencana mau kesana besok, membicarakan soal
survey lapangan yang rencananya dilakukan lusa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Boris mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari Dimas,
Cintya, Gea dan Tommy tampak menyimak dengan seksama. Tapi Sandy terlihat
sangat serius memperhatikan sikap Pak Boris.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“baik, begitu saja, saya jemput besok malam jam 7, soal
survey, baiknya adik bicarakan dengan Pak Anton saja langsung”, ucap Pak Boris
seraya beranjak pamit. Mereka berlima mengantar Pak Boris sampai mobil, tidak
lupa mengucapkan terima kasih pada Pak Boris yang sudah mengantarkan Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mobil meninggalkan halaman, sebuah senyum aneh tersungging
di bibir Pak Boris.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah itu, Gea beranjak ke kamar mandi, sementara yang
lain sibuk mempersiapkan form-form yang akan disebar esok harinya. Sandy tampak
asyik memilah-milah hasil angket yang sudah didapatnya hari ini, Ian membantu
mereka sambil sesekali melirik ke arah jarum jam. Tak lama kemudian Gea
bergabung dengan mereka. Tanktop kuning dan hotpants menjadi busana-nya malam
ini. tubuh seksi Gea yang setengah-basah membuat dia tampak sangat menarik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Laut itu kayak gimana sih Ian?”, tanya Gea dengan nada yang
sangat manja. Membuat raut wajah Cintya mendadak berubah jadi sebal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu bukan sesuatu yang pantas diketahui wanita”, jawab Ian
sambil tersenyum, Gea mencibir manja mendengarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jahat ih... jawabannya dingin gitu”, ujarnya makin manja.
Gea makin mendekatkan duduknya ke arah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Laut itu kejam... bukan sesuatu yang baik untuk wanita..”,
tambah Ian lagi, nadanya masih terdengar dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“gunung dan hutan juga kejam”, potong Cintya, nadanya
mencerminkan ketidak setujuan terhadap apa yang baru saja diucapkan Ian. “tapi
kami para wanita juga masih bisa menaklukkan gunung”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“daratan masih punya toleransi, tapi tidak laut”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jadi maksudmu cewek ga bisa naklukin laut gitu?!”, Nada
suara Cintya terlihat makin emosi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aku belum melihat ada yang bisa, khususnya cewek kota”,
jawab Ian tanpa merubah nada dan ekspresinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hello?? Ini udah abad 21!! Apa yang bisa dilakukan cowok
pasti bisa dilakukan cewek! Jangan sombong cuman karena hidup loe diberantakin
laut deh!!”, Cintya kini benar-benar emosi, sesaat dia menyesali kata-kata
menusuk yang baru saja keluar dari mulutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian hanya diam tidak menjawab. “maaf, aku permisi dulu”
ujarnya sambil beranjak meninggalkan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“loe kenapa sih Cint?”, hanya itu yang keluar dari bibir
Tommy setelah Ian pergi. Cintya tidak menjawab, dalam hati dia menyesal telah
mengungkit-ungkit soal masa lalu Ian, Cintya memang tidak suka jika ada cowok
yang mempermasalahkan perbedaan gender, dia menganggap kata-kata Ian tadi sama
saja dengan merendahkan wanita, maka dia membalasnya begitu saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada yang berkomentar tentang kejadian itu, semua diam.
Dimas dan Gea menatap Cintya dengan pandangan yang mengatakan 'kau ini
kenapa?'. Tidak lama setelah itu, suara deru mesin perahu terdengar bergerak
menjauh dari rumah itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kamar tidur dengan cat putih bersih yang menjadi kamar tidur
para cewek terlihat nyaman. Cintya sedang berbaring di atas kasur empuk dengan
sprei biru laut bermotif bunga matahari. Pintu kamar terbuka, Gea masuk dan
mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur, Lekuk sintal tubuh Gea tampak
‘panas’ dibalut dengan lingerie berwarna pink lembut yang dikenakannya malam
ini. Gea menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, tepat disamping Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Loe jahat banget sih tadi Cint..?”, Tanya Gea sambil
merapatkan tubuhnya ke Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“iye gua tau.. gua kelepasan aja itu”, Cintya tidak
mengalihkan perhatiannya dari ponselnya. “Sinyal disini suka ilang nih... kayak
kamu yang ngilang tadi. Kemana loe Ge?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm... want to know ajah”, jawab Gea sambil makin
merapatkan tubuhnya ke sebelah Cintya. “Ntar kalo gua ceritain loe malah
pengen...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cintya menoleh ke arah Gea. “Ihh.. apaan sih? Emang loe
habis gituan ya?”, selidiknya sedikit penasaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea merapatkan tubuh sexynya ke badan Cintya. “Tadi sehabis
si Tommy pulang gua minta bantuan Kepala Desa supaya polling gua disebarin ama
beliau. Tadinya beliau keberatan soalnya beliau kan cukup sibuk melaut. Karena
gua males banget kalo harus keliling-keliling kayak tadi gua ajak aja beliau
ML, asal dia mau bantuin gua”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eh busyet! Loe gila ya?”, Cintya berkomentar sedikit keras
namun tetap menunggu cerita Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.. sebenarnya sih gua penasaran ama barangnya si Kades”,
Tangan Gea mulai membelai perut rata Cintya. Cintya berusaha menepis, namun Gea
memberikan isyarat agar Cintya tetap diam. Gea sengaja bercerita di dekat
telinga Cintya dengan tujuan menggoda Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tadinya Kades menolak karena takut ketahuan istrinya,
lantas aku bertanya apa tidak ada tempat yang aman, dan beliau lalu mengajakku
ke sebuah gudang tempat menyimpan beras di belakang kantor desa. Disana ada
tiga hansip yang berjaga. Entah apa yang dikatakan Pak Kades kepada ketiga
hansip itu, yang jelas, salah satu hansip menyerahkan kunci gudang ke Pak
Kades. Aku dan Pak Kades berdua masuk ke dalam gudang itu sementara ketiga
hansip itu berjaga di luar seperti biasa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tangan Gea mulai merayap ke buah dada Cintya saat dia
melanjutkan ceritanya, Cintya tampak tidak menghiraukan tangan Gea. “Begitu
kami di dalam, Pak Kades yang hitam renta itu memelukku dari belakang dan
meremas kedua payudaraku seperti ini...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enngghh....”, Cintya melenguh pelan saat Gea mulai meremas
dada kanannya yang masih terbungkus T-Shirt. Dengan lihai Gea meremas dada
Cintya lembut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak lama kemudian, tangan Pak Kades sudah menyusup ke
dalam tank-topku, dan seperti yang loe tau, kulit tangannya yang kasar itu
segera bersentuhan langsung dengan payudaraku karena gua kan ga pake bra”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea menyusupkan tangannya ke dalam kaos Cintya, langsung
menyusup ke balik branya dan meremas bukit kembar Cintya dari dalam kaos.
Puting susu Cintya yang memang sensitif segera membawa kenikmatan baginya,
lenguhannya makin keras saat Gea memilin putingnya. Cintya sudah pasrah
terhadap perlakuan sahabat gilanya ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gua raba selangkangan Pak tua itu dan meremas batang
penisnya yang ternyata sudah tegang, aku hanya meremasnya beberapa kali, namun
Pak Kades tampaknya tidak sabaran, beliau langsung menarik tank-topku ke atas
dan membuangnya ke tumpukan karung beras, badan gua dia balik sampai berhadapan
dengannya, harusnya loe liat bagaimana wajah mupeng si Kades waktu dia lihat
dada gua. Pak tua itu langsung ngeremas dada kanan gua dengan kasar dan mulutnya
langsung nyosor ke dada kiri gua, kasar banget, tapi gua ngerasa enak
bangeet...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea mengangkat kaos yang dikenakan Cintya, Cintya
membantunya hingga kaos itu tanggal, tidak berhenti disitu, Gea segera
menanggalkan bra yang dikenakan Cintya, buah dada 34 C milik Cintya terpampang
menantang, Gea menggunakan jari-jarinya untuk meremas dan memilin kedua puting
Cintya bergantian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saat dia sibuk ngisep dada gua, gua lanjutin ngeremes
batangnya, nggak lama dia plorotin rok gua dan dia lepas CD gua, waktu itu gua
kaget karena pintu dibuka, tiga hansip yang jaga diluar ngeliatin gua yang lagi
di grepe-grepe ama si Kades”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa aba-aba, tangan Gea sudah menyusup ke balik celana
dalam Cintya dan memainkan klitorisnya. Cintya memejamkan mata, badannya
sedikit mengejang saat Gea memainkan klitorisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Begitu gua telanjang bulat, si Kades langsung buka
celananya, gua dibaringkan di lantai, trus tanpa nunggu meki gua basah, Pak
Kades udah ngarahin batangnya ke meki gua. Uuhh.. gua masih inget rasa sakit
campur nikmat saat punya si Kades itu maksa masuk ke meki gua yang belum
terlalu basah”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cinthya sudah tidak perduli dengan cerita Gea, kini dia
terpejam pasrah menikmati jari jemari Gea yang sudah bergerak keluar masuk ke
liang kenikmatannya, membuat vaginanya jadi semakin basah. Cintya tidak lagi
melenguh, kini dia mendesah keenakan, badannya bergoyang mengimbangi kocokan
jari Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gua gak akan lupa rasanya waktu punya si Kades ngejarah
meki gua, nafsunya gede tuh Pak Tua, doi nyodok kenceng dan keras banget, sampai
pegel rasanya punggung gua kena lantai gudang yang keras. Tapi jujur gua
nikmatin banget, apalagi tambah lama kocokannya tambah kenceng, bikin gua gak
tahan dan gua nyampe...”, Gea menghentikan ceritanya sejenak, mempercepat
kocokan jarinya di vagina Cintya, nafas Cintya tersengal-sengal, dia memeluk
erat sahabatnya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gak lama kemudian giliran si tua itu yang ngecrot, agak
kecewa juga sih karena ternyata dia gak cukup tahan lama. Dia genjot gua udah
kayak setan, dimasukin tuh barangnya dalam-dalam, waktu itu gua sadar kalo gua
lagi subur, gua minta dia keluarin di luar tapi Pak tua itu kayaknya gak
peduli, dia tumpahin semua pejunya di dalam meki gua, gua nyampe lagi waktu dia
semprotin, anget banget rasanya Cin...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cintya tidak menjawab lagi, nafasnya tersengal-sengal, dia
memandang ke arah Gea dengan sayu, Gea tau betul kalo sahabatnya ini meminta
orgasme lewat pandangannya. Gea melepaskan hotpants yang dikenakan Cintya
berikut dengan celana dalamnya dan memeluk tubuh telanjang Cintya sambil jarinya
terus bermain di titik sensitif di dinding kemaluan Cintya. Mereka lantas
berpagutan, larut dalam sebuah ciuman hangat dan panas sebelum akhirnya Cintya
mengerang tertahan, tubuhnya mengejang, pertanda dia telah mencapai orgasmenya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Loe udah lama gak orgasme ya Cin? Banjir banget”, komentar
Gea melihat banyaknya cairan yang keluar dari vagina Cintya. “Loe muna sih, gak
perawan aja masih aja gak mau ML. Gini nih akibatnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cintya tidak menjawab, nafasnya tersengal-sengal, dia masih
lemas akibat orgasme yang sudah lama sekali tidak dia rasakan. Gea beranjak
dari ranjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Loe tunggu aja disana, gua panggilin para cowok, loe harus
disodok tuh”, Gea beranjak pergi tanpa mengindahkan Cintya yang protes
tertahan. Bagaimanapun Cintya tidak mau ditiduri oleh cowok, apalagi temannya
sendiri, namun badannya terlalu lemas untuk bereaksi, dengan lemah dia menarik
selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Tidak lama setelah Gea pergi,
seseorang masuk ke dalam kamar. Cintya menoleh dan melihat Tommy menutup dan mengunci
pintu kamar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan senyum bengisnya, Tommy, ketua pecinta alam keturunan
Flores itu mendekati Cintya yang masih lemas karena orgasmenya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kata Gea loe butuh kontol Cint?”, ucapnya dengan nada
mengejek. Diam-diam Tommy memang suka menjadikan Cintya sebagai objek onaninya,
sayang dulu Cintya lebih dulu dekat dengan seniornya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Badan Cintya masih sangat lemas saat Tommy menyibak selimt
yang menutupi tubuh telanjangnya. Tommy menatap lekat-lekat ke setiap lekuk
tubuh polos Cintya sebelum menurunkan celana pendeknya, menampakkan penis
besarnya yang dalam posisi siap-guna. Tommy naik ke atas ranjang, Cintya
berusaha menggeser tubuhnya untuk lari namun sia-sia, tangan Tommy lebih cepat
menarik tubuhnya ke arah Tommy, dengan mudah Tommy menarik tubuh Cintya yang
masih lemas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Basah banget”, Komentar Tommy saat mengelus bibir lubang
kenikmatan Cintya yang masih lembab akibat cairan orgasmenya. Tommy menindih
tubuh Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bakal enak nih...”, Seringai Tommy sambil mulai menghisap
leher Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan Tom...”. Ujar Cintya lemah saat Tommy membuka kedua
kakinya dan mengarahkan penisnya ke lubang kenikmatan Cintya yang lembab. Tommy
menjawabnya dengan menjadikan penisnya, batang kejantanan kedua yang melesak
masuk, menikmati jepitan liang kenikmatan Cintya yang masih rapat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jauh di tengah laut, Ian tengah sibuk menata kembali jala
yang tadi digunakannya melaut. Meski dia bukan pelaut, dia harus total dalam
menjalankan peran yang dipilihnya demi misi kali ini. Pelaut yang tidak melaut
jelas akan menimbulkan banyak kecurigaan dari banyak pihak. Namun tentu saja,
Ian tidak sembarangan melaut. Dia tengah mempelajari topografi perairan yang
ada di sekitar situ, mempelajari celah-celah yang bisa dia gunakan untuk
memperlancar misinya kali ini. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengambil nightvision binocular dari laci kemudinya dan
melihat ke arah kilang minyak besar milik Antonius Handoko yang merupakan
targetnya kali ini. Ian memang tidak punya akses masuk ke kilang minyak
tersebut, namun dia telah membeli cukup informasi dari Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kilang minyak itu memiliki empat pompa raksasa yang
beroperasi selama 18 jam setiap harinya, dengan empat tanker yang terus
bergantian mengirim minyak mentah langsung ke Singapura. Kilang minyak itu
sekilas terlihat luar biasa. Namun, ijin pengoperasiannya didapat dari
kerjasama dengan pejabat korup, jika saja tidak bekerja sama, maka sudah pasti
ijinnya tidak diberikan dikarenakan hampir semua peralatan yang digunakan
adalah peralatan bekas yang sudah tidak layak pakai. Itulah yang menyebabkan
pencemaran terjadi di perairan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengenakan pakaian selam khususnya, dengan motor kecil
yang bisa dibawa seperti tas jinjing. Setelah melumuri pakaian tersebut dengan
Algaea, sejenis ganggang yang dikeringkan Ian masuk ke dalam air, mengeset GPS
pada motor kecil dan motor itupun membawanya meluncur dalam lautan, membawanya
ke sebuah pulau kecil tak berpenghuni yang juga milik Antonius Handoko.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Antonius Handoko membeli pulau itu dengan alasan akan
membangun silo penampungan minyak, namun rencana pembangunan itu dibatalkan
karena kondisi tanah pulau tersebut kurang begitu bagus. Namun Ian tahu ada
alasan lain terbelinya pulau itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke, air hitam sudah komplit, gak ada masalah! Sampai
pengiriman minggu depan!”, seorang pria berbadan tinggi kekar dengan brewok dan
tatto naga di lengannya menjabat seorang pria etnis cina berjas abu-abu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Senang berbisnis dengan kalian”, Ucap pria cina itu dengan
logat bahasa indonesia yang terdengar lucu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bahasa Indonesia kau makin bagus saja Mr. Tien!.
Hahahaha...”, pria bertato naga itu berkelakar, diikuti tawa rekan-rekannya
yang berpenampilan tak kalah seram.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Tien meninggalkan tempat itu menuju speedboat kecil
bersama beberapa orang yang mengenakan pakaian serupa. Boatspeed itu lalu pergi
menjauhi pulau. Pria bertatto naga itu membuka koper besar berwarna perak yang
ada di atas meja. Bubuk-bubuk putih yang diterjemahkan dalam kata sandi “air
hitam” terlihat rapi dalam bungkusan-bungkusan plastik transparan. Pria
bertatto itu mengambil sebungkus dan melemparkannya kepada rekan-rekannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yang itu untuk pesta malam ini!”, ujarnya disambut sorakan
dari rekan-rekannya. Kegaduhan itu baru berakhir saat terdengar dering ponsel
dari atas meja. Pria bertatto itu mengangkatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya Bos Anton, disini Jim”, jawab Pria bertatto yang
ternyata bernama Jim. “Semua lancar Bos, seperti biasalah... kalau aku yang
pegang semua pasti bereslah!. Bos Antonius Handoko tinggal duduk santai
sajalah”. Logat batak yang kental keluar dari bibirnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan semua kejadian itu terekam jelas dalam kamera jarak jauh
Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eenghh... ahhh...”, Tubuh lemas Cintya bergerak terdorong-dorong
oleh Tommy yang tengah menikmati tubuhnya dalam posisi doggy style. Meski dia
tidak menginginkan penis Tommy merojoknya, badan Cintya makin lemas karena
sudah dua kali Tommy membuatnya orgasme. Sedang sang ketua organisasinya
terlihat bersemangat menggagahi gadis cantik idamannya ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooohh... enak banget kamu Cin... Seret abis!.. hhh...”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tommy melenguh dan mendesah keenakan menikmati liang
kewanitaan Cintya yang sudah lama tidak dipakai. Tommy mendorong tubuh Cintya
hingga telungkup lalu menindihnya dari belakang. Penisnya yang besar dipompa
keluar-masuk lubang surgawi Cintya dengan sangat kencang, membuat gadis cantik
itu mengeluarkan erangan-erangan lemas. Dalam hati, Cintya sangat tidak rela
Tommy menikmati tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yup! Posisi penghabisan!”, Tommy mencabut penisnya dan
membalik tubuh lemas Cintya. Cintya sendiri sudah pasrah, Tommy menindih
tubuhnya sekali lagi dan melesakkan penisnya, seluruh badannya menindih rapat
tubuh gadis idamannya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooogh... waktunya nyiram rahimmu Cin...”, Tommy mempercepat
genjotannya. Mendengar apa yang diucapkan Tommy Cintya terbelalak dan berusaha
melepaskan diri, namun Tommy menindihnya kencang-kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tom... jang..ahh...nganh...”. Cintya mengiba, tubuhnya
terhentak-hentak akibat hujaman penis Tommy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bodddoo...aargghh....”. Tommy menggeram sambil melesakkan
seluruh penis besarnya ke liang peranakan Cintya. Cintya memekik, batang
kejantanan Tommy terasa penuh mengisi vaginanya, berdenyut, dan Cintya memekik
sekali lagi saat cairan hangat terasa memenuhi rahimnya. Dia orgasme seketika.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tommy mendiamkan penisnya di dalam vagina gadis cantik itu,
tidak peduli Cintya mulai menangis dan memohon agar Tommy segera mencabut
penisnya. Disetubuhi oleh Tommy saja dia tidak rela, apalagi kalau harus sampai
mengandung anaknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tommy mengatur nafasnya yang memburu sebelum mencabut
penisnya yang mengecil dan beranjak turun dari ranjang, mengenakan kembali
celananya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akhirnya kesampaian, memek loe lebih rapet dari punya Gea
Cin...”, Ujarnya sambil membuka kunci kamar dan meninggalkan Cintya sendiri di
kamar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cintya masih terbaring lemas, cairan kental hangat milik
Tommy terasa mengalir keluar dari bibir vaginanya. Dia masih memandang kosong
memikirkan apa yang baru saja dialaminya saat Dimas masuk ke dalam kamar dan
mengunci pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“jangan Mas...hikks..”, isak Cintya saat Dimas melucuti
pakaiannya dan mengarahkan batang kejantanannya ke lubang kenikmatan gadis
cantik itu. Lenguhan kenikmatan keluar dari mulut Dimas saat penisnya mulai
membelah kewanitaan Cintya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau yakin data itu aman?”, bisik Tommy pada Sandy di
sela-sela perjalanan mereka menuju kilang minyak tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lebih dari aman”, Sandy menjawab penuh percaya diri.
“Dengan ini, kita tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tapi juga mata
pencaharian penduduk di sekitar sini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gea, Cinthya dan Dimas terlihat asyik berfoto ria di geladak
kapal, dari ruang kemudi, Ian menatap sosok Cinthya yang beberapa kali sempat
mencuri pandang ke arahnya juga. Cinthya terlihat seksi dengan tanktop biru
senada dengan hotpants yang terbalut kain pantai bermotif bunga yang
dikenakannya. Rambut panjangnya bergerak ringan tertiup angin laut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tiiiiiiiiitttttt…….”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penunjuk GPS System yang terpasang di samping kemudi
berbunyi, pertanda bahwa kapal telah sampai ke titik koordinat yang dimaksud
pada SMS yang diterima Ian dari Boris. Ian menghentikan kapalnya perlahan, lalu
menarik tuas rem bersamaan dengan mematikan mesin, mengakibatkan terlihat bahwa
kapal berhenti akibat mesinnya bermasalah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?”, tanya Tommy ke Ian yang bergegas keluar dari
ruang kemudi. Ian mengangkat bahu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian tenang saja, aku akan memeriksa mesin”, jawabnya
sambil bergegas masuk ke ruang mesin di bawah geladak kapal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa kita berhenti?”, Cinthya datang menghampiri.
Rambutnya tergerai tertiup angin, membuatnya kelihatan makin cantik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada gangguan pada mesin”, jawab Ian kalem. “Aku akan
memeriksanya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian masuk ke ruang mesin dan mengunci pintunya, dia membuka
sebuah kotak berisi pakaian selamnya dan mengenakannya. Tidak ada orang yang
tahu bahwa kapal itu punya pintu rahasia yang langsung menuju ke laut lepas.
Ian menyelam ke dalam laut melalui pintu tersebut. Dia meninggalkan para
mahasiswa-mahasiswi itu. Kini, Ian hanya berharap pada kecerdasan Sandy agar
mereka dapat keluar dari posisi bahaya yang mengancam mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selang beberapa menit kemudian, sebuah suara terdengar
diantara deru-deru ombak lautan. Dari kejauhan terlihat sebuah helikopter
mendekat ke arah mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wah kebetulan nih, ada tumpangan”. Tommy beranjak hendak
keluar dari ruang kemudi namun Sandy buru-buru menahannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mending tetap disini”, ujar Sandy dengan wajah serius.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tommy menyingkirkan tangan Sandy di lengannya. “loe kenapa
si..”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Belum selesai Tommy bicara, suara rentetan senapan mesin
memecah ritme debur ombak, diikuti ledakan dari sisi belakang kapal. Kontan,
mereka langsung menunduk panik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ruang mesin!!”, teriak Sandy sambil bergegas membuka panel
di sudut ruang kemudi. “Tom! Dim!! Bantu gua!!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seolah tersadar, Tommy dan Dimas segera membantu Sandy
membuka panel yang merupakan pintu menuju ruang mesin. Setelah pintu terbuka,
Sandy memerintahkan mereka untuk masuk. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayo!! Kita cari Ian!!”, ujar Sandy panik, Cinthya, Gea,
Dimas dan Tommy segera bergegas mengikuti Sandy. Mereka berlari menuruni tangga
dan menemukan ruang mesin yang kosong, tidak ada tanda-tanda keberadaan Ian,
hanya sebuah sekoci kosong yang ada disana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sial!! Dimana tuh anak?!”, Tommy berseru panik. Sandy
bergegas mendekat ke arah sekoci. Baginya, sungguh aneh ada sebuah sekoci di
ruang mesin. Sandy memeriksanya dan tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dim! Tomm! Bantuin gua angkat sekoci ini!, kita berlindung
di balik sekoci ini!. Kenakan juga pelampung!”. Seru Sandy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa gunanya bersembunyi di balik sekoci?”, tanya Tommy.
Raut wajahnya sudah terlihat panik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sekoci ini tahan ledakan dari luar, ini bukan sekoci
biasa!”. Sandy buru-buru menjelaskan sambil kebingungan memeriksa sekeliling.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang loe cari San?”, Gea bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hiu!! Masalah kita yang tersisa tinggal hiu!. Perairan ini
banyak hiunya!!”, sekali lagi Sandy menunjukkan kelebihannya melakukan analisa
cepat di saat darurat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ganggang!! Pasti ada ganggang disini!! Ian menggunakannya
untuk menghalau hiu! Lumutkan di seluruh tubuh kita!”, Gea teringat ganggang
yang pernah dijelaskan oleh Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini!”, Anton membuka sebotol penuh serbuk hijau kering
berlabel ‘Ganggang’, dengan terburu-buru, mereka mengenakan pelampung, melumuri
tubuh mereka dengan ganggang dan berkerumun di balik sekoci yang terbalik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rentetan senapan masih terdengar sebelum sebuah ledakan
menutupi suara itu. Mesin kapal itu meledak hebat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepertinya cukup…”, ujar Antonius Handoko sambil mengangkat
satu tangannya. Boris yang duduk di kursi belakang menghentikan tembakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalaupun ada yang selamat, Cuma akan jadi santapan hiu”,
tukas Boris yakin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita kembali ke rumah”, perintah Anton pada juru kemudi.
Helikopter itu berputar arah dan berbalik meninggalkan kapal yang tengah
terbakar hebat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa mereka sadari, ada sesuatu yang terbang mengikuti
mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Semuanya baik-baik saja?”, tanya Tommy sambil berusaha
membalikkan sekoci.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berkat sekoci berlapis baja tahan ledak itu mereka selamat,
bergantian mereka menaiki sekoci tersebut. Dimas mengambil sebuah papan kayu
yang belum sempat terbakar untuk digunakan sebagai dayung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kemana arah kita?”, Tommy bertanya. Sandy tampak serius memandangi
langit biru diatas mereka dan mencari matahari.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kesana…” jawab sandy mantap. “seharusnya ada pulau kecil
disana”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara itu, didalam helikopternya yang tengah dalam
perjalanan pulang, Antonius Handoko, Boris, dan seorang juru kemudi masih belum
menyadari bahwa tepat dibelakang mereka, mengikuti dengan jarak yang ketat,
sebuah helikopter RC yang telah diisi dengan bom. Tiba-tiba RC itu mempercepat
lajunya, menghantam baling-baling helikopter yang ditumpangi oleh Antonius dan
seketika meledak. menghancurkan helikopter dan penumpangnya dengan bom yang
dibawa oleh RC kecil itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cinthya dan kawan-kawan memang berhasil mencapai ke sebuah
pulau yang dimaksud Sandy, yang tidak diketahui oleh Sandy adalah pulau itu
sebenarnya tempat Antonius Handoko menyimpan Narkotika yang merupakan salah
satu bisnisnya. Sandy, Dimas, Tommy telah mati terbunuh oleh para preman yang
menjaga pulau itu. dan kini, kedua mahasiswi cantik itu dibawa ke sebuah gubuk
di tengah pulau.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Cantik juga...", ujar salah satu preman yang
mendapat keberuntungan menikmati kemolekan tubuh Gea.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tawa-tawa beringas dan jeritan-jeritan terdengar dari sebuah
gubuk di pulau kecil itu, di dalam sana, Gea tengah diperkosa beramai-ramai.
Seorang pria botak bertato tengan asyik menyetubuhi Gea di sebuah meja,
sesekali Gea menjerit lemah. Tidak jauh dari mereka. Cinthya meringkuk takut di
sudut ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Sebentar lagi cewek satunya tuh yang kita kerjain.
Hehehe…”, ujar pria brewok berbadan besar yang juga penuh tato.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria botak itu mengejang, membenamkan penisnya dalam-dalam,
pertanda dia sedang berejakulasi di dalam rahim Gea. Gea tampak lemas dan
pasrah. Cinthya meronta saat kakinya ditarik oleh salah seorang dari mereka,
tangannya berusaha menggapai pegangan dan… dia berhasil memegang sebilah
parang!. Dengan panik Cinthya menebas parang ke arah tangan pria yang
menariknya hingga putus, pria itu menjerit kesakitan, Cinthya bergegas panik
kabur dari gubuk itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“GOBLOK!! Siapa naruh parang disitu!! Kejar cewek itu!!”, perintah
pria botak bertato. Gerombolan pria itu segera menghambur mengejar Cinthya
keluar gubuk. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cinthya berlari tanpa tahu arah, dia berlari ke arah pantai,
saat dia menoleh ke belakang, tampak pengejar-pengejarnya semakin dekat.
Reflek, Cinthya melempar parang di tangannya, parang itu menancap tepat,
membelah dahi salah satu pengejarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak butuh waktu lama bagi Cinthya untuk terdesak, dia
putus asa, memejamkan mata, sekilas ingatannya kembali pada saat mereka sampai
di pulau yang ternyata adalah tempat bandar narkoba, bagaimana Sandy, Tommy dan
Dimas telah dibunuh oleh gerombolan ini. Bagaimana Gea diperkosa bergiliran
oleh mereka semua. Cinthya tersadar saat salah seorang dari pengejarnya itu
menjambak rambutnya dan menyeretnya di atas pasir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu jambakan di rambutnya mengendur….<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu laki-laki itu tersungkur dengan lubang di dahinya….<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cinthya tidak sempat bereaksi, dia hanya bisa memandang
tubuh-tubuh pengejarnya yang jatuh satu-persatu dan pasir yang mulai memerah
terkena darah. Setelah para pengejarnya jatuh, dia melihat sesosok pria
berjalan menenteng senapan laras panjang. Ian!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan katakan apapun”, ujar Ian sebelum Cinthya sempat
berkata-kata. “diam disini”. Ian lalu berjalan menuju gubuk tempat Gea
diperkosa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa jam kemudian, 7th Clover Café, Jakarta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cahaya remang di seisi ruangan kafe yang kosong tanpa
pengunjung itu membuat suasana terasa sedikit relax. Mr. Wise menyuguhkan
segelas cappucino ke arah Ian, wajahnya masih tanpa ekspresi, bahkan saat Ian
masuk bersama seorang gadis asing bernama Cinthya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa berantakan sekali?”, Mr. Wise berujar pelan sambil
mengelap beberapa gelas kacanya. Ian tidak segera menjawab, dia meneguk
cappuccino hangatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Entah”, jawabnya datar. “yang jelas, ini sudah terjadi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“oke aku tidak akan bertanya. Kau tahu aturannya, berkas
bukti kriminalitas Antonius Handoko sudah masuk ke meja polisi. Kekacauan di
pulau sudah kuurus, sekarang, apa rencanamu?”. Mr. Wise mengerling sedikit ke
arah Cinthya yang ada di meja sudut ruangan, masih tampak shock dengan apa yang
dialaminya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia…”, bibir Ian sedikit bergetar, dia sendiri bahkan tidak
tahu kenapa dia malah memutuskan untuk menarik pelatuk demi menyelamatkan gadis
ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia tahu identitasmu sebagai Silent Rose. Kau harus membunuhnya,
kecuali kau mau mengambil resiko”. Wise memotong ucapan Ian. Kini ia tampak
sibuk dengan botol-botol wine nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia sebatang kara, aku ambil resiko itu. Dia akan
bersamaku”, jawab Ian lirih. sekali lagi dia merasa telah mengambil keputusan
yang irasional.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia tak bisa bersamamu sebagai dia yang dulu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu”. Ian menyulut rokoknya, tampaknya dia sudah mulai
menyerah dan menerima keputusan aneh yang dibuatnya sendiri. “Aku butuh
identitas baru untuknya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm…” Wise menggumam sejenak. “itu bukan permintaan yang
bisa langsung disiapkan begitu saja Rose…”. Wise meletakkan kain serbetnya.
“Tapi aku punya identitas yang cocok untuknya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berapa harganya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak perlu membayarnya dengan uang, aku hanya minta
maafmu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Maaf?!”, Ian mengernyitkan dahinya. dia telah merasa
cukup aneh hari ini, dan kali ini jawaban Mr. Wise terdengar jauh lebih aneh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saat kau menjalani pendidikan di Jerman, Ayahmu menikah
lagi dengan seorang gadis Tasikmalaya, dan dikaruniai seorang anak perempuan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa?!", nada suara Ian sedikit tinggi. "aku punya
adik perempuan?! Kena..”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ibu dan anak meninggal dalam kecelakaan Bis, saat sang anak
berusia lima tahun”, Wise memotong. Ian terdiam, pernyataan Wise Crow
membungkamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku menyembunyikan hal ini atas permintaan mendiang Ayahmu.
Aku bisa memberi gadis itu...”, Wise mengerling ke arah Cinthya. “identitas
adikmu, jadi kalian bisa tinggal serumah sebagai kakak-adik”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian terdiam, pikirannya masih terbawa beberapa kejutan yang
tadinya tak diharapkannya. Dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya Ian setuju
bahwa itu adalah identitas terbaik untuk menjaga kerahasiaannya dan
Association.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“beri dia terapi agar bisa sembuh dari traumanya, mungkin
dia bisa berguna untukmu, dia gadis yang cantik”. Komentar Wise sambil
memandangi Cinthya. “Akan kusiapkan identitas barunya sebagai adikmu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapa nama adikku?”, tanya Ian sambil meneguk Cappucino
nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise terdiam sejenak. “Eva… Evangeline Irene”. Jawabnya
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Case 02 - END<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Langit tampak cerah pagi itu, meski udara tidaklah segar.
Gas-gas buangan kendaraan bermotor memenuhi udara dengan lamban namun pasti.
Ian sedang menikmati secangkir kopi di halaman belakang rumah peninggalan
Ayahnya, Silent Rose generasi pertama. Rumah mewah di kawasan perumahan di tepi
kota Jakarta ini adalah tempat dia dibesarkan, sebelum pada usia 10 tahun, dia
mengikuti karantina pendidikan di pusat pelatihan Association di Braunschweigh,
Jerman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Meski dari luar hanya terlihat seperti rumah mewah biasa,
rumah itu penuh dengan kejutan. Ian adalah generasi keempat yang ikut ambil
bagian di Association, kakek buyut dan kakeknya, adalah pembunuh bayaran yang
cukup ekstrim, dengan codename : Bleeding Rose. Entah mengapa Ayahnya berhenti
menggunakan codename itu dan merubah metode kerja sehingga menyandang codename
: Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum geli kala ia ingat bagaimana ia terjebak di
ruangan tertutup di samping dapur ketika ia masih berusia tujuh tahun. Kala itu
ia penasaran dengan larangan Ayahnya untuk masuk ke ruangan dengan pintu bercat
biru-kuning yang ada di samping dapur. Ia lantas membuka pintu dan masuk ke
dalam ruangan tersebut, namun tiba-tiba, seluruh ventilasi ruangan tertutup
hingga ruangan itu menjadi sangat gelap. Beberapa menit kemudian ruangan itu
menjadi terang kembali karena lampu yang menyala, namun, Ian tidak menemukan
satu pintupun di dinding.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian sempat menangis dan menghabiskan waktu berjam-jam dalam
ruangan itu sebelum sang Ayah membuka pintu yang ternyata bermotif sama dengan
dinding bagian dalam ruangan tersebut. Setelah peristiwa itulah sang Ayah lalu
menceritakan beberapa rahasia tentang rumah dan profesi asli Ayah serta
kakeknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejak kecil, Ian hanya tinggal dengan Ayahnya, Hutomo Airul,
yang lebih sering dipanggil dengan ‘Tom’. Ibunda Ian, Asha Putri, menghembuskan
nafas terakhirnya beberapa menit setelah melahirkan Ian. Dia tidak pernah
melihat sosok Ibunya selain dari foto besar yang terpajang di ruang keluarga. Foto
yang kini entah ada dimana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lamunan Ian terhenti saat ia mendengar langkah seseorang, ia
menolehkan kepalanya dan melihat Cinthya, yang sekarang menjadi adiknya dengan
nama Evangeline Irene berdiri di ambang pintu belakang, Eva tampak cantik
dengan baju sutera tipis berwarna putih dengan motif mawar kepunyaan mendiang
Ibunda Ian. Ian tersenyum, mengambil cangkir kopinya dan beranjak dari
duduknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah bangun rupanya”, Ian berjalan mendekati Eva. Eva
hanya mengangguk. “Kau lapar?”, Eva menggeleng pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sudah sebulan Eva tinggal di kediaman Ian, namun masih belum
banyak bicara, shock yang dialaminya atas kejadian tempo hari sepertinya
benar-benar sulit untuk disingkirkan. Awalnya, Ian sedikit risih dengan
keberadaan Eva. Bagaimanapun, kehadiran orang lain selain dirinya sendiri.
Namun beberapa hari terakhir ini Ian sudah mulai terbiasa. Tatapan mata Eva
bukan lagi tatapan penuh ketakutan seperti yang dilihat oleh Ian saat berada di
pulau penuh sindikat narkoba. Kini, tatapan Eva terasa lebih lembut dan normal.
Entah mengapa hal itu memberi kelegaan tersendiri di hati Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kruyuuukk…. Sebuah suara keluar dari perut Eva. Ian
tersenyum mendengarnya, “kamu ini…”, ucap Ian sambil mengelus ubun-ubun kepala
Eva. Ian lalu bergegas mengambil celemek dan beberapa butir telur dari lemari
es.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tunggulah di ruang makan, kita sarapan bersama. Aku sudah
lapar menunggumu”, ucap Ian sambil menyiapkan penggorengan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva berjalan menuju ruang makan, beberapa hari yang lalu,
perasaanya seperti kosong-hampa. Masih dapat dia bayangkan apa yang dia lihat,
saat para preman itu menembaki teman-temannya, memperkosa Gea di depan matanya.
Eva masih dapat mencium bau anyir darah yang keluar dari tangan yang ditebasnya
menggunakan parang. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perasaan kosong itu memuncak saat dia terpojok, saat
satu-persatu pengejarnya tumbang, saat Ian secara tanpa diduga muncul dengan
senapan di tangannya dan seketika gelap. Saat siuman, dia sudah berada di
sebuah kafe dengan Ian di sampingnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat Ian datang, menceritakan identitas aslinya dan
menawarkan beberapa opsi yang ada, Eva tidak bisa berpikir jernih, namun ada
kehangatan yang Eva rasakan di setiap tutur kata Ian, sesuatu yang membuat isi
di dalam dadanya bergejolak. Akhirnya, Eva memutuskan untuk mengikuti kemauan
Ian, orang yang telah menyelamatkannya. Dia setuju untuk tinggal dan membantu,
menurutnya itu lebih baik daripada berhadapan dengan polisi, lagipula, tidak
ada keluarga yang menunggunya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak berapa lama kemudian, Ian datang membawa baki berisi
dua piring telur mata sapi dan dua gelas susu. Mereka memulai sarapan<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Belum terbiasa dengan semua ini ya?”, tanya Ian di
sela-sela sarapan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“nggak juga…”, Eva menjawab lirih. “ini sudah pilihanku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bukan pilihan mudah memang, tapi jika bukan ini yang kamu
pilih, aku harus melenyapkanmu”, Ian berkata dengan nada datar, tanpa
mengalihkan perhatian dari telur mata sapinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kenapa menolongku?”, Eva bertanya dengan tiba-tiba. Ian
menghentikan makannya sejenak dan memandang Eva. “kenapa tidak membiarkanku
mati seperti yang lain?”, tanyanya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keheningan menyelimuti mereka sejenak. ‘kenapa?!... Ya!
Kenapa?!’, pertanyaan itu juga muncul berulang kali di pikiran Ian. Namun dia
tidak menemukan jawaban yang rasional untuk itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“entahlah…”, jawab Ian sambil kembali menyantapnya.
“insting…, kupikir aku menolongmu hanya karena insting”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“insting?!”, Eva mengernyitkan dahi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mungkin aku punya perasaan khusus padamu… mungkin… cinta?!”,
Ian menyerah dan menjawab sekenanya tanpa mempedulikan wajah Eva yang memerah
akibat jawaban asal-asalannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menyibukkan diri dengan sarapannya, berusaha menutupi
rasa groginya atas jawaban tak terduga yang dilontarkan Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku adalah Silent Rose…”, Ian meletakkan alat makannya.
“dan aku tidak pernah mempedulikan orang lain di luar targetku. Jadi jika aku
menyelamatkanmu saat itu, aku juga tidak tahu kenapa. Hanya saja…”, Ian
menghentikan kata-katanya, memandang jauh ke luar jendela. “Hanya saja, ada
bisikan yang kuat di dalam kepalaku untuk melakukan itu, dan aku lakukan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kepada siapa kalian bekerja? Dan untuk apa?”, Eva mulai
menyelidik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika aku ceritakan, apa kamu tahu resiko dari pengetahuan
yang kamu dapat?”. Ian menatap tajam pada Eva. “Dengar Eva, semakin sedikit
yang kamu tahu, itu semakin baik untukmu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian beranjak dari kursinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh ya”, ujar Ian ketika melewati Eva. “Tolong cuci
piringnya”. Katanya sebelum berlalu menuju ruang kerjanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian melihat rak buku bergaya eropa kuno yang ada di ruang
kerjanya. Entah sudah berapa tahun rak itu ada disana, buku-buku hard cover
yang tebal tersusun rapi di dalamnya. Namun, jika diperhatikan dengan seksama,
hanya ada beberapa buku yang tampak tidak tersentuh oleh debu. Ian menarik
salah satu buku berwarna merah dengan tulisan “Enemy of Public”, dan sebuah
pintu rahasia muncul di sisi rak tersebut. Ian melangkah masuk ke dalam ruang
rahasia itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tangga yang terbuat dari batu-batu sungai yang disusun itu
terlihat bersih, cukup licin, butuh skill tertentu agar tidak tergelincir
ketika melewatinya. Tangga itu menuju ruang bawah tanah, ruangan yang sudah
beberapa generasi difungsikan sebagai ruang kerja untuk menyusun strategi,
informasi, dan menyimpan peralatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah
case. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejak Antonius Handoko, Ian belum beraksi lagi. Dia
menghabiskan banyak waktunya untuk menemani Cinthya yang kini bernama Evangeline
Irene. Ian berencana untuk membuat Eva menjadi berguna baginya. Menjaga dan
merawat rumah yang kerap kali ditinggal saat menjalankan Case.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menepukkan kedua tangannya, seketika lampu di ruangan
itu menyala terang. Ruangan bawah tanah yang cukup besar, dengan dua buah
whiteboard besar di salah satu sisi dinding ruangan itu, sisi-sisi dinding
lainnya dihiasi banyak lukisan-lukisan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian berjalan dan berhenti di sebuah lukisan besar yang
menggambarkan tiga orang wanita yang tengah menyiram bunga mawar merah. Ian
menekan gambar mawar dilukisan tersebut, beberapa detik kemudian, lukisan itu
terbelah menjadi dua dan menampakkan sebuah lemari kaca berisi senjata di
baliknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian memasukkan kode untuk membuka lemari kaca tersebut dan
mengambil sebuah senapan laras panjang M24A2s berwarna merah marun dengan
ukiran mawar di gagangnya buatan Remington yang telah dimodifikasi khusus
dengan silencer dan nightvision binocular. Senjata yang juga digunakan oleh
Ayahnya ketika masih hidup. Senjata ini dipesan khusus oleh Ayahnya dan
dimodifikasi oleh sang Ayah sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika sedang asyik memeriksa senjatanya, Ian seketika
menyadari kehadiran orang lain di ruangan tersebut. Dengan sigap Ian berbalik
dan mengarahkan M24A2s nya ke sosok lain di ruangan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah!!”, Eva memekik terkejut ketika Ian mengarahkan senjata
padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kamu bisa masuk kesini?”, Ian masih mengarahkan
senjatanya ke arah Eva, meski dia sadar kalau senjata itu tidak berpeluru.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sedang membersihkan rak buku di tempat kerjamu dan
tiba-tiba sebuah pintu terbuka…”, Eva menjelaskan dengan sedikit takut. Senjata
yang diarahkan Ian padanya, adalah senjata yang sama saat berada di pulau.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menurunkan senjatanya setelah ia melihat Eva memegang
kemoceng di tangannya, bukti bahwa ia sedang bersih-bersih. “Maaf, itu tadi
reflek”. Ujarnya sambil meletakkan kembali M24A2s nya ke lemari kaca.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memandang isi lemari kaca tersebut, ada banyak senjata
di dalamnya selain M24A2s, satu buah pistol Beretta U22 Neos 7”, dua buah
pistol pendek Beretta PX4 Storm, dan sebuah senapan laras panjang XM2010 ESR.
Eva memandang semuanya dengan wajah kagum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini adalah teman-temanku” Ian memecah pandangan Eva yang
menerawang. “Kau mungkin sudah melihat M24A2s yang dulu aku gunakan, tapi
kadang aku juga menggunakan ini”, Ian meraih XM2010-ESR dan menunjukkannya pada
Eva. Ian lalu menjelaskan senjata-senjatanya yang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi, Ayahmu juga menggunakan senjata itu?”, tanya Eva
setelah penjelasan singkat dari Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kecuali XM2010-ESR, itu aku yang membelinya”. Jawab Ian
singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Senjata itu telah turun-temurun di keluargamu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum mendengar pertanyaan Eva, dia lantas
menggeleng pelan. “Kakek dan kakek buyutku tidak pernah menggunakan senjata api.
Metode yang mereka gunakan pun berbeda dengan aku dan Ayahku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian bergerak ke sisi lain dinding dengan lukisan seorang
penari india di taman bunga mawar, Ian menekan sebuah tombol rahasia di pusar
sang penari. Lukisan itu bergeser ke atas, etalase kaca lain ada di dalamnya,
berisi dengan beberapa pisau berukuran kecil, dan beberapa pasang sarung tangan
panjang berwarna coklat, hitam, putih dan merah marun. Di setiap sarung tangan
itu, terdapat ukiran mawar dengan warna emas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini senjata yang digunakan kakek dan kakek buyutku, mereka
membunuh target secara langsung”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sarung tangan itu untuk menutupi sidik jari?”, Eva bertanya
lebih dalam. Ian menggeleng sekali lagi, mengambil sepasang sarung tangan
panjang itu dan mengenakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini adalah alat utama Bleeding Rose, codename untuk Kakek
dan kakek buyutku..”, Ian memegang pundak Eva dan mengarahkan sarung tangan itu
ke leher Eva. Dan secara mengejutkan sebuah pisau panjang tanpa gagang keluar
dari bawah sarung tangan itu, berhenti hanya beberapa centimeter dari kulit
leher Eva yang putih mulus. Eva hanya mampu memekik tertahan tanpa bisa
menggerakkan seujung jaripun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian melepas dan mengembalikan sarung tangan itu pada
tempatnya, lalu bergerak ke arah lukisan bergambar kolam kecil dengan mawar di
tengahnya. Sekali lagi, Ian menekan tombol tak terlihat yang ada di mawar
tersebut. Kali ini, lukisan itu tidak bergeser atau terbelah, namun beberapa
laci keluar dari dinding dibawah lukisan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayahku lebih tertarik dengan ini ketimbang senjata-senjata
tajam itu”, Ian menunjukkan laci yang penuh dengan botol-botol kecil. Belum
sempat Eva bertanya, Ian mengambil sebuah botol kaca berwarna merah. “Deadly
Orchid, racun buatan Ayahku, membunuh dengan alami dan tidak terdeteksi, tidak
berbau, tidak berasa, tanpa gejala khusus seperti tercekik dan lain sebagainya.
Beginilah cara yang digunakan Silent Rose”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva hanya mengangguk, kebingungan tampak jelas di raut
wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau boleh membersihkan seisi rumah ini, tapi jangan sentuh
apapun di ruangan ini”, jelas Ian sambil menutup kembali laci dan
etalase-etalase yang terbuka. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Banyak jebakan di rumah ini, terutama di ruangan ini. Aku
minta kamu berhati-hati”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Smartphone milik Ian tiba-tiba bergetar, Ian membuka e-mail
yang masuk ke smartphone-nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
From : Lazy Frangipani<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Subject : HELP<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose, semua sudah siap, kini aku butuh bantuan yang
pernah kau janjikan 10 tahun yg lalu. Case nomor 4a9951e sudah dibuka kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
ASAP.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
‘Lazy Frangipani’? dalam bahasa Indonesia itu berarti Bunga
kamboja yang malas. Kata sifat diikuti dengan nama tumbuhan adalah kode yang
diberikan oleh Association kepada para pembunuh bayarannya. Ian mengernyitkan
dahinya cukup lama membaca email tersebut. Sepuluh tahun yang lalu, dia masih
belum menyandang gelar Silent Rose. Itu artinya yang menjanjikan sesuatu pada
Lazy Frangipani adalah Silent Rose sebelumnya, yaitu Ayahnya. Apa yang
dijanjikan oleh sang Ayah?!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian masih belum bergeming, membaca kembali susunan kata demi
kata yang ada pada email tersebut, seakan dia telah melewatkan sesuatu yang
penting. Tiga tahun sudah dia menyandang gelar Silent Rose, selama itu juga dia
selalu mencoba mengumpulkan data demi data tentang Ayahnya. Silent Rose sebelumnya
meninggal dalam suatu Case untuk membunuh seorang kepala polisi senior yang
berpengaruh, itu yang dia ketahui. Tapi apa yang dilakukan Ayahnya sebelum
meninggal? Ian tidak dapat menebaknya. Dan firasatnya kali ini mengatakan email
ini dapat menjadi petunjuk baginya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada sesuatu?”, Eva mengejutkan Ian yang sejenak larut dalam
dunianya sendiri. Eva memandangnya heran, Ian menggeleng dan tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah, tidak apa-apa. Ada tugas untukku, bisa kau jaga rumah
dan berjanji untuk tidak masuk ke ruangan ini atau ruangan berbahaya lain?, kau
akan tetap aman selama ada di wilayahmu. Kamar, ruang tengah, teras belakang,
dan dapur. Oke?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengangguk mengerti. Ian membawa Eva keluar dari ruang
kerjanya dan memintanya kembali ke kamar. Setelah memastikan Eva masuk ke dalam
kamar, Ian bergegas mengambil jaket kulit hitam dan menyambar kunci mobil yang
tergeletak di atas meja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Juna tidak teralih saat denting lonceng yang
digantungkan di atas pintu terdengar, ia bahkan tidak menyadari saat Ian masuk,
menaruh jaket kulitnya dan duduk di bar tepat di belakangnya. Juna sedikit
terkejut saat Ian mencolek lengannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“eh… maaf mas”, ucap Juna sedikit gagap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Serius amat?”, Ian mengalihkan pandangannya ke sesuatu yang
menarik perhatian Juna. Juna buru-buru berusaha menyembunyikannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku bukan orang baru disini, untuk apa menyembunyikan layar
yang merekam aktifitas di ruang kerja Pak tua itu?”, sergah Ian, kata-katanya
membuat Juna mengurungkan niatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di layar televisi kecil itu tampak jelas apa yang terjadi di
ruangan, seorang gadis tampak melenguh, tubuhnya terlihat mulus tanpa sehelai
benangpun, gadis itu tengah berpegangan pada sebuah meja, membuat kedua
payudaranya bergelantung indah, sedang di belakangnya, si Tua Wise Crow tampak
asyik menggenjot gadis itu dalam posisi doggy style.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Masih kuat juga Pak Tua itu…”, komentar Ian melihat apa
yang ditampilkan di layar kecil itu. Ini memang bukan pertama kalinya Ian
melihat hal seperti itu, setidaknya sebulan dua kali, Wise Crow pasti
melampiaskan kebutuhan biologisnya pada gadis yang berbeda-beda. Tapi yang kali
ini, terlihat lebih muda dari biasanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“yang dipakai Pak Tua itu… teman kuliahmu?”, selidik Ian
setelah melihat mimik wajah Juna yang sedikit janggal. Juna mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Adik angkatan, Mahasiswa baru, lagi butuh uang”, tanpa
diminta lebih lanjut Juna menjelaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cih… sepertinya aku harus menunggu sedikit lama, Pak Tua
itu cukup tangguh dalam hal ini. Aku akan merokok di meja sudut sana”, Ian
menunjuk sebuah meja di sudut lalu beranjak ke arah sana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di dalam ruangan kerja Wise Crow, Rinda, gadis semester satu
yang baru saja diputuskan pacarnya dan mengalami masalah ekonomi melenguh
setiap si Tua Wise Crow menusuk vaginanya dengan penis. Pria tua itu sudah satu
kali ejakulasi, dan ini adalah ronde keduanya, sesuai dengan perjanjian awal,
Rinda melayaninya selama dua ronde dengan menggunakan kondom. Satu-satunya hal
yang tidak diketahui oleh Rinda adalah Wise Crow telah melepas dan membuang
kondomnya dengan cepat ketika mereka berpindah ke posisi doggy style.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh….aahh..ahhh…”, desahan demi desahan meluncur keras dari
gadis molek yang tengah dilanda kenikmatan ini, dia sudah orgasme sekali dan
kini dia ada di ambang orgasme keduanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow yang cukup berpengalaman, memegang pinggang sexy
Rinda dengan kedua tangannya, menjadikannya poros yang membuat tusukannya
terasa lebih cepat, dalam dan bertenaga. Nafasnya memburu, berbaur rapi dengan
kenikmatan yang dia rasakan dari vagina gadis delapan belas tahun ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh… Akku… aaahhh!!”, Rinda menyerah, orgasme menyerangnya,
tubuhnya bergetar hebat, berkelonjotan tertahan, ini orgasme terhebat yang
pernah dicapainya, pacar yang memutuskannya tidak pernah memberinya orgasme
sehebat ini. Rinda melenguh sekali lagi, nafasnya tak teratur, Mr. Wise
membiarkannya beristirahat sebelum beberapa detik kemudian kembali
menggenjotnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rinda hanya bisa pasrah sambil berusaha melihat sosok tua
yang menyetubuhinya sekarang, pompaan penis Mr. Wise semakin kencang, membuat
Rinda menjerit kecil. Hingga akhirnya Mr, Wise menekan seluruh penisnya dan
menggeram kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“App…!!!!”, Rinda terbelalak kaget, bukan karena tekanan
penis pak tua yang menyetubuhinya, namun lebih terkejut dengan semburan hangat
yang dia rasakan di rahimnya, saat itulah dia baru sadar bahwa Pak Tua yang
menyetubuhinya ini telah melepas kondomnya, dan kini menumpahkan benih di
rahimnya!. Raut wajahnya makin khawatir mengingat ini adalah masa suburnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise mencabut penisnya dengan tenang, raut kelegaan ada
di wajahnya, sebaliknya, Rinda kini terlihat khawatir, dia merasa telah
tertipu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lebih enak tidak pake kondom dan dikeluarkan di dalam”,
jawab Mr. Wise datar seolah membaca raut muka Rinda yang hendak protes. “Aku
yakin Juna juga akan setuju dan melakukan hal yang sama”. Tambahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksud Bapak?!”, Rinda protes.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Juna pasti melihat dari kamera di sudut itu, jadi sebaiknya
kamu layani juga dia, meski aku yakin Juna tidak akan sehebat aku. Sudahlah,
beberapa benih tambahan tidak akan mengalahkan sperma juaraku”, kata Mr. Wise
sambil mulai berpakaian dan membuka pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku nggak mau!”, Rinda menolak tegas, berusaha mengambil
pakaiannya, tapi dia kalah cepat, Mr. Wise lebih lincah dan tangkas dari dia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pakaianmu akan kukembalikan setelah Juna selesai mengisi
rahimmu”, jawabnya dingin sambil meninggalkan ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan Rinda baru saja tersadar, dia telah memilih jalan yang
salah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Juna! Giliranmu!”, Mr. Wise berkata dengan nada cukup
lantang. Juna terkejut dan salah tingkah mendengarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“M..maksud Mister?”, terlihat sekali kekagetan di wajah
Mahasiswa ekonomi itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sudah bosan memelihara seorang penonton, masuk dan
lepaskan keperjakaanmu itu! Atau kau mau melewatkan cewek secantik Rinda?”, Mr.
Wise mengambil gelas dan mengalirkan segelas air putih dan meneguknya. Juna
diam sejenak, terlihat bingung sebelum akhirnya dia melangkah ke ruang kerja
Mr. Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kau tidak terlalu keras memperlakukan seorang perjaka
seperti Juna?”, Ian berkata diantara kepulan asap rokoknya. “Laki-laki kan
seharusnya memilih kapan dan dengan siapa dia melepas keperjakaannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah!”, Mr. Wise tampak baru menyadari keberadaan Ian di café
itu. “Kau mengejutkanku, Rose. Bagaimana Eva?”, nadanya kembali tenang. Mr.
Wise mengambil selembar tissue dan membersihkan sebuah gelas kaca di dekatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia baik”, Ian mendekat ke bar, melirik ke layar kecil yang
menayangkan keadaan ruangan kerja Mr. Wise. Di layar tampak Juna sedang
berusaha memaksa Rinda untuk melayaninya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak suka pria yang terlalu lurus”, ujar Mr. Wise
melihat Juna yang susah payah membaringkan tubuh telanjang Rinda. “Mestinya dia
pukul kepala cewek itu, dengan begitu perlawanan pasti akan berkurang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak berkomentar, memang yang dikatakan oleh Mr. Wise
terdengar kasar, namun itu memang salah satu trik untuk memaksakan kehendak.
Tunjukkan siapa yang lebih kuat, dan ketakutan akan melemahkan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise menjauhkan matanya dari layar ketika dia melihat
Juna sukses melakukan penetrasi ke vagina Rinda. “Jadi? Apa yang bisa tua
bangka ini bantu, Silent Rose?, kau sudah siap memulai sebuah Case lagi?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“4a9951e…”,ujar Ian dingin, matanya menatap tajam bola mata
Mr. Wise yang masih tampak asyik dengan gelas dan tissue-nya. Perlahan bola
mata itu bergerak balik menatap Ian, Ian memalingkan pandangannya. ‘Percuma
mencoba membaca apa yang ada di kepala tua bangka ini’, gerutu Ian dalam hati,
dia paham betul, para Agen tipe B yang menyandang codename dengan pola nama
burung sebagai awal codename dan kata sifat sebagai akhiran adalah tipikal para
pemain psikologis yang tinggi. Mereka memang terlatih untuk menjadi seorang
informan sekaligus game-maker.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case lama sekali”, Mr. Wise mulai menunjukkan kepiawaiannya
dalam memainkan situasi. “Informasi apa yang kau butuhkan tentang case yang
mulai kadaluarsa itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tak biasanya kau bicara banyak”, Ian mencoba membalik
situasi sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, meski dia tahu itu mungkin tidak
banyak berpengaruh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise tidak menjawab, dia mencabut pena dari saku bajunya
dan menuliskan beberapa digit angka di atas tisu lalu menyodorkan ke Ian. Ian
membaca dan mengambil ponselnya untuk melakukan transfer dana sesuai yang
tertulis di tisu itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Done”, Ian menunjukkan tulisan yang tertera di layar ponsel
canggihnya. Mr. Wise tersenyum, senyum kemenangan yang membuat Ian sedikit
sebal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aku masih ingat detail kasus itu, dibeli tunai oleh Lazy
Frangipani dariku, entah darimana dia punya cukup dana untuk membeli kasus itu.
Yang jelas, seperti biasa, Lazy Frangipani selalu lama dalam menyelesaikan
kasus itu. Aku sendiri tidak tahu apa dia sekarang dia masih hidup atau tidak”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise mengambil gelas lain untuk dibersihkan. “sampai
sekarang case itu belum ditutup. Lazy Frangipani juga tidak ada kabarnya. Apa
kau tertarik untuk melakukan TOC?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menggeleng, TOC adalah singkatan dari Take Over Case,
dimana artinya seorang Agen membeli kembali case yang sudah hampir kadaluarsa
dengan catatan harus membunuh agen yang sebelumnya telah mengambil kasus
tersebut. Dalam hal ini, jika Silent Rose melakukan TOC terhadap case nomor
4a9951e yang telah dibeli Lazy Frangipani, maka Silent Rose juga harus memburu
Lazy Frangipani. Setelah agen sebelumnya mati, baru case dinyatakan closed.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Isi dari case itu?”, Ian mencoba peruntungannya dengan
pertanyaan itu, kecil kemungkinan seorang Wise Crow akan melanggar kode etik
dengan menjelaskan isi suatu case, kecuali jika Silent Rose telah menyatakan
TOC.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan memaksaku mengingatkan cara kerja Association”,
jawab Mr. Wise dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada case yang berkaitan dengan case 4a9951e?”, kali ini
Ian bertanya dengan jalur yang benar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise meletakkan gelasnya dan menatap Ian dalam-dalam.
“Silent Rose…”, ujarnya dingin. “Apa yang membuatmu tertarik dengan case
tersebut?”, tatapan Mr. Wise seakan membekukan dirinya, Ian dapat merasakan
dingin mulai menjalar ke tengkuknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak masalah kalau kau tidak menjawabnya”, Ian beranjak
dan bergegas pergi, mencoba lari sebelum Mr. Wise benar-benar membaca
pikirannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tunggu…”, Mr. Wise menahan kepergian Ian. “Ada case yang
memiliki ruang lingkup sama dengan case itu, tapi tentu saja, target berbeda”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menghentikan langkahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayo ke ruang kerjaku”, tambah Mr. Wise sambil melirik ke
layar dimana Juna baru saja mencabut penisnya dari vagina Rinda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
(bersambung.....)<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk ke sekian kalinya, Ian masuk ke ruang kecil yang penuh
dengan berkas-berkas di rak-rak tinggi. Hawa ruangan itu masi terasa pengap
meski AC telah diset ke suhu minimal. Lantai karpet terasa sedikit lembab
karena keringat, dan aroma sperma samar-samar tercium.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan salahku kalau kau tidak suka dengan keadaan ruang
kerjaku sekarang, kau hanya datang di waktu yang kurang tepat saja”, Mr. Wise
membakar tembakau di pipa hisapnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak masalah”, jawab Ian pelan seraya duduk di kursi yang
disiapkan untuk tamu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case ini baru dibuka dua hari yang lalu, tadinya aku mau
menawarkannya ke Hard Bougenville, kau tahu, akhir-akhir ini dia sedang
mengejar peringkat di Association”, Mr. Wise membuka lacinya dan mengeluarkan
sebuah map plastik berwarna biru tua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Orang tua itu… si Hard Bougenville, bukankah dia selalu
berantakan?”, Ian mencibir, ingatannya terlempar ke sebuah case pembantaian di
sebuah villa dimana Hard Bougenville lah pelakunya. Sepuluh rumah yang penuh
penghuni, para anak kecil yang tidak bersalah, dibunuh dengan kepala terpisah
dari badannya, dan diselipkan sekuntum bunga Bougenville biru di tenggorokan
masing-masing mayat. Cara kasar yang sangat menjijikkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Association melepaskannya dengan syarat, dia tidak dapat
menerima semua case, hanya beberapa case yang memang membutuhkan pembantaian
massal, atau atas rekomendasi Agen tipe B yang dipercaya seperti aku”, Mr. Wise
menjelaskan perihal Hard Bougenville yang sempat dibekukan oleh Association.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cih..”, ian mencibir, “kenapa tidak mereka musnahkan saja
psikopat menjijikkan seperti dia?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Agen tipe A yang beroperasi di Indonesia saat ini hanya ada
tiga, kan?. Kau, Silent Rose yang saat ini bisa dibilang sebagai ujung tombak
Association di Indonesia, Lazy Frangipani yang sampai sekarang tidak jelas
kabarnya, dan Cheerfull Jasmine yang lebih suka mengambil Case di luar negeri.
Secara teknis, hanya kaulah yang siap beroperasi, itu kenapa Association
berpikir Hard Bougenville masih dibutuhkan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ingatan Ian kembali terlempar ke sosok Cheerfull Jasmine,
sosok wanita berusia sekitar dua puluh tujuh tahun yang sangat menawan,
energik, dan lincah. Ingatannya kembali berputar pada pertemuan pertama mereka
di kafe ini. Dan yang paling membekas di ingatan Ian adalah lekuk tubuh Jasmine
yang membuat Ian melepas keperjakaannya. Sungguh suatu masa yang sangat layak
untuk diulangi kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“sebaiknya kau tidak banyak melamun atau case ini
benar-benar kuberikan ke Hard Bougenville”, ucapan Wise Crow mengembalikan
kesadaran Ian. Ian mengeluarkan berkas yang ada di dalam map biru di meja lalu
membacanya dengan seksama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pembalakan liar yang dilakukan di pulau milik pribadi”,
gumam Ian membaca berkas tersebut. “Aku tidak melihat hal itu akan merugikan
orang lain, toh itu pulau milik pribadi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seperti pulau pribadi milik Antonius Handoko?”, sindiran
Mr. Wise terasa sangat mengena, raut wajah Ian langsung berubah. “tidak akan
merugikan jika pulau itu adalah sarang para sindikat narkoba”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ada lagi? Setelah kita habisi sindikat demi sindikat?”, Ian
bertanya. Rasanya sudah banyak sindikat narkotika yang dia habisi, namun masih
saja ada sindikat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“yang kau potong hanya ranting”, jawab Mr. Wise ringan,
ekspresi wajahnya datar dan terasa sangat menyebalkan bagi Ian. Jika saja Ian
tidak terbiasa dengan sikap dingin Wise Crow, mungkin Ian sudah menggulung map
di tangannya dan menancapkan ke mata Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kenapa tidak ke akarnya langsung?”, Ian mulai sebal dengan
aksi Association yang dianggapnya terlalu membuang-buang waktu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“hoo… kau akan mencabut akarnya sehingga pohon itu tumbang
dan menghancurkan lebih banyak bangunan di sekitarnya?”, permainan psikologis
mulai dimainkan oleh Wise Crow, dia melipat kedua tangannya di atas meja.
“banyak sekali pembuat strategi handal di Association, mereka lebih tahu yang
terbaik daripada aku dan kamu, Silent Rose”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian terdiam, dia tahu tidak ada gunanya melanjutkan
pembicaraan ini, harus diakui, selama masa karantinanya, dia telah melihat
banyak sekali pertimbangan dan faktor yang dihitung sebelum mengambil sebuah
keputusan. Ian tahu sendiri, Association penuh dengan orang yang mampu untuk
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku ambil case ini”, Ian menjawab dengan tenang sambil
memainkan ponselnya. Beberapa detik kemudian, Ian menunjukkan isi layar kepada
Wise Crow, seperti biasanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terjual pada Silent Rose”, Mr. Wise terlihat puas.
“sekarang mungkin kau mau membeli informasi pendukung tentang case yang
ditangani Lazy Franginpani?, aku akan memberimu bonus hak untuk menikmati tubuh
Rinda, kau bisa jadi pria keempat yang pernah menikmatinya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku beli semua informasi yang kau punya, tunjukkan saja
harganya dan abaikan soal gadis malang itu, aku tidak berminat”, jawab Silent
Rose dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Name : Samuel Sofyan
Fondo <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Age : 23<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Status : Enviromental
Hazard<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Deathline : this
year<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Proof file :
attached<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Case Class : 92
STARS<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
-Handled by Silent Rose-<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pulau Iyu Kecil terletak di perbatasan Indonesia di selat
Malaka, sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni. Samuel Sofyan Fondo
membelinya secara ilegal dari pejabat pemerintahan, dan mendirikan sebuah rumah
peristirahatan pribadi yang cukup megah. Meski awalnya hanya digunakan sebagai
rumah peristirahatan, pada akhirnya Fondo malah menghabiskan waktu jauh lebih
banyak di pulau itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Samuel Fondo adalah pria keturunan Belanda, mewarisi harta
Ayahnya, seorang konglomerat yang tidak begitu menonjol di Indonesia. Dia
pandai memainkan perannya sebagai tokoh berpengaruh di belakang layar. Tidak
tampil mencolok, namun dibutuhkan oleh orang-orang sekitarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rumah peristirahatannya yang megah tampak sedikit
tersembunyi, dikelilingi beberapa pagar listrik bertegangan tinggi. Samuel
Fondo bukan orang yang teledor seperti Antonius Handoko, dia benar-benar
menjaga keamanannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan saat ini, Fondo tengah duduk di kursinya menikmati
anggur putih kesukaannya, sesekali dia memeriksa tumpukan berkas yang ada di
mejanya, di hadapannya, seorang laki-laki yang tampak jauh lebih tua darinya
duduk. Laki-laki itu mengenakan setelan jas hitam rapi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini hasil yang kita dapat dari bermain di kawasan putih,
Pak Bosman?”, Fondo menghempaskan dokumen yang tadi diperiksanya, beberapa
lembar terlempar hingga jatuh ke lantai. Pak Bosman hanya duduk diam tanpa
bicara melihat sikap bos mudanya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo menatap Pak Bosman dalam-dalam, seolah memperhatikan
setiap detail kerut yang ada di wajah tua itu. Pak Bosman sudah berusia lima
puluh tahun lebih, beliau adalah orang yang dapat dipercaya untuk menyimpan
rahasia. Namun, akhir-akhir ini produktivitasnya turun, mungkin karena usianya
yang sudah tua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau sudah mulai tua, Pak Bosman”, ujar Fondo sambil
tersenyum. “Kuakui, sangat sulit mendapatkan orang sepertimu, dapat dipercaya
dan mampu memberi solusi yang baik. Tapi harus diakui, pada akhirnya usialah
yang menang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kekhawatiran muncul seketika di wajah tua Pak Bosman, Fondo
tersenyum menyadari kekhawatiran itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saya masih mampu”, bibir Bosman sedikit bergetar saat
mengucapkan kalimat itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak bilang kau sudah tidak mampu, Pak Bosman”,
senyumnya semakin melebar. “Aku hanya bilang, mungkin sudah waktunya bagimu
duduk dan menjadi pemain di belakang layar bersama para direktor yang lain”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kata-kata itu tidak membuat kerisauan di wajah Bosman
memudar, selama ini dia memang mendengar tentang para direktor yang hidup dalam
kenyamanan yang terjamin. Namun, selama ini hanya itulah satu-satunya yang dia
ketahui tentang para direktor. Tidak satu kalipun dia pernah melihat
wajah-wajah yang disebut sebagai “para direktor”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saya rasa, belum waktunya bagi saya untuk menjadi direktor…
saya kurang pantas”, nada ucapan Bosman bergetar, bahkan kini dia terlihat
makin takut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sangat pantas menurutku”, Fondo membuka laci mejanya. “Kau
sudah waktunya memetik buah manis dari pengabdianmu selama ini pada mendiang
Ayahku, dan juga padaku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku rasa paman anda tidak akan setuju, tuan muda…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalimat Bosman terhenti tepat di saat sebuah pistol SIG
P2022 -yang biasa digunakan oleh polisi-polisi Malasyia- diarahkan tepat ke
depan keningnya. Fondo baru saja mengambil pistol tersebut dari dalam laci meja
kerjanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kalau kau bertanya langsung pada Pamanku di
neraka?”, Fondo berkata cepat seraya menarik pelatuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah letupan keras terdengar beberapa detik kemudian,
hanya beberapa detik sebelum sebuah peluru menembus tulang tengkorak Bosman.
Pak Tua itu terjengkang ke belakang, jatuh dari kursinya. Rambutnya basah,
basah seperti orang yang sedang keramas, keramas menggunakan darahnya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo muda menekan tombol untuk memanggil pelayan. Tidak
lama kemudian, seorang pemuda berkemeja putih dengan celana kain masuk ke dalam
ruangannya. Pemuda itu melihat mayat Bosman tanpa rasa terkejut, mungkin sudah
berkali-kali dia melihat pemandangan seperti itu, dan yang kali ini tidak
menjadi masalah baginya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anda memanggil saya, tuan Fondo?”, ucap pelayan muda itu
dengan sopan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bereskan, lima menit lagi aku mau semuanya sudah bersih”,
Fondo beranjak dari kursinya dan bergegas meninggalkan ruangan, sampai di depan
pintu, langkahnya terhenti. “dan hubungi Melanie, aku ingin dia menemuiku
disini malam ini”, tambahnya sambil berlalu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
BERSAMBUNG ke Case 03 Bag. 02 (kali ini beneran)<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Case 03 : Saksi hutan (bag. 02)<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Deru mesin dan deru ombak berbaur menjadi satu kala sebuah
kapal yacht berwarna biru berlogo FONDO – corp membelah lautan yang mulai
gelap. Matahari baru saja terbunuh di ufuk timur, membuat langit memerah seolah
terluka. Di salah satu ruangan pribadi di yacht itu, Eddy Arya, salah satu
relasi bisnis yang sudah lama sekali menjalin hubungan kerja dengan perusahaan
milik Fondo, duduk tenang di atas sofa, seorang gadis cantik sedang sibuk
berlutut di antara selangkangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesekali Eddy mengerang, tubuh gemuknya tampak sedikit
menggeliat, saat gadis itu memanjakan batang kejantanannya dengan lidah dan
hisapan-hisapan kecil. Eva, nama gadis itu, sedang memberi blowjob terbaik pada
orang kaya tua itu. Meski sebenarnya Eva sedikit risih karena Eddy bukan
satu-satunya pria di ruangan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ada tiga laki-laki lain selain Eddy di ruangan itu, satu
diantara ketiganya terlihat babak belur dengan beberapa lebam di wajahnya. Satu
pria lagi terlihat cukup berumur dengan badan besar yang penuh dengan otot.
Sedang satu pria yang tersisa adalah pemuda berbadan sedang dengan wajah yang
cukup tampan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengulum penis Eddy dengan penuh perasaan, setidaknya
itu dilakukannya untuk membuang rasa risih atas tatapan ketiga pria lain di
ruangan itu. Gadis cantik berambut panjang itu menggerakkan kepalanya naik
turun semakin cepat. Membuat Eddy memejamkan mata semakin rapat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ouhhh…”, Eddy menggeram ketika mencapai puncaknya. Dia
mencengkeram kepala Eva dan menyemprotkan cairannya langsung ke dalam
tenggorokan gadis cantik itu. Eva sedikit tersedak, bagaimanapun, ini adalah
sperma pertama yang ditelannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy mengejang selama beberapa detik, dan membiarkan seluruh
batang kejantanannya amblas ke dalam mulut Eva sebelum mencabutnya. Eva
tersungkur sambil sedikit terbatuk-batuk, beberapa cairan yang tak tertelan
menetes dari sudut bibirnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sedikit amatir, tapi sungguh luar biasa, cantik!”, kepuasan
tampak di wajah Eddy Arya. Eva masih meringkuk diam, T-shirt ketat berwarna
kuning yang dikenakannya sudah terangkat dekat leher bersama dengan bra yang
dikenakannya, membuat dua buah payudaranya terlihat naik-turun, kala dia mengatur
nafas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy tua itu memasukkan kejantanannya ke dalam celana, dan
memasang kembali resleting celananya. Melihat apa yang dilakukan oleh Eddy, Eva
mulai membenahi pakaiannya yang berantakan, namun Eddy menahannya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“oke nona manis, sekarang berdiri dan buka seluruh
pakaianmu”, perintah Eddy terdengar jelas. Eva sedikit terkejut, baru saja dia
pikir tugasnya selesai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva berdiri dengan sedikit ragu, memegang ujung kaosnya yang
sudah tergulung, berhenti sejenak dan mulai menarik kaos itu lepas lewat atas
kepalanya. Kaos itu terjatuh di samping kakinya, disusul dengan bra merah muda
yang dikenakannya. Kini, tubuh bagian atasnya telah telanjang, menampilkan
kedua buah dadanya yang membulat indah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu kini menyentuh tepi celana jeans biru tua yang sudah
terbuka saat Eddy mengobok-obok vaginanya. Eva menarik turun tepi celananya
hingga paha, berhenti sejenak dan melayangkan pandangan pada sosok di dalam
ruangan itu, sebelum menarik turun jeans itu hingga lepas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy menatap gadis itu sambil tersenyum nakal, sedang pria
lain di ruangan itu tidak melepaskan pandangan dari tubuh Eva saat gadis itu
menurunkan celana dalamnya hingga tak satupun benang menutupi tubuh telanjang
gadis itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva bergidik dalam hati, satu-satunya pengalaman telanjang
di depan lebih dari satu pria adalah saat dia mengalami perkosaan di pulau. Dan
bisa dibilang, inilah pertama kalinya dia menelanjangi dirinya sendiri di depan
beberapa pria. Tangannya bergerak reflek menutupi kedua payudaranya. Dapat dia
rasakan seluruh mata di ruangan itu menelusuri lekuk indah tubuh telanjangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wow”, pria dengan wajah penuh lebam tidak bisa menahan
kagumnya saat melihat tubuh telanjang Eva, nafasnya pria itu mulai terdengar
memburu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy beranjak dari sofanya dan mendekat ke arah Eva yang
berdiri diam dengan tubuh telanjang menghadapnya. Dengan lembut Eddy
menempatkan kedua tangannya di lekuk pinggang Eva, lalu membalikkan badan Eva.
Kini, Eva berhadapan langsung dengan tiga laki-laki lain di ruangan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuh Eva sedikit terlonjak saat tangan Eddy bergerak
meremas payudara kanannya, seolah memamerkan betapa kenyal dan padatnya buah
dada Eva ke tiga pria lain di depannya. Eva hanya diam saat Eddy memeluknya
dari belakang, dan meremas kedua buah dadanya di hadapan para pria itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejenak Eva melayangkan pandangan ke sosok di ruangan itu,
sebelum mulai memejamkan mata dan melenguh, menikmati remasan nikmat di buah
dadanya. Eddy mulai mencium tengkuk dan leher gadis itu sambil sesekali
memandang ke ketiga anak buahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria dengan wajah penuh lebam tampak terpana dengan apa yang
dilakukan oleh bosnya, nafasnya memburu, dapat dikatakan bahwa sekarang
penisnya pasti sangat tegang. Mata pria itu tampak tidak lepas dari buah dada
Eva yang sedang dipermainkan oleh Bosnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria tua kekar menunjukkan hal yang sama, meski terlihat
lebih tenang, namun nafas pria tua itu memburu. Pandangannya terlihat
bergairah, sesekali dia bergerak untuk membetulkan sesuatu di dalam celananya.
Sesuatu yang terlihat sedang berontak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pandangan Eddy terhenti pada sosok terakhir yang ada di
ruangan itu, pemuda itu terlihat begitu tenang, matanya memang terarah ke apa
yang dilakukan Eddy pada tubuh telanjang Eva, namun nafasnya sama sekali tidak
terlihat memburu. Raut wajah pemuda itu tampak biasa saja, seolah-olah dia
sudah sering melihat adegan seperti itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jari jemari Eddy kini bergerak ke bawah, menyentuh liang
kenikmatan Eva yang memang terlihat sangat terawat dan sempit. Eddy
menggerakkan telunjuknya menyusuri belahan vagina Eva, membuat Eva
menggelinjang kecil sambil mendesis nikmat. Tidak berhenti disitu, Eddy juga
menggerakkan ibu jarinya menyentuh gundukan kecil di bagian atas vagina indah
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah!”, Eva memekik tertahan saat merasakan ibu jari itu
menyentuh titik sensitifnya, memberi kenikmatan pada dirinya. Eddy terus
bergerak sambil memperhatikan reaksi ketiga anak buahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berapa kontol yang sudah masuk kesini?”, Eddy bertanya
sambil sedikit menekan bibir kewanitaan Eva dengan telunjuknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ungh…, baru satu”, jawab Eva jujur. Memang, hingga detik
ini hanya mantan kekasihnyalah yang pernah menikmati jepitan liang
kewanitaannya. Eva bukan gadis yang berpengalaman, hanya dua kali dia melakukan
hubungan seksual. Namun entah kenapa, dijamah di hadapan banyak pria memberikan
sensasi tersendiri yang membuatnya cepat bergairah. Sangat bergairah hingga dia
sedikit lupa akan peran yang dimainkannya dan menjawab pertanyaan itu dengan
jujur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau begitu sebentar lagi akan ada dua”, Eddy berkata
sambil menarik tubuh Eva ke belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy melepas pelukannya dari tubuh telanjang Eva dan membuka
kembali celananya. Batang kejantanannya belum tegang setelah melepaskan
muatannya tadi. Eddy kembali duduk di atas sofa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“hisap lagi”, perintahnya pada Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu kembali berlutut di sela-sela selangkangan orang
tua kaya itu, tangan lentiknya mengenggam lembut batang kejantanan pertama yang
memuntahkan isinya ke dalam mulutnya. Eva mulai mengocok penis itu dengan
lembut, sebelum memasukkan penis yang belum tegang itu ke dalam mulutnya dan mulai
menghisap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ouhh… nikmat hisapanmu nona cantik”, puji Eddy kembali
menikmati oral sex dari Eva. “Sekarang, sambil kontolku kamu hisap, memekmu
akan dimasuki kontol kedua”, Eddy melemparkan pandangannya pada tiga anak
buahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jakarta, 2 Hari sebelumnya<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva baru saja menyelesaikan makan malamnya saat Ian kembali
dari 7th avenue Café. Hujan mengguyur Jakarta malam itu. Ian melemparkan jaket
kulit hitamnya ke atas sofa di ruang keluarga, lalu berjalan ke arah Eva yang
masih duduk di meja makan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah makan?”, suara Eva terdengar lembut, meski dia masih
menatap Ian dengan sedikit ragu-ragu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Belum, kamu baru selesai makan?”, Ian memperhatikan
remah-remah makanan di tepi piring Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku buatkan sop bening dan nugget, tadi aku pakai bahan
makanan yang ada di lemari es”, Eva mengangkat tudung makanan yang ada di atas
meja makan. Semangkuk besar sop sayuran dan beberapa potong nugget tersaji
dibaliknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wah! Spesial nih!”, Ian tersenyum sambil duduk di hadapan
Eva. Ian mengambil nasi dan mulai menyendoki sop serta mengambil dua potong
nugget. Setelah itu, Ian memandang tajam ke arah Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa?”, tanya Eva heran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nggak keberatan kalau aku minta kamu makan sop dan sepotong
nugget di depanku kan?”, ujar Ian sambil menatap mata Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejenak Eva tampak bingung, sebelum kemudian dia mengerti
apa yang dimaksud Ian, Ian memintanya menguji apakah makanan yang dimasaknya
mengandung racun atau tidak. Dengan sedikit kesal Eva menyendok sop dan
memakannya, lalu mengambil sepotong nugget dan memakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“sudah!”, ujar Eva dengan nada kesal. “nggak ada racun di
dalamnya. Aku nggak pengen bunuh diri kok!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum pelan, “maaf, sudah kewajibanku untuk waspada,
bahkan terhadap orang-orang dekatku sekalipun. Harap maklum”, Ian menjelaskan
sambil mulai menyendok makanannya. Eva masih terlihat cemberut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi… ada tugas baru?”, tanya Eva saat Ian mulai asyik
dengan makanannya. Ian menghentikan sejenak makannya dan mengangguk. Ian makan
dengan sangat lahap, selama ini, jika dia sedang sibuk dengan Case dia hanya
makan makanan instant. Memakan makanan yang dimasak orang lain adalah sesuatu
yang jarang dia lakukan. Dan kali ini dia harus mengakui, Eva sangat pintar
memasak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba-tiba Ian tersentak, raut wajahnya berubah seketika.
Lalu mengeluarkan sesuatu berwarna kuning yang sempat dikunyahnya. Ian
memandang benda itu, LENGKUAS!. Dia baru saja mengunyah lengkuas, dan rasanya
tidak enak!. Ian buru-buru menyambar segelas air di depan Eva. Melihat tingkah
Ian, Eva tertawa lepas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seketika itu suasana menjadi cair. Selama Eva tinggal
bersama Ian disini, baru kali itulah mereka sama-sama tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Kok sop ada lengkuasnya?", tanya Ian. karena
setahunya, Sop tidak menggunakan lengkuas sebagai bahan masakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Kecemplung kayaknya", Eva menjelaskan dengan
wajah tanpa dosa. “Enak?”, goda Eva. Ian mencibir, Eva tertawa sekali lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenyaaang…”, Ian mengelus perutnya setelah menghabiskan dua
porsi manusia biasa. Eva tersenyum geli melihat ekspresi pada wajah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin aku akan pergi untuk beberapa lama, menyelesaikan
tugas. Sebelum itu tolong buatkan daftar bahan makanan yang kamu mau, jadi aku
bisa menyiapkannya untukmu”, Ian berkata sambil mulai membakar rokoknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berapa hari?”, Eva bertanya seraya menjulurkan tangannya,
membereskan piring Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Entahlah, sebulan mungkin. Atau lebih”, asap keluar dari
bibir Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva terdiam sejenak, memandang kosong ke garis-garis yang di
bentuk oleh kepulan asap rokok yang dihisap oleh Ian. “Aku…”, Eva berhenti,
seolah ragu atas apa yang akan diucapkannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kenapa?”, Ian bertanya menyelidik. Saat ini, entah mengapa
Ian tidak merasakan beban yang kemarin-kemarin dirasakannya ketika ada di dekat
Eva. Alih-alih beban, kini dia malah merasa sangat nyaman, seolah berada di
rumah sendiri (meski memang di rumah sendiri).<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“apa aku tidak bisa… ikut?”, setelah sempat ragu akhirnya
Eva mengutarakan maksudnya. “maksudku, apa aku tidak bisa berguna, membantu
membawakan barang atau…”, ucapannya terhenti saat ia menyadari Ian tengah
menatap tajam padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kamu tahu apa yang jadi tugasku, bukan?”, mimik wajah Ian
kini terlihat serius.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“membunuh seseorang kan?, orang yang jahat?”, Eva menjawab.
Dia sempat membaca beberapa kliping berita tentang Silent Rose yang tersimpan
di saku samping lemari es saat mencari pembuka botol. Silent Rose hanya
membunuh orang-orang yang jahat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jawaban Eva membuat Ian tersenyum. “tidak semudah itu, nona
cantik”, kata ‘cantik’ yang diucapkan Ian membuat Eva sempat tersipu. “Aku
harus membuat rencana, memperhitungkan probabilitas dan variabel-variabel yang
bisa menyebabkan terganggunya sebuah rencana, mempersiapkan manuver-manuver
jika rencana utama tidak dapat dilakukan, dan mempersiapkan semua pendukung
untuk melaksanakan rencana itu. Yang terakhir, aku harus memastikan rencana
berjalan baik”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva terdiam, berpikir tentang apa yang dikatakan Ian. “Tidak
adakah cara agar aku bisa masuk sebagai bagian dari rencana itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini giliran Ian yang terdiam. Otaknya bekerja sangat
cepat mencari kemungkinan menjadikan Eva sebagai bagian dari rencana yang dia
susun untuk Case kali ini. Memang, harus diakui, selama ini yang menjadi target
dari Silent Rose adalah laki-laki, dan keberadaan seorang heroine, sangat
membantu dalam menyelesaikan sebuah Case.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika aku bisa memasukkanmu dalam rencanaku, apa kamu bisa
bersikap penuh totalitas dalam menjalankan peranmu?”, tanya Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku harus bisa”, Eva berkata sambil mengangguk yakin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kamu tahu resikonya?, aku mungkin tidak akan ada untuk
menolongmu seperti yang terjadi tempo hari. Apalagi jika itu dapat merusak
rencana”, Ian mencoba memberi tekanan pada kalimat ‘menolongmu lagi’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya”, Eva mengangguk lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kamu bersedia tidur dengan beberapa laki-laki demi
berjalannya rencana?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini Eva terdiam. “Maksudnya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“seks, jika itu diperlukan dalam rencana, apa kamu sanggup
melakukan hubungan seks dengan pria yang tidak kamu kenal?, bahkan mungkin
dengan banyak orang sekaligus?, atau saat mereka memaksamu melakukan hal yang
belum pernah kamu lakukan sebelumnya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva masih terdiam, kali ini lebih lama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya…”, nada suara Eva kali ini terdengar lebih lemah. “aku
bersedia”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pikirlah baik-baik dulu”, ujar Ian sambil beranjak dari
kursinya. “Beritahu aku jawabanmu besok pagi, kalo memang kamu siap, besok
siang kita akan berangkat”, ujarnya sambil meninggalkan ruang makan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pelabuhan Belawan, beberapa jam sebelum keberangkatan Eddy
Arya ke Pulau Iyu Kecil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Angin laut bertiup hanya sesekali di dermaga siang itu,
aktivitas pelabuhan masih terlihat normal, beberapa awak kapal terlihat asyik
bercanda di kantin-kantin dan di dek kapal mereka masing-masing. Sebuah SUV
berwarna hitam masuk ke dermaga dan berhenti tepat di sebuah kapal yacht
berwarna biru dengan logo FONDO-corp di lambung kapalnya. Seorang laki-laki
turun dari kapal, membukakan pintu untuk penumpang mobil tersebut. Eddy Arya,
pemilik salah satu perusahaan industri makanan di Indonesia turun dari mobil
dengan menggandeng seorang gadis muda yang dibalut dengan pakaian biasa. Eddy
mengusap dahinya yang botak dengan sapu tangannya, memandang sebentar ke arah
matahari yang tengah bersinar terik lewat kacamata hitamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maaf Bos, gadis itu?”, ujar laki-laki berambut cepak yang
mengenakan jas hitam. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia keponakan Tohir, tadi aku sempat mampir untuk menagih
hutang, dan dia malah memberikan keponakannya sendiri untuk melunasi sebagian
hutangnya. Hahahaha…”, Eddy tertawa dengan lebar. “Kau bantu Alan angkat
barangku di mobil, Budi”, ujarnya lagi. Laki-laki berambut cepak yang dipanggil
Budi segera beranjak ke mobil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alan, pria tua berbadan kekar, mengangkat beberapa peti
sekaligus, menunjukkan kekuatan ototnya. Sedang, Budi malah bergerak menjauh dari
mobil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kemana? Hey? Bud?”, Alan berteriak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aaah… kau urus sajalah barang-barang itu, aku mau
melemaskan ototku dulu”, ujar Budi sambil memutar-mutar lengannya seperti orang
yang tengah melakukan peregangan otot.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua pria itu adalah bodyguard pribadi Eddy Arya, dari
beberapa bodyguard miliknya, Alan dan Budi adalah yang paling tangguh. Budi
menguasai tae kwon do dengan fasih, sedang Alan adalah seorang karateka yang
tangguh. Mereka berdua, dibawa oleh Eddy Arya untuk ikut sebagai petarung dalam
sebuah even tahunan yang diadakan secara ilegal oleh keluarga Fondo di Pulau
Iyu Kecil, tempat peristirahatan keluarga Fondo. Sebagai relasi kental, Eddy
Arya juga turut diundang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Budi berbeda dengan Alan, Budi cenderung mencari masalah,
baginya, pamer kekuatan itu wajib. Dia senang sekali mencari perkelahian tanpa
sebab yang pasti, hanya untuk melatih sekaligus pamer kemampuan bertarungnya.
Berbeda dengan Alan yang lebih suka tidak mencari masalah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Itulah yang dilakukan Budi saat ini, sedari tadi dia
memperhatikan beberapa pemuda awak sebuah kapal pencari ikan yang sedang
nongkrong di dekat kapal yacht biru milik keluarga Fondo bersandar. Kini Budi
tengah mendekati para awak itu, dan tanpa berkata apa-apa mendaratkan satu tendangan
keras ke tulang rusuk salah seorang dari mereka, membuat orang yang ditendang
terlempar jatuh ke air.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa-apaan ini?”, sergah salah seorang dari kumpulan pemuda
itu. Mereka semua serentak berdiri, total ada lima orang, dua diantaranya sibuk
membantu rekannya yang tercebur ke laut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apanya yang apa-apaan?”, Budi merentangkan tangannya sambil
berseringai lebar. “Aku tidak suka lihat pemuda-pemuda loyo seperti kalian ada
disini! Pergi atau kuhajar!”, tantangnya dengan angkuh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anjing!”, salah seorang dari mereka maju sambil mengayunkan
tinju namun terlambat, kaki Budi lebih dulu menyentuh tulang rusuknya dan
membuatnya terlempar ke laut, seperti rekan sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapa lagi, Hah?!”, ujar Budi sombong, seringainya makin
lebar dan mengerikan. Satu dari dua pemuda yang tersisa bergerak mundur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian semua pergilah kembali ke kapal”, ujar salah satu
dari mereka. Pemuda itu maju, menjaga jarak dengan Budi dan mengambil kuda-kuda
tempur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hoo… ada yang bisa bela diri juga rupanya”, ejek Budi
sambil memasang kuda-kuda. “dari aliran apa kau? Karate? Tae kwon do?”,
tanyanya. Pemuda itu hanya diam tanpa merubah ekspresinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan cepat pemuda itu bergerak maju selangkah, Budi
mengayunkan kakinya dengan sangat cepat, tapi pemuda itu sudah mengantisipasinya
dengan sebuah tangkisan dari lengan bagian dalam. Melihat tendangannya gagal,
Budi meloncat ke belakang untuk mempersiapkan serangan selanjutnya. Saat itulah
sang pemuda meloncat dan menghantamkan sikunya ke kaki kanan Budi yang belum
sempat ditarik. Budi sempat kehilangan keseimbangan, namun dengan tangkas
diantisipasinya, dalam Tae Kwon Do, kehilangan keseimbangan dan jatuh adalah
hal yang sangat fatal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemuda itu tidak bicara sepatah katapun, tidak juga
menunggu. Dengan loncatan kecil, pemuda itu berhasil membuat jarak antara dia
dan Budi semakin sempit. Tidak berada dalam jangkauan maksimal kaki memberikan
keunggulan bagi pemuda itu. Budi menekuk kakinya untuk menghantamkan lutut ke
pinggang pemuda itu, namun sebelum sempat serangan Budi mendarat, pemuda itu
sudah lebih dulu menjatuhkan tinju ke paha bagian dalamnya, membuat serangan
Budi tertahan beberapa detik karena nyeri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Detik berikutnya, sang pemuda mengayunkan sikut kanannya,
tepat mengenai pelipis kiri Budi, darah mulai mengalir dari pelipis kiri Budi.
Budi sedikit terhuyung ke belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bangsat!”, emosi Budi meningkat, sebuah nilai minus dalam
pertarungan. Saat terpancing dengan emosi, petarung cenderung akan mengendurkan
pertahanannya. Dan itulah yang terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Serangan berikutnya dari Budi terkesan terburu-buru, dan
menjadi bumerang baginya, dua tendangan tinggi yang dilepaskan secara beruntun
dari kaki kanan dan kiri berhasil ditangkis dengan sempurna oleh pemuda itu.
Kali ini, keseimbangan Budi benar-benar rusak. Tanpa banyak bicara, sang pemuda
memanfaatkan situasi dengan baik, sebuah tinju mengarah tepat ke ulu hati Budi,
membuatnya badannya sedikit merunduk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan tanpa memberi jeda, pemuda itu mengayunkan lututnya,
tepat mengenai hidung Budi sekaligus mematahkannya. Budi terlempar jatuh dengan
punggung menghantam keras lantai beton. Belum sempat Budi mengaduh, sebuah
injakan keras terasa di perutnya, dan beberapa tinju mendarat beruntun ke
kepalanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hei!”, sebuah suara menarik perhatian mereka. Alan, dengan
badan kekarnya berlari ke arah mereka. merasa adanya bahaya, pemuda itu menarik
diri dari atas tubuh Budi yang babak belur. “Kurang ajar! Kamu tidak tahu
dengan siapa kamu berurusan!”. Alan memasang kuda-kuda tempur, meski dia tahu
Budi yang memulai semua ini, dia merasa tetap punya kewajiban membela rekannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemuda itu memasang kuda-kudanya kembali setelah memberi
isyarat agar teman-temannya lari. Lima pemuda yang lain segera kabur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Alan memulai pertarungan dengan maju menerjang, raut
wajahnya terlihat tenang, bukan lawan yang mudah terpancing emosi. Tinju
beratnya nyaris saja mendarat di tubuh sang pemuda. Untungnya, reflek pemuda
itu cukup bagus, dia berhasil mengelak dari tinju yang punya kemampuan mencopot
tulang lengan dari sendinya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemuda itu mundur dua langkah menyadari Alan bukan tipe
petarung yang lebih mengandalkan kaki seperti Budi. Petarung tua kekar itu
terlihat sangat tenang, yang artinya serangannya lebih metodikal dan terencana.
Pemuda itu meningkatkan tingkat kewaspadaannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Serangan berikutnya dari Alan terlihat sangat rumit, dua
pukulan beruntun yang cepat membuat sang pemuda harus mengambil resiko dengan
menangkis, membuat jarak diantara mereka semakin dekat. Dalam diam, dengan
cepat dan cermat Alan menggerakkan kaki kanannya ke belakang, sebagai
ancang-ancang untuk melakukan tendangan lutut ke arah perut sang pemuda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beruntung sekali, dalam sepersekian detik, pemuda itu mampu
menangkap adanya pergerakan di kaki kanan Alan, dengan cepat pemuda itu
mengambil langkah paling ekstrim ; memeluk Alan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alan terkejut dengan gerakan sang pemuda, kali ini tidak ada
jarak diantara mereka, dan itu artinya tendangan lututnya tak bisa diluncurkan.
Lebih kaget lagi saat tanpa bicara sepatah katapun, sang pemuda menghantamkan
satu-satunya yang bisa dijadikan senjata dalam jarak sedekat itu ; kepala.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alan terhuyung mundur memegangi hidungnya yang patah, akibat
hantaman kepala dari sang pemuda, di lain sisi, sang pemuda juga terhuyung mundur,
darah mulai mengalir segaris dari keningnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Alan! Budi! Apa-apaan ini!!”, bentakan Eddy Arya
menghentikan pertarungan mereka. Eddy mendekat ke arah mereka, mengalihkan
pandangannya ke Budi yang babak belur dan sedang tertatih-tatih berusaha untuk
berdiri. Eddy mengalihkan lagi pandangannya ke Alan dan sang pemuda yang
kembali dalam posisi kuda-kuda. Darah segar mengucur dari hidung Alan, sedang
di sisi lain, segaris darah mengalir dari dahi sang pemuda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cukup! Alan!”, perintah Eddy kepada Alan. Eddy mendekat dan
memperhatikan pemuda yang kini telah bertarung dengan dua bodyguard terbaiknya.
“Kau!”, serunya pada sang pemuda. “Siapa namamu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemuda itu melonggarkan kuda-kudanya, namun tetap diam dan
memutuskan untuk tidak menjawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau awak kapal?”, Eddy sekali lagi bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya”, jawab pemuda itu dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ha!, lupakan kapal dan kapten atau pada siapapun kamu
bekerja! Mulai sekarang kau bekerja untuk Eddy Arya!”, kata-kata Eddy membuat
Alan dan Budi sedikit terkejut. Meski terkejut, Budi dan Alan tidak berani
berkomentar. Dulu, Budi juga mulai bekerja dengan Eddy setelah Budi melumpuhkan
lima satpam yang menjaga kantor milik Eddy. Sedang Alan, Eddy menariknya
setelah Alan membuat dua puluh sipir penjara sekarat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bagaimana kalau aku menolak?”, ucap pemuda itu datar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hahahaha….”, Eddy tertawa keras. “sepertinya aku mulai
menyukaimu. Kau boleh saja menolak, itu hakmu. Sekarang, kalau kau memang
menolak, mari kita lihat apakah kau lebih cepat dari peluruku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy mengarahkan moncong pistol Walther PPK-L buatan Jerman
ke arah pemuda itu. Pemuda itu diam, sadar bahwa dia tidak punya pilihan lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sekarang katakan namamu”, ucap Eddy sambil menjabat tangan
sang pemuda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimas Mahardian, panggil saja Ian”, jawab pemuda itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hey! Anak baru! Ian!”, Eddy memanggil, Ian menunjukkan
ekspresi terkejut saat namanya disebut. Dengan raut bingung dia menatap mata
Eddy yang tengah menikmati kuluman dan hisapan Eva di batang kejantanannya.
“Masukkan kontolmu ke cewek ini, hamili dia!. Anggap saja ini ucapan terima
kasih karena kau telah mau bergabung dengan kami!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak bergeming, hanya menatap Eva yang kini telanjang
bulat, menaik-turunkan kepalanya, mengocok penis Pak Tua Eddy dengan mulutnya.
Alan yang berdiri di sebelah kanannya menyenggol bahunya. Membuat Ian tersadar
dan bergerak mendekati Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bangsat, enak benar kau”, umpat Budi sebal sambil menekuk
wajahnya yang tadi dibuat babak belur oleh Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“merangkak dan angkat pantatmu, cantik, kontol keduamu mau
masuk”, perintah Eddy pada Eva. Eva bergerak mengangkat pinggulnya, mengikuti
tarikan tangan Ian. Dalam hati, Eva bersyukur pria kedua yang akan
menyetubuhinya bukan pria yang sama sekali tidak dia kenal, setidaknya itu
sedikit memudahkannya dalam melaksanakan perannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian bukan perjaka, dia pernah melakukan seks dalam satu
malam yang hebat dengan Cheerfull Jasmine. Ian juga mengerti beberapa teknik,
tapi melakukan di hadapan orang lain?, jika saja dia tidak melatih mentalnya
mungkin dia sudah memilih untuk membunuh semua orang kecuali Eva yang ada di
kapal ini. Ian menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan batang
kejantanannya yang memang sudah tegang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hoo… dari ekspresimu, hampir saja kupikir kau Gay, Ian”,
ledek Eddy melihat penis Ian yang menegang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menarik pinggul ramping Eva sedikit ke atas, pantat
bulat kencang dan mulus Eva terlihat begitu merangsang, Ian menggunakan tangan
kanannya untuk mengarahkan penisnya ke lubang kenikmatan gadis cantik itu. Eva
mendesis nikmat saat penis Ian menggesek pelan bibir kewanitaannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“nghh… ehh…”, desahan lirih Eva tertahan oleh penis Eddy
yang mulai tegang di dalam mulutnya saat batang kejantanan Ian menyeruak masuk
ke dalam rongga kewanitaannya. Ian melenguh merasakan gesekan penisnya dengan
dinding-dinding vagina Eva. Kenikmatan jelas terasa dari raut wajah keduanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menggerakkan penisnya pelan tapi pasti, sedikit-demi
sedikit hingga masuk seutuhnya ke liang sempit milik gadis cantik itu. Eva
merasakan lubangnya terisi penuh oleh kehangatan yang menjalar dari penis Ian.
Penis Ian terasa lebih besar dari milik mantan kekasihnya dulu. Eva sejenak
lupa terhadap penis lain yang ada di dalam mulutnya. Eddy membiarkan Eva
menikmati penetrasi yang dilakukan oleh Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva kembali mengulum penis Eddy, sambil merintih-merintih
tertahan menikmati kocokan lembut penis Ian di vaginanya. Ian memegang pinggul
Eva, membuat badan Eva sedikit terdorong, hal itu membuat kocokan mulut Eva di
penis Eddy makin terasa nikmat. Eddy memejamkan mata dan mulai melenguh
keenakan, penisnya telah bangkit total dalam mulut Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lenguhan ketiga orang itu kini semakin terdengar memenuhi
ruangan. Alan memandang lekat ke live show yang terjadi di hadapannya. Sedang
raut wajah Budi terlihat iri dengan apa yang didapatkan oleh Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Owhhh… mantapppp….”, si tua Eddy melenguh sambil menahan
kepala Eva, untuk kedua kalinya, dia menumpahkan spermanya ke dalam mulut Eva.
Ian menghentikan aktifitasnya sejenak untuk memberi kesempatan pada Sang Bos
menikmati ejakulasi keduanya. Tidak lama kemudian, Eddy mencabut penisnya dari
mulut Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selesaikan Boy, hajar cewek cantik ini dari belakang dengan
kencang”, perintah Eddy pada Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva sempat menoleh saat dia meletakkan kedua sikunya ke sofa
sebagai tumpuan, Ian menatap mata Eva yang terlihat sayu. Eva tersenyum dan
mengangguk, seolah memberi tanda bahwa ia juga menikmati persetubuhan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aahh,,,”, Eva memalingkan wajahnya ke depan dan melenguh
saat batang kejantanan Ian kembali bergerak dalam kemaluannya. Kali ini gerakan
Ian lebih kencang, tegas dan cepat, sesuai yang diperintahkan Eddy pada Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mata Eva terpejam, tubuh telanjangnya bergerak maju mundur
mengikuti Ian yang tengah menggenjotnya kencang, Eva tidak hanya merintih, ia
kini setengah menjerit, menjerit penuh kenikmatan. Di belakangnya, Ian juga
mendesah tertahan sambil matanya menelusuri rambut, leher, punggung, pinggang
hingga pantat seksi gadis yang kini menjadi selongsong bagi penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka terlibat sebuah seks yang panas, Ian meremas kedua
buah dada Eva yang menggantung naik turun, nafasnya memburu. Di sisi lain, Eva
merasakan sebuah kenikmatan yang membuatnya merintih, gerakan Ian semakin
cepat, dan ia merasa tiap tusukan penis Ian membuatnya akan meledak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahhhhh!!!!....”, Eva menjerit, tubuhnya mengejang, Ian
mengangkat perut Eva, dan membungkam bibir Eva dengan ciumannya. Di tengah
orgasme yang dirasakannya, Eva dengan ganas membalas kuluman bibir dan lidah
Ian. Setelah beberapa lama, Eva tampak lemas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bravo… bravo….”, Eddy bertepuk tangan. “pertunjukan seks
yang luar biasa, kau belum selesai kan Boy?. Giliranmu menyelesaikan hasrat,
hamili gadis itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengangguk tanpa bicara, lalu kembali menggenjot tubuh
Eva yang bersimbah keringat, kulit mulusnya tampak berkilau dan lemas. Eva
hanya mendesah-desah pasrah saat Ian makin kencang menggenjot tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian, pake mulutnya, gantian”, perintah Eddy pada Alan
dan Budi. Tanpa disuruh dua kali, Budi maju dan membuka resletingnya, Eva yang
masih lemas hanya bisa pasrah saat Budi menjejalkan penisnya ke mulut dengan
kasar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anjing!!”, baru beberapa menit menikmati kocokan mulut Eva
di penisnya, Budi sudah menggeram dan menyemprotkan isi kantungnya di mulut
Eva. Ian masih belum ejakulasi, dia masih menyetubuhi Eva dengan kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alan bergerak dan melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan Budi pada Eva. Namun lebih lembut dan terlihat berpengalaman.
Genjotan Ian semakin kencang hingga akhirnya, Ian menyerah, jepitan dinding
vagina Eva terlalu nikmat. Ian membenamkan penisnya dalam-dalam, membuat Eva
terdorong sehingga penis Alan makin dalam masuk ke mulutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Arghh…”, geram Ian sambil melepaskan spermanya ke dalam
rahim Eva. Eva sendiri mengalami orgasme kecil saat cairan-cairan kental Ian
terasa hangat membentur dinding rahimnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mendiamkan penisnya sebentar sebelum akhirnya
mencabutnya. Eva hanya pasrah saat Alan membalik badannya hingga terlentang
lalu mengarahkan penisnya ke mulut Eva dan mulai memompanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Budi mendekat ke tubuh telanjang eva yang tengah mengulum
batang kejantanan Alan, Budi meremas payudara padat milik Eva sambil mengocok
penisnya yang masih lemas. Budi menempatkan diri di antara kedua paha Eva dan
menggesekkan penisnya ke belahan vagina Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa menit kemudian Alan menggeram dan menumpahkan
spermanya ke mulut Eva, Eva terpaksa menelannya. Usai menuntaskan hajatnya,
Alan menarik diri dan mengenakan kembali celananya. Saat itulah penis Budi
sudah cukup ereksi untuk melakukan penetrasi, Eva hanya pasrah saat kepala
penis Budi menyeruak masuk ke liang kewanitaannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DORR!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Darah merah segar berhamburan dari kepala Budi saat sebuah
peluru bersarang di otaknya. Eva memekik saat tubuh Budi ambruk ke sampingnya.
Eva beranjak dan berusaha lari, namun sebelum Eva sempat keluar dari ruangan
itu, Ian menahannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ujung pistol Walther PPK-L di tangan Eddy Arya masih
mengeluarkan asap, pistol itulah yang baru saja meluncurkan sebutir peluru yang
kini bersarang di kepala Budi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak ingat pernah mengijinkannya memasukkan kontolnya
ke memek”, ujar Edy santai sambil mengusap pistol kesayangannya. “Gadis itu
milikmu malam ini Ian, anggap saja hadiah”. Ujarnya sambil memberi isyarat agar
semua meninggalkan ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
(Bersambung ke Case 03 Bag. 03)<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gerak kapal yacht itu terasa sangat lambat membelah lalutan,
Ian memandang Eva yang terlelap di sampingnya. Wajahnya terlihat damai dan
letih, Ian menaikkan selimut, menutupi bahu telanjang Eva yang mulai menggigil
kedinginan. Perlahan dibelainya rambut gadis cantik yang kini jadi partner
dalam Case kali ini. Sejenak Ian memandangnya sayu, lalu tersenyum tanpa
kata-kata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Good job”, bisik Ian lirih sambil mengecup kening gadis
cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Angin laut terasa kencang, bintang terlihat berserakan indah
di atas langit malam itu. Ian mengenakan jaketnya dan berjalan ke atas geladak.
Langkahnya sedikit terhenti saat dia melihat si tua kekar, Alan, sedang
menghisap rokoknya sambil memandang kosong ke laut lepas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah selesai dengan hadiahmu, anak baru?”, suara berat
Alan terdengar di sela-sela deru angin dan mesin yang berpacu. Ian mendekat dan
menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku masih cukup lelah”, jawab Ian dengan nada datar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kita belum berkenalan secara resmi”, Alan menyodorkan
tangannya untuk berjabat. “Alan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ian”, ekspresi wajah Ian tidak berubah saat ia menjabat
tangan kekar Alan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Inovasi gaya bertarungmu bagus”, Alan menunjuk ke luka di
dahinya. “Kepalaku masih terasa pening. Kau menerapkan latihanmu dengan sangat
baik, aku saja hampir lupa kalau bertarung dengan gaya yang mengejutkan itu
bisa sangat efektif”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menatap dalam-dalam ke arah wajah tua Alan yang masih
terlihat sangar. Kalimat terakhir Alan cukup janggal dan tidak diduganya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau?...”. Ian tidak meneruskan kalimatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terima kasih sudah menjawab panggilanku, Ayahmu pasti
bangga denganmu”, Alan menjawab semua pertanyaan yang bahkan belum sempat
dilontarkan oleh Ian. “Lazy Franginpani, tapi panggil saja Alan”, ujarnya
sambil melemparkan sisa rokoknya ke laut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini Ian terlihat sedikit terkejut. Orang tua kekar yang ada
di hadapannya ternyata adalah Lazy Franginpani, agen yang menjadi alasannya
mengambil case kali ini. Tadinya Ian mengira Lazy Franginpani sebagai orang
yang lebih elegan, seperti sosok Ayahnya dulu. Namun ternyata tidak, Lazy lebih
terlihat sebagai agen kasar dengan otot-otot kekarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang dijanjikan oleh Ayahku?”, tanpa ragu Ian bertanya,
suaranya terdengar pelan sambil memastikan tidak ada yang bisa mendengar
mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dua belas tahun lamanya aku melacak targetku. Bukan target
yang mudah untuk di lacak, bahkan agen luar biasa seperti Wise Crowpun sedikit
kewalahan melakukan itu. Di tengah kebingungan itu aku bertemu dengan Ayahmu,
Silent Rose”, Alan berhenti, melayangkan pandangannya ke lautan yang gelap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menyimak cerita itu dengan seksama, seolah tidak mau
melewatkan satu detailpun dari apa yang akan diceritakan oleh Alan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayahmu menemukanku, entah bagaimana caranya dia bisa
menemukanku, yang jelas bukan dari Wise Crow. Dia lalu menawarkan sebuah kerja
sama yang mengejutkan. Ada sesuatu yang dia cari, aku tidak tahu, dia tidak
memberitahuku. Yang jelas, ada informasi penting yang disimpan oleh Noisy
Cannary, sesuatu yang bisa menghancurkan Association, dan kurasa ada kaitannya
dengan Ayahmu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Noisy Cannary?”, Ian mengulang codename yang disebutkan
oleh Alan. Kata sifat diikuti dengan nama burung adalah codename untuk agen
tipe B, spesialis strategi dan informasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Target dari case yang kuambil adalah Noisy Cannary, agen
tipe B Association. Dia membocorkan beberapa rahasia penting kepada seseorang
bernama Markus, salah satu pejabat penting yang pernah ada di Indonesia. Markus
telah dihabisi oleh Silent Rose, Ayahmu. Dan aku kebagian tugas untuk
melenyapkan Noisy Cannary”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan kau butuh waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan misi
itu?”, nada Ian sedikit terdengar menyindir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak seperti kalian yang bisa dengan cepat dan terlalu
bergantung pada fasilitas yang disediakan oleh Wise Crow dan Association. Aku
lebih memilih mendalami peranku, masuk lebih dalam dan lama agar bisa membaca
situasi. Lagipula, melacak seorang agen tidak semudah mengejar wanita
kesepian”, Alan mempertahankan nadanya agar tetap tenang. Kemampuan
psikologisnya menunjukkan jam terbang yang sudah cukup tinggi, Ian sedikit
kagum, dia tidak mungkin bisa setenang itu setelah menerima sindiran yang cukup
mengena seperti yang baru saja ia lontarkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekilas Ian teringat pada sosok Wise Crow, dia sama
tenangnya dengan Alan. Namun entah mengapa, Lazy Franginpani tidak terlihat
menyebalkan seperti Wise Crow. Mungkin karena Alan tidak menunjukkan pandangan
yang berusaha membaca pikirannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Noisy Cannary, dia berjaga sebagai kepala pengawas di hutan
milik Samuel Fondo. Berlindung di balik penjagaan ketat yang digunakan oleh
Fondo. Aku tidak bisa menembus penjagaan itu sendiri, lain cerita jika ada Agen
tipe A yang membantuku”, Alan melanjutkan kalimatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak kesini dalam rangka liburan atau hanya untuk
membantumu”, Ian mencoba menjelaskan alasan dia ke tempat itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh! Luar biasa!”, tangan kekar Alan menepuk pundak Ian.
“bergerak kemari dengan case sebagai cover!, itu luar biasa Ian!. Kau lebih cerdas
dari Ayahmu!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wise Crow yang memberikanku Case”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendengar nama Wise Crow membuat Alan terdiam. Matanya
memandang tajam ke arah Ian sebelum kembali terlihat normal beberapa detik
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi dia tahu tentang Noisy Cannary”, ujarnya lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa dia tak boleh tahu?, ada apa sebenarnya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku juga tidak tahu. Silent Rose – Ayahmu – memintaku untuk
merahasiakan kerjasama ini dari Wise Crow”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia tidak tahu tentang kerjasama kita”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alan tersenyum sinis. “Dia bukan orang bodoh, Rose, dia pasti
menduga sesuatu. Aku juga tidak tahu kenapa Ayahmu memintaku merahasiakan dari
Wise Crow. Ayahmu tidak memperbolehkanku bertanya banyak. Dia benar-benar
silent”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kerjasama yang kau maksudkan itu”, Ian mencoba membuka inti
dari pembicaraan sesungguhnya. “Apa yang ditawarkan Ayahku?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Membantu menghabisi Noisy Cannary”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan yang didapatkan oleh Ayahku?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Informasi, dia akan menanyakan sesuatu kepada Noisy
Cannary, beberapa saat sebelum menghabisinya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa pertanyaan telah terjawab, meninggalkan lebih
banyak lagi pertanyaan baru. Namun Ian tahu, tidak akan ada gunanya bertanya
lebih lanjut. Jawaban dari semua pertanyaannya hanya akan muncul saat dia
berhadapan langsung dengan Noisy Cannary. Rasanya, ada sesuatu yang akan
menuntunnya lebih dekat ke sosok Ayahnya, sosok misteri akan kematian Ayahnya.
Dan jawaban atas e-mail terakhir Ayahnya tujuh tahun silam. Beberapa hari
sebelum kematian sang Ayah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan menyelesaikan case ku dulu, sebelum menuntaskan
kerjasama antara kau dan Silent Rose. Dan aku butuh beberapa informasi, kau
sudah beberapa kali ikut dalam turnamen konyol keluarga Fondo, beritahu aku apa
yang bisa kau beritahu tentang itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ombak dan malam menjadi saksi saat Lazy Franginpani mulai
membuka pembicaraan mengenai informasi yang dibutuhkan oleh Silent Rose, demi
kelancaran Case dan kerjasama lama kedua agen ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa pria bersetelan jas hitam dan kacamata hitam
terlihat berjaga di dermaga Pulau Iyu kecil yang menjadi tempat peristirahatan
bagi keluarga Fondo. Yacht biru yang ditumpangi oleh Eddy Arya sampai dengan
selamat disana. Ian, Alan dan Eva turun terlebih dahulu, beberapa pria
menyambut mereka dengan tidak ramah, tanpa ekspresi tepatnya. Eddy Arya turun
tidak lama kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maaf tuan Eddy”, ujar salah satu pria berjas hitam. “Apa
anda mengirim beberapa paket ke pulau ini juga?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eddy terdiam sejenak, berusaha mengingat. “Aku rasa tidak,
tapi mungkin Alan melakukannya, dia yang kutugaskan untuk memberi beberapa hadiah
untuk Fondo”, Eddy menoleh ke Alan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya Tuan, saya memang mengirimkan beberapa paket kemari
sebagai hadiah untuk Tuan Fondo”, Alan berkata dengan sopan, suaranya yang
berat selalu bisa menampilkan kharisma tersendiri bagi siapapun yang
mendengarnya. “Harusnya paket itu sudah sampai di Pelabuhan Belawan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, tuan Alan, orang kami memang sudah menerimanya, tapi
kami menunggu konfirmasi dari anda untuk mengirimkannya kesini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kirimkan saja, toh itu akan membuat Fondo senang”, Eddy
Arya memberi perintah. Pria berjas hitam itu segera menghubungi rekannya untuk
melakukan pengiriman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebaiknya kau memberi hadiah yang bagus kali ini”, bisik
Eddy pada Alan. “Tadinya aku mau mempersembahkan gadis itu, seperti yang
biasanya kita lakukan. Tapi sebuah tambahan hadiah sepertinya jauh lebih
bagus”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saya pastikan itu tuan”, Alan menimpali. “Tidak mudah
menemukan satwa langka yang hampir punah ini. Saya menemukannya secara tidak
sengaja di Lampung, beberapa bulan yang lalu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wow… satwa?, harimaukah?”, Eddy menunjukkan rasa
penasarannya. Alan menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ular”, Alan menjawab setengah berbisik. “Tuan Fondo
penggemar reptil kan?, saya berhasil menangkap ular paling berbisa di kepulauan
Sumatra, ular yang juga langka, Trimeresurus Sumatranus”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau membuatku ikut penasaran, Alan. Kerja yang bagus”, Eddy
tersenyum puas lalu memalingkan wajahnya ke pria berjas hitam di hadapannya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada bangkai di kapal, tolong diurus dan bersihkan”,
perintahnya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara guyuran air terdengar dari luar kamar mandi kecil di
kamar tamu itu, di dalamnya, Eva sedang membersihkan tubuhnya, menyabuni setiap
lekuk tubuh indahnya. Eva memandang ke lantai keramik di bawahnya, diam
sejenak, mencoba mengingat apa yang dipesankan Ian sebelum mereka meninggalkan kapal.
Eva membawa misi khusus dari Silent Rose, butuh kesiapan mental untuk
melaksanakan misi tersebut. Guyuran air hangat saja belum cukup untuk
menenangkan gundahnya, namun setidaknya, itu dapat menenangkan pikirannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak jauh dari rumah yang digunakan untuk menerima tamu
terdapat sebuah rumah megah berlantai dua. Itulah rumah utama tempat Fondo
tinggal, dikelilingi oleh laut di sisi utara, dan tebing-tebing terjal di sisi
lainnya menjadikan rumah itu sangat terlindung. Ada sepetak jalan tanah di belakang
rumah itu, jalan yang menghubungkan ke bagian belakang pulau. Di belakang pulau
itulah Noisy Canary, target Lazy Franginpani bersembunyi sebagai kepala
pengawas hutan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di salah satu sisi tebing yang cukup tinggi, dua orang pria
sedang menatap ke arah jendela ruang kerja Fondo muda. Jendela yang selalu
tertutup rapat. Suasana sekitar rumah itu terlihat lengang, tapi tidak bagi
kedua pria yang memperhatikan dari jauh, mata kedua pria itu cukup terlatih
untuk melihat gerakan-gerakan samar yang bersembunyi di balik temaramnya lampu
sekitar rumah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau yakin akan melakukannya malam ini, Rose?”, Lazy
Franginpani berbisik mendesis, seolah-olah semak belukar yang menyembunyikan
sosok mereka dapat mendengar dan berteriak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak menjawab, masih sibuk mengatur beberapa
perlengkapan senjatanya. “Penundaan tidak ada dalam rencanaku, Franginpani”,
jawaban Ian singkat dan jelas. Menurutnya, sebuah rencana harus disusun
sedemikian mungkin dengan meminimalkan adanya penundaan, bertolak belakang
dengan metode Lazy Franginpani yang penuh dengan penundaan. Silent Rose lebih
memilih menjemput ketimbang menunggu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian memeriksa kembali posisi dan dudukan XM2010-ESR-nya
tanpa banyak suara. Sesekali dia mencoba mengintip melalui extention binocular
yang telah dimodifikasinya. Ian memutar senjatanya ke beberapa sudut sebelum
tersenyum puas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada waktu untuk istirahat, Franginpani. Terima kasih
telah membantuku menurunkan perlengkapan yang cukup merepotkan ini. Segera
setelah aku selesai, kita akan langsung berpindah ke titik tertinggi”, Ian
menunjuk sebuah tebing yang merupakan tebing tertinggi di pulau itu. “Menurut
perhitunganku, kita butuh waktu dua jam. Sebentar lagi pertunjukan akan
dimulai, mungkin kau sudah melihatnya di kapal, tapi kalau berkenan, silakan melihat
lagi”, ujarnya sambil menunjuk ke binocular senjatanya. Lazy Franginpani hanya
menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa isi kotak kecil yang berat ini?”, Lazy bertanya sambil
mengangkat kotak kecil yang dibawanya bersamaan dengan kotak senjata milik
Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu freezer kecil”, jawab Ian dingin. “Nanti juga kau
tahu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
(bersambung)<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo sedang duduk santai di ruangan kerjanya saat seorang
pelayan memberitahukan kedatangan Eddy Arya. Tidak lama kemudian, Eddy Arya dan
Eva memasuki ruangan kerja Fondo muda. Pria botak itu tersenyum lebar, sedang
yang lebih menarik perhatian Fondo adalah sosok Eva yang terlihat cantik dengan
balutan gaun merah menyala bermotif mawar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana perjalanan, tuan Eddy?”, Fondo berbasa-basi
seraya menjabat tangan Eddy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sangat menarik!”, jawab Eddy. “Perkenalkanlah, ini Eva,
hadiahmu”, nada suara Eddy setengah berbisik nakal saat menyebut kata
‘hadiahmu’. Fondo hanya tersenyum sebelum mempersilahkan keduanya duduk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ngomong-ngomong, terima kasih atas hadiahmu, Trimeresurus
Sumatranus bukanlah ular yang mudah ditangkap tanpa memakan korban jiwa.
Sungguh luar biasa”, Fondo menunjuk ke sebuah akuarium kaca yang berisi tiga
ekor ular berbisa yang sangat langka,Trimeresurus Sumatranus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah… itu bukan apa-apa, aku rasa hadiahku yang satu ini akan
lebih menarik, Pamannya berhutang padaku, dan dia memberikan keponakannya yang
muda dan cantik ini sebagai pembayaran. Hahaha… tenang, aku belum memakainya”,
Eddy berkata sambil memegang bahu Eva, Eva hanya tersenyum. Memang benar, Eddy
Arya hanya menikmati oral seks dari Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku selalu suka denganmu, dari dulu kau selalu banyak
punyak kejutan, tuan Eddy”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah… dan besok, mungkin aku akan mengejutkanmu dengan
petarungku yang baru”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh!, aku sangat tidak sabar dengan pertarungan besok”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo dan Eddy tertawa bersamaan, seolah ada hal yang sangat
lucu. Mau tidak mau Eva ikut tertawa. Eva memandangi isi ruang kerja itu. Tidak
banyak isi ruangan yang menarik perhatiannya, saat ini yang ada di kepalanya
hanyalah menjalankan apa yang sudah diperintahkan padanya, dan hanya satu benda
di ruangan itu yang menarik perhatiannya, jendela tepat di belakang kursi
Fondo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hampir selama tiga puluh menit Fondo dan Eddy bercakap-cakap
santai tentang bisnis keduanya, Eva tidak memperhatikan apa yang dibicarakan
oleh mereka berdua, pikirannya terlalu sibuk mengingat detail yang harus dia
lakukan untuk membantu pekerjaan Silent Rose. Sesekali Eva tersenyum tersipu
saat Eddy dan Fondo menggodanya, wajah cantiknya makin terlihat manis meski
sesungguhnya itu hanyalah akting belaka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baiklah, aku rasa aku harus kembali ke kamarku”, Eddy tua
beranjak dari kursinya. “Tolong perlakukan dia dengan baik ya?”, ujarnya sambil
mengerling ke arah Eva. Eva hanya tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Malam ini akan jadi malam yang tak terlupakan baginya”,
jawab Fondo sambil menyalami Eddy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Si Tua Eddy beranjak meninggalkan ruangan, kini hanya
tinggal Eva dan Fondo berdua dalam ruangan itu. Eva menatap ke arah jendela di
belakang kursi Fondo, sambil memicingkan matanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?”, tanya Fondo melihat Eva yang tampak serius
menatap ke halaman gelap di belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada orang di halaman belakang?, aku seperti melihat
beberapa orang berjalan”, Eva mencoba menarik perhatian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak akan bisa melihat kesana, tapi dari sana pasti
bisa melihat ke dalam sini”, Fondo beranjak dari kursinya dan mendekat ke arah
jendela, membelakangi Eva. “Ada beberapa penjagaku disana, mungkin mereka
sedang memperhatikan kita”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh…”, Eva mendekat ke arah jendela, berdiri beberapa
langkah di belakang Fondo, saat Fondo membelakanginya, Eva melirik segelas wine
yang terisi separuh, dengan cepat Eva memasukkan sebutir pil ke gelas tersebut.
Tanpa diketahui oleh Fondo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah memasukkan pil itu, Eva berjalan menggoda, makin
dekat dengan Fondo, Fondo menoleh, memperhatikan lekuk tubuh gadis cantik itu.
Tangan Fondo terjulur memeluk pinggang Eva, gadis cantik itu membiarkan Fondo
menarik tubuhnya mendekat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa Wine itu enak?”, Eva bertanya sambil mengerling ke arah
segelas wine di meja Fondo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Chateau Latour, dari Bordeaux buatan tahun 1969. Salah satu
yang terbaik dan sulit didapat di Indonesia”, Fondo menjawab dengan nada bangga
di setiap kalimatnya. “Kau pernah minum?”, tanyanya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wine dapat menaikkan gairah seksual, dan mengurangi rasa
canggung. Tunggu sebentar, kuambilkan segelas untukmu”, Fondo beranjak ke arah
rak yang menyimpan beberapa botol wine, menuangkan segelas dan menyodorkannya
ke arah Eva. Eva tersenyum dalam hati, rencananya berjalan lancar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mari bersulang”, Fondo meraih gelasnya di meja dan
mengangkat. Gelas mereka beradu dan kemudian keduanya menenggak isi gelas
masing-masing. Eva memejamkan matanya, menahan rasa manis yang sangat menusuk
di lidahnya. Tak lama kemudian Eva mulai tersedak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau harus sedikit menahan nafas saat menenggak wine, tidak
boleh terburu-buru, nikmati dengan lembut setiap rasa manisnya”, Fondo
mengajari Eva lalu memberi contoh dengan meneguk wine-nya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terasa sedikit panas disini”, ujar Eva sambil meletakkan
gelasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Efek dari Wine, kurasa. Di kamarku pasti lebih dingin, mari
kita kesana”, Fondo mengajak Eva untuk naik ke kamarnya. Eva menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kalau buka saja jendelanya”, Eva menggenggam tangan
Fondo dan melingkarkannya ke pinggang rampingnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau ingin disini?, penjagaku di luar dapat melihat jelas
apa yang terjadi disini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anggap saja bonus bagi mereka”, Eva mengerling manja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau nakal juga nona manis”, Fondo berbisik sambil mulai mengecup
telinga Eva. “kalau itu yang kau mau, setelah kita selesai, kau akan keluar
ruangan dan melayani penjaga-penjagaku di luar”, ujarnya sambil meremas buah
dada Eva dari luar gaunnya. Eva hanya mendesah pelan saat tangan pemuda itu
bermain di dadanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo mengecup leher putih Eva, saat tangannya terus
memainkan buah dada kencang milik gadis cantik itu. Tubuh Eva terlonjak saat
ciuman Fondo terus merambat ke telinganya. Eva menunduk, tangannya menggenggam
bagian belakang kepala Fondo dan menarik hingga wajah keduanya berhadapan,
detik berikutnya, sebuah ciuman ganas dilakukan kedua insan berlainan jenis
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo tidak menghentikan aksinya disana, tangannya kini
aktif meraih leher gaun Eva dan mulai menariknya lepas, gaun itu meluncur turun
dengan mudah. Tubuh bagian atas Eva kini telanjang sempurna, satu-satunya
penutup tubuh yang melekat saat ini hanyalah celana dalamnya. Tanpa
menghentikan ciuman ganasnya, jemari tangan kanan Fondo menyentuh dan meremas
payudara kencang Eva, kali ini secara langsung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menggelinjang dan mendesah saat tangan kiri Fondo
menyusup ke dalam celana dalamnya, gadis cantik itu makin merintih saat jemari
Fondo mulai bermain di liang kenikmatannya. Ciumannya terlepas, matanya
terpejam, bibirnya setengah terbuka, mengeluarkan desahan-desahan penuh
kenikmatan. Fondo menatap gadis itu dengan nafsu, sambil terus memainkan
jarinya di vagina sang gadis, mata Fondo memperhatikan kedua payudara kencang
milik gadis itu. Payudara yang terlihat proporsional, kencang dan menggoda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak perlu waktu lama bagi Eva untuk mencapai orgasme,
gadis cantik itu memeluk kencang tubuh Fondo menahan gelinjang-gelinjang
kenikmatan yang dia dapatkan. Setelah beberapa detik, tubuh Eva terasa lemas,
Fondo menarik jarinya dari lubang surgawi gadis muda itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Panas kan?, buka jendela itu dan biarkan semua penjagaku
disana melihat tubuh telanjangmu”, perintah Fondo pada Eva. Gadis cantik yang
baru saja orgasme itu hanya tersenyum, lalu bangkit ke arah jendela dan
membukanya lebar-lebar. Setelah jendela itu dibuka, dia dapat melihat beberapa
orang melihat ke arahnya, para penjaga, beberapa diantara mereka
menunjuk-nunjuk ke arahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam waktu singkat, Fondo sudah berdiri di belakang Eva,
telanjang bulat, entah kapan Fondo melepaskan pakaiannya. Fondo memeluk dan
meremas kedua payudara Eva dari belakang, seolah sengaja memamerka betapa
kenyal dan kencangnya buah dada itu. Eva menjulurkan tangannya ke belakang,
meraih batang kejantanan Fondo yang setengah mengeras, batang itu akan jadi
batang ketiga yang memasuki dirinya. Dalam hati Eva menarik nafas, mencoba
menyatu dengan peran yang akan dijalaninya. Dia harus melakukan ini sesuai yang
diminta oleh Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan lembut Eva melingkarkan jarinya ke batang kejantanan
Fondo yang cukup panjang, mengocoknya lembut dan makin lama makin kencang.
Fondo tetap mempermainkan kedua payudara kencang miliknya. Setelah dirasakan
cukup keras, Eva berbalik lalu berlutut di depan Fondo, jarinya menggenggam
lembut penis pengusaha muda itu dan mengarahkan penis itu masuk ke dalam
mulutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oughh…”, Fondo tidak bisa menahan lenguhannya saat Eva
menghisap penisnya, dengan terampil Eva menghisap, memainkan lidah, dan
menggerakkan kepalanya maju-mundur, hingga penis Fondo terkocok dalam mulutnya.
Memberikan kenikmatan pada pemilik penis tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekitar lima menit Fondo merasakan kenikmatan di batang
kejantanannya akibat permainan mulut Eva. Fondo lalu menahan kepala gadis
cantik itu dan menarik lepas penisnya. Dia ingin kenikmatan yang lebih, dia
ingin menyetubuhi gadis itu. Fondo semakin terangsang saat membayangkan setelah
ini, Gadis cantik itu harus melayani tujuh penjaga yang kini tengah menyaksikan
pertunjukan live-show itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo menarik tubuh Eva hingga berdiri lalu membalikannya.
Kini Eva menghadap ke luar, mempertontonkan tubuh telanjangnya ke para penjaga
dari kejauhan. Fondo menekan punggung Eva, hingga Eva bertumpu pada kusen bawah
jendela. Eva menggelinjang saat merasakan batang kejantanan Fondo menggesek
vaginanya, batang kejantanan ketiga…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh!!...”, tubuh gadis cantik itu sedikit terlonjak saat
batang kejantanan Fondo menyeruak masuk. Dinding kemaluan Eva terasa merekah
dan penuh saat pengusaha muda itu terus menekan penisnya masuk. Besar… belum
pernah Eva disetubuhi oleh penis sebesar ini. Eva menjerit saat dengan kasar,
Fondo melesakkan seluruh penisnya hingga amblas seluruhnya. Tubuh gadis itu
sedikit menekuk, tangannya berpindah ke daun jendela, secara tanpa sengaja
mendorong daun jendela itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
‘PRANGG!!’, kaca jendela itu pecah saat bingkainya terayun menghantam
dinding di baliknya, gerakan Fondo berhenti sejenak, para penjaga yang melihat
mereka tidak bergerak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah biarlah!, Cuma sebuah kaca jendela”, ujar Fondo mencoba
kembali fokus pada kenikmatan yang dirasakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bukan hanya Eva yang mengeluarkan suara yang merangsang, di
belakangnya, Fondo melenguh keenakan saat berhasil menyetubuhi gadis cantik itu
dengan sempurna. Fondo jelas tidak ingin kenikmatan itu berakhir disitu,
dicengkeramnya pinggul sang gadis, lalu dengan gerakan yang cepat dan dalam,
mulai dipacunya kemaluan gadis muda itu. Tubuh Eva terlonjak, berusaha
memperkuat pegangannya pada bingkai jendela, suara desahannya tidak lagi
terkontrol. Penis yang merojok lubangnya kini terasa sangat nikmat. Eva harus
mengakui, dia suka dengan rojokan penis besar Fondo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh..ah.. ouhh.. shh..”, desahan terus keluar dari bibir
gadis cantik itu, Fondo menyetubuhinya dengan hebat, Eva kini benar-benar
tenggelam pada kenikmatan yang diberikan oleh batang kejantanan besar yang
tengah menggesek bagian terdalam kewanitaannya. Eva memejamkan matanya,
kenikmatan ini benar-benar tidak bisa ditolaknya, bahkan kini terbersit pikiran
untuk membiarkan Fondo menghamilinya. Eva tahu malam ini malam suburnya, Ian
memberikannya pil pencegah kehamilan, namun dia tidak meminumnya. Eva tidak
berencana membiarkan Fondo atau siapapun yang menyetubuhinya malam ini, untuk
menyirami rahimnya. Namun kini keadaan telah berbeda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keringat Fondo menetes ke punggung Eva saat dia meningkatkan
kecepatan rojokannya, beberapa genjotan berikutnya membuat Eva lepas kendali,
setengah mengerang, gadis itu melepaskan orgasme keduanya. Kali ini terasa
sangat hebat, lebih hebat dari orgasme-orgasme yang pernah dia rasakan
sebelumnya. Permainan Fondo jauh diatas Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa banyak bicara, pengusaha muda itu mencabut penisnya,
membimbing Eva ke sofa di sudut ruangan. Nafas Fondo masih menderu, begitu juga
nafas Eva, Fondo membaringkan Eva ke atas sofa, menindihnya, mengusap peluh di
kening Eva yang kulit wajahnya memerah. Dan detik berikutnya, mulut gadis itu
terbuka, mengeluarkan erangan tanpa suara saat batang besar Fondo kembali
memasuki tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini Fondo menghujamkan penisnya lebih kencang dan lebih
cepat, dibantu dengan gaya gravitasi yang membuat rojokannya semakin dalam. Eva
hanya mendesah pasrah, tubuh telanjangnya berhimpitan tanpa cela dengan tubuh
telanjang Fondo, payudara gadis itu menempel ketat pada dada bidang pengusaha
muda itu. Eva mengangkat lehernya, kini lehernya bertumpu pada lengan Fondo
yang memeluknya, Eva membuka kedua kakinya lebar-lebar, memudahkan Fondo untuk
memacunya kencang-kencang sambil terus menindih tubuhnya. Fondo memeluk Eva,
menjadikan tubuh Eva poros genjotannya. Tubuh keduanya berhimpit, hanya pinggul
Fondo yang kini bergerak kencang dan cepat penuh stamina, seiring dengan makin
kencangnya jepitan dinding kemaluan gadis cantik yang tengah dicampurinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh.. aku mau keluar cantik…”, bisik Fondo di telinga Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“akku… ahh… aku sedang subur Tuan…”, Eva menjawab sambil
terlonjak menerima genjotan Fondo yang makin cepat. Hati kecil Eva berharap
Fondo mengerti dan tidak mengeluarkan benihnya di dalam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“sempurna…”, jawab Fondo tanpa menjelaskan maksudnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo mempercepat hujamannya, semakin kencang dia menghujam,
dinding kewanitaan Eva semakin kencang menjepit penisnya. Fondo memeluk Eva,
menindihkan tubuhnya dengan sempurna ke tubuh gadis cantik itu dan melesakkan
seluru batang kejantanannya ke lubang kenikmatan sang gadis. Eva terbelalak
menahan seluruh dinding vaginanya yang terasa amat penuh, dan detik berikutnya,
dia merasakan cairan hangat menyemproti dinding-dinding rahimnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keduanya terdiam sejenak dengan tubuh yang bermandikan
keringat, keringat Eva dan Fondo telah berbaur menjadi satu lewat persetubuhan
dahsyat yang baru saja mereka alami. Eva merasa sangat lemas, dia menolak
memikirkan kemungkinan bahwa persetubuhan itu bisa menyebabkan kehamilan
baginya. Senyum samar tersungging di bibir gadis cantik itu. Dia telah
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Senyum yang tidak terlihat oleh Fondo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fondo beranjak dari tubuh telanjang Eva, nafasnya masih
berat, peluh menetes dari tubuhnya. Fondo bergerak meraih wine yang tersisa di
gelasnya dan menenggak habis minuman tersebut. Eva juga ikut beranjak, tinggal
satu hal yang harus dilakukan olehnya sekarang. Namun Eva tidak boleh
terburu-buru melakukannya. Eva memandang jendela yang terbuka di belakang
Fondo, saat ini tampaknya Fondo tidak memperhatikan jendela tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hebat sekali tubuhmu, cantik”, puji Fondo sambil tersenyum
puas. “sekarang keluar dan layanilah para penjagaku di luar sana”, perintahnya
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva tersenyum, kalimat Fondo barusan memudahkannya. Eva
memungut gaunnya dan mengenakannya kembali. Setelah rapi, Eva beranjak
meninggalkan ruangan tersebut, sedang Fondo menutup jendela yang tadi terbuka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sepuluh Jam Kemudian<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa petugas kepolisian berseragam tampak bergerombol di
luar rumah peristirahatan Samuel Fondo. Beberapa diantara mereka tampak sibuk
menjaga agar tidak ada satupun yang masuk tanpa ijin ke dalam rumah tersebut.
Di bagian belakang pulau masih samar terlihat sisa-sisa asap akibat kebakaran
yang terjadi beberapa jam yang lalu. Suasana pulau Iyu terlihat mencekam,
sebuah helikopter kepolisian mendarat tepat di halaman depan rumah, dua orang
pemuda turun, seorang petugas dengan pangkat tiga garis tegak vertikal
menyambut keduanya dengan hormat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan memberi hormat, AKP Showa”, ujar Dean sambil
mengulurkan tangan untuk berjabat. Dengan bingung, AKP (Ajun Komisaris Polisi)
Showa menjabat tangan Dean. Rio menyusul tepat di belakangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak perlu hormatmu, AKP”, dengan kurang ajar Rio menepuk
punggung AKP Showa yang jauh lebih tua darinya, secara pangkat, Rio memang
lebih tinggi dibandingkan AKP Showa. “Kita satu tim, jabat tangan akan terasa
lebih baik untuk sebuah kerja sama”, Rio melanjutkan. Dalam hati, AKP Showa
membenarkan apa yang diucapkan oleh Rio, meski sempat tersinggung dengan sikap
kurang ajarnya. Hormat dapat dilakukan dengan mengangkat tangan ke kepala,
namun tidak rasa hormat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tolong abaikan anak buahku yang tidak sopan ini, AKP
Showa”, suara Dean terdengar lembut, tenang dan berwibawa. Dean memang memiliki
kharisma yang berbeda dari kebanyakan orang. “Bisa kita langsung ke TKP?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Asap apa itu?”, Rio menunjuk ke asap kecil yang masih
membumbung membelah langit biru pagi itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kebakaran hutan, terjadi beberapa saat setelah insiden itu.
Kami menduga ada hubungan antara dua insiden yang terjadi dalam waktu
berdekatan tersebut”, AKP Showa mencoba menjelaskan apa yang terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara gemuruh mesin motor menarik perhatian mereka bertiga,
Dean melihat beberapa kapal yacht dan helikopter mendekat ke arah pulau.
Beberapa dari kapal-kapal itu berlogo salah satu media massa ternama di
Indonesia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pers…”, Rio berkomentar. “Mereka datang secepat lalat yang
mengerubungi bangkai tikus”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jaga mulutmu, Rio”, Dean mengingatkan. “Lebih baik kita
segera masuk ke TKP, AKP Showa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lewat sini, Detektif”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
AKP Showa membawa kedua detektif muda itu ke ruangan kerja
Samuel Fondo yang telah dipagari oleh pita police line. AKP Showa masuk ke
dalam ruangan tersebut, diikuti oleh Dean dan Rio. Kedua detektif muda itu
segera melihat kondisi ruangan dengan seksama, sebagian besar ruangan itu
tampak rapi, kecuali di salah satu sudut ruangan terdapat banyak pecahan kaca,
sebatang ranting kecil dan sebuah rangka bekas akuarium terletak di atas meja
tidak jauh dari pecahan kaca tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Samuel Fondo ditemukan tewas pagi ini oleh seorang pelayan
yang hendak membersihkan ruangan in I pukul lima pagi, tim forensik telah
melakukan beberapa analisa penyebab kematian”, AKP Showa mulai menceritakan
inti dari kasus kali ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Biar kutebak, dia meninggal dengan bekas gigitan di
tubuhnya?”, Rio memotong ucapan AKP Showa. AKP Showa terdiam dan menatap heran
pada detektif muda di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana anda bisa tahu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akuarium itu”, Rio mendekat ke arah akuarium di atas meja.
“Akuarium ini pecah dan tidak ada air yang membasahi sekitar, malah ada ranting
ini”, Rio memungut ranting yang terjatuh di dekat meja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rio! Jangan sentuh apapun, gunakan pinset atau sarung
tanganmu”, Dean menghardik Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akuarium dengan ranting, menurutku akuarium ini digunakan
sebagai kandang hewan reptil”, Rio meletakkan kembali ranting yang dipungutnya
dan memasang sarung tangan karetnya. “Pertanyaannya… reptil kecil apa yang muat
ke akuarium ini dan bisa cukup mematikan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anda luar biasa…”, nada kekaguman terdengar dari kalimat
yang diucapkan AKP Showa. Bagi orang yang belum pernah melihat Rio, mungkin itu
adalah hal baru yang hebat. Namun bagi Dean, itu hanyalah analisis singkat yang
disampaikan dan dilakukan dengan baik oleh Rio, seperti yang biasa dilakukan
detektif cerdas itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada reptil yang ditemukan bersama dengan kematian Fondo?”,
Dean bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kurasa ular”, belum sempat AKP Showa menjawab, Rio memotong
terlebih dahulu. “Ular kecil yang berbisa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ular Kapak Sumatra, sangat langka dan mematikan, nama
latinnya Trimeresurus Sumatranus”, kami menemukan dua ekor ular Kapak
bersembunyi di bawah sofa. Tentu ular itu telah dilumpuhkan dan ditangkap. Tim
Forensik telah menyatakan bahwa bisa ular itu sama dengan racun yang
menyebabkan kematian Samuel Fondo”, AKP Showa melengkapi analisa Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berarti Fondo terbunuh akibat gigitan ular peliharaannya
sendiri?”, Dean mencoba menegaskan situasi yang terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Benar sekali, detektif.”, AKP Showa membenarkan. “Jika saja
tidak terjadi kebakaran hutan, mungkin aku tidak berpikir untuk memanggil
kalian, aku rasa ada yang tidak beres disini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Langkah yang cerdik, Kapten”, Rio memuji AKP Showa.
“Penyebab kebakaran?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lampu tembok yang pecah, satu pondok terbakar, satu korban
jiwa. Kepala pengawas di hutan belakang, itu yang dikatakan ahli forensik”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau begitu sebaiknya kita memeriksa TKP di hutan”, ujar
Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio diam, masih memandang sekitar dengan penuh rasa
penasaran, terlalu banyak kejanggalan yang terjadi di ruangan ini, seperti
bagaimana mungkin sebuah akuarium pecah tanpa terguling, jika memang dapat
serangan dari ular, kenapa Fondo tidak bergegas keluar dari ruangan?. Banyak
sekali kejanggalan-kejanggalan, namun entah mengapa, Rio sendiri merasa dia
melewatkan sebuah petunjuk penting.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di bawah mereka, di atas karpet hijau yang jadi alas ruangan
itu, beling-beling kaca tampak berkilauan disiram cahaya matahari pagi yang
menyusup masuk lewat jendela di belakang meja kerja Fondo. Sebuah gelas wine
yang sudah habis isinya diam rapi di atas meja kerja itu. Rio memandang
beling-beling kaca tersebut sebelum menyadari sesuatu, detektif muda itu lantas
berjongkok dan menyingkirkan beberapa pecahan beling di karpet. Rio tersenyum
saat melihat bagian karpet yang belum mengering, dan saat dia memandang daun
jendela yang kacanya pecah, senyumnya semakin lebar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebaiknya kita segera ke TKP selanjutnya, AKP Showa. Tolong
antarkan kami”, Dean meminta AKP Showa untuk mengantarkan mereka ke hutan
belakang pulau.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tunggu dulu, Dean..”, Rio berbalik menghadap keduanya
dengan senyum terkembang. “Sebelum kita ke TKP selanjutnya, ada baiknya aku
menceritakan apa yang terjadi pada Samuel Fondo beberapa jam yang lalu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
10 jam sebelumnya…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Syukurlah”, Ian menarik nafas panjang setelah melihat daun
jendela ruang kerja Fondo kembali tertutup. Dia melirik arlojinya untuk
memastikan sisa waktu yang dimilikinya. “Lima menit lagi”, gumamnya. Lazy
Franginpani berdiri tepat di sebelahnya, mengamati apa yang akan dilakukan oleh
Silent Rose muda ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada halangan?”, Franginpani berbisik. Ian menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak, semua sesuai perhitungan, pil yang dimasukkan ke
dalam wine favorit Fondo mengandung obat kuat yang dapat membantunya menikmati
seks terhebat di sisa umurnya. Satu jam, sesuai perhitungan, sekarang Eva punya
waktu lima menit sebelum Tetradoxin dalam pil itu bekerja. Tolong berikan aku
freezer kecil itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di dalam ruang kerjanya, Fondo belum menyadari adanya bahaya
yang mengancam, wajahnya terlihat lelah namun penuh kepuasan. Bisa dibilang,
persetubuhan yang baru saja ia rasakan merupakan persetubuhan terhebat yang
pernah ia rasakan. Terbersit keinginan untuk mengulangi persetubuhan itu lagi
besok. Kalau saja dia tahu, tidak ada hari esok untuknya, mungkin dia takkan
setenang ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Fondo teralihkan oleh bunyi benturan kaca, Fondo
memandang ke dua ekor ular Kampak Sumatra di dalam akuarium. Kedua ular itu
bertingkah aneh, mendesis dan membentur-benturkan kepalanya ke kaca, seolah hendak
menyerang Fondo. Didorong oleh rasa penasarannya, Fondo mendekat ke akuarium
berisi ular tersebut. Dan saat itulah terjadi hal yang mengejutkannya. Begitu
Fondo sampai tepat di samping akuarium itu, dia merasa tubuhnya mengejang,
Fondo merasa tubuhnya mendadak kaku, tidak satu jaripun dapat digerakkan
olehnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sempurna”, gumam Silent Rose yang mengawasi semua itu dari
binocular senjata laras panjangnya. Tanpa banyak bicara Ian membidik ke arah
kandang kaca berisi dua ekor ular itu, dan detik berikutnya, Silent Rose
melakukan gerakan terakhirnya, menekan tuas senjata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
XM2010-ESR yang telah dimodifikasi itu memuntahkan isinya
tanpa suara kencang, hanya letupan kecil yang sukar didengar bahkan dari tempat
Lazy Franginpani berdiri. Sebutir peluru yang terbuat dari es padat meluncur
kencang, melewati kaca jendela yang telah dipecahkan, lalu menghantam dinding
kandang kaca, sekaligus memecahkannya. Dua ekor ular berbisa yang ada di dalam
kandang serta merta melemparkan diri mereka ke lantai, sebelum keduanya
mendesis, dan mulai menyerang Fondo yang masih belum bisa bergerak sedikitpun.
Bukan hanya satu atau dua patokan, kedua ular itu berkali-kali mematok lengan,
pundak dan kaki Fondo, seolah hendak menghabiskan bisa yang ada dalam tubuh
keduanya. Fondo tak bisa melawan, tidak jika dia saja tak punya daya untuk
menggerakkan lidahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lazy Frangipani melihat apa yang terjadi di ruang kerja
Samuel Fondo dari binocular XM2010-ESR milik Silent Rose. Beribu pertanyaan
muncul di benaknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tetradoxin”, Silent Rose bicara, seolah dapat membaca
pertanyaan yang muncul di benak Lazy Franginpani. “adalah bahan utama racun
yang dapat menyebabkan paralyze, kondisi dimana semua syaraf tidak dapat
merespon perintah dari otak”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu itu”, Lazy Franginpani menimpali. “Kau menggunakan
peluru es karena es akan mencair, sehingga menghilangkan jejak. Pecahnya kaca
jendela akibat gerakan tangan Eva juga bukan ketidaksengajaan kan?. Yang aku
tidak mengerti adalah, kenapa kedua ekor ular itu menyerang Fondo
berkali-kali?, biasanya ular akan lari setelah sekali-dua kali mematuk”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka bereaksi terhadap pheromone yang memancing mereka
untuk menyerang. Eva membalurkan zat itu ke seluruh tubuhnya, dan itu menempel
saat Fondo menyetubuhi Eva. Setelah mengeluarkan semua bisanya, ular-ular itu
akan mati sendiri”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lazy Franginpani menggelengkan kepalanya. “Luar biasa, kau
lebih cerdik dari Ayahmu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada waktu untuk bengong. Ayo kita selesaikan
buruanmu, bantu aku membawa senjata ini”, Silent Rose berkata seolah tak mau
kehilangan waktu barang semenit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suasana hutan malam itu sangat lengang, beberapa penjaga
tampak siaga di pos tinggi masing-masing. Belum ada yang tahu apa yang terjadi
pada Samuel Fondo, Ian bergerak dalam gelap, mengenakan tech-bodysuit 03,
barang buatan Association yang berbentuk seperti pakaian ketat berwarna gelap.
Pakaian itu dapat meningkatkan kemampuan motorik penggunanya, Silent Rose
sengaja memesannya karena kali ini dia ingin berhadapan langsung dengan target
; Noisy Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada empat pos penjagaan yang terlihat dari sini”, suara
Lazy Franginpani terdengar dari earphone kecil yang menempel di telinga Silent
Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lakukan seperti yang kuminta, jatuhkan satu-satu dengan
peluru bius, menurutmu dimana Noisy Cannary berada?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Di pondoknya, tujuh ratus meter dari pintu gerbang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan berpikir naif, Franginpani. Kau sudah berkali-kali
datang ke pulau ini, tentu dia sudah menyadari keberadaanmu. Apa tidak ada
tempat tertutup lain selain itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm…, ada sebuah gudang lama yang tidak terpakai. Sekitar
tiga ratus meter dari pintu gerbang. Tapi, penjagaan paling berat ada di pondok
utama”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka agen tipe B, mereka ahli dalam strategi dan
mengecoh, untuk menghadapi mereka kita harus berpikir berbeda”, Silent Rose
memberi tekanan pada kata ‘berbeda’. “Bodysuit ini memiliki baterai yang bisa
bertahan sekitar tiga jam berlari, aku akan mampir ke gudang lama itu dulu,
jika aku salah, kita masih punya kesempatan untuk menyerbu pondok utamanya dari
depan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku serahkan padamu, Silent Rose”, jawab Lazy Franginpani.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagus, lumpuhkan penjaga pos sekarang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Segera setelah Silent Rose memberi kode, sebuah tembakan
jitu melemparkan peluru demi peluru ke arah tali penggantung lampu pada pos-pos
tinggi yang berjaga. Satu persatu lampu itu jatuh, tepat mengenai kepala para
penjaganya, membuat para penjaga tidak sadarkan diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose berlari, dengan bantuan bodysuit itu dia dapat
berlari dengan kecepatan yang tinggi, dengan sigap Silent Rose menembakkan
peluru-peluru bius ke para penjaga yang dilewatinya. Lazy Franginpani melihat
dengan seksama dari binocular senjata laras panjangnya. Mengikuti gerakan
Silent Rose yang sangat cepat. Ian berlari ke arah gudang tua, sekilas dia
melihat penerangan samar dari dalam gudang berdinding kayu tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Target ditemukan”, ucapnya pada Lazy Franginpani. Ian yakin
betul bahwa Noisy Cannary bersembunyi di dalam gudang tua itu. Pondok utama
dengan penjagaan sedemikian ketat, hanyalah pengalih perhatian saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mempercepat larinya, melompat ke arah pintu berbahan
kayu yang terlihat lapuk, tanpa ragu Ian melompat menerjang ke arah pintu,
menghantamkan sarung tangan gauntlet berbahan besi di tangannya ke arah pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
BRAKKK!!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pintu itu hancur seketika, Ian dapat melihat sekelebat
bayangan yang bergerak terkejut, berusaha mengambil sesuatu. Namun dengan
bantuan bodysuit, Ian jadi lebih cepat bergerak. Ian menerjang sosok itu,
tangannya mencengkeram leher lawannya dan dengan memanfaatkan berat tubuhnya
Ian menjatuhkan sosok itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tangan kiri Ian yang bebas meraih sebuah suntikan kecil di
saku lengannya dan dengan cepat menancapkan ke leher sosok yang kini dikuncinya
itu. Sosok itu meronta, Ian menyalakan senter di bahu bodysuit-nya. Seorang
pria tua, berumur sekitar empat puluhan, masih terlihat cukup kuat. Pria tua
itu meronta dengan tenaga cukup besar. Jika saja tidak mengenakan Bodysuit,
mungkin Ian telah terlempar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau Noisy Cannary?!”, bentak Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya!”, jawab pria itu. Ian tahu pria itu tidak bohong, yang
baru saja disuntikannya adalah serum kejujuran buatan Ayahnya sendiri, serum
rahasia yang sempat sangat diinginkan Association. Ayahnya harus berbohong pada
Association dengan mengatakan bahwa serum itu gagal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu siapa aku?!”, bentak Ian lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jawaban Noisy Cannary mengejutkan Ian, bagaimana mungkin
Noisy Cannary dapat dengan mudah mengenalinya?, dia tidak mirip dengan Ayahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau, putra Silent Rose”, tambahnya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Informasi apa yang kau rahasiakan dari Ayahku?!”, Ian tidak
mau membuang waktu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senyum sinis tersungging di bibir Noisy Cannary. “Kalau Wise
Crow membiarkanmu ada disini, itu artinya Deadly Orchid telah bergerak”,
ujarnya penuh tanda tanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jawab pertanyaanku!!”, Ian membentak lagi. Tampaknya efek
serum kejujuran tidak berlangsung cukup lama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Temukan sendiri jawabannya di Bank Emerald bandung”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengencangkan cengkeramannya di leher Noisy Cannary. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksudmu dengan Deadly Orchid?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Noisy Cannary diam, Ian menangkap sesuatu yang tidak wajar
di pandangan mata Noisy Cannary, pandangan itu adalah tatapan mata seseorang
yang sudah siap menjelang kematian. Samar, Ian melihat gerakan lidah di dalam
mulut pak tua itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bangsat!!”, Ian mengumpat sambil mencengkeram rahang pak
tua itu, memaksa mulut pria tua itu terbuka sedikit. Samar-samar Ian dapat
melihat sebutir kapsul meluncur ke tenggorokan pak tua itu. Ian mencoba
menghentikannya, namun terlambat. Beberapa detik kemudian, apapun yang ditelan
oleh orang tua itu, menunjukkan reaksinya. Mata Noisy Cannary membelalak
seketika, nafasnya seolah tertahan selama beberapa detik, sebelum lemas tanpa
tanda-tanda kehidupan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian melepaskan cengkeramannya dan beranjak sambil mengumpat.
Dia tidak menyangka Noisy Cannary telah menyiapkan cara untuk bunuh diri dalam
keadaan terpojok. Ian benar-benar kesal, ia merasa tinggal selangkah lagi
dengan tanda tanya mengenai kematian sang Ayah. Dengan kesal dihantamkannya
gauntlet berbahan besi ke pelipis kanan Noisy Cannary yang sudah tak bernyawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?, Rose?”, suara Lazy Franginpani mengembalikan
kesadaran Silent Rose. Ini bukan saat yang tepat untuk jadi emosional dan
sentimentil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Noisy Cannary telah mati, aku akan membakar tempat ini,
jemput Eva dan bawa ke dermaga rusak di samping pulau, aku menunggu kalian
disana. Misi selesai”, Ian mencoba menyembunyikan emosinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke, kita bertemu disana setengah jam lagi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian berdiri tegak, memandang isi gudang lama yang berantakan
itu. Tanpa ekspresi, Ian mengeluarkan sebotol kecil bensin yang tergantung di
sabuknya. Ian menyiramkan isi botol itu ke tubuh Noisy Cannary, mengambil
beberapa foto dengan kamera digitalnya, dan menyalakan api. Ian sempat bertahan
beberapa menit untuk memastikan api melalap habis tubuh Noisy Cannary. Setelah
itu, Ian kembali berlari ke dermaga di samping pulau.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
AKP Showa masih tampak kagum dengan reka ulang kejadian
perkara yang disampaikan oleh Rio. Detektif muda itu memaparkan segala
kemungkinan hasil analisanya dengan percaya diri. Mereka ini berada di
puing-puing gudang yang telah terbakar habis, berdiri tidak jauh dari bangkai
Noisy Cannary yang terbakar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku berani bertaruh, ada zat semacam feromon ditemukan di
kulit luar Samuel Fondo. Dan kepala pengawas yang mati terbakar ini, pasti dia
ada hubungannya dengan sang pembunuh. Aku ingin data penuh tentang orang ini
dan Samuel Fondo”, Rio berbicara dengan tegas, Dean mencatat apa yang diucapkan
anak buahnya yang berlagak seperti bos. Dean sudah terbiasa dengan sikap arogan
yang dimiliki oleh Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi siapa yang dapat melakukan pembunuhan terencana
seperti itu?”, AKP Showa bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya ada satu tersangka yang muncul di pikiranku, Kapten.
Dan itu juga jadi alasan yang membawa kami kemari”, jawab Dean sambil memeriksa
smartphone-nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose”, Rio menunjukkan putung rokok yang dipungutnya
di jalan menuju ke gudang tua itu. “Dan kami sudah semakin dekat dengannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Case 03 - Closed<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose The Series<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Case 05 : End of Silence<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian terdiam memandangi tempat dimana dia berada saat ini,
terduduk di sebuah kursi single seat sofa yang cukup nyaman berwarna senada
dengan sebuah coffee table di depannya. Dinding-dinding ruangan itu dilapisi
wallpaper bermotif daun maple berwarna krem lembut. Beberapa perabot
disekitarnya cukup mewah. Sebuah lemari es kecil di bawah televisi plasma tiga
puluh dua inci berwarna hitam. Dia berada di sebuah kamar hotel, suasananya
cukup nyaman. Satu hal yang tidak membuatnya nyaman adalah kedua tangannya yang
terbogol di kedua pegangan kursi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di kamar yang berada selisih tiga kamar dari tempat Ian
berada, beberapa petugas kepolisian tampak sibuk. Beberapa diantaranya
berseragam, beberapa mengenakan sarung tangan karet di tangannya. Garis kuning
kepolisian tampak membentang di pintu masuk kamar tersebut. Dean mengamati tim
forensik yang tengah memeriksa isi ruangan tersebut, tidak jauh dari tempatnya
berdiri Rio tampak asyik memeriksa sisi kamar dekat jendela, sesekali Rio
melongokkan kepalanya ke luar jendela.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah senapan laras panjang Blaser R93 Tactical buatan
Jerman yang sering digunakan oleh kepolisian Prancis dan tentara Bulgaria
bertengger anggun di tripod penopangnya. Moncong senapan itu sedikit keluar
dari jendela, mengarah tepat ke sebuah jendela di gedung seberang kamar itu.
Jejak mesiu masih hangat di ujung senjata itu, pertanda bahwa senjata itu baru
digunakan. Rio mengamati senjata itu dari jauh, senjata itu nyaris saja
merenggut nyawa seorang politikus ternama di Indonesia, Ahmadi Fahsa, salah
satu tersangka utama kasus mega korupsi suap impor daging sapi. Fahsa beruntung
Rio dan Dean berhasil membaca dan menggagalkan aksi pembunuhan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Detektif muda berbakat itu tersenyum saat melihat isi sebuah
kantong plastik diantara beberapa barang yang diamankan oleh tim forensik.
Sebuah puntung rokok bercap mawar merah di gabus penghisapnya. Dari sekilas
mengamati saja, Rio yakin puntung roko itu asli, sama dengan yang biasa
ditemukan di TKP yang berkaitan dengan Silent Rose. Rio tidak lama-lama mengamati
puntung rokok itu, dia bergegas ke arah Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa rencanamu berikutnya, Rio?”, Dean bertanya setengah
berbisik. Rio menjawab dengan isyarat agar Dean mengikutinya, kedua detektif
itu keluar dari kamar tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita akan mengorek keterangan tentang Silent Rose dan siapa
yang berada di belakangnya”, Rio berbisik pada Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau begitu kenapa tidak kita bawa ke kantor?, disana kita
bisa menginterogasinya lebih lanjut”, raut wajah Dean terlihat cemas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yang kita hadapi itu Silent Rose Dean!, selama ini kita
tidak tahu apa yang akan dia lakukan, apa kau akan mengambil resiko kehilangan
Silent Rose di perjalanan menuju ke kantor polisi?!”, Rio mengemukakan
pendapatnya, mencoba meyakinkan atasannya bahwa menahan Silent Rose di hotel
adalah keputusan terbaik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tetap merasa lebih baik kita membawanya ke kantor”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cara berpikir yang kuno untuk seorang detektif, Dean. Maaf
kalau terdengar kasar, tapi itulah yang biasa dilakukan oleh seorang polisi
saat berhasil menangkap tersangka kan?, membawa mereka ke kantor polisi untuk
diinterogasi, apa kau pikir Silent Rose tidak memikirkan kemungkinan itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean terdiam sejenak, dia sadar betul yang dihadapinya
sekarang bukan penjahat biasa. Silent Rose begitu licin, begitu sukar untuk
ditebak. Bukan tidak mungkinSilent Rose sudah menyiapkan rencana untuk kabur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita harus berpikir berbeda, melakukan hal di luar
rutinitas. Itu yang kita perlukan saat menghadapi penjahat penuh taktik semacam
Silent Rose”, Rio kembali menegaskan argumennya, kali ini dia yakin Dean tidak
akan dapat membantah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin kau benar, Rio”, Dean menyetujui pendapat Rio.
“Tapi itu artinya kita perlu melakukan strategi khusus juga untuk mengurai
kasus itu. Jika Kepala Polisi sampai tahu…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Disitulah strategi pertama kita, komandan Dean”, Rio
tersenyum sambil menepuk bahu Dean. “Jaga supaya hanya kita berdua yang tahu”,
lanjutnya enteng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian masih merasakan pening di kepalanya akibat serangan
stun-gun yang diluncurkan oleh Dean. Dia mencoba menggerakkan kedua tangannya
yang terborgol. Namun bagaimanapun, dia bukan man of steel yang bisa dengan
mudah mematahkan besi-besi borgol. Ian menghentikan usahanya saat mendengar
pintu kamar terbuka. Rio dan Dean terlihat mendekatinya. Rio mengambil kursi
dan duduk tepat di seberang Ian, memandang tajam dengan sebuah senyum samar di
raut wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana keadaanmu, Silent Rose?”, Rio membuka
pembicaraan, ini adalah pertama kalinya mereka berhadapan face to face.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah kubilang kalian salah tangkap!”, Ian mencoba
berontak. “Namaku Ian!, kalian salah tangkap!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Setiap aku menangkap seorang penjahat, aku tidak pernah
berharap penjahat itu akan langsung mengaku”, nada Rio terdengar begitu datar,
dengan penekanan samar di setiap kata yang diucapkannya. “Kau tertangkap di
dalam sebuah ruangan, bersama sebuah senjata laras panjang beberapa menit
setelah terjadi penembakan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak tahu! Aku tidak menyewa kamar itu! Aku menyewa
kamar di seberang kamar itu!. Entah bagaimana aku bisa ada di sana”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan itu alasanmu menyerang kami berdua?”, pandangan
detektif muda itu semakin menajam. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian datang mendobrak pintu beberapa menit setelah aku
terbangun, aku terkejut! Kalian menodongkan senjata padaku! Apa aku harus diam
dan menerima tembakan kalian?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak menembak”, Dean berkomentar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Belum… tepatnya”, Rio menimpali. Dalam sebuah interogasi,
keberadaan sebuah tekanan sangat diperlukan. Dalam hal ini Rio berusaha memberi
tekanan pada Ian dengan meyakinkannya bahwa mereka tidak akan segan menembak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mana aku tahu kalian polisi?, kalian tidak berseragam”, Ian
mencoba membela diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean dan Rio terdiam, saat mendobrak mereka memang lupa
menyebutkan identitas kepolisian mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ceritakan bagaimana kau bisa sampai di ruangan itu”, Rio
memberikan kesempatan Ian untuk menjelaskan alibinya, dengan harapan ada
kecacatan dalam ceritanya nanti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku datang untuk meliput pertemuan para pembuat Game lokal
Indonesia yang diadakan di ballroom hotel ini kemarin malam, agar bisa lebih
santai, aku menyewa kamar di hotel ini. Kamar 1303 atas nama Christian D
Ambaraksa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean mengeluarkan notes kecil dan mulai mencatat poin-poin
penting yang diceritakan oleh Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Semalam, aku berada di ballroom hotel, acara dimulai pukul
tujuh malam, aku baru datang saat acara sambutan selesai, acara selesai sekitar
pukul sebelas malam. Setelah menyimpan peralatanku di kamar, aku memutuskan
untuk bermain ke diskotik di lantai atas hotel, sedikit refreshing”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Di sana aku minum beberapa gelas, lalu…”, Ian terdiam
sejenak, mencoba mengingat. “Aku bertemu seorang gadis, gadis yang cukup
cantik, kami berkenalan, mengobrol banyak hal. Ah! Dia juga salah satu pembuat
game lokal. Akhirnya gadis itu mengundangku ke kamarnya… itu kamar gadis
itu!!”, Ian setengah bersorak, seolah dia berhasil mengingat sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau punya nama gadis itu?”, Dean bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menggeleng, “Cathy… aku tidak tahu nama lengkapnya, tapi
nama panggilannya Cathy”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kalian lakukan di kamar itu?”, pertanyaan
selanjutnya meluncur dari mulut Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukankah aku berhak didampingi seorang pengacara? Aku kan
warga pembayar pajak juga?”, Ian mencoba mempertanyakan hak-nya sebagai warga
negara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak dalam kasus kali ini!”, Rio menggebrak meja, mencabut
pistolnya dan menodongkan tepat ke kepala Ian. Ian terkejut tanpa bisa
bereaksi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tahan Rio!!”, Dean membentak bawahannya. Sesaat suasana
menegang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau lanjutkan ceritamu tanpa banyak berbelit-belit, satu
saja kebohongan maka kepalamu akan kuledakkan”, ancam Rio tanpa menurunkan
senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Turunkan senjata itu, Detektif!!”, Dean membentak makin
kencang, Rio terdiam dan menurunkan senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“lanjutkan ceritamu”, perintah Dean pada Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami melakukannya, bercumbu, dan diakhiri dengan sebuah
persetubuhan yang hebat bagiku, dia gadis terseksi yang pernah aku nikmati.
Kami mencoba banyak posisi, dan desahannya sangat luar biasa…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak perlu cerita panas dari seorang jurnalis amatir
sepertimu”, Rio memotong cerita Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Setelah itu aku tertidur, ketika bangun hari sudah siang,
aku masih cukup bingung melihat senjata ada di dekat jendela. Tidak lama
kemudian kalian masuk dengan beringas, aku ketakutan dan mencoba lari”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dan sebuah stun gun mencium tengkukmu”, Rio menyempurnakan
cerita dari Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Green File Café, 1 Bulan yang lalu<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suasana kafe bernama Green File itu terlihat lebih tegang
dari biasanya, papan bertuliskan ‘CLOSED’ tergantung di depan kafe yang biasanya
sepi pengunjung. Ian membiarkan segelas Cappucino dinginnya tak tersentuh, dia
menatap dingin ke layar televisi di sudut kafe. Seorang gadis cantik;
Evangeline Irene duduk tepat di sampingnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berita mengenai surat ancaman yang dilakukan oleh pembunuh
bayaran bernama Silence Rose membuat gempar pihak kepolisian, surat itu sampai
ke meja Komisi Pemberantasan Korupsi satu minggu yang lalu”, Frida Lidwina,
presenter cantik tampak sedang membacakan berita yang sedang hangat akhir-akhir
ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Berita mengenai surat ancaman ini terkuak setelah tragedi
pembunuhan terhadap salah satu tersangka dari kasus suap impor daging sapi yang
terjadi dua hari yang lalu. Juru bicara KPK menyalahkan pihak kepolisian yang
dinilai telah mengabaikan laporan KPK perihal keberadaan surat ancaman dari
Silence Rose”, Frida meneruskan beritanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Layar televisi kini menayangkan Ipus Irjan, Wakil kepala
polisi yang memberi pernyataan resmi mengenai tudingan KPK tersebut. “Kami
tidak mengabaikan surat ancaman tersebut, kami sudah melakukan banyak upaya
untuk memecahkan dan upaya perlindungan. Namun itu adalah insiden yang tidak
dapat dihindari. Kepada pihak korban, kami mengucapkan belasungkawa yang
besar”, ujar Ipus Irjan tenang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gambar di layar kembali menunjukkan studio dimana Frida
Lidwina tampil anggun dalam balutan gaun panjang press-body berwarna biru muda.
Tubuhnya tampak ramping dan seksi. Di samping Frida telah hadir dua orang, satu
diantaranya adalah Ipus Irjan yang mengenakan seragam kepolisian. Dan di
sebelah Ipus, Budi Jonan, juru bicara KPK mengenakan setelan jas abu-abu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bapak Ipus”, Fidya membuka pembicaraan. “Anda mengatakan
kepolisian telah menanggapi surat ancaman itu sebagai sesuatu yang serius.
Sejauh apa anda akan mengambil langkah antisipasi?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nona pasti tahu kalau mengemukakan strategi saat siaran
langsung seperti ini, sama saja dengan membantu sang pelaku. Silence Rose
bukanlah hal baru bagi kami, selama lebih dari lima belas tahun kami memburu
kriminal ini”, Ipus Irjan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Fidya
mengenai strategi antisipasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
CLAPP!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Televisi di sudut ruangan kafe itu mendadak mati. Wise Crow
meletakkan remote dari tangannya. Ian dan Eva mengalihkan perhatiannya pada
Wise Crow yang kini meneguk segelas vodka di tangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak melakukan hal bodoh seperti itu kan, Rose?”, nada
suara Wise Crow terdengar begitu dingin, mata pak tua itu tidak lepas dari
wajah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapapun itu, jelas bukan aku”, Ian menjawab sambil meneguk
Cappucino-nya. “Tidak ada untungnya juga bagiku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kupikir juga begitu”, Wise Crow menjawab ringan sambil
mengambil sebuah gelas kaca dan membersihkannya. “Tapi hal seperti ini sangat
merepotkan, seorangcopycat selalu merepotkan”, lanjutnya, ada tekanan saat ia
mengucapkan kata ‘copycat’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa aku bergerak terlalu mencolok?”, Ian bertanya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kebocoran…”, Wise berkata pelan. “Hanya itu yang bisa aku
katakan. Puntung rokok itu adalah ciri khas-mu dan siapapun copycat itu, dia
memiliki barang asli!. Ada kebocoran disini, dan itu harus diselidiki”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak menuduhku kan, Pak Tua?”, Ian berusaha menahan
agar nada bicaranya tidak terkesan emosi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tentu tidak Rose, dulu Ayahmu sempat bekerja sama dengan
Noisy Cannary, ada kemungkinan Noisy Cannary adalah pusat dari semua ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau begitu mari kita temui Noisy Cannary”, Ian
mengusulkan sebuah solusi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Noisy Cannary sudah mati, Rose”, Wise Crow berhenti bicara
untuk sesaat. “Setidaknya itu yang dilaporkan oleh Lazy Franginpani”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Setidaknya?, apa tidak ada bukti nyata soal kematian Noisy
Cannary?”, Ian mencoba mengejar penjelasan. Sebenarnya dia sudah tahu perihal
kematian Noisy Cannary, karena Silent Rose-lah yang menghabisi Noisy Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow menggeleng, “hanya ada sepuluh ruas jari yang
memang milik Noisy Cannary. Saat ini, Lazy Franginpani sedang dalam pengawasan
ketat Association”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keadaan hening sesaat. Eva tidak berani berkomentar
sedikitpun. Jika bisa memilih, Eva pasti akan lebih memilih untuk tidak
mendengar apapun saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Informasi dan rokok itu bisa saja diberikan Noisy Cannary
kepada sang ‘copycat’ sebelum dia meninggal”, Wise Crow kembali membuat
perhitungan probabilitas. Pengalaman membuat Wise Crow menjadi lebih tajam dari
agen tipe B lainnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku yang akan mengurus penyelidikan soal kebocoran itu”,
Wise Crow berkata sambil meletakkan gelas yang telah dibersihkannya, “Dan kau
juga terkena dampak hal ini Silent Rose. Association memberikanmu DO untuk
menghabisi copycat itu. Kau mendapatkan hak khusus untuk itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“DO?”, Eva tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Satu-satunya
arti DO yang dia tahu adalah Drop Out. Apakah itu artinya Silent Rose
dikeluarkan dari Association?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Direct Order”, Ian menjelaskan secara singkat. “Itu adalah
tugas yang diberikan secara langsung dan tak dapat ditolak atas alasan apapun.
Dan untuk menjalankan DO maka aku diberi hak khusus untuk melakukan apa saja”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi apa yang bisa kubantu?”, tanya Wise Crow kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak segera menjawab, memandang kosong pada segelas
Cappucino yang tinggal separuh. Seolah menangkap keresahan di dalam diri Ian,
Eva menepuk paha sang Silent Rose. Ian menatapnya, menatap gadis yang kini
tersenyum padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana caranya membunuh target yang tidak diketahui?”,
tanyanya pada Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sama tidak tahunya denganmu”, jawab Wise Crow sambil
mengangkat kedua bahunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm… ya ya…”, Ian mengangguk-ngangguk. “Sepertinya
Association juga tidak tahu banyak tentang Silent Rose palsu ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Karena itulah DO diturunkan”, Wise Crow menimpali, raut
wajahnya masih tampak tenang. “Selama DO belum diselesaikan, Association akan
menganggapmu sebagai ancaman. Kau tahu akibatnya bukan?, kali ini kau tidak
bisa berharap banyak padaku atau Association”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mengerti”, Ian beranjak dari kursinya, sebentar dia
menatap ke arah Eva. “Lakukan sesuatu untukku Pak Tua, tolong jaga Eva. Aku
akan menitipkannya di sini selama aku mengejar Silent Rose palsu itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku ikut”, Eva menyela.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau lebih aman disini, Eva”, jawab Ian dingin. Eva
memandang Ian dengan pandangan kecewa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau harus menjamin keselamatan Eva, Pak Tua. Jika tidak aku
takkan segan memburumu”, Ian memberi sedikit tekanan pada Wise Crow, untuk
memastikan keselamatan Eva. Entah untuk apa dia melakukannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bisa pegang janjiku, Silent Rose”, Wise menjawab kalem.
“Apa rencanamu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mencari informasi, aku harus menemukan siapa Silent Rose
palsu itu dulu. Aku tidak punya informasi, kau juga, Association juga”, Ian
berhenti sejenak, memandang ke arah televisi yang tidak menyala. “Tapi
sepertinya, para polisi punya informasi lebih dari yang kita miliki”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ide bagus”, timpal Wise Crow masih dengan nada yang tenang.
“Dan setelah kau dapat informasi itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“I prefer to keep silent until the rose bleeding”, jawab Ian
penuh misteri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Christian D Ambaraksa, oke silakan masuk”, gadis muda
berpakaian blazer merah mempersilahkan Ian untuk masuk setelah memastikan nama
Ian terdaftar dalam daftar undangan dalam acara bertajuk Gathering Akbar Game
Master Indonesia. Ian duduk di tempat yang sudah disediakan untuk pers,
beberapa jurnalis lain tampak siap dengan kameranya masing-masing, siap meliput
even yang jarang ada di Indonesia. Ian mengeluarkan Canon EOS 6D miliknya,
sesuatu menyenggol bahunya saat hendak memasang lensa tambahan pada kameranya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ups, maaf”, seorang gadis manis meminta maaf pada Ian saat
secara tidak sengaja sang gadis menyenggol pundak Ian. Ian sempat memperhatikan
gadis itu selama beberapa menit sebelum tersenyum untuk menandakan dia tidak
mempermasalahkan hal itu. Gadis itu lantas mencari nomor kursi yang sudah
disiapkan untuknya. Sekilas Ian melihat tag-name yang tergantung di leher gadis
manis tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesungguhnya tidak ada yang menarik dari even tersebut.
Satu-satunya alasan Ian menghadiri acara ini adalah karena even ini diadakan di
hotel yang paling dekat dengan tempat yang diperkirakan sebagai tempat eksekusi
nama berikutnya dalam surat ancaman dari Silent Rose palsu. Dua dari empat nama
telah di eksekusi menggunakan sebuah senjata laras panjang jarak jauh. Sang
eksekutor rupanya cukup handal dalam menggunakan senjata. Ian telah
menghabiskan banyak waktu di ruang kerjanya, menyusun perhitungan dan analisa
mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Besok siang, Ahmadi Faasa yang
menjadi tersangka utama akan melakukan konferensi pers terbuka di bangunan yang
berada tidak jauh dari hotel tempat diadakan even ini. Besar kemungkinan Silent
Rose palsu akan memanfaatkan situasi tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian melirik ke gantungan kunci yang ada di atas mejanya.
Kamar 1303 yang terletak di lantai 13 adalah kamar yang disewa olehnya. Ian
tidak sembarangan memilih kamar. Lantai 13 adalah lantai yang paling tepat
untuk melakukan penembakan. Pemandangan disana cukup jelas, dan ketinggian
serta tekanan angin pada lantai tersebut cukup mendukung. Silent Rose bukan
penembak jitu amatir, Lokasi penembakan adalah hal krusial yang harus
diperhitungkan dengan seksama. Penentuan lokasi adalah pelajaran dasar yang
didapat oleh semua agen Association.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jarum jam pada arloji Ian menunjukkan pukul sebelas malam
saat acara tersebut usai. Ian bergegas menuju kamarnya, mencuci wajahnya di
wastafel dan menghela nafas. Tanpa banyak bicara Ian berganti pakaian dan
menuju ke cafe di lantai atas hotel.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hingar bingar musik yang dimainkan oleh seorang DJ berbaur
cantik dengan warna-warni lampu disco yang berpendar memenuhi ruangan. Beberapa
orang tampak asyik menggoyangkan tubuhnya, beberapa terlihat duduk santai
sambil mengobrol. Di beberapa tempat terlihat sepasang laki-laki dan perempuan
yang sedang asyik bercumbu. Ian memasuki café itu dengan santai, mendekat ke
meja bartender yang tengah meracik minuman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Punya Brennivin?”, Ian bertanya pada seorang gadis berusia
sekitar dua puluh enam tahun yang menjadi bartender malam itu. Gadis itu
mengangguk lalu berpaling ke lemari kaca penuh minuman di belakangnya. Ian
mengalihkan pandangannya pada keadaan sekitar, di sebuah meja tampak seorang
pria tua dengan dandanan yang perlente. Pria itu tampak asyik berbicara dengan
tiga orang gadis muda yang tengah mengitarinya, sesekali gadis-gadis muda itu
tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara gelas yang beradu dengan meja kaca mengalihkan
perhatian Ian, gadis bartender telah menyiapkan minuman pesanannya. Brennivin
adalah minuman keras asal Skandivania, dibuat dari kentang lembek yang
difermentasi bersama dengan biji-bijian. Tidak sembarang orang bisa menahan
kerasnya Brennivin, Ian bukan peminum, namun bertahan dari kerasnya sebuah
minuman, merupakan salah satu mata pelajaran di Association.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Esshh…”, Ian meringis saat meneguk brennivin-nya, membuat
gadis bartender sedikit menahan tawa karena raut wajah Ian yang seperti kera
tercekik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Mau aku perhalus sedikit?”, tanya gadis bartender itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menggeleng, “Nggak apa-apa kok”, jawabnya sambil
melemparkan kembali pandangan ke sekitar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesuatu menangkap perhatian Ian, seorang gadis dengan
tank-top biru muda dan celana jeans ketat memasuki kafe. Gadis itu lantas
berjalan melewati sebuah pintu tepat di sudut jauh ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu pintu kemana?”, Ian bertanya pada gadis bartender
sambil menunjuk ke pintu yang baru saja dilewati gadis bertank-top biru.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Atas, atap dak. Jarang ada yang kesana. Kecuali… you know
lah”, jawab gadis bartender itu sambil terkikik geli. Ian mengangguk paham,
beberapa menit kemudian Ian meletakkan beberapa lembar uang ratusan ribu di
bawah gelasnya dan bergegas menyusul gadis bertank-top biru.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suasana di atap lebih tenang dibandingkan di dalam, namun
pencahayaannya tidak lebih terang dari di dalam kafe, hanya saja di sana tidak
ada lampu warna-warni yang berpendar. Ian melayangkan pandangan, mencoba
membaca situasi disana, perhatiannya sempat teralih pada suara desahan di
sebuah tempat gelap di bawah tandon air raksasa. Dari asal suara, Ian dapat
melihat siluet seorang gadis dan seorang pria. Kepala sang gadis naik-turun
diantara kaki sang pria, tampaknya dia sedang memberi blowjob pada sang pria
yang sesekali mengerang keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian melangkahkan kakinya ke tepi bangunan, mengabaikan
pasangan mesum tersebut. Atap itu dilindungi dengan pagar kawat BRC setinggi
dua meter untuk memastikan tidak ada yang bisa berakrobatik dengan terjun dari
ketinggian. Dari tepi pagar Ian dapat melihat dengan jelas gedung yang besok
akan menjadi tempat pertemuan Ahmadi Faasa. Tempat ini cukup bagus untuk jadi
lokasi penembakan, namun bukan tempat terbaik karena orang dapat dengan mudah
melihat sang penembak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mata Ian menangkap sosok gadis bertank-top biru muda. Gadis
itu duduk di atas sebuah pipa besi Air Conditioner sambil menghisap rokoknya.
Angin di atas sini cukup tinggi, namun gadis itu tidak terlihat kedinginan.
Gadis itu sempat menoleh saat Ian berjalan ke arahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menghabiskan waktumu sendirian?”, Ian menyapa gadis itu.
“setelah seminar yang cukup membosankan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau...?”, gadis itu bertanya balik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yang kau senggol saat kau mencari tempat dudukmu”, jawab
Ian sambil melempar senyum. Ya, gadis itu adalah gadis yang sama yang telah
menyenggol bahunya saat Ian hendak memasang lensa tambahan pada kamera Canon
EOS 6D miliknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu tertawa renyah, dan diam saja saat Ian mengambil
tempat tepat di sebelahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa tidak menikmati malam di bawah?”, Ian membuka
pembicaraan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukankah tidak sopan bicara tanpa memperkenalkan diri
terlebih dahulu?”, gadis itu menjawab dengan nada sedikit menggoda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menepuk keningnya, “Maaf… aku Ian”, ujarnya sambil
menyodorkan tangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cathy”, jawab gadis itu seraya menjabat tangan Ian. “Sering
kesini?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak, baru kali ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh, aku sering, tapi aku kesini bukan untuk musik
berantakan seperti yang disodorkan di bawah”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mencari ketenangan di tempat tinggi sambil berharap penat
akan terjun dari sini?”, Ian menegaskan. Cathy tertawa mendengarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang dilakukan gadis manis sepertimu sendirian di
tempat dimana penuh aura mesum begini?”, Ian memandang ke beberapa tempat gelap
dimana beberapa pasangan telah memulai aksinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ini”, Cathy mengangkat sebotol minuman di tangannya. Ian
memperhatikan label pada botoi minuman itu dengan seksama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jim Beam”, ucap Ian setelah membaca label pada botol
tersebut. “Bourboun Whiskey yang dibuat di Clermont, Kentucky”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Waw, kau punya pengetahuan cukup dalam soal minuman”, sahut
Cathy. “Jika senggang aku membawa minuman ini kemari, kau tahu efek dari
minuman ini?”, Gadis itu tampak bersemangat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu memabukkan”, jawab Ian singkat. “Beberapa tingkat
diatas Jack’s Daniels”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan membuatku horny…”, nada suara Cathy kini terdengar
sangat menggoda. “Kau tahu?, sangat seru saat berhasil membuktikan bahwa lelaki
adalah makhluk rendah yang bisa dengan mudah tergoda. Itu sebabnya aku memilih
tempat ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksudmu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cathy menggeser duduknya mendekat, kini Ian dapat melihat
belahan dada yang mengintip dari kerah tank-top Cathy. “Aku minum disini,
sambil menyaksikan samar-samar mereka yang bercinta disini”, Cathy berkata,
mengarah ke pasangan-pasangan yang berbuat mesum di tempat gelap sekitar
mereka. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan itu membuatku horny, lalu aku mulai membuka pakaianku,
mendekat ke pasangan-pasangan dan memuaskan sang lelaki. Terakhir aku kemari
aku berhasil membuat lima lelaki meninggalkan pasangan mereka. Mereka
menyetubuhiku ramai-ramai disini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menangkap sesuatu yang aneh dari gadis ini, ada sisi
ekshibionis dan hyperseks yang sangat kuat di dalam gadis di dekatnya. Ian
belum sempat bereaksi saat Cathy menyodorkan botol Jim Beam padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Minumlah, dan kita nikmati malam ini”, tawar Cathy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menenggak cairan dalam botol Jim Beam yang ditawarkan
oleh Cathy, dia menghela nafas panjang sambil menunduk, seolah kepalanya berat
akibat pengaruh minuman keras. Gadis disampingnya, Cathy juga tidak kalah
mabuknya. Bedanya, jika Ian mabuk dalam diam, Cathy tidak, sudah hampir tiga
puluh menit gadis cantik itu meracau tentang banyak hal. Tentang kekasihnya
yang meninggalkannya, bagaimana ia lalu terlibat dalam cinta sejenis yang
berkembang menjadi cinta segitiga. Bagaimana ia sempat menjadi simpanan seorang
pejabat. Ian menyimak semua itu dengan diam, tanpa ekspresi, seolah larut dalam
pikirannya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ah.. mulai membosankan disini”, ujar gadis cantik itu. Ian
menatap wajah cantik Cathy. Gadis itu tiba-tiba berdiri dan meregangkan badannya
dengan mengangkat kedua tangannya, membuat buah dada gadis itu makin membusung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mau pergi ke kamarku?”, suara Ian terdengar berat dan
lemah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh tidak…”, jawab Cathy. “kau yang akan ke kamarku… tapi
setelah yang satu ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yang satu ini?”, Ian mendongakkan kepalanya, memandang
wajah Cathy yang sedang asyik memandang tiga orang pemuda yang tengah mengobrol
beberapa meter dari tempat mereka berada sekarang. Sebersit senyum tipis muncul
di wajah Cathy kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Watch this”, gadis itu bergerak melangkah ke arah tiga
pemuda yang masih asyik dengan obrolan mereka. Ian memutuskan untuk tidak
bereaksi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cathy mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai indah,
beberapa langkah kemudian dia mengejutkan Ian dan beberapa mata disana saat
sehelai tanktop biru terlempar ke lantai beton. Cathy melepasnya dengan
sengaja, tanpa perasaan risih ataupun ragu, gadis itu terus melangkah ke arah
tiga pemuda yang kini mulai mengalihkan perhatian padanya. Cathy bergerak
dengan sensual, layaknya seorang peragawati yang berjalan di atas catwalk,
mengabaikan angin malam yang kini menerpa payudara telanjangnya. Ian dapat
melihat dari kejauhan mata tiga pemuda yang tak lepas memandang bukit kembar
gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian terus memandang gerak-gerik gadis yang baru dikenalnya
itu, Cathy tidak terlihat canggung saat bersalaman dengan ketiga pemuda itu,
mereka tampak berbincang-bincang sebentar entah apa yang mereka bicarakan,
tidak lama kemudian Cathy tampak tertawa kecil, begitu juga ketiga pemuda yang
kini jelas-jelas melahap bukit kembar gadis itu dengan mata mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seseorang dari mereka tampak berbisik pada Cathy, Cathy
tertawa kecil untuk sesaat, sebelum kemudian matanya terpejam seolah sedang
merasakan sesuatu, Ian berpindah duduk ke tempat dimana dia bisa melihat apa
yang mereka lakukan lebih jelas. Dari posisi Ian yang sekarang terlihat satu
dari tiga pemuda itu tengah memainkan putting kanan payudara gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketiga pemuda itu menatap Cathy sambil berbicara, bibir
Cathy tampak bergerak membalas ucapan mereka. seorang dari mereka bergerak ke
belakang Cathy dan memeluknya dari belakang, beberapa detik kemudian badan
Cathy tampak sedikit terlonjak saat pemuda di belakangnya mulai meremas kedua
payudaranya. Tubuh Cathy kini tampak tersandar di dada pemuda itu, matanya
terpejam dengan bibir setengah terbuka. Sebuah kilatan cahaya mendadak menarik
perhatian beberapa mata di atap itu, kilatan lampu flash dari kamera ponsel
salah seorang dari ketiga pemuda itu. Cathy tidak menunjukkan perlawanan sama
sekali, bahkan saat lampuflash itu kembali berpendar hingga lima enam kali
lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua pemuda yang lain tampak mulai ikut bermain dengan tubuh
Cathy, mereka melepas ikatan sabuk celana Cathy dan tampak berusaha melucuti
celana jeans ketat yang dikenakan gadis itu. Mereka tampak kesulitan sebelum
akhirnya berhasil menarik turun celana jeans tersebut hingga di bawah lutut
Cathy. Ian dapat melihat celana dalam Cathy menyusul turun beberapa detik
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahhh!!...”, kali ini Cathy terdengar memekik nyaring, Ian
melihat sekitar, kini banyak pria yang memandangi aksi tiga orang pemuda itu
dari kejauhan. Ian kembali memandang ke Cathy, pemuda di belakang Cathy masih
memainkan payudaranya, sedang pemuda di depannya terlihat sedang melakukan
sesuatu pada kemaluan gadis cantik itu. Gadis cantik itu kini tidak lagi diam
terpejam, desahannya mulai terdengar samar bersamaan dengan deru nafasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendadak pemuda dibelakang Cathy mengangkat sedikit tubuh
sang gadis, teman-temannya bereaksi dengan sangat rapi, meloloskan celana jeans
berikut celana dalam gadis itu. Dengan asal pemuda itu melempar celana Cathy,
kini gadis cantik itu benar-benar telanjang bulat. Cahaya remang disana tidak
mampu menutupi putih-mulusnya kulit gadis cantik itu. Pemuda di depannya
mendekat dan mengucapkan sesuatu, Cathy lantas menggeleng, namun pemuda itu
terus bicara, sepertinya sedang terjadi ketidak-setujuan diantara mereka. Cathy
tampak berontak saat pemuda di depannya mulai menurunkan resleting celana dan
mengeluarkan batang kejantanannya. Rontaan gadis itu sia-sia karena tubuhnya
ditahan oleh pria di belakangnya, Cathy masih saja menggeleng-geleng saat
pemuda di depannya bergerak maju, merapatkan tubuh sambil memegangi penisnya
yang sudah keras menegang. Cathy tampak sedikit panik sambil menggeleng saat
tubuh kedua pemuda itu menjepit tubuh indahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seketika ekspresi wajah Cathy berubah, matanya terpejam
rapat seolah menahan sesuatu, pemuda di depan Cathy memegang pinggul gadis
cantik itu lalu tampak seolah menghantamkan tubuh bagian bawahnya ke arah gadis
itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akh!”, Cathy memekik sekali lagi, mulutnya terbuka lebar.
Pemuda di depannya bergerak seolah memompa, dapat disimpulkan, pemuda itu
sukses menyetubuhi gadis cantik itu dan kini tengah memompa liang kenikmatan
gadis itu. Pemuda itu terus bergerak, membuat tubuh gadis itu terlonjak-lonjak
tertahan oleh pemuda di belakangnya. Payudaranya tampak samar berayun seiring
pompaan penis di vaginanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Laki-laki yang menyetubuhinya mengangkat kedua kaki Cathy.
Reflek, gadis itu merangkulkan tangannya ke leher sang pria agar tak terjatuh.
Pria di belakang Cathy kini bergerak menyingkir, tampak jelas kini gadis cantik
itu tengah disetubuhi dalam posisi memanjat pada tubuh laki-laki itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Stamina jelas menjadi kunci dalam posisi seperti itu, dan
dengan postur tubuh sekurus pemuda yang tengah menyetubuhi Cathy, Ian yakin dia
tidak akan kuat lama dalam posisi itu. Dan benar saja, tidak lama kemudian dia
menurunkan tubuh Cathy, membuat penisnya otomatis terlepas dari vagina gadis
itu. Pria itu memberi aba-aba pada temannya, seorang dari mereka maju mendekat.
Tubuh gadis itu didorong hingga menungging, tangannya bertumpu pada paha pria
lain di depannya, Cathy memekik lagi tidak lama kemudian, saat pria di belakangnya
kembali mengisi vaginanya dengan penis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian memalingkan pandangannya sejenak ke arah botol Jim Beam
yang ditinggalkannya, dia bergegas mengambil botol itu. Dan saat ia kembali ke
posisi duduknya, Cathy tengah dipompa dari belakang dengan kencang, hanya
gumaman dikeluarkan gadis cantik itu lewat mulutnya yang kini dipenuhi oleh
batang kejantanan laki-laki di depannya. Pria yang menyetubuhinya tampak
menggempur makin kencang, Kini orang-orang lain tampak menonton makin dekat.
Genjotan pria itu tampak makin kasar, seolah mengejar sebuah kenikmatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan!!”, Cathy kini berteriak, mulutnya sudah bebas dari
penis, tangan kanannya berusaha melepaskan cengkeraman di pinggul seksinya.
Kepalanya menoleh ke belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mas! Jangann!!”, ujarnya saat tubuh telanjangnya berguncang
makin cepat akibat sodokan sang pemuda. Laki-laki itu tampak tidak peduli dan
terus memompa penisnya makin kencang sebelum membenamkan penisnya dalam-dalam
dan melenguh…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mass!! Akh!!”, Cathy memekik saat laki-laki itu tampak
bergetar, tubuh gadis itu ikut bergetar matanya terpejam, tampaknya cairan yang
menyembur di dalam tubuhnya membuatnya mencapai orgasme. Cathy merasa badannya
sangat lemas, gadis itu terkulai lemah saat laki-laki yang baru menyetubuhinya
mencabut penis dari vaginanya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuh telanjang Cathy dibaringkan ke lantai beton atap,
laki-laki yang tadi menikmati mulutnya membuka kedua kaki gadis cantik itu.
Cathy sempat menggeleng pelan, lalu melenguh saat penis laki-laki itu mulai
memasuki tubuhnya. Laki-laki itu menyetubuhinya dengan posisi konvensional.
Sambil menindihkan tubuhnya pada gadis cantik itu, pria itu bergerak teratur
sambil menciumi leher dan wajah cantik Cathy. Gadis itu mendesah, pertanda dia
menikmati persetubuhan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bersetubuh dengan tempo lambat dan dalam seperti itu
memerlukan konsentrasi yang tinggi, dan pria itu melakukannya dengan baik, dia
dapat menjaga tempo irama permainannya dengan konstan dan mantap. Kali ini,
Cinthya tampak terbuai, gadis itu memejamkan matanya dan mendesah setiap batang
kejantanan menggesek dinding-dinding bagian dalam vaginanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Laki-laki itu menaikkan temponya dengan rapi, tidak
terburu-buru dan tidak terkesan kasar, semakin cepat tempo pompaan sang pria,
semakin keras desahan dan erangan Cathy, bahkan kini Cathy tampak ikut menggerakkan
pinggulnya mengejar kenikmatan. Cathy memeluk tubuh laki-laki yang tengah
menikmati tubuh indahnya, matanya terpejam, sesekali tubuhnya menggeliat dan
mengerang, hingga akhirnya tubuh Cathy menggelinjang dan menegang, gadis cantik
itu telah mencapai kenikmatan duniawi untuk yang kedua kalinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah orgasme selama beberapa detik, badan gadis cantik
itu melemas, laki-laki yang menyetubuhinya melumat bibir indah gadis itu. Cathy
membalas lumatan dan ciuman sang pria dengan ganas. Laki-laki itu melepas
ciumannya, menatap Cathy dan mengucapkan sesuatu yang dijawab dengan anggukan
oleh gadis cantik itu. Setelah mendapat jawaban, laki-laki itu kembali memompa,
menikmati jepitan vagina gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria itu memompa tubuh telanjang Cathy dengan kencang,
membuat kedua payudara gadis cantik itu berayun mengikuti sodokannya. Cathy
sudah cukup lemas untuk bersuara hanya sesekali erangan lepas dari mulutnya.
Tidak lama kemudian, pria itu mengatakan sesuatu pada Cathy. Kali ini Cathy
menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Nafas laki-laki itu terdengar makin berat, pertanda dia akan
mencapai ejakulasinya. Cathy berusaha bangkit, namun laki-laki itu mendorongnya
kembali berbaring.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nggak mas!! Jangan didalam!!”, kali ini Cathy terlihat
panik, rupanya tadi laki-laki itu memberitahu Cathy bahwa dia akan melepaskan
benihnya di dalam rahim gadis cantik itu dan Cathy keberatan. Laki-laki itu
menyodok gadis itu makin kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mas! Aku subur!!”, pinta gadis cantik itu memelas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sia-sia, beberapa sodokan berikutnya dan laki-laki itu
membenamkan seluruh batang kejantanannya sambil menggeram dan mengejang,
memuntahkan isi penisnya ke rahim sang gadis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria itu lalu mencabut penisnya, membenahi lagi celananya
dan memanggil rekannya yang belum menikmati tubuh Cinthya. Di luar dugaan,
rekannya enggan ikut menikmati tubuh Cathy. Ketiga pria itu lantas meninggalkan
Cathy begitu saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menyambar botol Jim Beam di sampingnya dan bergegas
mendekati Cathy, sebelum orang lain mendekati gadis cantik itu. Ian membantu
gadis itu untuk bangun dan lalu bergegas memungut pakaian Cathy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana aksiku?”, ujar gadis itu setengah mabuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau gila”, jawab Ian. “Sekarang beri tahu aku nomor
kamarmu, biar kuantar kau kesana”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pintu kamar bernomor 1304 terbuka, Ian memapah Cathy masuk
ke dalam kamar tempat gadis cantik itu menginap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak menyangka kau menginap tepat di seberang kamarku
menginap”, Ian menunjuk ke pintu kamar seberang dengan angka 1303 berbahan
logam yang dicat warna emas menempel di daun pintunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak akan mendapatkan pemandangan jendela di kamar
itu”, Cathy berbaring di tempat tidur sambil menunjuk ke arah jendela. Ian
mendekat ke arah jendela kamar tempat Cathy menginap. Dari jendela itu, Ian
dapat dengan sangat jelas melihat gedung tempat dimana salah satu sasaran
Silent Rose palsu akan mengadakan pertemuan besok siang. Ian memandang sejenak
ke arah bangunan, otaknya bekerja, mencoba mereka apa yang akan terjadi dalam
bangunan itu besok. Ahmadi Faasa, salah satu tersangka yang kini diincar oleh
pembunuh maniak yang memalsukan codename Silent Rose. Ian membayangkan posisi
para petugas kepolisian, detektif dan intel yang akan bertugas untuk
mengamankan berlangsungnya pertemuan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian membuka jendela, sedikit mengintip ke luar jendela.
Kamar ini sulit untuk dilihat dari pos-pos penjagaan yang diperkirakan.
Sebaliknya, kamar ini memiliki jangkauan pandangan yang sangat jelas. 1304, Ian
menghapal nomor kamar yang merupakan titik terbaik jika suatu saat ada Case
dengan target berada di gedung sebelah hotel ini. Pikiran itu mendadak
menyadarkan Ian, jika dia adalah Silent Rose, dan dia harus membunuh target di
gedung sebelah, sudah pasti inilah kamar yang akan dipilihnya!!. Dan itu
artinya besar kemungkinan Sang copycat akan muncul di kamar ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
KRIIING….KRIIING…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian belum sempat memikirkan rencana untuk menjebak sang
Copycat, saat merasa lehernya tertusuk sesuatu yg kecil dan tajam. Pandangannya
segera mengabur, dan kesadarannya sirna seketika setelah mendengar suara
seorang pria di telepon yang di-loudspeaker ; “Kerja bagus Cathy…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terpaan angin serasa membelai kulit wajah Ian yang mulai
kembali mendapat kesadarannya. Cahaya mulai tertangkap retina matanya,
merefleksikan apa yang ada di hadapannya. Ian terbaring di ranjang, dia masih
dapat mengenali interior kamar di tempatnya berada saat ini. Itu artinya, dia
masih ada di hotel yang sama. Ian melayangkan pandangan matanya ke
sekelilingnya, mencoba mencari sosok lain di dalam kamar itu. Namun hasilnya
nihil, tidak ada seorangpun disana, satu-satunya yang bergerak selain dirinya
hanyalah tirai jendela berbahan kain yang melambai-lambai tertiup angin.
Jendela itu terbuka, dengan sebuah senapan laras panjang Blaser R93 Tactical
bertengger tak bergeming di atas tripod.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan sedikit berat Ian berusaha bangkit dari tempat tidur
itu, tubuhnya masih cukup lemas, sepertinya Cathy, gadis cantik itu telah
menyuntiknya dengan semacam obat bius. Ian melayangkan pandangan ke jam dinding
digital di ruangan itu, menunjukkan angka 13.30 yang berkedip-kedip. Tiba-tiba
terdengar beberapa derap langkah dari luar kamar, Ian baru saja pulih dari
pengaruh obat saat pintu kamar terbuka paksa. Menghasilkan suara keras akibat
benturan pintu dengan dinding kamar. Dua orang bersenjata merangsek masuk ke
dalam ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“JANGAN BERGERAK!!”, seorang diantaranya menghardik seraya
menodongkan sepucuk pistol Smith & Weston 45ACP ke arah Ian. Tidak perlu
lama bagi SilentRose untuk mengenali dua orang yang ada dihadapannya kini.
Tentu saja, tidak mungkin dia tidak mengenali para pengejar utamanya ; Detektif
Dean dan Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Sejenak Dean melepaskan pandangannya ke senapan laras
panjang di jendela yang terbuka, saat itulah Ian dengan cepat merangsek maju,
memutuskan untuk membela diri. Rio menangkap gerakan Ian dan dengan sama
tangkasnya, detektif muda itu mendaratkan satu tendangan sepatu larasnya ke
perut Ian, membuat Ian kembali terjengkang dan mengaduh saat punggungnya
menghantam tepi ranjang hotel. Tanpa memberi kesempatan, Rio bergerak menangkap
tangan Ian, menelikungnya ke belakang sehingga Ian tidak dapat menggunakan
kedua tangannya. Ian meronta, perlawanannya belum selesai, namun satu sengatan
stun-gun pada tengkuknya kembali mengantarkan Silent Rose pada ketidak sadaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita bawa ke kantor”, Dean menatap Ian yang kini tersungkur,
sedari tadi mereka tidak sempat menyadari bahwa Ian hanya menggunakan boxer
saja sebagai penutup tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita pindahkan sebelum tim forensik datang, bantu aku
Dean”, Rio mulai mengangkat tubuh Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Hah?, kau gila?”, alis Dean berkerut mendengar ucapan
detektif bawahannya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan segala hormat, Dean. Kita sudah mencoba mengikuti
langkah demi langkah Silent Rose selama bertahun-tahun. Dan kita tidak pernah
sedekat ini!. Aku juga tidak pernah berpikir Silent Rose, akan melakukan
penembakan dalam keadaan nyaris telanjang seperti pria ini. Tapi kita tidak
bisa melepaskan kemungkinan sekecil apapun!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, dan oleh karena itu kita akan membawanya ke kantor
untuk diinterogasi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Berapa kali Silent Rose bisa lolos dari kita?, terlalu
beresiko untuk membawanya ke kantor sekarang. Percaya padaku, Komandan!”, kali
ini Rio memanggil Dean dengan sebutan komandan, sesuatu yang belum pernah dia
lakukan sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Dean memandang Rio sejenak. “terserah kaulah”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menyimak dengan seksama apa yang baru saja diceritakan
oleh Ian. Seorang gadis bernama Cathy yang terdengar sangat binal. Selama ini
mereka belum pernah memiliki pikiran bahwa Silent Rose adalah seorang wanita.
Keadaan hening sejenak, Rio menatap tajam ke arah Ian, memperhatikan dengan seksama
dari ujung kaki hingga ujung rambut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Percuma kau berusaha untuk menutupinya, Silent Rose. Aku
tahu itu adalah dirimu”, nada suara Rio terdengar datar. Ian membalas tatapan
mata Rio dengan tatapan yang seolah berkata ‘what the hell??’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau akan tetap disini bersama kami sampai penyelidikan
selesai”, Dean menutup notes kecilnya. “Gadis bernama Cathy itu… kami akan
menemukannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada hal lain yang ingin kau sampaikan?, Silent Rose?”. Rio
bertanya. Ian mengalihkan perhatian dari pandangan mata detektif muda itu.
Tangannya masih terbogol rapat. Ian harus mengakui, ada satu sisi yang menarik
dari Detektif muda bernama Rio ini. Sesuatu yang sangat menarik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dering telepon memecah keheningan di ruangan tersebut. Dean
beranjak menjauh untuk menerima panggilan. Rio masih menatap dalam-dalam ke
arah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu kau, kan?”, tanya Rio setengah berbisik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apanya yang itu kau?”, Ian menunjukkan ekspresi tidak
mengerti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“yang membunuh Kepala polisi Komang Mahendra, tiga tahun
yang lalu”, mimik serius tampak kental pada raut wajah Rio. Tatapannya terasa
makin tajam, seolah hendak membaca setiap gerakan tak terlihat pada kulit wajah
Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menggeleng, “aku tidak tahu apa yang kau katakan”,
ujarnya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean kembali diantara mereka, mendekat ke Rio dan
membisikkan sesuatu. Sejenak raut wajah Rio berubah, dengan kemampuan
pengamatannya yang tajam, Ian dapat merasakan bahwa apapun yang baru saja
dibisikkan oleh Dean, bukanlah kabar baik baginya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cerdik sekali”, Rio menggumam samar, matanya kembali
menatap ke arah Ian, senyum samar tersungging di bibirnya. “Kau hampir menipuku
lagi, Silent Rose”, kali ini suaranya terdengar jelas. “Dengan sengaja hanya
menggunakan boxer saat melakukan eksekusi, untuk mengecoh pihak kepolisian,
sehingga kau akan lolos dengan memanfaatkan status saksi kunci”. Rio beranjak
dari kursinya dan berjalan mendekat ke arah Ian. “Sayang… trik murahan itu
tidak akan berhasil melawan kami”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksudnya?!”, nada suara Ian meninggi. “Sudah kubilang
aku bukanlah Silent…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak dapat menyelesaikan kalimatnya, sebuah bogem
mentah membungkamnya. Rio melepaskan tinju tepat ke rahang kanannya, membuat
kepalanya berpaling ke kiri dengan seketika. Anyir… Ian dapat merasakan
bibirnya berdarah akibat hantaman tiba-tiba itu. Dean berdiri dari kursinya,
tampak terkejut dengan tindakan detektif muda itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau masih berusaha untuk mengelak!!, setelah kami menemukan
bukti sidik jarimu pada senjata itu!”, Rio mencengkeram kedua bahu Ian, membuat
kursinya berputar hingga kini mereka berhadapan sangat dekat. “Aku tidak akan
memaafkan, tidak akan pernah!, Silent Rose akan kukirim ke tiang gantungan,
seperti yang dilakukannya pada Kepala Polisi Komang Mahendra!”. Usai bicara,
tanpa ampun Rio melayangkan lagi dua tinjunya ke rahang Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“CUKUP!! RIO!!”, Dean membentak, sambil bergegas menahan
kedua bahu detektif muda itu. Rio masih menatap Ian dengan tatapan marah,
seolah menyimpan sebuah dendam kesumat yang telah menunggu lama untuk
dilampiaskan. Rio mengibaskan pundaknya, dan tanpa menghiraukan Dean, dia
melayangkan satu tinju lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
BUKK!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio tersungkur jatuh, Dean meninjunya lebih dulu. Sepertinya
Dean sudah kehabisan akal untuk menghentikan aksi main hakim yang dilakukan
oleh detektif muda itu. Rio memandang ke arah Dean, bibirnya berdarah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“IKUT AKU!!”, Dean menghardik, belum pernah sebelumnya Rio
melihat Dean berkata dengan penuh emosi seperti yang dilakukannya saat ini. Rio
bangkit dengan setengah terhuyung, tinju Dean cukup keras, detektif muda itu
mengikuti langkah Dean keluar kamar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setibanya mereka di luar kamar. Dean mendorong tubuh Rio
hingga punggungnya menghantam dinding. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau sudah gila apa?!, kendalikan dirimu!!”, Dean berkata
penuh tekanan, matanya menatap tajam pada detektif muda di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia Silent Rose!”, Rio membantah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu belum pasti!!, kita punya asas praduga tak bersalah!.
Penyidik memang menemukan sidik jarinya di senapan laras panjang itu, namun apa
kau tidak berpikir bisaSilent Rose membuat pemuda itu memegang senapan saat dia
tidak sadarkan diri?!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu trik-nya!!, dia sengaja melakukan itu!, agar kita tidak
mengira bahwa dialah Silent Rose!. Semuanya adalah trik!, penampilannya yang
setengah telanjang, dan cerita palsunya. Dia bahkan sengaja menyewa kamar di
depan TKP hanya untuk mengelabui kita!”, Rio membantah argumen yang disampaikan
Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Kau boleh beropini apa saja!!, tapi bicaralah dengan
bukti!!", Dean menghardik Rio. "Dengan tertangkapnya Silent Rose,
berakhir juga pencarian kita", Dean berhenti sejenak, mencoba mengatur
nafasnya. “Tapi itu jika dia BENAR-BENAR Silent Rose!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menatap Dean dalam-dalam. "Seharusnya ini tidak
berakhir disini, seharusnya ada sebuah fakta mengejutkan yang lebih besar
setelah kita menangkap SilentRose".<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu jika dia benar-benar Silent Rose!!”, Dean memberi
tekanan lebih pada kata ‘benar-benar’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio kembali diam, tampak emosinya sudah mulai kembali
tenang. “aku terbawa emosi, maaf…”, hanya itu kalimat yang keluar dari lidah
Rio. “Kita sudah sedekat ini… aku… aku…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mengerti perasaanmu, kau sangat mengagumi almarhum
mantan kepala polisi kita Komang Mahendra yang dibunuh oleh Silent Rose.
Kendalikan dirimu, jika pemuda itu memang Silent Rose, kita akan menemukan
bukti untuk mengirimnya ke tiang gantungan, seperti yang kau katakan
sebelumnya”, Dean mencoba menenangkan Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia sudah seperti Ayah bagiku…”, Rio berhenti, memejamkan
mata dan menarik nafasnya dalam-dalam. “Sekarang? Bagaimana cara kita mencari
bukti?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita harus menyelidiki apakah yang diceritakannya benar.
Aku akan mengambil sample darah dan urine pemuda itu untuk diperiksa, apakah
ada kandungan obat bius di dalamnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tentu saja…”, Rio menepuk dahinya sendiri. “Kenapa aku
tidak memikirkan hal itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan satu lagi, seperti yang kita ketahui, tembakan Silent
Rose kali ini meleset, belum pernah terjadi sebelumnya. Silent Rose pasti akan
berusaha menghabisi Ahmadi Fahsa lagi. Namun, jika pemuda itu adalah Silent
Rose, maka tidak akan ada aksi berikutnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika terjadi pembunuhan lagi, maka dia bukan Silent Rose”,
Rio menegaskan analisa yang dilakukan Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedua detektif itu kembali larut dalam hipotesa-hipotesa
mereka, memanfaatkan data dan pengalaman mereka selama mengejar Silent Rose.
Sementara itu, ketika dua detektif itu sedang beragumen di koridor hotel, Ian
sedang memikirkan hal lain. Bukan keadaannya yang terikat tak berdaya yang
tengah dia pikirkan. Dalam diamnya, Ian mencoba mengingat pesan terakhir yang
dikatakan Noisy Cannary. Bank Emerald Bandung. Tidak ada Bank Emerald di
Bandung!, bank asing itu hanya ada di kota Jakarta!. di dalam keputus asaan-nya
itu sekilas terbayang wajah Wise Crow. Mungkin Wise Crow dapat memecahkan pesan
itu, bukankah sandi-sandi dan pesan rahasia adalah keahlian para agen tipe B,
bermain dengan teka-teki yang sangat rumit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian meringis sedikit saat merasakan sakit di rahangnya
akibat pukulan dari Rio. Tentu rasa sakit seperti itu tidak seberapa baginya,
dia pernah merasakan yang lebih buruk ketika di pelatihan dulu. Keadaan telah
berjalan seperti yang dia inginkan, dia kini telah berhasil masuk ke dalam
jaringan kepolisian, meski ada beberapa hal yang terjadi di luar rencana dan
prediksinya. Kini Ian harus mencari cara untuk merubah keadaan menjadi
keuntungan baginya. Tanpa bantuan pasokan alat ataupun senjata, tanpa bantuan
Wise Crow, tanpa bantuan siapapun, dengan segudang probabilitas dan rencana
yang bermain di dalam pikirannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose yang sesungguhnya, sedang bergerak dalam diam.
Dimana setiap gerakan jarum terkecil dari jam analog sangat menentukan dan
dapat merubah keadaan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
~as always, he’s prefer to keep silent until the rose
bleeding ~<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua mingggu pasca tertangkapnya Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruang aula gedung Mabes Polri terlihat ramai malam itu,
setidaknya ada tujuh baris kursi yang dipenuhi oleh para ‘kutu berita’ dari
berbagai media massa. Ruangan berlantai keramik berwarna dasar krem, dihiasi
warna coklat sebagai warna dasar seragam kepolisian itu tampak rapi seperti
biasanya. Beberapa wartawan tampak asyik berbincang, membicarakan tentang
kemungkinan berita yang merupakan topik terpanas akhir-akhir ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jenderal (Pol) Barat Pradapa tampak sedikit nervous, kumis
tebalnya tampak naik turun setiap dia menarik nafas. Pria yang saat ini
menjabat sebagai Kapolri itu duduk di kursinya tanpa perasaan nyaman
sedikitpun. Duduk di seberang mejanya, dua detektif paling berprestasi yang
pernah dimiliki oleh kepolisian ; Dean dan Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian yakin?”, suara Barat Pradapa terdengar berat namun
tidak dapat menyembunyikan kekhawatiran di intonasi suaranya. “Hal ini akan
membawa pengaruh besar ke khalayak ramai”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sejauh ini kami yakin, meski bukti belum terlalu kuat”,
Dean mengomentari kekhawatiran yang terlihat di raut wajah Kapolri Barat
Pradapa. Wajar jika Kapolri itu khawatir, tidak setiap hari kepolisian
mengadakan konferensi pers, apalagi topik kali ini mengenai kriminal yang
kontroversial. Pihak pemerintahan dan kepolisian sepakat bahwa Silent Rose
adalah kriminal, sedang di pihak lain, ada beberapa simpatisan yang justru
menganggap Silent Rose adalah keadilan yang sesungguhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kami yakin dengan tersangka yang saat ini kami amankan. Dia
adalah Silent Rose”, tambah Rio mencoba meyakinkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akhir-akhir ini semua penuh dengan tekanan”, kumis tebal
Kapolri Barat Pradapa tampak bergerak samar saat dia bicara. “Dengan adanya
konferensi pers ini, mereka semua juga akan tahu bahwa kita tidak hanya
berpangku tangan terhadap teror Silent Rose pada kasus daging impor ini. Para
cicak-cicak KPK juga bisa melaksanakan tugas mereka tanpa banyak alasan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria itu berdiri dari kursinya dan menarik nafas panjang.
“Aku akan memulai konferensi ini, kita akan menyatakan bahwa kita telah
menangkap tersangka yang dipercaya sebagai Silent Rose. Dean, Rio setelah
konferensi ini, aku harap kalian dapat menemukan bukti yang memberatkan”,
Kapolri Barat Pradapa bergegas ke arah pintu ruangannya. Sesampai di depan
pintu, Pria kelahiran Jombang, Jawa Timur 10 Januari 1956 ini berbalik ke arah
Dean dan Rio yang hendak mengikutinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimana Silent Rose itu sekarang?”, tanyanya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean tersenyum, “di tempat yang aman”, jawabnya diplomatis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan ini kami pihak kepolisian menyatakan telah menangkap
orang yang diduga kuat sebagai Silent Rose. Saat ini kami tidak dapat
mengkonfirmasikan siapa dan dimana orang itu kami tahan. Hal itu untuk
meminimalisir gagalnya usaha kami kali ini. Beberapa bukti telah kami dapatkan
untuk memberatkan tersangka tersebut. Saat ini kami tengah berusaha
mengumpulkan bukti-bukti yang lebih kuat dan otentik sehingga dalam waktu
dekat, diharapkan status tersangka tersebut dapat ditetapkan sebagai terdakwa”.
Kapolri Barat Pradapa terlihat cukup tenang dalam menyampaikan pernyataannya,
keadaan seketika menjadi cukup ramai dengan gumaman-gumaman para wartawan yang
menghadiri konferensi pers tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami ingin melihat tersangka itu”, salah seorang wartawan
berseru. Perhatian semua orang dalam ruangan mendadak tertuju padanya, sebelum
kembali ke Kapolri Barat Pradapa yang kini tampak bingung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Kalian akan melihatnya setelah status terdakwa
ditetapkan. Saat ini kami butuh waktu untuk mencari bukti yang lebih kuat. Kami
tidak main-main”, Dean menimpali, mencoba meng-cover Kapolri Barat Pradapa yang
tampak bingung. Meski masih tergolong muda, hampir semua wartawan tahu
kredibilitas Dean maupun Rio yang luar biasa dalam menyelesaikan beberapa kasus
kriminalitas dengan tingkat akurasi yang sangat baik. Jika detektif sehebat
Dean saja meminta waktu, itu artinya mereka sedang bekerja keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fidya Lidwina kembali terlihat di monitor, namun belum
sempat Frida membacakan beritanya, televisi sudah dimatikan. Eva menoleh ke
Wise Crow yang baru saja mematikan televisi. Pria tua itu tampak dengan tenang
mengambil selembar kain dan kembali menggosok gelas-gelas kacanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa anda tidak akan melakukan sesuatu?”, Eva bertanya pada
Wise Crow, gadis itu jelas terlihat khawatir dengan keadaan Ian yang tanpa
kabar. Meski terlihat penuh kekhawatiran, gadis muda itu masih terlihat cantik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada yang mengabarkan bahwa yang mereka tangkap itu
adalah Ian?”, Mr. Wise bertanya balik, dengan nada datar yang sulit ditebak.
Bahkan tanpa menghentikan kegiatan mengelap gelasnya sekalipun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak…”, Eva menggeleng. Gadis itu diam beberapa detik,
memandang kosong ke arah gelas di tangan Wise Crow. “Benar juga, tidak mungkin
Ian tertangkap semudah itu. Jadi menurut Paman, siapapun yang mereka tangkap
jelas bukan Ian?. Artinya mereka telah menangkap Silent Rose palsu itu”, raut
wajah Eva memperlihatkan sedikit kelegaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh menurutku itu pasti Ian…”, Wise Crow meletakkan gelas di
tangannya dan memandang pada Eva yang bereaksi dengan mengernyitkan alisnya.
“Hanya akan menambah tingkat kesulitan jika benar Silent Rose palsu tertangkap
lebih dulu oleh kepolisian. Jika saja Ian tahu identitas copycat brengsek itu,
mungkin dia bisa menghabisinya diam-diam. Tapi Ian tidak tahu, bahkan tidak
secuil informasipun”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Polisi lebih punya informasi lebih”, Eva menanggapi ucapan
Mr. Wise. “Jadi Ian menyerahkan diri ke mereka, agar mendapat informasi
tersebut?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia memilih memainkan permainan dengan cara yang paling
berbahaya”, Wise Crow mengambil gelas lain untuk dibersihkan. “mungkin dia
membuat dirinya tertangkap dan menunggu sampai polisi mengungkap keberadaan
Silent Rose palsu. Begitu Silent Rose palsu itu ditemukan, dia baru bergerak
menghabisi sang target”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kalau tidak?, bagaimana kalau polisi tidak pernah
berhasil mengungkap identitas Silent Rose palsu itu?”, Eva bertanya sekali
lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Maka itu adalah musibah baginya, dia harus menemukan cara
untuk meloloskan diri dari kepolisian. Dan jika dia sampai menyandang status
buronan, kami harus membersihkannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Membersihkannya?”, Eva mencoba memperjelas apa yang
didengarnya. “Siapa?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Association”, Wise Crow berkata pelan. “Direct Order punya
jangka waktu yang tidak banyak, jika dianggap melakukan tindakan yang
membahayakan Association maka kami tidak punya pilihan lain selain melenyapkan
ancaman itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak adakah yang bisa kau lakukan?”, kali ini nada suara
Eva terdengar sedikit memohon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow memandang tajam ke arah gadis manis itu. Sudah
tiga minggu gadis itu menumpang tinggal di Green File Café. Pandangan Pak tua
itu kini menyusuri lekuk pinggang gadis itu, dan terus hingga ke wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau ingin tahu jawabannya?”, tanya Wise Crow dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ikut denganku”, Wise Crow memberi isyarat pada Eva untuk
mengikutinya ke ruang kerjanya, dan dia memberi aba-aba pada Juna, karyawannya
untuk menggantikannya di meja bartender. Gadis manis itu mengikuti langkah Wise
Crow menuju ke ruang kerja Pak tua itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tutup pintunya”, Mr. Wise memerintahkan Eva untuk menutup
pintu ruangan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva beranjak untuk menutup pintu, dan ketika dia berbalik,
dia cukup terkejut melihat Pak Tua itu kini telah menanggalkan celananya. Penis
Pak Tua itu memiliki diameter yang cukup besar, terjuntai malas di antara kedua
paha telanjangnya. Eva bergidik melihatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu apa yang harus kau lakukan”, ujar Mr. Wise dengan
sedikit senyum picik tersungging samar di wajah keriputnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gemericik air yang keluar dari shower memenuhi kamar mandi
di hotel berbintang tersebut. Di luar kamar mandi, Dean sedang membersihkan
Smith & Weston 45ACPnya dengan sapu tangan. Rio bersandar pada dinding luar
kamar mandi sambil menghisap dalam-dalam rokoknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sedikit bingung dengan semua ini”, Dean berkata sambil
mengisi amunisi ke senjatanya. “Hasil tes urine dan darah menunjukkan adanya
kandungan zat kimia<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
lipolichity<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
dengan konsentrasi padat. Hal itu mendukung kebenaran dari
cerita yang disampaikan pemuda itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bisa saja dia menyuntikkan zat itu ke dirinya sendiri kan?”
Rio menanggapi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, zat itu sudah beredar di
dalam darah pemuda itu sekitar antara pukul dua dan tiga pagi. Efek dari dosis
terkecil zat tersebut dapat menyebabkan kehilangan kesadaran selama dua belas
jam. Kalaupun pemuda itu menyuntik dirinya sendiri, dia baru bisa sadar setelah
pukul dua siang”, Dean memperjelas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim
laboratorium kepolisian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan?”, Rio menunggu lanjutan dari ucapan Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita segera berlari ke kamar itu begitu penembakan terjadi,
memakan waktu sekitar sepuluh menit dari tempat kita ke kamar tersebut. Saat
mendobrak, aku masih ingat betul angka di jam dinding kamar itu menunjukkan
pukul 13:30”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Artinya penembakan terjadi sekitar pukul 13:20, dimana
seharusnya saat itu tersangka kita harusnya baru mendapat kesadarannya atau
belum sadar sama sekali”, Rio menyempurnakan analisa Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Artinya tersangka kita punya alibi yang cukup kuat”, Dean
menegaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Satu trik lagi”, Rio bergerak ke arah tempat sampah dan
mematikan rokoknya. “itu satu trik lagi yang digunakan oleh tersangka. Dengar
Dean, bagaimana kalau kita coba melihat dari sisi positifnya sekarang… sejak
kita menahan pemuda sialan ini, Silent Rose tidak bergerak lagi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, itu yang jadi pemberat bagi tersangka kita”, Dean
membenarkan ucapan Rio. “Namun bukti-bukti yang kita miliki masih minim. Kita
perlu bukti lebih kuat untuk merubah status tersangka menjadi terdakwa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana dengan gadis bernama Cathy itu?”, Rio menanyakan
satu nama yang sempat disebutkan Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tim penyelidik sedang bekerja keras mencari identitas gadis
itu. Sepertinya gadis itu sudah meninggalkan Jakarta”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu kenapa aku begitu yakin pemuda itu adalah Silent
Rose, Dean?”, tanya Rio kemudian, nada suaranya terdengar pelan, setengah
berbisik. Dean menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menoleh sejenak ke arah kamar mandi, memastikan bahwa
tidak ada suara aktivitas yang mencurigakan di dalamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu aku pernah berpapasan dengan Silent Rose
sebelumnya, tujuh tahun yang lalu. Saat aku masih baru bergabung dengan kepolisian”,
Rio mengambil sebatang rokok dan mulai membakarnya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, kau jadi satu-satunya saksi mata pada malam itu”, Dean
menanggapi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Malam itu aku dan Jenderal (Pol) Komang Mahendra sedang
menguntit seseorang, aku tidak tahu kalau yang kami kejar adalah orang yang
berbahaya seperti SilentRose. Waktu itu kami bersembunyi di sebuah gang kecil
di antara dua gedung bertingkat tiga. Dan teriakan seorang wanita menarik
perhatian kami”, Rio diam sejenak, menghisap dan menghembuskan asap rokoknya
yang mengepul.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Beberapa meter dari kami, tepat di seberang jalan”, Rio
kembali melanjutkan ceritanya. “Seorang wanita sedang berebutan tas tangan
dengan seorang pria, mereka saling tarik sampai akhirnya sang pria memukul
wanita tersebut. Setelah itu, pria itu mulai lari, sang wanita meneriakkan kata
‘jambret’ dan meminta pertolongan, saat itu aku sudah hendak mengejar
penjambret itu namun Jenderal Komang menahan pundakku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menggeser duduknya saat Rio menghentikan ceritanya
untuk sejenak. Dean memang pernah mendengar dan membaca detail peristiwa dari
berkas laporan kematian Jenderal (Pol) Komang Mahendra, namun baru kali ini dia
mendengar langsung dari Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jenderal Komang memintaku untuk tidak mengabaikan
penjambret tersebut dan memberitahu polisi lain untuk mengurus penjambret
tersebut. Tapi yah… kau kenal bagaimana aku, aku tidak bisa tinggal diam
melihat sesuatu terjadi di depan mataku. Kami berdebat cukup sengit waktu itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan akhirnya?”, Dean bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku memutuskan untuk tetap mengejar penjambret tersebut,
rasa idealisku masih cukup besar… kurasa sampai sekarangpun belum berubah. Aku
mengejar dan menangkap penjambret tersebut. Hanya butuh waktu sepuluh menit
saja untuk meringkus dan kembali ke tempat pengintaian kami, saat itu aku
bertabrakan dengan seseorang, aku tidak sempat melihat wajahnya, waktu itu aku
fokus untuk segera kembali ke posisi pengintaian”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepuluh menit?”, Dean mengernyitkan alisnya. “Kau ingin
memecahkan rekor?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yup! Rekor penangkapan tercepat dan terbaik. Namun sepuluh
menit itu adalah kesalahan, karena saat aku kembali, darah sudah mengalir dari
leher Jenderal Komang…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio terdiam, Dean terdiam dan keadaan mendadak menjadi
hening dalam kekakuan, hanya gemericik air dari shower yang terdengar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“penjambret itu?”, Dean bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia dibayar oleh seseorang sebesar dua juta, hanya untuk
mengambil satu tas dari pejalan kaki disana, terserah siapa saja. Saat aku
keluar dari gang untuk mengejar, saat itulah Silent Rose tahu tempat
pengintaian kami, dan dia membunuh beliau dengan sangat cepat. Itu semua hanya
trik Dean… trik licik yang dilakukan oleh Silent Rose!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ekspresi wajah Rio menunjukkan emosi yang susah dilukiskan,
kecewa, marah, sedih semua seolah bercampur menjadi satu di setiap jengkal
wajahnya. Dean menyodorkan sekaleng soda dingin untuk menenangkan perasaan Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu bukan salahmu”, ujar Dean menenangkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seharusnya aku tak pernah meninggalkan tempat itu…”, gumam
Rio lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suhu ruangan di ruang kerja Wise Crow terasa gerah, meski
pendingin ruangan itu menyala. Mata Pak tua itu terpejam, kenikmatan tampak di
raut wajah keriputnya. Sesekali pria tua itu melenguh menikmati apa yang
terjadi pada tubuh bagian bawahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berlutut di hadapan Mr. Wise, Eva tengah menggerakkan
kepalanya maju-mundur beraturan, mulut gadis cantik itu kini tengah menghisap
batang kejantanan pria tua itu. Eva memejamkan matanya, sambil sesekali
menghisap dalam-dalam penis Mr. Wise. Pakaian Eva masih lengkap, T-shirt
ketatnya masih melekat di tubuhnya, begitu pula dengan busana lainnya, namun
tidak bisa disangkal, berada di ruangan kecil sambil menghisap penis seseorang
turut menaikkan libidonya. Eva memainkan lidahnya seolah itu adalah batang kejantanan
yang sangat disukainya, meski dalam hatinya dia tidak menginginkan hal ini.
Gadis cantik itu telah memilih untuk menjalankan perannya demi bantuan untuk
Ian sang Silent Rose. Kali ini, meski tanpa diminta oleh Ian, Eva berusaha
sebaik mungkin untuk mensupport Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ouhhh....” Mr. Wise melenguh saat Eva memasukkan tiga
perempat batang kejantanannya ke mulut mungil sang gadis. Eva menahan nafas,
berusaha memasukkan penis tua itu lebih dalam lagi ke tenggorokannya, Gadis
muda itu menahan penis itu tetap dalam posisi terdalam yang bisa dicapainya
untuk beberapa detik sebelum kembali menarik lepas penis itu. Eva melayangkan
pandangannya sejenak pada Mr. Wise, pria tua itu kini tampak sedikit bergetar
saat Eva menggerakkan lidahnya, menyapu kepala penis pria tua itu dengan
gerakan yang lamban namun penuh tekanan. Gadis itu lalu kembali berkosentrasi
pada penis tua itu dan kembali menggerakkan kepalanya maju-mundur, membuat
batang Mr. Wise terkocok dalam mulutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah beberapa saat, Mr. Wise menahan kepala gadis cantik
yang tengah memberinya fellatio kelas tinggi dan mencabut penisnya dari mulut
Eva. “Kau hampir membuatku bobol tadi,” ucap Pria tua itu, senyum cabul
tersungging di wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria tua itu mengangkat tubuh Eva berdiri sebelum dengan
rakus lidahnya bergerak mencium leher gadis cantik itu. Eva memejamkan mata,
mencoba tetap fokus pada perannya, jika dia mencoba melawan sentuhan ransangan
yang diberikan Mr. Wise, tentu dia tidak akan bisa menyelesaikan tugasnya
dengan baik. Bagaimanapun, dia harus bisa larut dan menikmati permainan Wise
Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sshh..,” tubuh gadis cantik bergidik saat tangan besar Wise
Crow meremas buah dadanya dari luar T-shirt ketatnya. Eva mendesis saat
merasakan kenikmatan mulai masuk ke dalam tubuhnya. Mr. Wise memainkan payudara
ranum gadis itu dengan remasan-remasan yang cukup bertenaga, tidak terlalu
keras, namun cukup untuk membuat gadis itu menggeliat dan mendesis keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dadamu padat sekali,” di sela-sela kegiatan mesumnya Mr.
Wise masih sempat berkomentar. Eva memejamkan matanya, mencoba menstimulasi
dirinya sendiri dengan imajinasi agar dapat lebih menikmati rangsangan demi
rangsangan yang diberikan pria tua itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak puas dengan itu, Mr. Wise menarik T-shirt Eva naik
hingga terlepas lewat leher dan kedua tangannya. Kulit tubuh Eva yang putih
serta buah dadanya yang masih tersangga oleh bra berwarna krem yang
dikenakannya. Eva pasrah saat pria tua itu menanggalkan penutup terakhir
dadanya. Wise Crow memandangi payudara Eva yang kini tersaji telanjang di depannya,
menampakkan puting mungil kecoklatan muda yang menggiurkan. Dada Eva memang
cukup indah dan padat. Nafas Wise Crow memburu saat pria tua itu mulai
menghisap puting kiri gadis cantik itu, membuat gadis itu menggelinjang dan
mengerang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow bermain cukup lama dengan dua buah bukit yang
membusung indah itu. Setelah puas bermain dengan dada Eva, jari-jemari pria tua
itu bergerak turun dan mulai melepas kancing celana yang dikenakan Eva. Gadis
cantik itu menggerakkan tubuhnya, memudahkan Mr. Wise untuk melucuti celana
beserta celana dalamnya dengan cepat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enghh…” Eva mengerang saat jari tengah gemuk Mr. Wise
menyentuh bagian kewanitaannya, tubuh gadis itu terlonjak seolah tersengat
sesuatu saat jari itu menyentuh klitorisnya. Tidak butuh waktu lama untuk
membuat vagina gadis itu basah atas cairannya sendiri. Erangan demi erangan
semakin terdengar tatkala Mr. Wise memainkan jarinya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise tampaknya tak ingin berlama-lama dengan
foreplay-nya, dia membalikkan tubuh telanjang Eva. Seakan mengerti apa yang
diinginkan oleh Mr. Wise, Eva membungkukkan punggungnya, kedua tangan gadis itu
bertumpu pada meja kerja Mr. Wise. Tanpa banyak suara dan gerakan, Mr. Wise
meremas pantat bulat gadis itu, kemudian tangannya bergerak mencengkeram
pinggang indah Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Buka sedikit kakimu,” perintah Mr. Wise, Eva menggerakkan
kakinya sedikit tanpa bicara sepatah katapun. Tubuhnya sedikit terlonjak saat
dia merasakan sesuatu yang keras, lembut dan hangat menggesek gerbang
kewanitaannya. Mata keduanya lalu terpejam, erangan keluar nyaris bersamaan
dari kedua manusia berlainan jenis ini saat sedikit demi sedikit penis pria tua
itu memasuki tubuh sempurna Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tidak menunggu lama, pria tua itu memacu penisnya
sambil mengerang menahan kenikmatan yang diberikan oleh jepitan vagina gadis
muda itu. Di lain pihak, Eva memejamkan kedua matanya, tubuhnya terayun-ayun
mengikuti pompaan Mr. Wise. Sodokan demi sodokan memberinya kenikmatan yang
benar-benar membuainya. Penis besar Mr. Wise bergerak teratur menggesek dinding
kewanitaannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menggigit bibir bawahnya, tangannya mencengkeram
pinggiran meja saat Mr. Wise menaikkan tempo genjotannya. Desahan-desahan kini
terdengar makin nyaring saat Eva menekuk sedikit punggungnya ke atas. Melihat
postur tubuh Eva yang terlihat sangat seksi, Mr. Wise memindahkan tangan
kanannya ke payudara Eva, meremas dan menjadikannya acuan dorong saat penisnya
menyodok makin kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semua yang dilakukan Mr. Wise memberi kenikmatan luar biasa
pada diri Eva, sebelah payudara Eva yang bebas tampak terayun-ayun. Bibir Eva
merekah saat gadis itu mengerang keras, badannya menegang, menikmati sebuah
kenikmatan yang merambat cepat dari dalam liang kewanitaannya ke seluruh bagian
tubuh yang lain. Gadis cantik itu telah mencapai orgasmenya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Melihat lawannya telah takluk atas keperkasaannya, senyum
tersungging di bibir Mr. Wise. Pria itu tampak puas bisa menaklukkan gadis muda
seperti Eva di usianya yang sudah tidak muda lagi. Mr. Wise tidak ingin
membuang waktu, dia kembali menggerakkan penisnya merojok vagina gadis cantik
itu. Tubuh Eva berayun-ayun makin kencang, hanya desahan lemah yang keluar dari
bibir gadis itu. Sebisa mungkin Eva memantapkan pegangannya ke tepi meja saat
Mr.Wise menungganginya makin cepat dan kasar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Argh!!...,” setelah beberapa menit memompa gadis itu
akhirnya Mr. Wise menyerah. Pria tua itu membenamkan penisnya dalam satu
hujaman, membuat Eva merintih terkejut. Tidak lama kemudian batang
kejantanannya menumpahkan isinya ke rahim gadis muda itu, badan pria tua itu
berkelonjotan sesaat, menggambarkan kenikmatan yang dia rasakan. Setelah puas,
barulah Wise Crow mencabut penisnya dan menyambar celananya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva berlutut memegangi pinggiran meja, kakinya terasa lemas,
gadis itu berusaha untuk mengatur kembali nafasnya. Bulir-bulir keringat kini
membasahi kulit telanjang gadis itu, membuatnya terlihat berkilau dan
menggiurkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bertanya apa ada yang bisa kulakukan untuk membantu
Silent Rose?” tanya Mr. Wise, nafasnya masih tersengal-sengal. Eva menoleh ke
arah Wise Crow yang kini telah mengenakan kembali celananya lalu mengangguk
lemah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Well… tidak ada yang bisa kulakukan.” Wise Crow berkata
datar, senyum licik tergambar samar di wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa?!” Eva terbelalak, nafasnya serasa tercekat di
tenggorokan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ian sendiri yang memutuskan untuk menyimpan sendiri
rencananya. Tidak ada yang bisa kulakukan jika aku tidak tahu apa-apa, aku
tidak mau mengambil resiko membahayakan diri atau merusak rencana Silent Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva tampak sebal menyadari bahwa dia telah menyerahkan
tubuhnya secara sia-sia. Dalam hati dia mengutuk apa yang baru saja dilakukan
oleh Pak tua sialan di hadapannya ini. Namun gadis itu hanya diam, percuma dia
mengumpat atau marah, semua sudah terjadi dan dia sudah disetubuhi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi…” Mr. Wise melanjutkan ucapannya. “Association tidak
akan tinggal diam jika dia memang melakukan sesuatu yang membahayakan
organisasi. Mungkin mereka akan melakukan sesuatu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalimat terakhir Wise Crow seolah memberi harapan tipis pada
Eva. Meski hanya kemungkinan kecil, namun itu satu-satunya harapan yang saat
ini bisa dipegang oleh gadis cantik itu. Eva bangkit perlahan dan memunguti
pakaiannya tanpa menatap Mr. Wise sedikitpun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara di meja bartender, Juna tampak bingung mencari
tissue untuk membersihkan cairan spermanya yang meluber akibat apa yang
dilihatnya di layar kecil di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kamar hotel tempat disekapnya Ian<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiga hari pasca konferensi pers.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tampak terduduk lemah di atas kursi, tangannya masih
terbogol rapat, borgol itu sendiri telah meninggalkan garis samar di kulit
pergelangan tangannya. Wajah Ian tampak lebam di beberapa tempat, hasil
interogasi Rio dan Dean yang makin lama makin keras. Dalam hati Ian tertawa
kecil. Dia paham betul, saat interogasi semakin dekat dengan aksi kekerasan,
itu artinya para polisi mulai menemui jalan buntu. Kini tinggal menunggu waktu
sampai dia bisa dinyatakan tidak bersalah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pandangan Rio tampak tajam ke arah pemuda di depannya,
satu-satunya tersangka dalam kasus kali ini. Berkali-kali dalam benaknya Rio
mencoba mengingat sosok yang menabraknya tujuh tahun lalu, namun keadaan malam
yang gelap berhasil menghalanginya mengingat. Rio menarik pistolnya saat
mendengar suara pintu terbuka, berhadapan dengan Silent Rose menaikkan tingkat
kesiagaannya, dia tidak ingin ada celah sedikitpun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Tonight rose will silent forever.” Terdengar suara Dean
dari arah pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menurunkan senjatanya dengan lega, Dia dan Dean
menggunakan sebuah sandi untuk mengenali satu sama lain. Siapapun yang masuk
harus mengucapkan sandi tersebut. Jadi meskipun Rio mendengar suara Dean, namun
Dean tidak menyebutkan sandi, saat itu Rio harus curiga, bisa saja seseorang
menodong Dean dan masuk bersamanya ke dalam kamar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kemarilah, Rio.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio melayangkan pandangannya sekali lagi ke arah Ian,
memastikan tersangka satu-satunya tetap terikat dan tak berdaya. Setelah
memastikan, Rio beranjak ke ruang tengah, menemui Dean yang tampak kusut. Kedua
tangan Dean bertumpu pada meja sambil memegangi kepalanya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada kabar terbaru?” tanya Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean mengangkat wajahnya. “Ya, tim penyelidik berhasil
mengidentifikasi gadis bernama Cathy itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio bergegas duduk di sebelah Dean dan membakar sebatang
rokok. “Lalu?, apa gadis itu berhasil ditangkap?.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gadis itu berada dalam ancaman,” tukas Dean sambil
melongokkan kepalanya ke arah dapur, tempat Ian disekap. “Seseorang mengancam
gadis itu melalui telepon, mengirim beberapa lembar foto pribadinya dan
menyuruhnya mengikuti instruksi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau sudah bertemu dengan gadis itu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.” Dean mengangguk. “Setelah ini kau bisa menemuinya di
kantor kalau kau mau, mungkin kau ingin menginterogasinya sendiri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menggeleng. “Tidak perlu, dari awal aku sudah menduga
gadis itu cuma alat. Dan kecil kemungkinan Silent Rose menemui langsung gadis
itu kan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tepat sekali!” Dean menjentikkan jarinya. “Gadis itu hanya
menerima ancaman, instruksi dan uang tunai sebesar empat puluh juta. Lalu
siapapun yang mengancam gadis itu, dia melakukannya via telepon.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah kau periksa ponsel gadis itu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu hal pertama yang kulakukan. Hasilnya negatif, orang itu
menelepon dari nomor yang tidak terdaftar di operator manapun.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wow,” Rio menggeleng. “itu hal yang belum pernah terjadi di
Indonesia sebelumnya, itu pasti terkait dengan teknologi. Kau sudah mencoba
mensinkronisasikan cerita gadis itu dengan apa yang disampaikan tersangka
kita?.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.” Dean menjawab pelan. “Semuanya cocok… ada beberapa
bagian yang tidak sama, namun setelah aku desak, akhirnya gadis itu
menceritakan sebenarnya, dan kali ini semuanya cocok.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keduanya terdiam untuk sesaat, mereka berpikir, ditemukannya
Cathy yang merupakan tokoh penting dari kasus kali ini bukannya memberi
keuntungan justru makin mengaburkan investigasi. Ian kini semakin jauh dari
status terdakwa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dering ponsel memecah keheningan, Dean mengangkat ponselnya,
setelah membaca nama yang tertulis di layar ponsel, dia menerima panggilan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio melayangkan pandangannya ke dapur, naluri detektifnya
belum mempercayai kenyataan bahwa mereka semakin jauh dari Silent Rose. Bahwa
pemuda yang kini mereka sekap sebagai tersangka benar-benar tidak bersalah.
Kemungkinan bahwa Ian bukanlah Silent Rose memang semakin besar. Tapi bagaimana
kalau itu ternyata trik?, itu hanya permainan rencana yang dimaui oleh Silent
Rose. Mungkin saja Silent Rose menonton kala mereka mengadakan konferensi pers
dan tertawa dalam hati. Membayangkan sosok Silent Rose dengan senyum lebarnya
saat menyaksikan mereka bermain sesuai rencana membuat Rio merasa muak.
Rasanya, kini mereka tak ubahnya sebuah bidak dalam sebuah papan catur
berdarah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menangkap kecemasan dan ketidak-percayaan muncul di
wajah Dean setelah Dean menutup panggilan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapa yang menelepon?” tanya Rio pada Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kapolri kita…” Dean diam sejenak, tidak segera
menyelesaikan ucapannya. “Ini buruk,” ujarnya kemudian. Rio memandang Dean
dalam kebingungan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa Dean?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wijatmoko… salah seorang tersangka kasus daging impor yang
masuk dalam daftar nama pada surat ancaman Silent Rose…” Dean diam lagi. “Dia
terbunuh dengan tembakan jarak jauh. Silent Rose membunuhnya.” Ucap detektif
itu getir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hawa ruangan kerja Kapolri Barat Pradapa terasa sangat tidak
enak, Kapolri berkumis tebal itu tampak memegangi kepala dengan kedua
tangannya, keresahan tampak jelas terpancar dari seluruh gerak tubuh Kapolri
tersebut. Bagaimana tidak, baru beberapa hari yang lalu dia mengumumkan pada
media massa keberhasilannya menangkap tersangka pembunuhan berencana yang
disebut Silent Rose. Dan saat ini satu nama dari daftar ancaman terbunuh,
membuat polisi terpaksa menelan ludahnya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jenderal (pol) Barat Pradapa mengangkat wajahnya saat pintu
terbuka dan dua detektif terbaiknya; Inspektur (pol) Dean dan detektif Rio
memasuki ruangannya. Setelah menutup pintu kedua detektif itu duduk di kursi
tepat di seberang meja kerja Kapolri. Keduanya tidak berani mengucapkan sepatah
katapun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bangsat!!” Kapolri Barat Pradapa mengutuk keras sambil
membanting beberapa koran ke atas meja kerjanya. Koran-koran itu penuh
menjadikan kegagalan polisi sebagai headline beritanya, dirangkai dengan
judul-judul yang memojokkan kepolisian seperti ‘Kegagalan Polisi’, ‘Pernyataan
palsu Kapolri, Bagaimana kita bisa percaya pada polisi’ atau ‘Polisi menipu
semua’, dan beberapa judul yang jelas-jelas menghina kepolisian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kalian akan menjawab semua ini!!,” kemarahan
terdengar jelas dari bibir Kapolri. “Seharusnya aku tidak menuruti keinginan
kalian untuk mengadakan konferensi pers!.” Pria berkumis itu tampak sangat
geram, tangannya terkepal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Konferensi itu tetap harus dilaksanakan, Jenderal,” Dean
menjawab dengan tenang. Kemarahan Kapolri bukanlah hal yang tidak diprediksikan
olehnya, detektif kawakan ini menunjukkan kualitasnya untuk tetap terlihat
tenang dan sopan dalam keadaan apapun. “Bagaimanapun, konferensi pers itu tetap
membawa kemajuan bagi investigasi kami.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan menambah jatuhnya korban lagi?!!” Kapolri tampak makin
geram dengan jawaban Dean. “Membuat kepolisian kehilangan muka?!, itu yang
kalian sebut sebagai kemajuan?!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak meminta agar perlindungan khusus pada
korban-korban terancam untuk dicabut kan?” kali ini Rio membantah, seperti
biasa, Rio masih mudah terpancing emosinya. “Meskipun pernyataan mengenai
tertangkapnya tersangka Silent Rose diumumkan tidak seharusnya penjagaan dan
perlindungan terhadap korban terancam dilonggarkan hingga kasus ini benar-benar
tertutup!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menepuk pundak Rio, meminta detektif bawahannya itu
untuk tetap menggunakan kepala dingin. Tepukan itu membuat Rio tidak
melanjutkan argumennya. Kapolri Barat Pradapa terdiam sejenak, memang benar
seharusnya pihak kepolisian tidak lengah dan tetap menjaga ketat para korban
yang tercantum dalam daftar ancaman Silent Rose. Jika saja pihak kepolisian
yang bertanggung jawab atas keamanan para korban terancam tidak lalai, mungkin
korban bisa diselamatkan. Meski nama baik kepolisian akan tetap tercemar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebenarnya, Jenderal…” Dean membuka kembali pembicaraan
yang sempat terhenti, nada diplomasinya terdengar penuh kehati-hatian namun
meyakinkan. “Konferensi pers itu akan menjadi tantangan bagi Silent Rose untuk
kembali bergerak. Kami menangkap seorang tersangka, dan untuk memperkuat
keyakinan kami, kami harus mengirimkan sebuah umpan. Seandainya tersangka yang
kami tangkap adalah Silent Rose, maka tidak akan terjadi apa-apa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi tersangka yang kalian tangkap itu positif bukan Silent
Rose?” Kapolri Barat Pradapa menegaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Belum tentu Pak,” Rio menyanggah kesimpulan yang diambil
oleh Kapolri. “Selama ini tidak ada tanda-tanda bahwa Silent Rose selalu bergerak
sendirian. Bisa saja ada orang di luar sana yang membantu Silent Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksudmu… Silent Rose bukan satu orang saja?” pria berkumis
tebal itu bertanya, mencoba menarik kesimpulan dari apa yang disampaikan
detektif muda berbakat di hadapannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada kemungkinan untuk itu.” Dean menjawab singkat. “Aksi
terakhir menunjukkan kemungkinan adanya tersangka lain.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana dengan tersangka yang kalian sekap? Apa bisa
dinaikkan menjadi terdakwa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pertanyaan yang baru saja diluncurkan oleh Kapolri Barat
Pradapa membuat dua detektif di depannya mendadak diam. Dengan malas Dean
menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Penyelidikan menunjukkan kemungkinan tidak bersalahnya
tersangka.” Dean menjawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi kami akan menemukan bukti.” Rio menyahut. “Aku yakin
sekali dia turut ambil bagian dalam kasus kali ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Keyakinan saja tidak cukup detektif Rio!” Nada suara
Kapolri Barat Pradapa kembali meninggi. “Kalian hanya berjalan di tempat dengan
keyakinan naif kalian!. Aku ingin bukti nyata!, dan untuk itu kau akan
dikeluarkan dari kasus ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalimat terakhir yang diucapkan Kapolri membuat Dean maupun
Rio tersentak kaget.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksud Bapak?” Rio tidak yakin dengan apa yang baru saja
didengarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sutan Abdila, Kepala Polisi Malasyia semalam menghubungiku,
dan dia memberiku saran untuk menangani kasus ini. Aku memutuskan untuk meminta
bantuan pihak luar yang lebih ahli dalam kasus pembunuhan berantai disertai
surat ancaman seperti kali ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pihak luar?, maksud Bapak detektif swasta?” Dean
mengernyitkan alisnya, sejauh yang dia tahu tidak ada lembaga swasta di
Indonesia yang memiliki detektif lebih baik dari Rio dan dirinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan swasta juga, bisa dibilang aku telah melakukan
kerjasama antar negara. Aku mengajukan permohonan ke pihak asing dan mereka
mengirimkan salah satu agen terbaik mereka yang pernah membantu beberapa kasus
terkait pembunuhan berantai di Asia. Dia telah membantu menangkap pembunuh
berantai di prefektur Yamaguchi – Jepang, Juli 2013 lalu. Dan dia melakukan
dengan sangat baik.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anda meminta kami untuk bekerja sama dengan pihak asing
itu?” Rio menegaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, bukan kau.” Kapolri tampak yakin dengan keputusannya.
“Seperti yang kubilang, kau dikeluarkan dari kasus yang terkait dengan Silent
Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ekspresi Rio berubah seketika, dia benar-benar tidak
percaya, setelah bertahun-tahun dia berusaha meningkatkan daya analisa,
ketelitian, dan berbagai kemampuan lainnya hanya untuk mengejar seorang Silent
Rose. Dan kini dia disingkirkan begitu saja?, tangan Rio mengepal membayangkan
pintu pengejarannya terhadap sosok yang membunuh Komang Mahendra ditutup begitu
saja tepat di depan matanya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan segala hormat, Bapak Kapolri,” Dean mencoba memberi
komentar, dipandangnya Rio dan Kapolri bergantian sebelum melanjutkan
ucapannya. “Selama ini Rio telah memberi banyak kemajuan dalam penyelidikan
kepolisian dengan analisanya yang tajam. Jujur saya rasa saya tidak bisa
melakukan investigasi dengan baik tanpa kehadiran detektif Rio.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kapolri terdiam sejenak, memandangi Dean dengan seksama.
“Jadi kau keberatan jika Detektif Rio ditarik dari kasus ini, Inspektor Dean?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tepat sekali, Jenderal.” Dean menganggukkan kepalanya.
“Selama ini Rio selalu berhasil melihat apa yang tidak saya lihat. Rio dan saya
telah mengikuti jejak SilentRose ini sejak awal dia beraksi. Menurut saya,
dengan tambahan tenaga ahli akan menjadi pembelajaran yang baik bagi kami
sekaligus meningkatkan pencapaian dalam kasus ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jenderal (pol) Barat Pradapa mengangguk-angguk setuju.
“Baiklah kalau begitu,” ujarnya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pembicaraan terhenti sesaat ketika pintu ruangan diketuk,
seorang petugas berseragam membuka pintu ruangan Kapolri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bapak, Mr. Christ Oakland telah tiba dan ingin menemui
anda.” Ujar petugas itu sopan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kapolri Barat Pradapa mengangguk. “Panggil dia kemari, aku
ingin sekaligus mengenalkannya pada Inspektor Dean dan Detektif Rio.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Orang asing?” tanya Rio pada Kapolri. “Aku pikir dia orang
Jepang atau setidaknya Asia.” Wajahnya menunjukkan ketidak-sukaan. Rio memang
kurang suka dengan orang barat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia warga negara Amerika,” Kapolri menjelaskan. “Salah satu
agen terbaik, aku sudah membaca resume-nya, dia spesialis dalam penyelidikan
dan mata-mata.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pintu terbuka, seorang pria asing berkulit putih mengenakan
setelan jas hitam yang rapi masuk ke dalam ruangan. Rambut pria itu berwarna
pirang, dengan potongan emo yang cukup rapi. Bola mata pria itu berwarna biru,
lesung pipit terlihat di pipi kanan-nya ketika dia maju dan bersalaman dengan
Kapolri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selamat datang di Indonesia tuan Christian Oakland.” Sambut
Kapolri Barat Pradapa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Christ Oakland bukan Christian, Jenderal Pradapa.” Christ
mengoreksi ucapan Kapolri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kapolri beranjak dari kursinya, memperkenalkan Dean dan Rio
pada Christ. Christ menjabat tangan keduanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak menyangka bahasa Indonesiamu cukup bagus. Ini
Inspektor Dean, kepala penyelidikan dalam kasus Silent Rose ini,” Kapolri
mengarahkan pandangannya pada Dean. Dean tersenyum dan menyambut jabatan tangan
pria asing tersebut. “Dan ini…” Kapolri mengerling pada Rio. “Detektif Rio,
detektif terbaik yang kami miliki saat ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menatap tajam pada mata biru pria asing di depannya,
lalu menerima jabatan tangan Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mohon bantuannya Agen Christ...”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“C-O,” ucap pria asing itu sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maaf?,” Dean dan Rio menyahut hampir bersamaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika kalian hendak memanggilku sebagai Agen, biar
kuperkenalkan diriku. Aku Agen C.O, itu nama lapangan yang diberikan bagiku.
Clever Owl, FBI.” Ucap pria itu dengan nada yang cukup datar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Burung hantu, itu sebutan bagi mata-mata terlatih bukan?”
Rio bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu cukup banyak, Detektif.” Senyum ramah kembali muncul
di wajah Clever Owl. “Aku memang spesialis investigasi dan mata-mata dari FBI.”
Clever Owl mengambil kursi tepat di samping Rio. “Jadi, apa yang kita dapatkan
dalam kasus ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak disini,” Dean menyahut. “Kita akan membahas kasus ini
di tempat khusus, jika anda tidak keberatan Pak Kepala?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tentu saja!” kapolri Barat Pradapa menjawab permintaan
Dean. “Lebih baik kalau kalian membahas kasus ini di tempat yang lebih aman
dari kantor polisi. Kebocoran bisa terjadi dimanapun.” Dalam hati Kapolri
merasa sedikit bingung, bahkan sampai saat ini dia tidak tahu siapa dan dimana
tersangka itu disimpan oleh Dean, dia hanya dapat memberikan kepercayaan penuh
pada Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean mohon diri dari ruangan tersebut. Diikuti oleh Rio dan
partner baru mereka Clever Owl dari FBI. Sekilas Rio dapat melihat bahwa Clever
Owl adalah agen terlatih yang benar-benar memiliki intelegensi tinggi. Ada
kemungkinan dia dapat membantu menyelesaikan dan mengungkap siapa sebenarnya
Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya tinggal satu nama dalam daftar ancaman yang tersisa.”
Ujar Dean dalam mobil di sela-sela perjalanan mereka meninggalkan Mabespolri.
“Ahmadi Fahsa.Silent Rose gagal mengeksekusinya beberapa minggu yang lalu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gagal?.” Clever Owl mencoba memperjelas apa yang diucapkan
Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tembakannya meleset, saat itu tanpa disengaja Ahmadi Fahsa
menunduk mengambil catatan yang terjatuh dari sakunya, dan itulah yang membuat
tembakan SilentRose meleset.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi dia tidak pernah meleset sebelumnya, kan?” Agen FBI
itu kembali bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak,” Rio berkomentar. “Baru kali ini dia meleset, tidak
di semua kasus Silent Rose menggunakan tembakan jarak jauhnya, seringkali dia
menggunakan semacam trik untuk menghabisi targetnya. Dan baru kali ini juga dia
menggunakan semacam surat ancaman.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seolah meminta kepolisian untuk menghentikan aksinya.”
Komentar Clever Owl. “Jika terlalu banyak ketidakmiripan dengan kasus-kasus
sebelumnya, kenapa kalian yakin pelakunya Silent Rose? Bisa saja seseorang
mengirim surat palsu menggunakan nama Silent Rose?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean membuka dashboard mobilnya, mengambil sebuah benda yang
terbungkus kantong plastik transparan dan menunjukkannya pada Clever Owl.
Clever Owl menerima bungkusan itu dan memandangnya dengan heran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu ciri khas Silent Rose,” Rio berkata. “Dia selalu
meninggalkan puntung rokok dengan logo mawar sebagai ciri khasnya. Dan kami
telah menyelidiki, puntung rokok yang tertinggal di TKP adalah benda yang
dibuat oleh pabrik yang sama.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi Silent Rose itu semacam sales rokok?” Clever Owl
mencoba berkelakar, tidak satupun tertawa. Dean dan Rio telah banyak memutar
otak untuk memecahkan kasus ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kita bisa mendekati Silent Rose dengan seputung
rokok tanpa jejak saliva atau sidik jari seperti ini?” Clever Owl kembali
serius.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Saat tembakannya meleset, aku dan Dean berhasil menemukan
lokasi penembakan, dan kami menangkap satu tersangka.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh! Itu satu kemajuan pesat! Jadi kalian menangkap Silent
Rose?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin,” Dean menjawab dengan nada datar. “Atau mungkin
kami hanya menangkap pemuda tak beruntung yang masuk dalam perangkap Silent
Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau akan tahu saat menemui tersangka. Kami ingin tahu
pendapatmu mengenai dia.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi saat untuk sementara pembunuhan itu berhenti, kalian
berpikir telah menangkap Silent Rose?. Padahal itu mungkin hanya trik untuk
mengalihkan perhatian kalian semua.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak satupun dari kedua detektif kita menanggapi kesimpulan
yang diambil oleh Clever Owl, seorang agen rahasia dari FBI. Rio memandang
ekspresi pria asing itu dari spion mobilnya, harus diakui, pria asing ini cukup
cerdas karena mampu membaca apa yang terjadi dalam waktu sangat singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita lihat saja,” ucap Clever Owl kemudian. “Sepertinya
kita bisa membalik keadaan dan menciptakan perangkap untuk pembunuh yang kalian
sebut sebagai SilentRose ini.” Tambahnya dengan penuh percaya diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesuatu muncul di benak Clever Owl, agen rahasia FBI yang
kini menjadi ancaman bagi Silent Rose. Sesuatu yang dapat menjadi perangkap
bagi Silent Rose. Apakah Silent Rose dapat lolos dari cengkeraman dua detektif
terbaik dan satu agen FBI ini?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“The Rose Will End Soon if He don’t move faster”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lagu klasik Beethoven mengalun lembut memenuhi ruangan kafe
tersebut. Seorang gadis cantik, Evangeline Irene tampak sibuk dengan remote TV
di tangannya. Gadis cantik itu mengganti channel televisi berkali-kali,
kebosanan tampak jelas di wajah cantiknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak akan menemukan nama Ian disebut di televisi,” Mr.
Wise berkomentar dingin, jari-jarinya sibuk membersihkan beberapa gelas kaca.
“Kau harus bersyukur namanya tidak disebutkan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva tidak mengacuhkan komentar Mr. Wise. Dia tahu betul,
jika nama Ian sampai diberitakan di media massa, maka mungkin itu adalah hal
terburuk bagi karirnya sebagai Silent Rose. Jika identitasnya sampai di
eksplore oleh media massa, kemungkinan besar Association harus mengakhiri
karirnya. Dan itu dapat berarti kematian bagi Ian dan juga dirinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dering telepon di sudut meja bartender berdering. Wise Crow
menolehkan pandangannya ke arah telepon tua tersebut. Orang tua itu diam tanpa
ekspresi, pada dering ketiga barulah Wise Crow mengangkat gagang telepon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Halo.” Hanya itu yang diucapkan oleh Wise Crow. Karena
beberapa menit kemudian hingga telepon ditutup, Wise Crow hanya mendengarkan
apa yang diucapkan oleh penelepon di seberang. Eva memperhatikan saat Mr. Wise
menerima telepon itu, mencoba menerka-nerka apa yang sedang dibicarakan. Tentu
saja, Mr. Wise tidak mudah untuk dibaca.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Tua itu meletakkan gagang telepon, membalas pandangan
Eva dan memberi isyarat agar Eva mendekat. Dengan penuh penasaran, gadis cantik
itu mendekat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ian memang sedang ditahan oleh pihak kepolisian,” Mr. Wise
berkata. “Ketua RT di tempat kalian berdua tinggal, baru saja memberi tahuku
bahwa dia dikunjungi oleh dua polisi tidak berseragam yang menanyakan beberapa
hal perihal Ian.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ketua RT?” Eva mengernyitkan alisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak berpikir Association akan membiarkan agen-nya
begitu saja tanpa pengawasan atau back-up jika terjadi sesuatu, kan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengangguk mengerti. Organisasi besar yang sudah
bertahun-tahun bekerja di balik layar tanpa diketahui siapapun jelas memiliki
kewaspadaan ekstra. Dalam pikirannya Eva mulai menebak-nebak, siapa saja bisa
menjadi bagian dari Association, bahkan mungkin tukang sampah yang setiap sore
mengambil sampah di depan rumah mereka bisa saja bagian dari Association.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak berpikir tukang sampah adalah bagian dari
Association, kan?” Mr. Wise berkomentar seolah membaca apa yang sedang
dipikirkan gadis itu. Eva sedikit terkejut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa selanjutnya?” Eva bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selanjutnya?” Mr. Wise mengulangi pertanyaan Eva. “Kau tahu
Silent Rose tidak memberitahuku sedikitpun tentang rencananya. Bagaimana aku
bisa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menurutmu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mendekatlah, akan kubisikkan sebuah rahasia,” ucap Mr.
Wise, terlihat hendak membisikkan sesuatu. Eva mendekatkan wajahnya ke arah Mr.
Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
CTAKK!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise menjetikkan jarinya tepat di depan wajah cantik
Eva. Pak tua itu tersenyum samar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengarkan aku baik-baik…”, ujarnya kemudian penuh misteri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ Oakland memandangi seisi ruangan dengan seksama.
Matanya menelusuri tiap jengkal dinding, tatanan keramik putih, deretan meja
dan kursi di dalam ruangan tersebut. Beberapa langkah di belakangnya, Inspektor
Dean dan detektif Rio berdiri memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh agen
FBI tersebut. Saat ini mereka berada di gedung tempat terjadinya penembakan,
tepat di seberang hotel tempat mereka menangkap Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi mereka langsung memperbaiki kaca jendela ini.” Ujar
Christ Oakland sambil memperhatikan deretan jendela yang tampak tak tergores
sedikitpun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksudmu?” Dean bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose menembak dari sana…” Christ menunjuk jendela
kamar hotel tempat mereka menangkap Ian. “menembak melalui jendela ini,
memecahkan kaca, namun saat itu secara kebetulan Ahmadi Fahsa, sang target
menunduk mengambil catatan yang terjatuh, hingga tembakannya meleset. Dan aku
tidak melihat ada kaca jendela yang pecah disini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose tidak menembak kaca.” Rio menyahut. Seketika raut
kebingungan muncul di wajah Christ Oackland.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada kaca yang tertembak.” Dean memperjelas ucapan
Rio. “Menurut analisa kami, Silent Rose menembak melalui salah satu dari lubang
ventilasi di atas jendela-jendela itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
C.O terbelalak mendengar keterangan yang disampaikan Dean.
Dia mengamati lubang-lubang ventilasi di atas jendela, lubang itu berbentuk
persegi yang cukup besar bagi peluru untuk lewat, namun dari jendela tempat
Silent Rose menembak, lubang itu akan terlihat sangat kecil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana mungkin dia bisa membidik dengan tepat melalui
lubang tersebut?, maksudku- jarak tembaknya begitu jauh.” Agen FBI Clever Owl kini
bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia Silent Rose…” Rio menyahut. “dia bisa melakukan
penembakan dari sudut yang nyaris mustahil, dia biasa melakukan hal tersebut”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lubang yang mana menurut kalian?” Christ kini tampak
antusias, memperhatikan lubang demi lubang, sambil sesekali mengalihkan
pandangan pada bekas peluru di tembok. Untuk beberapa saat ketiganya terdiam
mencoba memvisualisasikan gerak dan kemungkinan peluru itu masuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nomor empat dari ujung kiri”, ketiganya berkata nyaris
bersamaan. Dari arah jendela seberang memang terlihat bahwa lubang itulah yang
paling memungkinkanSilent Rose memiliki sudut pandang yang cukup untuk
melepaskan tembakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada satu lagi yang menurutku cukup tidak biasa,” Rio
menambahkan. Kami menyita senjata laras panjang di kamar tempat kami menangkap
tersangka. Blaster R93buatan tahun 2000 namun sudah dimodifikasi untuk
menggunakan peluru kecil seperti yang biasa digunakan pada pistol-pistol kecil”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Peluru kecil?” Christ mengernyitkan alisnya sekali lagi.
“bagaimana mungkin?, senapan jarak jauh biasanya menggunakan peluru-peluru
berukuran lebih besar agar jalur tembak peluru tidak terganggu oleh tekanan
angin dan gaya sentrifugal searah akibat gravitasi. Bagaimana caranya bisa
menembak dengan tepat dari jarak sejauh itu menggunakan peluru kecil??”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengangkat kedua bahunya. “itulah Silent Rose.” Jawabnya
singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ beralih pada bekas tembakan di dinding, bekas
tembakan itu berada sekitar delapan puluh centimeter dari lantai. Peluru
menyebabkan kerusakan cukup parah pada dinding tersebut sehingga sukar
dianalisa dari arah mana peluru itu menghantam dinding. Christ mengenakan
sarung tangan karet dan mulai mengorek-ngorek bekas hantaman peluru pada
dinding tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian menemukan pelurunya?” tanya Christ tanpa mengalihkan
perhatian dari apa yang dikerjakannya saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“peluru kecil yang biasa digunakan pada pistol 45 ACP. Cocok
dengan peluru-peluru yang tersisa pada senapan laras panjang yang kami sita.”
Dean menjawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ memperhatikan cukup lama pada bekas di dinding tersebut,
memperhatikan beberapa cat yang terkelupas di sekitar bekas tembakan. Matanya
menelusuri garis antara dinding dengan lantai. Garis lantai itu cukup bersih,
seperti sudah dibersihkan sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian menemukan sesuatu di lantai dekat dinding?” Christ
bertanya sekali lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mendekat dan berjongkok tepat di sebelah Christ. “Aku
mencari sesuatu di sana, tapi tidak kami temukan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kau cari?” Christ bertanya sekali lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selotip…” jawab Rio sambil menunjuk ke sekitar bekas
tembakan. “Aku menemukan secuil selotip menempel pada dinding ini, hanya
secuil, seolah tercabik saat peluru menghantam dinding ini. Aku mencoba mencari
potongan selotip yang lain, yang seharusnya terlempar tidak jauh dari dinding
saat peluru menghantamnya. Namun aku tidak menemukan apa-apa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimana posisi korban saat mengambil catatannya yang
terjatuh?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tepat dimana kau berada.” Jawab Rio singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ terdiam untuk beberapa detik, agen FBI terlatih itu
tampak sedang mencoba memvisualisasi keadaan. “Apa hipotesamu mengenai selotip
itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Rio berdiri. “Kau ingat betapa sulitnya menembak dari jarak
sejauh itu melalui lubang ventilasi dan dengan peluru sekecil itu?” tanya Rio
pada C.O. Agen FBI itu mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menurutku…” Rio melanjutkan hipotesanya. “sesuatu tertempel
di dinding itu dengan selotip. Sesuatu yang entah apa atau bagaimana, dapat
mempermudah SilentRose untuk menembak tepat ke titik tersebut. Mungkin sebuah
pemancar atau apa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cerdik sekali…” gumam Christ. Rio tahu betul pujian barusan
bukan pujian atas hipotesanya, melainkan atas kecerdikan Silent Rose yang
menyiapkan banyak kejutan hanya untuk menghabisi satu orang target.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi, Detektif Rio…”, C.O kembali angkat bicara. “jika
memang sebuah alat atau apapun terpasang disitu, bagaimana bisa tidak
meninggalkan jejak sama sekali selain secuil selotip?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu yang belum bisa aku jawab.” Jawab detektif Rio singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ beranjak dari tempatnya, kembali memandang ke
sekeliling ruangan dengan seksama, seolah dia telah melewatkan sesuatu yang
penting.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana menurutmu, Agen C.O?” kali ini Dean yang
mengajukan pertanyaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dari tiga TKP yang kita kunjungi, tempat ini yang paling
menarik.” Jawab C.O sambil tersenyum. “TKP tempat pembunuhan pertama terjadi
adalah rumah korban, jelas sekali bahwa korban ditembak dari tower masjid yang
berada tidak jauh dari rumah korban tepat setelah korban keluar dari mobil.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean dan Rio mendekat ke arah agen C.O, menyimak apa yang
agen FBI terlatih ini sampaikan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“TKP ketiga, tempat pembunuhan yang terjadi beberapa hari
lalu malah sangat tidak menjanjikan. Jelas korban ditembak dari salah satu atap
gedung saat mobilnya bergerak lambat karena terjebak kemacetan. Kaca mobil
bagian samping kanan pecah adalah buktinya.” C.O berhenti sejenak, melayangkan
pandangan ke sebuah jendela di hotel tepat di seberang tempatnya berdiri saat
ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Di dua kasus itu, Silent Rose menggunakan peluru berukuran
besar yang memang khusus untuk tembakan jarak jauh. Tapi tidak di kasus kedua,
kenapa pada tempat ini dia menggunakan peluru yang lebih kecil?. Kenapa dia
meninggalkan senjatanya begitu saja di kamarnya?, dan kenapa dia meleset?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia panik saat mengetahui tembakannya meleset, dan lebih
panik lagi saat dia tahu kami pasti segera memburunya ke kamar dimana dia
menembak” Dean mengungkapkan hipotesanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin…” Christ menanggapi ucapan Dean. “Kalian tidak
berpikir, seorang Silent Rose yang sudah bertahun-tahun beraksi, yang bisa
melakukan ‘impossible shot’melalui ventilasi kecil itu panik saat meleset
seperti seorang amatiran kan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin sebaliknya,” Rio menanggapi komentar Christ
Oackland. “Mungkin dia sudah begitu yakin dengan apa yang telah
dipersiapkannya, dengan sejarah keberhasilan 100% nya dan begitu satu tembakan
meleset, itu mengganggu psikologisnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ Oackland tertawa cukup keras mendengar argumen yang
disampaikan oleh Rio. Rio dan Dean berpandangan heran, Rio sendiri kesulitan
menemukan dimana letak kelucuan dari apa yang baru disampaikannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Percayalah padaku detektif Rio,” Christ berkata dengan nada
yang cukup tajam. “Aku telah banyak berurusan dengan para pembunuh professional
di luar negeri sana. Dan percayalah, sebelum mereka beraksi, mereka menyiapkan
satu rencana dengan tingkat probabilitas hanya 80%. Sedang 20% sisanya, mereka
pecah dalam beberapa rencana lainnya sebagai cadangan. Mereka tidak semudah itu
panik”. Ucapnya dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio terdiam, mau tidak mau dia harus membenarkan apa yang
diucapkan oleh Agen FBI berpengalaman ini. Selama ini, hanya Silent Rose
satu-satunya pembunuh yang tidak tersentuh olehnya. Namun dihadapannya kini ada
agen FBI yang telah berhadapan dengan banyak pembunuh-pembunuh professional
seperti Silent Rose. Pengalaman telah bicara banyak, sesuatu yang tidak
dimiliki oleh Rio ataupun Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana menurutmu dengan tersangka kita?”. Dean membuka
topik yang sedikit berbeda. Mencoba kembali fokus pada kasus. “Kau sudah
bertemu dengan tersangka, kita juga sudah mencoba menyelidiki kesehariannya
dengan mengunjungi tempat tinggalnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian telah melakukan hal yang tepat dengan tidak
mengumumkan identitas tersangka pada media massa.” C.O mulai menyampaikan
opininya, pria asing itu membalikkan badannya menghadap ke Dean. “Jika kalian
mengumumkan, itu bisa jadi blunder yang mencoreng nama baik kepolisian lebih
dari ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Clever Owl melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan
sekali lagi, entah sudah yang keberapa kali dia melakukan hal itu. “Ya, aku
memang sudah melihat Ian dan sudah mempelajari berkas-berkas catatan kepolisian
mengenai dia. Dia berurusan dengan kepolisian sebanyak tiga kali akibat
pelanggaran lalu lintas. Jika aku adalah Silent Rose, jelas aku akan
menghindari urusan dengan polisi, sekecil apapun.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kalau itu hanya trik?” Rio mencoba menyanggah
kesimpulan yang diambil Clever Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi pada waktu Ian kembali dari studinya di Kanada tujuh
tahun lalu, dia sengaja melanggar lalu lintas hanya untuk menunjukkan bahwa dia
bukan pembunuh berantai?” dengan cerdik Clever Owl mengembalikan argumen Rio.
“Kita harus berpikir objektif, detektif Rio. Aku dapat melihat jelas ada sebuah
ikatan emosional antara kau dengan Silent Rose yang kita kejar ini. Aku tidak
tahu apa, mungkin aku akan mencari tahu nanti. Tapi yang jelas, hal emosional
itu tidak akan memberi keuntungan apapun dalam investigasi, justru sebaliknya,
hal tersebut dapat menarik perhatianmu hanya ke satu titik dan menghalangimu
melihat keseluruhan isi kasus!. Tetaplah berpikir objektif.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio hendak membantah, namun Dean menyenggol sikunya dengan
sengaja. Dean maupun Rio tahu, apa yang disampaikan oleh Christ benar adanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan kalian menangkap tersangka pada kasus kedua, dimana
tempat ini menjadi TKP, benar bukan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedua detektif kita mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Disitulah kenapa aku merasa TKP ini paling spesial, ada
banyak misteri disini, senjata yang tertinggal, bahkan Silent Rose meninggalkan
tersangka. Kalau kalian berpikir Silent Rose tidak sempat melarikan diri dan
menanggalkan pakaian demi menciptakan alibi, silahkan berpikir ulang. Dua menit
sudah cukup untuk meninggalkan hotel tersebut. Dia bisa meninggalkan kamar dan
bersembunyi di tempat lain di hotel tersebut sampai mendapat kesempatan untuk
keluar dari hotel”. Christ mendekat ke jendela, mengamati bangunan hotel di
seberang gedung. “Katakan, apa kalian memeriksa tempat-tempat lain di hotel?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami memeriksa seluruh ruangan di lantai tersebut, lantai
di atas dan di bawahnya, juga kamera CCTV hotel.” Jawab Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kalian dapatkan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nihil,” Dean menambahkan. “Saat kejadian itu, kamera CCTV
di tiga lantai itu mendadak rusak”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose sudah menyiapkan semuanya. Dia bermain dengan
rapi. Membuat kalian menangkap seseorang yang tidak ada hubungannya dengan
kasus. Seolah memberikan kalian sebuah rubik yang sukar diselesaikan. Dan saat
kalian asyik bermain dengan rubik tersebut, dia menyelesaikan misinya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bidak!, itu yang kini muncul di pikiran Rio. Kembali dia
membayangkan dirinya hanya bagaikan bidak kecil dalam sebuah permainan catur.
Dimana Silent Rosememainkannya sambil tertawa-tawa riang. Rio mengepalkan
tangannya geram.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksudmu? Kasus kedua ini…”, Dean berkomentar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Distraction! Pengalihan! Itulah kasus kedua ini!.” Christ
berkata lantang seraya mengangkat kedua tangannya. “Silent Rose mengajukan
surat ancaman, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya, untuk melihat
reaksi kalian. Setelah sukses mengeksekusi korban pertama, dia tahu kalian akan
meningkatkan kesiagaan, membuatnya lebih sulit melakukan eksekusi pada
korban-korban selanjutnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan dia mengalihkan perhatian kami…”, Rio mulai dapat
membaca situasi yang terjadi saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia mempersiapkan sebuah panggung, senapan yang
dimodifikasi, peluru yang berukuran kecil, trik ‘impossible shot’, drama erotis
dengan gadis bernama Cathy sebagai aktrisnya, bahkan meninggalkan senjata dan
seorang pria untuk menjadi mainan kalian!. Ini semua hanya pengalihan,
distraction!”. Christ menyempurnakan hipotesanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan konferensi pers itu...” Dean tidak melanjutkan
kalimatnya, seolah tersadar bahwa apa yang dilakukan tidak jauh dari sebuah
script yang ditulis oleh Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya,” Christ mengangguk. “mungkin bukan sebuah konferensi
pers, tapi Silent Rose sedang menunggu sebuah tindakan dari kepolisian, yang
seolah menjadi ‘lampu hijau’ baginya untuk mengeksekusi target ketiga. Dan
itulah yang terjadi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa selanjutnya?” Rio kini bertanya pada Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapa yang tahu?” pertanyaan balik dari Christ menjadi
sebuah pernyataan bahwa dia juga tidak tahu pasti apa yang akan dilakukan oleh
Silent Rose. “Yang jelas-jelas kita tahu adalah dia masih punya satu target,
dan kita akan mencoba menggagalkan eksekusi tersebut. Untuk itu, kita butuh
lebih banyak petunjuk, aku yakin, tempat ini adalah tempat dimana petunjuk itu
berada.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio dan Dean terdiam, menunggu apa yang akan disampaikan
oleh Agen C.O selanjutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini adalah panggung yang disiapkan dengan begitu cantik
oleh Silent Rose, dan disinilah kita akan menemukan petunjuk. Mungkin aku akan
menyerahkan penyelidikan lapangan pada kalian sementara aku akan lebih
menyibukkan diri dengan berkas-berkas lama Silent Rose. Juga dengan bukti-bukti
yang kita sita dari kasus kedua ini”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana dengan tersangka kita? Dia tidak bersalah?” Rio
bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Entah kenapa Silent Rose memilihnya sebagai aktor dalam
rencana pengalihannya. Tapi kalian telah mengerjainya cukup parah, jika
dilepaskan begitu saja dia akan menuntut pihak kepolisian.” Christ mulai bicara
mengenai Ian. “Hampir sebulan kalian menahannya tanpa alasan dan bukti yang
pasti, tanpa menghiraukan hak-haknya sebagai warga negara. Aku tidak mengerti
apa yang kalian pikirkan atau kenapa kalian hanya bergerak meraba-raba dengan
intuisi dan insting. Dengar, di FBI kami tidak akan menahan seseorang lebih
dari satu minggu, kecuali kami tidak berniat membiarkannya hidup.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksudmu?, kami harus membunuhnya?” Rio mencoba
memperjelas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan gila Rio!” Dean menyela. “Kita tidak akan membunuh
orang yang tidak bersalah. Kita akan melepaskannya dengan layak, jika dia
menuntut –dia berhak untuk itu- maka kita akan menerima tuntutannya dengan
baik. Itu sudah resiko dari keputusan yang kubuat.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memandang atasannya, Dean dengan penuh rasa bersalah.
Bagaimanapun, ide untuk menyekap Ian di tempat selain kantor polisi adalah
idenya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku belum selesai dengan tersangka.” Christ berkomentar.
“Aku akan melakukan sesuatu yang membuat kita semua yakin dia tidak terlibat.
Ada cara khusus di FBI dan aku punya bahan serta alatnya. Dan jika dia tidak
bersalah lalu kita melepasnya, aku akan menjamin tidak ada tuntutan apapun
terhadap kepolisian.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk kesekian kalinya, Rio dan Dean menatap agen FBI C.O
dengan pandangan heran. Tidak menuntut?, apa ada cara seperti itu?. Agen C.O
hanya membalas pandangan dua detektif itu dengan satu senyuman misterius.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiga pasang kaki melangkah keluar dari sebuah elevator,
kaki-kaki itu melangkah tanpa ragu menyusuri karpet bermotif mahkota berwarna
merah marun yang menjadi penutup lantai koridor hotel itu. Ketiganya berhenti
tepat di sebuah kamar, salah satu dari mereka, Inspektur Dean, mengeluarkan
kunci kamar hotel dari sakunya. Dua yang lain, Detektif Rio dan Agen FBI Christ
Oackland, menunggu Dean membuka pintu kamar tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketiganya masuk beriringan, suara pintu terbuka menarik
perhatian Ian yang masih terborgol tak bergerak di sebuah kursi yang telah
dipaku ke lantai. Ian tidak perlu repot-repot menoleh ke arah suara, karena
tiga sosok segera mendatanginya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siap untuk pertunjukan? Bapak-bapak detektif?” ujar Christ
Oakland, senyum terkembang di wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku masih belum mengerti bagaimana caranya agar dia tidak
menuntut.” Rio berkomentar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ bergerak mendekati Ian dengan dua tangan tersembunyi
di balik punggungnya. Ian merasakan gelagat yang kurang mengenakkan, dia tahu,
Agen FBI ini menyembunyikan sesuatu di tangannya… sesuatu yang mungkin tidak
akan disukainya. Christ berhenti tepat di belakang Ian. Kini alasan Ian untuk
merasa khawatir bertambah besar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ap..!!” Ian tidak sempat menyelesaikan kalimatnya saat dia
merasa sebuah benda sekecil jarum menusuk lehernya. Dengan tangkas dan cepat
Christ menarik tangannya kembali sesaat sebelum Ian mengibas-ngibaskan
lehernya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kalian lakukan?!” Nada suara Ian terdengar panik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio sama diamnya dengan Dean, menanti apa yang akan terjadi
selanjutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa Jam yang lalu, ruang kerja Dean dan Rio,
Mabespolri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memandangi sebuah papan whiteboard besar yang memenuhi
satu sisi dinding ruangan kerjanya. Sesekali detektif muda itu melayangkan
pandangannya pada tumpukan berkas-berkas yang teronggok di lantai tidak jauh
dari papan tersebut. Berkas-berkas itu adalah berkas kasus dimana Silent Rose
menjadi aktor utama. Beberapa diantaranya bahkan terkait dengan kasus yang
terjadi dua puluh tahun yang lalu. Salah satu yang memberatkan Rio untuk
memastikan Ian sebagai terdakwa adalah karena usianya, tidak mungkin Ian
melakukan kejahatan dua puluh tahun yang lalu, dimana kemungkinan dia baru
memasuki Sekolah Dasar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Papan whiteboard di hadapannya tidak kosong, ada tiga gambar
besar yang merupakan peta tiga TKP yang telah terjadi pada kasus kali ini.
Beberapa catatan kecil mengenai waktu dan bukti-bukti yang disita sebagai bahan
penyelidikan tertulis di samping masing-masing denah. TKP kedua adalah yang
paling banyak meninggalkan catatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maaf menunggu lama,” Agen FBI Christ Oakland masuk ke dalam
ruangan. Dean berdiri dari kursinya. Pria asing itu meletakkan sebuah koper
hitam ke atas meja kerja Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi bagaimana kau akan melakukannya?” tanya Rio seraya
mendekat ke arah Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ membuka koper hitam yang tadi dibawanya, isi koper
itu tampak rapi, sebuah pistol Beretta 67, sebuah silencer, dan kotak hitam
kecil. Sebuah suntikan berukuran mini dan beberapa botol kecil warna-warni
tampak berjejer rapi di dalam koper tersebut. Christ mengambil sebuah botol
berwarna hijau lalu memasukkan cairan di dalam botol ke suntikan berukuran
mini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa itu?” tanya Dean penuh selidik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ tidak segera menjawab, pria asing itu melihat ke
seisi ruangan seolah mencari sesuatu. “Ruangan ini tidak ada penyadapnya?”
tanyanya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Setahu kami tidak.” Jawab Rio ringan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mendekatlah, Dean, kubisikkan sesuatu” Christ memberi
isyarat sambil setengah berbisik. Tanpa curiga Dean mendekatkan dirinya ke arah
Christ. Saat itulah Christ dengan cepat menusukkan suntik ke lehernya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa-apan kau!!” Rio bereaksi, dengan cepat menarik
pistolnya dan mengarahkan ke arah Christ, hal yang sama dilakukan oleh Dean.
Christ mengangkat kedua tangannya dan meletakkan jarum di tangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Serum kejujuran. Kami menggunakannya untuk interogasi. Tanpa
efek samping, percayalah. Ilmuwan kami telah menghabiskan banyak waktu untuk
menyempurnakan serum ini.” Christ menjelaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa itu bekerja?” tanya Rio sambil tetap mengacungkan
pistol ke arah Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau coba saja.” Jawab Christ sambil mengerling ke arah
Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, cobalah untuk berbohong…” Rio berkata tanpa
melepaskan pandangannya pada Christ. “Kapan pertama kalinya kau memintaku
berhenti merokok?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“12 Agustus empat tahun yang lalu” jawab Dean dengan wajah
yang sedikit kebingungan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa dia berbohong?” tanya Christ kemudian. Rio menggeleng
dan menurunkan senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Serum kejujuran hanya bekerja selama tiga puluh menit.
Selama itu, Dean tidak akan berbohong meskipun dia ingin.” Christ melanjutkan
ucapannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah senyum jahil muncul di raut wajah Rio, detektif muda
itu menatap atasannya. Selama mereka bekerja bersama, yang diketahui oleh Rio
hanyalah Dean adalah detektif senior yang menjaga sopan santunnya dengan baik.
Timbul niat iseng dalam pikiran Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, apakah kau pernah melakukan hubungan seks?” tanya
detektif muda itu iseng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean membelalakkan matanya mendengar pertanyaan yang
diajukan Rio, namun tidak berapa lama kemudian dia menjawab. “Ya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wow!” wajah Rio tampak berbinar, raut wajahnya kini dengan
jelas menampakkan keisengan. “Siapa gadis pertama yang kau tiduri?” pertanyaan
iseng itu pun kembali meluncur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Reni Augusta, sepupuku sendiri.” Jawab Dean tanpa bisa
mengendalikan apa yang dibicarakannya. Rio tertawa mendengarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimana seks terekstrim yang pernah kau lakukan?”
pertanyaanpun berlanjut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Di dalam bioskop.” Sekali lagi Dean menjawab dengan nada
datar tanpa ekspresi. Nada suaranya memang terdengar datar, tapi ekspresi
jengkel tergambar jelas di raut wajah Inspektor Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh ya?” Rio makin girang. “Dengan siapa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bripda Asha Nurmayanti.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini senyum mendadak hilang dari wajah Rio. Dia menatap
ke arah Dean seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“Kapan?” Rio kembali bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dua bulan lalu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sialan!! Harusnya aku tahu!” Rio mengumpat, Christ
memandang heran ke arahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau mengenal Bripda itu?” tanya Christ pada Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sampai beberapa detik yang lalu dia adalah pacarku!” Rio
mendengus kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ menatap tajam pada Ian yang kini melihatnya dengan
wajah bingung. Rio dan Dean duduk tepat di seberang Ian, memperhatikan
tersangka mereka dengan seksama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebutkan nama dan pekerjaanmu, saudara Ian” Christ
bertanya, tanpa penekanan dalam kata-katanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Christian D Ambaraksa, jurnalis lepas di majalah game
Xtron.” Jawab Ian dengan nada datar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senyum tersirat samar di raut wajah Christ. “apa kau Silent
Rose?” tanyanya tanpa tedeng aling-aling.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan.” Jawab Ian masih dengan nada yang datar. Ekspresi
wajahnya penuh dengan kebingungan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kau teman dari Silent Rose?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau pernah membunuh?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kau membunuh Komang Mahendra?” Rio menyela pertanyaan
yang diajukan Christ. Agen C.O memandang Rio seketika.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau pernah bertemu dengan Cathy sebelumnya?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak. Kami tidak pernah bertemu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ berdiri, mengangkat kedua tangannya sejajar dengan
bahu. “Aku sudah selesai. Ada yang ingin kalian tanyakan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean memandang Rio. Rio tampak serius menatap pada Ian. Jika
serum itu benar-benar bekerja, maka pemuda yang telah mereka sekap
berminggu-minggu ini benar-benar hanyalah umpan untuk membuat mereka menjadi
kebingungan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana sidik jarimu bisa ada di senjata laras panjang
itu?” Rio mengajukan pertanyaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak tahu.” Nada suara Ian masih terdengar sangat
datar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menghela nafas dan menundukkan kepalanya, tampaknya
detektif muda ini telah mengakui kekalahannya. Dalam benaknya, Rio merasa
tertekan saat menyadari selama ini mereka telah melakukan hal yang sia-sia.
Detektif muda itu kini memegangi kepalanya dengan kedua tangannya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dering ponsel Dean memecah keheningan sesaat, Dean
meninggalkan ruangan untuk menerima panggilan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Begitu saja?” tanya Rio pada Christ, seolah telah
menyaksikan sesuatu yang kurang dari harapannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita sama-sama tahu dia tidak mungkin berbohong dalam
pengaruh serum itu. Kalau kau belum yakin, kau bisa mengajukan pertanyaan
lagi.” Christ melirik ke arloji di pergelangan tangannya. “kita masih punya
waktu sekitar sepuluh menit sebelum efek obat itu habis.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak…” Rio menggeleng malas. “Aku sudah selesai.”
Tambahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“kita harus bersiap,” Dean masuk kembali ke dalam ruangan.
“Ahmadi Fahsa besok akan mengadakan pertemuan dengan KPK di kantornya. Dia
menolak tempat yang disarankan kepolisian, dan dia menolak perlindungan dari
kepolisian.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa-apaan orang itu?” Rio tampak gusar dengan apa yang
disampaikan Dean. “Sebentar, bagaimana dengan dia?” Rio menunjuk ke arah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean berpaling ke arah Christ. “Kau bilang kau punya cara
agar dia bisa kita lepaskan tanpa menuntut?” Dean menagih apa yang pernah
disampaikan oleh Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ mengangguk sambil tersenyum. Dia beranjak dari
kursinya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak semua agen mampu menguasai pelajaran khusus dari FBI
yang satu ini.” Ucapnya sambil tersenyum lebar. “Kalian beruntung aku salah
satu yang mampu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Agen FBI itu berpaling ke arah Ian yang menatapnya bingung,
tanpa satu katapun Christ memegang bahu Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidur.” Ucap Christ Oakland dengan nada datar yang sedikit
nyaring. Dan seketika leher Ian terkulai, membuat wajahnya menunduk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hipnotis…” gumam Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau telah diminta secara sukarela untuk membantu
penyelidikan kepolisian, dan itu secara rahasia. Kau tidak akan ingat apapun
kecuali kau telah diminta tolong oleh polisi, dan kau melakukannya dengan baik.
Setelah bangun, kau akan menyalami kami semua dan pulang ke rumah seperti tidak
terjadi apa-apa.” Christ memasukkan sugestinya dengan cepat dan tegas pada Ian
yang kini tampak tertidur lelap. “Jika paham anggukkan kepalamu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengangguk. Christ memberi isyarat pada Dean dan Rio
untuk melepas borgol di tangan Ian. Dean mendekat dan melepas borgol tersebut,
meninggalkan bekas lebam di kedua pergelangan tangan Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sekarang… bangun!” perintah Christ pada Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seketika Ian bangun, mengerjap-ngerjapkan matanya untuk
beberapa saat sebelum memandang ke arah tiga orang lain di ruangan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke Mr. Ian, tugasmu sudah selesai, kau sudah melakukan hal
yang luar biasa. Jika kami butuh bantuanmu, kami akan menghubungimu lagi”.
Christ berkata seraya mengajak Ian bersalaman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian berdiri dan tersenyum sambil menjabat tangan Clever Owl,
setelah itu dia berjalan ke arah Dean dan Rio lalu menyalami mereka berdua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dimana pakaianku?” tanya Ian setelah menyadari dirinya
hanya mengenakan boxer.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menepuk keningnya. Seluruh pakaian Ian tentu saja saat
ini tersimpan di lemari barang bukti kepolisian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada pakaian di dalam lemari, pakai saja mana yang kau suka.
Anggap itu hadiah” ucap Dean sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum ke arah Dean. “Baik, terima kasih.” Ucapnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sama-sama.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka bertiga memandang Ian yang kini mengambil sebuah
celana panjang dan sebuah kemeja putih dan mengenakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hipnotis?” bisik Rio pada Christ. “kenapa tidak terpikir
olehku sebelumnya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka mengajarkan itu di FBI?” Dean bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“TIdak semua agen mampu menguasai hipnotis. Tapi ya, itu
bisa membantu.” Jawab Christ sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean membukakan pintu untuk Ian, memastikan pemuda itu
sampai keluar dari hotel lalu kembali ke kamar hotel.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kita lakukan sekarang?” Rio bertanya. Kedua
tangannya kembali memegangi kepalanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita harus menemui Ahmadi Fahsa, dia menolak perlindungan
dari kepolisian. Dia satu-satunya benang penghubung kita dengan Silent Rose
yang tersisa.” Dean menjawab sambil beranjak untuk pergi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku serahkan keamanan target pada kalian berdua” ujar
Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean dan Rio menoleh ke arah Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak ikut?” tanya Dean kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ menggeleng. “Aku serahkan lapangan pada kalian, aku
masih akan meneliti berkas, bukti dan mencoba mengais petunjuk dari apa yang
tersisa di TKP serta pada barang-barang bukti yang kita miliki”. Christ
menjelaskan apa yang akan dilakukannya. “Aku serahkan lapangan pada kalian,
jika kalian menemukan sesuatu, atau sebaliknya, aku yang menemukan sesuatu,
kita akan saling menghubungi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean terdiam sejenak, menatap agen FBI di depannya lalu
mengangguk pelan. “Baiklah, lakukan apa yang kamu bisa, aku rasa kamu lebih
tahu apa yang harus dilakukan dengan barang-barang itu, dan selagi itu, kami
yang akan mengamankan target.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean bergegas meninggalkan ruangan, diikuti oleh Rio. Mereka
berjalan menuju elevator.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“eh.. Rio..” ucap Dean setelah elevator mereka bergerak.
“Tentang Bripda Asha… aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau dia…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“mantan.” Rio memotong ucapan Dean. “Kami memang pacaran
diam-diam, dan sekarang, dia cuma mantan.” Tambah Rio dengan senyum terpaksa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Harusnya aku tahu kalau dia bitchy!”, kali ini Rio
mendengus kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa mobil patroli berlambang kepolisian tampak
terparkir di halaman depan sebuah gedung bertingkat. Petugas-petugas berseragam
berkerumun di dekat pintu masuk utama gedung tersebut. Tepat di depan pintu
masuk utama, sekelompok pria berbadan kekar menghalangi pintu masuk. Beberapa
diantara pria-pria itu membawa senjata tajam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean membelokkan mobilnya memasuki halaman parkir gedung
itu, Inspektor polisi itu turun dari mobilnya dan bergegas ke kerumunan petugas
di dekat pintu utama. Rio berjalan tepat di belakangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa ini?” tanya Dean pada salah seorang petugas
kepolisian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siap Ndan! Mereka tidak mengijinkan kami masuk ke dalam
gedung. Kami bergegas kemari atas perintah langsung Kapolri Barat Pradapa untuk
melindungi Ahmadi Fahsa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean memandang sekelompok preman yang menghalangi pintu
masuk. Tidak lama kemudian, dia melangkah ke arah kelompok pria berwajah seram
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapa yang berani menghalangi polisi?” tanya Dean lantang.
Beberapa preman tampak meningkatkan genggaman mereka pada senjata tajam.
Melihat itu, beberapa petugas bersiaga, tangan mereka berada tepat di samping
pistol yang tergantung di pinggang mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bapak tidak ingin gedung ini dimasuki siapapun. Ini
permintaan langsung dari Bapak Ahmadi Fahsa, pemilik gedung.” Salah satu dari
preman itu angkat bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Simon, kalau tidak salah itu namamu kan?”, ujar Rio sambil
mendekat ke samping Dean. “Masih ingat aku?” tambahnya sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Raut wajah pria yang dipanggil Simon itu berubah seketika.
Pria itu lalu mengangguk sambil sedikit ketakutan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi ini pekerjaan Hercules? Dimana dia?” Rio kembali
bertanya. Dean sedikit terkejut mendengar nama ‘Hercules’ penguasa preman di
Tanah Abang Jakarta disebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bos sedang di dalam bersama Bapak Ahmadi Fahsa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bilang padanya, Inspektor polisi Dean dan Detektif Rio
ingin masuk.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Simon merogoh saku celananya dan mengambil sebuah ponsel,
beberapa detik kemudian dia terlihat sedang berbicara serius dengan seseorang
di seberang telepon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Beri mereka berdua jalan, hanya berdua saja.” Ucap Simon
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio tersenyum pada Dean. “Aku pernah menghajar mereka
beberapa bulan yang lalu. Sekaligus memberi pelajaran pada Hercules.” Ujarnya
dengan wajah tanpa dosa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Belum sempat keduanya masuk, seorang pria gemuk berpakaian
formal keluar dari bangunan, Pria itu Ahmadi Fahsa, target terakhir dari
ancaman Silent Rose kali ini. Tepat di sebelah Ahmadi berdiri seorang pria tua
berbadan kekar yang dikenal sebagai Hercules.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Inspektor Dean rupanya, aku baru saja hendak pulang.” Ujar
Ahmadi Fahsa sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selamat malam Bapak Ahmadi Fahsa.” Dean menunjukkan sopan
santunnya. “Bapak Kapolri memberitahu saya bahwasanya Bapak menolak
perlindungan dari kepolisian.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya,” Ahmadi Fahsa menjawab cepat. “Kalian lihat sendiri,
dengan perlindungan dari Hercules aku sudah tidak membutuhkan polisi. Lagipula,
aku tidak percaya dengan polisi. Tidak setelah sebuah peluru nyaris merenggut
nyawaku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami berusaha sebisa mungkin untuk memberikan perlindungan
kepada semua target. Seperti yang anda tahu, nyawa Bapak saat ini terancam.”
Dean mencoba meyakinkan Ahmadi Fahsa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak.” Satu jawaban tegas diberikan oleh Ahmadi Fahsa.
“Aku paham kalian khawatir dengan pertemuan besok yang akan diadakan di
gedungku sendiri. Tapi aku tidak percaya kalian. Satu-persatu korban terbunuh
begitu saja, aku tidak tahu apakah ini trik baru polisi untuk menghabisi
tersangka-tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan banyak orang penting.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan segala hormat, Pak.” Nada suara Dean terdengar
sedikit bergetar menahan emosi. “Kami telah mengejar Silent Rose cukup lama.
Dan kami sudah sangat dekat. Fasilitas dan peralatan kami juga lebih
menjanjikan dari yang bisa ditawarkan oleh preman-preman ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian boleh berjaga di luar gedung.” Ahmadi Fahsa masih
kukuh dengan keputusannya. “Keamanan di dalam gedung adalah urusanku dan
Hercules. Titik!” ujarnya sambil bergegas pergi ke arah mobilnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean membiarkan Ahmadi Fahsa berlalu. Sejenak dia memandangi
keadaan di sekitar gedung, melihat beberapa gedung tinggi lain yang
mengelilingi gedung ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, kita…” Rio mencoba membuka pembicaraan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kumpulkan orang-orang terbaik kita. Kita akan mengadakan
rapat strategi. Kita akan amankan semua tempat yang berpotensi sebagai titik
tembak Silent Rose!”. Ujar Dean gusar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seorang agen FBI yang dikenal dengan panggilan agen C.O
mengamati lubang ventilasi kecil. Entah sudah berapa kali dia mengamati kondisi
ruangan tempat terjadinya penembakan yang gagal oleh Silent Rose ini.
Berkali-kali dalam pikirannya, dia mencoba memvisualisasi jalur tembak peluru
yang olehnya sendiri dinamakan impossible shot. Christ Oakland mengenakan
sarung tangan karet di kedua tangannya. Bekas peluru di dinding masih tersisa,
Christ mendekat dan memperhatikan dengan seksama bekas lubang tersebut. Agen
FBI itu membuka tas pinggang hitam yang dikenakannya dan mengeluarkan sebuah
botol sprayer kecil lalu menyemprotkan isinya beberapa kali ke sekitar bekas
tembakan tersebut. Sebuah siluet samar muncul di beberapa titik di dekat
dinding tersebut. C.O mengamati lebih dekat, dan sebuah senyuman muncul di
wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Now I see you…” gumamnya sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kondisi mabespolri sudah cukup sepi saat Christ masuk ke
dalam ruangan kerja Dean. Sedikit terkejut melihat ruangan itu jadi sedikit
berantakan. Dean menoleh ke arah Christ yang melangkah masuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa dengan ruangan ini?” tanya Christ sambil
melayangkan pandangan pada sebuah peta tata kota besar di lantai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh, kami baru saja melakukan rapat strategi untuk
pengamanan besok.” Dean menjawab. Inspektor Dean beranjak dari kursinya untuk
mengambil segelas air dari dispenser. “Kopi?” tawarnya pada Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak, terima kasih.” Christ berjongkok untuk melihat lebih
jelas peta tersebut. Satu bangunan diberi tanda silang, sedang beberapa
bangunan di sekitarnya dilingkari dan diberi coretan angka. Bangunan dengan
tanda silang itu pastilah tempat pertemuan akan diselenggarakan besok.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mendapat sesuatu dari TKP?” Dean bertanya sambil mengaduk
segelas kopinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ memalingkan pandangannya ke arah Dean. “Ada berapa
orang di ruangan itu saat terjadi penembakan?” tanyanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enam orang, aku, Rio, korban dan tiga orang anggota KPK.
Kami sudah memeriksa tiga orang itu, kecil kemungkinan mereka adalah Silent
Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku menemukan sidik jari di dinding bekas tembakan.” Christ
beranjak, mengambil tempat tepat di seberang meja Dean. “Sidik jari itu melebar
dan sedikit menyentuh bekas tembakan. Aku sudah meminta Shinta, pihak lab untuk
memeriksanya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menyentuh di atas bekas tembakan?”, Dean merubah posisi
duduknya, kali ini dia benar-benar mencoba mencermati informasi dari Christ dengan
lebih seksama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“membayang samar di atasnya, artinya ada seseorang yang
menyentuh bekas tembakan itu dengan tangan telanjang, setelah penembakan
terjadi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ruangan itu kami tutup sejak terjadinya penembakan. Tidak
satupun orang bisa masuk, dan tim forensik selalu menggunakan sarung tangan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senyum mengembang di wajah Christ setelah mendengar
penjelasan Inspektor Dean. “Berarti salah satu dari empat orang yang ada di
dalam ruangan saat penembakan berlangsung, melakukan sesuatu pada bekas
tembakan itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selotip…” tiba-tiba Dean teringat tentang bekas selotip
kecil yang ditemukan oleh Rio. “Dia mengambil sisa selotipnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapapun itu kita akan segera tahu. Aku akan memeriksa
senjata yang kalian temukan, entah kenapa aku merasa ada yang janggal tentang
senjata tersebut.” Christ kembali mengamati peta besar yang teronggok di
lantai. “Ini gambaran lokasi tempat pertemuan besok?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya,” Dean beranjak dari kursinya dan mendekat ke peta
tersebut. “Kami mengamankan semua bangunan tinggi di sekitar lokasi. Lima orang
berjaga di atap masing-masing gedung, lima di pintu masuk dan ada puluhan
aparat tidak berseragam kami sebar di berbagai titik. Kali ini, tidak akan ada
yang luput lagi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terlalu banyak cameo” ucap Christ datar. Dean menoleh ke
arah Christ dengan pandangan tidak mengerti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan orang sebanyak itu, bagaimana kalian bisa menjamin
Silent Rose tidak ada di antara mereka?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean tidak segera menjawab pertanyaan yang diutarakan oleh
Christ. “Target tidak mengijinkan kami masuk ke dalam gedung.” Ujarnya
menyampaikan penolakan oleh Ahmadi Fahsa. “Orang-orang Ahmadi Fahsa yang
berjaga di dalam gedung”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Artinya, jika aku adalah Silent Rose, mungkin aku akan
bergabung dengan orang-orang itu agar bisa masuk ke dalam gedung.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh itu kecil kemungkinannya.” Rio menyela, dia berdiri di
ambang pintu. “Sebagian orang kita tetap akan ada di dalam, aku sudah meminta
Hercules untuk bekerja sama.” Tambahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau berhasil memasukkan orang kita?” Dean tampak
bersemangat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hercules itu sudah lama menjadi partnerku dalam mencari
informasi, Dean. Jadi tentu saja itu adalah hal yang mudah.” Rio mulai tampak
sesumbar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah, semoga
sukses untuk besok, aku mau memeriksa barang bukti dulu” ujarnya sambil
melangkah meninggalkan ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa menurutmu dia tidak mencurigakan, Dean?” tanya Rio
sepeninggal Christ Oakland. “Seorang agen terlatih yang tiba-tiba dikirimkan
oleh FBI dengan kemampuan yang luar biasa”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menggeleng, “dia memang hebat, tapi bukankah Kapolri
sendiri yang meminta bantuan FBI?. Jika Kapolri tidak memintanya, jelas C.O
tidak akan ada diantara kita.” Jawab Dean singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gedung milik Ahmadi Fahsa<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari diadakannya pertemuan, 04:30 pagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengenakan jaketnya rapat-rapat, dingin di pagi buta itu
masih cukup terasa meski jelas tidak sedingin pagi-pagi di desa. Saat ini dia
berada di atap salah satu gedung bertingkat yang merupakan gedung tertinggi
diantara gedung-gedung lain di sekitar gedung milik Ahmadi Fahsa, tempat
diadakannya pertemuan pukul sembilan pagi nanti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana menurutmu?” tanyanya pada agen FBI Christ
Oackland yang berdiri tepat di sebelahnya. Angin kencang memaksa Rio harus
setengah berteriak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nice Spot” jawab Christ sambil melihat sekeliling. Dari
tempat mereka berada saat ini dapat terlihat atap-atap gedung sekitar.
Kebanyakan orang akan memilih tempat tinggi sebagai titik penembakan. Tidak
salah jika mereka menempatkan anggota di setiap atap gedung di sekitar lokasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ terdiam, menumpukan dagunya di pergelangan tangan dan
berpikir, matanya menatap kosong pada atap-atap gedung di sekitar lokasi. Wajar
jika Silent Roseakan memilih atap sebagai spot-nya. Tapi dalam keadaan seperti
ini, dimana bisa dipastikan tingkat kesiagaan akan ditingkatkan, kecil
kemungkinan dia akan terang-terangan muncul di salah satu atap, merakit senjata
dan membidik sasarannya. Kesimpulan sementara yang muncul di benak Agen FBI
berpengalaman ini adalah : ‘Silent Rose akan menembak dari dalam gedung, bukan
dari atap’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada sesuatu?”. Pertanyaan Detektif Rio membuyarkan lamunan
Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm…” Christ tidak segera menjawab, wajahnya tampak sedang
berpikir serius. “Menurutku kecil kemungkinan Silent Rose muncul di salah satu
atap”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, aku juga berpikir begitu” Rio mengangguk setuju.
“Karena itulah aku menempatkan beberapa orang di depan pintu masuk
gedung-gedung di sekitar lokasi.” Rio memaparkan rencana antisipasi yang
disiapkannya. “Meski begitu..” Rio melanjutkan lagi. “Atap-atap itu tetap harus
diamankan”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Psikologis…” Christ berkomentar. “Dengan memperlihatkan
orang-orang kita di hampir semua atap, Silent Rose akan berpikir ulang. Itu
penekanan psikologis yang bagus”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio tersenyum mendengar komentar Christ. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mawar merah monitor…” suara Dean terdengar dari radio
panggil di pinggang Rio. Mereka sepakat menamakan operasi kali ini dengan
sebutan ‘Operasi Mawar’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mawar merah disini” Rio menjawab radio panggil tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bersiap-siaplah Rio, beberapa jam lagi pertunjukkan akan
kita mulai” Dean menjawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan bergabung dengan Dean”, ujar Rio pada Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke, aku akan kembali ke kantor polisi, seharusnya pihak
laboratorium sudah mendapatkan identitas pemilik sidik jari yang aku temukan.
Selain itu, aku belum memeriksa senjata yang disita di TKP kedua”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ dan Rio beranjak meninggalkan atap gedung tempat
mereka mengintai. Meninggalkan beberapa anggota untuk menjaga atap gedung
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dari ruangan tempat diadakannya pertemuan…” Christ bicara
di sela-sela perjalanan mereka. “Ada berapa gedung yang memiliki akses untuk
melihat ke dalam ruangan tersebut?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio merogoh catatan kecil di sakunya. “Ada tiga gedung, dan
kami memberi ketiga gedung itu prioritas utama penjagaan. Sebuah gedung kantor
notaris besar, sebuah hotel dan sebuah bank”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ diam, tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.
Senyum samar yang nyaris tak terlihat tersungging di wajahnya beberapa detik
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
08:30<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah tempat, tidak jauh dari lokasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sinar matahari pagi dengan cepat menjadi cahaya pembakar
yang memanaskan suhu Ibukota. Di sebuah kursi empuk berbingkai kayu jati
seorang pemuda tampak menikmati kopi paginya dengan santai. Penampilannya
tampak rapi mengenakan kemeja hijau berlengan panjang dengan celana kain
berwarna hitam. Sepatu kulit mewah tampak menutupi kakinya. Sedikit kontras
dengan penampilan formalnya, pemuda itu mengenakan topi baseball berwarna
putih. Pemuda itu adalah Christian D Ambaraksa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa jam yang lalu dia masih ada di bawah sekapan
lawan-lawan mainnya, tiga minggu dia harus diam dan berusaha memainkan perannya
sebaik mungkin. Keadaan menjadi lebih baik setelah Silent Rose palsu kembali
beraksi. Satu yang menjadi catatan baginya adalah keberadaan orang asing
diantara Inspektor Dean dan Detektif Rio. Apalagi, orang asing itu telah
menusukkan serum kejujuran ke pembuluh darahnya. Untung baginya, serum yang
ditusukkan adalah serum standar yang tidak sehebat buatan Ayahnya. Dan lebih untung
lagi, jauh sebelum dia memutuskan untuk mengambil resiko, dia sudah menyuntik
dirinya sendiri dengan obat anti serum buatan Ayahnya, Silent Rose sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berbagai pertanyaan mengenai orang asing itu sebenarnya
muncul di pikiran Ian. Yang dia tahu, serum kejujuran hanya dimiliki dan
digunakan oleh agen-agen federal di luar negeri, dan pria asing itu… apa dia
FBI? CIA? KGB? Interpol?, Ian tidak bisa menjawab. Data yang dia miliki sangat
minim untuk melakukan analisa. Gerakan hipnotis yang dilakukan pria asing itu
juga menjadi catatan tersendiri baginya. Jika saja hipnotis tidak diajarkan di
Association, mungkin dia sudah jatuh ke dalam jebakan pria itu. Untung baginya,
keberadaan pria asing itu mempermudah jalan keluar baginya agar dapat
menyaksikan pertunjukan yang akan dimainkan oleh SilentRose palsu, beberapa
menit lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengambil cangkir kopinya, bekas borgol terlihat di
pergelangan tangannya. Itulah alasan kenapa Ian mengenakan kemeja berlengan
panjang. Agar bekas lebam di pergelangan tangannya tidak terlihat oleh orang
lain. Dengan tenang Ian melirik jam dinding yang tergantung di ruangan besar
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sirene mobil polisi terdengar cukup keras, sebuah mobil
polisi tampak masuk ke gedung di seberang tempat Ian berada saat ini. Beberapa
mobil mengikuti di belakangnya, diikuti oleh sebuah van bermotif lambang salah
satu stasiun televisi terkenal di Ibukota. Tampaknya pertunjukan kali ini akan
dapat dinikmati secara ‘live’ oleh jutaan orang melalui televisi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebentar lagi pertunjukan akan dimulai…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ahmadi Fahsa tampil mengenakan jaket tebal saat turun dari
mobil mewahnya, diikuti oleh beberapa pengawalnya. Kemungkinan dia mengenakan
berlapis-lapis rompi anti peluru di balik jaketnya. Salah satu diantara
pengawal-pengawalnya adalah Hercules, pimpinan gembong preman yang sempat
menjadi musuh besar aparat penegak hukum. Pengawal-pengawal itu tampak siaga
dengan tidak membiarkan satu orang pun mendekati Ahmadi Fahsa. Pria yang
menjadi target Silent Rosepalsu itu memasuki gedungnya tanpa ragu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa menit kemudian sirene mobil polisi kembali
terdengar, satu rombongan mobil kembali memasuki areal gedung. Beberapa orang
berpakaian rapi keluar dari mobil dan memasuki gedung. Tampaknya yang kali ini
datang adalah para petugas KPK yang akan melakukan pemeriksaan. Dean dan Rio
memasuki gedung tepat setelah rombongan itu masuk. Ian beranjak dari kursinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Langkah Dean dan Rio tertahan saat hendak mengikuti Ahmadi
Fahsa masuk ke dalam elevator. Salah satu anak buah Hercules menutup jalan
mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maaf Detektif Rio, demi keamanan kau harus naik lift
berikutnya”, ujar Hercules pada Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bercanda Hercules. Bagaimana kalau terjadi penyerangan
di lift?!”, Rio mencoba membantah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hercules mengangkat jari telunjuknya dan
menggoyang-goyangnya, pertanda bahwa dia tidak akan mengijinkan Rio dan Dean
naik dengan lift yang sama. Rio menggerakkan bahunya, mencoba melewati dua
orang anak buah Hercules yang menghalangi. Namun belum sempat Rio bergerak,
Dean menahan bahunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita gunakan tangga” ujar Inspektor Dean kalem.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
09:10<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruangan tempat pemeriksaan oleh KPK dilakukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memandang ke seluruh penjuru ruangan, sesekali dia
melirik ke jendela-jendela besar disana, seolah-olah bisa saja Silent Rose
tiba-tiba menempel pada kaca jendela seperti seekor cicak. Ada delapan orang
yang kini ada di dalam ruangan tersebut; Ahmadi Fahsa, seorang pria tua
bersetelan jas yang merupakan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi bersama
dengan seorang pemuda yang jadi rekan kerjanya, Detektif Rio berdiri tidak jauh
dari pintu masuk, Inspektor Dean berdiri tidak jauh darinya. Hercules tampak angker,
berdiri tepat di belakang tempat duduk Ahmadi Fahsa. Dua anak buahnya berjaga
di sekitar jendela kaca.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa bisa kita mulai pertemuan ini?” Ahmadi Fahsa membuka
pembicaraan, suaranya sedikit bergetar. Entah apa yang menyebabkan suaranya
terdengar kurang wajar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hulkan Syahid, pria tua karyawan KPK yang diberi kepercayaan
penuh untuk memimpin pembicaraan mengangguk, memberi isyarat bahwa pertemuan
bisa segera dimulai. Rio melangkahkan kakinya mengitari meja tempat pertemuan
dilaksanakan, seolah sedang mencoba menemukan sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Raut wajah detektif muda Rio tampak serius saat matanya
menyapu lantai, ruangan yang dijadikan tempat pertemuan ini cukup aneh
menurutnya. Dinding-dindingnya diberi kesan tidak dipoles, hanya cat berwarna
putih dan sebuah lukisan seorang wanita bertelanjang dada berukuran raksasa
tergantung di satu sisi, tepat di seberang jendela besar yang menjadi sumber
pencahayaan. Lantai keramik putih tanpa garis memberi kesan lantai ruangan ini
terbuat dari sebuah batu utuh yang didatarkan. Dan plafond putih bergelombang
dengan lampu-lampu kecil berdaya tinggi tergantung rapi di atasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sapuan mata Rio terhenti ketika dia melihat ke sudut
ruangan. “Maaf tuan Ahmadi Fahsa” Rio berseru tanpa memperdulikan pertemuan
yang sedang berlangsung. “Apa itu milik anda?” tanya detektif muda itu sambil
menunjuk sebuah tas pinggang kecil berwarna hitam yang tergeletak begitu saja
di lantai sudut ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan. Dan kalau anda tidak keberatan detektif Rio, kami
sedang mengadakan per…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu milikmu?”, Rio bertanya pada Hercules, detektif muda
itu melangkah mendekati tas kecil. Hercules menggeleng. “Apa ada yang merasa
memiliki tas kecil ini?” Kini Rio bertanya pada seluruh orang dalam ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada jawaban, tidak satupun yang mengakui kepemilikan dari
tas kecil yang teronggok di lantai. Dean mendekat ke arah Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hati-hati, Rio” Dean mengingatkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu,” Rio menjawab singkat. Dia berjongkok pelan tepat
di sebelah tas kecil itu, lalu mendekatkan telinganya ke tas tersebut. Seisi
ruangan mengamati apa yang akan dilakukan oleh detektif muda itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada detak. Mungkin bukan bom, kalian semua mundur ke
sudut lain ruangan. Aku akan membuka isi tas.” Rio memberi aba-aba agar mereka
menjauh, Dean dengan sigap menggiring semua orang ke sudut jauh ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memandangi tas itu sejenak, mencoba mencari petunjuk apa
yang ada di dalam tas kecil itu. Namun tas itu benar-benar tampak seperti tas
biasa, tidak terlihat satu trik khusus pada tas tersebut. Detektif muda itu
menahan nafasnya dan mulai menyentuh resleting tas kecil tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan sangat perlahan dan hati-hati detektif Rio membuka
resleting tas kecil itu, setelah terbuka, Rio mendiamkannya dulu. Seolah apa
yang baru saja dilakukannya bisa memicu sesuatu. Tidak ada yang terjadi, maka
Rio mencoba melihat isi tas kecil itu. Rio melihat sebuah tape recorder kecil
di dalam tas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tape recorder” ujar Rio pada Dean. “Seseorang sepertinya
ingin menyadap isi pertemuan kali ini. Apa ini perbuatan KPK?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua karyawan KPK menggeleng nyaris bersamaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak menyala, siapapun yang meletakkannya lupa
mengaktifkannya. Aku akan mengeluarkannya” Rio mengambil tape recorder kecil
itu dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja. Sesuatu kembali menyita
perhatiannya, ditempel dengan sebuah selotip, di satu sisi tape recorder
tersebut, secarik kertas dengan tulisan yang ditulis menggunakan spidol
berwarna merah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
UNTUK INSPEKTUR DEAN + DETEKTIF RIO<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean…” Rio menunjukkan pesan tersebut pada Inspektor Dean.
“Ini bukan untuk penyadapan. Seseorang meletakkannya disana, untuk kita putar”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau telah menyentuh barang bukti dengan tangan telanjang”
Dean tampak gusar dengan kecerobohan Rio. “Putar kaset itu Rio”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengangguk dan menekan tombol ‘play’ pada tape recorder
tersebut. Sebuah suara gemerisik muncul, diikuti suara seorang pria yang telah
dimodifikasi, seolah pembicara dalam kaset itu, berbicara melalui megaphone.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selamat pagi, Inspektor, Detektif, dan tentunya… Ahmadi
Fahsa” suara dalam kaset itu mulai terdengar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya… Silent Rose disini. Aku memuji keberuntunganmu Ahmadi
Fahsa, sehingga kau dapat lepas dari aksiku tempo hari. Juga kepada Inspektor
Dean dan Detektif Rio yang telah memainkan mainan pemberianku dengan sama
baiknya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengepalkan tangannya jengkel. Mengingat bagaimana
mereka telah menghabiskan banyak waktu hanya untuk permainan yang sia-sia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi keberuntungan kalian sudah habis. Kau tidak akan lolos
lagi kali ini, Ahmadi Fahsa. Tidak peduli seberapa banyak notes yang akan
jatuh… kau tidak akan lolos lagi. Sampai pertunjukan selesai, tidak ada orang
yang boleh meninggalkan ruangan ini, kecuali Inspektor Dean dan Detektif Rio.
Karena aku punya tugas penting bagi kalian…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seisi ruangan hening, mencoba mencerna apa yang akan
disampaikan Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan membiarkan kalian berdua untuk mencegahku
menghabisi Ahmadi Fahsa. Dan juga menghabisi kalian tentunya. Kalian punya
waktu sampai pukul sepuluh pagi untuk memanggil orang-orang terbaik kalian yang
ada di tim gegana. Karena aku akan meledakkan gedung ini tanpa ampun”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Raut wajah Dean berubah seketika, selama ini Silent Rose
tidak pernah menggunakan peledak dalam aksi-aksinya. Apa yang sebenarnya
direncanakan Silent Rosekali ini?!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan kita mainkan dengan adil. Peraturannya, hanya salah
satu dari Dean dan Rio yang bisa meninggalkan ruangan untuk mencari
kejutan-kejutan kecil yang aku siapkan. Jika aku melihat orang selain Dean atau
Rio keluar dari ruangan, aku akan meledakkan semuanya dan membuat kembang api
raksasa yang berujung dengan api unggun. Dan satu lagi, aku sudah meninggalkan
petunjuk dimana keberadaan bom-bom tersebut. Ada sebuah petunjuk di balik
lukisan besar di ruangan ini. Dan petunjuk berikutnya di lokasi bom-bom tersebut.
Kalian akan mencari satu demi satu bom hingga berhasil… atau mati.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio melirik ke arah lukisan seorang wanita bertelanjang dada
yang ada di ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selamat bermain.” Ucapan itu menutup isi kaset dalam tape
recorder tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hercules, bantu Rio turunkan lukisan itu, Bapak Ahmadi
Fahsa dan Bapak-bapak dari KPK duduklah dan berusaha untuk tidak panik. Aku
akan menghubungi tim gegana secepatnya.” Dean segera memberi komando dengan
tangkas. Tanpa banyak bicara Rio dan Hercules bergerak menurunkan lukisan
tersebut. Sebuah coretan dari cat semprot berwarna merah tampak di permukaan
dinding, tepat di balik lukisan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksudnya ini?” Dean menoleh pada Rio. Rio menatap
tulisan di atas dinding itu dengan seksama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebuah sandi,” ujar Rio. “teka-teki. Silent Rose sialan itu
ingin kita memecahkan sandi rahasia ini. Dia bermain dengan kita lagi”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tetaplah tenang Rio, aku butuh kau untuk memecahkan sandi
ini. Tim gegana sudah dalam perjalanan” Dean melirik ke jam tangannya, masih
ada dua puluh menit sebelum bom pertama diledakkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengeluarkan catatan, menulis ulang apa yang tertulis di
dinding tersebut. Beberapa detik kemudian dia tampak sibuk mencoret-coret
catatan itu, mencoba memecahkan sandi yang tertulis. Dean hendak melakukan hal
yang sama saat ponselnya berdering. Christ Oackland menelepon ponselnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku masih di laboratorium forensik, tadi aku melihat tiga
unit penjinak bom meninggalkan markas, kata mereka sedang menuju ke arahmu. Ada
apa?”, tanya C.O<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose meninggalkan pesan lewat tape recorder, dia
telah memasang peledak di gedung ini”. Jawab Dean singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bom? Berapa banyak?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Entahlah. Hanya aku atau Rio yang diijinkan keluar ruangan,
hanya salah satu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean..” Christ berkata pelan. “Jika dia bisa tahu siapa
saja yang keluar dari ruangan, bukankah itu artinya dia ada di dekat sana?
Mengawasi pintu kalian dari sebuah tempat?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean terbelalak, itu kesimpulan singkat yang luput dari
pemikirannya. Jika memang benar apa yang disampaikan Silent Rose dalam rekaman,
maka itu artinya dia sedang mengawasi pintu ruangan ini. Hal itu bisa menjadi
keuntungan baginya, dia bisa menangkap Silent Rose dan memaksanya menghentikan
bom.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau berpikir untuk menangkap Silent Rose dan memaksanya
menghentikan bom, Dean?” Kata-kata Christ sangat akurat, seolah dia telah
membaca pikiran Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.. ehm aku..”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kesampingkan dulu pikiran itu, terlalu beresiko. Lebih baik
ikuti dulu arah permainannya, dan kita lihat apa kita bisa memodifikasi
bagaimana permainan itu berlangsung nantinya. Apa ada petunjuk?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia meninggalkan pesan semacam sandi di dinding ruangan
ini. Semacam kombinasi angka dan simbol. Rio sedang berusaha memecahkannya. Dan
dia mengatakan bahwa di setiap lokasi bom akan ada petunjuk dimana bom
berikutnya berada”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu apa yang harus kau lakukan kan?” Christ bertanya.
“Kemungkinan besar Silent Rose akan menggunakan kelengahan di saat kalian
sedang memburu bom dan memecahkan sandi-sandi itu. Kau harus pastikan tidak ada
satu orangpun berada di lantai yang sama dengan tempatmu berada sekarang. Apa
ada bom yang sudah ditemukan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean memandang ke arah Rio yang tengah mengumpat kesal.
Sepertinya sandi tersebut sulit untuk dipecahkan. “Belum, sandinya cukup sulit
sepertinya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku coba bantu,” Christ berujar pelan. “Kirimkan aku foto
sandi itu. Mari kita lihat kalau aku bisa memecahkannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baiklah”. Dean menutup panggilan, mengarahkan kamera
ponselnya ke dinding dimana sandi itu dituliskan, memotretnya dan
mengirimkannya via e-mail pada Christ Oackland.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana Rio?” Dean mendekat ke arah Rio. Rio
mengusap-usap rambutnya dengan kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Petunjuk ini kurang” jawabnya. “Aku bisa memecahkan pesan
yang disampaikan, tapi disini tidak disampaikan dimana lokasi bom pertama!” Rio
menambahkan dengan gusar, sambil melirik ke jam tangannya. Waktu sudah tinggal
lima menit lagi!!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sirene mobil kepolisian terdengar keras. Sudah waktunya tim
gegana untuk sampai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kau dapatkan dari petunjuk ini?” Dean bertanya
lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menunjuk ke arah dinding. “lihat deret angka ini?
1-koma-2. Itu semacam deret bilangan. Dan angka 6 ini membuatku tahu jumlah bom
yang dipasang olehnya. Ada enam bom.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagus, lalu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tanda lengkung diantara angka 1 dan 2. Dan angka 10 di atas
tanda lengkung itu menandakan interval peledakan antar bom. Aku mengasumsikan
bom kedua akan meledak sepuluh menit setelah bom pertama meledak dan
seterusnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lalu tanda silang ini?”, Dean menanyakan sisa tanda
terakhir. Dalam hati Dean memuji Rio yang mampu mengungkapkan banyak hal dari
sandi yang cukup rumit seperti ini. “Kenapa angka 1 disilang?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu ejekan…” nada suara Rio dingin. “pertanda bahwa bom
pertama sudah dipastikan akan meledak. Dia tidak mencantumkan lokasi bom
pertama disana. Bajingan itu sengaja tidak melakukannya!!”. Rio menghantamkan
tinjunya ke arah dinding, membuat seisi ruangan menatapnya takut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rio… siapapun Silent Rose itu, dia pasti ada di dekat sini”
ucap Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, itu sudah pasti. Setidaknya dia pasti berada di tempat
yang bisa digunakan untuk mengawasi pintu ruangan ini. Untuk memastikan Ahmadi
Fahsa tidak keluar.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya salah satu dari kita yang bisa keluar, dan itu kau.
Kau akan memimpin tim gegana, tempatkan dua personel kita di luar pintu, saat
ini evakuasi pasti sudah dilakukan. Pecahkan sandi-sandi dan gagalkan Silent
Rose. Jika keadaan darurat, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan semua
orang disini…” Dean melayangkan pandangan ke arah jendela. “Mungkin dengan
helikopter”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tiga menit lagi bom pertama akan meledak, dan hanya ada
waktu enam puluh menit untuk menjinakkan semua bom.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.. satu jam. Hanya ada satu jam.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio beranjak untuk meninggalkan ruangan, saat detektif muda
itu hendak membuka pintu, Rio menoleh ke arah Dean. Menatap komandannya dengan
tajam. Dean menangkap sedikit keragu-raguan dalam tatapan mata Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lakukanlah dengan baik, Rio!”, ujar Dean seraya
mensejajarkan jari-jarinya di kening, memberi penghormatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siap laksanakan komandan!”, Rio membalas dengan posisi
hormat yang sama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu jam saja.. pertunjukan ini hanya akan berlalu satu jam
saja… dan mungkin ini adalah satu jam terpanas, dalam hidup Detektif muda Rio
dan Inspektor Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gedung pertemuan Ahmadi Fahsa <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
10:03<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Asap tebal berwarna kelabu membumbung tinggi dari sebuah
bangunan kecil yang difungsikan sebagai gudang penyimpanan peralatan gardening
di areal gedung milik Ahmadi Fahsa. Beberapa petugas pemadam kebakaran dengan
tangkas melaksanakan tugasnya setelah sempat tertahan oleh macetnya pompa air
yang ada pada mobil pemadam kebakaran. Beberapa petugas kepolisian berseragam
tampak membuat barisan untuk mengamankan area terjadinya kebakaran. Beberapa
menit yang lalu, terjadi ledakan bom di dalam gudang tersebut. Bom pertama yang
ada pada ancaman Silent Rose, bom yang seolah menjadi pertanda dibukanya layar
panggung sebuah pertunjukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Detektif muda Rio memimpin lima orang petugas kepolisian tak
berseragam mendekat ke gudang. Api sudah mulai padam saat Rio tiba.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada korban jiwa?” Rio bertanya pada petugas yang
mengamankan lokasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lapor komandan, tidak ada korban jiwa. Kebetulan para
karyawan sedang diliburkan karena pertemuan pagi ini” jawab petugas yang
ditanyai Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio berbalik menghadap para personel yang dibawanya. “Kalian
menyebar, coba untuk mencari arah ledakan, dan cari petunjuk di sekitar. Dalam
dua menit kita bertemu lagi di titik ini!” perintah Rio pada
anggota-anggotanya. “Hulk, siagakan tim geganamu di pintu masuk gedung”, Rio
memberi instruksi melalui radio panggil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Roger!”, terdengar respon dari radio panggil yang dibawa
oleh Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keenam orang itu bergerak menyebar, mencoba mengelilingi
gudang berukuran 4x5 meter yang sudah mulai habis itu. Mereka mencoba mencari
petunjuk seperti yang disampaikan Silent Rose dalam rekamannya, Silent Rose
meninggalkan petunjuk tentang lokasi bom berikutnya di sekitar tempat
terjadinya ledakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Komandan Rio!”, salah seorang dari lima orang itu memanggil
Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio dan empat orang lainnya bergegas mendekat ke arah personel
tersebut, polisi itu menunjuk ke arah taman rumput tidak jauh dari bangunan.
Sebuah papan kayu tergeletak di atas rumput, ada gambar di permukaan atas
papan. Rio beranjak mendekati papan tersebut, sebuah gambar dibuat dari cat
semprot berwarna hitam dan merah tampak di atasnya. Menggambarkan sebuah kotak
persegi dengan garis lurus seperti balok menempel dekat dengan bagian atas
kotak persegi itu, di sebelahnya berbentuk seperti rumah dengan garis atap
berwarna hitam dan garis kolom berwarna merah. Di samping atas rumah tersebut
ada dua buah anak panah tegak lurus. Panah berwarna hitam merujuk ke huruf ‘U’
sedang panah berwarna merah menunjuk ke angka ‘3’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio membidikkan kameranya ke arah papan tersebut lalu
mengirim hasil jepretannya ke Dean dan Christ. Rio memandang sejenak papan itu
tanpa bicara, mencoba memecahkan sandi yang ditinggalkan. Sandi ini terlihat
lebih lengkap dari sandi di balik lukisan. Setidaknya, Rio sudah bisa
memecahkan setengah dari pesan yang disampaikan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana, komandan?” salah satu anak buah Rio menunggu
reaksi dari sang detektif.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“huruf U itu pasti ‘UTARA’,” detektif muda itu mulai
menyampaikan analisanya. Panah merah itu menunjuk ke arah kanan dari utara,
yang artinya bom kedua ada di timur”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kelima anak buah Rio menyimak penjelasan dengan
manggut-manggut, kekaguman tampak di wajah mereka. Detektif Rio dapat
memecahkan sandi dalam waktu singkat dengan analisisnya yang tajam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pilar di gambar rumah ini,” Rio melanjutkan. “pilar itu
berwarna merah, jadi kurasa itulah tempat dimana bom dipasang. Angka tiga itu
berwarna merah, ditunjuk oleh panah berwarna merah juga. Itu artinya bom berada
di kolom ketiga ke arah timur dari…” Rio diam sejenak. “Tiga kolom ke arah
timur dari gambar ini” ujarnya kemudian sambil menunjuk gambar kotak persegi
dengan balok menempel pada satu sisinya. “Aku masih belum tahu benda apa ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ponsel Rio berdering, detektif muda itu melihat nama
‘CO-FBI’ tertera di layar ponselnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rio, kau sudah memecahkan sandi yang baru saja kau kirim?”,
suara Christ terdengar di telepon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bom menempel di kolom ketiga di arah timur. Yang belum aku
pecahkan adalah gambar persegi dengan balok menempel ini” Rio menjelaskan apa
yang dipecahkannya secara singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Persegi dengan balok? Rio, itu gambar palang. Menurutku itu
semacam benda berpalang, semacam portal yang bisa dibuka naik-turun”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Palang parkir otomatis…” Rio segera mengambil kesimpulan.
“Bom itu ada di parkir basement, kolom ketiga sebelah timur dari mesin palang
parkir otomatis”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, menurutku begitu”. Christ berkata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ke Basement!”, Rio menutup teleponnya dan memberi perintah
untuk bergegas menuju basement. Sekilas Rio melirik jam tangannya, 10:06,
waktunya tinggal empat menit sebelum bom kedua meledak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio masuk ke dalam basement diikuti lima anak buahnya dan
dua tim gegana penjinak bom. Basement gedung itu menggunakan sistem one way
gate sehingga tidak sulit untuk menemukan kolom ketiga di sisi timur palang
yang menjadi tempat bom kedua. Bom waktu itu tidak lebih besar dari kotak kue,
dibungkus dengan kotak berbahan logam dan dilekatkan menggunakan selotip hitam
besar pada dua sisi kolom.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita punya waktu dua menit!. Hulk, segera kerjakan!”,
perintah Rio lantang. Tim gegana segera bergerak untuk melaksanakan tugasnya.
Ketua tim gegana, Sersan dua Hulk, memberi aba-aba agar timnya bergerak dengan
cepat dan sangat hati-hati saat memotong perekat, memastikan tidak ada kabel
yang bisa menjadi pemicu ledakan. Setelah dipastikan aman, kedua bom tersebut
diturunkan dari kolom juga dengan hati-hati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengamati apa yang dilakukan oleh tim gegana, Hulk
dengan tangkas membuka tutup kotak pembungkus bom hanya dalam hitungan detik,
Hulk tampak mengamati kabel-kabel yang ada di dalamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rangkaian sederhana, prototipe satu! Potong kabel merah dan
putih, bersamaan!”, Hulk memberi aba-aba. Hanya dalam hitungan detik, bom
tersebut dapat dilumpuhkan. Kelegaan tampak di wajah Hulk dan tim gegananya,
namun kelegaan itu sirna seketika saat detektif Rio menepuk pundaknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini belum selesai, masih ada empat lagi baru kalian boleh
merasa lega” ucap Rio mengingatkan agar tetap siaga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Komandan!” salah satu anak buah Rio menunjuk ke sebuah
dinding basement, dimana seseorang telah menuliskan sandi di dinding tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mendekat ke arah dinding dimana Silent Rose meninggalkan
petunjuk lokasi bom berikutnya. Digambar dengan cat semprot berwarna merah,
gambar simbol dua orang berlainan jenis berdampingan, simbol pria disilang
dengan silang merah besar, tepat di samping simbol tersebut terdapat tulisan
‘2F’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini Rio merasa tidak perlu memotret dan mengirim sandi
tersebut ke Christ ataupun Dean, sandi ketiga ini jauh lebih mudah dibanding
sebelumnya. Dalam hati Rio mulai meragukan keseriusan Silent Rose. Apakah
Silent Rose sengaja meninggalkan petunjuk-petunjuk yang makin mudah? Apakah ini
adalah salah satu taktik‘distraction’?. Apa tujuan Silent Rose sebenarnya?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Komandan Rio…” Hulk memanggilnya. Membuat Rio kembali ke
kesadarannya. Dia hanya punya waktu beberapa menit, tidak ada waktu untuk
berpikir terlalu panjang. Atau mungkin memang inilah yang diinginkan oleh
Silent Rose. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Toilet pria lantai kedua”, Rio memberi perintah agar mereka
segera bergerak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Laboratorium barang bukti, Mabespolri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
10:15<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senapan Blaster R93 yang dimodifikasi menarik perhatian
Christ Oackland. Sudah berjam-jam dia mengamati dan membongkar senjata
tersebut, mencoba mencari petunjuk yang tersisa dalam senjata rakitan tersebut.
Senjata itu jelas dirakit dengan tidak sempurna dan menggunakan bahan-bahan
bekas. Ada banyak baut yang tidak kencang, senjata itu bisa digunakan untuk
membunuh jarak dekat. Tapi mengingat impossible shot yang dilakukan dengan
senjata ini, membayangkannya saja sulit. Christ menggeleng-gelengkan kepalanya
bingung. Dia memang belum menguji tembakan atau jalur peluru yang bisa
dilepaskan oleh senjata tersebut, tidak ada waktu untuk menguji hal itu. Christ
bertanya-tanya dalam hati, apakah ketidak-sempurnaan dalam senjata ini adalah
kunci untuk melakukan impossible shot tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ menarik nafas panjang, menatap sebentar ke seluruh
komponen senjata yang telah dirakit kembali. Diambilnya sebatang rokok dari
kotak rokok yang terletak di hadapannya, Agen FBI itu membakar rokok tersebut
tanpa mempedulikan stiker ‘Dilarang Merokok/No Smoking’ yang tertempel besar di
satu sisi ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ mengambil sebotol sprayer kecil dari dalam kopernya
dan menyemprotkan isinya ke pegangan senjata. Cairan itu adalah luminol yang
berfungsi untuk melacak jika ada noda darah pada senjata tersebut. Nihil, tidak
ada noda darah pada senjata tersebut, dan memang seharusnya tidak ada. Christ
hanya melakukan itu karena dia sedang dilanda kebuntuan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ponsel Christ bergetar kecil saat sebuah e-mail diterimanya.
Agen FBI itu membuka isi email dari Rio. Sebuah foto masuk ke dalam ponselnya,
menampakkan sebuah kloset duduk, Christ langsung paham foto ini diambil di
kamar mandi. Yang menarik perhatian Christ pada foto tersebut adalah sebuah
simbol yang ditulis dengan cat semprot merah pada dinding keramik di belakang
kloset. Itu pasti petunjuk lokasi keberadaan bom.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ menghisap rokoknya sambil mencoba menerka pesan yang
disampaikan oleh simbol-simbol tersebut. Dua buah segitiga, satu ujungnya
mengarah ke tulisan ‘TOP’ di atasnya, dan segitiga yang lain mengarah pada
tulisan ‘UG’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Under Ground”, gumam Christ pelan, menerjemahkan apa yang
dimaksud dengan ‘UG’ pada sandi rahasia tersebut. Siapapun bisa menebak apa
yang dimaksud dengan UG, namun tidak dengan dua segitiga berlawanan arah dan
sebuah tulisan ‘TOP’ di atasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ berpikir cukup keras untuk memecahkan apa yang
dimaksud oleh pesan rahasia tersebut. Agen FBI itu mencoba memvisualisasi
kemungkinan-kemungkinan yang ada, menurutnyam tidak mungkin bom kembali
diletakkan di UG, karena ruang lingkupnya terlalu luas. Dalam waktu sepuluh
menit tidak mungkin bisa menjelajahi seluruh pelosok lantai underground
bangunan tersebut. Top lebih punya kemungkinan, luasan atap lebih kecil dari
lantai underground. Tapi jika memang bom tersebut ada di atap, bukankah
seharusnya personel-personel yang berjaga di atap bisa menemukannya lebih
dulu?. Sambil berpikir, Christ mengambil sebuah botol sprayer kecil yang lain,
dia biasa menggunakan isi botol yang diambilnya untuk melacak jejak mesiu pada
senjata. Sembari berpikir mengenai petunjuk tersebut, Christ menyemprotkan isi
spray ke seluruh senjata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ menghentikan aktifitasnya seketika saat dia merasa
telah memecahkan petunjuk dalam sandi rahasia di dinding kamar mandi tersebut.
Tanpa membuang waktu ia menelepon Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Halo” ujar Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah memecahkan sandi di kamar mandi?”, tanya Christ.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Belum seluruhnya, aku sekarang sedang menuju ke lantai
dasar untuk memeriksa. Rasanya Cuma itu yang bisa kami lakukan, bom itu jelas
tidak di atap”, Rio menjelaskan keadaan disana dengan singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan, kalian bergerak ke arah yang salah!” Christ mencoba
memberitahu Rio. “Segitiga itu adalah kuncinya, itu tanda naik dan turun”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Elevator!!”, Rio menangkap apa yang ingin disampaikan oleh
Christ. “Tentu saja! Dua segitiga itu mirip dengan simbol naik-turun yang ada
dalam lift!. Kami akan segera memeriksa lift!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Semoga sukses!”, ucap Christ sambil mengakhiri panggilan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Christ meletakkan ponselnya di sebelah senjata Blaster R93
yang tengah diperiksanya. Untuk sejenak, sesuatu dari senjata itu menarik
perhatiannya. Christ mengamati ujung senjata itu lebih dekat lagi. Dan sebuah
senyum misterius muncul di wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gedung pertemuan Ahmadi Fahsa <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
10:45<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hulk menyeka keringat di keningnya seusai menjinakkan bom
keempat yang terletak di atas elevator. Bom keempat ini memiliki tingkat
kerumitan yang cukup tinggi karena lokasi yang sedikit sukar dijangkau dan
rangkaian ganda yang cukup memusingkan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak jauh dari tempatnya berada, detektif muda Rio tampak
gusar, dia telah menemukan petunjuk tentang bom kelima, namun tetap saja dia
tidak bisa memecahkan petunjuknya. Rio tetap terlihat gusar, meski baru saja
mendapat kabar baik tentang ditemukannya bom yang diduga sebagai bom keenam di
mobil yang ditumpangi Ahmadi Fahsa. Tim gegana lain yang dipimpin oleh Sersan
Dua Sivi berhasil menemukannya tanpa petunjuk. Sayangnya, tidak ada petunjuk
yang ditemukan di sekitar mobil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio kembali menatap tulisan yang dibuat oleh cat semprot
berwarna merah, tidak banyak yang disampaikan pada pesan tersebut. Petunjuk
kali ini hanya bertuliskan dua huruf ; ‘ME’. Naluri detektif Rio telah membawa
ke bermacam-macam kemungkinan yang ada, mereka mencoba melacak kotak-kotak
panel elektrikal, ruang-ruang yang berkaitan dengan Mechanical and Electrical yang
sering disingkat ‘ME’. Tidak ada hasil dari semua ruangan yang telah diperiksa.
Tinggal kurang dari lima belas menit lagi sebelum bom terakhir diledakkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Halo, Komandan Dean?”, Rio bicara setelah menerima
panggilan Dean pada ponselnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak bisa mengambil resiko terlalu lama, kita harus
mengevakuasi Ahmadi Fahsa sekarang” Dean berkata, nada bicaranya terdengar
gusar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio tidak segera menjawab, detektif muda itu diam sejenak,
mencoba memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan sekaligus misteri
mengenai keberadaan bom kelima. Silent Rose tidak meninggalkan petunjuk di bom
keenam, apakah dia memang begitu yakin polisi gagal melacak bom kelima dan
akhirnya memutuskan untuk mengevakuasi Ahmadi Fahsa. Apakah bom pada mobil Ahmadi
Fahsa memang ditujukan untuk itu?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rio… Rio” panggil Dean di telepon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh! Maaf komandan”, Rio tersadar bahwa ini bukan saat yang
tepat untuk berpikir terlalu panjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku perlu pendapatmu, aku akan mengevakuasi target
sekarang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ya” Rio menjawab tegas. “mari kita lakukan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memberi perintah pada seluruh satuan kepolisian yang
berjaga saat itu untuk menutup jendela, mematikan CCTV dan segala hal yang
berpotensi menjadi alat pantau bagi Silent Rose. Dengan cepat personel
kepolisian menutup semua jendela dan tirai, membuat gedung itu benar-benar
tertutup dari luar. Dengan begitu, pergerakan dan aktivitas dalam gedung
benar-benar tidak dapat diketahui orang luar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean sedang bersiap untuk mengiring Ahmadi Fahsa, Hulkan
Syahid dan rekan kerjanya juga Hercules dan dua anak buahnya keluar dari
ruangan saa Rio masuk ke dalam ruangan. Kondisi detektif muda itu tampak
acak-acakan, pakaiannya tak lagi rapi, begitu pula rambutnya, kegusaran tampak
jelas di raut wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gedung sudah tertutup, kita bisa mulai evakuasi” ujar Rio
pada Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean memandang keadaan Rio yang berantakan. “kerja yang
bagus, detektif” komentarnya pelan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedelapan orang dalam ruangan itu mengenakan topi berwarna
putih yang telah disiapkan oleh Rio sebelumnya guna menyamarkan keberadaan
Ahmadi Fahsa. Rio memandang sedikit heran pada Ahmadi Fahsa yang tetap
mengenakan jaket tebalnya dalam keadaan genting seperti ini. Sedari awal
memasuki gedung, bahkan saat pertemuan dimulai, Ahmadi Fahsa memang tidak
melepaskan jaketnya, kemungkinan untuk menutupi entah berapa lapis rompi anti
peluru yang dikenakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita lewat tangga, bom keempat terpasang di elevator,
terlalu beresiko jika kita menggunakan elevator” Rio berkata tegas sebelum
ketujuh orang itu berbaur bersama delapan anggota kepolisian yang juga
mengenakan topi berwarna putih. Ahmadi Fahsa berjalan diapit oleh Hercules dan
anak buahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Baru saja mereka sampai ke tangga darurat yang menghubungkan
lantai tiga, tempat ruangan pertemuan dengan lantai dua saat ponsel milik Rio
berdering.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Christ” ujar Rio sambil menatap ke arah Dean, meminta
pertimbangan apakah dia harus menerima panggilan di saat-saat genting seperti
ini. Dean melirik jam tangannya, masih ada waktu sepuluh menit, lebih dari
cukup untuk meninggalkan gedung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Loudspeaker” Dean berkata sambil mengangkat tangannya,
memberi aba-aba agar rombongan berhenti sejenak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Christ, kami sedang melakukan evakuasi”, Rio berkata cepat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Korban bersama kalian? Target Silent Rose yang terakhir?,
aku baru saja memeriksa jejak mesiu pada senjata yang disita. Tidak ada jejak
mesiu disitu. Senjata itu tidak pernah digunakan!. Dan laporan dari tim
laboratorium mengenai sidik jari itu, itu milik Ahmadi Fahsa!. Rio, Ahmadi
Fahsa adalah Silent Rose!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean dan Rio berpaling ke Ahmadi Fahsa yang dengan cepat
mundur keluar dari rombongan, berlari kembali masuk ke dalam ruangan tempat
pertemuan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tangkap dia!”, Dean berlari mengejar Ahmadi Fahsa diikuti
oleh Rio dan anggota kepolisian yang lainnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hati-hatilah Rio!”, suara Christ masih terdengar di
telepon. “ingat petunjuk terakhir di lift? ‘ME’ dalam bahasa inggris artinya
‘SAYA’ ada kemungkinan bom terakhir menempel di tubuhnya!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean dan Rio tercekat mendengar kalimat terakhir yang
diucapkan oleh Christ. Otak Rio seakan terpacu untuk mengingat bahwa Ahmadi
Fahsa selama ini mengenakan jaket, bukan untuk menutupi rompi anti peluru,
melainkan bom yang ada di balik jaketnya!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka mengikuti langkah Ahmadi Fahsa yang menutup pintu
ruangan pertemuan. Dean memberi aba-aba agar mereka berhenti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya aku dan Rio yang akan masuk” ujar Dean. “Rio, kita
harus bisa meyakinkan tersangka”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengangguk tanda mengerti. Mereka berdua membuka pintu
yang sepertinya sengaja tidak dikunci, masuk dan menutupnya kembali. Ahmadi
Fahsa, memegang pistol 45ACP di tangan kanannya, pistol itu mengarah tepat ke
arah Dean dan Rio. Saat yang sama, di tangan kirinya tampak sebuah benda kecil
berupa pemicu. Resleting jaket yang dikenakan Ahmadi Fahsa telah terbuka,
menampakkan kotak-kotak bom kecil tergantung di sekujur dadanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak berniat membunuh kalian” ujar Ahmadi Fahsa tanpa
menurunkan senjatanya. “Dean, ambil tape recorder di atas meja itu. Cepat!”,
Pria tua itu berkata sambil menempelkan dirinya ke jendela. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean bergerak dengan hati-hati dan mengambil tape recorder
di atas meja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tuan Ahmadi? Apakah?”, Rio bertanya hati-hati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rekam semua yang akan aku katakan, rekam dan pergilah dari
gedung ini atau meledak bersamaku”, Ahmadi Fahsa tampak tidak mengindahkan
pertanyaan dari Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean tidak melepas pandangannya dari Ahmadi Fahsa saat
menekan tombol untuk merekam, dia dan Rio kini tengah mencari celah untuk
mencegah aksi yang entah mengapa berubah menjadi aksi bom bunuh diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, detektif Rio, inspektor Dean…” Ahmadi Fahsa mulai bicara
setelah memastikan apa yang diucapkannya akan terekam. “Aku yang mengirim surat
ancaman itu, aku yang menghabisi nama-nama pada daftar korban itu, aku juga
yang menjebak kalian dengan sandiwara palsu di TKP tempo hari”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak mengerti, kenapa?”, Rio kembali bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kalian pikir sistem peradilan di negara ini telah
berjalan adil?!. Ya! Aku melakukan korupsi pada kasus daging impor. Tapi bukan
aku saja!!, aku tau mereka… nama-nama yang ada di dalam daftar akan lolos
begitu saja setelah menjadikan aku tumbal bagi mereka!. Padahal, Wijatmoko…
bajingan itu.. dialah tersangka utamanya!!” Ahmadi Fahsa setengah berteriak,
seolah menumpahkan apa yang selama ini dipendamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas, juga
semua yang terlibat. Kami berjanji akan menyeret semua nama dan memberi
perlindungan pada anda”. Dean mencoba melakukan negoisasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Omong kosong!”, sergah Ahmadi Fahsa. “Aku tidak pernah
melihat polisi mencetak surat penangkapan untuk kepala negara!!. Tidak peduli
seberapa besarpun kesalahan yang diperbuatnya!. Kalian tidak akan pernah dapat
mengusik kaum-kaum tinggi di negara busuk ini!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mencoba mendekat, langkahnya terhenti saat Ahmadi Fahsa
mengarahkan moncong pistol padanya. Rio kembali mundur beberapa langkah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan inilah keadilan sebenarnya… Silent Rose. Bergerak di
dalam bayangan untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Dialah pahlawan
sebenarnya, tokoh protagonis paling sempurna yang pernah ada. Oleh karena
itulah aku meminjam namanya.” Ahmadi berhenti sejenak, senyum puas terkembang
di wajah tuanya. “Dan kini waktunya bagiku untuk menebus kesalahanku. Pergilah,
bawa rekaman itu sebagai pengakuanku, dan biarkan aku beristirahat dengan
menebus dosaku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Negatif, ada banyak cara lain yang lebih baik daripada
bunuh diri. Negara, rakyat masih membutuhkan anda untuk mengungkap kasus…” Kali
ini Rio angkat bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“untuk mengungkap sesuatu yang sia-sia” potong Ahmadi Fahsa.
“Untuk menambah hal yang harus ditutup-tutupi lagi. Keluar dari ruangan ini
atau mati bersamaku!. Itu pilihan kalian!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Semua unit, tinggalkan bangunan. Segera!”, Dean memberi
perintah melalui radio panggil. “Kami jamin kita akan menyeret semuanya, tuan
Ahmadi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Bullshit!”, ujar Ahmadi Fahsa seraya menekan pemicu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio dan Dean bereaksi terlambat, mereka menyangka dapat
menggagalkan atau setidaknya membeli waktu untuk melancarkan negoisasi. Tapi
ternyata tidak, tanpa ragu sedikitpun Ahmadi Fahsa menekan tombol pemicu bom.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiga bulan sebelumnya, Jakarta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ahmadi Fahsa berjalan keluar dari hotel dengan tangan
terborgol, dua aparat berseragam mengawalnya masuk ke dalam sebuah van hitam
milik kepolisian. Beberapa menit yang lalu pria tua itu tertangkap basah sedang
berasyik-masyuk dengan seorang wanita muda yang disinyalir sebagai bonus
tindakan sindikat korupsi daging impor yang dilakukannya. Entah darimana pihak
kepolisian mendapatkan informasi, namun kini pria tua itu harus rela terjebak
dan menjadi tumbal bagi sindikat korupsi yang melibatkan kaum-kaum ‘tinggi’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ahmadi duduk di kursi belakang van hitam tersebut, seorang
polisi berseragam dengan senjata lengkap duduk di hadapannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa Bapak otak dari kasus korupsi ini?”, tanya polisi itu
di sela-sela perjalanan mereka ke kantor polisi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jelas bukan”, Ahmadi menjawab dingin, tampak jelas bahwa
dia sedang sangat kesal. “Aku hanya alat, salah satu alat yang sekarang menjadi
tumbal bajingan-bajingan itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Polisi itu tersenyum mendengar apa yang diucapkan oleh
Ahmadi Fahsa. “Tapi anda terlibat? Dan anda bersalah?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, dan status bersalahku akan jadi pengaman bagi mereka,
kaum-kaum ‘tinggi’”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maksud Bapak?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ahmadi menyebutkan beberapa nama. Beberapa diantaranya
adalah orang-orang penting yang memiliki kewenangan serta kekuasaan untuk
mengatur apa yang terjadi pada negara ini. Hampir semua aspek, ekonomi, sosial,
kurs mata uang, kesehatan, hampir semua aspek berada dalam kewenangan nama-nama
yang disebut oleh Ahmadi Fahsa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anda akan mengungkap itu pada khayalak ramai?”, tanya
polisi itu sekali lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria tua itu menatap polisi di depannya, wajah polisi itu
terhalang oleh topi polisinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Percuma, meskipun aku mengungkap, itu tidak akan pernah
sampai pada mereka” jawab Ahmadi Fahsa tanpa ekspresi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senyum simpul terkembang samar di wajah polisi itu. Pria itu
mengajukan sebuah pertanyaan lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika diberi kesempatan untuk menghukum orang-orang yang
hendak cuci tangan dari kasus ini. Meski mungkin tidak semuanya, apakah anda
akan melakukan itu dengan tangan anda sendiri?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alis-alis tua Ahmadi Fahsa berkerut, matanya memandang tajam
pada polisi di depannya. Pertanyaan yang baru saja terlontar, apakah itu
serius? Atau hanya pertanyaan pancingan belaka?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tentu aku akan melakukannya” jawab Ahmadi Fahsa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau begitu kita sepakat” ujar polisi itu sambil menepuk
bahu kiri Ahmadi Fahsa. “Anda akan melakukannya atas nama keadilan, atas nama
Silent Rose”, tambah polisi itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Si…siapa kamu? Dan bagaimana aku melakukannya?” Ahmadi
Fahsa kini yakin bahwa polisi di depannya hanya polisi gadungan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku… Silent Rose, dan anda akan menebus dosa-dosa anda.
Ikuti saja instruksi yang sudah kukirimkan ke kantor anda”, jawabnya sambil
tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ahmadi menatap polisi di depannya dengan pandangan tak
percaya. Dia pernah mendengar tentang Silent Rose, bahkan sempat ada rasa takut
bahwa suatu saat nanti dia akan dihabisi oleh Silent Rose. Namun, sampai detik
ini dia beranggapan Silent Rose hanyalah alat dan rekayasa permainan kaum-kaum
‘tinggi’. Apa yang dihadapinya kali ini, menepis semua prasangkanya mengenai
Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu hal yang tidak diketahui oleh Ahmadi Fahsa. Saat Ian
menepuk bahunya, saat itulah dia telah jatuh ke dalam sugesti yang telah
ditanamkan oleh Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua minggu setelah pertemuan Silent Rose dan Ahmadi Fahsa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Bandung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Udara malam kota Bandung tak lagi sedingin beberapa tahun
lalu, namun tetap saja lebih dingin dari udara malam ibukota Jakarta. Di sebuah
bangku, di stasiun Leumpuyangan seorang pria tampak duduk menunggu kereta.
Pemuda itu adalah Ian, setelah seharian mencari informasi mengenai ‘Bank
Emerald Bandung’ yang menjadi pesan rahasia dari Noisy Cannary, kini Ian tengah
menunggu kereta untuk kembali ke Jakarta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa memanggilku kemari, Rose. Dan kenapa kau tidak
mengajak bertemu di tempat yang lebih privasi?”, sebuah suara berat menyapa
Ian. Seorang pria tua berbadan kekar beranjak duduk di sebelah Ian. Ian
memandangnya sekilas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini tempat yang sempurna” jawab Ian dingin. “Transportasi
dan tempat publik adalah tempat terakhir yang akan dipilih oleh kriminal
manapun untuk memulai kejahatannya. Dan terima kasih telah menjawab
panggilanku, Lazy Franginpani. Atau harus kupanggil Hercules?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu hanya kedok...” ujar Franginpani dingin. “Entah yang
mana yang kedok”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terima kasih telah membantuku selama ini, sekarang, aku
butuh bantuanmu lagi demi kelancaran rencanaku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini beresiko tinggi, Rose. Kau akan melakukan pembunuhan
tanpa perintah dari Association”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak akan jadi masalah jika mereka tidak tahu, kan?”. Ian
menyerahkan secarik kertas. “Aku mengirim semua peralatan ke alamat ini, sebuah
senjata. Tentu saja sudah dipisah-pisah, aku butuh bantuanmu untuk merakitnya,
rakit saja asal-asalan. Toh tidak akan digunakan”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau yakin? Dengan keputusanmu melakukan sesuatu di luar
jalur? Rose?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika Ayahku menyimpan sesuatu dari Association, tentu aku
akan mencari tahu apa yang disembunyikannya. Tanpa bantuan Association”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa?, Association bisa membantumu…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Trust No One… itu pesan terakhir Ayahku sebelum dia
melaksanakan case terakhirnya. Jujur, aku tidak sabar melihat reaksi apa yang
akan diberikan oleh Association”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lazy Franginpani menatap kosong pada sebuah kereta yang
memasuki stasiun, cukup lama dia melamun sebelum Ian beranjak naik ke dalam
kereta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gedung Pertemuan Ahmadi Fahsa – KPK<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Medis!! Kirimkan tim medis secepatnya!!”, Dean berteriak ke
radio panggil, memerintahkan tim medis untuk segera masuk ke dalam bangunan.
Beberapa langkah di hadapan Dean, masih di ruangan yang sama, Rio menekankan
kedua tangannya ke dada Ahmadi Fahsa. Pria tua itu ambruk tepat setelah menekan
pemicu di tangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Percuma Dean” ujar Rio seraya bangkit. “Dia sudah
meninggal, bom itu bukanlah bom yang meledak, melainkan bom listrik statis yang
menghentikan pergerakan jantung Ahmadi Fahsa”. Rio memandang ke arah pria tua
yang sempat mengejan beberapa saat setelah ambruk ke lantai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menarik nafas panjang. “Jadi… pria tua ini Silent
Rose?”. Ujar Dean. Rio menoleh ke arah Dean dan mengernyitkan alisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kau percaya dia Silent Rose yang selama ini kita
kejar?”. Tanya Rio pada Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jawabannya sudah dapat ditebak, Dean menggelengkan
kepalanya. “Dia cuma meniru Silent Rose. Cuma seorang Copycat”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya… dia Copycat yang hebat. Dia berhasil mengelabui kita
dengan sangat cerdik”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memandang sekali lagi tubuh Ahmadi Fahsa yang tak lagi
bernyawa. Jelas tidak mungkin Silent Rose asli adalah orang tersebut. Fakta
yang baru saja terjadi di depan mereka seolah menjawab semua pertanyaan
mengenai gerak-gerik Silent Rose yang tidak biasa. Mulai dari surat ancaman,
pembunuhan yang kebanyakan menggunakan tembakan jarak jauh, tertinggalnya
barang bukti dan bahkan tersangka di TKP.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku masih belum paham, Dean…” Rio berkata pada Dean.
“Bagaimana caranya pria tua ini melakukan trik impossible shot?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Biar aku yang menjawab”, suara Christ tiba-tiba saja
terdengar. Agen FBI itu datang bersamaan dengan masuknya tim medis. “sepertinya
aku terlambat” ujarnya sambil menatap sosok Ahmadi Fahsa yang terbujur kaku tak
bernyawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi bagaimana trik impossible shot itu?” Rio bertanya
penuh rasa penasaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Senapan itu tidak pernah digunakan, bekas peluru yang ada
di dinding, itu akibat tembakan dari pistol yang dimiliki oleh Ahmadi Fahsa
sendiri”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi dia sengaja menjatuhkan notesnya, lalu saat menunduk
melepaskan tembakan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tepat sekali”. Jawab Christ tegas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana dengan bekas selotip?”, Rio bertanya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahmadi Fahsa menembakkan senjata tanpa peluru, hanya untuk
memberi efek suara. Peluru itu sudah menancap di tembok sebelum kalian masuk ke
dalam ruangan itu. Dia menembakkan pistol dan mengambil selotip agar kita
mengira bekas di dinding Itu adalah bekas tembakan. Itulah kenapa sidik jari
Ahmadi Fahsa ada di tembok bekas tembakan. Dia sudah mempersiapkan hal itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan mengelabui kita semua”. Ucap Dean. Dipandanginya sosok
Ahmadi Fahsa yang kini terbujur di lantai. Wajah dan perawakan Ahmadi Fahsa
benar-benar tidak mencerminkan seseorang yang punya kemampuan untuk melakukan
pembunuhan berencana dengan sangat rapi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak lama kemudian, tim forensik datang untuk mengumpulkan
barang-barang bukti. Dean, Rio dan Christ Oackland bertahan di TKP, hanya untuk
menemukan jika ada petunjuk yang mereka lewatkan. Sementara polisi sibuk dengan
pekerjaan mereka, seorang pemuda keluar dari bangunan hotel, di seberang gedung
tersebut. Memandang sekilas ke keramaian yang ada sebelum naik ke sebuah mobil
taksi yang dipesannya. Senyum tersungging di wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Green File Café<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Malam hari setelah pertunjukan selesai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mata tua Mr. Wise sibuk memperhatikan gelas-gelas yang
sedang dibersihkannya, meski begitu, orang tua itu tengah menyimak dengan
seksama berita tentang kejadian tadi pagi yang ditayangkan di televisi.
Evangeline Irene duduk tidak jauh dari televisi, tampak serius menyimak berita
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ini artinya DO untuk Ian dicabut?” Gadis cantik itu
menoleh ke arah Wise Crow dan bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seharusnya begitu,” ucap Mr. Wise dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Denting lonceng di atas pintu menarik perhatian Eva,
seketika raut wajahnya berubah setelah melihat sosok yang masuk melalui pintu.
Senyumnya melebar sambil beranjak dari kursi dan memeluk Ian yang terlihat agak
terkejut dengan reaksi Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Syukurlah kau selamat” ujar Eva sambil merangkul erat Ian.
“Tidak ada kabar, kau membuatku sangat khawatir”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian terdiam bingung, reaksi yang diberikan Eva tidak
diduganya. Bagi Ian yang selama ini terbiasa hidup sendiri, ada rasa senang
mengetahui ada seseorang yang mengkhawatirkannya. Ian menatap ke arah Wise
Crow, Mr. Wise mengangkat kedua bahunya. Beberapa detik kemudian, Ian tersenyum
dan membelai rambut Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku baik-baik saja,” ujar Ian dengan lembut. “Terima kasih
telah mengkhawatirkanku”. Tambahnya diikuti bunyi sesenggukan dari Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah puas menangis, Ian dan Eva duduk bersebelahan di
depan meja bartender. Mr. Wise menyodorkan segelas Cappucino ice ke hadapan
Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gratis, sebagai tanda selamat kau telah menyelesaikan DO
dengan baik”. Ujar Mr. Wise sambil tersenyum. Sangat jarang bisa melihat orang
tua itu tersenyum, dan percayalah, Mr. Wise terlihat jauh lebih baik jika tidak
tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah, thanks” tukas Ian sambil meneguk minumannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau benar-benar ekstrim, Rose” Mr. Wise membuka
pembicaraan. “Masuk ke dalam kepolisian dengan cara yang ekstrim, hanya untuk
mencari siapa sebenarnyaSilent Rose palsu itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum mendengar kata-kata Wise Crow yang lebih
terdengar sebagai pujian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jujur, aku kehabisan ide. Jadi aku melakukan apa yang aku
bisa, aku tidak menyangka kalau aku bisa jadi tersangka”. Ucapnya. “Tapi…
Association jauh lebih mengejutkan”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalimat terakhir Ian berhasil mencuri perhatian Wise Crow. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksudmu, Rose?”, kini Mr. Wise mengambil tempat tepat
di hadapan Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Agen FBI, Christ Oackland. Agen terlatih yang cukup sering
beroperasi di Asia. Jujur aku tidak menduga kalau polisi akan menggunakan jasa
FBI. Itu terlalu hebat bagiku.” Ian meneguk kembali minumannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan kamu tahu?” Ian melanjutkan. “Setelah aku melakukan
riset, aku baru tahu kalau agen tersebut memiliki codename Clever Owl…” Ian
tersenyum dan menatap Wise Crow. “Dia agen tipe B sepertimu kan?, Mr. Wise
Crow?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tampak mencoba mengingat sesuatu, hampir tidak
mungkin membedakan apakah reaksi Wise Crow hanya akting atau orang tua ini
benar-benar sedang mencoba mengingat sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rasanya aku pernah dengar Clumsy Owl, Handsome Owl… tapi
Clever Owl? Mungkin dia beberapa generasi di bawahku. Lagipula Association
tidak memberi tahu apapun padaku. Aku tidak tahu siapa Clever Owl itu”. Jawab
Pak Tua itu kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi aku tahu tentangmu, tuan Wise Crow”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah suara cukup membuat mereka semua terkejut. Berdiri di
ambang pintu, seorang pria asing yang dikenal sebagai Clever Owl sedang berdiri
sambil tersenyum. Ian memandang heran ke arahnya, bagaimana mungkin pria itu
bisa masuk ke dalam Café tanpa membuat lonceng di atas pintu berdenting?!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh itu…” ujar Clever Owl saat mengikuti arah pandang Ian.
“Aku spesialis mata-mata, menghindari satu lonceng kecil jelas bukan masalah
bagiku, Mr. Silent Rose”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau Clever Owl?”, tanya Mr. Wise, tangannya meraih senapan
yang disembunyikan di langit-langit meja bartender.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan hormat, Mr. Wise Crow, aku beberapa generasi di
bawahmu. Agen Tipe B Association, Clever Owl”. Christ membungkukkan tubuhnya,
sikapnya itu malah membuat jijik Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi benar Association mengirimmu?”, tanya Silent Rose
sebelum meneguk kembali minumannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Direct Order perlu pengawasan penuh. Itu prosedur. Tapi
jujur aku tidak menyangka dapat bertemu denganmu dalam waktu singkat. Hanya
beberapa jam setelah aku sampai di Indonesia. Kau benar-benar penuh kejutan,
seperti yang di desas-desuskan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak mempedulikan apa yang diucapkan oleh Clever Owl.
Baginya, Clever Owl sama mencurigakannya dengan Wise Crow. Dan besar
kemungkinan Clever Owl juga beranggapan sama dengannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kau bisa lolos dari serum kejujuran?”, Clever Owl
mengambil tempat di sebelah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Serum kalian ketinggalan jaman.” Jawab Ian dingin. “teknik
hipnotismu juga”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah, tentu serum yang digunakan orang lain tidak bisa
dibandingkan dengan ramuan-ramuan buatan Ayahmu, Silent Rose pertama. Dia
benar-benar master.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terima kasih atas pujiannya. Ayahku pasti senang”, Ian
mulai berbasa-basi. “mungkin.” Tambahnya dengan nada sedikit sinis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi Copycat-mu juga luar biasa. Dia bisa melakukan trik,
dan bermain dengan sandi. Jujur… Indonesia sangat menghiburku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sandi?” Ian berpura-pura tidak tahu. “Aku menunggu seharian
di rumah Ahmadi Fahsa, rencanaku, setelah dia pulang akan kuhabisi di rumahnya.
Tapi ternyata dia malah menghabisi nyawanya sendiri.” Ian mencoba menciptakan
alibi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kau tahu Ahmadi Fahsa adalah Silent Rose palsu?”,
tanya Clever Owl lebih dalam. Kali ini dia terang-terangan menunjukkan
kecurigaannya pada Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kamera mini tersembunyi” jawabnya tenang sambil menunjukkan
kamera berukuran sangat kecil dari sakunya. “Aku punya beberapa detik untuk
memasang kamera tersebut pada posisi yang tepat, dan aku merekam saat orang tua
itu datang untuk memasang senjata di jendela kamar”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan kau membiarkan polisi menangkapmu?”. Kali ini Mr. Wise
angkat bicara. “Kau tahu tindakanmu membahayakan Association?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hey! Aku tidak tahu kalau polisi bisa bereaksi begitu
cepat!. Apa menurutmu aku harus menghabisi dua polisi tersebut saat aku tidak
bersenjata dan hanya mengenakan boxer?!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia benar, Wise…” Clever Owl membenarkan tindakan yang
diambil oleh Silent Rose. “Jika aku berada di posisinya, aku akan melakukan hal
yang sama. Memancing keributan tidak akan membawamu kemanapun. Kau
mempraktekkan ketenangan dalam membunuh dengan sangat baik, Mr. Rose”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak menanggapi ucapan Owl, baginya case ini telah
selesai. Dan masih ada misteri yang harus dia kejar. Kedatangan Clever Owl
adalah reaksi Association atas apa yang telah dimainkannya. Dan dia siap untuk
bermain lebih dalam lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara itu, di sebuah apartemen di pusat kota, seorang
pria tua berbadan kekar memandang lepas ke pemandangan kota di malam hari dari
jendela apartemennya. Wajahnya tampak serius mengingat permainan yang telah
dimainkan olehnya dan Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sesuai janjiku, akan kujaga dia untukmu, Rose…” ucap Lazy Franginpani
lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose - End of Silence - END<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose Case 05 :<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
When The Rose Bleeding<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memandang ke hamparan laut di depannya, begitu biru
dengan sinar matahari yang berkilat-kilat indah, seakan ada ribuan kepingan
cermin yang mengapung di atasnya. Eva memandang sejenak ke arah pelabuhan
dimana beberapa menit yang lalu mereka masih ada disana. Sore itu, Eva tampak
menawan dengan balutan T-shirt ketat berwarna merah muda, dipadu hotpants biru
berbahan jeans yang juga ketat. Menampakkan lekuk tubuh indahnya dan kemulusan
kaki jenjangnya yang kini disirami cahaya mentari sore.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Masih jelas dalam ingatan Eva saat tanpa diduga Ian
mengajaknya pergi berlibur ke negeri kangguru ini. Eva yang belum pernah
berpergian berdua dengan Ian langsung menyanggupi tawaran Ian dengan senang
hati. Semua dokumen, paspor dan kelengkapan administrasi diselesaikan atas
bantuan Wise Crow. Dan disinilah mereka sekarang, di atas sebuah kapal cruiser
besar, menikmati paket liburan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mencarimu kemana-mana” ucap Ian saat beranjak mendekati
Eva yang tengah berdiri sendiri di tepi kapal, memandang ke lautan luas. “di
kapal sebesar ini tidak mudah menemukan satu orang”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh, aku tidak ingin mengganggu tidurmu”, jawab Eva sambil
tersenyum. “Kau tampak terlalu nyenyak dalam tidur”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kau bisa membedakan tidur nyenyak atau tidak?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mudah saja,” Eva memandang Ian. “dari nafas. Jika nafas
orang yang tidur itu sanggup membangunkan orang lain maka orang itu jelas
sedang tidur nyenyak.” Jawabnya mengacu pada kerasnya dengkuran Ian saat tidur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sial… kau mengejekku.” Komentar Ian diikuti dengan Eva yang
terkikik geli.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian memandang Eva dari bawah ke atas, mulai dari sandal
santai bergambar doraemon yang dikenakannya, perpaduan lekuk betis dan paha
yang membentuk siluet indah, lekukan pada bokong, pinggul dan punggung gadis
cantik itu, leher jenjang, bibir gadis itu yang merekah menggiurkan, hingga
mata cantiknya yang nyaris tak terlihat karena tertutup sebuah kacamata
berwarna coklat gelap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa sih?” Eva menyadari Ian yang memandangnya cukup lama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya mengagumi penampilanmu yang terlihat jauh berbeda.” Jawab
Ian sekenanya. Memang, selama ini Eva hanya mengenakan pakaian milik mendiang
Ibunda Ian. Mereka tidak mungkin keluar dan berbelanja di mall karena bisa saja
ada yang mengenali Eva sebagai Cinthya. Itu juga yang menjadi alasan Ian
memilih liburan di luar negeri, dan memilih supermarket sebagai tempat yang
pertama kali mereka singgahi. Ian ingin melihat Eva dalam penampilan
terbaiknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Udah deh gombalnya.” Gadis cantik itu mencoba
menyembunyikan rasa groginya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu benar kok, kamu memang terlihat berbeda.” Ian
bersikeras. “lebih terlihat hidup.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi selama ini aku seperti mayat hidup, gitu?” Eva protes
meski dalam hati Eva tahu apa yang dikatakan Ian benar adanya. Sebelum ini dia
merasa sangat tertekan, tertekan atas kenangan buruk yang disaksikannya dengan
mata kepala sendiri. Sekarang, berkat apa yang dilakukan oleh Wise Crow
padanya, dia merasa lebih hidup.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Green File Café.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Saat Ian masih mengejar Silent Rose palsu (Case 04).<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedua mata Eva secara reflek berkedip saat Mr. Wise
menjetikkan jari tuanya hanya beberapa centimeter di depan matanya. Seketika
dia merasakan pening yang merambat dengan sangat cepat dari bagian belakang
lehernya menuju tepat ke otaknya, sebelum rasa pening itu hilang begitu saja,
sama cepatnya dengan kedatangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?”, Mr. Wise tersenyum simpul. Lekuk-lekuk di wajah
tuanya tampak aneh saat ia tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kau lakukan?” Eva bertanya sambil memegangi
kepalanya, seolah mencari sesuatu yang menempel di kepalanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menekan tombol refresh” jawab Pak Tua itu tenang.
Jari-jarinya kini kembali pada kesibukan lamanya ; membersihkan gelas-gelas.
“Aku dapat melihat jelas isi kepalamu, kau mengkhawatirkan Ian, juga beberapa
trauma yang masih menumpuk. Kau menumpuk semua itu hingga otakmu tidak berhenti
berpikir dan bertanya ‘apa yang bisa aku lakukan?’. Benar bukan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Anggukan kecil dari Eva membenarkan apa yang diucapkan oleh
Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Satu jentikan jari dengan jarak sedekat itu bisa memberi
efek kejut” bibir tua Mr. Wise kembali berbicara. “Dan saru kejutan cukup untuk
membuyarkan semua hal yang menumpuk di kepalamu, agar kau bisa berpikir lebih
tenang lagi”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva diam tidak menjawab, meski mungkin dia sangat ingin
menjawab. Dalam hati, gadis itu harus mengakui kejutan kecil dari Mr. Wise
telah membuat dirinya merasa sedikit rileks, seolah membuyarkan beban-beban
yang beberapa saat lalu membuntu pembuluh otaknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan kuceritakan sesuatu padamu, Eva”. Mr. Wise kembali
bicara, dia meletakkan gelas-gelasnya dan mengambil sebatang pipa hisap
berbahan keramik. Eva kembali memusatkan perhatiannya pada Mr. Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise tidak terburu-buru dengan ceritanya, setelah
membakar tembakau di pipanya dan menarik satu hisapan kuat baru dia bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Association, didirikan oleh tiga orang,” Mr. Wise memulai
ceritanya. “Tiga orang pengusaha dari tiga negara berbeda yang tidak puas
dengan sistem peradilan yang ada di dunia saat ini. Satu diantaranya berasal
dari Indonesia. Satu yang paling menonjol karena kejeniusannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memperhatikan kata demi kata yang meluncur dari bibir
tua Mr. Wise dengan seksama. Seakan Mr. Wise akan menceritakan sesuatu yang
sangat penting. Sekilas muncul dalam ingatan gadis cantik ini apa yang
dikatakan oleh Ian padanya, bahwa semakin banyak yang dia ketahui, akan semakin
berbahaya baginya. Meski menyadari bahaya itu, Eva tetap ingin mendengar cerita
Mr. Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dommi D Notohadiningsat adalah orangnya. Sampai sekarang,
kejeniusannya tidak dapat ditandingi oleh siapapun, baik dalam strategi,
kemampuan manajemen, ilmiah, bahkan penggunaan senjata. Dia jadi sosok yang
paling disegani di Association.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apakah…” Eva memotong ucapan Mr. Wise. Untuk beberapa detik
keraguan tampak di wajahnya. “Apakah kau akan membunuhku setelah ceritamu ini?”,
ujarnya dengan nada yang sedikit bergetar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise tersenyum samar, menghisap pipanya dan menggeleng.
“Itu tergantung apa yang akan kamu lakukan”, jawabnya diplomatis. “Sekarang,
biarkan aku menyelesaikan ceritaku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengangguk, sekali lagi raut wajahnya berubah, ada
kelegaan tergambar di wajah gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dommi punya andil besar dalam mengembangkan jaringan
Association. Kejeniusannya itu luar biasa, dan itu menurun ke garis-garis
keturunannya. Tidak perlu waktu lama bagi keturunan-keturunannya untuk
menguasai apa yang diajarkan oleh Association”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekali lagi Mr. Wise berhenti untuk menghisap pipanya, asap
putih pekat menghembus dari kedua lubang hidungnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan dia memilih Rose sebagai penanda garis keturunannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu anggukan kembali dilakukan oleh Eva, kini gadis itu
mengerti siapa Silent Rose sebenarnya. Codename Silent Rose menandakan bahwa
Ian adalah keturunan dari Dommi D Notohadiningsat, sang jenius.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, Silent Rose adalah garis keturunannya. Saat ini,
Association dipimpin oleh tujuh director sebagai pimpinan tertinggi. Hanya dua
diantaranya yang memiliki darah tiga pendiri Association.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa bisa begitu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu keinginan Dommi sendiri. Sepertinya dia lebih menikmati
kerja lapangan dibanding berada di belakang layar. Itu juga yang menjadi
asal-usul nama tumbuhan digunakan sebagai nama akhir pada codename agen tipe
A”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi bukankah seharusnya Ian mendapat perlakuan khusus?,
dia keturunan pendiri?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu juga keinginan dari Dommi. Tidak peduli dimanapun
mereka ditempatkan, para jenius tetap akan menjadi jenius. Itu darahnya, blood
of roses”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lalu… kenapa menceritakan ini padaku?”, Eva mulai bertanya
tentang maksud sebenarnya Mr. Wise menceritakan cerita ini padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Karena kau tampak sangat mengkhawatirkan Ian”, Mr. Wise
menjawab pertanyaan Eva dengan santai. “Kau tidak tahu kan, kalau kau sedang
mengkhawatirkan seorang jenius? Seseorang yang memiliki blood of roses.
Percayalah… kau hanya membuang-buang enerjimu dengan mengkhawatirkannya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dahi gadis itu mengernyit, tampak jelas dia kurang setuju
dengan apa yang baru saja disampaikan Wise Crow. Ian mungkin memang seorang
jenius, tapi bukankah seorang jenius juga bisa mati?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebelum kau menyanggah ucapanku, gadis manis…” Crow berkata
setelah membaca niat Eva untuk protes. “Katakan kalau pendapatku salah, tapi
menurutku kau mengkhawatirkannya karena kau memiliki perasaan khusus padanya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mata Eva mendadak berubah arah, menghindari tatapan mata tua
Mr. Wise, mencoba menyembunyikan rasa grogi yang tiba-tiba menyergapnya setelah
mendengar pernyataan Mr. Wise yang tanpa tedeng aling-aling.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah kuduga aku benar” Mr. Wise mengucapkan kata itu tanpa
rasa bersalah telah membuat Eva salah tingkah dengan pernyataannya. “Apa Ian
menceritakan padamu seberapa kedekatan antara aku dan dia?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menggeleng, dia masih terlalu grogi untuk bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku dan Ayahnya, Airul Hutomo, Silent Rose sebelumnya,
adalah sahabat kental. Yah, sejak Ayahnya meninggal, aku sudah menganggap Ian
sebagai putraku sendiri”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ehm… bagaimana dengan keluarga anda?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise diam sejenak, pertanyaan Eva tampak menahan suara
pria tua itu tepat di tenggorokannya. Eva tidak menyadari itu, pria tua itu
kembali menguasai diri hanya dalam hitungan detik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seperti yang kau lihat, aku tidak memiliki keluarga.
Istriku meninggal saat melahirkan, bersamaan dengan anak yang dikandungnya,
hanya beberapa hari sebelum Ian lahir”. Jawab pria tua itu dengan tenang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perasaan bersalah kini menyergap Eva, gadis itu menunduk dan
meminta maaf.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu adalah takdir, kau tak perlu minta maaf” jawab Mr. Wise
kalem.”Sekarang, biar kuceritakan padamu kisah tentang dua sahabat”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise mulai bercerita tentang masa lalunya, bagaimana
persahabatannya dengan Airul Hutomo, Silent Rose sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak biasanya Wise Crow banyak bicara, mungkin sudah cukup
lama sejak pria tua itu berbagi pengalaman dengan orang lain, dan kali ini Eva
larut dalam cerita pria tua itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa tahun yang lalu<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Udara di kawasan puncak, Bogor malam itu terasa sangat
dingin. Namun dingin itu tidak terasa di sebuah villa milik Airul Hutomo, Ayah
Ian. Villa itu telah berdiri cukup lama, namun bagian-bagian bangunan villa itu
selalu direnovasi, seakan pemiliknya tak ingin bangunan yang jarang
dikunjunginya itu menjadi bangunan yang out of date. Malam ini, beberapa mobil
tampak memenuhi halaman parkir villa tersebut yang memang cukup luas. Villa itu
sendiri dapat dibilang cukup terpencil, karena akses jalan menuju tempat itu
kebanyakan masih berupa jalan tanah yang berkelok-kelok. Untuk mencapai
bangunan tersebut masih memakan waktu sekitar dua jam dari jalan beraspal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kondisi itu tetap dipertahankan oleh keluarga Silent Rose
selama bertahun-tahun. Villa keluarga ini masih kerap mereka kunjungi barang
sekali atau dua kali setahun. Sepasang suami-istri, Mang Oyik dan Lik Marni
tinggal beberapa meter dari pagar terluar villa tersebut. Mereka diperbantukan
untuk merawat dan membersihkan villa tersebut. Layaknya bangunan itu, tugas
untuk merawat villa pun diturunkan dari generasi ke generasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malam itu adalah malam tersibuk dalam kehidupan Mang Oyik
maupun Lik Marni, karena Airul Hutomo yang kini memegang hak kepemilikan atas
villa tersebut mengundang beberapa koleganya ke sana. Seluruhnya adalah anggota
Association yang bertugas di wilayah Asia Tenggara. Beberapa diantara mereka
adalah warga negara keturunan, Wise Crow tampak diantara para tamu, sedang
berbincang-bincang dengan Airul dan seorang gadis cantik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku masih ingat bagaimana kesalnya saat pertama kali ke
tempat ini,” Adorable Starfruit, seorang gadis cantik dengan darah campuran
Korea – Sunda berkata. Gadis itu terlihat anggun dan cantik dengan balutan gaun
ungu yang punggungnya terbuka. Sesuai codename yang diberikan padanya, gadis
itu memiliki bentuk tubuh yang sangat sexy, tiap lekukannya seolah dapat
membius mata yang memandangnya. Tidak hanya itu, rambut hitam panjang yang
tergerai lurus hingga punggung menambah keanggunannya. Jika saja kewaspadaan
tidak diajarkan dalam karantina Association, pasti tidak ada yang menyangka
bahwa gadis secantik itu adalah pembunuh berdarah dingin yang paling berbahaya
di Asia, peringkat kedua setelah Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, aku masih ingat kau berkali-kali mengumpat saat aku
menyetir” Wise Crow menyahut. Jelas dia belum setua saat Ian hadir, Wise Crow
masih terlihat tampan dengan wajah setengah bulenya yang tampak bersih terawat.
Jika dibandingkan dengan masa tuanya, hanya hidung betetnya yang tidak banyak
berubah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hahaha, jujur sebenarnya aku bisa saja memperbaiki jalan
itu” jawab Airul sambil tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi tentu saja itu akan tidak menguntungkanmu kan? Rose?”,
seorang pria bergabung dengan mereka, seorang pria yang kumisnya membuat dia
tampak beberapa tahun lebih tua dari usianya saat ini. “Jika jalan itu
diperbaiki, ada kemungkinan beberapa orang akan sering melewatinya” tambah pria
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau benar sekali, Noisy Cannary.” Jawab Airul sambil
menjabat tangan Noisy Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Semua orang tahu itu,” nada Wise Crow terdengar cukup
sinis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimana orang tua itu?” Noisy Cannary bertanya tanpa
mengindahkan ucapan Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“siapa yang kau maksud?, Cautious Hawk? Pair-up ku?” Airul
bertanya balik. “Kurasa dia sedang menyendiri di dekat kolam renang di belakang
villa. Kau tahu dia tidak begitu suka berkumpul dengan banyak orang, apalagi
sesama anggota Association.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah… orang itu selalu berhati-hati, dia masih saja
berpikir semua orang itu berbahaya, bahkan sesama anggota Association.”
Adorable Starfruit menjawab, membuat semua yang ada disitu tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bahkan setelah kita ber pair-up cukup lama pun dia masih
saja menganggapku berbahaya”, timpal Silent Rose,<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lantas kapan kau akan menyudahi pair-up mu dengan orang tua
itu dan berpasangan denganku?”, tanya Noisy Cannary kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hoho… kau masih ingin pair-up denganku? Kupikir kombinasi
diam (Silent) dan berisik (Noisy) bukan kombinasi yang bagus.” Jawab Airul
setengah bercanda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi sekarang aku harus menyalahkan Association karena
memberiku codename ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kupikir kau harus menyalahkan mulutmu yang terlalu
mengumbar rencana dan informasi.” Wise Crow menimpali ucapan Noisy Cannary
masih dengan nada yang sinis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh sudahlah, kapan kalian akan akur dan melupakan masalah
rencana yang bocor itu?” Adorable Starfruit mencoba mencairkan suasana. Gadis
itu menggamit lengan Wise Crow dengan mesra.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada masa itu, Association masih menggunakan sistem pair-up,
dimana seorang agen tipe A harus berpasangan dengan seorang agen tipe B dalam
melaksanakan suatu case. Mereka berhak memilih pair-up masing-masing, kecuali
jika ada perintah dari Association yang mengharuskan seseorang ber-pair-up
dengan agen yang ditentukan oleh Association. Sistem kerjanya sederhana, agen
tipe B bertanggung jawab atas perlengkapan, informasi, dan strategi yang
digunakan. Dan agen tipe A melaksanakan strategi tersebut. Keberhasilan dari
sebuah case bergantung dari kecerdasan agen tipe B dan ketangkasan agen tipe A.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow adalah pair-up Adorable Starfruit. Mereka adalah
kombinasi yang baik, Adorable Starfruit mungkin tidak memiliki ketangkasan dan
kecerdasan yang dimilikiSilent Rose. Blood of Roses yang dimiliki Airul Hutomo
dibuktikan dengan ketangkasan dan kecerdasan yang tidak bisa disetarakan dengan
agen-agen tipe A maupun tipe B. Meski tidak setangkas Silent Rose, kecerdasan
dan ketelitian yang dimiliki Wise Crow melengkapi kekurangan Adorable
Starfruit. Mungkin itu yang membuat Adorable Starfruit jatuh cinta pada Wise
Crow. Ya, selain dikenal sebagai pair-up mereka diketahui memiliki hubungan
khusus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Airul Hutomo, sang Silent Rose sendiri lebih memilih
Cautious Hawk sebagai pair-up nya. Cautious Hawk sudah berumur cukup tua,
dulunya dia adalah pair-upBleeding Rose, kakek Ian. Mungkin kemampuan Cautious
Hawk tidak terlalu menonjol, apalagi di usia tuanya. Namun dengan memiliki
Blood of Roses sebagai pair-up mampu mengangkat eksistensi Cautious Hawk di
mata Association. Lagipula, bagi para jenius seperti keluarga Rose, mereka
hanya membutuhkan orang yang mampu mencari informasi dan perlengkapan. Soal
strategi, mereka dapat menciptakan satu strategi yang seringkali lebih baik
dari apa yang disiapkan para agen tipe B.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kadang melibatkan perasaan dalam pekerjaan merupakan sebuah
kesalahan, itu yang menyebabkan Wise Crow menyimpan amarah pada Noisy Cannary.
Dalam sebuah case yang diambil oleh Wise Crow – Adorable Starfruit, Noisy
Cannary melakukan kesalahan dengan membocorkan informasi tentang strategi yang
akan mereka gunakan. Kesalahan itu sempat menempatkan Adorable Starfruit dalam
bahaya, Wise Crow harus merelakan pujaan hatinya digilir bergantian oleh
segerombolan yakuza demi menyelesaikan case tersebut. Beruntung, Association
masih menganggap kesalahan Noisy Cannary dapat dimaafkan. Tapi jelas, maaf
bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan mudah pada Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berkali-kali Wise Crow mengajukan protes tertulis pada tujuh
direktor (pimpinan tertinggi Association) yang menuntut agar Noisy Cannary
dihukum, namun protesnya hanya menghasilkan teguran keras bagi Wise Crow
sendiri. Wise Crow dinilai meragukan kebijakan tujuh director, hampir saja Wise
Crow menempatkan dirinya dalam bahaya, jika tidak dibantu oleh sahabat
kentalnya, Silent Rose. Silent Rose memberi pernyataan tertulis bahwa
Association akan sangat dirugikan jika harus kehilangan agen sehebat Wise Crow.
Wise Crow tidak bisa melakukan apa-apa lagi, Noisy Cannary masih dapat
beroperasi di depan matanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Airul merasa sedikit lega saat Noisy Cannary beranjak ke
kolam renang di belakang villa. Setidaknya hal itu akan mengurangi ketegangan
yang sempat terjadi diantara mereka. Adorable Starfruit sendiri telah mengambil
tindakan yang baik untuk menenangkan Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seharusnya orang itu dihukum mati” bibir Wise Crow bergetar
pelan, matanya tidak lepas dari sosok Noisy Cannary yang mulai tak terlihat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Suatu saat nanti mungkin…” jawab Silent Rose dengan tenang.
“Sekarang, biarkan dia berkicau sesukanya, sampai ajal membungkamnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pandangan mereka bertiga teralih ke ambang pintu, dimana
seorang pria berbadan kekar masuk ke dalam ruangan. Badan penuh otot pria itu
senada dengan rambut wajah yang membuatnya terlihat makin bengis. Airul
tersenyum melihat pria itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kupikir kau tidak akan datang.” Ucap Silent Rose sambil
menyalami pria tersebut<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tetap berotot seperti biasanya, Franginpani. Aku tidak
habis pikir berapa steroid yang kau habiskan.” Wise Crow kini bergantian
menjabat pria kekar tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini alami Crow. Kau tahu itu, laki-laki adalah lambang
kekuatan. Harusnya kalian melatih tubuh kalian juga.” Jawab Lazy Franginpani.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh! Aku sudah cukup puas dengan tubuhku,” seloroh Silent
Rose sambil bercanda. “Lebih puas lagi dengan ini.” Tambahnya sambil menunjuk
ke kepalanya, merujuk ke daya pikirnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku rasa Starfruit akan setuju denganku, bukan begitu? Nona
Crow?” Lazy Franginpani mencoba mendapatkan dukungan dari satu-satunya wanita
yang ada diantara mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adorable Starfruit tertawa, “Aku cukup puas dengan apa yang
kumiliki.” Jawab gadis cantik itu sambil memeluk lengan Wise Crow makin erat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan aku yakin, Crow juga puas dengan apa yang kau miliki.”
Kelakar Lazy Franginpani sambil menggerakkan kepalanya seolah memperhatikan
tubuh Adorable Starfruit yang indah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh.. sangat puas pastinya.” Wise Crow menjawab sekenanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara keempat orang itu bercengkerama, di tepi kolam
renang di belakang villa seorang pria tua tampak asyik menghisap pipa tembakau
berbahan keramik miliknya. Asap putih yang keluar dari bibir tuanya mengepul
membaur sebelum lenyap di gelapnya langit malam. Pria tua itu, Cautious Hawk
menoleh cepat saat mendengar langkah kaki mendekatinya, sebuah pendengaran yang
sangat baik bagi orang seusianya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lima meter” ucap Cautious Hawk saat melihat sosok Noisy
Cannary mendekatinya. “Kau tidak bisa lebih dekat lagi denganku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh ayolah Pak tua, aku tidak membawa senjata, dan aku bukan
agen tipe A” jawab Noisy Cannary. Wajahnya menunjukkan keramahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu justru lebih berbahaya” sergah pria tua itu. “Agen tipe
A butuh senjata untuk membunuh, tapi kita agen tipe B bisa membunuh tanpa
mengotori tangan kita sendiri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baiklah kalau begitu,” Noisy Cannary mengalah, dia mengerti
betul, tidak ada gunanya beradu pendapat mengenai kewaspadaan dengan orang
seperti Cautious Hawk. Dalam hal ini, Noisy sedikit iri karena Cautious Hawk
diperhitungkan oleh Association, hanya karena dia menjadi pair-up keluarga Rose
selama dua generasi. Noisy Cannary berpikir, seandainya bukan orang tua itu
tidak menjadi pair-up orang yang memiliki Blood of Roses, mungkin dia hanya
agen tipe B kelas teri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Setidaknya lemparkan satu kursi untukku, kau tidak berpikir
untuk membiarkan aku kelelahan berdiri kan?” ujar Noisy Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cautious Hawk menatap Noisy Cannary sebelum menendang sebuah
kursi plastik ke arahnya. Tanpa banyak bicara Noisy mengambil kursi tersebut
dan duduk di atasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selamat atas case terakhirmu, dua belas case dalam setahun,
kalian luar biasa.” Noisy memulai basa-basinya yang terlambat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau datang untuk memujiku atau menyindirku?” Cautious Hawk
berkata tanpa ekspresi. Wajah tuanya sangat sulit untuk ditebak. “Kita semua
tahu case-case itu bukan karena keberadaanku, melainkan karena Blood of Roses”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh tidak, aku yakin meski memiliki Blood of Roses, tetap
saja membutuhkan seorang agen tipe B”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berarti kau belum mengenal para Roses…” wajah tua Cautious
Hawk tampak tidak senang dengan apa yang menjadi bahasan mereka saat ini. “Para
jenius sialan itu tidak membutuhkan siapapun, kecuali hanya sebagai pelengkap
karena peraturan sistem kerja yang ditetapkan Association. Dan kudengar,
Association akan menghapuskan sistem pair-up”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau informan yang sangat baik. Tujuh direktor memang sedang
mempertimbangkan sistem kerja yang baru. Kudengar salah satu dari mereka
menganggap agen-agen tipe A layak diberi sedikit kebebasan. Yah… selama ini
mereka selalu menjadi kepanjangan tangan kita, para agen tipe B”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kecuali aku tentunya…” Cautious Hawk memandang ke air kolam
yang sangat bening dan tenang, beberapa bagian air tersebut membiaskan cahaya
bulan, membuatnya membentuk sinar biru yang bergoyang-goyang pelan. “Aku jadi
seperti pembantu bagi mereka.” ujarnya kemudian sambil tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam hati Noisy Cannary membenarkan hal itu. Selama ini
Cautious Hawk memang hanya melakukan tugas sebagai pembantu Silent Rose. Dan
sebenarnya, itulah yang Noisy Cannary inginkan. Dia ingin bisa menjadi pair-up
Silent Rose. Namanya akan dapat terangkat tanpa harus melakukan atau memikirkan
banyak detail. Dan lagi, menjadikan agen tipe A nomor satu yang disegani atas
Blood of Roses-nya jelas akan memberinya rasa aman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa kau tidak merencanakan untuk pensiun?” tanya Noisy
Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pertanyaan Noisy sedikit menyinggung perasaan Cautious Hawk.
Itu ditunjukkannya dengan tatapan tajamnya pada Noisy Cannary. Namun Hawk tahu
benar, Noisy punya kelebihan dalam memprovokasi lawan bicaranya. Kemampuan dan
daya pikir Noisy Cannary memang rendah, namun kemampuan provokasi dan
persuasifnya sangat tinggi. Menuruti emosi dan harga diri bukanlah sesuatu yang
baik bagi orang setua Cautious Hawk. Dalam duel fisik, jelas Noisy lebih
unggul.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin beberapa saat lagi aku akan pensiun. Kenapa kau
menanyakan itu? Kau ingin menggantikan posisiku? Menjadi pair-up Silent Rose?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.. setidaknya aku akan mencobanya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jawaban Noisy Cannary yang jujur membuat Hawk tertawa, tawa
yang meremehkan. Di mata Hawk, jelas Noisy Cannary bukan orang yang layak untuk
menjadi pair-up Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bermimpi terlalu jauh, Cannary…” Hawk menjawab sambil
tertawa. “siapapun tahu, kombinasi berisik (Noisy) dengan diam (Silent) tidak
akan pernah cocok.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak jauh dari Noisy Cannary dan Cautious Hawk, di sisi
kolam yang lain, dua sahabat kental; Silent Rose dan Wise Crow sedang menikmati
minumannya. Wise Crow menatap geram ke arah Noisy Cannary dan Cautious Hawk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pengicau itu pasti sedang berkicau di depan Hawk. Merajuk
agar dia bisa ber pair-up denganmu.” Ujar Wise Crow sinis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh itu takkan terjadi. Aku tidak akan menjadikan orang yang
tidak bisa dipercaya sepertinya sebagai pair-up ku.” Jawab Airul Hutomo kalem.
“Ngomong-ngomong Wise, kau belum menjelaskan padaku, kenapa pada waktu
karantina kau berusaha mati-matian untuk menjadi agen tipe B? bukan menjadi
tipe A sepertiku?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa harus jadi sepertimu, Rose?” Wise Crow bertanya
balik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yah… tadinya kupikir kita akan selalu bersama, menikmati
persaingan-persaingan kecil kita seperti dulu. Lalu saat kau memilih untuk
menjadi agen tipe B, kupikir kau melakukannya agar bisa menjadi pair-up ku.
Nyatanya kau malah memilih Adorable Starfruit.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukankah sekarangpun kita sedang bersaing Rose?, dengan
pair-up kita masing-masing. Bersaing untuk menjadi yang terbaik di Asia?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm… Kupikir tadinya kau ingin menjadi pair-up ku. Tapi
kupikir wajar jika kau memilih Starfruit, siapa sih yang bisa menolak pesona
seorang Adorable Starfruit?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tertawa mendengar pernyataan sahabat kentalnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan… bukan. Well.. memang dia mempesona dan aku bodoh
jika tidak jatuh cinta padanya setelah dia jatuh hati padaku. Tapi itu bukan
alasanku berusaha menjadi agen tipe B. Aku juga tidak menjadi agen tipe B hanya
karena ingin menjadi pair-up mu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah kuduga kau punya alasan lain,” Silent Rose menajamkan
tatapannya pada Wise Crow. “Dan pastinya itu alasan yang menarik.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tawa kembali keluar dari mulut Wise Crow. “Kau ingat
bagaimana persaingan-persaingan kita dulu saat masih kecil? Bagaimana kita
saling mencoba menjadi yang terbaik?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya, itu sangat menyenangkan.” Jawab Airul Hutomo mengingat
bagaimana persaingan demi persaingan justru membuat mereka makin akrab. Tidak
peduli siapa yang lebih unggul, pada akhirnya mereka selalu tertawa bersama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ingat bahwa kau pernah mengatakan kau ingin menjadi ahli
kimia yang hebat? Bahwa kau ingin menciptakan sebuah serum yang luar biasa yang
akan mengejutkan semua orang?” Wise Crow mengingatkan Silent Rose tentang apa
yang pernah dikatakannya. Airul mengangguk pertanda bahwa dia ingat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau telah berhasil dengan menyempurnakan serum kejujuran.
Apa kau masih ingat apa yang aku ucapkan untuk menyaingimu saat itu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini Airul menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau kau akan menciptakan serum terhebat yang pernah
diciptakan, maka aku akan menciptakan sebuah pertunjukan trik yang paling hebat
yang pernah ada, yang penuh tipuan, jebakan dan intrik”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh ya aku ingat!”, kini Airul mengingat apa yang diucapkan
Wise Crow dulu. “Jadi kau menjadi agen tipe B untuk itu? agar bisa membuat
strategi yang hebat? Wah.. aku tidak sabar melihatnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua sahabat kental itu tertawa bersamaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau sih sudah berhasil dengan serum kejujuranmu yang tak dapat
ditawar oleh obat penawar apapun” ujar Wise Crow kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau salah Crow…” sebuah senyum muncul di wajah Airul Hutomo
sang Silent Rose. “Aku belum selesai, serum kejujuran itu hanya pembuka.
Sebentar lagi, serum yang aku maksudkan akan sempurna, sebuah serum yang tidak
pernah dipikirkan oleh ahli kimia manapun!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow ikut tersenyum melihat sahabat kentalnya
tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita akan menggetarkan dunia dengan kejutan kita.” Ujar
Wise Crow sambil mengangkat gelasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedua sahabat itu bersulang sambil tertawa riang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Serum apa yang dimaksudkan itu?”, Eva bertanya saat Wise
Crow tua menyelesaikan ceritanya. Mr. Wise hanya menggeleng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak tahu, kami tidak pernah sempat menyelesaikan
persaingan kami.” Jawabnya pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan kau? Trik hebat yang kau ciptakan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. aku membuat banyak trik hebat” Mr. Wise sedikit
tersenyum saat mengingat trik-trik yang telah digunakannya. “Namun tanpa adanya
saingan, itu semua terasa sedikit hambar.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa tidak menjadikan Ian pair-up mu?, kalian akan
menjadi pasangan hebat.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sistem pair-up sudah dihapuskan,” jawab Mr. Wise dingin.
“Aku yang bersikeras agar sistem itu dihapuskan, aku dan Silent Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa? Bukankah itu sistem yang baik?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise tidak segera menjawab, dia menatap mata Eva
lekat-lekat. “Akan kuceritakan bagian yang paling menarik, yang menyebabkan
mengapa aku dan Silent Rosemenuntut sistem pair-up dihapuskan. Silent Rose
sebelumnya, Ayah Ian, adalah pair-up ku yang terakhir.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian pernah ber pair-up??. Tapi bagaimana dengan Adorable
Starfruit? Istrimu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia bukan istriku…” kesedihan tergurat samar di wajah tua
Mr. Wise. “dengarkan baik-baik, akan kuceritakan mengapa”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva kembali memusatkan perhatiannya pada apa yang akan
diceritakan oleh Wise Crow. Sesuatu tentang apa yang menyebabkan Association
merubah sistem kerjanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mr. Wise muda tersenyum melihat seorang gadis cantik sedang
duduk termenung di beranda sebuah kamar hotel, mengenakan T-shirt kuning
berukuran besar sebagai satu-satunya penutup tubuh, gadis cantik itu menatap
kosong pada pemandangan malam kota Singapore yang terhampar di hadapannya.
Gadis itu menoleh saat Mr. Wise mendekat dengan dua buah gelas di tangannya.
Wise Crow memberikan sebuah senyuman, gadis itu menatapnya tanpa ekspresi
sebelum kembali membuang muka. Dia tampak cukup kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh Ayolah Pristy…” Wise Crow berhenti tepat di samping
gadis itu. “Kau tahu kau bisa menyiksaku dengan sikap seperti itu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis bernama Pristy itu tidak menjawab, kesal dapat
terlihat di sela-sela wajah cantiknya. Herannya, gadis itu malah terlihat
anggun saat kesal. Bibir tipisnya sedikit mencibir, menunjukkan bahwa dia
benar-benar kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lagi-lagi kau yang bermain” gadis itu mengeluh. Sesekali
angin malam meniup lembut rambut hitam gadis itu, membuat ia tampak semakin
cantik. Sekali lagi Wise harus mengakui bahwa tidak seorangpun akan mengira
gadis yang bernama Pristya ini adalah seorang pembunuh handal yang menyandang
codename Adorable Starfruit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi karena itu kau akan menolak segelas wine yang kubawa?”
nada suara Wise muda terdengar lembut dan tenang. Gadis itu masih tetap diam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bahkan jika yang kutuangkan ini adalah wine paling berharga
yang pernah ada?” tanya Wise muda sekali lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adorable Starfruit mengalihkan pandangannya ke gelas berisi
wine yang disodorkan oleh Wise Crow. Untuk beberapa saat dia mencoba menangkap
apa yang membuat Wise Crow menyebut wine itu sebagai wine paling berharga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan apa yang membuatnya jadi sangat berharga?” akhirnya
gadis cantik itu memilih untuk bertanya langsung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wine ini baru berumur tiga tahun, disimpan di sebuah ruang
bawah tanah di gudang anggur milik keluarga Landeron, langsung disuling setelah
dipetik dari kebun anggur milik keluarga Landeron, tepat di tepi sungai
Gironde, Bordeaux, France. Buah anggur itu dipetik sendiri oleh seorang pria dan
seorang gadis, beberapa jam sebelum sang gadis menerima cinta sang pria”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semu merah terlihat di wajah Pristy saat mendengar
penjelasan dari Wise Crow. Ingatannya sejenak terlempar ke tiga tahun lalu,
dimana dia dan Wise Crow menjalankan case di Bordeaux, France. Saat itu Wise
menyatakan perasaannya, dan untuk menjaga gengsi, Pristy mengajukan sebuah
syarat, dia akan menerima cinta Wise hanya jika Wise berhasil memetik dengan
tangannya sendiri tiga ribu tujuh ratus tiga puluh tiga buah anggur dalam sehari.
Pristy sudah siap untuk menerima jika Wise gagal -dia sendiri tidak berpikir
Wise sanggup melakukan itu- namun yang terjadi justru sebaliknya, Wise berhasil
memetik buah anggur dengan jumlah yang tepat. Bahkan Pristy sempat mengambil
beberapa buah secara acak untuk diuji sidik jari yang ada pada anggur tersebut.
Hal itu sempat membuat Pristy kesal meski dari awal dia memang berniat menerima
Wise Crow menjadi kekasihnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau menjadikannya wine?” gadis itu kini tersenyum, seolah
kesalnya hilang begitu saja. Dia mengambil gelas yang disodorkan oleh Wise
Crow. “Kau ini…” ujar Pristy, senyuman itu adalah pertanda bahwa Wise Crow
berhasil meluluhkannya, entah untuk yang ke berapa kali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan sedikit masam kurasa, usia wine itu belum cukup tua.”
Jawab Mr. Wise.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedua pasangan itu bersulang, menikmati wine di gelas
masing-masing. Wise mengambil tempat di sebuah kursi tepat di samping Pristy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Maaf kalau aku membuatmu kesal.” Ujar Wise Crow lembut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau selalu begitu… aku jadi merasa masa karantina yang
kulalui mati-matian jadi tidak berguna. Kapan kau akan membiarkanku menunjukkan
kemampuanku yang sebenarnya?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menjaga keselamatan orang yang aku cintai adalah prioritas
utamaku. Aku tidak ingin mengambil resiko dengan berdiskusi sehingga rencana
yang kubuat bisa bocor. Jika kau harus mengalami hal seperti itu lagi… aku bisa
saja mengakhiri hidupku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak boleh begitu…” Pristy mengusap pipi Wise Crow
dengan lembut, memberinya sebuah tatapan yang sangat dalam. “bahaya adalah
pekerjaan kami, agen tipe A. Jadi berjanjilah kau akan tetap hidup apapun yang
terjadi padaku, tetaplah hidup hingga kau berhasil meraih impianmu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan lebih indah jika impian itu terwujud saat kau
disisiku.” Jawab Mr. Wise lembut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pristy tidak menjawab kalimat Wise Crow. Gadis cantik itu
menatap dalam-dalam ke mata pria yang telah merebut hatinya. Sosok pria yang ia
kagumi karena kecerdasan, ketenangan, keromantisan dan kedewasaannya. Wise
membalas tatapan mata Pristy dengan tatapan yang hampir sama dalamnya. Keadaan
hening sesaat, sebelum mata mereka terpejam, sesaat sebelum bibir mereka beradu
lembut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada kata yang keluar, tidak ada musik yang terdengar,
namun dua insan yang dimabuk asmara itu menggerakkan tubuh mereka sedikit,
meliuk serasi mengikuti arah gerakan bibir satu sama lain. Mereka berciuman
dengan lembut dan dalam, tanpa suara lain selain dengusan nafas yang terdengar
lirih. Pristy mengalungkan tangannya ke leher Wise Crow, di lain pihak, Wise
melupakan segelas wine di hadapannya dan memberikan satu ciuman terbaik yang
pernah dialaminya. Tidak sepatah katapun keluar dari bibir mereka, tanpa
aba-aba mereka bergerak serasi, seolah ada sebuah kalimat yang tersampaikan
kala lidah keduanya bertemu, saling menggoda di dalam rongga-rongga mulut kedua
insan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahhh…” ciuman itu terlepas dan berganti dengan lenguhan
kala Pristy merasakan sebuah remasan pada buah dadanya. Tubuhnya merespon
dengan baik, menghantarkan kenikmatan yang menjalar cepat di seluruh tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mengetahui ciuman mereka terlepas, Wise memindahkan bibirnya
ke leher putih sang gadis, membuat gadis cantik itu bergidik kala merasakan
hembusan hangat nafas Wise pada kulit lehernya. Sebuah desahan keluar dari
bibir cerah Pristy kala Wise mulai mencium dan menghisap leher gadis itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Desahan itu berubah menjadi erangan saat jari jemari Wise
Crow berhasil menyusup ke balik kaos longgar Pristy. Gadis itu menahan tangan
Wise Crow tepat sebelum jari Wise Crow menyentuh salah satu titik sensitifnya ;
puting payudaranya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak akan membiarkanmu membuatku kedinginan” Pristy
mengerling sambil beranjak dari kursinya. Gadis cantik itu berjalan menggoda
meninggalkan beranda. Paham bahwa gadis itu tengah mengundangnya, Wise Crow
mengikuti sang gadis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lantunan musik klasik menjadi saksi saat kedua insan yang
dimabuk asmara itu bergumul di atas ranjang, Sesekali Pristy mengerang kala
jari-jemari kekasihnya bermain di bibir-bibir liang kewanitaannya. Tak ada lagi
kain yang menempel di tubuh indah gadis itu, begitu juga halnya dengan keadaan
Wise Crow saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow menghentikan ciumannya saat dia merasa jarinya
sudah cukup basah oleh cairan pekat yang keluar dari organ intim Pristy, dengan
lembut dia membelai dan membuka kedua paha mulus gadis cantik itu. Wise Crow
memindahkan tubuhnya setengah menindih Pristy, gadis cantik itu memberikan
pandangan sayu yang menggemaskan kala Wise Crow mengarahkan penisnya, bersiap
untuk memasuki tubuh indah sang gadis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nyaris bersamaan, kedua insan itu mendesah. Mata keduanya
terpejam, Wise Crow mendorong kejantanannya perlahan demi perlahan, seolah
takut gerakannya akan menyakiti Pristy. Tubuh telanjang Pristy sedikit
melengkung saat merasakan sebuah benda yang panjang dan keras menggesek dinding
kewanitaannya, memberikan rangsangan akibat gesekan, semakin dalam Wise Crow
masuk, semakin kuat sinyal yang dikirimkan oleh dinding-dinding kewanitaan
gadis itu. Membuat bibir gadis itu mengerang tertahan atas kenikmatan yang sukar
dilukiskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah erangan terlepas dari bibir cerah Pristy, Wise Crow
memberi gadis itu kesempatan untuk beradaptasi dengan penisnya yang telah masuk
seluruhnya. Saat Pristy membuka mata, dia menemukan Wise Crow yang
memandangnya, seolah meminta ijin untuk melanjutkan apa yang tengah
dilakukannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Pristy mengangguk, entah kenapa gadis itu melakukannya. Wise
Crow menangkap apa maksud kekasihnya, dan mulai menggerakkan pinggulnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh…hh…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu kembali mengerang nikmat. Wise Crow menggerakkan
pinggulnya dengan lembut, seolah sedang mengayuh sesuatu, sesekali pria itu
mengerang, menerjemahkan kenikmatan yang ia rasakan kala batang kejantanannya
melesak masuk. Wise Crow menatap gadis yang sedang dipacunya. Wajah putih
Pristy bersemu merah, matanya terpejam dan bibirnya terbuka sedikit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise terus mengayunkan pinggulnya dalam tempo yang teratur,
membuat buah dada Pristy terayun, Pristy tetap memejamkan mata, membiarkan Wise
Crow menggempur kewanitaannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ngh…” Satu lenguhan keras keluar dari bibir Pristy. Wise
tersenyum, dia tahu arti dari lenguhan tersebut. Pristy selalu melepaskan satu
lenguhan sebelum bergerak mengejar orgasmenya. Pengamatan Wise tepat, karena
beberapa detik kemudian, dia bisa merasakan gadis cantik itu mulai ikut menggerakkan
pinggulnya. Membuat tempo persetubuhan mereka semakin meningkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Desahan dan erangan Pristy terdengar kencang kala mereka
berdua saling mengayuh, Pristy melingkarkan tangannya ke leher Wise Crow,
membuat goyangan Wise Crow semakin bertenaga,buah dada indah gadis itu
berhimpitan rapat dengan dada bidang Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“ahh… lebih kencang…teruss…” ujar gadis cantik itu di
sela-sela desahannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tahu Pristy hampir mencapai orgasmenya, dan
sebagai kekasih yang baik, dia tidak akan membiarkan gadis itu menunggu. Wise
Crow mempercepat hujaman penisnya, membuat batang kejantanannya masuk lebih
dalam ke tubuh kekasihnya. Erangan Pristy semakin kencang, begitu juga dengan
gerakan pinggul gadis itu. Keringat membasahi tubuh keduanya, Pristy mendesah panjang,
sebuah desahan yang keras, mungkin lebih cocok di sebut jeritan yang tertahan.
Gadis itu memeluk erat tubuh Wise Crow, pinggulnya terangkat, seolah
menginginkan penis sang pejantan lebih dalam lagi. Tubuh gadis cantik itu
sedikit melengkung sebelum bergetar hebat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohhh!!...”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ayunan Wise Crow terhenti untuk sesaat, pria itu memberi
kesempatan pada kekasihnya untuk mereguk habis orgasmenya. Wise Crow dapat
merasakan bagaimana kepala penisnya seolah disemprot oleh cairan-cairan hangat
yang menyembur dari dalam kewanitaan Pristy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah gadis itu dapat mengatur nafas, Wise Crow mencabut
batang kejantanannya dan membalik tubuh Pristy. Tubuh gadis itu cukup mudah
dibalik karena dia sudah sangat lemas akibat orgasme yang baru saja melandanya.
Tanpa menunggu lama, Wise menindih tubuh tengkurap Pristy dan dengan bantuan
satu tangannya, kejantanannya kembali membelah bibir kewanitaan Pristy.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh..” Pristy mendesah lemah saat penis keras Wise Crow
kembali memasukinya. Wise tidak menunggu lama dan kembali memacu tubuh indah
sang gadis, pantat indah gadis itu terasa empuk dan kenyal saat perut bagian
bawah Wise Crow menumbuknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuh telanjang Pristy membujur tengkurap, kedua kaki gadis
itu berjajar rapat, terkunci oleh kedua kaki Wise Crow yang kini seolah
mengangkangi pantat bulatnya, dengan kaki yang lurus seperti ini, vagina gadis
itu jadi semakin sempit. Wise Crow menggempur pantat indah sang gadis dengan
bertenaga, membuat penisnya keluar-masuk dengan kencang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Benar saja, tidak lama kemudian Pristy menolehkan kepalanya
ke arah Wise Crow yang tengah menyetubuhinya. Mencoba melihat apa yang
dilakukan oleh Wise. Wise sendiri paham apa yang diinginkan oleh gadis cantik
itu, dia tahu betul ekspresi yang muncul di wajah Pristy adalah ekspresi ketika
gadis itu dekat dengan orgasmenya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tahan sebentar sayang…”, gumam Wise Crow sambil mempercepat
pompaannya. Desahan kembali terdengar dari keduanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh… gilaaa….” Pristy menjerit saat merasakan orgasmenya
meledak, tubuhnya terkunci oleh tubuh Wise Crow sehingga hanya bisa bergetar
saat orgasme melandanya. Wise Crow belum menghentikan genjotannya, pria itu
sudah sangat dekat dengan ejakulasinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh!!”, Pristy memekik kaget saat dengan tiba-tiba Wise
menghujamkan penisnya dalam-dalam, semburan sperma hangat kembali menghantarkan
orgasme pada tubuh gadis itu. Wise menggeram beberapa saat, menumpahkan seluruh
benihnya ke rahim sang gadis. Beberapa detik… sebelum keduanya ambruk dalam
kenikmatan yang melelahkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sinar mentari masih merangkak masuk kala Pristy membuka mata
indahnya, dengan malas gadis cantik itu bangkit, meregangkan otot-otot tangan
dan kakinya yang masih sedikit pegal atas aksi ‘pendakian’ semalam yang
melelahkan. Gadis itu menyapu seisi ruangan kamar mencoba mencari sosok yang
jadi pujaan hatinya. Keberadaan Wise Crow tidak terlihat di ruangan tersebut. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mengetahui ketidakberadaan kekasihnya tidak membuat Pristy
panik. Bagaimanapun, mereka bukan anak ABG yang langsung mendramatisir suasana
dengan pikiran-pikiran negatif. Gadis cantik itu menguap dan meregangkan otot
tangannya sekali lagi, saat itulah pintu kamar terbuka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selamat pagi cantik” sapa Wise Crow dengan senyum di
wajahnya. Pria itu sudah tampak rapi dan segar. Wise Crow masuk dan mendorong
pintu hingga tertutup dengan kakinya. Tentu saja sukar menggunakan tangan jika
kau sedang membawa nampan berisi makanan dengan kedua tangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pristy tersenyum manja kala kekasihnya meletakkan nampan ke
pangkuan sang gadis. Tampak segelas susu hangat dan sepotong sandwich di atas
nampan berbahan logam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sempat bertengkar dengan pegawai dapur restoran untuk
menyiapkan sandwich kesukaanmu ini, mereka tidak mengijinkan aku membuatnya
sendiri” ujar Wise sambil mencium kening kekasihnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dering ponsel seakan menjadi satu-satunya hal yang tidak
tepat di pagi yang penuh keromantisan ini, dengan malas Wise melangkah ke arah
meja tempat ponselnya berada. Wise Crow melihat sekilas sebelum memutuskan
untuk menerima panggilan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adorable Starfruit – Pristy baru akan mengunyah sandwichnya
saat ia melihat perubahan di ekspresi wajah kekasihnya. Untuk sesaat raut wajah
Wise Crow terlihat cukup tegang. Pristy menahan diri untuk tidak bertanya
hingga Wise menutup telepon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?” tanya Pristy khawatir. “Wajahmu terlihat cukup
aneh barusan”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Direct Assemble…” jawab Wise Crow. “aku harus terbang ke
Jerman”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh..” hanya itu yang keluar dari bibir cerah Pristy. Direct
Assemble adalah instruksi langsung agar berkumpul di tempat yang ditentukan.
Biasanya itu dilakukan jika ada Case yang cukup besar dan kritis, sehingga
memerlukan perlakuan khusus. Agen-agen yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan Case akan dikumpulkan untuk menentukan siapa yang akan berperan
pada Case tersebut. Sejak menyandang codename Wise Crow, baru kali ini Wise
Crow menerima panggilan untuk Direct Assemble.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pristy baru saja hendak mengucapkan agar Wise berhati-hati,
kata-katanya tertahan oleh dering ponselnya. Pristy menatap nama yang tertulis
di layar ponselnya lalu menatap ke arah Wise Crow sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepertinya bukan kau yang pergi, tapi KITA” ujar Pristy
riang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah kafe kecil di Jl. Schulstrabe, Sprakensehl-Jerman<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seorang pria dan seorang gadis turun dari sebuah mini bus,
dua orang itu mengenakan kacamata hitam di cuaca yang cukup dingin di Bulan
November. Mereka adalah Wise Crow dan Adorable Starfruit. Pristy bergelayut
manja ke lengan Wise sebelum mereka memasuki kafe kecil di pinggiran kota
Sprankensehl, Jerman. Sekilas Wise Crow membaca nama yang tertulis pada papan
tua di atas pintu masuk kafe tersebut. ‘Green File Café’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak butuh waktu lama bagi pasangan Wise Crow - Adorable
Starfruit untuk menemukan wajah yang dikenal oleh mereka di kafe tersebut.
Airul Hutomo, sang SilentRose terlihat duduk sambil menikmati segelas cappucino
hangat kesukaannya. Wise Crow juga dapat mengenali beberapa wajah lain disana.
Seorang pria kurus keturunan Jepang yang dikenalnya sebagai Quick Mushroom,
seorang negro yang terlihat cukup menyeramkan –yang ini adalah teman seangkatan
Wise Crow- Great Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ekspresi wajah Wise Crow sedikit berubah kala ia mengenali
sosok yang duduk di sudut ruangan kafe. Pria itu menatap balik Wise Crow sambil
tersenyum. Wise Crow mencoba untuk tidak menganggap pria itu ada. Pria itu
adalah sosok terakhir yang ingin ditemui oleh Wise Crow ; Noisy Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa aku terlambat?” tanya Wise Crow pada Rose. Mereka
berdua memilih duduk semeja dengan Airul Hutomo, Silent Rose generasi pertama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak, tapi kau yang terakhir.” Jawab Rose sambil
tersenyum. “Katakan Wise… sudah berapa lama kita tidak mengunjungi kafe ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah… ini adalah tempat favorit kita di musim dingin.
Karena hanya disini agen tipe A dan B yang masih dalam masa karantina bisa
berkumpul. Itupun hanya di musim dingin. Aku masih ingat saat kita duduk di
sudut ruangan dan mengomentari Agen-agen senior yang keluar-masuk tempat ini”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kudengar bulan depan kafe ini akan ditutup.” Ucap Silent
Rose lirih. “Sayang sekali, cappucino disini adalah yang terbaik.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan kubuatkan satu untukmu nanti… mungkin saat aku punya
kafe sendiri. Ngomong-ngomong, apa yang bangsat satu itu lakukan disini?” Wise
mendengus melihat ke arah Noisy Cannary.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Entahlah, mungkin kali ini Association butuh lebih banyak
Agen yang berasal dari Asia”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan lebih baik jika Cautious Hawk yang dipanggil.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh aku belum memberitahumu? Cautious Hawk sudah menyatakan
pensiun. Dia sudah tidak menyandang codename itu lagi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa?, jadi siapa pair-up mu sekarang? Jangan bilang kau
bersama si bangsat itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku belum cukup gila untuk menjadikan si berisik itu pair-up
ku.” Rose berkata tegas. “Aku belum menemukan pair-up. Tidak banyak Agen tipe B
yang mau diatur oleh agen tipe A.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pembicaraan dua sahabat itu terhenti saat seseorang keluar
dari pintu dapur kafe tersebut. Orang itu mengenakan jubah panjang dengan tudung
yang menutupi wajahnya. Pria itu membawa sebuah radio tua, meletakkannya di
atas meja tengah ruangan dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah
katapun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Harus ada yang menyalakan radio itu.” gumam Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Great Owl beranjak dari kursinya, pria berkulit hitam
berbadan sedikit bungkuk itu berjalan mendekati radio dan memutar kaset dalam
radio itu tanpa banyak bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepertinya dia cocok jadi pair-up mu, Rose.” Bisik Adorable
Starfruit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terlalu tinggi, terlalu kuat dan terlalu mencolok,
bisa-bisa aku membuatnya terbunuh lebih cepat dari target.” Jawab Silent Rose.
“Kau lihat kerutan di wajahnya? Sepertinya dia lebih suka membuat strategi yang
memakan waktu sangat lama.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu memang keahliannya.” Timpal Wise Crow. Jelas Wise Crow
lebih mengenal kebiasaan Great Owl, karena mereka menghabiskan waktu
bersama-sama di karantina. “Dia sangat cocok menjadi pair-up Lazy Franginpani.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kombinasi duo otot.” Kelakar Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian mereka teralih saat sebuah suara terdengar dari
radio. Suara itu bicara dalam bahasa Inggris, dengan aksen British yang sangat
kental. Mereka mengenali suara itu sebagai suara Director no.7. Salah satu dari
Tujuh Director yang paling sering berinteraksi dengan para Agen Association.
Beberapa menganggap Director no.7 adalah juru bicara para Director.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Salam semuanya,” suara di radio itu membuka pembicaraan.
“Hari ini Direct Assemble diadakan untuk mengatasi Case yang terjadi di negara
tempat Quick Mushroom dilahirkan, Jepang. Aku mengumpulkan kalian semua untuk
menyampaikan Case yang sudah ditetapkan dan disetujui oleh tujuh director.
Kalian akan menghabisi klan yakuza terbesar kedua yang menguasai daratan
Jepang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendengar kata ‘yakuza’ membuat Adorable Starfruit
berjengit. Pengalaman buruk yang menghantuinya sekilas muncul di benak gadis
cantik itu. Wise Crow yang membaca keresahan pada diri kekasihnya merangkul
pundak gadis itu untuk menenangkannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka telah menjadi pemasok narkoba terbesar di Asia,
bukan hanya itu, mereka juga menjadi pengendali sindikat prostitusi terbesar di
Asia. Hal ini dapat memancing perang antar klan Yakuza yang juga dapat
berdampak besar pada pasar dunia. Seperti yang telah kalian dapat dalam
pelajaran ‘Pengaruh sindikat internasional dan sistem kerjanya’ Yakuza tidak
hanya bergerak di zona hitam, namun juga pada bisnis-bisnis legal yang
menguntungkan. Perang antar Yakuza bukanlah solusi yang baik untuk dunia.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada yang berkomentar atas apa yang disampaikan melalui
kaset rekaman tersebut. Mereka semua paham bahwa menjaga keseimbangan tanpa
menimbulkan riak besar yang dapat mengganggu stabilitas adalah tujuan utama
berdirinya Association.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oleh karena itu aku telah membagi Case ini menjadi tiga
bagian. Masing-masing pair-up akan menerima Casenya sendiri-sendiri. Kalianlah
kandidat terbaik untuk melaksanakan Case-case tersebut.” Rekaman itu berlanjut
kembali. “Detail-detail mengenai Case dan target akan dibagikan secara terpisah
melalui agen tipe B masing-masing.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow berjengit saat tiba-tiba Adorable Starfruit
mencubit pahanya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kali ini kau harus membiarkanku bermain lebih bebas.”
Bisiknya penuh ancaman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dari tiga bagian Case yang telah disiapkan, ada satu case
yang merupakan case utama. Tentu saja memiliki tingkat kesulitan paling tinggi.
Untuk itulah kami memanggil agen tipe A terbaik yang kami miliki, Silent Rose,
dan memasangkannya dengan agen tipe B terbaik yang kami miliki… Wise Crow.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kata-kata terakhir membuat mata Wise Crow terbelalak. Dia
terkejut mengetahui bahwa dia akan menjadi pair-up Silent Rose, bukan Adorable
Starfruit. Matanya beradu dengan mata Adorable Starfruit dan menangkap
kekhawatiran di mata gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sebagai pair-up kedua adalah pasangan Quick Mushroom dan
Great Owl, dan Adorable Starfruit dengan Noisy Cannary.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lutut Wise Crow serasa seperti dilolosi kala dia mendengar
bagaimana pembagian pair-up dalam Case kali ini. Gadis yang dicintainya akan
berpasangan dengan Noisy Cannary, orang yang paling dibencinya, orang yang
menjadi sebab utama Adorable Starfruit harus menyerahkan tubuh indahnya pada
segerombolan Yakuza. Wise Crow benar-benar tidak percaya harus mempercayakan
Adorable Starfruit pada Noisy Cannary. Dan mereka akan menghadapi yakuza.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan mengajukan penggantian pair-up” gumam Wise Crow,
mencoba menenangkan Adorable Starfruit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tau kau tidak akan bisa melakukan itu, sayang.” Ucap
Pristy sambil tersenyum. Gadis itu tampak lebih tenang dari Wise Crow.
“Keputusan sudah ditetapkan. Lagipula kau tidak perlu khawatir, aku akan
baik-baik saja.” Kali ini giliran sang gadis menenangkan Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan membuang waktu percuma, Wise. Kau tau bagaimana
sistem kerja Association. Pair-up sudah diseleksi dengan kemungkinan yang
terbaik.” Silent Rosemenimpali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Daripada kau berpikir untuk melakukan sesuatu yang nyaris
mustahil, bukankah lebih baik kalau kita bekerja sama?” Airul Hutomo –Silent
Rose, memotong ucapan Wise Crow. “Gabungan antara pengetahuanmu dan
kejeniusanku, kita dapat menyelesaikan Case kita secepat mungkin lalu pergi
untuk memback-up gadismu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow terdiam, memang benar apa yang dikatakan
sahabatnya, ketetapan Association tidak menerima negoisasi. Satu-satunya hal
terbaik yang bisa ia lakukan sekarang adalah tetap fokus untuk menyelesaikan
Case secepat mungkin, sehingga ia dapat membantu kekasihnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya…” jawab Wise Crow lirih. “Mungkin itu yang terbaik. Rose
– Crow, gabungan dua agen terbaik yang pernah ada. Mari kita getarkan dunia ini
secepat mungkin, sahabat.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow menggenggam jari-jemari lentik milik Pristy,
sebuah genggaman erat, genggaman yang penuh dengan kerisauan dan kekhawatiran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Let the rose bleeding…” ucap Silent Rose sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salju sudah cukup tebal di awal bulan Desember, sepertinya
puncak musim dingin akan datang lebih awal tahun ini. Di kamar sebuah hotel,
Airul Hutomo –SilentRose, memandangi butir-butir salju yang turun perlahan.
Sesekali ia melirik ke arloji mewahnya, seolah panjang jarum dalam arloji
tersebut dapat berubah sekali waktu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian teralih saat mendengar pintu kamar dibuka, Wise
Crow tampak memasuki ruangan, meletakkan mantel tebal yang dikenakannya dan
berjalan mendekatiSilent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana?” tanya Silent Rose pada sahabatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita akan menghancurkan mereka dari dalam, dan mencuri
beberapa informasi penting. Ada beberapa hal yang aku curigai.” Jawab Wise Crow
seraya membakar sebatang rokok.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yakin kau akan melakukan itu? maksudku, aku akan menutup mata
tentang apa yang kau lakukan, tapi aku tidak akan bisa menyelamatkanmu jika
yang kau lakukan melawan kehendak Association.” Rose berkata sambil mengambil
segelas air putih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu apa yang aku lakukan, Rose. Jangan kuatir, aku
akan menjadikan ini masalahku sendiri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose tersenyum mendengar ucapan sahabatnya. Dia tidak
terkejut jika Wise Crow kini memanfaatkan Case untuk kepentingannya sendiri.
Jika ada kesempatan, mungkin Rose juga akan melakukan hal yang sama. Semakin
banyak informasi adalah keuntungan pribadi bagi seorang agen tipe B. Dalam hal
ini, Wise Crow sedang mengumpulkan data tentang hubungan Association dengan
Yakuza. Terutama dengan Klan Tadama, klan Yakuza terbesar di Jepang. Selama
ini, Association tidak pernah sekalipun menyenggol klan tersebut, dan bagi Wise
Crow itu mencurigakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kau lakukan jika ternyata Association bekerja sama
di bidang kejahatan dengan klan Yamaguchi?” tanya Silent Rose kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tidak menjawab, akhir-akhir ini pria itu jadi
sedikit sukar ditebak. Dia hanya menatap sahabatnya dengan tatapan yang seolah
berkata ‘menurutmu apa?’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak harus menjawab.” Silent Rose memilih untuk tidak
mencari tahu tentang apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya. Semakin sedikit
yang ia ketahui akan semakin baik baginya, setidaknya dia tidak ingin terlibat
terlalu dalam dengan apa yang berpotensi mengandung unsur pemberontakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tersenyum, senyum yang membenarkan apa yang
dilakukan oleh sahabatnya. “Lebih baik kita mulai mematangkan strategi, aku ingin
menyelesaikan Case ini secepat mungkin.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akan lebih mudah jika kau bekerja sama dengan Ayah atau
Kakekku jelasnya, para Bleeding Rose sangat suka mengadu kemampuan tempur
mereka. Denganku, kau harus melakukannya lebih terselubung.” Silent Rose
merujuk pada generasi sebelumnya yang lebih suka melakukan kontak fisik dengan
para targetnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh tidak, Rose…” Wise Crow menyahut. “Memang bisa lebih
cepat dengan kontak fisik secara langsung, tapi aku tidak berpikir kontak fisik
adalah cara yang terbaik untuk menghadapi segerombolan Yakuza yang terorganisir
rapi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau sudah tahu cara untuk masuk ke dalam jaringan mereka?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka meningkatkan kewaspadaan, tentu saja. Kita tidak
bisa dengan mudah memesan sepaket narkoba lalu menghabisi mereka. Cara itu
tidak akan berhasil.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Masuk ke dalam jaringan mereka juga tidak mudah, itu akan
makan waktu. Bagaimana dengan strategi sniper? Kau menemukan spot yang tepat?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada beberapa spot. Tapi mencari informasi mengenai agenda
oyabun tidak mudah. Para oyabun jarang sekali meninggalkan benteng mereka.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Racun? Apa ada cara untuk menggunakan racun?” Rose membuka
kopernya, mengambil beberapa tabung kecil berisi racun racikannya sendiri.
Serum-serum yang memiliki efek-efek berbeda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Memasukkan racun ke dalam benteng mereka itu mudah, namun
jika sembarangan melakukannya, kau bisa menghabisi banyak orang. Tidak hanya
target.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu bisa mencederai ratingku” ujar Rose sambil meletakkan
kembali tabung berisi serum pada tempatnya. Selama ini Silent Rose memang
terkenal tidak membunuh orang lain selain target. Suatu prestasi yang belum
bisa disamai oleh agen tipe A manapun, bahkan tidak oleh Ayah dan Kakeknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu itu, Rose. Sampai detik ini aku masih berpikir
racun adalah metode yang terbaik, dan aku sedang mengumpulkan informasi agar
kau bisa memasukkan racun tersebut dengan aman tanpa harus mencederai predikat
baikmu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau punya konsep? Mungkin aku bisa memberi sedikit
masukan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tersenyum, dia menyingkirkan beberapa barang di
atas meja, lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas berukuran besar dari dalam
tas punggungnya. Pria itu membuka lembaran kertas di atas meja, dan meminta
Silent Rose mendekat dengan isyarat matanya. Rose tahu bahwa Wise Crow sudah
mempersiapkan beberapa konsep, dan kini membutuhkan saran untuk kesempurnaan
Case mereka kali ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di atas meja di hadapan mereka terpampang sebuah gambar
denah dari rumah dimana oyabun dari Klan Yamaguchi tinggal. Tempat itu juga
merupakan markas besar Klan Yamaguchi yang disebut sebagai benteng. Dikelilingi
dengan dinding tinggi terbuat dari beton sebagai pagar pelindung, ditambah
dengan kawat-kawat besi yang dialiri listrik di atas dinding beton tersebut.
Hanya ada satu akses keluar-masuk dalam rumah tersebut, yaitu melalui gerbang
besar berbahan logam dengan ukiran huruf kanji ‘YA’ yang menjadi lambang Klan
Yamaguchi. Ada kemungkinan gerbang itu juga dialiri listrik bertegangan tinggi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di dalam areal yang dilindungi pagar tersebut terdapat empat
bangunan, satu diantaranya tampak lebih besar dari yang lainnya. Bangunan
tersebut disinyalir sebagai rumah utama, tempat oyabun mereka Seikahara
Yamaguchi tidur. Sedang tiga bangunan lain di sekitarnya adalah gudang bahan
makanan, dojo untuk berlatih dan pemandian air hangat. Terbentang mengitari
rumah utama ada sebuah taman buatan dilengkapi dengan sungai buatan yang
bermuara ke sungai besar di belakang benteng tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan mulai dengan pemikiran dasar, dalam strategi dasar
pastinya kita akan abaikan titik ini.” Ujar Wise Crow sambil mencoret pintu
masuk dengan spidol merah. “Kita semua tahu tidak ada gunanya memperhitungkan
gerbang utama sebagai akses masuk.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose memperhatikan gambar itu dengan seksama, mencoba
memvisualisasikan keadaan bangunan tersebut dalam pikirannya. Di dalam
pikirannya Silent Rosemencoba menjelajahi tiap sudut isi benteng, seolah dia
sudah berada di dalamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oyabun akan ada di bangunan utama?”. Tanya Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Belum pasti, dia bisa dimana saja…” Wise menjawab
pertanyaan Rose dengan berbagai kemungkinan sebagai dasarnya. “Namun jika dia
harus menemui tamu penting, sudah pasti beliau akan ada di bangunan utama.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada tamu penting yang akan ditemui olehnya dalam waktu
dekat ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mendapatkan beberapa rumor.” Wise Crow membuka buku
catatannya. “Ada rumor yang mengatakan Yamaguchi akan menghadiri pemakaman
Daisuke Hino, oyabun dari Klan Hino, Klan kecil di Osaka. Mereka mencoba untuk
melakukan persekutuan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi Yamaguchi ingin menjalin kekuatan…” Rose mengambil
kesimpulan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukan hanya kekuatan kurasa, namun juga wilayah. Sampai
beberapa bulan lalu, Klan Hino masih berada di bawah Klan Tadama, namun mereka
melepaskan diri dan sekarang sedang mencoba beralih ke Yamaguchi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Politis…” Silent Rose mencibir. “Selalu ada dimana-mana…
politis.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Beberapa manusia hidup dari itu Rose, kau tahu itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan beberapa manusia juga mati karena itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise tahu betul bahwa keluarga Rose kurang menyukai
permainan politis, itulah salah satu alasan mengapa mereka tidak ingin
diberikan tempat di jajaran Director. Bagi mereka politis adalah sebuah
permainan licik yang mempermainkan fakta dengan opini-opini yang cenderung
menyesatkan. Semua hanya untuk kepentingan semata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wise…” Rose kembali angkat bicara. “Menurutmu bagaimana
cara termudah untuk mendapatkan telur segar?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow memandang sahabatnya dalam-dalam, dia tahu betul
pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Rose bukanlah pertanyaan yang
benar-benar membutuhkan jawaban. Itu lebih bersifat petunjuk dibanding
pertanyaan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi itu pilihanmu…” ujar Wise Crow lirih. Mata keduanya
beradu, seolah saling membaca apa yang ada di kepala masing-masing.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa hari kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pagi itu salju turun menaungi daerah Sumoto di prefektur
Hyogo, Jepang. Tempat dimana rumah besar yang menjadi pusat aktivitas Klan
Yamaguchi berada. Bangunan itu tampak megah, bertengger di sebuah dataran yang
lebih tinggi, sedikit jauh dari pusat keramaian kota. Sebuah sungai besar
membentang di belakang bangunan, dan rimbunan pohon-pohon tinggi seakan menjadi
pagar alami bangunan tersebut. Kendati salju turun, sinar matahari masih mampu
memberi penerangan. Beberapa burung tampak lebih memilih untuk bersembunyi di
sarang hangat mereka. Beberapa mamalia mungkin sudah memasuki proses hibernasi
mereka. Dan diantara bulir-bulir salju lembut yang turun, tampak sebuah
layang-layang berwarna kuning terbang menghias langit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari itu penjagaan tampak lebih ekstra dari biasanya.
Beberapa orang mengenakan setelan jas hitam tampak menenteng senjata api mereka
terang-terangan, seolah memberi peringatan pada siapapun yang hendak mendekat.
Bagaimana tidak, beberapa jam yang lalu mereka menerima surat kaleng berisi
ancaman pada keselamatan Seikahara Yamaguchi, oyabun klan Yamaguchi. Dalam
surat itu mereka menuntut agar Yamaguchi membatalkan agenda pertemuannya dengan
oyabun Klan Hino; Daisuke Hino. Seikahara sendiri merasa itu adalah perbuatan
klan lain yang tidak ingin Yamaguchi menjalin kekuatan dengan klan yang
menguasai area prefektur Osaka. Yamaguchi memutuskan untuk menjawab tantangan
tersebut, dia tidak akan merubah agendanya. Untuk itulah dia menempatkan
anggota di beberapa titik sepanjang rute perjalanan yang akan ditempuhnya
menuju Osaka nantinya. Yamaguchi sendiri berniat untuk membawa serta keluarga
intinya, dua istrinya dan dua putri dan seorang putranya. Hal biasa yang
dilakukan oleh oyabun yang ingin menjalin persaudaraan dengan klan lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DOR!!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian sedikit terpecah akibat bunyi letupan senjata,
seorang anggota klan Yamaguchi yang berjaga di pos belakang bangunan melepaskan
satu tembakan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?” tanya rekannya yang datang tergopoh-gopoh sambil
menenteng senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepertinya aku melihat sesuatu bergerak di dalam air” ujar
penembak itu, menunjuk ke aliran sungai dalam yang ada di belakang benteng.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rekannya menatap ke arah sungai, mencoba mencari gerakan
yang dimaksud oleh sang penembak. Cukup lama dia memperhatikan, namun semuanya
terlihat normal-normal saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak melihat apa-apa, mungkin itu binatang. Lebih baik
simpan amunisi senjatamu dan jangan sembarangan menembak. Kau bisa menarik
perhatian oyabun-sama dan kurasa kau masih ingin hidup kan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria yang tadi melepaskan tembakan mengangguk mengerti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oyabun akan segera berangkat”. Ujar rekan pria penembak
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiga mobil sedan keluar dari pekarangan markas besar Klan
Yamaguchi, dua mobil sedan hitam mengapit sebuah mobil SUV berwarna silver. Dua
pengendara motor mengikuti di belakang iring-iringan mobil tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana keadaanmu Rose? Aku melihat mereka mulai
bergerak”. Wise Crow berbicara melalui radio panggil. Tangannya memegang
kemudi, dengan tenang Wise Crow melihat layar kecil di sampingnya, layar itu
menampilkan iring-iringan mobil yang mulai meninggalkan kediaman Yamaguchi.
Gambar itu diambil melalui kamera jarak jauh yang ditempelkan pada
layang-layang, satu-satunya layang-layang yang ada di langit, jelas saja
layang-layang di cuaca bersalju seperti ini bukanlah sesuatu yang wajar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Copy…” Rose menjawab sambil menepis beberapa tanaman air
yang menyangkut pada baju selamnya. “Aku tidak apa-apa, salah satu anggota klan
Yamaguchi ada juga yang bermata cukup jeli. Untung dia tidak jago menembak”.
Rose merujuk pada satu tembakan yang dilepaskan oleh salah satu anggota klan
Yamaguchi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau menemukan apa yang kita cari?”. Tanya Wise kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yap! Sedikit sulit menemukannya, tapi aku mendapatkannya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berarti tidak rugi kau harus merelakan dirimu kedinginan di
atas langit semalam” komentar Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose menatap layang-layang yang terbang di atas langit, dari
tempatnya berada sekarang layang-layang itu terlihat kecil sekali, meski tidak
begitu sebenarnya. Beberapa jam yang lalu, Silent Rose menggantungkan diri pada
layang-layang tersebut dan berputar terbang di atas benteng Yamaguchi beberapa
kali guna mendapatkan gambaran jelas atas apa yang ada di dalam bangunan
tersebut. Silent Rose menggunakan senjata dengan gelombang sonar frekuensi
rendah untuk mendapat gambaran jelas tentang tiap lekuk topografi yang ada di
areal markas besar Klan Yamaguchi tersebut. Hasil dari pengintaian tersebut
menunjukkan adanya terowongan dari bangunan tersebut menuju ke tepi sungai,
tempat Silent Rose sekarang berada. Itulah yang akan jadi akses masuk Silent
Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Turunkan layang-layang itu, Wise.” Ujar Silent Rose. “Kau
siap untuk beraksi?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sesuai dugaan, mereka memilih untuk menyisir pantai,
menghindari jalan utama Kobe-Awaji. Sekitar lima belas menit lagi mereka akan
keluar dari kota Awaji, saat itulah aku akan beraksi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke, tetap seperti rencana, aku akan mencoba masuk
sekarang.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Layang-layang itu terlihat merendah secara perlahan,
membuatnya tampak semakin kecil, Rose mengerti bahwa Wise Crow telah menurunkan
layang-layang itu, tanda bahwa pekerjaan mereka akan dimulai tanpa komunikasi.
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Airul Hutomo, sang Silent Rose
menempelkan sebuah peledak listrik yang nyaris tak bersuara ke sebuah pintu
besi berbentuk bundar, dengan perlahan dia membuka pintu tersebut dan memasuki
terowongan rahasia tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow mematikan rokoknya saat dia melihat iringan mobil
Klan Yamaguchi, dengan tangkas dia menginjak pedal gas. Sebuah Land Rover
berwarna hitam keluar dari jalan setapak di hutan, tepat berada di belakang dua
pengendara motor yang mengawal iring-iringan mobil tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salah satu anggota klan Yamaguchi yang berada dalam mobil di
belakang sedan silver menyadari kehadiran land rover yang mencurigakan. Jelas
saja, kebetulan macam apa yang membuat mobil itu seolah menunggu iring-iringan
melewati jalan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Land rover hitam di belakangmu, periksa dia” perintah salah
satu pengawal ke anak buahnya yang mengendarai sepeda motor.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua pengendara motor itu melambat, membuat jarak dengan
mobil penjaga di depannya, dengan tangkas Wise memperlambat laju land rovernya,
Wise Crow tersenyum sambil menekan tombol klakson, seolah ia adalah pengendara
biasa yang merasa lajunya diperlambat oleh dua pengendara motor di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow memutar kemudinya ke samping, mencoba melewati
pengendara motor tersebut, tapi jalurnya segera tertutup oleh gerakan sepeda
motor yang kini jelas-jelas menghalanginya. Wise Crow berkali-kali membunyikan
klakson, semua itu agar ia terlihat hanya sebagai pengendara biasa saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Habisi dia dan kembali ke posisi kalian”. Suara Seikahara
Yamaguchi terdengar dari radio panggil. Cukup membuat para anggotanya terkejut.
Begitu pula dengan dua pengendara sepeda motor itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“oyabun-sama… anda yakin kita harus menghabisi pengendara
mobil itu?”. tanya seorang kepala pengawal yang ada di mobil hitam terdepan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau dengar apa yang aku katakan, Jiro”. Perintah Seikahara
dingin. Kepala pengawal yang bernama Jiro itu menarik nafas panjang sebelum
memberi instruksi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian dengar apa yang diperintahkan oleh oyabun-sama”.
Ujar Jiro pada kedua pengendara motor. Para pengendara motor menyanggupi
perintah darinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kedua pengendara motor itu mencabut sebuah senjata UZI-G550
buatan Rusia, dan tanpa ragu memindahkan isi senjata tersebut ke arah Land
Rover di belakang mereka. Kaca depan Land Rover itu pecah dengan cepat, diikuti
oleh decitan rem yang membuat Land Rover tersebut sedikit berputar. Land Rover
itu berhenti, tidak bergerak. Kedua pengendara motor itu kembali melaju,
menyusul iring-iringan di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk sesaat kedua pengendara itu merasa tenang, mereka
merasa telah berhasil menyingkirkan sebuah ancaman. Namun ada sesuatu yang
masih terasa mengganjal di benak Jiro. Jiro sendiri pernah menghadapi beberapa
ancaman, dan seharusnya, jika seseorang berani memberikan ancaman langsung pada
oyabun, seharusnya dia jauh lebih cerdik dari apa yang mereka lakukan sekarang.
Menyerang iring-iringan dengan sebuah mobil memang hal klise yang cukup
efektif. Namun jika memang mobil Land Rover yang tadi mengikutinya adalah sang
pengancam, bukankah seharusnya mobil itu segera menyerang begitu mendapat
tempat di belakang mereka?!. Nyatanya, mobil tersebut malah dengan tenang
mengikuti iring-iringan, layaknya seorang penonton yang menunggu dimulainya
sebuah pertunjukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Abe, Kashi, bagaimana posisi kalian?”, dengan sedikit
khawatir Jiro memantau anggotanya yang berjaga di beberapa titik di depan
mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Disini aman, Jiro-sama.” Suara Abe terdengar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada yang janggal disini, Jiro-sama.” Kashi juga
menyampaikan laporannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jiro masih merasa ada yang janggal, seolah mereka telah
masuk ke dalam sebuah perangkap yang besar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oyabun-sama…”, Jiro memanggil Seikahara. “Saya akan melaju
lebih cepat, mencoba mengamankan jalan yang ada di depan.” Ujar Jiro kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lakukanlah.” Jawab Seikahara dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jiro memberi perintah pada anggota yang memegang kemudi
untuk memperbesar jarak dengan SUV silver yang mereka kawal. Mobil sedan hitam
itu menaikkan kecepatannya, mencoba melaju mengamankan jalan di depan mereka.
Sedan yang ditumpangi Jiro sudah berada dalam jarak yang cukup jauh ketika
sebuah land rover tampak kembali di belakang dua pengendara motor yang mengawal
iring-iringan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang?!!”, salah satu pengendara motor itu terkejut
menemukan sebuah land rover dengan kaca depan yang pecah melaju cepat ke arah
mereka. terlalu cepat hingga mereka tidak mampu menghindar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Waktunya bersenang-senang…” gumam Wise Crow sambil
memasukkan persneling dan menginjak pedal gas, senyum tersungging di bibirnya
saat ia berhasil membuat seorang pengendara motor terlempar ke laut di bawah
jurang, tepat di tepi jalan yang mereka lalui saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seorang pengendara motor yang lain lebih cekatan menghindari
terjangan land rover yang dikemudikan Wise Crow. Dengan cepat motor itu berada
disamping land rover, pria itu menarik senjatanya dan memberondongkan isinya ke
samping mobil tersebut, membuat kaca samping land rover tersebut pecah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ekspresi pria itu berubah saat ia mengetahui tidak ada
seorangpun yang duduk di kursi pengemudi. Belum habis rasa herannya, land rover
itu telah menghantam motornya, membuatnya terlempar dari motornya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tembak ban-nya!!”, Jiro memberi perintah, jendela belakang
sedan hitam yang paling belakang terbuka, dua orang bersenjata menembak
membabi-buta, mereka lalu mencoba mengarahkan tembakannya ke ban land rover di
belakangnya. Terlambat, land rover itu lebih dulu menabrak bagian belakang
mobil mereka, membuat mobil tersebut terjun bebas ke arah laut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan tidak sabar Jiro menendang anggotanya yang memegang
kemudi hingga keluar mobil, kini Jiro memegang kemudi, pria itu memutar
mobilnya ke arah sedan silver yang mereka kawal, tampaknya itu sia-sia,
tampaknya itu terlambat, Land rover itu kini telah berada sejajar dengan SUV
silver yang ditumpangi oleh Seikahara. Sesuatu menarik perhatian Jiro, land
rover itu tidak segera menghantamkan tubuhnya ke sedan silver, seolah dia tidak
berniat untuk melempar SUV silver itu ke laut. Samar-samar Jiro dapat melihat
sebuah garis sinar berwarna merah muncul dari sebuah alat yang menempel di
samping mobil land rover tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menunduk!! Semua menunduk!!”, Jiro berteriak melalui radio
panggil dengan panik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah jeritan terdengar dari dalam mobil saat sinar yang
disinyalir sebagai laser pemotong itu memotong bagian atas mobil sedan silver.
Kap mobil itu terpotong dan tertiup angin, terbang layaknya sebuah kertas yang
jatuh ke laut. Kamera di samping land rover tersebut merekam kejadian di dalam
SUV silver tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tinggalkan mobil!”, Jiro berteriak sambil melompat keluar
dari sedan hitamnya, dua anggotanya juga melakukan hal serupa. Naas, salah satu
dari anggotanya malah meloncat tepat ke SUV silver, tubuhnya segera terlempar
ke laut. Mobil sedan hitam yang ditinggalkan Jiro menabrak keras Land Rover
yang datang dari arah sebaliknya. Membuat sebuah ledakan yang keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Done!”, Wise Crow tampak girang sambil melihat layar besar
yang kini menampilkan bintik-bintik putih, seperti sebuah stasiun televisi yang
sedang mengalami gangguan. Dengan santai Wise Crow mengambil sebatang rokok dan
membakarnya. Senyumnya terkembang melihat beberapa layar yang terletak
disampingnya. Layar itu menampilkan foto yang diambil dari kamera samping Land
Rover. Dari foto tersebut, Wise Crow bisa memastikan Seikahara Yamaguchi tidak
ada dalam mobil SUV silver itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekilas Wise Crow memandang sekelilingnya, keadaan kamarnya
sekarang benar-benar mirip dengan kamar seorang maniak game balap, dua buah
kemudi mainan, lengkap dengan pedal gas, persneling dan pedal rem. Empat layar
besar yang menampilkan gambar dari kamera-kamera di sekitar mobil. Sedikit
bangga dengan apa yang dilakukannya, seolah dia benar-benar berada dalam mobil
land rover yang tadi dikendalikannya dari jauh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Wise Crow teralih saat ponselnya bergetar.Tanpa
mematikan rokoknya ia menerima panggilan dari Silent Rose, sahabatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana Wise?”, suara Silent Rose terdengar cukup tersengal-sengal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Target tidak ada di mobil, sepertinya strategi telurmu
berhasil”. Jawab Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke… naikkan kembali layangannya, aku mau memastikan tidak
ada korban jiwa tambahan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow menaikkan kembali layang-layang bertenaga gas
dengan kendali jarak jauh, kamera pada layang-layang tersebut kembali menyala
dan menunjukkan gambar keadaan di rumah Yamaguchi. Beberapa penjaga tampak
tetap pada posisi masing-masing. Wise Crow memutuskan untuk tidak memberi tahu
Rose bahwa aksinya baru saja menghabisi nyawa beberapa anggota klan Yamaguchi,
dua pengendara motor, empat orang di dalam mobil hitam di belakang dan seorang
yang tertabrak sedan silver saat melompat dari mobilnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wise?” Silent Rose memanggil, menandakan bahwa ia menunggu
konfirmasi dari Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada siapapun di gudang makanan, tempat itu bersih.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Got it!”, jawab Silent Rose sambil mengeluarkan dua buah
bola dari tas-nya, jelas sekali apa yang dibawa Silent Rose bukanlah bola,
melainkan dua buah granat tangan. Sambil mencoba memperhitungkan arah angin,
Silent Rose melempar granat itu ke atas. Para penjaga yang bertugas bereaksi
terlambat, mereka baru menyadari bahaya setelah granat itu meledakkan gudang
makanan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ledakkan Wise”. Ujar Silent Rose sambil menjatuhkan dirinya
ke dalam sungai. Wise Crow paham apa yang diminta oleh pair-up nya kali ini.
Hanya dengan menekan beberapa tombol, Wise Crow membuat layangan bertenaga gas
itu meluncur menghantam pintu gerbang rumah kediaman Yamaguchi, membuat sebuah
ledakan keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tersenyum sambil mengingat pertanyaan yang
dilontarkan oleh Silent Rose, ‘bagaimana cara termudah mendapatkan telur
segar?’. Telur paling segar tentu akan mudah didapatkan jika kita mendatangi
sarang burung yang kita inginkan, karena telur tidak akan pernah meninggalkan
sarang. Itulah permainan yang mereka lakukan sekarang, dengan surat ancaman,
mereka membuat Seikahara menerapkan taktik decoy and distraction. Seikahara
juga memperkuat pertahanan, ibarat cangkang telur yang keras, namun sebagai
gantinya, dia diam di sarangnya, ibarat sebuah telur yang tidak dapat bergerak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hingar bingar segera terdengar dari dalam kediaman
Yamaguchi, Seikahara baru saja mendengar berita penyerangan terhadap
keluarganya melalui Jiro. Pimpinan tertinggi klan Yamaguchi itu tahu, bahwa
kali ini serangan akan dilakukan secara frontal. Dengan tenang dia memberi
aba-aba kepada para komandannya yang tertinggal, dan tanpa banyak bicara, pria
itu bergegas kabur melalui terowongan rahasianya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah tindakan logis untuk dilakukan, bahkan bagi raja
manapun, menyelamatkan diri melalui lorong rahasia saat benteng akan jatuh
adalah hal yang lumrah untuk dilakukan. Itulah yang kini dilakukan oleh
Seikahara Yamaguchi. Satu-satunya yang menjadikan strategi tersebut tidak
efektif adalah jika musuh telah mengetahui keberadaan lorong rahasia tersebut.
Bukan hanya tidak efektif, tapi itu sangat fatal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan itulah yang terjadi pada Seikahara Yamaguchi yang tengah
mencoba menyelamatkan dirinya melalui terowongan rahasia di kediamannya.
Pair-up Silent Rosedan Wise Crow telah berhasil menempatkan diri selangkah di
depan targetnya. Di sebuah titik di tengah terowongan itu, Silent Rose telah
memasang sebuah sensor yang jika dilewati akan memicu ledakan nitrogen yang
segera membakar habis semua yang ada di sepanjang terowongan. Airul Hutomo,
sang Silent Rose hanya tersenyum dari kejauhan saat melihat api menyembur
kencang dari pintu akses terowongan. Dengan santai ia meninggalkan lokasi,
menuju ke kamar hotel yang hangat, tempat dimana sahabatnya yang juga pair-up
nya dalam Case kali ini menunggu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keesokan harinya<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wajah Wise Crow terlihat sumringah saat ia dan sahabatnya,
Airul Hutomo –Silent Rose berada di salah satu gerbong kereta api bawah tanah
Tokyo, entah sudah berapa kali Wise Crow menengok ke layar smartphone-nya
membaca beberapa sms yang dikirim oleh Pristy –Adorable Starfruit kekasihnya.
Duet Crow-Rose memang telah menyelesaikan Case mereka dengan cepat dan mengagumkan,
dan kini sesuai janji Rose, mereka akan membantu Adorable Starfruit
menyelesaikan Casenya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ternyata kau bisa terlihat memuakkan juga, Wise,” kelakar
Silent Rose yang melihat sahabatnya tersenyum-senyum sendiri. Berbeda dengan
Wise Crow yang sibuk melihat isi sms, Silent Rose lebih fokus dengan tabletnya,
mencoba mempelajari dan mendalami target case yang diberikan pada pair-up
Cannary-Starfruit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa sahabatmu ini tidak boleh bahagia karena akan bertemu
dengan pujaan hatinya?” jawab Wise Crow tanpa mengalihkan perhatiannya dari
layar smartphone.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ieyasu Koji, putra pertama dari Klan Koji. Menurutku ini
target yang sedikit aneh, bukankah Klan Koji sendiri sempat diisukan akan
bergabung dengan Klan Tamada? Apalagi setelah Klan Yamaguchi habis.” Rose berbisik
lirih, seolah takut ucapannya didengar oleh orang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pristy akan menjelaskan situasinya. Yang perlu kita lakukan
hanya memuluskan jalannya saja.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah, aku harap Noisy Cannary sudah menyiapkan rencana
terbaiknya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise sedikit berjengit mendengar nama Noisy Cannary,
bagaimanapun dia sedikit risih harus membantu Noisy Cannary, namun dia tidak
punya pilihan lain. Association telah menunjuk Noisy Cannary sebagai pair-up
Adorable Starfruit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Coba kau ulangi lagi Wise, apa rencana kita hari ini?” Rose
meminta Wise mengulangi rencana yang disampaikan oleh Adorable Starfruit lewat
sms-nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kita akan bertemu dengan Pristy di stasiun Shibuya, ada
kemungkinan Ieyasu Koji akan menghadiri pertemuan di gedung M-21, beberapa meter
dari stasiun Shibuya. Kau akan berjaga dengan snipermu di salah satu atap
gedung, aku akan bersiap dengan mobil untuk menjemput Pristy, setelah Pristy
sukses mengeksekusi target.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan bagaimana dia akan mengeksekusi target?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ciuman…” kali ini ada cemburu di nada suara Wise Crow.
“Bangsat Cannary itu menggunakan daya tarik Adorable Starfruit untuk meracuni
Ieyasu melalui ciuman. Sialan itu…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu tugas, Wise… dia hanya melaksanakan strategi.” Rose
mengingatkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tidak membantah, meski sebenarnya hatinya masih
merasa dongkol, menggunakan pesona daya tarik Starfruit tidak selamanya harus
menggunakan strategi yang mengharuskan terjadinya kontak fisik. Selama menjadi
pair-up Adorable Starfruit, Wise Crow berhasil mengeksekusi banyak target tanpa
mengharuskan Adorable melakukan kontak fisik dengan target-targetnya. Wise Crow
menganggap Noisy Cannary malas berpikir, strategi kontak fisik memang hal
termudah untuk membuat target lengah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kereta mereka berhenti di stasiun bawah tanah Shibuya, Silent
Rose mengenakan ranselnya dan keluar bersama kerumunan orang yang turun di
stasiun tersebut. Wise Crow tepat di depannya. Wise Crow menyapu seisi stasiun
yang cukup besar dan ramai tersebut untuk menemukan pujaan hatinya, tidak
begitu sulit, karena beberapa detik kemudian ia melihat seseorang membuka
payung berwarna pink. Seperti yang telah disampaikan Pristy dalam sms nya,
gadis cantik itu membawa sebuah payung berwarna pink yang sebenarnya itu adalah
senjata sejenis shotgun. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Payung pink?”, Silent Rose mengernyitkan dahinya. “Apa
tidak terlalu menonjol?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cannary bodoh yang menyiapkannya, juga memintanya membuka
payungnya, kurasa agar ia mudah mengawasi Pristy dari kejauhan.” Jawab Wise
Crow sinis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pristy tersenyum dan melambaikan tangan saat melihat sosok
Wise Crow, pujaan hatinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Benar-benar tidak terlihat seperti seorang agen…” komentar
Rose sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “dia benar-benar terlihat seperti
gadis normal.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Penyamaran yang sempurna kan?” Wise Crow menjawab sambil
nyengir kuda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Baru beberapa langkah mereka berjalan menuju ke arah Pristy
dan payung pink-nya, sebuah letupan senjata mengagetkan seisi stasiun. Waktu
seolah berjalan sangat lambat saat Wise Crow terperangah, dia dapat menangkap
dengan jelas saat sebutir peluru menembus leher putih kekasihnya, membuat darah
bercipratan keras. Wise Crow berlari ke arah Pristy dengan cepat, seolah tidak
mempedulikan bahaya yang masih mengintai mereka. Wise Crow menangkap tubuh
gadis pujaannya sebelum gadis itu jatuh menghantam lantai stasiun. Darah
mengalir dari lubang di lehernya, juga dari bibir cerah gadis tersebut. Wise
membelalakkan matanya melihat gadis yang paling dirindukannya, yang paling
dicintainya, mengejat, kesulitan menarik nafasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose!!!”, Wise Crow berteriak saat matanya menangkap sosok
bersenjata yang mendekati mereka. Wise memeluk dan menggendong tubuh kekasihnya
yang masih berusaha bernafas, tangan pria itu kini berlumuran darah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose bereaksi cepat, matanya menangkap pergerakan
orang-orang bersenjata diantara kerumunan orang-orang yang berhamburan panik.
Dengan tangkas,Rose membuka resleting di kanan-kiri ranselnya dan menarik dua
buah pistol Ballers-90 dengan gagang berukir mawar. Tanpa ragu Rose menembakkan
kedua pistolnya, satu peluru untuk merobohkan satu orang pengejarnya. Tanpa
suara, tanpa membuang energi, tanpa berpikir terlalu banyak Rose mampu menembak
dengan akurasi sangat tinggi. Mata Rose menangkap titik merah yang mengarah ke
tengkuk Wise Crow, tidak ada waktu untuk memberi Wise Crow peringatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DORR!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sinar merah di tengkuk Wise Crow hilang. Beberapa meter dari
mereka, seorang sniper terjatuh, Rose berhasil melubangi kepalanya. Rose
memberi aba-aba pada Wise Crow untuk masuk ke dalam kereta, Wise Crow
menggendong kekasihnya masuk ke dalam kereta. Sambil terus menembaki
satu-persatu pengejarnya, Roseberhasil masuk ke dalam kereta. Kereta itu
berjalan beberapa detik kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose!! Lakukan sesuatu!”, Wise Crow panik, tubuh Adorable
Starfruit masih mengejang-kejang, gadis itu masih berusaha bernafas. Wise Crow
berusaha menghentikan pendarahan dengan membalutkan kain ke leher gadis
tersebut, namun itu tidak cukup untuk menghentikan pendarahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose berlutut di dekat Wise Crow, mencoba memeriksa
keadaan Starfruit, untuk beberapa saat saja dia sudah tahu bahwa mustahil untuk
menyelamatkan gadis itu. peluru yang menembus lehernya sepertinya telah
melubangi nadi darah utama yang berada di leher sang gadis, keadaannya sudah begitu
kritis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nadinya berlubang, Wise… aku.. maaf… aku…” Rose
terbata-bata, sulit baginya untuk menggambarkan bagaimana kritisnya gadis itu,
bahwa kemungkinannya untuk selamat sudah nyaris mendekati nol.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Air mata keluar dari mata Wise Crow, Rose hanya bisa melihat
sahabatnya itu memeluk erat kepala gadis yang dicintainya. Tubuh gadis itu
masih mengejang-kejang, masih berusaha untuk hidup. Meski begitu, Wise Crow
tahu bahwa itu tidak akan banyak berguna.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maafkan aku sayangku…”, bisik Wise Crow sambil memeluk erat
gadis itu. “Beristirahatlah… jangan melawan lagi… aku akan tetap mencintaimu…
sayangku…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose memalingkan pandangannya, tidak cukup kuat untuk
melihat apa yang terjadi pada sepasang kekasih yang saling mencintai ini. Rose
dapat melihat, Adorable Starfruit berusaha untuk tetap hidup, sedang ia tahu
bahwa itu percuma. Dan di sisi lain, Wise Crow telah meminta gadis itu untuk
beristirahat, setidaknya, menghantarkan ketenangan ke gadis yang ia cintai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah… lepaskanlah, jangan melawan lagi sayang….”, Wise
Crow terus terisak sambil mencium kening gadisnya. Gerakan tubuh gadis itu
melemah, pertanda bahwa ia menuruti apa yang diminta oleh kekasihnya,
melepaskan dan berhenti melawan takdir. Tubuh lemahnya terkulai dalam pelukan
sang kekasih, nafasnya melemah, seolah mencoba melepaskan dengan perlahan…
melepaskan cinta yang dimilikinya. Sedetik kemudian, gadis itu tak bernyawa
lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow memejamkan matanya, tangisnya tak lagi
tersedu-sedu, hanya sesekali ia melepaskan sesenggukan nafasnya. Mata Wise Crow
menatap gadis yang ia cintai, sebelum Wise Crow melumat bibir gadis tak
bernyawa itu dengan rakus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hey!! Wise!!” Seolah sadar apa yang sedang dilakukan oleh
Wise Crow, Silent Rose menarik mundur bahu sahabatnya itu. Wise Crow terhuyung
ke belakang, lalu berusaha merangkak kembali, berusaha mengecup bibir gadis
yang ia cintai. Silent Rose terpaksa menendang pinggang sahabatnya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau gila Wise!!, bibir Pristy telah dilumuri racun!! Apa
itu yang kau inginkan heh?! Kau ingin mati bersamanya dan merubah karirmu
selama ini jadi seperti drama picisan Rome and Juliet?!!”. Silent Rose
berteriak keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya!! Aku ingin mati bersamanya Rose! Dia adalah yang paling
berharga untukku!” Wise membalas tidak kalah kerasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DUAGH!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose tidak bisa menahan diri untuk tidak memberikan bogem
mentah pada sahabatnya ini. Dengan geram dia mencabut pistol ballers-nya dan
menempelkan ke lengan kiri Wise Crow. Tanpa ragu sedikitpun, Silent Rose
menarik pelatuk pistol tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jeritan dan erangan Wise Crow menyusul sepersekian detik
dari bunyi letupan ballers milik Airul Hutomo. Darah mengalir dari lengan pria
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa satu tanganmu itu tidak berharga bagimu? Sahabat…”
Silent Rose menatap dingin ke arah Wise Crow, sahabat kentalnya. “Dan jika kau
kehilangan satu tanganmu, apakah tanganmu yang lain akan ikut lumpuh?.
Kehilangan akan membuatmu sakit… tapi tidak lemah, Wise!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow terdiam, lubang di lengan akibat tembakan Silent
Rose menyadarkannya, bahwa tidak peduli jika kau kehilangan, tidak peduli jika
kau kesakitan, takdir tetap harus diterima dengan akal bijak yang sehat,
disikapi dengan ketangguhan dan kebesaran hati. Mata Wise Crow masih berlinang
saat ia melihat Silent Rosemengeluarkan sebuah tabung kecil dari saku
ranselnya, dan mengoleskan cairan tersebut pada bibir Adorable Starfruit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini aneh sekali…” gumam Silent Rose kemudian. Dia berbalik
dan menatap Wise Crow yang meringis menahan sakit. “tidak ada racun di bibir
Adorable Starfruit…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Airul Hutomo menghisap rokoknya dalam-dalam, matanya
memandang beberapa lembar kertas yang berserakan di atas meja, tepat di depan
matanya. Tidak jauh dari kertas-kertas tersebut, beberapa tabung kecil berisi
serum hasil eksperimennya berjejer rapi, beberapa diantaranya sudah hampir
habis. Pandangan agen tipe A nomor satu di Association itu beralih ke
gerakan-gerakan api yang membakar habis kayu di tungku perapian rumah sewaan
itu. Masih jelas tergambar di benaknya apa yang baru saja terjadi beberapa jam
lalu di stasiun kereta bawah tanah Shibuya. Silent Rose mencoba untuk tetap
berpikir jernih, dalam otaknya, dia tengah mencoba mengurai satu demi satu
petunjuk yang tersebar saat insiden penembakan Adorable Starfruit terjadi.
Mencoba menemukan benang petunjuk dari peristiwa itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Silent Rose teralih saat Wise Crow masuk, dia
lebih tampak tenang dibanding saat dia berusaha bunuh diri dengan mencium bibir
Adorable Starfruit yang seharusnya telah dilumuri racun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau baik-baik saja?” tanya Silent Rose pada sahabatnya.
Sebuah pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan, jelas tidak ada satu
orangpun di dunia ini yang masih baik-baik saja setelah melihat peluru menembus
leher kekasihnya, apalagi setelah melihat bagaimana sang kekasih berusaha untuk
menolak kematian. Rosehanya bisa berdoa agar Adorable Starfruit yang baru saja
mereka makamkan di belakang rumah sewaan ini bisa beristirahat dengan tenang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada yang kau dapat?” Wise Crow bertanya balik, ia
menganggap tidak perlu menjawab pertanyaan Silent Rose. Wise meletakkan botol
wine yang telah kosong. Wine itu, wine yang disebut-sebutnya sebagai wine
paling berharga di dunia karena menyimpan kenangan tentang dia dan Pristy. Wise
baru saja mengosongkan isi botol itu dengan menyiramkannya di tanah makam
kekasihnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada beberapa hal yang janggal, yang pertama tidak ada racun
di bibir Pristy, tadinya kupikir Pristy menaruh racun itu di lipstik, dan dia
baru akan melumurkannya ke bibir ketika sudah ada di dekat target. Tapi aku
tidak menemukan racun di lipstik yang dibawa Pristy.” Silent Rose menjawab
sembari menyodorkan kertas berisi catatan analisanya mengenai insiden yang
terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yang kedua, dari log ponsel yang dibawa Pristy, pembicaraan
via ponsel terakhir antara Pristy dan Noisy Cannary adalah lima hari yang lalu,
jarak waktu yang cukup aneh mengingat mereka adalah pair-up.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hal itu wajar saja Rose, bisa saja mereka berkomunikasi
secara langsung, kan?” Wise mencoba mengoreksi analisa Silent Rose. “Justru
aneh kan jika mereka berkomunikasi hanya melalui telepon.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Di hari eksekusi?, apa kau akan membiarkan pair-up mu
bergerak tanpa berkomunikasi sama sekali? Setidaknya untuk memeriksa apakah ada
tindakan yang perlu diambil untuk mengantisipasi hal yang diluar rencana?
Apakah eksekusi selalu sama dengan apa yang direncanakan di atas kertas Wise?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini Wise terdiam. Komunikasi beberapa jam atau menit
sebelum eksekusi dilaksanakan memang termasuk hal yang penting, karena prosedur
apa dan bagaimana eksekusi berlangsung harus memiliki tingkat fleksibilitas
dengan memperhitungkan keadaan yang ada saat itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa ada yang lain?” Wise Crow kembali bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose berdiri dari kursinya untuk menyerahkan selembar
foto, Wise Crow menerimanya dan memandang foto tersebut, foto itu memang
sedikit buram, seolah itu adalah gambar yang diambil dari sebuah rekaman video.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Foto itu diambil oleh seorang amatiran yang kebetulan ada
bersama kita. Dia meng-upload hasil jepretannya ke situs pribadinya.” Silent
Rose menjelaskan asal-usul foto tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow memandang foto tersebut dengan diam, muncul
gejolak dalam benaknya, seolah ingatannya mengenai insiden yang baru beberapa
jam lalu terjadi menekan jantungnya dari dalam. Pria itu mencoba menahan agar
tetap mampu berpikir jernih. Foto itu menggambarkan beberapa penyerangnya yang
sudah tersungkur akibat tembakan Silent Rose, dan seseorang membawa senapan
laras panjang tengah melayang di udara. Menurut dugaan Wise, pria itulah yang
menembak Pristy, Adorable Starfruit, kekasihnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
”Memang tidak begitu jelas, tapi ada bros yang menempel di
jas sniper itu…” Rose melanjutkan hasil analisanya terkait foto tersebut. “Saat
aku memperbesar dan mengolah foto tersebut, aku dapat melihat bros tersebut
berbentuk seperti tiga bunga sakura dengan lima kelopak.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tiga sakura dengan lima kelopak??” Wise terkejut. “itu
bukan lambang Klan Koji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu lambang Klan Tadama.” Silent Rose menyempurnakan hipotesanya.
“Apa yang dilakukan Klan Tadama? Kenapa mereka malah menyerang kita?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada kabar dari Association terkait ini, Rose?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Target dibatalkan. Itu yang dikonfirmasi oleh Association,
semua Case dianggap cukup. Kita diminta kembali ke Indonesia sesegera mungkin.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose…” Wise Crow menghentikan ucapannya, sejenak keraguan
muncul di getaran nada bicaranya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu Wise.” Seolah membaca apa yang ada dalam benak
sahabatnya itu, Silent Rose mengemasi tabung-tabung serum di meja. “Kita tidak
bisa menyentuh Klan Tadama atau Klan manapun. Kita akan terbang ke Jerman dan
mendesak Association untuk mengusut tentang Case yang menyebabkan kematian
kekasihmu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Markas besar Association – Jerman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow dan Silent Rose berjalan memasuki Centre,
satu-satunya ruangan yang bisa digunakan untuk berkomunikasi langsung dengan
para Director. Lantai dan dinding ruangan itu dilapisi granit alam berwarna
hitam gelap, dengan plafond yang juga berwarna hitam. Berseberangan dengan
pintu terdapat Sebuah meja tinggi yang memanjang, dengan tujuh kursi di
belakang meja tersebut. Ini adalah pertama kalinya Silent Rose memasuki Centre,
tapi bagi Wise Crow, ini adalah kali keduanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruangan itu sangat gelap, sebelum akhirnya menjadi terang
akibat tujuh lampu sorot yang tergantung di langit-langit ruangan, menyorot
langsung ke tempat SilentRose dan Wise Crow berdiri. Rose paham betul bahwa
dekorasi ruangan Centre ini bukan dibuat tanpa tujuan. Nuansa hitam yang memberi
kegelapan maksimal mampu memberi rasa tertekan bagi siapapun yang ada di dalam
ruangan ini. Lampu sorot yang difokuskan pada mereka bertujuan untuk memberi
efek kejut, seolah semua mata menuju ke arah mereka. Centre bisa dikatakan
sebagai sebuah ruangan yang memiliki efek psikologis tinggi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada siapapun di dalam Centre kecuali mereka berdua.
Rose menduga Tujuh Director akan masuk dari tempat lain dan duduk di atas kursi
mereka masing-masing. Namun dugaan Rose keliru, tujuh director tidak memasuki Centre.
Hanya layar monitor di atas masing-masing kursi yang tiba-tiba menyala,
menampilkan angka dari satu hingga tujuh di masing-masing layar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami menjawab panggilanmu, Silent Rose, Wise Crow”, suara
yang dikenal sebagai Director no. 6 terdengar dari speaker besar di sekeliling
ruangan. “Duduklah di kursi di tengah ruangan dan gunakan microphone saat kau
bicara.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose dan Wise menuruti apa yang diminta, lampu sorot terus
bergerak mengikuti hingga mereka duduk di atas kursi yang dimaksud. Menghadap
ke tujuh kursi tanpa penghuni.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami datang kemari untuk mendapatkan informasi hasil
penyelidikan terkait insiden yang menyebabkan meninggalnya salah satu agen,
Adorable Starfruit.” SilentRose bicara melalui michropone di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case itu sudah ditutup dan dibatalkan, Klan Koji
diidentifikasi sebagai Klan yang tidak lagi berbahaya. Insiden itu terjadi
karena ada informasi yang diterima mengenai pembunuh Seikahara Yamaguchi.
Artinya, target sebenarnya dari insiden tersebut adalah kalian berdua.”
Director No. 6 memberikan penjelasannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami berdua?, kami melakukan eksekusi dengan rapi dan tidak
terdeteksi oleh siapapun! Bagaimana bisa…” Wise Crow bicara dengan nada cukup
tinggi, pria itu menghentikan ucapannya setelah Silent Rose memberinya isyarat
untuk menahan diri. Wise Crow memandang ke arah Silent Rose yang duduk tepat di
sebelahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa sumber informasinya telah diidentifikasi?” tanya Rose
tenang, tidak ada gunanya melakukan konfrontasi dengan mencoba memberi tekanan.
Jika memang apa yang disampaikan Director no. 6 itu benar adanya, maka pasti
mereka sudah mengidentifikasi sumber informasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Daisuke Jiro, tangan kanan Seikahara Yamaguchi berhasil
mengidentifikasi Land Rover yang kalian gunakan untuk menyerang mereka. Dari
situlah informasi berasal.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jawaban Director no.6 membuat Silent Rose dan Wise Crow
terperanjat. Mobil Land Rover yang mereka gunakan adalah mobil yang dibeli di
Jepang oleh mereka berdua, mereka membeli mobil tersebut di Nagoya, seharusnya
kecil kemungkinan mobil tersebut dapat diidentifikasi sedemikian cepatnya.
Seharusnya hal itu tidak menjadi masalah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Harusnya aku membunuh mereka semua…” Wise berbisik lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana dengan Noisy Cannary? Apakah rencana yang
dibuatnya sudah dianalisa? Dimana pertanggung-jawabannya atas kematian pair-up
nya?”, Rose mulai memberi tekanan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Biar aku yang menjawabnya…” suara seorang wanita kini
terdengar. “Agen Rose dan Wise Crow, aku adalah Director no. 3 yang bertanggung
jawab atas investigasi mengenai insiden tersebut. Kami telah memanggil Noisy
Cannary terkait kematian agen Adorable Starfruit. Kami juga telah melakukan
analisa terhadap rencana yang dibuatnya, tidak ada kesalahan dalam rencana
tersebut, rencana itu benar-benar logis dan masuk akal, hingga terjadinya
insiden tersebut.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Boleh kami tahu detail rencana Noisy Cannary?” Wise Crow
bertanya. Jelas sekali jawaban yang diberikan Director no. 3 tidak
memuaskannya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baiklah agen Wise Crow…” Director no. 3 mulai menjelaskan
detail rencana yang disampaikan oleh Noisy Cannary. “Ieyasu Koji akan
menghadiri pertemuan di gedung M-21 Shibuya pada pukul tujuh malam. Noisy
Cannary berhasil memasukkan Adorable Starfruit sebagai salah satu dari beberapa
gadis penghibur disana. Dengan kecantikan dan keindahan tubuhnya, tentu tidak
sulit bagi Adorable Starfruit untuk menarik perhatian Ieyasu Koji. Pria itu
akan membawa Adorable Starfruit ke ruang VIP, seperti yang biasa ia lakukan, saat
itulah Adorable Starfruit akan meracuni Ieyasu Koji melalui ciuman, setelah
meracuni, Adorable Starfruit akan berlari sambil menangis, seolah Koji telah
melakukan sesuatu yang membuatnya menangis. Dengan alasan itu, Adorable akan
berlari ke luar gedung dan meninggalkan TKP.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Racun jenis apa yang akan digunakan Noisy Cannary?” Silent
Rose bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dicyanides”. Jawab Director no. 3<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cyanide adalah racun yang cepat bereaksi, melumurkannya di
bibir dapat membunuh Adorable Starfruit secara instant.” Dengan tenang Rose
menunjukkan kapasitasnya sebagai orang yang sudah cukup lama berkecimpung di
dunia serum-serum kimiawi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak jika Adorable Starfruit melumuri lidahnya dengan
Sodium Thiosulfate sebelum melumuri bibirnya dengan Dicyanides”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose terdiam, apa yang disampaikan oleh Director no.
3 memang masuk akal. Tidak seperti Sodium Cyanides atau Tetra Cyanides,
Dicyanides memang cenderung lebih mudah dinetralkan menggunakan antitode
standar seperti Amyl Nitrite, Sodium Nitrite, atau Sodium Thiosulfate.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak menemukan racun di bibir Adorable Starfruit”
ucap Wise Crow. “Juga tidak ada komunikasi antara Noisy Cannary dan Adorable
Starfruit via ponsel, seolah-olah Noisy Cannary ada di stasiun itu saat insiden
berlangsung.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Racun memang baru akan dilumurkan saat Adorable Starfruit
berada di gedung M-21. Dan pada saat insiden tersebut berlangsung, Noisy
Cannary sedang ada di dalam gedung M-21 untuk mempersiapkan. Pernyataan Noisy
Cannary telah kami konfirmasi kebenarannya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada racun di lipstik yang dibawa oleh Adorable
Starfruit.” Kali ini Rose yang bicara. “tidak ada racun di semua barang yang
dibawa olehnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lipstik yang diberi racun dibawa oleh Noisy Cannary yang
juga menyusup ke pertemuan sebagai bartender. Baru akan diberikan saat mereka
bertemu. Soal komunikasi, mereka telah mematangkan rencana itu jauh-jauh hari,
komunikasi yang berlebihan hanya akan mengundang perubahan rencana yang tidak
diinginkan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi dia tidak bertanggung jawab? Si Noisy Cannary itu?
dimana dia sekarang?” gigi-gigi Wise Crow bergemeretak menahan sesuatu yang
hendak meledak dalam dirinya. Bagaimanapun dia tidak dapat menerima bahwa
insiden itu terjadi karena keberadaannya dan Rose di stasiun Shibuya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“dia di Indonesia pastinya, kami merasa dia tidak bertanggung
jawab dan tidak perlu menahannya. Itu keputusan bersama dari tujuh director”
salah seorang dari tujuh director menjawab pertanyaan Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi insiden itu terjadi karena kami?! Dan itu murni
kesalahan Adorable Starfruit? Jika memang insiden itu karena kami, kenapa
mereka lebih dulu menembak Pristy!!, KENAPA BUKAN AKU??!!” Wise Crow berteriak
histeris, jelas sekali dia kehilangan kendali dirinya. “JAWAB AKU!! KENAPA
BANGSAT ITU TIDAK BERSALAH,!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose menyentuh pundak Wise Crow, mencoba menenangkan
sahabatnya. Namun Wise Crow mengibaskan tangan Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pelaksanaan rencana tidak di atas kertas!! Bagaimana
mungkin bisa mengabaikan komunikasi pada hari pelaksanaan, hal itu tidak masuk
akal, KALIAN TAHU ITU!! KALIAN BODOH ATAU APA?!”, Wise Crow berdiri dari
kursinya, berteriak lantang sambil menunjuk ke tujuh kursi kosong di depannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tahan dirimu agen Wise Crow!!”, salah satu director kembali
bicara. “Keputusan Director telah dibuat dan tidak bisa diganggu gugat!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau begitu biar aku yang akan mengirim bangsat itu ke
AJALNYA!!” Wise Crow kembali berteriak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose tidak bisa membiarkan suasana menjadi lebih keruh lagi,
dia harus segera bertindak agar Wise Crow tidak dijatuhi hukuman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami hanya ingin keputusan itu dipertimbangkan kembali, ada
satu fakta yang aneh, karena yang menyerang kami bukan dari Klan Koji,
melainkan Klan Tadama.”Rose mencoba memperbaiki situasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case telah ditutup, begitu juga investigasinya, aku sudah
menerima foto yang kau maksud mengenai keberadaan Klan Tadama pada insiden
tersebut, negatif, foto itu terlalu kabur untuk bisa disimpulkan itu lambang
Klan Tadama. Tuduhanmu tidak beralasan, Rose.” Director no. 3 membantah
kata-kata Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan ini pembicaraan selesai, Rose kau bisa kembali ke
Indonesia… sedang untukmu agen Wise Crow, kami akan mempertimbangkan kembali
codename yang kau sandang.” Salah seorang Director berkata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kata-kata itu membuat Rose dan Wise tercekat. Saat Director
menyatakan akan mempertimbangkan codename berarti mereka punya keinginan
mencabut codename tersebut. Pencabutan codename berarti hukuman mati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Siapapun akan bereaksi seperti itu jika melihat orang yang
dicintai meninggal di depan mata, Director. Itu bukan alasan yang kuat untuk
melakukan pertimbangan codename.” Rose mengajukan lobby kepada tujuh Director
untuk menyelamatkan sahabatnya. Seolah telah membaca situasi, Wise Crow kini
diam tak bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Para Director tidak menjawab, hanya ada ketenangan sesaat,
seolah tujuh orang di balik layar itu pergi meninggalkan Centre untuk melakukan
perundingan khusus. Keheningan itu pecah saat suara salah satu Director kembali
terdengar melalui speaker.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami membatalkan pertimbangan terhadap Codename-mu agen
Wise Crow.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalimat itu memberi kelegaan tersendiri bagi Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Namun sikap yang kau tunjukkan dalam Centre kali ini bukan
sikap yang bisa kami terima dengan baik. Jika saja kami tidak memandang Blood
of Roses yang menjadi sahabat baikmu, dan jika saja kami tidak mempertimbangkan
kontribusimu yang cukup tinggi untuk Association, mungkin kami akan mencabut
codename-mu”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan atas sikap itu, tujuh Director akan menjatuhkan detensi
padamu, kau akan menjalani masa skorsing, selama lima tahun di rumah orang
tuamu di Belanda. Selama masa skorsing, kau tidak diijinkan meninggalkan Eropa.
Jadikanlah masa skorsing itu untuk menenangkan diri, kami harap kau sudah
kembali ke kondisi primamu setelah masa skorsing selesai.” Kali ini Director
no. 6 yang bicara. “Dengan keputusan itu, maka pertemuan kita di Centre kali
ini selesai. Agen Rose, kau bisa kembali ke Indonesia, dan agen Wise Crow,
anggota kami sudah menunggumu di luar, mereka akan mengantarkanmu kembali ke
Belanda.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tujuh layar hadapan mereka mendadak mati. Pertanda bahwa
pertemuan telah diakhiri, Rose dan Wise beranjak dari kursi mereka. Mereka
berjalan beriringan keluar dari Centre tanpa bicara sepatah katapun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Indonesia akan sepi tanpamu, sahabat…” ujar Rose seraya
menepuk punggung sahabatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow menatap dalam-dalam mata sahabatnya, sekali lagi
Rose menyelamatkan nyawanya. “Terima kasih sahabat… sampai lima tahun lagi.”
Ujarnya lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rose hanya bisa menatap punggung Wise Crow yang dikawal oleh
empat orang anggota Association. Skorsing untuk Wise Crow sebenarnya adalah
kerugian besar bagi Association, karena mereka harus kehilangan agen tipe B
terbaik mereka untuk beberapa lama. Secara mengejutkan, dua hari setelah
pertemuan di Centre berlangsung, Tujuh Director mengeluarkan ketetapan untuk
menghapus sistem pair-up. Meski demikian, pair-up masih boleh dilakukan, namun
tidak lagi diharuskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kapal Pesiar, Australia<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Saat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak apa-apa?”, Eva terlihat cukup khawatir. Ian
terlihat sedikit pucat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak apa-apa, hanya terlalu banyak sambal saja” Ian
tersenyum lemah, dalam hati ia cukup menyesal telah menjawab tantangan Eva
untuk menghabiskan enam puluh cabe sekaligus tanpa menenggak air atau makan
apapun. Sebuah tindakan bodoh yang kini berakibat dia harus menderita dengan
perut yang melilit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva tertawa mengingat reaksi yang timbul di wajah Ian saat
ia melaksanakan tantangan gilanya itu. Wajah dingin dan cool Ian berubah
seketika menjadi wajah seseorang yang telah menempuh marathon.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa tertawa?” Ian memandangnya sinis. Eva malah makin
terbahak-bahak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau yakin akan menemaniku di ballroom? Aku bisa sendiri
kok.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku selalu memegang janjiku” jawab Ian sambil mengenakan
setelan jas formalnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva tersenyum, gadis itu tampak anggun dengan balutan gaun
panjang berwarna merah muda, gaun itu seolah menyatu dengan kulit putih mulus
gadis itu. Eva menggamit manja lengan Ian saat mereka meninggalkan kamar mereka
menuju ballroom.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ballroom kapal itu tampak cukup luas dan megah, beberapa
meja tampak dirapatkan untuk berkumpul, di salah satu meja terlihat beberapa
orang Jepang bersetelan jas hitam yang memasang wajah cukup serius. Orang-orang
itu berdiri mengelilingi sebuah meja yang tidak berpenghuni, seolah pemilik
meja itu takut seseorang lebih dulu menempati meja tersebut. Sekilas Ian
mengamati bros kecil yang menempel di jas salah satu orang Jepang itu, Tiga
bunga sakura berkelopak lima adalah lambang bros tersebut. Ian menduga itu
adalah lambang dari salah satu Yakuza. Ian mengajak Eva duduk agak jauh dari
segerombolan Yakuza tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Perutmu sudah bisa diisi makanan kan?” tanya Eva sambil
membolak-balik daftar menu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Selama makanan itu tidak berisi cabe” jawab Ian dingin. Eva
tergelak mendengar jawaban Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Ian sempat teralih saat serombongan pria yang
mengenakan busana arab memasuki area Ballroom. Pria-pria tersebut mengenakan
kacamata hitam, sesuatu yang aneh bagi Ian. Untuk apa mengenakan kacamata hitam
di ruangan yang tertutup?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian memutuskan untuk fokus pada makanannya saat ia merasa
perutnya kembali melilit. Dia menyesal tidak membawa serum-serumnya dalam
liburan kali ini. Setidaknya dia bisa menggunakan serum yang bisa menetralkan
perut. Ian buru-buru berdiri dari kursinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pesankan apa saja, aku pergi sebentar” ujar Ian pada Eva
sambil memegangi perutnya yang melilit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Langkah kaki Ian cukup cepat, hingga ia nyaris saja menabrak
segerombolan orang yang hendak masuk ke Ballroom, seorang pria Jepang yang berpostur
tinggi mendorong Ian ke samping dengan cukup kasar. Empat pria Jepang mengapit
seorang pria tua dan seorang gadis Jepang yang cukup cantik. Pastilah ini
pemilik kursi yang dikawal para Yakuza itu. Ian bangkit dan menuju ke toilet
umum di dekat ballroom, karena untuk kembali ke kamar rasanya cukup jauh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Klang! Klang!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mendengar suara logam beradu saat dia sedang menuntaskan
hajatnya di salah satu bilik toilet. Suara itu muncul dari ruang di depan
biliknya, sepertinya seseorang sedang melakukan perbaikan ledeng. Ian mencoba
mengabaikan bunyi itu dan kembali fokus ke apa yang sedang ia kerjakan saat
ini. Buang hajat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gyurrr……<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Guyuran air terdengar setelah Ian menekan tombol pengguyur
di kloset yang baru saja ia gunakan. Ian merapikan celana panjangnya dan keluar
dari bilik, saat Ian mendekat ke wastafel untuk mencuci tangan kakinya
menendang sesuatu, Ian berjongkok untuk melihat apa yang baru ditendangnya dan
menemukan empat butir baut berbahan logam. Ian melihat sekeliling, mencoba
mencari dari mana baut-baut tersebut berasal. Dan ketika ia memandang ke
langit-langit toilet, barulah ia tahu baut tersebut berasal dari tutup lubang
ventilasi yang terbuka. Ian mengingat suara logam yang tadi di dengarnya,
pastilah itu suara yang dihasilkan saat seseorang berusaha membuka tutup lubang
tersebut. Bukan hal yang cukup penting baginya, jadi ia mengabaikannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat Ian berjalan menuju ballroom sesuatu menghentikan
langkahnya, dari sela-sela jendela kaca ia dapat melihat keadaan di dalam
ballroom. Dia melihat beberapa orang pria berpakaian khas timur tengah
menodongkan senjatanya ke arah segerombolan Yakuza. Seorang diantara pria
timur-tengah memegang sesuatu yang ditangkap Ian sebagai sebuah pemicu. Sesuatu
terjadi saat dia pergi, Ian dapat melihat tiga orang Jepang berjas hitam
tergeletak di lantai, darah keluar dari lubang di dahi salah satunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan khawatir Ian mencari Eva, gadis itu tampak ketakutan,
berkumpul di sudut ruangan bersama beberapa penumpang dan petugas kapal. Ian
tidak menyangka peristiwa seperti ini akan terjadi. Ian tidak membawa
perlengkapan lengkap seperti biasanya, satu-satunya senjata yang ia bawa
sekarang adalah dua buah pistol Ballers 90 peninggalan Ayahnya. Ian bergegas
menuju kamar untuk mengambil pistol tersebut, saat ia melewati toilet, Ian
melihat seseorang menarik kakinya masuk ke lubang ventilasi yang telah terbuka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terburu-buru Ian membuka kamar, mengambil dua buah pistolnya
dan bergegas menuju toilet di dekat Ballroom. Seseorang dengan sengaja membuka
tutup lubang ventilasi, dan menggunakan ventilasi itu sebagai akses masuk ke
Ballroom, itulah yang saat ini muncul di benak Ian. Siapapun orang itu, dia
tahu apa yang terjadi, dan Ian akan mencoba menarik informasi dari orang
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa banyak suara, Ian memanjat masuk melalui ventilasi,
ian merangkak menelusuri lorong ventilasi, hingga ia melihat sebuah lubang lain
yang terbuka. Ian merangkak dengan hati-hati mendekati lubang tersebut, dari
dalam ventilasi ia dapat melihat seseorang berpakaian hitam ketat sedang
memasang suatu alat elektronik dan menempelkannya ke lantai di bawahnya. Tanpa
membuang waktu dan banyak suara, Ian menerjang pria tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ternyata pria itu cukup tangkas dan siaga, pria tersebut
segera menghindar begitu menyadari keberadaan Ian. Sejenak keduanya bertatapan
dan saling terkejut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose?!” pria itu terkejut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Owl?!”. Ian juga sama terkejutnya<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang kau lakukan disini?” Clever Owl menatap dengan
pandangan penuh curiga pada Ian. Raut wajah keduanya tampak sama-sama bingung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau, Owl? Apa yang kau lakukan di kapal ini?” Ian
memutuskan untuk bertanya balik, sekilas ia memperhatikan busana yang dikenakan
Clever Owl, pakaian hitam ketat yang dikenakan oleh Owl jelas bukan pakaian
yang dikenakan orang yang tengah berlibur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Case” jawab C.O ringan. Sekilas ia melihat Ian
mengernyitkan dahinya. “bukan dari Association saja… kau tahu kan, aku double
agent”. Tambahnya seolah menjawab pertanyaan yang ada di kepala Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. misi dari FBI?, tapi kau kan agen tipe B, tidak
kupikir kau akan terjun lapangan juga”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl tersenyum mendengar ucapan Ian. “Sebenarnya lapangan
bukanlah keahlianku, tapi FBI melatihku cukup baik untuk itu. Jangan bandingkan
skill lapanganku dengan agen tipe A sepertimu, Rose. Jelas aku tidak sebaik
para agen tipe A. Lagipula, saat ini aku juga mendapat tugas dari Association.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi, saat ini kau tengah menjalankan dua tugas sekaligus?
Dari Association dan FBI.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya.” Jawab Owl. “FBI menugaskanku untuk menangkap Darren
Ahmad, jendral dari jaringan teroris Al-Qaline. Dan Association, memberiku
tugas untuk melindungi Ieyasu Tadama, oyabun dari Klan Tadama, Yakuza.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“melindungi?”, kata-kata itu cukup asing bagi Silent Rose,
selama ini dia belum pernah mendengar Association mengeluarkan Case yang
bertujuan untuk melindungi seseorang. Kebanyakan dari isi Case adalah
menghabisi bukan melindungi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan tanya aku mengenai detail case yang kuterima dari
Association, aku hanya melaksanakan tugas, kau tahu kan kami agen tipe B
terikat penuh dengan Association? Kami tidak punya hak untuk menolak Case.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah, aku paham… tapi aku sekarang berpikir jangan-jangan
ini adalah rencana dari Pak tua sialan itu.” Ian mendengus, merasa pertemuannya
dengan Owl sudah direncanakan oleh Wise Crow. Wajar jika dia berpikir begitu,
bukankah Wise Crow yang menyiapkan liburannya?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. jadi kau disini karena Case?” Owl bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak, aku disini untuk liburan bersama Eva. Tapi
sepertinya Wise Crow sudah tahu ini akan terjadi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jujur saja, Rose. Aku akan sangat terbantu kalau kau mau
membantuku.” Wajah Owl tampak sedikit senang saat mengucapkan kalimatnya. “Aku
tidak begitu ahli dengan senjata… ya aku punya beberapa perlengkapan dari
Association yang bisa membantuku tapi aku rasa tidak akan banyak berguna.
Kebanyakan hanya peralatan mata-mata mengingat misiku hanya melindungi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian diam sejenak, mencoba mempertimbangkan apakah dia harus
membantu Clever Owl atau tidak. Bagaimanapun dia sudah terjebak dalam keadaan
ini dan yang lebih penting lagi, dia harus menjamin keselamatan Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak membawa perlengkapan apapun selain dua ballers
peninggalan Ayahku ini, Owl” ujar Ian sambil menunjukkan dua pistol ballers
dengan ukiran mawar di gagangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau boleh mengambil apa yang kau perlukan. Tapi aku tidak
punya senjata laras panjang, hanya ada beberapa portable wall hologram
projector , beberapa tabung gas air mata, sebuah pisau beraliran listrik dan
alat komunikasi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mendekat dan mengamati alat yang ada di tas besar yang
dibawa oleh Clever Owl. Ian mengambil sebuah benda berbentuk tabung sepanjang
dua puluh centimeter dengan beberapa tombol warna-warni berderet di satu sisi
tabung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu PWHP, Portable Wall Hologram Projector. Jika kau
meletakkannya di lantai dan menekan tombol ini”, Owl mengambil tabung di tangan
Ian dan meletakkannya di lantai. Owl lalu menekan sebuah tombol berwarna merah.
Bunyi desisan keluar saat tabung itu memanjang sekitar setengah meter dan
mengelurakan sinar yang menyapu seisi ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sinar apa itu?” Ian menutup matanya menghindari sinar silau
yang sekilas menyapu ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia memfoto ruangan ini, jika kau menekan tombol biru di
sebelahnya alat ini akan memproyeksikan apa yang ada dibelakangku.” Owl menekan
tombol berwarna biru, sebuah sinar muncul ke atas, dan membentuk garis-garis
persegi yang kemudian dengan ajaib memproyeksikan apa yang ada di belakang Owl,
membuat Owl tak terlihat lagi, seolah tidak ada orang lain di ruangan itu
kecuali Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tekan tombol kuning untuk menonaktifkan proyeksi sekaligus
melipat kembali alat ini”, suara Owl terdengar. Detik berikutnya proyeksi itu
menghilang, Owl kembali terlihat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Luar biasa…” Bahkan Ian cukup kagum dengan peralatan yang
dibawa oleh Clever Owl. “Wise Crow tidak pernah memberitahuku tentang alat
semacam ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin menurutnya kau tidak memerlukannya.” Jawab Owl
ringan. “Tapi rata-rata agen tipe A yang bekerja di Eropa dan Amerika
menggunakan PWHP ini. Setidaknya itu membantu mereka mendekati target.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke, aku rasa aku tidak punya pilihan lain selain
membantumu Owl. Apa yang kau ketahui?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl mengambil sebuah alat serupa smartphone mini dan menekan
sesuatu di alat tersebut. Sebuah proyeksi yang menggambarkan kapal pesiar itu
secara tiga dimensi muncul di permukaan. Persis seperti yang sering ditemui di
film-film science fiction.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka tidak berencana untuk membiarkan seorangpun selamat,
Rose…” Owl menatap mata Ian dalam-dalam. “Mereka hanya akan menyelamatkan
golongan mereka sendiri. “Dari awal mereka telah merubah rute kapal ini, dan
kini kita mengarah ke jajaran gunung es di Samudera Antartika.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka akan menenggelamkan kapal ini” gumam Ian mencoba
membaca apa yang menjadi rencana jaringan teroris Al-Qaline.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Benar sekali, menurut perhitunganku, dengan kecepatan
sekarang kita akan mencapai jajaran gunung es itu sekitar enam sampai tujuh jam
lagi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka menguasai ruang kemudi?” tanya Ian. Owl mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“bukan hanya ruang kemudi, mereka juga mengambil-alih ruang
mesin. Kita harus membersihkan mereka terlebih dahulu. Tapi melawan orang
sebanyak ini… aku juga harus memastikan keselamatan Ieyasu Tadama.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mengerti, Owl. Kau akan membantuku dari sini, kau akan
mengawasi gerak-gerik para teroris di ballroom dan informasikan jika ada yang
meninggalkan ballroom. Aku akan mencoba membersihkan ruang mesin dan kemudi
secara diam-diam, sehingga para teroris itu tidak berbuat gegabah.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau benar Rose, gerombolan teroris ini terbagi jadi tiga
kelompok, satu di ruang kemudi, satu di ruang mesin dan sisanya di ballroom.
Mereka hanya berkomunikasi dengan radio secara berkala, aku sudah mendapatkan
frekuensi yang mereka pakai, dan juga suara mereka dengan alat perubah suara
ini.” Owl menunjuk sebuah benda berbentuk radio dengan antena bundar seperti
parabola mini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi setelah aku membersihkan ruang mesin kau bisa
berpura-pura menjadi mereka?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku pikir ruang kemudi dulu Rose… mereka tidak akan sadar
kalau kau merubah arah kemudi, namun jika kau menurunkan kecepatan mesin…
mereka akan segera menyadarinya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ruang kemudi terlalu terbuka, Owl. Itu bukan pilihan yang
baik, aku tetap memilih ruang mesin lebih dulu, seharusnya jumlah mereka disana
tidak banyak, dan lagi ruang mesin cukup luas, aku bisa menyusup lebih mudah
kesana. Aku akan membersihkan ruang mesin lalu pergi ke ruang kemudi tanpa
menurunkan kecepatan kapal.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi untuk merubah arah kau perlu menurunkan kecepatannya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Setelah dari ruang kemudi aku akan kembali ke ruang mesin
untuk menurunkan kecepatan kapal, saat itu kau sudah harus bersiap dengan misi
penyelamatanmu. Gunakan gas air mata dan bom asap untuk membuat kegaduhan lalu
selamatkan targetmu. Aku akan bergabung denganmu secepatnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baiklah, aku akan menunggu kabar darimu, Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian memasang headset mini yang berfungsi sebagai alat
komunikasi mereka, mengambil sebuah PWHP, dua bom asap dan sebuah masker gas
lalu memasukkannya ke dalam tas ransel kecil yang diberikan oleh Clever Owl.
Ian memperhatikan sejenak hologram denah kapal, mencoba mengingat rute yang
akan diambilnya. Setelah dirasa cukup, Ian bergegas meninggalkan Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Langkah Ian tertahan sejenak mendengar panggilan Rose, dia
berbalik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Good luck, Rose” ujar Clever Owl sambil memberikan hormat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan hati-hati dan perlahan Ian membuka tutup ventilasi
udara yang menjadi akses masuknya ke ruang mesin. Dengan suara yang sangat
pelan agen bercodename Silent Rose ini menapakkan kakinya di atas pipa besar
yang memanjang di sepanjang ruang mesin. Silent Rose berjalan dengan cekatan,
ia memang dilatih untuk bisa bergerak cepat di segala medan dan situasi,
termasuk di permukaan licin seperti permukaan pipa besi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menghentikan langkahnya saat dia menangkap suara tapak
kaki dan seseorang yang tengah bicara. Dia melihat dua orang berseragam seperti
teknisi yang sedang mengobrol dalam bahasa Arab. Sesaat dia menyadari bahwa
teroris Al-Qaline bicara menggunakan bahasa timur-tengah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Owl, mereka bicara dengan bahasa Arab?” bisik Silent Rose
melalui headset.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bahasa Turki tepatnya, ada apa Rose?” terdengar balasan
dari Clever Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau kita mengambil alih komunikasi mereka, kau harus
bicara dalam bahasa Turki kan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yap, lalu kenapa? Kau pikir aku tidak menguasai bahasa
Turki?”. Nada Owl terdengar biasa-biasa saja meski jelas-jelas Ian baru saja
mempertanyakan kemampuan bahasanya. “Delapan puluh persen bahasa di dunia aku
kuasai Rose… itu sudah pekerjaanku.” Tambahnya kalem.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yah… aku hanya berjaga-jaga saja.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose melanjutkan langkahnya sampai sedekat mungkin
dengan dua orang yang tengah berjaga. Dipandanginya sekeliling, memastikan jika
ada penghuni lain di ruangan itu selain dia dan dua orang teroris berseragam
teknisi itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada orang lain di sana selain dirimu dan dua orang
itu, Rose.” Kalimat Owl cukup mengejutkan Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kau tahu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“memangnya menurutmu bagaimana aku bisa menampilkan
proyektor isi kapal dengan detail di depanmu tadi? Sebelum kapal berangkat aku
sudah meletakkan banyak sensor panas di langit-langit, salah satunya ada di
atasmu. Dan kau tidak perlu khawatir karena kamera pengawas sudah aku freeze
kecuali yang ada di ballroom.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Persiapan yang bagus, Owl.” Puji Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu sudah pekerjaanku kan? Sebagai agen tipe B, seorang
ahli strategi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepertinya kau melakukannya dengan baik.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Begitu juga denganmu Rose, aku membaca beberapa laporan
kepolisian mengenai aksimu, trik-trik yang kau ciptakan cukup mengagumkan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose tidak membalas komentar Owl, saat ini dia fokus
untuk menjatuhkan target yang ada di hadapannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Boleh kubunuh mereka, Owl?”. Tanya Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silakan, aku hanya butuh Darren Ahmad saja.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keadaan di Ballroom cukup mencekam, Eva hanya menunduk di
sudut ruangan bersama dengan pengunjung lain. Gadis itu bertanya dalam hati
apakah ini adalah salah satu bagian dari Case yang diambil Ian? Apakah liburan
ini hanya demi sebuah Case dan bukan serta merta untuk membuatnya senang?, dan
apakah Ian meninggalkannya begitu saja dalam keadaan yang mencekam?. Pertanyaan
demi pertanyaan berputar di benak Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak satupun orang di dalam ballroom yang berani bertindak
janggal. Seorang pria berbadan gemuk baru saja ditembak mati akibat menangis
terlalu histeris. Pria itu tampak seperti seorang pengecut. Dan sebuah peluru
telah melubangi kepalanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Darren Ahmad, salah satu Jenderal di jaringan teroris
Al-Qaline tampak mondar-mandir sambil sesekali memeriksa keadaan anak buahnya
di ruang mesin dan ruang kemudi. Sebuah senjata otomatis berada dalam
genggamannya. Pria berjenggot panjang itu menatap mayat-mayat anggota Yakuza
yang ingin memberikan perlawanan. Menyisakan Ieyasu Tadama dan kedua putrinya
Rin Tadama dan Sakura Tadama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa mau kalian?” ujar Ieyasu Tadama dalam bahasa Jepang
yang fasih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“English!”, bentak Darren Ahmad.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“He ask you, What do you want?” Sakura Tadama, putri tertua
dari Ieyasu Tadama menerjemahkan kalimat Ayahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Darren memandang ke arah Sakura, gadis itu tampak cantik
dengan balutan gaun panjang yang menampilkan belahan dadanya. Darren tersenyum
sekilas. “Jadi kau bisa bahasa Inggris?” ucap Darren dalam bahasa Inggris. “Aku
suka gadis yang cerdas.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sakura membalas tatapan mata Darren tanpa menunjukkan rasa
takut, gadis itu tahu, rasa takut hanya akan membawanya ke dalam situasi yang
lebih buruk. Namun itulah wanita, kadang mereka salah menerjemahkan keadaan.
Andai saja Sakura lebih bisa menahan diri seperti adiknya, Rin, mungkin Darren
tidak akan tertarik padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Darren Ahmad mengangkat senjatanya, mengarahkannya ke kepala
gadis cantik itu, Sakura tidak juga menunjukkan rasa takut, alih-alih rasa
takut, gadis itu membalas pandangan mata Darren tanpa ragu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh… jadi kau tidak takut mati, gadis cantik.” Gumam Darren.
Seringainya tampak semakin jelas. Dia berpaling dan bicara ke anak-anak buahnya
di sekitar dalam bahasa Turki.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tunjukkan pada gadis ini mimpi buruk yang nikmat.” Ucap
Darren dalam bahasa Turki.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Anda yakin? Komandan?.” Tanya salah seorang anak buahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lakukan saja sebagai pelajaran bagi gadis-gadis sialan yang
merasa dirinya sejajar dengan kaum pria.” Perintah Darren.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua dari empat anak buah Darren yang berada di ballroom
beranjak maju, mendekat ke arah Sakura. Melihat gelagat yang tidak baik,
ketakutan muncul di wajah cantik gadis itu. Ketakutan yang datang terlambat.
Ieyasu Tadama tidak bisa membiarkan putri tertuanya menjadi korban, pria itu
berdiri dan berteriak lantang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DUKK!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Belum sempat Ieyasu bereaksi, sepatu laras panjang yang
dikenakan oleh Darren menghantam perut oyabun tersebut. Membuatnya terjatuh
dari kursinya. Owl melihat apa yang terjadi dari kamera CCTV yang telah
diretasnya. Sejenak Owl berpikir apakah ia perlu mengambil tindakan mengingat
misinya untuk melindungi Ieyasu Tadama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ieyasu tampak tak bergerak, sepertinya pria tua itu
kehilangan kesadarannya. Sakura kehilangan tenaganya saat dua pria anak buah
Darren memaksanya berdiri, sedang adiknya, Rin hanya dapat menangis terisak.
Darren menoleh ke sudut ruangan, ke tempat dimana pengunjung lainnya meringkuk
ketakutan. Darren mendekat dan menempelkan ujung senjatanya ke seorang pria
berkacamata yang tengah meringkuk ketakutan. Pria itu gemetar saat dirasakannya
ujung senjata Darren menyentuh ubun-ubun kepalanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Berdiri dan ikuti aku” perintah Darren. Pria berkacamata
itu mengikutinya dengan gemetar sampai ke tengah ruangan. Darren mengalihkan
perhatiannya ke arah Sakura yang tengah diapit dua anak buahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nyawa pria ini di tanganmu nona…” ujar Darren sambil
menyeringai. “lepaskan pakaianmu, sekarang.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sakura membelalakkan matanya mendengar ucapan Darren. Dia
tidak percaya Darren memerintahkannya untuk menelanjangi dirinya sendiri.
Darren menatap tajam ke arah gadis itu, Sakura menatap ke pria berkacamata yang
tengah ketakutan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DOR!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Merasa tidak mendapat jawaban dari Sakura, Darren meledakkan
kepala pria tersebut tanpa ragu. Lalu secara acak menarik seorang sandera lagi,
kali ini seorang anak kecil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lakukan, nona.” Ucap Darren lagi sambil menyeringai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bunuh saja aku.” Jawab Sakura dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu nyawa lagi melayang akibat jawaban Sakura. Anak kecil
itu sempat menggelepar beberapa detik saat sebuah peluru melubangi kepalanya.
Seolah sedang menikmati sebuah permainan, Darren mengambil kembali seorang
sandera, kali ini seorang Ibu yang tengah menggendong bayinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dua nyawa sekaligus mungkin bisa membuka pikiranmu, nona.”
Seringai masih belum juga hilang dari bibir Darren.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sakura diam, gadis cantik itu memejamkan kedua matanya.
Jari-jemarinya tampak gemetar saat ia mulai meraih resleting belakang gaunnya.
Sambil tertunduk menahan malu gadis itu menurunkan resleting belakangnya dan
membiarkan gaun itu meluncur ke lantai. Memaparkan kulit putih mulusnya,
pinggul, dan sebuah tato bergambar bunga sakura memenuhi punggung putih gadis
cantik itu. Dua bukit indah di dada gadis itu tampak kencang menantang, ia
tidak mengenakan bra karena gaun yang dikenakannya memiliki busa yang berfungsi
sebagai pengganti bra. Beberapa mata memandang kagum ke keindahan tubuh Sakura,
lekuk pinggangnya tampak ramping menggoda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu melirik ke arah Darren. Darren hanya tersenyum
sambil memberikan isyarat agar gadis itu melanjutkan aksinya. Sakura kembali
menunduk dan memejamkan mata saat jari-jari lentik gadis itu menyentuh tepi
celana dalam hitam yang dikenakannya. Air mata tampak berlinang saat gadis itu
menarik lepas celana dalamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sakura memejamkan matanya rapat-rapat menahan malu, seolah
dia dapat merasakan tatapan mata seisi ruangan di sela-sela pori kulit mulusnya
yang terawat. Pejaman matanya semakin merapat, tubuhnya bergetar saat dia
merasa sebuah tangan kasar meremas payudaranya dari belakang. Tubuh
telanjangnya semakin gemetar menahan rasa geli saat jari-jemari itu memilin
putingnya, lebih bergetar lagi saat merasakan tubuh pria di belakangnya merapat
ke punggungnya, diikuti sentuhan benda yang terasa kasat, hangat namun basah di
lehernya. Pria yang dibelakangnya kini tengah menciumi tengkuk gadis itu,
memberikan efek geli yang merinding ke seluruh tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Putri Yakuza yang cantik itu menggigit bibir bawahnya,
mencoba menahan rasa geli yang kini berubah menjadi sensasi kenikmatan yang
aneh. Seolah terjadi konflik dalam dirinya, antara perasaan malu, geli, geram,
nikmat yang berbaur acak dalam benaknya. Gadis itu tidak bisa menahan untuk
tidak memekik saat merasakan usapan pada kemaluannya, tubuhnya menggelinjang
pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ngghh…” Sebuah erangan lepas dari bibir indah gadis itu,
pria yang kini mempermainkan tubuhnya tampak semakin bersemangat. Mata indah
gadis itu terbelalak kala jari-jari yang tengah bermain di liang kewanitaannya
melesak masuk tanpa kompromi. Ada rasa perih dari perlakuan kasar tersebut,
rasa perih yang menimbulkan keinginan untuk berontak. Matanya menangkap adanya
celah saat melihat pria bersenjata di sebelahnya yang tengah larut menyaksikan
tubuh indahnya disentuh oleh rekan sesama terorisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan cepat Sakura bergerak, mencoba meraih senjata yang
dipegang oleh pria di sebelahnya namun ia kurang cepat, Darren bergerak lebih
cepat, menendang anak buahnya yang tengah terpesona dengan live show di depan
matanya. Pria bersenjata itu tersungkur akibat tendangan komandannya sendiri.
Sakura gagal meraih senjata, alih-alih senjata, akibat tindakannya kini dua
pria lain yang berjaga di sekelilingnya bergerak. Dengan tangkas mereka
menelikung tangan gadis cantik yang sudah tanpa busana itu. membuat gadis itu
tersungkur di lantai ballroom dalam posisi menungging.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Darren memberi perintah pada anak buah yang ditendangnya
setelah memakinya dalam bahasa Turki. Pria yang dimaki itu tampak ketakutan dan
bergegas kembali ke posisi siaganya. Darren berjongkok tepat di dekat wajah
cantik Sakura, mencekik leher gadis cantik itu hingga bertatap muka dengannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau hanya mempercepat hukumanmu, nona cantik.” Geram Darren
dalam bahasa Inggris yang fasih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keadaan hening sejenak, tidak seorangpun berani mengambil
tindakan. Setelah Darren memberi isyarat barulah anak buahnya bergerak. Sakura
tidak lagi mampu berontak saat dua pria menggamit lengannya, membuat posisinya
tampak seperti seorang gadis yang siap melakukan senggama dalam posisi doggy
style. Darren memberi isyarat pada anak buahnya yang berada di belakang sang
gadis. Mengerti apa yang dimaui oleh komandannya, pria itu beranjak ke belakang
Sakura dan mulai melucuti celananya sendiri. Sakura berjengit saat dia
merasakan sesuatu yang keras dan hangat menempel di gerbang kewanitaannya,
tubuhnya sedikit terlonjak saat benda itu mengusap-usap bibir kewanitaannya, mencari
posisi yang tepat untuk masuk ke celah kenikmatannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahhk…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pekikan tertahan gadis itu adalah hal berikutnya yang
terdengar. Senti demi senti penis pemerkosanya membelah kewanitaannya. Saat
batang itu mulai menemukan jalurnya, penis itu meluncur deras dalam satu
hentakan kuat, membuat tubuh indah putri Yakuza itu terdorong ke belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mata indah gadis cantik itu kembali terpejam saat merasakan
pria di belakangnya memasuki rongga kewanitaannya. Tubuh gadis itu kini
berayun, seiring ayunan pria yang tengah menyetubuhinya. Sebuah pertunjukan
yang mengesankan bagi beberapa sandera laki-laki yang ada di ruangan itu.
Lambat laun Sakura menyerah juga, ia merasa tidak ada gunanya melawan. Gadis
itu lantas mengingat kutipan sebuah tulisan yang pernah ia baca, “kadang hidup
itu seperti sebuah pemerkosaan. Jika tak mampu melawan maka pilihanmu yang
tersisa adalah menikmatinya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Batang kejantanan besar yang masuk ke dalam tubuhnya berayun
makin cepat seiring basahnya liang kenikmatan gadis cantik itu. Sakura sudah
tidak melawan, membiarkan kenikmatan demi kenikmatan yang diberikan orang tak
dikenalnya menjalari tubuh dan pikirannya. Nafas gadis itu mulai memburu,
bahkan sesekali desahan lepas dari bibir indahnya yang setengah terbuka. Gadis
itu telah memutuskan untuk menikmati persetubuhan yang tak diinginkannya ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nafas pria yang menyetubuhinya juga memburu, raut wajah pria
itu menunjukkan sebuah kenikmatan tersendiri yang ia rasakan dari jepitan
dinding kemaluan gadis cantik yang dinikmatinya. Jelas dia tidak pernah
membayangkan dapat menyetubuhi putri seorang Yakuza yang cantik. Apalagi liang
kenikmatan milik gadis-gadis Asia memang cenderung lebih dangkal dan sempit
dibanding milik wanita-wanita Timur tengah. Dengan penuh semangat pria itu
menuntaskan birahinya pada Sakura. Gadis itu sendiri sudah semakin basah,
desahan kini lebih sering keluar dari bibirnya, hujaman demi hujaman
menghantarkannya semakin dekat dengan kenikmatan puncak. Payudara kencangnya
berayun, tangannya kini bebas, tidak ada lagi pria yang menahan kedua
tangannya. Kini Sakura menumpu hanya pada tangannya sendiri, matanya masih
terpejam, namun kepalanya mendongak, bibir gadis itu mendesah merasakan
kenikmatan yang diberikan oleh genjotan-genjotan pria yang menyetubuhinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seolah sudah lupa dengan keadaannya sekarang, Sakura
mengerang, bukan lagi mendesah. Gadis cantik itu kini benar-benar larut dengan
kenikmatan duniawinya. Dan semakin cepat pompaan penis di vaginanya, semakin
kencang gadis itu mengerang hingga akhirnya dia menjerit, tubuhnya mengejang
hebat, pertanda bahwa orgasme telah menjemputnya dengan kenikmatan yang luar
biasa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuh telanjang gadis itu hendak ambruk ke depan, namun pria
di belakangnya dengan sigap melingkarkan tangannya untuk menahan tubuh gadis
itu. Pria itu lantas mempercepat tempo hujamannya, sambil mengerang seiring
kenikmatan yang diberikan akibat gesekan tekstur dinding dalam vagina sang
gadis. Pria itu kini mengejar kenikmatannya sendiri, dan saat dia sampai, tanpa
ampun pria itu melesakkan penisnya dalam-dalam, membuat Sakura membelalakkan
mata. Pria itu menggeram, Sakura dapat merasakan penis besar pria itu
berkedut-kedut hebat dalam vagina, beberapa kali sebelum menyemprotkan cairan
hangat ke dalam rahimnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh…” Tubuh Sakura kembali bergetar saat orgasme susulan
menyerangnya. Dia dapat merasakan cairan hangat mengalir keluar dari liang
kewanitaannya kala pria yang menyetubuhinya menarik lepas penisnya. Nafas
Sakura dan pria itu tersengal-sengal, tubuh Sakura terasa sangat lemas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah suara di radio panggil yang dimiliki Darren menarik
perhatian Jenderal Al-Qaline itu. dalam bahasa Turki dia berbicara dengan
seseorang di radio tersebut. Pandangannya beralih dari tubuh telanjang Sakura
yang tergeletak lemas di lantai ke sosok Rin yang meringkuk di samping Ayahnya
yang masih belum sadarkan diri. Seringai jahat kembali muncul di raut wajah
Darren saat ia berjalan mendekati Rin Tadama, putri kedua Ieyasu Tadama yang
tidak kalah cantik dari kakaknya. Gadis delapan belas tahun itu hanya meringkuk
ketakutan melihat Darren mendekatinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Don’t touch her!!” Sakura sempat berteriak sebelum seorang
pria lain membalikkan tubuhnya. Pria kedua dengan mudah melesakkan batang
kejantanannya ke tubuhnya. Darren tersenyum melihat Sakura.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tenang saja, aku tidak akan menyentuh adikmu, nona cantik.”
Jawab Darren Ahmad dalam bahasa Inggris yang fasih. “Hanya saja teman-temanku
di ruang kemudi butuh hiburan, aku tidak akan menyentuhnya, tapi teman-temanku
pasti melakukannya.” Lanjutnya sambil tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“F..fuck…youh..ahhh..” ujar Sakura, tubuhnya kini kembali
terayun-ayun akibat hujaman pria kedua yang menyetubuhinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tenang, aku tidak akan membiarkannya menghibur sendirian…”
Darren melihat ke arah para sandera yang kini meringkuk ketakutan atas tatapan
tajam sang teroris. “Kau… kau akan membantu gadis muda ini memuaskan
teman-temanku.” Ujarnya sambil menunjuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose bergerak dalam diam, mencoba menemukan cara
termudah untuk menghabisi kedua target yang saat ini ada dalam satu ruangan
bersamanya. Dia memang bisa menembak kedua target dengan mudah, namun pistol
ballers 90s yang dibawanya saat ini merupakan pistol yang menghasilkan suara
cukup nyaring, meskipun Owl mengatakan tidak ada orang di dekat ruang mesin
kecuali mereka bertiga, tetap saja Ian tidak mau mengambil resiko, apalagi saat
ini posisi mereka berada di lambung kapal, satu tembakan saja menembus dinding
maka tamatlah riwayat mereka semua. Pistol tampaknya bukan alat yang sesuai
untuk digunakan di ruang tersebut. Ian merogoh ke dalam ransel, mencoba
menemukan sesuatu yang bisa ia gunakan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose, aku berhasil masuk ke sistem kendali” Owl
menginformasikan keberhasilannya meretas sistem kendali kapal. “Tapi sepertinya
mereka mengubah mode kemudi ke manual. Tidak banyak membantu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Good timing, Owl. Aku butuh bantuan disini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya ada dua orang lawan disana. Kupikir kau tidak perlu
bantuan untuk menghabisi mereka. Kau kan bisa menembak mereka tanpa kesulitan
yang berarti.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau benar-benar tidak paham soal senjata ya, Owl?” Ian
menjawab. “Dual Ballers 90s itu termasuk pistol bertekanan tinggi, nyaris
setara dengan pistol jenis Magnum. Dan pistol ini milik Ayahku, sudah
dimodifikasi hingga memiliki tekanan setara dengan sebuah shotgun. Aku bisa
saja menembak mereka berdua dengan satu peluru sekaligus, namun ada kemungkinan
peluru itu akan melubangi kapal dan mengirim kita ke neraka lebih cepat.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. kalau begitu jangan, karena neraka tidak ada di
rencanaku kali ini.” Kelakar Clever Owl santai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menggelengkan kepalanya mendengar kelakar Owl.
Sempat-sempatnya pria itu melontarkan sebuah joke dalam keadaan genting semacam
ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bisa membuka palka ballast tank?” ujar Silent Rose
merujuk ke ruangan paling bawah dari kapal yang biasanya terisi air untuk
menyeimbangkan mengapungnya kapal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak, pintu itu harus dibuka secara manual.” Jawab Owl.
“Tapi aku menempelkan sensor panas disana, alat itu bisa menimbulkan semacam
suara untuk menarik perhatian.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bisa menimbulkan suara semacam ketukan? Yang cukup keras
tentunya”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“sangat bisa. Ketukan seperti apa yang kau inginkan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Buat berirama, seolah seseorang mengetuknya dari dalam.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DOK…DOK…DOK…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terdengar suara logam berat yang diketuk, suara itu berasal
dari bawah lantai. Suara ketukan itu menarik perhatian kedua teroris yang
menjaga ruang mesin, dua orang itu berbicara dalam bahasa Turki mereka melihat
sekeliling, mencoba mencari asal suara. Sambil mensiagakan senjata, kedua orang
itu mendekat ke pintu palka Ballast Tank. Ian melihat kedua orang itu saling
bicara sambil menunjuk ke pintu palka di bawah mereka. Ian tersenyum mengetahui
mangsanya masuk ke dalam perangkap kecilnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua orang itu tampak saling berargumen untuk beberapa saat
sebelum salah satu dari mereka melepas pengaman Mini-Uzi Carbine miliknya dan
membuka pintu palka Ballast Tank, mereka menengok sedikit ke arah ruangan Ballast
Tank yang terendam air. Ian tersenyum saat mengetahui bahwa lawan-lawannya
tidak begitu memahami senjata. Mini-Uzi Carbine bukanlah senjata yang bisa
dengan mudah ditembakkan di dalam air. Perangkapnya sempurna saat salah seorang
dari mereka memutuskan untuk masuk ke dalam Ballast Tank. Ian bergerak ke pipa
besar di atas mereka dengan tangkas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara ketukan yang berasal dari alat milik Owl masih sempat
terdengar selama beberapa saat sebelum benar-benar menghilang. Tampaknya orang
yang menyelam masuk ke dalam Ballast Tank berhasil mencabutnya. Ian
memperhatikan dengan sabar dan tenang, seperti seekor jaguar yang tengah
menanti kelengahan mangsanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat yang ditunggunya akhirnya tiba saat teroris yang
menyelam ke dalam Ballast Tank terlihat berusaha naik ke permukaan. Silent Rose
masih tetap dalam diamnya. Ketika rekan sang teroris yang tetap di permukaan
mengulurkan tangannya untuk membantu rekannya keluar dari Ballast Tank barulah
Silent Rose bergerak. Tangannya mengambil sesuatu yang terselip di pinggangnya
dan melemparnya ke arah air di Ballast Tank. Tepat saat tangan kedua teroris
itu saling menggenggam, benda yang dilemparkan oleh Ian masuk ke dalam air.
Sebuah pisau yang dapat menimbulkan listrik bertegangan tinggi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hukum fisika menjelaskan bahwa air adalah konduktor terbaik
setelah logam, dan kali ini teori tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Silent
Rose. Kombinasi air dan listrik dapat berakibat fatal, dan itulah yang terjadi
pada dua teroris yang kini terhubung karena saling menggenggam. Listrik dengan
cepat menyengat keduanya, membuat mereka tampak kejang untuk beberapa saat
sebelum keduanya jatuh ke dalam Ballast Tank. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Owl, ruang mesin bersih.” Rose melapor pada Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Er… Rose, sebaiknya kau segera ke ruang kemudi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku memang akan kesana, ada apa Owl?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mereka membawa gadismu kesana.” Jawab Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memandang gadis Jepang berusia delapan belas tahun yang
tak henti-hentinya menangis sesenggukan. Dua gadis cantik itu berjalan tanpa
suara, ingin rasanya Eva berontak, mencoba menepis rasa cemasnya dengan berlari
dari situasi ini. Jika saja tidak ada seorang teroris bersenjata di
belakangnya, mungkin Eva sudah melarikan diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesaat ingatan Eva membawanya ke kejadian di pulau, saat dia
dan Gea, teman kuliahnya menjadi korban keberingasan pria-pria jahat di pulau
tersebut. Mengingat bagaimana para lelaki keji itu memperlakukan Gea. Entah
darimana waktu itu ia mendapat kekuatan, hingga menyambar sebilah parang dan
memberikan perlawanan. Namun gadis cantik itu harus mengakui, saat ini terasa
berbeda dengan kejadian di pulau kala itu. Saat ini tidak ada rasa panik
berlebihan atau ketakutan seperti yang ia rasakan kala insiden bersama Gea.
Mungkin karena saat ini ia memiliki Ian, pembunuh profesional yang menyandang
codename Silent Rose. Eva tidak tahu dimana Ian berada saat ini, tapi
keyakinannya cukup kuat, ia yakin Ian akan menyelamatkannya, seperti saat ia
diselamatkan saat insiden pulau itu terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu-satunya yang membuatnya mampu bersikap lebih tenang
selain keberadaan Silent Rose disisinya adalah karena ia tahu apa yang saat ini
bisa ia lakukan. Ya… bersama dengan Silent Rose telah membuat Eva belajar
beberapa hal. Bahwa tidak ada gunanya mengumbar kepanikan atau ketakutan di
saat-saat penuh tekanan seperti ini. Satu-satunya pilihan yang terbaik adalah
menuruti apa yang diinginkan para teroris, bahkan jika harus menjadi anjing
pemuas nafsu para teroris itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Langkah mereka terhenti di depan pintu ruang kemudi seorang
teroris tampak berdiri sembari menenteng senjatanya di depan pintu tersebut.
Eva merasakan dorongan pucuk senjata di punggungnya, pertanda bahwa pria di
belakangnya menyuruhnya untuk maju. Kedua teroris itu lalu berbicara dalam
bahasa Turki yang tidak dimengerti oleh Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria penjaga pintu itu mendekatkan wajahnya ke wajah Rin
Tadama, membuat gadis remaja itu semakin terisak ketakutan. Tubuh Rin gemetar
saat pria itu membelai bukit kembarnya dari luar gaun yang dikenakannya.
Melihat reaksi ketakutan Rin, kedua pria itu tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Eva yang
menundukkan kepala. Pria itu lantas menarik dagu Eva hingga ia dapat melihat
wajah cantik gadis itu. Saat wajah keduanya bertemu, Eva memejamkan matanya.
Sama seperti yang dilakukannya pada Rin. tangan pria itu lantas bergerak
membelai payudara Eva dari luar busananya sebelum meremasnya pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahh…” Eva mengeluarkan desahan saat pria itu meremas
dadanya. Desahan yang sangat sensual, bukan karena terangsang atau spontan, Eva
memang sengaja mengeluarkan desahan itu untuk menarik minat pria tersebut.
Menurut perkiraannya, jumlah pria di dalam ruang kemudi pastilah lebih banyak
ketimbang jumlah pria yang ada bersamanya saat ini. Jika ia berhasil menarik
perhatian pria ini, kemungkinan dia hanya akan melayani pria tersebut, sebelum
dia harus melayani banyak pria di dalam ruang kemudi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Usaha Eva membuahkan hasil, pria itu tampak menunjukkan
minat pada tubuhnya. Dengan santai ia berbicara pada rekannya untuk mengantar
Rin ke dalam ruang kemudi. Setelah Rin dan pria yang mengantar mereka masuk ke
dalam ruang kemudi, pria tersebut menarik tangan Eva dengan kasar. Membawanya
ke ruangan berbentuk kamar dengan banyak ranjang tidak jauh dari ruang kemudi,
sepertinya itu adalah tempat istirahat para awak kapal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan kasar pria itu mendorong tubuh Eva hingga jatuh ke
ranjang. Tanpa menunggu waktu lama pria itu menindih tubuh indah gadis cantik
itu, dengan rakus pria itu menciumi leher, bagian dada Eva yang terbuka, sedang
tangannya menyingkap gaun yang dikenakan Eva dan membelai-belai paha mulus
gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva merintih, entah kenapa pikirannya kali ini berubah,
ketenangannya seolah sirna bergitu saja saat pria tersebut merobek gaunnya,
membuat dada telanjangnya terekspos bebas. Ketakutan itu semakin menjadi-jadi
saat pria itu masih dengan rakusnya menghisap puting payudaranya. Geli dan nikmat
menjalar ke tubuh Eva, namun masih kalah kuat dengan ketakutan serta penolakan
yang entah bagaimana kini semakin kuat masuk ke dalam pikirannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan…” Eva mulai menjerit, meronta, berusaha melepaskan
diri dari pria yang menindihnya. Tentu saja pria itu tidak mengerti bahasa yang
digunakan gadis itu, namun pria itu jelas dapat melihat penolakan dalam diri
gadis cantik yang sudah setengah telanjang di hadapannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rontaan Eva seolah tanpa daya, tenaga pria itu jelas lebih
besar darinya. Air mata mulai mengalir dari pelupuk mata gadis cantik itu kala
ia merasa jari pria itu membelai kewanitaannya. Entah kemana kesiapan dan
ketenangan mental yang tadi dimiliki oleh Eva, semua itu seolah hilang begitu
saja, tertolak oleh rasa tidak ikhlas yang muncul dalam dirinya. Dengan tenaga
yang tersisa Eva mengangkat sebelah kakinya, berusaha menjejakkan kakinya ke
arah pemerkosanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hal itu membuahkan hasil. Tendangan Eva berhasil mengenai
tubuh pria bersenjata itu, meski tidak telak, namun cukup membuat pria itu
terhuyung hingga menghantam pintu cukup keras. Melihat celah, Eva berusaha
bangkit dan berlari ke arah pintu, sebuah keputusan yang tidak akurat karena
itu sama saja dengan menyerahkan dirinya ke pelukan pria yang terdorong ke
pintu. Pria itu memberi tamparan keras, cukup keras hingga Eva terpelanting dan
kembali jatuh ke atas ranjang. Dengan terburu-buru pria itu membuka sabuknya,
sedang sebelah tangan pria itu menyibak kedua paha Eva. Pemandangan yang indah
dari sebuah paha mulus jenjang milik Eva adalah hal terakhir yang tertangkap
mata pria itu, karena beberapa detik setelah Eva terbanting ke atas ranjang,
seseorang membuka pintu dan meledakkan kepala pria itu dengan satu tembakan
yang bersuara sangat nyaring.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ian!” Eva menjerit histeris dan menghambur ke arah Ian yang
berdiri di ambang pintu. Ian membiarkan Eva memeluknya kencang, Ian mengelus
kepala gadis cantik itu dengan lembut. Sejenak, Ian memejamkan matanya dan
berbisik tepat ke telinga Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuhmu lagi…”
bisik Ian pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose, suara tembakanmu terlalu keras!! Sonarku menangkap
pergerakan beberapa orang ke arahmu!” suara Owl menyadarkan Ian bahwa belum
saatnya untuk merasa lega. Ian menarik tubuh Eva ke sudut ruangan setelah
mengambil UZI Minicarbine milik pria yang baru saja dibunuhnya. Ian sempat
melihat ke sekeliling ruangan, dalam beberapa detik saja dia segera sadar bahwa
dia tengah terpojok. Tidak ada jalur untuk kabur dari dalam ruangan tersebut!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiga pria bersenjata keluar dari pintu ruang kemudi, mata
mereka segera menangkap pintu ruang istirahat awak kapal yang terbuka. Tiga
pria itu bergegas ke arah ruangan tersebut. Sebelum sampai ke ruangan, mereka
membuka pengaman senjata mereka, dengan gerakan yang terorganisir mereka
bergerak. Satu orang berguling ke sisi pintu yang lain lalu mengarahkan
senjatanya ke dalam ruangan bersamaan dengan dua orang yang lain. Sebuah
gerakan yang sering digunakan oleh tim SWAT ketika hendak mensterilkan sebuah
ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seorang dari pria tersebut bergerak masuk ke dalam ruangan,
ia melihat rekannya tewas di lantai dengan kepala berlubang, darah segar tampak
menggenang di lantai. Pria itu memperhatikan sekitar sambil terus melangkah
masuk, dua pria lain mengikutinya di belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam ruangan tersebut
selain tiga pria bersenjata yang baru saja menyerbu masuk. Tiga pria itu
melangkah hingga ke tengah ruangan sebelum pintu di belakang mereka tiba-tiba
tertutup. Hal itu tentu saja membuat ketiga orang itu panik seketika, mereka berbalik
ke arah pintu dan menembaki pintu yang tertutup, mereka baru menghentikan
tembakan setelah menyadari bahwa peluru-peluru mereka hanya menghantam logam
pintu. Saat mereka mulai berhenti menembak, saat itulah ajal menjemput ketiga
teroris tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose berguling keluar dari bawah ranjang di tengah
ruangan, dengan gerakan yang sangat cepat agen tipe A terlatih itu sudah berada
di tengah-tengah ketiga orang tersebut, dua pria roboh seketika saat Silent
Rose merentangkan tangannya dengan cepat ke arah kepala dua orang di
kanan-kirinya dan menekan pelatuk pistolnya. Satu orang yang tersisa bergerak
terlambat, Eva keluar dari persembunyiannya di balik PWHP yang tadi dipasang di
dekat pintu. Dengan satu UZI-Minicarbine hasil sitaan ia memberondong teroris
yang tersisa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sekarang! Owl!!” teriak Ian kepada Clever Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa menit sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl bersiaga penuh memperhatikan layar sonarnya, mencoba
membantu Silent Rose mengamankan ruang kemudi, untuk sejenak dia mengabaikan
keadaan Sakura Tadama yang tubuhnya kini terhimpit oleh dua orang sandera yang
tampak sibuk memompa vagina dan anusnya bersamaan. Darren Ahmad sendiri
menyaksikannya sambil menyeringai, baginya Sakura hanyalah mainan, dan akan
lebih seru jika dimainkan beramai-ramai, dalam satu jam terakhir ia telah
membuat Sakura melayani lima sandera, dua diantaranya adalah anak yang masih semumuran
anak yang duduk di bangku SLTP kelas dua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DORR!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl sempat menjauhkan headset dari telinganya saat ia
mendengar Rose melepaskan tembakan, dipandangnya layar sonar, satu titik tampak
mulai meredup, artinyaSilent Rose berhasil menghabisi satu lawannya. Satu titik
bergerak cepat ke arah Rose kemudian menempel padanya, Owl dapat mendengar
suara seorang gadis memanggil nama Ian. Bisa disimpulkan Ian telah bertemu
dengan gadisnya. Perhatian Owl teralih pada tiga titik di ruang kemudi yang
kini bergerak cepat ke arah ruangan dimana Silent Rose kini berada.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose, suara tembakanmu terlalu keras!! Sonarku menangkap
pergerakan beberapa orang ke arahmu!” Owl memperingatkan Rose atas apa yang
dilihatnya di layar sonar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada jawaban dari Rose untuk beberapa saat, hanya
beberapa derap langkah yang terdengar dari headset yang dikenakan Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Owl, aku kehabisan pilihan.” Ujar Rose kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksudmu dengan kehabisan pilihan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Orang-orang ini… aku harus menghadapi mereka secara
frontal. Dan sebaiknya kau bersiap.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Raut wajah Owl berubah saat ia menangkap apa yang dimaksud
oleh Silent Rose dengan kehabisan pilihan. Ian menyampaikan bahwa ia tidak bisa
lagi untuk tidak memancing keributan, dan itu artinya Owl harus bergerak untuk
mengamankan target Case yang didapatnya dari Association ; melindungi Ieyasu
Tadama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mengerti Rose, aku menunggu aba-abamu.” Jawab Owl
sambil bergegas masuk ke jalur ventilasi udara yang akan menjadi aksesnya masuk
ke Ballroom.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kali ini aku yang mengucapkan Good luck padamu Owl”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tolong jangan bercanda di saat aku tegang seperti ini,
Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl memanjat naik ke ventilasi udara, merangkak cepat sambil
berhati-hati agar tidak menimbulkan suara yang dapat menarik perhatian. Owl
tahu benar bahwa ia harus bergerak cepat, dan bagi ia yang cukup tinggi
dibanding orang-orang Asia, jelas itu bukanlah hal yang mudah. Owl berusaha
untuk tetap fokus, untuk sejenak ia tidak menghiraukan apa yang terjadi dengan
Silent Rose di dekat ruang kemudi. Setelah berada di salah satu manhole
ventilasi di Ballroom, Owl dengan tangkas mengeluarkan alat khususnya, semacam
pena yang mampu memanaskan logam. Owl menmbentuk garis persegi yang tidak
tertutup. Dia tidak ingin lubang ventilasi itu terbuka sebelum waktunya, sambil
tetap siaga pria Double Agent itu menempatkan kakinya, siap untuk menjejak
lubang ventilasi itu hingga terbuka. Kini dia menunggu dalam diam…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara tembakan terdengar melalui earphone yang menyumpal
telinga kanan Clever Owl. Double Agent itu segera menyadari bahwa waktunya
beraksi telah tiba. Tangannya menggenggam dua granat gas air mata, beberapa
detik kemudian dia mendengar suara Rose dari earphone-nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sekarang! Owl!!”, suara Silent Rose terdengar sangat jelas.
Owl tidak membuang waktu, dengan keras ia menjejakkan kakinya pada kotak
persegi terbuka yang tadi dibuatnya, lubang ventilasi itu terbuka jatuh,
menimbulkan bunyi kelontangan akibat logam yang terjatuh. Seisi Ballroom
terkejut, sontak remaja SMP yang tengah menyetubuhi Sakura menghentikan
genjotannya. Darren dengan tangkas meraih senjatanya, namun dua granat gas air
mata dengan konsentrat tinggi lebih cepat menghantam tanah, menciptakan
semburan gas yang segera memenuhi ruangan hanya dalam hitungan detik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gas tersebut memerihkan mata siapapun yang ada di dalam
ruangan tersebut, Owl yang telah mengenakan masker gas dengan mudah masuk dan
menyusup di balik gas yang menyembunyikan keberadaannya. Terdengar suara
rentetan senjata, sepertinya para teroris memutuskan untuk memberikan tembakan
membabi-buta di tengah kebutaannya. Beruntung bagi Owl, dengan cermat dia telah
berhasil bergerak ke titik aman yang jauh dari jalur tembakan. Hal ini telah
diprediksikan sebelumnya, kemana saja kira-kira Darren Ahmad akan menembak
dalam keadaan panik dan buta. Ya, Owl yakin yang melepaskan tembakan itu adalah
Darren Ahmad sendiri, kecil kemungkinan anak buahnya akan melepaskan tembakan
membabi-buta yang bisa membunuh pimpinannya. Sekali lagi analisa Owl
menunjukkan hasil yang akurat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan tenang dan cepat Owl memasang PWHP disekitar Ieyasu
Tadama yang masih belum juga siuman. Tembakan yang dilakukan Darren Ahmad
membuat posisinya mudah dikenali disekitar gas yang memabukkan mata. Owl
berguling ke belakang pimpinan teroris itu dengan gerakan yang teratur, saat
itulah Darren menyadari keberadaan Clever Owl sekaligus bahaya yang
mengancamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Darren menggerakkan senjatanya dengan cepat ketika
samar-samar ia menangkap pergerakan Clever Owl. Terlambat, Owl bergerak terlalu
cepat, dengan tangkas Owl menusukkan jarum bius ke leher Jenderal jaringan
teroris Al-Qaline tersebut. Serum itu bereaksi cepat, menekan kerja syaraf otak
Darren, membuatnya mengerang sebelum ambruk dan mulai kehilangan kesadarannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl dapat merasakan beberapa derap langkah yang
mendekatinya, sepertinya anak buah Darren yang tersisa dua orang itu tengah
mendekat ke arah pimpinannya. Sepertinya mereka mendengar erangan Darren sesaat
sebelum jenderal teroris itu ambruk. Owl dengan tangkas meraih pistol
berperedam di pinggangnya lalu mencoba berguling ke arah yang lebih aman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini Owl bergerak ke arah yang salah, saat berguling dia
malah mendekat ke kaki salah satu anak buah Darren Ahmad. Mengetahui itu Owl
segera memutar tubuhnya, seolah seorang penari breakdance yang tengah melakukan
floorspin, kakinya menyapu teroris di dekatnya, membuat pria itu terjatuh.
Dengan tangkas ia menindih tubuh sang teroris dan mengarahkan ujung pistolnya ke
dahi sang teroris sebelum tanpa ragu menarik pelatuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
ZEBB!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tembakan Owl menghasilkan lubang di kepala teroris tersebut.
Owl memandang wajah terkejut teroris itu saat peluru menembus tengkorak
kepalanya. Satu kesalahan yang dilakukan Owl, adalah saat ia tidak menyadari
keberadaan teroris lainnya, yang kini telah mengarahkan senjata ke arahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
TRETTETETETET…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suara rentetan senjata UZI-Minicarbine terdengar memenuhi
ruangan. Owl menoleh ke arah suara tembakan dan menemukan Silent Rose berdiri
di ambang pintu masuk Ballroom, berdiri dengan sebuah UZI-Minicarbine di tangan
kanannya terarah ke arah Clever Owl. Beberapa detik kemudian barulah Owl sadar
bahwa senjata itu tidak diarahkan padanya, melainkan ke belakangnya. Saat Owl
menoleh ia menemukan mayat seorang teroris yang beberapa detik lalu hendak
mendatangkan ajal kepadanya, lebih cepat dari yang Clever Owl inginkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Owl mengeluarkan sebuah alat berbentuk bola yang dengan
cepat menghisap gas-gas yang memenuhi ruangan. Owl tidak lagi menemukan Rose di
ambang pintu, entah kemana Rose sekarang. Owl berdiri dan memandang ke
sekelilingnya, ke Sakura yang telanjang, ke arah Ieyasu Tadama yang kini tak
terlihat karena terlindungi PWHP, dan ke arah para sandera yang meringkuk
ketakutan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenakan pakaianmu nona Sakura.” Ujar Owl dalam bahasa
Jepang yang cukup fasih. Sakura bergegas mengambil pakaiannya dan mengenakannya
kembali. Owl berdiri mendekati para sandera yang belum berani bergerak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalian sudah aman, tapi aku minta kalian tetap menunggu
disini, sampai kapal ini berlabuh di pelabuhan.” Owl berkata, raut kelegaan
muncul di wajah beberapa sandera. Tanpa melepaskan maskernya, Owl menonaktifkan
PWHP yang tadi melindungi Ieyasu Tadama. Ia mengaktifkan PWHP sebagai rencana
cadangan jika ia gagal membius Darren Ahmad. Owl tersenyum saat ia menyadari
kecepatan kapal menurun dan haluan kapal mulai berubah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Laporkan, Rose…” Owl memastikan kondisi Owl lewat radio
komunikasi mereka sambil memborgol tangan dan kaki Darren Ahmad. Setelah
memastikan Darren terborgol rapat, Double Agent itu memeriksa kondisi Ieyasu
Tadama yang masih belum pulih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ia akan segera sadar” ucap Owl pada Sakura yang tampak
khawatir dengan keadaan Ayahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Si….siapa anda?” tanya gadis cantik itu kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Clever Owl… FBI” jawab Owl sambil menunjukkan lencana FBI
di balik jaket anti pelurunya. “Kapal ini akan kembali ke Sydney. Aku akan
membawa pimpinan teroris itu bersamaku, jangan kuatir… dia akan mendapatkan
balasan yang setimpal atas apa yang ia lakukan padamu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eva dan gadis Jepang yang dibawa ke ruang kemudi menuju ke
arahmu, Owl.” Terdengar suara Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimana posisimu, Rose?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ruang kemudi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oke, tunggu aku disana”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Sakura teralih pada sosok Eva dan Rin, adiknya
yang muncul di ambang pintu. Gadis delapan belas tahun itu berlari menghambur
ke pelukan kakak perempuannya sambil menangis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruang kemudi tampak lengang, kecuali mayat-mayat berdarah
yang tergeletak di lantai. Ian tampak enggan untuk membersihkan ‘hasil
karyanya’ kali ini. Pria itu memandang ke laut lepas di hadapannya sambil
menikmati rokoknya. Owl bergabung dengannya, melepaskan masker yang menutupi
wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau harus memastikan tidak ada wajahku di setiap CCTV yang
ada.” Ucap Rose dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku jamin itu Rose, oh ya.. apa kau yang menembak teroris
di belakangku di Ballroom tadi?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose berbalik memandang Owl. “Kau pikir siapa?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak.. aku hanya heran saja, bagaimana kau bisa menembak
dengan tepat di gas air mata yang memenuhi ruangan… apalagi kau tidak mengenakan
masker.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak mendapat pelajaran Adaption saat karantina di
Association?”. Rose bertanya balik seraya menghisap rokoknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya… aku mendapat pelajaran itu, dimana kami diajari untuk
membaur dan menciptakan karakter yang paling cocok untuk situasi tertentu.
Disitu juga kami belajar berbagai bahasa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hmm… jadi itu yang dipelajari oleh Agen-agen tipe B.” Ian
manggut-manggut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu?! apa yang diterima oleh agen tipe A berbeda?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menghela nafasnya, menerbangkan kepulan asap rokok dari
hidungnya. “Adaption… bagi kami adalah bagaimana untuk beradaptasi dalam
situasi seperti apapun, secara fisik. Dikurung dalam sumur selama berminggu-minggu,
di dalam ruang gelap selama berbulan-bulan hingga kau dapat melihat bayangan
benda secara jelas. Dan kau pikir berapa lama kami tinggal dalam rumah yang
dipenuhi oleh gas air mata?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gila… maksudku.. itu yang kalian terima?” Owl seolah tidak
percaya atas apa yang baru saja didengarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya agar seluruh bagian tubuh kami dan indera kami dapat
berfungsi lebih baik dalam kondisi apapun. Ya… itu yang kami terima. Karena itu
pula yang kami mainkan saat di karantina, saling bertaruh siapa yang mampu
menembak apel di atas kepala masing-masing dengan mata yang tertutup.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami tidak memainkan hal seperti itu…” ujar Owl. “Bahkan di
FBI sekalipun.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yeah… kalian memang harus berada di posisi safe.” Rose
berkata lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba-tiba Owl tertawa geli. “Saat aku di Indonesia, aku
selalu tertawa setiap mendengar kata SAFE.” Ucap Owl kemudian. “kata itu selalu
mengingatkanku pada angka empat.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dua?” Ian memandang Owl dengan heran. “Ada hubungan apa
antara kata ‘safe’ dengan angka empat?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu permainan yang kami mainkan di karantina dulu, bermain
dengan otak, huruf dan angka. Kami selalu menerjemahkan angka empat sebagai
kode yang berarti ‘safe’.” Owl mencoba menjelaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa bisa begitu?” Ian bertanya lagi. Rasa penasaran
muncul dalam dirinya. Apa hubungan antara angka empat dengan kata SAFE?!.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak mengerti ya?” Owl tersenyum, senyum yang
mengejek. “Jika kau menggunakan urutan huruf dalam Alphabet, dengan huruf A
sebagai nomor ‘1’ dan huruf Z adalah nomor ‘26’. Maka kau akan mengetahui rangkaian
angka yang muncul pada kata SAFE.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengernyitkan dahinya, dia masih belum dapat menangkap
apa yang diutarakan oleh Clever Owl.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Begini Owl, kita pecah SAFE menjadi huruf-huruf yang
terpisah.” Owl mengeluarkan sebuah pena dan buku catatan lalu menuliskan huruf
S-A-F-E. “Huruf pertama, S, adalah huruf ke berapa dari Alphabet?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sembilan belas. S adalah huruf ke sembilan belas.” Ian
menghitung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Benar.” Owl menuliskan angka ‘19’ di bawah huruf S. “Huruf
A adalah huruf ke?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku mengerti.” Jawab Ian. “A adalah huruf ke-1, F adalah
huruf ke-6 dan E ke-5.” <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tepat sekali, dan kini mari kita jumlahkan semua angka
tersebut, 19+1+6+5. Berapa hasilnya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tiga puluh satu.” Ian menjawab. “itu bukan empat.”
Tambahnya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tiga puluh satu tertulis angka 3 dan 1 yang kalau
dijumlahkan jadi 4 kan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengangguk, ia telah memahami hubungan antara kata SAFE
dengan angka empat. Ian kembali melempar pandangannya ke hamparan laut di
depannya. Apa yang baru saja disampaikan Owl sangat menarik, dia belum pernah
memikirkan bahwa huruf dapat dengan mudah dibaca sebagai angka. Dan kali ini
sesuatu timbul di benak Ian, sesuatu yang didapatnya dari Noisy Cannary,
sesuatu yang berkaitan dengan Airul Hutomo, Ayahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
‘Bank Emerald, BANDUNG’<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mabespolri Jakarta, 2 minggu setelah liburan Ian usai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengunyah coklatnya dengan santai di atas kursi kerjanya
yang nyaman sembari memilah-milah beberapa berkas lama yang diambilnya dari
lemari berkas di ruang kerjanya. Detektif muda itu telah membaca berkas itu
berkali-kali namun tetap saja ia merasa telah melewatkan sesuatu. Kasus yang
melibatkan Silent Rosebukanlah kasus yang baru terjadi satu atau dua tahun
terakhir. Kasus tentang pembunuhan berencana yang dilakukan Silent Rose dengan
ciri khas meninggalkan sebuah puntung rokok bergambar mawar sudah terjadi lebih
dari puluhan tahun yang lalu. Jauh sebelum ia bergabung dengan kepolisian.
Bahkan sebelum ia lahir. Rio mencoba memutar kembali ingatannya tentang kasus
pembunuhan Ashandi Mangkunindih, seorang konglomerat yang ternyata
mengendalikan para kriminal di seluruh pulau Jawa. Mulai dari kelas kecil
seperti copet hingga pembunuhan-pembunuhan bagi mereka yang membahayakan
pemerintahan. Mangkunindih tidak tersentuh oleh kepolisian, mungkin karena
banyak pejabat besar yang menggunakan jasanya demi kepentingan golongan.
Mangkunindih ditemukan tewas di sebuah sumur di halaman belakang rumahnya,
menurut kesaksian pembantu rumahnya yang menjadi saksi kunci, sang majikan
tampak seperti orang gila, meracau sendiri sebelum menceburkan dirinya ke dalam
sumur. Kasus itu nyaris diputuskan sebagai kasus bunuh diri jika tidak
ditemukan sebuah puntung rokok bergambar mawar di saku kemeja yang dikenakan
Mangkunindih. Hal itu juga diikuti sebuah surat ke salah satu media televisi
yang berisi bukti-bukti kejahatan Mangkunindih. Surat itu diatasnamakan Silent
Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pertanyaan mengenai bagaimana seorang Silent Rose dapat
membuat Mangkunindih secara sukarela terjun ke dalam sumur masih menjadi
misteri. Kasus itu telah ditutup, namun Rio telah membuat beberapa analisa
mengenai kemungkinan yang terjadi. Apalagi setelah ditemukan kandungan LSD yang
cukup tinggi di dalam darah Mangkunindih. LSD adalah zat yang dapat menyebabkan
rasa depresi dan mendorong untuk bunuh diri. Kandungan LSD juga ditemukan dalam
puntung rokok yang ditemukan di saku Ashandi Mangkunindih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kasus-kasus berikutnya tampak lebih bervariasi, dengan satu
petunjuk yang sama ; puntung rokok di TKP diikuti surat berisi bukti kejahatan
yang kadang dikirimkan ke media massa, kadang ke kepolisian. Hal itu membuat
kewaspadaan polisi terhadap sosok Silent Rose meningkat hingga mereka membentuk
divisi khusus untuk menangani Silent Rose. Setelah terbentuk divisi khusus,
surat dari Silent Rose hanya dikirim ke kepolisian, tidak lagi ke media massa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Inspektor Darius Raksa Putra adalah orang pertama yang
memimpin divisi khusus tersebut. Pria yang kerap dipanggil Bang Iyus itu punya
tingkat disiplinitas dan ketajaman analisa yang cukup tinggi. Namun tetap saja
ia kelimpungan menghadapi Silent Rose yang seolah satu langkah di depan mereka.
Ada sebuah catatan dimana Bang Iyus sempat berhadapan face to face dengan
Silent Rose. Saat itu secara mengejutkan Silent Rose berhasil menyekap Bang
Iyus. Meski bertemu secara langsung dengan Silent Rose, tidak banyak yang bisa
diceritakan oleh pria yang selama penyekapan matanya tertutup. Tidak ada
petunjuk yang bisa didapatkan dari insiden itu, kecuali kepastian bahwa Silent
Rose adalah laki-laki. Bang Iyus memimpin divisi khusus itu selama
bertahun-tahun, sampai akhirnya kepolisian memperkecil jumlah anggota yang
bergabung dalam divisi tersebut. Puncaknya adalah delapan tahun yang lalu saat
divisi tersebut dibubarkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Divisi khusus untuk menangani Silent Rose memang telah
dibubarkan, namun pekerjaan menangani Silent Rose tetap menjadi pekerjaan utama
Bang Iyus. Delapan tahun yang lalu, saat divisinya dibubarkan, Bang Iyus
berkolaborasi dengan putra semata wayangnya yang baru bergabung dengan
kepolisian. Sayang setahun kemudian Bang Iyus meninggal karena penyakit dalamnya.
Sejak saat itu usaha pengejaran Silent Rose hanya dilakukan oleh putra semata
wayang Bang Iyus yang sekarang dikenal sebagai Inspektor Dean. Lima tahun yang
lalu, barulah Dean meminta Rio untuk bergabung bersamanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pintu ruang kerja mereka terbuka saat Inspektor Dean masuk
ke dalam ruangan, pria meletakkan tas kerjanya di atas meja dan membuka
laptopnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dean, setiap aku melihat berkas-berkas lama mengenai sepak
terjang Silent Rose ini, selalu muncul dalam benakku bahwa saat ini Silent Rose
adalah seorang pria yang berusia di atas lima puluh tahun. Dan sangat tidak
masuk akal rasanya kalau kita gagal menangkap kakek-kakek seperti dia.” Ujar
Rio serampangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bukankah kita sepakat bahwa kemungkinan besar Silent Rose
tidak bergerak sendirian? Bahkan ada kemungkinan Silent Rose adalah semacam
organisasi pembunuh professional.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi kalau melihat pola yang digunakan dalam pembunuhan…
pola itu serupa, kecuali sejak terbunuhnya Ayah angkatku, Komang Mahendra…” Rio
terdiam sejenak, menyebut nama orang yang dihormatinya dan merawatnya sejak
kecil sama saja dengan menghantarkan kembali ingatannya pada insiden
terbunuhnya Komang Mahendra. Sebuah pengalaman yang menimbulkan rasa sedih yang
amat sangat dalam benak detektif muda itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku juga berpikir begitu, Rio.” Dean berkomentar,
setidaknya dengan mengajak Rio bicara bisa mengalihkannya dari trauma dan
dendam masa lalu yang menghantui benak Rio. “Silent Rose sempat vakum selama
setahun, tidak ada pergerakan sedikitpun. Namun setelah vakum, Silent Rose kembali
bergerak dengan lebih banyak melibatkan senjata api.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“itu yang kumaksud!” Rio menjentikkan jarinya. “Silent Rose
lama lebih menggunakan racun, dan Silent Rose yang sekarang lebih menggunakan
senjata dan alat. Triknya juga lebih muda dibaca.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau berpikir Silent Rose yang sekarang hanya seorang
Copycat? Seperti halnya Ahmadi Fahsa?” Dean merujuk ke kasus ancaman yang
ternyata ulah Ahmadi Fahsa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menurutku ini adalah generasi yang selanjutnya.” Rio
menyampaikan buah pikirannya. “Silent Rose menurunkan tugasnya pada penerusnya.
Dan aku berpikir Ahmadi Fahsa hanyalah alat… meski jelas semua bukti mengarah
padanya dan aku tidak bisa membuktikan bahwa Silent Rose ada di balik kasus
tersebut.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan mengambil kesimpulan tanpa bukti Rio… itu bukan cara
yang baik untuk menangkap Silent Rose.” Dean terdiam sejenak. “Tapi kemungkinan
Silent Roseyang sekarang adalah generasi penerus Silent Rose sebelumnya… aku
juga punya pikiran seperti itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Seperti halnya Ayahmu, Inspektor Bang Iyus yang menurunkan
tugasnya padamu. Mungkin Silent Rose menurunkan tugasnya pada anaknya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu pemikiran yang bagus sekali, Rio. Tapi kita tidak akan
tahu kebenaran akan itu selama kita tidak menangkap Silent Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada satu lagi yang mengganjal…” Rio meraih sebuah bungkusan
plastik yang biasa digunakan untuk membungkus barang bukti. Plastik tersebut
berisi sebuah puntung rokok bergambar mawar. “Puntung rokok ini telah digunakan
oleh Silent Rose selama bertahun-tahun, aku masih penasaran kenapa tidak ada
petunjuk mengenai dimana rokok ini diproduksi. Maksudku. Rokok itu memiliki
lintingan yang rapi jeli, juga menggunakan filter, produksinya pasti
menggunakan mesin yang memproduksi massal.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rokok itu dibuat khusus, entah dimana.” Jawab Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada informasi terkait rokok itu?.” Rio bertanya lebih dalam
setelah menangkap bahwa Dean tahu sesuatu mengenai rokok yang menjadi ciri khas
Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose mengatakannya secara langsung pada Ayahku,
ketika Silent Rose menyekapnya.” Dean menjawab sembari beranjak untuk mengambil
segelas air dari dispenser. “Tidak banyak informasi berarti yang bisa didapat
dari kejadian itu, kecuali bahwa Silent Rose menganggap bahwa apa yang
dilakukannya adalah keadilan yang sesungguhnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kadang aku juga berpikir seperti itu.” Rio menimpali ucapan
Dean. “Entah berapa waktu yang akan terbuang percuma jika menyelesaikan
kasus-kasus tersebut melalui persidangan. Mungkin beberapa akan hilang bahkan
sebelum sampai ke persidangan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hati-hati dengan ucapanmu Detektif.” Dean mengingatkan
bawahannya. “Kata-katamu barusan sama dengan merendahkan Tri Brata.” Dean
melanjutkan sambil menunjuk tiga bintang yang ada di lambang kepolisian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
TOK TOK TOK…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketukan di pintu mengalihkan perhatian mereka berdua untuk
sejenak. Dean yang posisinya saat ini lebih dekat dengan pintu bergegas untuk
membuka pintu. Rio hanya memperhatikan Bripda Eri, salah seorang polwan yang
dikenal karena kecantikannya masuk dan menyerahkan sebuah bingkisan kepada
Inspektor Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sejak kapan kau jadi penakluk wanita?”, sindir Rio sambil
setengah bercanda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bripda Eri hanya mengantarkan kiriman paket untukmu.” Dean
meletakkan bingkisan paket ke hadapan Rio. Detektif muda itu dapat melihat
namanya tertulis sebagai tujuan paket tersebut. Rio mengambil dan melihat ke
belakang bingkisan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada nama pengirim dan ekspedisi pengirimnya…” ujar
Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dikirim menggunakan jasa kurir, menurutku.” Jawab Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengambil sebilah cutter dari lacinya dan membuka
bingkisan tersebut. Dalam bingkisan itu terdapat sebuah map coklat dengan logo
mawar di sudut kiri bawah. Rio merasakan ada sesuatu yang ganjil dengan isi
paket tersebut. Gambar mawar itu mirip dengan yang biasa mereka dapati di
puntung rokok Silent Rose. Rio bergegas membuka map tersebut, untuk sesaat
detektif muda itu tampak membaca kertas-kertas yang ada di dalam map. Dan
seketika raut wajahnya berubah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak mungkin! Ini mustahil!” ujar Rio kemudian. Raut wajah
detektif muda itu tampak terkejut, panik, dan ada mosi tidak percaya dalam
gurat-gurat ekspresinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa Rio?” melihat sesuatu yang aneh dalam diri
bawahannya, Dean beranjak dari kursinya dan bergegas mengambil
lembaran-lembaran yang ada di tangan Rio. Dan detik berikutnya, Inspektor Dean
tampak tak kalah terkejut dengan Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruang kerja Silent Rose, satu minggu sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lampu di ruang kerja Ian sebagai Silent Rose terang menyala,
lembar-lembar kertas tampak berserakan di atas lantai. Ian sendiri terlihat
sibuk dengan penanya, kacamata yang dikenakannya menunjukkan betapa seriusnya
dia kali ini. Ian hanya mengenakan kacamata itu di saat dia sedang mengerjakan
sesuatu dengan serius. Seperti membuat sebuah rencana dan trik untuk
melaksanakan Case, atau mempelajari target. Mata Ian normal, tidak minus maupun
plus tapi entah mengapa dia merasa akan lebih fokus jika mengenakan kacamata.
Sebuah sugesti yang tertanam dalam dirinya saat ia memperhatikan Ayahnya yang
mengenakan kacamata ketika mengerjakan sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengarahkan ujung spidol warnanya hingga menyentuh dahi,
salah satu kebiasaan lainnya saat merencanakan sesuatu yang sedikit rumit.
Lembaran kertas di atas mejanya penuh dengan huruf dan angka, sebuah draft
pemecahan sandi rahasia yang ditinggalkan Ayahnya melalui Noisy Cannary. Dia
mencoba mengkonversi huruf demi huruf dari pesan itu menjadi sebuah angka yang
memiliki makna tertentu. Baru saja Ian hendak melanjutkan pekerjaannya, Eva
tampak di ambang pintu ruangan. Gadis cantik itu membawa nampan berisi beberapa
potong sandwich dan segelas teh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau belum makan apa-apa dari tadi pagi, aku menunggumu
untuk sarapan dan makan siang tapi kau tidak muncul. Jadi maaf kalau aku
menyusulmu kemari.” Ujar gadis cantik itu sambil menunggu reaksi dari Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum lembut saat melihat paras cantik Eva yang
menenangkan. Entah sejak kapan, kini Ian mengakui bahwa Eva adalah bagian
berharga dalam hidupnya. Bersama Eva, dia seolah menemukan sosok yang
memperhatikannya, mengkhawatirkannya, dan memberinya kehangatan keluarga yang
tak didapatkannya lagi sejak sang Ayah, Airul Hutomo meninggal dunia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Letakkan saja di meja, akan kumakan nanti setelah aku
selesai”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh tidak, makanlah sekarang. Aku harus memastikan ada
sesuatu yang bisa dikonversi menjadi energi untuk tubuhmu.” Ujar Eva sambil
meletakkan nampan tepat di hadapan Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian diam sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil
sepotong sandwich dan mengunyahnya. Tidak ada salahnya untuk berhenti sejenak
dan beristirahat, hanya untuk sekedar mengisi perut. Bukankah kadang kala otak
manusia butuh sedikit pengalihan sebelum mendapatkan inspirasi untuk memecahkan
sesuatu yang rumit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sedang mengerjakan apa sih? Case lagi?” Eva memunguti
lembaran-lembaran kertas yang berserakan di atas lantai dan merapikannya.
Sekilas Eva melihat angka dan huruf yang dijejer tidak beraturan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya semacam itulah” jawab Ian sambil mengunyah makanannya.
“Masih ingat kejadian di Pulau Iyu kecil? Saat kau membantuku?”. Tanya Ian
kemudian, Eva mengangguk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Fondo bukan target satu-satunya dari Case tersebut. Aku
juga membantu Lazy Franginpani, orang tua yang kekar itu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya. Aku ingat Lazy Franginpani.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kami menghabisi Noisy Cannary, agen tipe B seperti si tua
Wise Crow yang berkhianat pada Association. Dia tahu sesuatu tentang Ayahku,
dan dia memberiku sandi rahasia ini sebelum dia mati.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian meraih selembar kertas bertuliskan ‘bank emerald
BANDUNG’ ke Eva. Eva membaca isi pesan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bank Emerald menunjukkan lokasi, aku cukup yakin soal itu.
yang menjadi kode dari petunjuk itu adalah BANDUNG, karena tidak ada Bank
Emerald di Bandung. Aku mengkonversinya ke angka, B = 2, A =1, N = 14, D = 4, U
= 21, N = 14 dan G = 7. Lalu mencoba mengkombinasikan angka-angka tersebut.”
Ian meraih kembali spidolnya dan memberi penjelasan singkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Awalnya kujumlahkan semua deret angka, 2+1+14+4+21+14+7 =
63. Lalu kujumlahkan dua digit hasilnya 6+3 = 9. Sembilan tidak menunjukkan
apa-apa, jadi aku konversi balik ke huruf. 9 = i”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lalu?” Eva bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak ada ‘lalu’.” Jawab Ian. “Aku berhenti di sana dan
tidak menemukan petunjuk untuk meneruskan analisaku. Jadi aku merubah proses
perhitunganku. Aku mengurangi angka-angka yang didapatkan, 2-1-14-4-21-14-7 =
-59, 5-9 = -4 = D. Dan buntu di sana.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menyimak apa yang disampaikan Ian dengan seksama,
meskipun ia jadi harus ikut memutar otak mendengar penjelasan yang disampaikan
agen tipe A tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku lalu merubah dengan membagi, mengkali dan hasilnya
tetap blank. Aku belum bisa memecahkan sandi tersebut.” Kali ini Ian
mengacak-acak rambutnya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Mungkin kau harus istirahat dulu, sejak pulang dari
Australia, sudah hampir dua hari kau mengurung dirimu di tempat ini. Bahkan kau
belum memasukkan mobilmu. Di luar hujan terus-terusan, jangan sampai plat nomor
mobilmu berkarat.” Ujar Eva sambil tersenyum, tangan lembutnya merapikan
kembali rambut Ian yang acak-acakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Plat nomor mobil itu tidak mudah berka…” Ian menghentikan
kalimatnya, seolah menyadari sesuatu. “itu dia! Eva! Kau jenius!” tiba-tiba Ian
berdiri dan memeluk Eva sambil kegirangan. Eva yang terkejut hanya bisa
mematung kebingungan saat Ian mengecup pipinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Plat nomor biasanya terdiri dari delapan karakter!. Bank
Emerald hanya ada di Jakarta dan itu artinya depan plat nomor itu pastilah
huruf B!” Ian kembali duduk dan meraih spidolnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Coba kita lihat jika aku konversikan kata BANDUNG menjadi
plat nomor dengan 4 digit.” Ian menulis sesuatu di lembaran kertas dengan penuh
semangat, beberapa menit kemudian ia menyerahkan kertas tersebut pada Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Plat nomor biasa ditulis dengan format <KODE WILAYAH>
<1-4 digit angka> <KODE DAERAH PENDAFTARAN KENDARAAN> <GOLONGAN
KENDARAAN> <PEMBEDA>. Kita hanya punya tujug digit, maka aku abaikan
pembeda. Sesuai petunjuk Bank Emerald, maka kode wilayah dipastikan B –kode
untuk Jakarta, selanjutnya aku tambahkan empat digit ; 1543. Huruf berikutnya
‘N’ adalah kode untuk daerah Tangerang, dan G adalah golongan kendaraan untuk
kendaraan Off Road yang dimodifikasi sesuai dengan ketentuan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa berasumsi menggunakan empat digit nagka? Bukankah
kalau tiga digit angka maka kita bisa mendapatkan plat nomor utuh tanpa harus
satu huruf terakhir?”. Tanya Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan mencoba menggunakan tiga digit nantinya. Ini hanya
analisa awalku saja.” Jawab Ian sambil tersenyum. “Bisa tinggalkan aku dulu?
Nanti akan aku kabari hasilnya?” Ian meminta Eva meninggalkan ruangan, meski
sebenarnya untuk apa nanti dia mengabari Eva? Toh gadis itu tidak ada
hubungannya dengan semua ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan menunggu.” Jawab Eva sambil mengecup ubun-ubun
kepala Ian sebelum bergegas meninggalkan ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian beranjak untuk mengambil laptopnya, meletakkan laptop
tersebut di atas meja. Sebuah senyum tersungging di bibirnya, wajahnya tampak segar
dan penuh semangat, dia yakin bahwa dia semakin dekat dengan pemecahan kode
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa jam kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menyendoki sup ayam buatannya dengan malas, ogah-ogahan
menyantap makan malam sendirian. Pikirannya tampak bercabang, entah apa yang
sedang dipikirkan oleh gadis cantik yang kini menemani Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lamunan Eva buyar ketika seseorang menepuk pundaknya, gadis
itu menoleh dan mendapatkan Ian tengah tersenyum padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kok seperti tidak bersemangat begitu?” tanya Ian sambil
duduk di kursi meja makan, tepat didepan Eva. Ian mengambil semangkuk sup dan
mulai melahapnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sudah selesai dengan sandi itu?” tanya Eva di sela-sela
makannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yups! Terima kasih atas pencerahanmu, kode itu merujuk ke
plat nomor B 1543 NGK, tercatat atas nama Dimas Mainaki. Aku sudah mendapatkan
tempat tinggal orang tersebut.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana bisa yakin kalau itu merujuk padanya?”, Eva
bertanya lebih dalam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bank Emerald itu kuncinya, aku melakukan cross-check
terhadap plat nomor B 1543 NG dengan variasi huruf pembeda dari A hingga Z, dan
kamu tahu? Hanya Dimas Mainaki pemilik plat B 1154 NG yang pernah menjadi
direktur Bank Emerald.” Ian menyendok sup dalam mangkuknya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau akan menemuinya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Secepatnya. Aku rasa tidak akan begitu sulit menemui pria
yang berusia lebih dari delapan puluh tahun.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wow? Dia setua itu? dan masih hidup?” Eva sedikit terkejut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sepertinya pria itu benar-benar menjaga kondisi badannya
dengan baik. Jelas sekali kalau ia melakukannya dengan baik.” Ian menggumam
sendiri. “Tidak akan sulit bagiku untuk menemukan informasi tentang pria itu,
aku berkali-kali melihat namanya di berkas milik Ayahku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dia…” Eva mencoba menebak hubungan antara pria bernama
Dimas Mainaki dengan Ayah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cautious Hawk.” Senyum mengembang di wajah Ian. “itu
codename yang disandangnya sebelum pensiun.” Ujar Ian sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rumah megah itu berada di kawasan perumahan elit di Bintaro.
Tampak mencolok diantara rumah-rumah elit lainnya. Jelas saja, tidak mungkin
tidak terlihat mencolok jika empat kapling rumah digabungkan hanya untuk
mendirikan sebuah rumah. Sebuah pagar tinggi melindungi rumah tersebut. Tidak
perlu repot untuk menebak kegunaan dari pagar tersebut karena sebuah stiker
peringatan bertuliskan ‘AWAS! PAGAR BERTEGANGAN TINGGI’ tertempel di papan
sepanjang pagar tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dimas Mainaki tinggal seorang diri di rumah tersebut, hanya
Sisca, pembantunya yang bisa leluasa keluar-masuk rumah megah itu. Pria berusia
delapan puluh satu tahun itu masih tampak kuat untuk mengurus dirinya sendiri,
tapi tidak rumahnya. Dia memperkerjakan Sisca, gadis berusia dua puluh tujuh
tahun untuk mengurus rumah dan keperluannya. Di masa kejayaannya dulu, ketika
masih menyandang codename Cautious Hawk, dia benar-benar menjaga asupan makanan
dan juga kebugaran tubuhnya melalui fitness rutin yang dilakukan di rumahnya
sendiri. Pria itu tidak lagi bekerja, namun kekayaannya seakan tidak habis
meski dia sudah bertahun-tahun menganggur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pria tua itu tengah membaca sebuah buku di ruang bacanya
kala Sisca pembantunya masuk membawakan sepoci teh hangat dan meletakkan
minuman tersebut di atas meja. Sekilas Hawk melirik ke sachet-sachet berisi
gula berkalori rendah yang ada di tepi poci the berbahan keramiknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gula itu baru dikirim dari pabrik sore ini, tuan Dimas.”
Seolah membaca pikiran majikannya, Sisca menjelaskan perihal gula berkalori
rendah tersebut. “Tanggal produksinya baru dua hari yang lalu.” Tambah pembantu
berparas manis itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terima kasih, Sisca. Kau melakukan pekerjaanmu dengan
sempurna, seperti biasanya.” Ucap Hawk lembut, senyum tergambar di sela-sela
wajah keriputnya. “tolong tuangkan secangkir untukku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baik tuan Dimas.” Ujar Sisca seraya menuangkan segelas teh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di usia tuanya, Cautious Hawk masih saja ‘Cautious’. Dia
memperhatikan hal-hal detail seperti tanggal produksi, tanggal kadaluarsa
bahkan komposisi dari produk-produk makanan yang akan dikonsumsinya. Pada waktu
awal-awal bekerjanya Sisca di rumah ini, gadis itu sempat dibuat stress karena
Cautious Hawk memintanya membuang sebagian besar dari belanjaan yang dibeli
oleh gadis itu. Gadis itu dibuat untuk mengulang belanjanya hingga sembilan
belas kali sebelum akhirnya Cautious Hawk mau menerima belanjaannya tersebut.
Awalnya Sisca beranggapan majikannya adalah orang yang ‘freak’. Lama-lama Sisca
terbiasa juga, bahkan kini ia berpikir itulah salah satu resep umur panjang
Cautious Hawk, dengan menjaga apa-apa yang masuk ke dalam tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sisca baru saja meletakkan poci ke nampan ketika secara
mendadak listrik di rumah itu padam. Gadis itu sempat terpekik karena terkejut,
listrik di rumah itu memang jarang sekali padam. Sisca menunggu beberapa menit
karena biasanya tenaga genset cadangan yang ada di basement rumah tersebut akan
menyalakan kembali listrik, namun kali ini tampaknya genset tersebut tidak
bekerja sebagaimana mestinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada pekerjaan yang belum kau selesaikan, Sisca?” suara
berat Cautious Hawk terdengar di sela-sela kegelapan yang menyelimuti mereka
berdua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Eh… saya belum mencuci piring, Tuan Dimas.” Jawab Sisca.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hawk membuka laci di sampingnya dan meraih sebuah senter
lalu menyalakannya. Dia menyorotkan senter tersebut ke jendela lalu ke arah
Sisca.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lupakan dulu pekerjaanmu, bawalah senter ini, kemasi
barang-barangmu dan kau boleh pulang sekarang.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi tuan… saya bisa memanggil orang untuk membetulkan
genset.” Sisca tampak ragu untuk meninggalkan majikannya sendirian di tengah
kegelapan seperti ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak perlu.” Ujar Hawk sambil menyerahkan senter tersebut
ke tangan Sisca. “Begitu selesai mengemas barangmu, segera pulanglah lewat
pintu depan. Jangan berpikir untuk kembali menemuiku atau mampir ke ruangan
manapun. Toh ruangan ini juga akan terang kembali setelah matahari terbit.
Tidak perlu mengkhawatirkanku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“B..baik tuan.” Sisca tahu betul nada suara majikannya kali
ini bukanlah himbauan melainkan nada perintah. Sisca mengambil senter yang
diberikan oleh Hawk dan bergegas keluar ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ehm… Sisca.” Cautious Hawk memanggil Sisca kala gadis itu
sudah sampai di ambang pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya Tuan Dimas?”. Gadis itu berbalik untuk mendengar apa
yang akan disampaikan majikannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau boleh libur besok, bukankah sudah berbulan-bulan kau
tidak berlibur bersama keluargamu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sisca dapat menangkap bahwa ada sesuatu yang aneh pada
majikannya kali ini. Namun senyum di wajah tua majikan itu tampak sangat murni,
seolah tidak ada hal yang harus dikhawatirkan. Gadis itu akhirnya mengangguk
sambil tersenyum. “Baik Tuan Dimas.” Jawabnya kalem sebelum meninggalkan
ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keheningan dan kegelapan dalam ruangan itu membaur selama
beberapa saat. Hawk diam seribu bahasa, seolah sedang menunggu sesuatu. Setelah
beberapa menit berdiam barulah pria tua itu menyalakan lampu meja bertenaga
baterai dan melanjutkan aktifitasnya membaca. Suara mobil dan pagar terbuka
terdengar dari luar. Cautious Hawk mendekat ke arah jendela dan menyaksikan
Sisca mengemudikan mobilnya meninggalkan rumahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senyum samar kembali terkembang di wajah tua Hawk kala dia
menyadari seseorang membuka pintu di belakangnya, tanpa suara, namun
kehati-hatian Hawk telah membuatnya mampu merasakan adanya gerakan sekecil
apapun. Pria tua itu tahu, dia tak lagi sendiri di dalam ruangan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lima meter, Rose…” suara berat Cautious Hawk memecah
keheningan. Pria itu berbalik dan menemukan Ian sang Silent Rose tengah duduk
di kursi yang tadi digunakannya saat membaca.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Masih sangat tajam, Dimas Mainaki… atau harus kupanggil
Cautious Hawk?”, Ian berusaha untuk tetap terlihat tenang meski dia cukup
terkejut Hawk menyadari keberadaannya, bahkan tahu bahwa ia akan datang malam
ini. Ian dapat merasakan tengkuknya merinding saat Hawk menatapnya dari
kegelapan, sebuah tatapan tajam yang berat, bahkan jauh lebih berat dari
tatapan Wise Crow yang selama ini dianggapnya sebagai tatapan paling berbahaya.
Pelan tanpa suara, Ian menyentuhkan jarinya ke pistol Ballers 90s yang terselip
di pinggangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak perlu menarik senjatamu atau takut, aku tidak
berbahaya. Bahkan aku telah menunggu cukup lama untuk kedatanganmu, putra dari
Airul Hutomo, sang SilentRose.” Nada berat Hawk masih penuh dengan ketenangan
yang benar-benar terkontrol, sepertinya agen-agen tipe B dapat memiliki
kharisma yang berbeda seiring pengalaman yang menempa mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi kau tahu akan kedatanganku?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu suatu saat nanti Lazy Franginpani akan
menyelesaikan Casenya dan membunuh Noisy Cannary. Aku tahu Noisy Cannary akan
menyampaikan pesan yang dititipkan Ayahmu padamu. Dan aku tahu itu akan
membawamu kepadaku, namun aku tidak tahu kapan.” Cautious Hawk bicara tanpa
berpindah dari posisinya yang membelakangi jendela. “Dan aku sudah menunggumu
cukup lama, Silent Rose generasi kedua.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenapa menunggu?” Ian memicingkan matanya, mencoba
memperhatikan raut wajah Cautious Hawk yang tersembunyi rapi dalam kegelapan.
“Kenapa tidak datang padaku?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Karena bukan itu yang diminta Ayahmu.” Hawk menjawabnya
dengan tegas. “Dia hanya memintaku untuk menunggumu, karena saat kau datang,
saat itulah waktu yang tepat telah datang.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Waktu? Waktu untuk apa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Waktu untuk memberitahumu kebenaran.” Hawk kini bergerak,
melangkahkan kakinya ke sebuah kabinet di sudut ruangan. Ian segera beranjak
dari kursinya dan mencabut senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan bergerak, atau kuledakkan kepalamu!! Percayalah, aku
belum pernah sekalipun meleset!” ancam Ian dengan senjata terarah tepat ke
Hawk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh aku percaya Association telah mendidikmu dengan sangat
baik, Rose…” Hawk menghentikan langkahnya. “Sudah kubilang aku tidak berbahaya,
Rose. Kebenaran yang ingin disampaikan padamu ada di dalam kabinet tersebut.
Jika kau tidak mempercayaiku, bukalah dengan tanganmu sendiri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian melangkah mendekati kabinet yang dimaksud dengan
hati-hati, tanpa mengalihkan pandangan atau ujung senjatanya dari Cautious
Hawk. Dengan tangkas Ian membuka kabinet tersebut dan melihat sebuah map
bergambar mawar di dalam kabinet tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lihat dan ambillah, jangan membuatku menunggu lebih lama
lagi, Rose. Biarkan aku menyelesaikan tugas terakhir dari Ayahmu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian bergerak meraih map di dalam kabinet dan membawanya ke
atas meja. Tanpa menurunkan senjatanya ia membuka dan membaca lembar pertama di
dalam map tersebut. Saat melihat tanda tangan Ayahnya, saat itulah Ian
memutuskan untuk mempercayai Cautious Hawk dan menurunkan senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ruangan mendadak menjadi terang kala lampu kembali menyala.
Ian menoleh ke arah Cautious Hawk dan menemukan pria itu tersenyum padanya.
Tangan Hawk menggenggam sebuah benda semacam remote.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau mungkin telah memutus aliran listrik dan juga mematikan
genset di basement. Tapi kau tidak akan berpikir bahwa aku punya tujuh genset
cadangan di tujuh lokasi yang berbeda kan?” ujar pria tua itu santai. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian mengernyitkan dahinya, tidak habis pikir seberapa
paranoid-nya orang ini sehingga harus menyiapkan tujuh genset cadangan hanya
untuk sebuah rumah. Meski begitu, Ian memuji kehati-hatian Cautious Hawk.
Mungkin itulah yang membuat pria tersebut dapat berumur panjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau teruskan saja membacamu, aku akan duduk dan membaca
disini.” Cautious Hawk mengambil sebuah buku dan sebuah kursi di dekatnya. Lalu
duduk manis di dekat jendela.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian kembali pada berkas-berkas di hadapannya, dia dapat
mengenali tulisan tangan Ayahnya. Dengan seksama dia mulai membaca surat
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dear Ian, Putraku tercinta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebelum kau melihat lembar demi lembar yang ada di map ini,
aku memintamu untuk tidak membunuh atau menyakiti Cautious Hawk, dia orang yang
telah banyak membantuku dan kakekmu. Dan akulah yang memaksanya terlibat dengan
semua ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian, putraku…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kadang hidup memang tidak adil, menjebak kita dalam sebuah
lingkaran tanpa jalan keluar, dan keluarga kita terjebak di dalamnya sejak
kakek buyutmu memutuskan untuk mendirikan Association. Jika kau membaca surat
ini, itu artinya aku tidak dapat memberitahumu secara langsung mengenai
kebenaran yang pahit ini. Ya, mungkin aku telah menemui ajalku dan kaulah yang
kini menanggung codename Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seperti yang kutulis sebelumnya, keluarga kita terjebak
dalam lingkaran, bukan hanya kita, namun seluruh Association terjebak dalam
lingkaran yang saling berhubungan. Satu kepahitan hanya akan melahirkan
kepahitan yang lain. Untuk itu anakku, putra tercintaku, kuminta kau tetap
tegar dan menemukan jalanmu bersama mereka-mereka yang membutuhkan dan
memperdulikanmu. Association telah dirancang dengan sistem yang sedemikian
rupa, namun sebaik apapun sistem, selalu ada ‘bug’ yang bisa mengganggu.
Keluarga kita telah memutuskan untuk mengambil peran sebagai ‘wayang’ dalam
mendirikan keadilan di dunia ini. Dikendalikan oleh para ‘dalang’ sama seperti
agen-agen lainnya. Dan tahukah kamu, anakku? Tidak peduli seberapa cermatnya
sebuah sistem dibuat, tidak peduli seberapa jeli skenario yang ditulis,
segalanya akan mulai berantakan kala seorang ‘wayang’ bertindak layaknya seorang
‘dalang’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kau akan menemukan kepahitan disini, kepahitan yang
sebenarnya ingin kuucapkan langsung dari bibirku sepulang kau dari karantinamu.
Namun aku menyadari bahaya yang ada saat aku mencoba membaca skenario yang
dimainkan dengan kita sebagai ‘wayang’ di dalamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tetaplah tegar Anakku, dan bawalah keluarga kita ke keadilan
yang hak. Peran dan pertunjukanku telah berakhir kala aku menghembuskan nafas
terakhirku. Kini… giliranmu telah tiba untuk menyelesaikan semua ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian, putraku… mungkin kau tak sekuat karang, namun pasti tak
selemah gelembung. Apapun yang kau temukan di dalam map ini, ketahuilah dan
ingatlah. Ayah selalu mencintaimu, Ayah selalu menyayangimu, karena kaulah
kebangganku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan penuh cinta…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ayahmu, Airul Hutomo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pikiran Ian melayang jauh ke belakang seusai membaca surat
dari Ayahnya, bayangan dan kenangan mengenai Ayah yang dikaguminya, kelembutan
dan kehangatan orang tua yang dulu pernah dirasakannya. Sosok tangguh penuh
wibawa dan kecerdasan yang mampu memikat siapapun yang mengenalnya. Sesak
rasanya saat semua ingatan itu melandanya, saat menyadari bahwa kehangatan itu
tidak lagi dapat ia rasakan, Ayah yang begitu menyayanginya, begitu
memperhatikannya, yang telah mengajari banyak hal padanya. Rasa sesak itu kini
semakin terasa, seolah ada sebuah lubang yang dalam dan gelap pekat di lubuk
hati Ian. Lubang rindu yang kini melahirkan kesedihan yang dalam. Sebuah
kesedihan yang terwakilkan jelas melalui bulir air mata yang menetes tanpa
dapat ditahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hawk tidak lagi membaca, pria tua itu membiarkan bukunya
terbuka begitu saja, matanya memandang ke raut wajah Ian. Kesedihan jelas
tergambar di wajah pemuda tersebut. Pria tua itu pernah melihat ekspresi
serupa, ekspresi saat Airul Hutomo, sang Silent Rose sebelumnya datang padanya
dan menceritakan kebenaran yang pahit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jari jemari Ian bergetar saat ia menyeka air matanya. Ian
meletakkan surat dari Ayahnya tepat di sebelah map, lalu membaca lembar
berikutnya. Sebuah diagram molekul tergambar di atas kertas tersebut. Itu
adalah komposisi kimiawi untuk racun terhebat yang pernah dibuat Ayahnya, ada
catatan kecil di sudut kiri bawah kertas tersebut : ‘Silent Rose – membunuh
tanpa rasa sakit dan gejala dalam 24 jam. Tidak kurang tidak lebih’. Itu adalah
karya terakhir Ayahnya, serum terhebat yang sebelumnya hanya diketahui oleh
Ayahnya. Ian mempelajari komposisi serum tersebut untuk beberapa saat, timbul
rasa kagum dalam dirinya, memuji kejeniusan yang dimiliki Ayah tercintanya. Ian
mengesampingkan lembar berisi komposisi serum tersebut, saat ia membalik kertas
tersebut ia menemukan sebuah tulisan di balik kertas tersebut. Ditulis dengan
spidol berwarna merah; ‘24=>0+8=>0’. Entah apa maksud dari kode tersebut,
Ian tidak memikirkannya sekarang, ia melanjutkan ke lembar berikutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ekspresi wajah Ian berubah seketika saat ia membaca dua
lembar terakhir dari map tersebut. Pria yang kini menyandang codename Silent
Rose itu membelalakkan matanya, seakan tidak percaya atas apa yang kini ia
temukan. Ayahnya telah menyebutkan sesuatu tentang ‘kepahitan’ yang akan
ditemukannya. Dan kini ia terperanjat atas kepahitan yang sama sekali tidak
diduganya itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak mungkin…” bisik Ian lirih. Ia menoleh ke arah
Cautious Hawk yang tengah memperhatikannya. “Kau… tahu tentang ini?” ujarnya
sambil menunjukkan dua lembar terakhir yang disebut Ayahnya sebagai
‘kepahitan’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“When the Rose bleeding…” jawab Hawk penuh makna. “Aku tidak
pernah melihat isi map tersebut, tapi Ayahmu telah memberitahuku secara
langsung. Namun dia tidak mengatakan apa yang harus kau atau aku lakukan
setelah kau mengetahui tentang kebenaran itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu apa yang harus kulakukan.” Ian memasukkan kembali
lembaran-lembaran kertas ke dalam map. “Aku harus mengakhiri lingkaran ini, dan
meneruskan kebenaran ini pada orang yang terkait.” Ujar Ian sambil beranjak
dari kursinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menghentikan langkahnya ketika berada di ambang pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Paman Hawk…” Ian memanggil Cautious Hawk dengan sebutan
‘paman’. “Terima kasih untuk malam ini. Aku akan menyelesaikan urusan ini
dengan Ayahku, segera setelah serum ini sempurna.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hawk tidak menjawab, hanya diam melihat Ian yang pergi tanpa
menunggu tanggapan darinya. Sepeninggal Ian, Hawk menatap kembali ke jendela.
Memandang langit gelap yang kini tanpa bintang. Pria tua itu memejamkan mata
tuanya sembari tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pesanmu telah tersampaikan Rose… kini waktuku telah tiba.
Aku telah menunggu terlalu lama.” Ujarnya kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kediaman Silent Rose, dua hari pasca kunjungannya ke
kediaman Cautious Hawk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva sedang menyirami bunga di kebun kecil milik Ian kala dia
melihat Ian keluar dari ruangannya dengan membawa seekor burung dalam sangkar
kayu. Burung itu jenis gagak yang baru dibeli Ian kemarin. Ian meletakkan
sangkar burung tersebut di atas meja taman, memperhatikan gerak-gerik gagak itu
sebelum ia beranjak mendekati Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku belum pernah melihat orang memelihara gagak.” Komentar
Eva. “Itu… sedikit mengerikan, bukankah gagak sangat erat hubungannya dengan
mitos-mitos buruk?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Justru karena itu aku memilihnya.” Jawab Ian sambil
tersenyum, “Akan sangat sayang kalau harus menggunakan burung-burung jenis lain
untuk percobaan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Percobaan?” Eva berjalan ke arah kran untuk mematikan air
yang mengalir ke selang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah botol kaca merah
berukuran kecil. Ada cairan bening yang mengisi separuh dari botol tersebut.
“Serum baru.” Ian terlihat bangga saat memamerkannya ke Eva.”Serum terakhir
buatan Ayahku, namanya Silent Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memperhatikan botol kecil tersebut dengan seksama. “Apa
fungsinya?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Membunuh dalam waktu dua puluh empat jam, tidak kurang,
tidak lebih.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengernyitkan alisnya, “dua puluh empat jam? Kenapa lama
sekali? Apa istimewanya racun yang membunuh dalam waktu lama?. Bukankah semakin
cepat semakin baik.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tertawa mendengar pertanyaan Eva. “Kau tidak mengerti,
Eva.” Ian mengelus kepala Eva lembut. “Efek serum itu tidak selalu sama, daya
tahan dan kondisi tubuh korban juga mempengaruhi cepat-tidaknya serum itu
bereaksi. Jika ingin membunuh dengan cepat malah lebih mudah, gunakan saja
Sianida. Sampai sekarang, serum yang membunuh dengan waktu yang tepat belum
ditemukan. Tapi inilah Silent Rose, membunuh dengan akurat setelah dua puluh
empat jam dikonsumsi, tidak kurang-tidak lebih.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wow…” Eva terlihat kagum. “bukankah dosis yang diberikan
juga mempengaruhi?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itulah kehebatan yang lain dari serum ini.” Ian menjetikkan
jarinya. “Jika mengacu pada catatan Ayahku, tidak peduli berapapun dosis yang
kau berikan, efek yang diberikan tetap sama. Mati setelah dua puluh empat jam,
tanpa rasa sakit dan tanpa gejala. Murni tidak terdeteksi.” Kali ini Ian
terlihat sombong, seolah itu adalah serum temuannya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tapi aku baru sekali ini mencobanya. Karena itu aku
berusaha memastikan efeknya.” Ian memperhatikan burung gagak yang ditandainya
dengan pita merah di kaki burung tersebut. “Kita lihat saja setelah dua puluh
empat jam. Sekarang, kau jaga rumah ya? Ada sesuatu yang harus aku beli.” Ian
mengecup kening Eva sebelum pergi meninggalkan rumahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kediaman Cautious Hawk, hari yang sama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sisca memarkirkan Karimun birunya di garasi kediaman Dimas
Mainaki, majikannya. Setelah diberikan waktu untuk libur sehari, gadis itu kini
siap untuk bekerja kembali. Gadis itu tampak gelisah, sedari tadi sejak dia
masuk ke areal rumah majikannya ia sudah merasa khawatir. Tidak biasanya
majikan tuanya ceroboh dengan membiarkan pagar terbuka, kekhawatirannya semakin
besar kala ia menemukan pintu depan rumah itu terbuka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis manis itu meletakkan belanjaannya di atas meja tamu
dan bergegas naik ke lantai dua, mencoba mencari keberadaan majikannya. Waktu
menunjukkan pukul sebelas siang, biasanya pada pukul sebelas majikannya berada
di ruang baca, asyik dengan buku-bukunya. Namun kali ini ruang baca terlihat
benar-benar kosong. Sisca lantas naik ke lantai tiga, menuju ke kamar tidur
majikannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kegelisahan semakin menghinggapi benak gadis manis itu kala
ia melihat pintu kamar sang majikan tidak tertutup rapat. Dengan perlahan dan
sedikit ragu Sisca mendekat ke kamar tidur Dimas Mainaki, seolah langkah demi
langkah membawanya semakin dekat dalam pelukan kegelisahan. Gadis itu mengetuk
pintu kamar beberapa kali sebelum mendorong pintu berbahan kayu mahoni
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Detik kemudian, jeritan histeris terlontar nyaring dari
bibir gadis manis itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kediaman Ian. Keesokan harinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cuaca hari itu cukup cerah, Ian duduk di kursi taman
rumahnya, menghisap rokok sambil sesekali melirik ke arlojinya. Di hadapannya,
seekor gagak dalam sangkar tampak menatap balik tatapan mata Ian. Ian menunggu,
menunggu hingga waktu benar-benar sampai dua puluh empat jam. Aroma masakan Eva
tercium hingga ke taman, tercium sedap dan menimbulkan rasa lapar di perut Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gagak hitam dalam sangkar itu masih bertingkah normal,
sesekali mengeluarkan bunyi yang memekakkan telinga. Ian memperhatikan gagak
itu dengan seksama. Hingga saat yang ditunggu tiba, saat gagak itu secara
tiba-tiba terjatuh ke dasar sangkar, terkulai tanpa tanda-tanda kehidupan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian segera melirik ke jam tangannya, seketika senyum
terkembang di wajahnya. “Berhasil!!” serunya sambil mengeluarkan bangkai gagak
itu dari sangkarnya. Ian memastikan bahwa gagak percobaannya benar-benar telah
mati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku berhasil!” Ian berseru ke arah Eva yang muncul di
ambang pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baguslah, sekarang kau bisa makan.” Ujar Eva kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian yang memang sudah merasa lapar bergegas ke ruang makan,
mengambil semangkuk soto ayam dan memakannya dengan lahap. Eva memperhatikannya
sambil tersenyum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kwamu twidak mwakan??” ujar Ian sambil mengunyah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menggeleng sambil tersenyum. “Aku sedang diet, tadi aku
sudah makan roti.” Jawab Eva kalem.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dering ponsel Ian memaksa Ian untuk menghentikan santap
siangnya untuk sementara. Ia melirik ke nama yang tertulis di layar ponselnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lazy Franginpani…” ujarnya sebelum memutuskan untuk
menerima panggilan tersebut. “Halo.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose, kau belum menonton berita di TV?” suara Lazy
Franginpani terdengar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lihatlah sendiri, mereka sedang menayangkannya di televisi.”
Ujar Franginpani sebelum memutuskan panggilannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian meletakkan ponselnya dan beranjak ke ruang tengah.
Meninggalkan santap siangnya yang belum selesai. Dengan heran, Eva mengikuti
langkah Ian. Pria bercodename Silent Rose itu lalu meraih remote televisi dan
menyalakannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Perumahan elite Bintaro dibuat geger dengan pembunuhan yang
terjadi di salah satu rumah megah disana. Dimas Mainaki, mantan direktur Bank
Emerald ditemukan terbunuh kemarin pagi oleh pembantunya. Saat ini pembantunya
tengah dipanggil sebagai saksi kunci pembunuhan sadis tersebut. Tubuh pria
berusia delapan puluh dua tahun itu ditemukan tewas terpotong-potong menjadi
beberapa bagian di kamar tidurnya. Darah melumuri sebagian besar dinding kamar
tersebut. Saat ini polisi sedang melakukan investigasi insentif…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak menyimak kelanjutan dari berita itu, ia bergegas
menuju ke ruang makan dan meraih ponselnya untuk menghubungi Lazy Franginpani.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Halo, Rose. Kau sudah melihat berita itu? Mungkin kau tidak
mengenal Dimas Mainaki tapi dia dulu adalah…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tahu siapa dia, Franginpani. Cautious Hawk. Tiga hari
yang lalu aku menemuinya.” Ian memotong ucapan Lazy Franginpani dengan tidak
sabaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau? Bertemu dengannya? Ada urusan apa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kode rahasia yang diberi oleh Noisy Cannary menuntunku
padanya. Juga pada kebenaran-kebenaran yang lain. Katakan, Franginpani. Apa kau
tahu soal ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose, aku tidak tahu apa-apa. Ayahmu… jelas dia lebih dekat
dengan Hawk dan Wise ketimbang denganku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Menurutmu siapa yang membunuh Cautious Hawk?” Ian bertanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya ada satu nama dalam pikiranku jika melihat bagaimana
brutalnya Hawk terbunuh…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hard Bougenville.” Ujar keduanya nyaris bersamaan. Punuk
Ian merinding jika membayangkan cara kerja Hard Bougenville yang kasar dan
tidak mengenal ampun. Seorang psikopat yang tidak mengenal belas kasihan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Franginpani, temui aku di Green File Café sore ini.” Ujar
Silent Rose sebelum menutup ponselnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menuju ke ruang kerja rahasianya, membereskan map yang
di dapatnya dari sang Ayah. Dia memasukkan dua lembar terakhir dan meninggalkan
lembar berisi surat tulisan tangan dari sang Ayah dan formula komposisi serum
Silent Rose. Ian memasukkan map tersebut ke dalam tas dan bergegas meninggalkan
rumah. Kali ini ia bergerak dengan terburu-buru, bahkan ia tidak sempat
berpamitan dengan Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Green File Café terlihat lengang seperti biasa, lantunan
musik klasik mengisi sudut ruangan yang diterangi cahaya remang-remang. Juna,
mahasiswa yang sudah dua tahunan bekerja pada Wise Crow tampak larut dalam
pekerjaannya. Pemuda itu sedang sibuk membersihkan gelas-gelas kaca dengan kain
saat lonceng di atas pintu berdenting cukup keras. Juna melihat Ian yang tampak
terburu-buru masuk ke dalam kafe. Dua buah pistol Ballers 90s tampak jelas
terselip di pinggangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dimana Pak tua itu?” tanya Ian pada Juna. Nada suara Ian
terdengar cukup tinggi, membuat pemuda itu sedikit tersentak kaget.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“M..Mr. Wise ada di ruang basement dari pagi tadi…
sepertinya beliau sedang memeriksa wine.” Jawab Juna terbata-bata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendengar jawaban Juna, Ian bergegas menuju ke ruang
basement, tempat Wise Crow menyimpan wine-wine nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Err… biasanya Mr. Wise tidak ingin diganggu jika sedang
memeriksa wine…” Kalimat Juna terhenti saat Ian dengan cepat mencabut salah
satu Ballersnya dan menempelkan pucuk Ballers tersebut ke kepala Juna.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak peduli bahkan jika ia sedang buang air besar
sekalipun!!” bisik Ian dengan geram. Juna tersentak kaku, terkejut. Bahkan ia
dapat merasa seluruh bagian tubuhnya bergetar hebat melihat tatapan mata Ian
yang layaknya binatang buas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Juna bernafas lega saat Ian menyelipkan kembali pistolnya ke
pinggang. Tanpa banyak bicara Ian meninggalkan Juna yang masih mematung. Juna
hanya bisa memandang punggung Ian, kala pemuda yang menyandang codename Silent
Rose itu membuka pintu yang menuju ke ruang bawah tanah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ada sebuah tangga terbuat dari batu di balik pintu menuju ke
ruang penyimpanan wine. Ian melangkah dengan hati-hati mengingat tangga
tersebut cukup licin, di ujung tangga, Ian menemukan lorong kecil dengan sebuah
pintu di ujung lorong tersebut. Lampu gantung berwarna kuning menjadi
satu-satunya penerangan di lorong tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tidak ingin menurunkan kesiagaannya. Ada kemungkinan
Wise Crow mengetahui perangai kasarnya saat menodongkan pistol ke kepala Juna
melalui CCTV. Meski dia tidak melihat keberadaan kamera di ruangan kafe, dia
tetap harus waspada. Ian mencabut dua buah pistol kebanggaan keluarga Rose dan
melepaskan pengamannya. Dengan langkah pelan, mewaspadai adanya sesuatu yang
bisa memicu semacam perangkap atau jebakan, Ian melangkah ke arah pintu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Langkahnya berhenti tepat di depan pintu, Ian diam sejenak,
mengatur nafasnya. Saat ini, Ian merasa bisa mendengar detak jantungnya
sendiri. Tanpa suara, Ian menyentuh kenop pintu berbahan kayu tersebut, memutar
dan lalu mendorong pintu tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah pintu itu terbuka, Ian dapat dengan jelas melihat
Mr. Wise. Pria tua itu duduk di balik meja, dengan santai sedang menikmati
segelas wine. Mr. Wise memejamkan matanya, mencoba menajamkan titik-titik
penggecap pada lidahnya, meresapi rasa manis dari wine di gelasnya. Mata tua
itu bergerak menatap sosok Ian setelah selesai dengan wine-nya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau lama sekali, Rose.” Suara berat Wise Crow terdengar.
Ekspresi wajah pria tua itu tidak terbaca, tetap datar dan terlihat tenang.
Setenang permukaan air yang sangat dalam. “Aku sudah menghabiskan wine
istimewaku.” Tambah pria tua itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak peduli dengan wine-mu itu, Pak Tua.” Ian
mengarahkan ujung dua pistolnya ke arah Wise Crow. Tadinya ia berharap Wise
Crow akan bereaksi karena merasa terancam, namun ternyata hasilnya nihil. Wise
Crow tua itu tetap bergeming, dengan ekspresi yang tak terbaca. Seolah apa yang
terjadi di depan matanya ini telah diketahui sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ayahku… Airul Hutomo… apa yang kau lakukan padanya?”. Ian
bergerak maju, masuk ke dalam ruangan tersebut, memperkecil jaraknya dengan
Wise Crow tanpa menurunkan senjatanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise Crow tua tidak segera menjawab, hanya menggerakkan bola
matanya sedikit. Wajah keriput pria itu seolah menjadi topeng yang sempurna
untuk menutupi apa yang ada di benaknya. Sikap Wise Crow itu benar-benar
membuat Ian harus menahan diri, tidak ada gunanya terpancing oleh sikap diam
yang penuh provokasi tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku hanya mengejar impianku…” jawab Wise Crow kemudian.
“Dan menyelesaikan persaingan kecil antara dua sahabat kental.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jelaskan padaku lebih rinci. APA YANG KAU LAKUKAN?!!” Ian
membentak Wise Crow dengan satu hardikan keras. Berhasil, raut wajah Wise Crow
berubah akibat hardikan tersebut. Bukan ekspresi wajah yang terkejut atau
takut, namun ekspresi wajah yang tersinggung dan marah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu, Rose kecil.” Wise
Crow mengambil rokok di mejanya dan membakarnya. “namun aku akan menjawabnya.
Semua yang ingin kau ketahui.” Kepulan asap putih keluar dari bibir tua Wise
Crow. Pria tua itu tak lagi menggunakan pipa hisap, seperti yang biasa ia
gunakan sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menatap gerak-gerik Wise Crow dengan seksama, dia diam,
menunggu jawaban dari Wise Crow dengan tangan yang siap menarik pelatuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Itu hanya persaingan antara dua sahabat. Ayahmu bermain
dengan membuat serum terhebat yang sampai sekarang aku tidak tahu apakah ia
sudah menyelesaikan serum itu atau tidak. Dan aku membuat trik terhebat yang
ada. Dan itulah yang aku lakukan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengan mengorbankan sahabatmu sendiri dalam trik tersebut?
Itu yang kau sebut persaingan antar sahabat?!. Dengan memporak-porandakan
sistem dan mengorbankan keluargamu? Orang-orang yang seharusnya memperdulikan
dan menyayangimu?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“KARENA ITULAH YANG DILAKUKAN ASSOCIATION PADAKU!!” nada
suara Wise Crow meninggi. “Itulah yang mereka lakukan saat membuat trik untuk
menghabisi Adorable Starfruit! Hanya agar mereka bisa menjadikan Wise Crow dan
Silent Rose sebagai pair-up abadi!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nafas Wise Crow tua memburu, baru kali ini Ian melihat orang
tua itu kehilangan kendali. Cukup mengejutkan bagi Ian melihat bagaimana Wise
Crow bisa menunjukkan kemarahan yang begitu dalam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika saja aku tidak dekat dengan Blood of Roses…” nada
suara Wise Crow melemah. Pria tua itu mengatur kembali nafasnya, mencoba
kembali ke pikiran sehatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menatap perubahan ekspresi yang cukup cepat di sela-sela
wajah keriput Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wise Crow… codename itu sudah aku tinggalkan di Centre,
bertahun-tahun yang lalu. Aku telah lahir kembali sebagai wayang yang
mengangkat dirinya sendiri sebagai dalang. Dan Ayahmu memiliki peran penting.
Sayang… Blood of Roses yang ada dalam dirinya membuat ia terlalu jenius untuk
menjadi seorang wayang. Dia mengetahui permainanku, trik yang aku mainkan
padanya. Jelas dia akan melawan dan menghancurkanku, dan jelas aku tidak akan
membiarkan dia menghalangi permainanku. Trik ini harus jadi trik terhebat, dan
harus berakhir dengan sempurna.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Karena itulah kau membunuhnya…” Ian menggeram saat
mengucapkan kalimat tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh, aku membunuh banyak orang, Rose. Airul Hutomo dan
istrinya, Istriku sendiri, Komang Mahendra, dan banyak sekali orang. Mereka
semua memang harus mati, sesuai apa yang tertulis dalam trik-ku.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Komang Mahendra? Aku yang membunuh Komang Mahendra!”. Ian
mengingat dengan jelas bagaimana ia melaksanakan case pertamanya sebagai bukti
bahwa ia layak menyandang codename Silent Rose dengan membunuh Komang Mahendra.
Menyelesaikan apa yang ditinggalkan oleh Silent Rose sebelumnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya… atas keinginanku.” Wise Crow tersenyum. “Komang telah
membantuku menghabisi Silent Rose sebelumnya. Tapi sayang, ia juga harus mati,
sesuai skenario.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan bagaimana akhir dari trik busukmu itu, Pak Tua?”. Ian
menampakkan pandangan dingin penuh rasa muak ke arah Wise Crow. Wise Crow hanya
tersenyum tanpa membalas tatapan mata Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Trik ini berakhir dengan kau yang telah menemukan
kebenaran. Kupikir Cautious Hawk telah memberitahumu sesuatu? Dia adalah
satu-satunya agen yang membantu tiga generasi dari keluarga Rose.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku telah mendapatkan kebenaran itu.” nada suara Ian
terdengar datar dan dingin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Maka waktunya menurunkan tirai panggung.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Wise melempar rokoknya ke samping kanannya, beberapa meter
dari tempatnya berdiri. Ian terlambat bereaksi, rokok itu jatuh di cairan yang
segera terbakar, sepertinya Wise Crow telah menyiramkan bensin ke sepanjang
lorong dan basement ini. Api menjalar dengan cepat, membakar dinding-dinding
ruangan dan sebagian lantai. Ian tidak peduli, ia tidak akan membiarkan
fokusnya terpecah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kini terserah padamu, Rose kecil…” Wise menumpukan kedua
siku tangannya ke atas meja sebelum menumpukan dagunya ke atas jari-jarinya
yang terjalin rapat. “Kau akan meninggalkan tempat ini, atau mati terbakar
bersamaku.” Wise tersenyum sambil menatap tajam ke arah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian terdiam, dia bisa saja meledakkan kepala pria tua di
hadapannya. Pria ini telah menyiapkan panggung pertunjukan yang sangat apik,
lebih dari yang bisa dicapai akal sehatnya. Bahkan, pria tua itu telah
memperhitungkan bagaimana ia akan mati. Basement ini adalah panggung besar yang
sengaja disiapkan oleh Wise Crow sebagai tempatnya menjemput ajal. Ian
menurunkan senjatanya lalu berbalik memunggungi Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jadi begitu?” kata-kata Wise Crow menahan langkah Ian. “Kau
selalu mudah ditebak, Rose kecil. Hatimu terlalu lembut untuk disejajarkan
dengan kehebatan SilentRose atau diriku. Dari awal, kau hanya menggertakku
dengan pistol-pistol mainan itu. Kau bahkan tidak punya keberanian atau nyali
untuk meledakkan kepala orang yang telah mempermainkan hidupmu sejak kau
lahir.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jari-jemari Ian menggenggam erat dua pistol Ballers 90s
kebanggaan Silent Rose sebelumnya. Gigi-giginya bergemeretak menahan kesal yang
seakan hendak meledak. Terjadi kemelut dalam benaknya, kemelut antara keinginan
untuk meledakkan kepala Wise Crow dan membiarkan pria tua itu mati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bahkan tidak bisa memastikan kematianku nantinya.
Lemah…” Wise Crow tua terus memprovokasi Ian. “Tidak heran sih… kau bahkan
tidak pantas menyandang codename Silent Rose. Tidak untuk seseorang yang tidak
memiliki Blood of Roses sepertimu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalimat terakhir yang meluncur dari bibir Wise Crow
mengakhiri kemelut dalam benak Ian. Dengan geram Ian membalikkan badannya ke
arah pria tua yang menanti ajalnya itu, mengarahkan pucuk-pucuk pistolnya ke
arah Wise Crow.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pelajaran terakhirmu kuterima dengan baik Wise Crow…” Mata
Ian tampak berkaca-kaca, perasaannya berbaur dengan kemarahan yang
memporak-porandakan benaknya. “Tidak… rasanya ini adalah waktu yang tepat
bagiku untuk memanggilmu… Ayah.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dua tembakan beruntun memenuhi ruang bawah tanah itu,
terdengar beberapa detik sebelum Wise Crow tua jatuh terjengkang ke belakang
akibat dorongan peluru-peluru yang melubangi dahi keriputnya. Nafas Ian
tersengal-sengal, seolah ia baru saja menyelesaikan dua putaran lari marathon.
Ian berbalik dan memandang api yang kini telah menutup jalurnya untuk
meninggalkan ruangan. Ian tertunduk, otot-otot tubuhnya kini terasa sangat
kaku, terlalu kaku untuk bergerak sedikitpun dari tempatnya kini berdiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian dapat mendengar seseorang menuruni tangga masuk ke ruang
bawah tanah, diikuti semprotan busa putih dari fire extinguisher yang dibawa orang
itu. Ian berbalik dan menemukan Pria tua berbadan kekar, Lazy Franginpani
tengah berusaha memadamkan api yang memenuhi lorong.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Rose!! Cepat kemari!!” teriak Lazy Franginpani. Ian tidak
bereaksi maka dengan tidak sabaran Franginpani bergegas menarik tubuh Ian
keluar dari ruang bawah tanah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malam itu sungguh hening, Eva menoleh saat Ian membuka pintu
rumah, kelelahan tergambar jelas di wajah Ian. Gadis itu beranjak untuk
menanyakan apa yang terjadi, namun Ian memberi isyarat untuk tidak mendekatinya
dengan satu ayunan tangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Biarkan aku sendiri.” Ujar Ian sambil melangkah masuk ke
dalam kamarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memandangi pintu kamar Ian yang tertutup, gadis itu
merasa ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin Ian terlihat seletih itu jika
tidak ada yang terjadi di Green File Café. Untuk sejenak Eva menimbang-nimbang
apa yang harus ia lakukan, sebelum akhirnya gadis itu memutuskan untuk masuk ke
dalam kamar Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gadis itu menemukan Ian duduk di tepi ranjang bertelanjang
dada, kepalanya tertunduk menatap ubin lantai di bawah kakinya. Dengan lembut
Eva duduk di samping Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau terlihat lelah.” Ujar Eva sambil mengusap bahu Ian.
“Apa yang terjadi?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku membunuh Wise Crow…” nada suara Ian terdengar lemah dan
lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva terkejut, dan baru saja hendak bertanya namun Ian lebih
cepat menjelaskan apa yang terjadi antara dia dan Wise Crow di ruang bawah
tanah Green File Café.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dan aku membunuhnya seperti ia membunuh Ibu dan Ayahku, dan
aku membunuh Pak tua itu… orang yang ternyata adalah Ayah kandungku sendiri.”
Ada getaran nanar yang terdengar saat Ian mengucapkan kata ‘Ayah kandung’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva memeluk tubuh Ian. Seolah menenangkan Ian dengan
kehangatan tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Istirahatlah… semua sudah selesai.” Ujar gadis itu
kemudian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Entah bagaimana semua itu dimulai, namun Ian dan Eva
berciuman, bibir keduanya berpagutan dalam satu ritme yang senada. Mata
keduanya terpejam, seakan saling menikmati sentuhan bibir lembut mereka yang
kini beradu. Ian menarik kaos yang dikenakan Eva keatas, menarik lepas penutup
tubuh bagian atas gadis cantik itu, menampakkan dua payudara indah yang
membusung indah tanpa terlindung bra. Eva membiarkan Ian membaringkan tubuhnya,
gadis cantik itu merintih pelan saat Ian memainkan puting payudaranya dengan
lidah. Mata indah gadis itu terpejam, seolah menikmati sapuan dan pijatan lidah
Ian pada titik-titik sensitifnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enggh…” Erangan halus terlepas dari bibir indah Eva, gadis
cantik itu sedikit mengejang kala jari jemari Ian membelai kewanitaannya dari
luar celana panjang. Belaian itu dengan cepat berubah menjadi remasan yang
kuat, diimbangi dengan hisapan kuat pada putting payudaranya. Eva memekik, menikmati
rasa yang luar biasa dalam dirinya, menikmati rangsangan yang kini menjalari
seluruh permukaan tubuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuh Ian setengah menindih gadis itu, hisapan dan
remasannya tidak juga kendur, membuat gadis cantik itu merintih semakin kuat.
Tubuh kencang gadis itu menggeliat-geliat semakin liar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahhhh!!!” Eva membuka matanya, tubuhnya melenting hebat,
sehebat orgasme yang meledak dalam dirinya. Mengetahui Eva telah mencapai
orgasme, Ian memperhalus remasannya, mata keduanya beradu untuk sesaat. Gadis cantik
itu memandang Ian sayu, dengan pandangan yang mengharapkan sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Masuki aku…” bisik gadis cantik itu lirih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tangan Ian bergerak terampil untuk melucuti celana panjang
yang dikenakan Eva. Eva membantunya dengan sedikit mengangkat pantatnya. Tidak
butuh waktu lama bagi keduanya untuk telanjang, polos seperti bayi yang baru
lahir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian membenarkan posisi Eva, memeluk dan mengangkat punggung
telanjang gadis itu, membawanya ke tengah ranjang. Eva menuruti kemauan Ian
dengan pasrah, mata cantiknya menatap saat Ian menaiki tubuh telanjangnya,
menggigil saat batang kejantanan Ian yang sudah mengeras menggesek liang
senggamanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ngh…” Eva melenguh, memejamkan matanya menahan kenikmatan
yang berbaur dengan sedikit rasa perih kala penis Ian mulai merangsek masuk ke
dalam liang kewanitaannya. Ian juga melenguh, sebuah lenguhan kenikmatan kala
ia mendorong masuk penisnya, kenikmatan yang didapatkan dari sempitnya lubang
kenikmatan milik Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian diam sejenak setelah ia berhasil menyetubuhi Eva dengan
sempurna. Tidak ada kalimat yang terucap saat mata keduanya bertemu, hanya
tarikan nafas yang bicara, keduanya tampak haus… haus akan sebuah kenikmatan
dari sebuah persetubuhan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan itulah yang terjadi berikutnya kala Ian menggerakkan
penisnya keluar-masuk, memompa vagina sempit sang gadis. Lenguhan dan desahan
berbaur menjadi satu saat tubuh keduanya saling berpacu dalam kenikmatan yang
tak terlukiskan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hanya dalam satu posisi mereka memacu, seolah tidak ada
keinginan untuk berpindah gaya atau posisi, desahan, erangan dan lenguhan
keduanya semakin kencang memenuhi seisi ruangan. Pompaan dan gerakan tubuh
mereka layaknya sebuah tarian yang semakin lama semakin cepat. Ian menindihkan
seluruh tubuhnya ke Eva, memeluk dan menggenjot tubuh gadis cantik itu semakin
kencang. Bibir keduanya berpagutan liar sebelum Ian menggeram, menekan seluruh
penisnya dalam-dalam dan menumpahkan seluruh benihnya ke dalam rahim Eva.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ahhh….”, Keduanya melenguh puas. Tubuh keduanya masih
menempel erat, seolah tak ingin melepaskan. Eva memeluk Ian erat-erat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Terima kasih, sayang…” bisik Ian lembut, untuk pertama
kalinya Ian memanggil Eva dengan ucapan ‘sayang’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengencangkan pelukannya, dan tanpa Ian tahu sebulir air
mata menetes dari sudut mata gadis cantik itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Siang hari, keesokan harinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Matahari sudah cukup tinggi kala Eva membuka matanya,
terbaring tepat disebelahnya, Christian D Ambaraksa, pemuda yang juga dikenal
sebagai Silent Rose. Ian tampak tidur tanpa ekspresi, tubuhnya telanjang, tidak
ada gerakan sedikitpun dari Ian saat Eva beranjak dari ranjang. Bahkan tidak
terlihat adanya tarikan nafas dari dada Ian, Eva tahu… gadis cantik itu tahu
benar, Ian sudah tidak bernafas lagi. Silent Rose, nama serum terbaru yang
telah dicampurkan ian pada hidangan soto yang sempat disantap Ian telah
menunjukkan reaksinya. Membunuh dengan waktu tertentu, tanpa reaksi, dan tanpa
rasa sakit sedikitpun. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menatap tubuh tanpa nyawa lelaki yang kini terbaring
kaku di sampingnya. Menatap Ian, Sang Silent Rose yang ditakdirkan sebagai
targetnya. Untuk inilah dia disiapkan sedari kecil, untuk memikat dan
menghantarkan ajal pada Silent Rose. Ingatan tentang masa kecilnya hanyalah
sugesti yang dimasukkan Wise Crow melalui hipnotis padanya, jauh sebelum ia
bertemu dengan Ian. Dan satu jentikan jari dari Pak tua itu kala ia menumpang
di Green File Café telah mengangkat hipnotisnya. Mengembalikan gadis itu ke tugas
awalnya, alasan kenapa ia ada di dunia ini dan menyandang codename Deadly
Orchid.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hipnotis itu telah diangkat, Eva telah menggunakan serum
Silent Rose dengan mencampurkan serum tersebut ke soto ayam yang dimakan oleh
Ian siang kemarin. Dan kini, setelah dua puluh empat jam, serum itu menunjukkan
khasiatnya. Menghantarkan Ian pada ajalnya. Eva telah berhasil menyelesaikan
tugasnya, namun entah mengapa gadis itu tak kuasa menahan air matanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau melakukannya dengan baik, Deadly Orchid.” Suara seorang
pria terdengar dari ambang pintu kamar. Eva berbalik dan menemukan Juna,
pegawai Green File Café tersenyum melihatnya. “Wise Crow telah memenuhi
janjinya, ini adalah pertunjukan terhebat yang pernah ada.” Juna bertepuk
tangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva menyeka air matanya, mencoba menyembunyikan rasa
kehilangan yang ada di dalam hatinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kenakan pakaianmu, Deadly Orchid. Mulai sekarang kau akan
ikut denganku.” Juna memberikan perintah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Baik Tuan Juna…” jawab Eva sambil beranjak dari ranjang
untuk mengenakan kembali pakaiannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tidak… Orchid…” Juna tersenyum dan menggeleng. “Mulai
sekarang kau harus memanggilku Director No. 6.” Seringai licik muncul di wajah
pemuda itu. “Sekarang kita harus pergi dari sini, informan kita di kepolisian
baru saja menginformasikan bahwa Dean dan Rio sedang menuju kemari dengan
beberapa anggota lain dan mereka membawa surat penangkapan. Sepertinya Silent
Rose berniat menyerahkan diri setelah membunuh Ayah kandungnya sendiri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Eva mengenakan kaos dan celana pendeknya lalu bergegas
mengikuti Juna yang telah memarkirkan mobilnya di depan rumah Ian. Mobil itu
melaju pelan meninggalkan kompleks perumahan tempat Ian tinggal. Raut sedih
tampak di wajah Eva saat mobil yang ditumpanginya melewati gerbang kompleks.
Meninggalkan tempat yang telah menaunginya selama beberapa waktu. Beberapa
persimpangan kemudian mereka berpapasan dengan iring-iringan mobil polisi yang
dipimpin oleh Inspektor Dean dan Detektif Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa jam yang lalu, Mabespolri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean terkejut kala membaca isi dari lembaran-lembaran kertas
yang ada di tangannya. Lembaran yang dikirim dalam bingkisan bermotif mawar itu
berisi catatan medis hasil test darah dari empat nama. Dua diantaranya adalah
hasil test DNA dari pria bernama Weishy Van Bont, pria berdarah Belanda dan
Airul Hutomo. Satu lainnya adalah hasil test DNA dari pria bernama Christian D
Ambaraksa dan lembar keempat adalah hasil test DNA dari Detektif muda Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lembar terakhir dari paket tersebut berisi sebuah surat, isi
surat tersebutlah yang paling mengejutkan. Dean telah membaca surat tersebut
dan kini ia memutuskan untuk mengulangnya kembali, mencoba memperhatikan huruf
demi huruf yang tertulis dalam surat itu dengan seksama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Halo Detektif Rio<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Tahukah kau tentang kepahitan? Kepahitan hanya akan
melahirkan kepahitan yang lain, seperti rangkaian dendam dan karma yang
sahut-menyahut. Kau mungkin mengingatku, aku adalah Christian D Ambaraksa… Ya,
kita pernah bertemu, bahkan sempat tinggal dalam satu ruangan untuk beberapa
hari. Ya, Akulah Silent Rose yang kau kejar selama ini. Yang telah melahirkan
kepahitan padamu dengan mencabut nyawa Komang Mahendra, Ayah angkatmu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi jika kau pikir itu adalah kepahitan yang terbesar…
percayalah, kau salah. Karena inilah kepahitan yang sebenarnya, bukan hanya
kepahitan bagimu tapi juga kepahitan bagiku. Bagaimana tidak pahit jika
ternyata Airul Hutomo, orang pertama yang menyandang gelar Silent Rose, orang
yang menjadi panutanku, orang yang mengasihiku, orang yang kukenal sebagai Ayah
kandungku ternyata tidak memiliki ikatan darah denganku. Dan sangat mengejutkan
bagiku, dan juga baginya saat ia mengetahui fakta bahwa kaulah putra
kandungnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jangan salahkan dia, dia adalah Ayah yang baik. Dan apa yang
terjadi dengan kita bukanlah sebuah permainan yang diciptakannya. Dalam kasus
ini, kita semua sama-sama berdiri sebagai ‘wayang’ dengan Weishy Van Bont
sebagai ‘dalang’-nya. Dan celakanya, orang itu adalah Ayah kandungku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka kukirimkan surat ini. Bukan untuk memprovokasimu, bukan
untuk mencelamu atau mempermainkanmu, namun untuk memberikan kebenaran yang
sudah menjadi hak-mu. Tahukah kau kenapa aku membunuh Komang Mahendra, Ayah
angkatmu? Karena ia yang membunuh Airul Hutomo, Ayah kandungmu. Dan itu semua
hanya bagian dari pertunjukan yang diciptakan oleh Ayah kandungku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tidak mengerti detailnya, jangan tanyakan itu padaku.
Aku juga tidak peduli dengan detail apa-kenapa-mengapa-bagaimana yang jelas
muncul di benakku saat mengetahui kepahitan ini. Biarlah! Biar kutelan
kepahitan ini sebagai obat yang harus kutelan mentah-mentah. Saat ini aku akan
menyelesaikan tugas terakhirku, yaitu membunuh sang Dalang – Ayah Kandungku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saat kau membaca surat ini, mungkin aku telah selesai
membunuhnya, atau aku terbunuh olehnya. Namun… jika kau ingin bertemu denganku,
kau tahu dimana aku tinggal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Saudara Tirimu<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean mengalihkan pandangannya ke arah Rio, detektif muda
yang kini tampak terkejut. Bibir Rio bergetar samar, seolah menahan apapun yang
ingin dikatakan namun tak dapat dikatakan olehnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ini mustahil Rio…” Dean berusaha menenangkan Rio. “Bisa
saja ini adalah permainan Silent Rose seperti dulu, kala dia membuat kita
menangkap pemuda itu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio tidak menjawab, pandangannya masih melayang kosong ke
hamparan dinding di hadapannya. Untuk sejenak kepala detektif muda itu penuh
dengan probabilitas, ingatan-ingatan tentang masa lalu, seolah mencoba
menemukan benang merah dari sesuatu yang tidak mungkin ini. Rio terdiam
beberapa saat sebelum memejamkan matanya, menarik nafas panjang dan berujar :<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hanya ada satu cara menemukan kebenarannya, Dean…” Rio
mendongakkan kepalanya, tatapan matanya berubah jadi semakin tajam, sebuah
seringai samar muncul di raut mukanya. “Mari kita jemput Silent Rose…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sirene mobil polisi masih terdengar saat mobil yang
dikendarai Eva dan Juna meninggalkan kompleks perumahan. Eva memandang kosong
ke langit biru di atas mereka, seolah mencoba melepas semua kenangan yang telah
ia miliki selama ini. Sedikit miris rasanya saat kau mengetahui bahwa tujuan
hidupmu adalah untuk menghabisi nyawa orang yang menyayangimu, namun begitulah permainan
ini dimainkan, dengan trik, cerita, dan tanpa belas kasihan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pandangan Eva teralih saat melihat sesuatu terbang tidak
jauh dari mereka, seekor gagak hitam, burung yang selalu dikait-kaitkan dengan
peruntungan buruk, bahkan dengan sebuah kematian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa jam kemudian<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Laboratorium Forensik, Kantor Polisi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menatap tubuh tak bernyawa yang terbaring di meja
operasi. Tubuh itu tak lain dan tak bukan adalah milik Christian D Ambaraksa
yang saat ini dipercaya sebagaiSilent Rose. Rio menggeram dalam hati, mengingat
bagaimana ia merasa sangat dipermainkan kala mereka menangkap Ian di hotel
beberapa waktu yang lalu. Dia lebih terkejut atas dokumen yang dikirimkan Ian
padanya, dokumen yang menjadi bukti nyata bahwa Rio adalah putra kandung Airul Hutomo,
Silent Rose sebelumnya. Rio dan Dean bergerak untuk menangkap Ian hidup-hidup,
untuk menemukan jawaban dari kebenaran yang hak. Namun apa yang mereka temukan
tidak lain dan tidak bukan hanya seonggok tubuh tanpa nyawa yang tidak diduga
penyebab kematiannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perhatian Rio teralih saat seseorang membuka pintu ruangan,
Inspektor Dean tampak memasuki ruangan operasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tim medis tidak satupun yang bisa dihubungi, ini aneh”.
Ujar Dean sambil meletakkan tas kopernya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau sudah memeriksa tempat itu?”. tanya Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Green File Café itu tampak baik-baik saja dari luar, mereka
terlihat tutup. Namun ketika aku memaksa mendobrak pintunya…” Dean terdiam
sejenak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ada apa?”.Rio terlihat penasaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagian dalam kafe itu terbakar sebagian, terutama di
ruangan bawah tanah. Seseorang menyalakan api disana, dan seseorang memadamkan
api itu hingga tidak sampai membakar keluar”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio menatap Dean dalam-dalam, “ada lagi yang kau temukan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya… mayat seorang pria, aku tidak tahu siapa. Kami belum
bisa mengenalinya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wise Crow… jika mengacu pada kalimat yang ada, pemuda ini
akan membunuh sang dalang yang ia sebut sebagai Wise Crow, Ayah kandungnya
sendiri”. Rio mencoba menarik hipotesa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean memandang Rio, detektif muda itu kini tampak lebih
tenang sebelum beberapa jam yang lalu ia tampak frustasi dan setengah mengamuk
hingga mengacak-acak kediaman Ian hanya untuk mencari sebuah petunjuk. Dalam
hati Dean harus mengakui bahwa Rio kini tampak lebih matang, dan seperti biasa,
otaknya selalu tajam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean beranjak dari kursinya dan bergerak ke dispenser di
sudut ruangan, sedikit kecewa saat ia menemukan bahwa dispenser tersebut
kosong.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kurasa aku akan ke dapur sebentar untuk membuat kopi, kau
mau?”. Tawarnya pada Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Thanks, Dean. Tolong buatkan aku satu”. Jawab Rio sambil
tersenyum saat melihat Dean meninggalkan ruangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio kembali menatap ke arah tubuh yang tak bergerak milik
Ian. Menatapnya dalam-dalam, seolah ia bisa membals tatapan mata detektif muda
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan? Silent Rose?”
gumam Rio tanpa melepaskan pandangannya ke arah Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SREK…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah gerakan mengejutkan Rio, detektif muda itu beranjak
dari kursinya, memandang ke sekeliling namun tak ada apa-apa di seisi ruangan
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SREKK…SREKK…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini bunyi gesekan itu terdengar semakin kencang. Rio
terkejut saat ia menyadari sumber suara, lebih terkejut lagi saat menemukan
selimut yang menutupi tubuh Ian bergerak, seolah ada sesuatu di dalamnya.
Tidak… jelas bukan sesuatu, beberapa gerakan berikutnya membuat Rio sadar apa
yang tengah terjadi, dengan tangkas detektif muda itu mencabut pistolnya dan
tanpa ragu mengarahkannya ke kepala Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan bergerak atau kau akan mati”. Ada getaran berat yang
berbaur dengan keterkejutan dalam nada bicara detektif muda Rio.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sudah pernah mati, Saudaraku…” jawab Ian sambil
perlahan membuka kedua matanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebenarnya ada sesuatu yang saat ini berputar tak menentu di
kepala Rio, bagaimana seorang pria yang sudah dinyatakan mati, yang jantungnya
tak lagi berdetak dapat hidup kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Bagaimana kau bisa hidup kembali?” akhirnya Rio tidak tahan
untuk tidak mempertanyakan hal tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Silent Rose adalah serum hebat yang dibuat Ayahku… atau
Ayah kandungmu tepatnya. Dan petunjuk yang ditinggalkannya tentang cara kerja
serum tersebut sangat jelas”. Senyum terurai di raut wajah Ian yang masih
tampak pucat. “‘24=>0+8=>0’. Adalah petunjuk utamanya, angka-angka itu
adalah jam. 24 jam menuju ketiadaan atau angka nol. Dan jika ditambah delapan
jam akan kembali ke posisi sebelumnya. Artinya, serum itu membunuh dalam dua
puluh empat jam, dan menghidupkan kembali dalam delapan jam. Serum yang luar
biasa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau bisa menceritakan lebih detail nanti, sekarang, kau
ditangkap Silent Rose”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum sekali lagi, “kau pikir semudah itu? meski kau
memiliki Blood of Roses sekalipun, takkan kubiarkan semudah itu!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian menyibakkan selimutnya, menendang wadah berbahan logam
ke arah pergelangan tangan Rio dengan cepat. Rio melepaskan satu tembakan,
namun tidak mengenai sasaran karena cawan yang menghantam pergelangan tangannya
membuat pistol itu terlepas dari genggamannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan gerakan cepat, Ian meraih ujung selimutnya dan
melemparkannya ke arah Rio. Sebuah keputusan yang bagus, kalau saja tubuhnya
tidak terlalu lemah karena baru saja mendapatkan kesadarannya kembali. Dengan
mudah Rio menghindari serangan Ian dan satu tendangan ke perut membungkam
serangan-serangan sangSilent Rose.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio mengambil kembali senjatanya dan untuk kedua kalinya
mengarahkan ke kepala Ian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kali ini aku tidak akan ragu, meski kau mungkin saudara
tiriku, aku tidak akan memberimu kesempatan lagi!!” ujar Rio sambil bersiap
menarik pelatuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
DORR!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebuah peluru menggesek pergelangan tangan Rio, membuat
senjata itu sekali lagi lepas dari genggamannya. Rio berpaling ke arah tembakan
dan makin terkejut saat melihat Inspektor Dean menodongkan pistol ke arahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tidak bisa membunuhnya, Blood of Roses” ujar Dean.
“Dunia masih membutuhkannya, sama seperti mereka membutuhkanmu, Rio”. Ujar Dean
sambil menutup pintu di belakangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksudmu Dean?!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Association… itulah musuh kita yang sebenarnya. Dan kita
tidak bisa melawan mereka hanya dengan dua orang detektif. Kita membutuhkan
mereka, kita membutuhkan Silent Rose”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau… berpihak pada Silent Rose!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean tersenyum, “tidak… Rio. Aku tidak berpihak pada Silent
Rose atau pada Association. Kau tahu, saat Ayahku, Inspektor Iyus berhadapan
dengan Ayah kandungmu, Silent Rose generasi pertama. Mereka mengatakan Silent
Rose menyekap Ayahku, tidak… bukan itu yang terjadi, yang terjadi sebenarnya
adalah saat itu Ayahku dan Ayah kandungmu tengah menjalin kekuatan, kekuatan
untuk menghancurkan Association yang sudah mulai keluar dari jalurnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian dan Rio sama-sama terkejut mendengar apa yang baru saja
disampaikan oleh Inspektor Dean.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau tahu, Rio... Ayah kandungmu menyadari permainan yang
dimainkan Wise Crow, namun ia terlambat, semua sudah terjadi, melawan secara
frontal hanya akan mengakibatkan kekalahan. Karena itulah ia menggalang
kekuatan, menyusun strategi yang melibatkan Ayahku, dan juga aku. Kau pikir
kenapa selama ini kita selalu berada satu langkah di belakang Silent Rose??!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau yang memperlambat langkah kita”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya! Karena jika kita selangkah lebih maju dari Silent Rose,
sedang pemuda itu belum bisa memecahkan kebenaran yang ditinggalkan Silent Rose
sebelumnya, maka semua akan sia-sia. Kali ini, Wise Crow telah tiada, artinya
satu ancaman sudah hilang, inilah saat yang tepat untuk mengadakan gerakan
untuk melawan Association!. Kita akan hancurkan mereka dan mengembalikan
keseimbangan yang sebenarnya”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ian tersenyum, senyum yang mengejek. Mengejek dirinya
sendiri yang tidak sadar bahwa selama ini sang Ayah telah menyiapkan pasukan
untuk mengadakan serangan balik ke Association. Senyum Ian makin lebar saat
menyadari bahwa ternyata ia-lah yang berperan sebagai pemicu dari gerakan
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Airul Hutomo, Ayah kandungmu adalah orang baik. Itu yang
dikatakan Ayahku, selama ini Silent Rose dan Association hanya menjaga
keseimbangan, sebelum beberapa orang merusak Association. Jadi…. Detektif Rio,
semua terserah padamu, apakah kau akan bergabung dengan kami untuk
mengembalikan keseimbangan yang sesungguhnya… atau tidak?”. Kalimat Dean
terdengar cukup lamban dan jelas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rio memejamkan matanya sekali lagi, menarik nafas panjang
sebelum kembali membuka matanya. Pandangannya tajam dan penuh semangat,
seringai muncul di raut wajahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kau berhutang banyak padaku, Dean… mari kita hancurkan
organisasi sialan itu!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean tersenyum mendengar jawaban Rio. Kini ia berpaling pada
Ian. “Bagaimana denganmu, Silent Rose?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jika itu adalah tujuan sebenarnya dari Silent Rose
sebelumnya… jelas aku tidak akan mundur”. Jawab Ian tegas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dean menurunkan senjatanya dan tersenyum lebar. “Hari-hari
sibuk kita akan dimulai rekan-rekan… dan hari-hari Association akan semakin
menipis. Welcome to The Catapult!!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
*_*_*<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Silent Rose The Series : END<o:p></o:p></div>
<!--EndFragment--><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-52735887053335301512014-05-24T21:20:00.001-07:002014-05-24T21:20:41.092-07:00Cinta tak memihak<span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 1 ( Wanita paling dibenci )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Seorang gadis berjalan dengan kepala tertundung menghadapi mata-mata yang sangat rendah memandangnya. Tanpa sengaja menabrak seorang lelaki dan dengan sewot lelaki tersebut memaki gadis itu “ eehh anak maling liat-liat donk kalo jalan “. Huuuuuuuoooooooooooo dasar maling sawut beberapa orang di sekitar 2 orang yg baru saja bertabrakan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei jika kalian masih memiliki dosa kalian tidak pantas menghina orang lain “ teriakku mengheningkan suasana sekitar. Wanita itupun dengan nada pelan mengucapkan terima kasih lalu pergi dengan kepala tertunduk. Dina seorang mahasiswi jurusan hukum, wanita yang cukup tinggi dengan rambut bergelombang diwarnai kemerahan, kulitnya kuning langsat dan berwajah cantik yang tadinya begitu popular dan dipuja terutama oleh para lelaki karena kecantikan dan kekayaan orang tuanya seketika menjadi bahan pergunjingan. Tidak lain karena dia anak seorang pejabat yang menjadi tersangka tindak pidana korupsi dan sedang dalam proses peradilan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><a name='more'></a><br /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Namaku Andra mahasiswa jurusan Manajemen Informatika. Aku hanya ingin menjadi programmer biasa2 saja dan menikah dengan wanita biasa2 saja, tidak terlalu cantik dan tidak jelek pula, yang penting dia bisa mandiri dan punya penghasilan sendiri sehingga aku tak perlu repot2 jika gajiku nanti kurang untuk kebutuhan keluarga. Aku juga ingin punya 2 anak 1 laki2 dan 1 lagi perempuan dan mereka juga harus mandiri agar aku tak perlu repot2 menjaga dan mengurusnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku mengenal Dina karena hampir setiap mahasiswa / i di kampus membicarakannya. Banyak pria yang mencoba mendekatinya untuk dijadikan kekasih, tidak Cuma pria yang mendekatinya, para wanita di kampusku pun juga banyak yg ingin menjadi temennya supaya ikut tenar mungkin. Mungkin hanya aku yang tidak tertarik dengan kepopulerannya, karena seperti yg tadi aku utarakan aku hanya menginginkan wanita biasa2 saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sebenarnya ada 1 wanita yang ku taksir, dia satu jurusan dan satu angkatan denganku. Kami sering berdiskusi tentang mata kuliah, orangnya sederhana, yg jelas biasa2 saja nama Vika tapi sayang dia sudah memiliki kekasih, Yahh mau tidak mau aku hanya menjadi silent lover saja. Walaupun kekasihnya ( Rudi ) diam2 juga naksir dengan Dina, ah mungkin hanya mengagumi, sudahlah jangan berburuk sangka. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Well kejadian tadilah pertama kalinya aku berinteraksi dengannya, aku hanya kasihan dengannya. Dijauhi dan dicaci teman2nya. Tidak ada 1 pun yang mau berjalan berdampingan dengannya, bahkan sekedar say hello saja tidak ada.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aktifitas kampus yang membuatku penat karena ini adalah semester terakhirku, aku harus menyelesaikan tugas akhirku sesegera mungkin. Setelah pulang kuliah aku mampir sebentar di pinggir jalan, di sana ada ketoprak langganan aku, ku parkir sepeda motorku di pinggir gerobak ketoprak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sedang enak2 menyantap ketoprak tiba2, “jedaaaaaaarrrrrrrrrrr” suara pintu mobil ditutup dengan sangat kencang. Reflek ku menoleh kearah suara itu termasuk orang2 disekitar. Oohhhh ternyata Dina yang membanting pintu mobil pajero sport warna putih itu. Mobil itupun pergi berlalu meninggalkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bang ketoprak satu yang pedes banget “ pesan Dina kepada tukang ketoprak “. Dengan wajah yang merah padam sepertinya habis bertengkar dengan kekasihnya ( hhhmmmmmmm yakin klo yang di dalem mobil pacarnya ?? ).</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Suka pedas ya ternyata, pantes galak “ sapaku tanpa menoleh kearahnya. “Eh lo Dra, suka makan di sini juga” sahutnya dengan senyum.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sejak kapan dia kenal namaku, aku bukanlah sosok mahasiswa yang popular. Dan sejak kapan dia mudah tersenyum dengan orang lain. “Eh thanks ya tadi di kampus udh nolongin gw”sambungnya dengan senyum masih menghiasi bibirnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Kapan gw nolongin, gw Cuma lagi iseng aja” jawabku dengan senyum lebar ala anime2 jepang. “eh ada tukang helm tuh”berkata padaku sambil menunjuk orang berdagang helm. “Apa hubungannya sama helm” sahutku heran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Anterin gw ya pulang ya”pintanya tanpa meminta persetujuanku langsung menuju penjual helm. Wow helm yang paling mahal yg dia beli, masih banyak dwit juga ya walaupun ayahnya sedang disidang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tidak lama ketoprak pesanan dia terhidangkan. Ternyata yang selama ini terlihat kalangan kelas atas rakus juga kalo makan di pinggir jalan, belum ketelan semua yang di mulutnya sudah disuap lagi makanannya. Kayaknya laper bgt nih perempuan, seolah-olah tidak mau kalah denganku. Pasti nafsunya gede nih….. ooppppsss kenapa jadi piktor gini ya. Apa karna kaos ketat tanpa lengan dipadu dengan celana jeans pendeng di atas dengkul membuatku jadi ngeres.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kok jadi gugup ya, apa karna artis kampus ingin membonceng motorku. “ Lo yakin mau naik motor sama gw?? Apa kata anak2 di kampus klo tau nih?” tanyaku keheranan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Biarin aja toh pandangan anak2 ke gw udh jelek, kenapa harus gw pedulikan” jawabnya. Dengan penuh emosi dan mata sedikit menitisan air mata Dina berkata“ dulu gw bangga dengan status gw, gw bangga dengan ketenaran gw di kampus. Semua orang ingin dekat sama gw, semua pengen jadi sahabat gw, atau hanya sekedar kenalan saja. Tapi kemana mereka saat gw terkena masalah, yang salahkan bokap gw, kenapa gw yang kena caci makian dari mereka. Gw pikir semua orang menghujat gw membenci tapi ternyata ada 1 yang nolong gw, walau Cuma 1 kalimat tapi itu menyejukan bagi gw. Karena gw gk berjalan sendiri. Lo Dra udh seperti pahlawan bagi gw”</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Stoppp” potongku. “ Jangan samakan gw dengan pahlawan, gw suka pahlawan tapi gw gk mau jadi pahlawan. Karena pahlawan adalah orang yang akan membagi-bagikan makanan pada semua orang sedang gw mau makan semua makanan itu “ sanggahku dengan nada sewot karna disamakan dengan pahlawan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan kening berkerut karna keheranan “ teori macam apa itu, dasar orang aneh dipuji malah gk mau”.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa pujian bisa membuat gw kenyang” sanggahku dengan mulut penuh makanan. Tanpa sadar makanan aku dan dia sudah habis, tapi aku masih ingin bersantai sejenak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jika dunia jahat padamu,maka kau harus melawannya karena tidak ada seorangpun yang akan menolongmu “ jelasku padanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi gw rasanya frustasi, seolah-olah gw udh males hidup, semuanya menghina gw, jauhin gw, saudara gw aja pada gk kenal lagi sama kluarga gw. Betapa terguncangnya hati ibu gw, adik2 gw. Dulu semua orang di sekitar gw seperti semut2 yang kelaparan mencari gula, sekarang saat gula2 itu tercampur kapur semuanya pergi” jeritnya pelan tapi aku tahu pasti sangat menyayat hati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ yuk pulang kita ngobrol2 lagi nanti di rumah gw “ ajak dia. Jebreetttttt yup yup yup seorang bintang kampus dengan seenaknya ajak aku kerumahnya….. sehebat itukah pesonaku pasti ribet nih urusannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan posisi duduk pada umumnya orang bergoncengan dan hamper rapat dengan punggungku, tanpa menggunakan jaket karena memang Dina tidak membawa jaket. Ku pacu motorku dengan kecepatan sedang sekitar 60 km/h. Sering kali dadanya tersentuh punggungku sehingga terasa sedikit kekenyalan mungkin payudaranya aku belum pastikan. Tapi saat aku mengerem dan baammm oohhh tubuhnya menyentuh pungguku begitu terasa, aku pastikan yg sedari tadi menyenggol punggungku adalah payudaranya, duduknya pun semakin merapat, dengan kedua tangannya menyentuh pahaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Betapaku berdebar-debar, seluruh aliran darahku mengalir ke satu titit yang membuat juniorku jadi tegang. Ngehiiiiiiiiiiiiitttt suara decit rem motorku karena ku tiba2 saja ngerem mendadak hambir menabrak mobil di depanku karena konsentrasiku buyar. Makin buyar karena rem mendadak itu membuat dia mencengkram pahaku dan tubuhnya benar2 rapat dengan tubuhku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ahay ada pom bensin di depan sana, ku belokkan saja sepeda motorku, lalu parkir dan menuju toilet “ bentar ya “ ucapku pada Dina. Entahlah bagaimana ekspresi Dina ketika ku tinggal di toilet.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku basahkan juniorku untuk meredakan ketegangannya. Bener2 horny aku, jadi begitu ya rasanya payudara wanita. Ku redakan detak jantungku agar kembali normal. Ku basahkan muka ku untuk menyegarkan pikiranku. Setelah kembali normal barulah ku keluar toilet dan kembali menuju motorku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menatapku kebingungan dari atas sepeda motorku, ternyata dia tidak turun dari motorku, untunglah tidak terjatuh motorku karena Cuma ku standar samping “ udah kelar buang hajatnya, sampe lupa sama yg digonceng, untuk kaki gw panjang bisa nahan motor lo” ocehnya padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry deh gk nahan soalnya “jawabku. Ku jalankan motorku kembali dan aku coba mengatur jarak dengannya agar tidak terjadi seperti tadi, walau enak sih tapi ngeri juga klo harus bertaruh nyawa seperti tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di depan sebuah rumah yang sangat megah bagiku, dinding pagar bercat putih, dengan hiasan 2 patung ala film Lord Of The Rings. Pintu pagar dibuka oleh seorang satpam tinngi besar dan disambut gonggongan anjing penjaga yang besar, pernah aku membaca sebuah artikel tentang anjing penjaga dan mungkin anjing ini jenis Caucasian Shepherd. Begitu galak dengan orang asing tapi begitu lembut dengan tuannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Taman yang begitu tertata indah, dengan kolam ikan di tengahnya dan air mancur yang memancar tanpa henti. Jadi ini rumah pejabat toh, pantes aja banyak yang mau jadi pejabat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woii bengong aja ntar digigit anjing gw lho, yuuk masuk “ sahut Dina membuyarkan lamunanku. Aku masih saja terbengong-bengong melihat halaman rumahnya, belum habis rasa takjubku, aku terkejut lagi saat memasuki rumahnya, sulit untuk ku jelaskan yang jelas sangat mewah sekali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Harusnya aq kuliah mengambil jurusan ilmu ekonomi atau hukum atau jurusan yang bisa membuatku menjadi pejabat. Kalo MI mah ujung2nya jadi programmer atau paling tinggi menjadi analis programmer. Tapi sudah jiwaku bergelut di dunia IT mau bagaimana lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duduk Dra jangan malu-malu bentar ya“ mempersilakanku lalu pergi entah mau ke ruangan apa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tidak lama kemudian seseorang setengah baya membawa segelas jus menghampiriku dan mempersilakan aku untuk meminumnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Haii sorry lama, dari tadi diem aja sih “ menepuk pundak ku entah kapan Dina sudah berada di ruang tamu, lalu duduk di kursi panjang di sebelahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk kenapa2 Cuma gw kira gw udah mati “ jawab ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maksud lo apa Dra? Apa gara2 tadi lo mau nabrak mobil ? “ Tanya Dina keheranan sambil menatapku tajam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bukan itu, gw kira gw udah di surga abis rumah lo bagus bgt “ jawabku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bisa aja lo Dra “ sahut Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan tatapan masih tajam kepadaku membuat aku menjadi kikuk. “ Biasanya cwok yang main ke rumah gw pas posisi duduknya kayak lo sama gw pasti cowok itu langsung nyamperin gw duduk 1 kursi panjang yang gw dudukin sekarang, pengen mepet2 gitu “ celoteh Dina. “ Terus sok-sok perhatian berusaha pegang2 gw, klo pacar gw sih gk masalah nah ini cowok gk jelas yang gk pake undangan dateng ke rumah gw gitu aja “ sambung Dina menceritakan tingkah laku para fans2 ababilnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi lo beda, lo tetep anteng di kursi lo saat ini. Apa jangan2 lo homo lagi “ Ejek Dina padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry ya gw masih normal kali, hhhmmm ngomong2 kok ada aroma makanan ya ?” tiba2 saja ku mencium aroma masakan yang menggugah seleraku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oohh itu mba Tia lagi masak buat kita, enak tau masakannya “ Jawab Dina. “ Udah mateng belom “ Tanyaku lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Belom nanti klo mateng juga di kasih tau “jawab Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ngomong2 masalah lo homo atau normal, hhhmmm gw percaya kok klo lo normal “ Dina mentapku sambil tangannya menyentuh lutut kakiku. “ buktinya tadi di motor lo ngaceng kan kena toket gw ? makanya lo hampir nabrak, trs lo buru2 ke toilet, mau di kluarin ya di toilet? Ko cepet bgt “ tangannya makin ke atas menuju pahaku tubuhnya pun makin mendekatiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk dikeluarin, Cuma ditenangin aja biar gk tegang trs “ jawabku gemeteran merasakan jemari lentiknya bermain di pahaku yang masih tertutupi celana jeans.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw bantuin keluarin mau gk Dra, udah 1 bulan gw gk main sama pacar gw gara2 bokap gw kasus dia jadi menjauh dari gw“ tangannya pun makin bergerilya menuju pangkal pahaku. Juniorku tiba-tiba saja dalam tegang seperti seorang prajurit yang sedang santai lalu tiba-tiba ada presiden datang dan langsung berdiri untuk memberi hormat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw belom pernah Din, lagian nanti klo pembantu atau satpam rumah lo tau gimana “ cegahku dengan melebarkan ke dua kakiku karena terdorong rasa geli di pahaku yang terus menerus digelitik oleh Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Santai aja Dra, udah lo ikutin intruksi gw aja, itung2 sebagai rasa terima kasih gw “ Dina lalu menuntun ku duduk di sebelah kursi panjangnya. Lalu merebahkan tubuhku di kursi tersebut. Dibukanya seleting celanaku dan diturunkan celana ku beserta CD ku sekalian. Junior ku yang berukuran hanya 12 Cm pun langsung mengacung dengan kerasnya, terbebas bagai burung keluar dari sangkarnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wow udah ngaceng aja nih titit lo. Gw jilat2 ya “ ucapnya sambil menjulurkan lidahnya menuju penis ku, dan begitu hinggap di kepala penis ku langsung saja lidahnya menjelajahi, menggelitik ujung2 membuatnya jadi lebih mengkilap, sungguh geli kurasakan hingga kaki ku bergerak2 tak karuan menahan rasa geli itu. Dimasukan kepala penis ku kedalam mulutnya, disedot2 seperti seorang bayi yang menyusu pada ibunya. Lidahnya masih terus-terusan mengelilingi ujung2 titit ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“OOOOuuuugghhhh enak banget Din, lo jago juga ya “ ucapku. Dina tanpa menjawab langsung dia maju mundurkan mulutnya di batang titit ku, rasanya makin ngilu saja. Jemari lentiknya tak tinggal diam saja, dia mainkan biji titit ku, dia elus2 dengan lembutnya membuat aq makin tak karuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Misi non makanannya nih “ ucap mba Tia pembantu Dina menaruh makanan di meja tamu tanpa rasa kaget dengan apa yg sedang aku dan Dina lakukan, sontak saja aku terkejut dengan kehadirannya. Sejak kapan dia berada di sini. Aku berusaha bangkit untuk memakai celana ku tapi ditahan dengan Dina yang dengan tenang masih mengulum penis ku. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dan mba Tia pun berlalu pergi tanpa menghiraukan kami berdua. Kuluman bibir Dina di penis ku makin cepat, sambil tangannya menjelajahi paha bagian dalam ku. Aku pun kembali tenang dan menikmati permainan Dina. Ternyata seorang bintang kampus memiliki nafsu yang luar biasa juga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">OOohhhhhh dikulumnya dalam2 penisku dan disedotnya kuat2 penis ku ditarik keatas sampai pplluukkk terlepas penis ku dari bibir indahnya. Walau termasuk tebal bibirnya tapi tetap indah menurutku dan tambah memerah setelah bermain-main di penisku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana Dra enak kan bibir gw? Apalagi memek gw lebih enak tau. Ucapnya sambil jari jemarinya mengelus-elus penisku yang masih tegak berdiri dengan kerasnya dan wajahnya mendekati wajahku. Aroma wangi bunga yang tertabur di tubuhnya tercium begitu dalam oleh hidungku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“Letakkan ku di atas bahumu, bahwa aku inginkan dirimu, maafkan ku menggangu harimu, temaniku iringi sepiku “Kepalanya direbahkan di bahuku dengan dana lembut dibarengi hembusan nafas yang mengalir di sisi telingaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tangan lembutnya membelai pipiku dan menuntun wajahku untuk menemui bibirnya dengan bibirku. Sebuah kecupan manis mendarat di bibirku. Instingku mengalir begitu saja, ku arahkan tanganku di bahunya, ku beri tekanan pada bahunya agar lebih mendekatkan tubuh kami berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menjulurkan lidahnya seolah ingin menerobos bibirku. Ku buka bibirku ku sambut lidahnya dengan lidahku. Tanganku di bimbing menuju gundukan payudaranya yang masih tertutup oleh kaos ketatnya. Dibimbingnya tanganku agar meremas secara lembut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sementara lidah kami saling berpagut jemari lembutnya masih sibuk dengan penisku. Dibelainya penisku dengan sangat lembut, tangankupun tak hanya meremas payudaranya dari luar saja, tanpa keraguan lagi ku masukkan tanganku menerobos kaosnya itu. Ku jelajahi tubuhnya dari perut lalu naik menuju payudaranya yang masih terlindung bra. Ku masukan tanganku ke branya, sehingga ku dapat merasakan secara langsung merasakan halus dan kenyalnya payudara wanita itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra baru kali ini gw yang mulai duluan, biasanya cowok gw yang ajakin duluan “ ucap Dina melepas pagutan di bibir kami sementara lalu melanjutkannya lagi. “ lo berpengalaman juga ya, gw baru pertama nih di isepin cewek “ ucapku sambil membelai rambut merahnya. Tanpa sadar aku tekan kepalanya agar penisku makin masuk kedalam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dia lepaskan kuluman mulutnya di penisku. Dibuka celana jeansnya sampai cd-nya sehingga terlihat vagina merahnya dihiasi bulu jembutnya yang sedikit berbentuk segitiga. Lalu Dina mengambil posisi 69 tepat di depan mukaku Vaginanya berada seolah memanggil untuk disantap. “ Bisa kan lo Dra jilatin memek gw “ pinta Dina langsung kembali mengulum penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku coba jilatin vaginanya perlahan-lahan, aku emut-emut bulu jembutnya, aku tarik dengan bibirku sehingga terdengar suara Dina menjerit pelan. Ohh jadi ini vagina perempuan, bentuknya sedikit berbeda dari yg sering ku lihat di film porno. Sepertinya vagina Dina lebih bagus karna hanya terlihat segaris.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku masukan jariku ke dalam vaginanya lalu ku getar-getarkan sambil lidahku bermain di ujung vaginanya. Kulumannya di peniskupun makin menjadi-jadi, sampai kakiku tak bisa berhenti mengejang menahan rasa nikmat yg disalurkan Dina dari bibir indahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di jilatinya biji penisku, lalu di emut dan di tarik2 dengan bibirnya sambil tangannya mengelus-elus batang penisku. Pantatku di angkat keatas lalu lidahnya turun sampai ke sunholeku. Rasanya begitu ngilu, wanita ini tidak jijik ternyata. Akupun coba mengikutinya dengan menjilati sunhole Dina sambil tanganku mengocok2 vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama berselang paha Dina kurasakan menjadi lebih tegang ku kembali menjilati vaginanya, jarikupun makin kupercepat mengocok vaginanya. “ Terus Dra enak bgt aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh “ ceracau Dina dibarengi dengan keluar banyak lendir dari dalam vaginanya. Sepertinya dia mengalami orgasme.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina langsung bangkit. “ ke kamar aja yuk Dra gw udah gk tahan nih. Di kamar gw ready stock kondom ko “ ajak Dina sambil tangannya menarik tanganku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terorejing terojing terojing 2x suara ponselku dan ku lihat ponselku ternyata Vika meneleponku. Oooohhhh aku baru inget kalau aku janji dengan Vika dan Adi untuk membahas tugas kuliah di rumah Vika. Aku, Vika dan Adi 1 kelompok tugas akhir membuat website Toko Online dengan Ibu Rina sebagai dosen pembimbing kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woy Dra lo lagi dimana gw sama Adi udah nungguin lo dari tadi “ tanya Vika di seberang telepon. “ Gw lagi di jalan nih “ jawabku singkat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ah bohong lo ko di jalan gk ada suara kendaraan, cepet dateng kemari gk pake lama “ sahut Vika tak percaya dengan jawabanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry Din gw cabut dulu, gw lupa ada janji sama kelompok tugas gw mau bahas tugas hari ini “ kataku sambil mengeluarkan kotak makan. “ Gw bawa pulang ya makanannya“ pintaku sambil memasukan daging di meja tamu yang tadi dibawakan mba Tia ke dalam kotak makanku. Dina hanya bengong saja melihatku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lalu aku pun pergi berlalu setelah pamit pergi, sesampainya di depan pagar. “ Guk guk guk, ggggrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr “ sialan anjingnya menggonggong. Aku pun lari memasuki rumah Dina kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din satpam lo kemana gw takut nih sama anjing lo “ tanyaku pada Dina dengan nafasku yang tersengal-sengal</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha ha ha ha ha lo sih buat majikannya nanggung jadi marah tuh anjing gw “ ejek Dina dengan senyum yang lumayan manis juga menurutku. Lalu diantar aku menuju motorku dan sambil menjaga anjing sialannya agar tidak menggonggong padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kupacu motorku secepatnya, aku tidak ingin mengecewakan wanita yang ku sayangi. Akan aku pergunakan setiap mili sel di otakku untuk menyelesaikan tugas akhir kami dengan gemilang. Terima kasih untuk dosen tugas akhirku yang telah menyatukan kami dalam 1 kelompok, walaupun ada 1 si pelatih pesut ( Adi ) yang menyebalkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di rumah Vika aku melihat ada Rudi sedang berduaan bersama Vika sedangkan Adi hanya duduk menonton tv. Oh sial si Artis gagal ternyata alih profesi sebagai satpam rumah Vika sekarang. Gagal modus mode on nih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heloo semua, sorry tadi ada nenek hamil nyebrang di jalan terus sekarat “ Sapaku pada mereka yang telah menunggu sang master.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 2 ( Kenikmatan yang terjalin )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Banyak alesan gw bete nih “ celoteh Adi menoleh padaku. “ Ya udh yuk mulai nih keburu sore gw mau jalan“ ucap Vika pada kami berdua sambil gabung menuju kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gini kita gk Cuma buat web toko online biasa, gw mau buat web tampilannya bisa diedit oleh user tapi bukan tampilan dasar. Background2 nya saja yang bisa diubah user, jadi tuh web bisa untuk perusahaan A, perusahaan B dan seterusnya dengan produk yang sama “ jelasku membuka topik pembicaraan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini perlu database yang lumayan banyak juga karena gambar2nya gk kita tembak melalui coding tapi melalui database. Dan gw juga mau web itu bukan Cuma sekedar jual barang tapi ada forumnya juga untuk member. Untuk ngebahas produk2 yang dijual di web. Keunggulannya pertama calon pembeli bisa me review barang yang dia mau beli jadi dia bisa membeli yang sesuai kebutuhan, kedua pembeli bisa share2 kwalitas barang yang sudah di beli, bisa menjadi ajak promosi dan bisa menjadi masukan ke perusahaan bisa ada masalah pada barang yg dijual “ lanjut penjelasanku sambil mataku tak berhenti memandang Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dan untuk menu administratornya kita buat , kedua pembeli bisa share2 kwalitas barang yang sudah di beli, bisa menjadi ajak promosi dan bisa menjadi masukan ke perusahaan bisa ada masalah pada barang yg dijual “ lanjut penjelasanku sambil mataku tak berhenti memandang Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dan untuk menu administratornya kita buat sesederhana mungkin agar proses upload datanya tidak berat. Sekarang kita tentuin barang apa yg akan jadi produk web kita” ucapku kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Produk elektronik aja terus dibuat kategori kayak komputer, tv, gadget dan sebagainya “ Ucap Vika memberi ide. “ Gw setuju tuh sama Vika “ Ucap Adi tanpa pikir panjang. ” </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oke gw juga setuju nah sekarang kita bagi tugas ya. Adi lo bertugas desain webnya, Vika tugas lo tuh rancang databasenya mulai dari master barang, master jenis barang, master warna, master untuk gambar2 background, terus database konsumen, list order customernya juga jangan lupa. Nah untuk gw akan nanganin pengkodean web “ Ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sekitar 2 jam kami membahas tugas kami. Membicarakan rancangan web kami. Setelah tak ada lagi yang perlu dibahas Rudi pun gabung dengan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah selesai bro “ ucap Rudi pada kami dan duduk di samping Vika lalu membelai rambutnya. Sialan nih artis gagal mesra2an di depanku. Ingin ku hajar saja rasanya tapi apa hakku, mereka memang sepasang kekasih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry nih ya bro gw mau jalan sama Vika mau cari materi buat tugas besar gw. Gw ber2 pergi dulu ya, klo ada perlu tuh ada adenya Vika “ merekapun pergi sambil bergandengan tangan. Aku dan Adi hanya bisa melamun saja dan tak lama kami berdua pun pergi menuju kediaman kami masing2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di kosan aku, aku lihat ponselku ternyata ada 2 panggilan tak terjawab dan 1 sms, setelah aku lihat ternyata semuanya dari Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra besok tolong jemput gw jam 7 ya kuliah “ tulis Dina dalam smsnya. “ Oke “ balasku singkat</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Keesokan harinya aku jemput Dina di rumahnya, aku sms Dina dari luar pintu gerbang, aku tidak mau memasuki rumahnya karena ada anjingnya yg galak itu. Dina pun keluar dari rumahnya menemuiku, cantik sekali dengan kaos hijau berlengan panjang di padu dengan jeans warna hitamnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok gak masuk, malu ya sama anjing gw, gimana mau akrab sama anjing gw klo lo malu2 gitu “ ejek Dina padaku. “ Gw alergi sama anjing, apalagi suaranya “ ucapku ketus</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kamipun pergi menuju kampus kami. “ Dra nanti turunin gw jangan di kampus ya, di luarnya aja yang agak jauh ya, cari yang gk ada anak kampus yg gw kenal “ pinta Dina padaku. Aku hanya mengangguk saja, sepertinya dia malu bisa temennya tau dia bareng denganku. Katanya udh gk peduli kata orang tapi tetep aja malu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah menurunkannya di tempat yang Dina inginkan aku berlalu tanpa berucap sepatah katapun padanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Siang hari saat kelasku sudah bubar Aku, Adi dan Vika pergi ketaman untuk membahas sampai dimana tugas yg kami kerjakan. Saatku buka tasku alangkah terkejutnya aku karena ada 2 kotak makanan pantas saja tasku jadi agak berat. Seingatku aku hanya membawa 1 kotak saja yang dimasakin Ibu kosku. Setelah ku buka kotak makan yg bukan milikku baru tau aku jika itu pemberian Dina karna tertulis pesan “ Maaf ya masih gengsi jalan sama lo, nanti anter gw pulang ya “.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jiaahhh ternyata Dina sudah mempersiapkan sogokan jika aku marah karena Dina malu ku antar kuliah. Mana isinya 2 potong paha ayam kripsi lagi plus kentang goreng ditemani dengan saos tomat. Membuat liurku tak berhenti menetes.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah aku habiskan 2 kotak makanan sambil membahas tugas dengan kelompokku. Kamipun berpisah untuk pulang kerumah masing2. Saat aku lihat ponselku yg berdering ada sms dari Dina “ Dra gw tunggu di tempat tadi ya “ ucap Dina melalui sms. Akupun berlalu menuju tempat itu, sesampainya di tempat itu Dina seperti buru2 menaiki motorku sambil celingak celinguk. Mungkin cek2 keadaan kalau2 ada yang melihat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di tengah perjalanan Dina coba membuatku tak cemberut saja, kamipun bercanda gurau. Ternyata Dina orangnya humoris juga ya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lanjutin yang kemaren yuk, gw tau lo kentang kan “ ucap Dina sambil membelai penisku dari luar celana. Sialan konsentrasiku buyar, aku jadi kagok mengendarai motorku karna tiba2 saja penisku jadi tegang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din jangan di jalan gw masih sayang sama nyawa gw, lo juga kan “ pintaku memelas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya2 abis gw sebel masa gw yang minta lagi, nanti untuk yg ketiga harus lo yang minta ya “ ucap Dina sambil melepas elusannya pada penisku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cepet donk Dra gw udah gk tahan nih, lo juga kan tuh gw liat kontol lo masih tegang dari tadi. Walau masih dibungkus celana gw bisa tau lho “ rayu Dina membuat ku tarik dalam2 gas motorku menuju rumahnya secepat mungkin</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di rumah Dina kami langsung berpelukan dan berciuman, lidah kami saling berpagut. Sambil berjalan menuju kamar Dina yang berada di lantai 2 bibir kami tak berhenti saling memberi kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Begitu kami berada di kamar tanpa menutup pintu terlebih dahulu kami langsung melucuti seluruh pakaian yang menempel di tubuh kami. Sudah tidak ada rasa canggung di dalam diriku, ku rebahkan Dina di atas ranjang, ku kecup keningnya, lalu ku ciumi leher jenjangnya. Lidahku merayap menelusurih payudaranya yang lumayan besar dan padat. Ku mainkan puting payudaranya yang mulai mengeras, ku remas2 payudaranya yang kecang itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku hisap2 putingnya, ku jilat2 putingnya. Tanganku bergerilya menuju vaginanya, ku elus2 klitorisnya membuat Dina merancau tak karuan. Perlahan lendir keluar dari dalam vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOhhhhh Dra enak banget semalem lo pasti abis baca stensil ya, kok lo jadi pinter gini “ ucap Dina sambil menjambak rambutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku main2kan puting yang kanan dengan bibir dan lidahku sementara puting yang kiri ku plintir2 dengan jemariku. Jilatanku turun menuju pusarnya, ku jilati pusarnya membuat Dina menggelinjang tak karuan, ku jelajahi petualangan lidahku menuju vaginanya tapi tak langsung menuju vaginanya, ku jilati pinggiran vaginanya sambil tanganku bermain di clitorisnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jilati paha bagian dalamnya, ku ingin menikmati setiap inchi tubuhnya. Makin kencang saja Dina meronta-ronta, vaginanya seolah memanggil-manggilku untuk datang dan temuinya. Akupun memenuhi panggilan itu, ku jilati vaginanya , klitorisnya tak lupa ku jilati pula. Dina yang sudah tak tahan pun bangkit lalu mendorongku hingga ku telentang di atas kasur, di genggam penisku lalu di masukannya kedalam mulutnya. Kulumannya kali ini lebih hebat di banding yang kemarin. Sambil memaju mundurkan mulutnya di penisku Dina pun menghisap2 penisku sambil tangannya membelai kedua bijiku. Diangkatnya patatku dan lidahnya menjilati sunholeku sambil tangannya mengocok penisku perlahan2. Mulutnya berpindah menuju penisku kembali kali ini bulu jembutku menjadi incarannya, di emut jembutku lalu ditarik-tariknya dengan mulutnya membuat jembutku basah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di jilatinya batang penisku dari ujung kepala yang mengkilap sampai pangkalnya lalu bijikupun tak luput dari jilatannya. Lubang kencingkupun tak lepas dari intaian lidahnya. Lalu dengan sekali serangan hap lalu dilahap seluruh batang penisku kedalam mulutnya. Di naik turunkan mulutnya sambil dihisap-hisap penisku. Sungguh halus permainan mulutnya di penisku, Dina pun mempercepat kuluman dan hisapannya seolah ingin memompa spermaku agar cepat keluar. Dengan segala tenaga ku tahan agar tak muncrat spermaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama berselang Dina pun menyudahi kulumannya lalu berpindah posisi jadi mengangkangi ku. Sekarang dia di atasku siap untuk memasukan penisku ke dalam Vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo udh pernah belum Dra masukin kontol lo ke memek cewek “ tanya Dina dengan tatapan yang begitu menggairahkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Belum Din, diemutin aja baru kemaren sama lo “ jawabku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mulailah dia masukkan penisku kedalam vaginanya perlahan-lahan. Tidak begitu sulit dia melakukan penetrasi mungkin karna pengalaman juga kali. Dia naik turunkan vaginanya. Rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku dan tubuhnya juga pastinya, aku pun bangkit membuat posisi ku duduk sambil Dina tetap naik turunkan vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku cium bibir manisnya, ku permainkan lidahnya dengan lidahku, lalu turun menuju lehernya, kulijati kebelakang lalu belakang kupingnya ku jilati, rintihannya semakin menjadi-jadi. Ku pindahkan lidahku menuju putingnya. Ku kulum2, ku ku jilati putingnya dan di sinilah Dina rintihannya semakin kencang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama vaginanya kurasakan lebih kencang mencengkram penisku di barengi desahan Dina yang tak karuan. Goyangannya pun makin cepat dan cepat</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOOOOOOOooooooooooooohhhhhhhhhhh Dra nikmat banget “ ceracau Dina mendakan orgasme pertamanya dengan tangannya yg kencang menjambak rambutku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gantian Dra lo di atas “ Pinta Dina sambil merubah posisi kami tanpa mencabut penisku dari dalam vaginanya. “ sekarang lo yang kerja ya “ ucap Dina dengan wajah manjanya. Cantik sekali wanita yang manja habis mendapatkan orgasmenya, ditambah wajahnya yang berkeringat membuat makin terlihat seksi saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku naik turunkan penisku perlahan2 sambil lidah kami berpagutan. Beberapa saat kemudian Dina sepertinya mulai on fire kembali. Terlihat saat pagutan lidahnya makin liar dan pinggulnya ikut bergoyang mengikuti irama penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku angkat kedua tangannya ke atas, ku jilati ketiak mulusnya yang masih ditumbuhi sedikit bulu halus. Dina pun makin menggelinjang tak karuan. Ku percepat pompaanku pada vaginanya. Ku jilati seluruh tubuhnya mulai dari ketiak, bahu, lengannya, leher, telinga, dada, lalu payudaranya yang begitu halusnya. Tanganku tak berhenti meremas2 kedua bukit yang menjulang tinggi menuju awan kenikmatan yang tiada tara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Penisku seperti dicengkram dan dihisap dengan sangat kencang. Seperti ingin menguras seluruh sperma yang ada di dalamnya. Laju gerakan penisku dan goyangan pinggulnya semakin di percepat tak beraturan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra keluarin di dalam aja, gw sering suntik biar gk hamil ko “ pinta Dina padaku. “ Yakin nih gw bentar lagi keluar Din “ Tanyaku meyakinkan. “ Iya yakin gw juga bentar lagi keluar Dra “ jawab Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama tubuhku dan tubuhnya gemetar begitu hebatnya. “ Dra goyangannya di pelanin jangan di cepetin biar makin berasa greget “ pinta Dina sambil menurunkan intensitas goyangan pinggulnya. Akupun juga menurunkan internsitas pompaan penisku di vaginanya. Memang benar terasa lebih nikmat bila ingin orgasme RPM di turunkan. Aku jadi lebih menikmati setiap inchi dinding vaginanya yang berkedut2 kencang. Dinapun juga sepertinya sangat menikmati dan “ AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh “ kami mendesah kencang bersamaan denga orgasme kami yang juga bersama. Penisku terasa lebih basah karna carian vaginanya dan juga spermaku sehingga terdengar decik2 air di persetubuhan antara vagina Dina dan penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai bercinta kami pun rebahan, nafas kami yang ngos2an sampai terdengar keluar kamar mungkin. Dina lalu memelukku manja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo boong ya baru pertama ML? kok lo lama amat keluarnya? Biasanya klo pertama tuh cwok cepet tau kluarnya “ tanya Dina seolah tak percaya padaku. “ Beneran ini baru pertama, gw juga gk ngerti kenapa bisa lama. Hebat kan gw “ jawabku membanggakan diri sambil menjulurkan lidahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo cwok lo tau marah gak nih “ tanyaku penasara. “ Gw udah putus Dra, yang kemaren gw banting pintu mobil itu lho. Itu cwok gw Bagas, dia malu katanya punya pacar anaknya maling “ jawab Dina santai</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 3 ( Musibah )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pergi dan pulang kuliah bersama Dina menjadi aktifitas rutinku setiap hari dan Dina masih tetap meminta di turunkan di tempat yang sepi, begitupun saat pulang Dina menungguku di tempat itu. Dan juga Dina selalu memberiku kotak makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra Adi kemana tadi ada di kelas, gw sms gk dibales kita kan mau ke rumah ibu Rina buat ajuin proposal tugas akhir kita“ tanya Vika padaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOhhhhh dia lagi kena diare kelas bubar langsung ngacir pulang, mungkin sekarang lagi semedi di WC “ jawabku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita berdua aja nanti hasilnya gw sampein ke Adi, sampai ketemu lagi ya di rumah Bu Rina “ lanjutku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ehh tunggu Dra kita bareng aja yuk cowok gw lagi bimbingan sama dosennya di kantin gk bisa anterin gw ke rumah Ibu Rina “ ajak Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Waduh mendadak galau nih, aku kan udh janji pulang bareng Dina. Disatu sisi ini kesempatan langka bareng Vika gadis pujaanku. Belum tentu ada yang ke dua kalinya, alesan apa aku sama Dina. Dina sudah tau aku mau ke rumah Bu Rina untuk bimbingan tapi aku bilang habis anterin dia pulang baru langsung menuju rumah Bu Rina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii bengong aja, yuk ah cepetan nanti telat nih kita kan udah janji jam 1 nyampe rumahnya, dia mau pergi lho jam 3an “ sahut Vika membuyarkan kecemasanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah yuk “ jawabku tanpa pikir panjang lagi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ sorry Din gw gk bisa anter lo dosen gw sms klo musti sekarang juga kerumahnya soalnya dia mau pergi katanya “ tulis smsku pada Dina tanpa ada balasan dari Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik lo duduknya jangan nyamping donk gw kagok nih gk biasa goncengin orang nyamping “ ucapku pada Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ela lo klo nganterin nyokap lo juga nyamping kan “ protes Vika padaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ mang lo mau disamain sama emak2, lagian nyokap gw gaul kali gk pernah duduk nyamping “ bantahku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah ah gini aja, gk boleh gw sama cwok gw klo diboncengin cwok lain duduknya kayak biasa. Ayo cepet ah “ akui Vika sambil menepuk pundakku. Ternyata segitu sayangnya Vika dengan si artis gagal itu, sampai2 hal sepele seperti posisi duduk saja dituruti. Apalagi nanti pas mereka ml pasti posisi apa aja bakal dituruti Vika. Eehhh ko jadi ngeres gini sih gara2 ajarannya si Dina nih</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku pun melaju menuju rumah Bu Rina. Sesampainya di rumah Bu Rina ku lihat ponselku belum ada balesan dari Dina. Apa dia marah padaku ya, aku jadi tidak fokus dengan apa yang di terangkan Bu Rina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra kamu kok kayaknya bengong dari tadi, kamu paham gk yang tadi saya omongin “ ucap Bu Rina dengan nada agak tinggi. “ Ya paham bu, saya Cuma lagi berfikir aja bukan bengong “ jawabku coba mencari alasan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ibu setuju dengan materi web kalian tapi di sini kalian harus menekankan pada konsep mudah dan menarik. Kalau di pelajaran antarmuka seperti VB, delphi itu gk perlu menarik yang penting mudah bagi user. Kalau untuk web perlu keduanya, yang sulit adalah menggabungkan mudah dengan menarik “ terang Bu Rina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Web yang mudah di akses orang itu kebanyakan gk menarik dari segi tampilan, standar2 saja tampilannya. Apalagi kalian ingin ada forumnya gitu, itu gk gampang gk akan cukup waktu 6 bulan dikerjakan kalian bertiga. “ lanjut Bu Rina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bisa bu, saya sudah mulai desain web ini sejak saya belajar web. Dasar web ini sudah ada, konsep databasenya juga sudah ada tinggal si Vika sempurnain aja, untuk tampilan memang tinggal kemampuan si Adi aja mendesain-nya. Yang jelas kerangkanya sudah ada tinggal dimasukkan aja apa yang perlu “ ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke ini proposal ibu terima nanti kita atur waktu lagi untuk bimbingan, bilangin si Adi jangan moncor lagi biar dia juga paham “ ucap Bu Rina mengakhiri pembicaraan kami tentang tugas akhir</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian sudah makan belum, Ibu udah masak tadi yuk makan dulu baru pulang “ ajak Bu Rina sambil berjalan menuju meja makan bersama kami</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ah si Ibu repot2 segala, ibu masaknya banyak kan “ celotehku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waduh bu klo ajak makan dia rugi, banyak gembel di perutnya bu “ ejek Vika padaku sambil menepak punggungku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Banyak kok ibu udah siapin buat kalian “ jawab bu Rina. “ Berarti ibu juga nyiapin buat Adi juga ya “ tanyaku dengan di jawab anggukan kepala bu Rina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kebetulan orangnya kan gk ada ntar titipin ke saya aja bu, kebetulan saya bawa kotak makanan ko “ celotehku kembali sambil mengambil makanan yang terhidang di meja makan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waduuuhhhh orang mah yang di modusin perasaaan cewek, nah lo modusin makanan cewek “ ejek Vika kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udahlah yuk dimakan, jangan malu-malu anggap saja ………… “ ucapan bu Rina terpotong. “ Stoooppp bu jangan di terusin, kesempatan buat Andra makan lebih banyak kalo diterusin liat aja belum disuruh udh makan duluan“ pinta Vika sambil menyendok nasi dan lauk ikan mas goreng ke piringnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bwerwiswik lwo Vik, gk taw apwa gwoncwengwin lwo tuwh bwerwat tawww jwadwi gw bwutwuh wenwergi twambwahwan “ Ucapku pada Vika dengan nada yang tak jelas karna mulut terisi penuh makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai makanpun kami bergegas pamit untuk pulang pada Bu Rina. “ Bu pulang dulu ya, eh jadikan ibu nitip makanan buat Adi “ tanyaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sejak kapan bu Rina bilang mau titip makanan. Gk kenyang apa tadi makan sepiring mentung “ celoteh Vika dengan sewotnya terhadapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah jangan berantem mulu nanti jodoh lho, ambil aja Dra apa yg mau kamu kasih buat Adi “ ucap Bu Rina, AAAAAmmmmmiiiiiiinnnn semoga ucapan bu Rina terkabul aku dan Vika berjodoh hihihihihihi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami pun pergi meninggalkan rumah Bu Rina. Aku antarkan Vika ke rumahnya, sesampainya di rumah Vika udah nongkrong aja si artis gagal yg alih profesi jadi satpam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hai bebs udah dari tadi di sini “ sapa Vika pada kekasihnya itu sambil berjalan menghampirinya. Jiiiihhhhhhh bebs………..bebs…………bebs apa itu bebong</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Baru aja say “ jawab Rudi sambil mencium bibir Vika. Siaaaaaalaaaaaaaan ingin ku bunuh pacarmu, saat dia cium bibir manismu, didepan kedua mataku hatiku terbakar jadinya cantik, aku cemburu. Panas panas panasssss rasanya tapi apa daya……….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw balik ya Vik “ pamitku langsung pergi berlalu begitu saja tanpa peduli apa yang Vika ucapkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di tengah jalan ku lihat ada kerumunan orang sepertinya ada kecelakaan. Ku coba perhatikan siapa yang sedang duduk terbaring di pinggir jalan. Dinaaaaaaaaa dan 1 lelaki tak ku kenal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Langsung ku parkir motorku di pinggir jalan. “ Din kenapa lo, jatuh dari motor “ tanyaku sambil memegang tangan Dina. Tampak Dina meringis kesakitan hingga tak bisa berkata-kata lagi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas kenal sama cewek ini “ tanya salah seorang. “ Iya pak dia temen saya “ jawabku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Temen mas naik ojeg tadi diserempet mobil terus mobilnya kabur sekarang lagi dikejar sama tukang ojeg, udah bawa aja kerumah sakit terdekat mas“ bapak itu menjelaskan. Ku stop taksi lalu ku papah Dina masuk ke dalam taksi tersebut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bapak ini sekalian yuk ke rumah sakit “ ajakku kepada bapak2 tukang ojeg yang mengantar Dina yang juga jadi korban tabrak lari</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya mah gk papa mas, Cuma motor aja yg bodynya pecah, saya nunggu yang nabrak ketangkep. Nanti klo sudah ketemu saya suruh tanggung jawab sama mba itu juga “ Jawab bapak2 itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku pun pergi dengan sepeda motorku menuju rumah sakit terdekat sedangkan Dina pergi dengan taksi. Ku urus segala proses administrasinya sedangkan Dina sedang dirawat di ruang UGD. Aku jadi merasa bersalah, andai aku sempat mengantarnya pasti Dina tidak pulang naik ojeg dan tidak akan jadi korban kecelakaan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku lihat kondisi Dina di ruang UGD sepertinya luka2nya sudah diobati. “ Dra thanks ya, udah jangan dipanjangin urusannya sama yang nabrak gw “ ucap Dina begitu melihatku datang</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry Din gara2 gw gk anter lo jadi lo celaka “ ucapku dengan wajah tertunduk menyesali. “ Gk papa kali, nanti kwitansi pengobatan gw kasih gw ya, gw ganti “ sahut Dina sambil mengambil tasnya dan mebukanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya nih jatah makan lo hari ini sorry gk gw kasih tadi pagi soalnya gw pengen makan siang bareng lo di taman tapi berhubung lo gk bisa jadi gk sempet gw kasih “ ucap Dina menyodorkan kotak makan yang diambil dari dalam tasnya. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak bisa berkata apapun, tak terasa air mataku keluar begitu saja. Ternyata Dina begitu memperhatikanku, tak terasa juga cacing gembel yang berada di perutku berjoget-joget kegirangan dapat jatah makan tambahan. Yang dari Bu Rina saja belum sempat aku makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama kemudian Dokter yang merawat Dina menghampiri kami “ Gimana dik sudah baikan lukanya “ tanya dokter itu sambil memeriksa kembali luka Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udh mendingan sih, gk terlalu sakit, gimana Dok hasil rontgennya “ tanya Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk ada masalah ko, semua baik2 aja tinggal lukanya aja tunggu kering, nih saya kasih resep nanti ditebus di apotik ya, sekarang sudah boleh pulang kok “ ucap dokter itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah menebus obat kami pun bergegas pulang, aku antarkan Dina menuju rumahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra nanti ke taman komplek dulu yuk kita makan dulu, bosen gw makan di rumah, gw udah bawa bekel buat gw sendiri ko “ pinta Dina saat di tengah perjalanan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di taman kami mencari tempat yang nyaman, di bangku taman yang di yang di hiasi tumbuhan berjalar agar panas matahari tidak menyengat yang duduk. Kami menyantap makanan kami berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw bosen sama hidup gw Dra, bokap gw kena kasus, nyokap dan ade2 gw gk pernah liat gw. Skripsi aja gw males ngerjainnya, biarlah jadi mahasiswa abadi. Kayaknya gw butuh refreshing deh, pergi ke tempat yang damai, sejuk, indah pokoknya menyenangkan deh. Tapi gw gk punya temen yang mau gw aja, semua menjauhi gw. Mau ngajak lo tapi lo lagi sibuk sama skripsi lo juga ” ucap Dina dengan nada lirih</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Twunggwu ywa gw gk fowkus niwh kalow lawgiw mwakwan “ ucapku sambil menyuap tanpa henti makanan yang ada di kotak makan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudahlah “ ucap Dina semakin lirih dengan kepala tertunduk lesu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina hanya memperhatikanku sambil sesekali menyuap makanan ke dalam mulutnya. “ Badan lo gk gemuk tapi kok makan lo banyak si Dra, tangan lo juga seolah ada sensornya ya berkeliaran cari makanan, yang di kotak makan jatah gw juga lo colongin. Lo kira gw gk merhatiin dari tadi “ protes Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Uuppss ternyata Dina tau kalau ku comotin bekalnya itu “ Sworry dweh gk nyadwar niwh “ ucapku dengan mulut penuh sesak makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hahahahaha udahlah lanjutin aja nih ambil aja jatah gw, gw udah kenyang kok “ ucap Dina dengan tawa menghiasi wajahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Beberapa saat kemudian…………“ Huuuuooooooo kenyangnya gw, makasih ya lo baik banget sih sama gw “ ucapku sambil menatap mata sayu nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tadi lo bilang mau jalan2 gitu kan tapi gk ada temen, oke gw temenin sebagai ungkapan terima kasih gw karna lo udh kasih makanan sama gw hehehehehe “ ucapku dengan senyum lebar menghiasi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Serius lo Dra, terus tugas akhir lo gimana “ tanya Dina tak percaya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sekali2 liburan apa salahnya, biar otak gw fresh juga nih “ jawabku meyakinkannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke Jumat pulang kuliah kita ke Lembang, di sana ada villa keluarga kita ke tangkuban perahu ya, minggu siang kita pulang “ ucap Dina mengatur jadwal liburan kami</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kuat gk naik motor ke Lebang, jauh lho sekitar 8 jam perjalanan “ tanyaku pada Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Naik mobil lah, motor lo taruh di rumah gw berangkat kuliah pake mobil gw tapi inget ya ….” Ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Turunnya di tempat yang sepi, pas pulang juga ketemuan di tempat yang sepi “ ucap kami berdua. Sudah hafal aku dengan kalimat yang setiap hari dia ucapkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah balik yuk “ ajak Dina sambil merapikan kotak makan kami untuk diisi ulang besoknya. Kami pun bergegas menuju rumah Dina sesampainya di depan pagar rumahnya dia pun turun dari motorku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Waduh kenapa kok tau2 kepalaku jadi berat, penglihatan mataku jadi kabur lama2 jadi beraaaattttt</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya terima nikah dan kawinnya Vika Amanda Binti Haidir Irawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas seberat 10 gram di bayar tunai “ Ucapku di depan penghulu dengan menggenggam tangan Ayah Vika. “ sah “ ucap penghulu di iringi dengan jawaban sah dari 2 orang saksi dan orang2 di sekitar kami yang menyaksikan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Suasanya bahagia dan haru menjadi satu. Setiap orang menyalami Aku dan Vika memberi selamat atas pernikahan kami berdua. Kami dipajang di pelaminan bak raja dan ratu sehari . Senang rasanya mendapatkan jodoh wanita yang ku idam2kan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Resepsi pernikahan kamipun selesai jam 9 malam, saat kami berdua berada dalam satu kamar, perasaan gugup menyelimuti kami berdua. Dengan gemetar ku kecup keningnya, ku belai rambut indahnya, wangi aroma tubuhnya membuatku seperti melayang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ke kecup bibir manisnya yang menarik sambil ku buka kebaya yang membungkus tubuhnya. Ku buka tiap lapis kain yang menyelimuti tubuh bagian atasnya, sampai di lapis terakhir yang membuat aku makin berdebar saat ku buka perlahan dan ku lihat</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hhhhhhhaaaaaaaaaaa kok rata ya dadanya ada bulunya lagi. Dengan penasarannya ku buka cepat2 kain bagian bawah tubuhnya dan aaaaaappppppppppaaaaaaaaaaaaa kok ada penis.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siiiiiiiiiiiiiaaaaaaaaaaaaalllllllllllllllaaaaaaaa aaaannnnnnnnn “ teriakku menjerit sejadi-jadinya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh kudanil sialan lo gw kira lo pingsan, sampe gw panik gw panggil dokter pribadi gw, ternyata lo Cuma tidur toh. Mana bangunnya berisik banget pake acara teriak2 segala “ omel Dina yang tidur di sampingku sambil melempar bantal ke arah mukaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Huh ternyata yang tadi itu Cuma mimpi jantungku masih berdegup kencang andai itu terjadi wanita yang gw sukai ternyata laki2 bisa hancur hidup gw.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii masih belom sadar lo “ omel Dina kembali membangunkan lamunanku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mimpi buruk Din, Sorry semalem gw gk tidur terus ditambah hari ini gw kekenyangan “ ucapku dengan nafas tersengal</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada ya makhluk kayak lo di dunia ini “ ejek Dina padaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw balik dulu ya Din “ ucapku sambil bangkit dari ranjang dan berjalan agak sempoyongan karna masih ngantuk</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tau gk sekarang jam berapa ? jam 1 malam tahu udah lo tidur aja di sini “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah jam 1 malam pantas perut gw laper “ ucapku terkaget-kaget </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah disiapin makanan tuh di meja sebelah lo, makan aja “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesaiku santap habis makanan yang ada lalu ke kembali ke tempat tidur saat ku menoleh ke arah Dina yang ada di ranjang dan wow pemandangan yang menarik. Dina memakai baju tidur yang transparan tanpa menggunakan bra hanya celana dalam saja. Mendadak penisku jadi tegang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku hampiri Dina yang sudah menungguku di ranjang kenikmatan. Ku belai rambutnya, ke kecup keningnya lalu pipinya dan berhenti di bibirnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra jangan sekarang ya badan gw masih pegel nih gara2 kecelakaan tadi “ ucap Dina membuat penisku lemas kembali. Kamipun tidur berdua sambil berpelukan mesra……</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 4 ( Perjalanan menegangkan )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jumat pagi ku sampai rumah Dina untuk pergi ke kampus. Motor ku titipkan di rumahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pakde titip motor ya “ ucapku kepada satpam Dina sambil berjalan mengendap-ngendap seperti maling mumpung anjingnya tidur</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya Mas “ jawab satpam itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra lo pikir kita mau kemping bawa2 tas carrier, pake segala nenteng termos lagi, nah ini lagi apa coba maksud lo kalungin senter di leher“ celoteh Dina mengomentari barang bawaanku sambil memegang tas carrierku. “ Widih berat amat lo bawa apa aja nih “ celotehnya lagi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Namanya juga perjalanan jauh Din, perlu yang namanya persiapan “ ucapku sebagai pembenaran atas apa yang aku bawa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh apa nih di pinggang lo ?? jiaaahhh bawa kompas segala, lo gk bawa tenda sekalian “ Ejek Dina seputar bawaanku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bawaan lo mana Din “ tanyaku sambil celingak celinguk mencari barang bawaan Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah semua di mobil, yuk berangkat “ ucapnya sambil berlalu menuju mobil.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku masuki mobil Honda Brio warna putih berhiaskan air brush bertemakan bunga sakura warna pink. Bagus juga mobilnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih foto lo sama cwok lo Din “ Tanya ku menunjuk foto yang ada di dashboard mobilnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooohhh mantan namanya Bagas “ucap Dina malas lalu membuang foto tersebut</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hidungku mengendus-ngendus bau harum apa ini sepertinya makanan, ku toleh ke bangku belakang. “ Huuuuwwwooooo gw duduk belakang aja ya Din “ ucapku sambil melihat banyak banget makanan aroma kue bolu, bronis juga ada, kue2 kering banyak dan snack2 ciki, wafer, coklat, soft drink juga tersedia.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk boleh di sini aja, itu buat persediaan sampe hari minggu pas kita pulang, taruh tuh bawaan lo di belakang, ngeribetin aja klo taruh di depan “ sergah Dina lalu menyalakan mobilnya dan kami melunjur menuju kampus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di tengah perjalanan saat di jalan tol. “ Din bisa pelan dikit gak sih lo bawa mobil “ ku pegang erat tangan Dina dengan tubuhku yang gemetaran</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iiiihhhhhhh jangan pegang tangan gw kenceng2 gw susah nih nyetirnya, lagian lo norak amat sih ini di Tol tau musti kenceng“ Dina berusaha melepaskan genggamat erat tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sendiri klo naik motor udah kayak setan dikejar malaikat “ omel Dina seolah membalas perlakuanku memboncengi dia.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya tapi kan gw boleh lo pegang gw pas di motor, masa sekarang gw gk boleh pegang lo sih “ ku masih tetap memegang tangan Dina dan Dinapun masih berusaha melepaskannya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waaaaaaaaaaaaaa awasssss Dinnn “ ku palingkan wajahku ke bahu Dina tak berani lagi melihat ke depan karna sepertinya nyaris saja menabrak mobil yang berada di depan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo berisik banget sih, udah lo makan aja sana “ oceh Dina mendorong tubuhku agar terlepas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bener nih “ ku ambil kripik kentang rasa sapi panggang lalu beberapa kue kering dan tak lupa minuman ringan teh rasa apel</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Anteng juga akhirnya lo “ Dina semakin mempercepat laju kendaraannya sedangkanku sibuk dengan beberapa makanan ringan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………………………………………………………………………… …</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kapus selesai jam kuliah“ Dra sabtu kita ngerjain tugas di rumah gw ya “ ajak Vika setelah kelas berakhir</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk bisa ada acara, mang lo gk diapelin ??? “ tolakku dingin karna masih teringat ciuman yang diberikan untuk kekasihnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia juga lagi sibuk ngerjain tugasnya. Ya udah kita ke taman aja si Adi udah nunggu tu “ Vika menuntun tanganku menuju taman. Waduuh baru kali ini Vika menggenggam tanganku, kami pun berlalu menuju taman yang sudah ada Adi di sana.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan laptop di pangkuan Adi sambil menikmati snack yang ada di sebelahnya. “ Udah lama bro “ ucapku sambil mengambil snack tanpa mendengar persetujuannya. “ baru aja, gimana web kita udah sampe mana nih “ Tanya Adi tanpa menoleh tetap fokus pada laptopnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">” Widih keren desain lo Di “puji Vika melihat bakal calon tampilan web kami. “ kita bahasnya minggu depan aja ya, kita fokus sama tugas kita masing-masing baru kita singkronin hasil kerja kita “ ucapku mencari alas an untuk bias cepet cabut dari mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw cabut dulu ya “ ku berlalu meninggalkan mereka berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah di tempat biasa nih Din “ smsku pada Dina. “ Iya gw juga baru mau jalan, udah di mobil “ balas Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya Dina di tempat yang biasa kita bertemu ku langsung masuk ke dalam mobilnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita siap berangkat say “ kecupan bibir Dina mengsinggahi pipi kananku. Entah perasaan apa saat dia kecup pipiku, tidak seperti kecupan yang selama ini aku terima, sepertinya Dina tidak dengan nafsu mengecupku, mungkin dengan perasaan. Ah bisa saja itu hanya perasaanku saja. Kami berangkat pukul 1 siang menuju Lembang</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita nanti belanja di Bandung dulu ya, kita ke FO2 nya, baru kita ke villa gw di lembang, paginya kita baru ke tangkuban perahu, jam 2an kita ke villa lagi. Pagi kita jalan2 di Bandung baru balik ke Jakarta sorean dikit “ Ucap Dina menjelaskan jadwal liburan kita</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Atur ajalah yang penting happy “ Ucapku sambil tersenyum ke arahnya sambil membelai rambut merahnya yang indah</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo pernah ke Bandung Dra “ Tanya Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sering, gw suka ke Bandung makanannya enak2, istilah kata lo pilih makanan system random pasti dapetnya enak. Walaupun kelasnya pinggir jalan udah dijamin enaknya. Apa lagi sayur asemnya, warung2 lesehan gurame diapain aja juga enak. Klo di Lembang gw pengen minum jus stroberrynya tuh “ Ucapku menjelaskan pengetahuanku tentang Bandung</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Perasaan lo taunya makanan mulu deh “ ucap Dina keheranan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo klo jalan2 tuh cobain juga makanan khas sononya. Masa lo jalan ke Bandung makannya di warung padang, di Jakarta mah banyak “ sergahku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan ada yang lain selain kuliner, kayak tempat2 yang enak gitu “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo di Bandung tempat wisatanya sedikit bagus, penginapan juga mahal. Klo kita mau wisata tempat tuh untuk pulau Jawa nih yang bagus tuh jogja, ada candi2 yang bagus gk Cuma Borobudur dan prambanan aja. Ada pantai parangtritis dan pantai indrayanti Klo mau wisata pegunungan ada merapi. Penginapan murah2 ada yang 25.000 per malam. Untuk kuliner kurang begitu enak, apa lagi di mallioboronya klo gk pinter2 bakal dapet makanan gk enak tapi harganya selangit. Makanan yang terkenal itu kebanyakan Cuma manis2 aja kayak gudeng, krecek, bakpia “ ucapku lagi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udahlah gak usah omongin tempat wisata lagi “ ucap Dina. “ Eh Dra lo berfikir gw gimana sih ?? apa lo pikir gw cewek murahan ya ? gampang banget gw kasih tubuh gw ke lo, padahal lo gk minta, malah gw yang minta “ Tanya Dina sepertinya dia kwatir dengan pemikiranku tentangnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk Din, gw Cuma mikir klo lo cewek yang menyedihkan. Setidaknya lo butuh seseorang di deket lo untuk melupakan sejenak kesedihan lo “ jawabku coba menenangkan apa yang dia pikir</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat mau memasuki pintu tol kami terjebak kemacetan, maklumlah jalan ibu kota jika hari jumat sedikit lebih ramai dari biasanya. Jadi makin macet deh</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menyandarkan kepalanya di pundakku lalu mengecup pipiku. Akupun balas mengecup keningnya sambil membelai rambutnya. Tangan kiri Dina membelai selangkanganku sepertinya dia mulai nafsu mulai nafsu. Dina lihai sekali mengendarai mobil, dia masih bisa memajukan mobilnya sambil bermesraan bersamaku. Mungkin karna kondisi macet sehingga laju kendaraan hanya 1 meter lalu berhenti lagi tak memerlukan konsentrasi penuh.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ditambah kaca film hitam di jendela mobilnya membut orang dari luar tak bisa melihat aktifitas di dalam mobil. Kami saling cumbu satu sama lain hingga bibir kami bertemu lalu berpagutan. Lidah kami saling beradu member kenikmatan. Tangan kirinya berusaha membuka resleting celana jeansku. Lalu memasukan tangannya ke dalam CDku mencari-cari idaman barunya. Setelah bertemu langsung dibelai-belai mesra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmmmm Din tangan lo lembut banget di kontol gw “ ucapku menambah gairah Dina makin meningkat</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanganku pun tidak tingal diam, kumasukan tanganku kedalam bajunya menembus branya dan sampai juga di gunung indahnya. “ Nenen lo bagus banget Din, lembut, kenyal dan kenceng apa lagi putingnya imut dan keras, klo gw kenyotin enak bgt nih “ ucapku dengan bibir yang menjelajahi lehernya. Tercium aroma parfum khas Dina membuat aliran darahku makin meningkat tentu saja nafsu kami makin menjadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mulut Dina yang sudah tak tahan ingin menyicipi setiap setiap mili batang penisku. Diturunkannya celana jeans ku beserta CDnya dan langsung berdiri tegak menunggu luapan birahi dari bibir Dina yang manis. “ Din Din tunggu kita udah di loket nih “ ucapku memberitahu Dina dan berusaha menaikan kembali celanaku. Dina yang sudah kepalang tanggung menahan tanganku yang hendak menaikkan celana lalu melumat habis penisku sebentar lalu membuka kaca jendela untuk mengambil tiket tol. Sialan Dina tidak berusaha menutupi penisku untuk saja aku sigap langsung menutupinya dengan kaosku. Tapi sepertinya mba penjaga pintu tol sudah bisa menebak apa yang sedang kami lakukan tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh jalanan lancar lagi di tol udah gk tahan gw nih Dra pengen ngemutin kontol lo lagi “ ucap Dina. “ Lo kenyot nenen gw aja nih Dra gk tahan banget gw “ Dina membuka baju dan Branya lalu tangan Dina menarik kepalaku dan di arahkannya menuju payudaranya. Sehingga saat ini Dia hanya mengenakan celana jeans saja</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo bisa konsen gk nyetirnya klo sambil gw kenyotin nenen lo, mang gk keliatan orang juga klo lo topless gini ?“ ku jilati putting payudaranya yang coklat kemerahan dan kuremas-remas payudaranya. “ Udah lo kerjain aja yang gw minta, udah gk tahan banget nih“ pinta Dina yang sudah tak tahan. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jilati perlahan setiap bagian payudaranya, tanganku menjelajahi payudara satunya. “ Oooooooohhhh enak bgt Dra, lo makin pinter aja “ ceracau Dina menikmati gelora nafsu yang ku berikan terus menerus di payudaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina memperlambat laju mobilnya untuk lebih meresapi rasa nikmat di sekujur payudaranya. Lidahku masih aktif di sekitar payudaranya lalu menuju putting imutnya, ku permainkan dengan lidahku sesekali ku hisap putingnya. “ Iya gitu Dra, terus Dra “ ucap Dina makin membusungkan dadanya lalu menggoyang-goyangkan dadanya. Nafsunya semakin liar saja, aku jadi sulit menikmati payudaranya tapi lebih nikmat jika sudah terkendali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo liar banget hari ini, kontol gw udah manggil2 lo nih “ ucapku lalu melanjutkan aktifitasku di payudara indahnya. “ Nanti malem aja di villa jatah kontol lo gw kasih. Sekarang puasin nenen sama memek gw dulu “ ucap Dina sambil menjambak rambutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku buka resleting jeans Dina, ku masukkan tanganku mencari lubang surgawi yang sudah menunggu di dalam. Terasa bulu jembut Dina menyambut kehadiran jemariku. Ku belai pinggiran vaginanya. Mulutku pun masih bermain di putting payudaranya membuat Dina makin menggelinjang tak karuan. Ku mulai membelai belahan vaginanya terasa cairan kental mulai membasahi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra masukin jari lo donk “ pinta Dina tapi tidak langsung kuturuti, ku masih gesek2 vaginanya dengan jemariku. Ku klitik ujung atas vagina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gila lo Dra belajar dari mana lo, enak bgt permainan jari lo aaahhhhhhh “ puji Dina menggelinjang tak karuan. Ku masukan perlahan jariku ke dalam vaginanya sampai masuk semua aku tahan beberapa saat, baru ku getarkan jariku di dalam vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra bentar mau bayar tol dulu “ ucap Dina saat tiba di gerbang tol. Aktifitasku di payudara Dina berhenti sejenak tetapi tangan ku tetap berada di vaginanya. Dina hanya menutupi tubuh topplesnya dengan kaosnya. Untunglah penjaga tolnya wanita jadi tidak bernafsu melihat kondisi Dina seperti itu, yah walaupun dia sudah menebak apa yang kami lakukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gila juga lo Din, klo dia lapor polisi gimana kita bisa kena pasal perbuatan asusila di tempat umum nih “ protesku sambil bibirku kembali menuju payudaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lebih nikmatkan sensasinya klo begini “ ucap Dina menggoyangkan pinggulnya meminta untuk kembali memainkan jariku yang sedari tadi berada di dalam vaginanya. Ku kocok2 vaginanya, ku maju mundurkan jemariku di dalam vaginanya. Mulutku pun tak berhenti menjilati puting payudaranya, kiri lalu kanan berputar2 di sekitar payudaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ah ah ah owhh enak banget say, masukin 2 jari Dra “ ceracau Dina menahan debutan birahi yang semakin lama semakin membesar. Ku masukan 2 jariku kedalam vaginanya, ku percepat kocokanku tak lama kemudian aku merasa jariku makin kencang di jepit vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAkkkkkkkhhhhhhhhhhhhhh ooooowwwwhhhhhhh “ Desahan Dina di barengi semprotan cairan kental hangat di dalam vaginanya menandakan orgasmenya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina meminggirkan mobilnya lalu berhenti, posisi sandaran kursi mobilnya di turunkan sehingga Dina bisa istirahat sejenak. Ku kecupi bibirnya ku belai perutnya sebagai pendinginan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo makin hebat aja Dra, persiapkan diri lo untuk permainan yang lebih hot nanti malam ya “ ucap Dina membelai rambutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ kenapa musti nanti malam, langsung aja kita ke Lembang “ pintaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan gw mau belanja di Bandungnya baru kita ke villa gw di Lembang “ Jawab Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan kita minggunya juga mau jalan2 di Bandungnya, belanjanya Minggu aja “ pintaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iiiihh nih kontol udah gk tahan ya, sabar ya “ canda Dina sambil mengelus penisku dari luar celanaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah yuk berangkat lagi, nanti tangkep polisi klo kita berenti di tol “ Dina memakai kaosnya lalu menjalankan kembali mobilnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 5 ( Fantasi bulan madu )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di Bandung pukul 5 lebih Dina memarkir mobilnya di sebuah FO. “ Eh Dwin kwita kok ke FO duluw gk makwan dulwu sih, mang lw gk lawper apwa belowm makwan siang ? tanyaku sambil mengunyah makanan. “ srup srup srup “ ku sruput minuman yang ada di sebelahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo dari tadi makan mulu masih aja nanya makan siang “ ucap Dina kesal dengan mulutku yang penuh air Dina menekan kedua pipiku dengan tangannya membuat air di mulutku menyembur keluar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dashboard lo jadi kotor tuh Din “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw Cuma parkir doank di sini kita makan di sebelah baru ke sini lagi buat belanja “ ucap Dina menjelaskan. “ Eh kudanil taro gk makanannya, kita kan mau makan “ omel Dina yang melihatku masih membawa snack</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di restoran ayam bakar sebelah FO kami memesan ayam bakar 2 ekor dengan jeruk hangat karena cuacanya sangat dingin. Tak lama pesanan kami pun datang. “ Mba berat ya sini saya bantu “ ucapku kepada pelayan restoran yang nampak keberatan membawa pesanan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAaaawwwwwwwwWWW sakit tau “ pukulan Dina telak mengenai pinggangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Genit juga lo ya “ oceh Dina dengan nada pelan menahan kesal. Ohh Dina cemburu sepertinya. Apa mungkin sudah ada rasa denganku ?</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Din ko lo diem aja sih “ tanyaku melihat Dina yang hanya diam saat menyantap makanannya. Mungkin kah Dina sakit hati karna aku sedikit genit dengan pelayan tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kok jadi bawel sih Dra, biasanya juga klo lo makan lo gk bisa ngobrol “ protes Dina sedikit kesal. Ooohhh ku kira Dina ngambek, jadi hanya perasaanku saja toh</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah makan kami berjalan menuju FO, di sana Dina berbelanja pakaian mencoba berbagai model yang tersaji di tempat itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus gk Dra “ tanya Dina sehabis keluar kamar ganti sambil memutar tubuhnya agar aku bisa melihat seluruh penampilannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus “ ucapku singkat karna bosan sudah 1 jam dari tadi nyoba ini itu keliling ke sana ke mari belum ada yang di beli. Rencana beli 5 baju tapi 1 aja belum dapet huft.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk asik banget sih dari tadi jawabannya bagus2 mulu “ protes Dina yg tidak puas dengan jawabanku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya kalo jelek gk bakal di pajang di sini kali “ sanggahku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Paling gk kasih masukan cocok gk sama gw, kurang apa gitu “ protesnya kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ya ya. Menurut pandangan gw sih emang ada kurangnya “ ucapku memberi komentar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah gitu donk. Terus kekurangannya apa nih ? “ tanya Dina dengan antusias</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kurang lama lo milihnya cumi bakar “ jawabku tak kalah antusiasnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berani ya sekarang sama gw “ Dina mecubiti seluruh tubuhku. Kami bercanda gurau di tempat itu tanpa peduli orang2 di sekitar memperhatikan km.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah 3 jam berbelanja kami pun berangkat menuju lembang. “ Kenapa lo lesu amat kayaknya Dra “ tanya Dina yang melihatiku lemah tak berdaya menyandarkan kepalaku di dashboard mobilnya. “ Ngantuk “ jawabku tak bertenaga. Dina segera bergegas memacu kendaraannya menuju villa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di Villa kami disambut oleh penjaga villa, seorang lelaki tidak terlalu muda tidak terlalu tua juga sih mungkin umurnya sekitar 30an tahun. “ Baru nyampe neng Dina “ tanya bapak itu sambil mengambil barang2 kami di mobil.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya kang, oh iya Dra ini kang Karta yang jaga Villa gw “ ucap Dina memperkenalkan aku dengan kang Karta. Aku hanya tersenyum sambil menjabat tangannya, kantuk yg amat sangat membuat aku malas untuk berkata-kata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di kamar aku langsung merebahkan tubuhku ke ranjang. Entah apa yang dilakukan Dina aku tak peduli, tak lama aku pun terlelap……………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ooooooohhhhhhhh rasa geli2 apa ini di penisku. Lalu menjalar naik ke atas menuju pusarku lalu dadaku dan terakhir di leherku. “ Yakin nih malam ini mau tidur aja, mang gk mau dilanjutin yg tadi di mobil “ Bisik Dina mesra di telingaku. Oh ternyata Dina sedang merangsangku yang sedang tertidur lelap.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ade lo aja tuh udah bangun masa lo masih merem sih “ ucap Dina menggodaku untuk bangun dan mencumbui dia yang membuatku terpaksa membuka kedua mataku. Suasanya makin romantis saat Dina menyetel musik klasik melalui piringan hitam dengan pemutar berbentuk seperti corong minyak entah apalah namanya, yang ada di meja samping ranjang yang kami tempati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo cantik banget “ pujiku melihat Dina memakai lingerie transparan merah dan bando berwarna sama dengan motif kupu2 tanpa memakai daleman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo cuci muka dulu gih biar seger, cuci2 yang lain juga ya ganti juga tuh baju lo udah bau tau “ pinta Dina sambil mengecup keningku. Aku pun bergegas menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. Mengapa ada perasaan yang berbeda kali ini. Sepertinya ini bukan hanya nafsu sesaat saja, mungkin saja diantara kami sudah mulai memainkan persaan masing2. Apa mungkin sedikit demi sedikit kami saling mencintai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok lo kayak orang linglung gitu si Dra “ ucap Dina yang melihatku keluar dari kamar mandi. “ Sini donk sayang, malam ini untuk kita berdua “ rayu Dina dengan pose yang menggoda di atas ranjang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku hampirinya, ku peluk tubuh indahnya ku tatap tajam kedua matanya. Aku ingin melihat apa ada cinta juga di hatinya melalui tatapan mata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kok jadi beda Dra “ tanya Dina dengan tatapan tak kalah tajam. “ Lo juga beda Din “ jawabku tanpa melepas tatapanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku belai rambut indahnya yang wangi menusuk rasa birahiku. Ku kecup keningnya dengan segenap perasaan bukan nafsu. Dina hanya memejamkan matanya dan memelukku erat. Lalu kekecup pipinya yg lembut dengan tanganku masih membelai rambutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kecupan bibirku pun sampai di bibirnya. Seketika itu lidah kami saling berpagut, berkelana diantar rongga2 mulut. Tanganku juga ikut menjelajahi tubuh yg terbalut lingerie itu. Sungguh kulit yang mulus dihiasi bulu2 halus membuatku makin terangsang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sementara lidah kami masih sibuk, jemariku sudah sampai di puncak bukit keindahan di tubuhnya. Ku klitik2 payudaranya, ku permainkan putingnya yang coklat kemerahan itu. Nampak sudah mengeras putingnya itu, ku lepas pagutan bibirku lalu turun menuju payudara idamanku itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesaat sebelum mulutku sampai mengecup putingnya tiba2 Dina menahanku. “ Dra “ hanya itu yang Dina ucapkan sambil mengarahkan wajahku untuk menatap wajahnya yang sedang tersenyum manis. lalu mengarahkan wajahku kembali ke payudaranya. Aku pun dengan sigap langsung menurunkan tali lingerie yang dikenakan, lalu melahap kedua bongkahan indah tersebut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ouugghhhhhhhhhhh Dra nikmat banget, Dra oooooohhhhhh “ desah Dina sambil tangannya membelai rambutku, kurasakan detak jantungnya yang berdetak makin kencang. Tak pernah ku rasakan detak jantung Dina sekencang ini ketika kami bercinta sebelumnya. Persaanku semakin kuat jika dia sudah mulai memiliki perasaan terhadapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Alunan musik klasik yang indah ditemani suara gemerincik air pancuran yang ada di luar membuat perasaan kami semakin bercampur menjadi satu di atas ranjang kenikmatan. Lama ku bermain dengan payudaranya, Dina lantas bangkit dan menelentangkan tubuhku, membuka seluruh pakaian yang ku kenakan, lalu memposisikan vaginanya di depan wajahku dan penisku berada di depan wajahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa bertanya lagi kami saling memberi kenikmatan pada kelamin kami. Ku singkap lingerienya lalu menjilati sekitar vaginanya yang berhiaskan bulu2 tertata rapi. Dina tak mau kalah, dia jilati batang kejantananku dengan segenap kelihaiannya dalam mamainkan penis lelaki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHHHmmmmmmmm “ hanya itu yang keluar dari mulut kami yang sedang sibuk bermain-main mencari segunung kenikmatan. Ku permainkan dengan jemariku klitorisnya pusat rangsangan yang membuat Dina menggelinjang tak karuan. Seolah tak mau ku permainkan begitu saja, Dina pun membalas dengan hisapan di penisku yang semakin kuat di iringi gerakan mulutnya memaju mundurkan seolah ingin menguras habis isi cairan yang ada di dalam penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sering terjadi jual beli serangan kenikmatan yang memacu birahi kami naik semakin tinggi. Tak tahan dengan serangan2 tersebut kami pun langsung merubah posisi untuk bisa melakukan serangan frontal pada kelamin kami. Ku telentangkan tubuh indah berbalut lingerie yang sudah setengah terbuka itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kumasukan perlahan penisku yang sudah keras dan basah terlumuri liur Dina kedalam vaginanya yang juga sudah basah oleh campuran liur dan lendirnya. “ Aaaaaaaakkkkhhhhhhhh “ desah Dina dengan menggigit bibir bawahnya menahan. Ku kecupi wajahnya Saat seluruh batang penisku masuk ke vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooohhhhh Dra kali ini bener2 lebih nikmat, aaaaakkkkkhhhhh jangan berhenti Dra “ ceracau Dina yang juga kurasakan bercinta dengannya kali ini lebih nikmat dari sebelumnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaakkkkhhhh iya Din nikmat banget kali ini “ ucapku menyetujui pernyataannya. Ku kecup kembali bibirnya yang manis, ku jilati bibirnya ku terobos masuk kembali ke dalam rongga mulutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAaaccccchhhhhh ooooooouuuukkkkkhhhhhh “ Desah Dina sambil membelai rambutku bahkan cenderung menjambaknya. Ku permainkan goyangan penisku dengan RPM sedang, Dina pun mengikuti irama penisku. Beberapa saat kemudian Dina membalikkan tubuh kami hingga posisinya berada di atasku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina memulai goyangannya dengan sangat pelan sepertinya dia ingin menikmati setiap gesekan antara batang penisku dengan dinding vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan wajah yang berhiaskan senyum “ Love u my hero “ ucap Dina mengecup keningku sontak membuatku terpaku, aliran darahku mengalir sangat cepat seperti kereta super cepat made in japan. Jantungku seperti tabuhan gendrang2 perang hingga suara detakannya dapat ku dengar jelas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku peluk erat Dina sambil ku belai rambutnya, sementara pinggul kami masih bergoyang dengan irama yang tetap pelan. “ Aaaakkhhhhhhh Dra kontol lo makin enak aja sih, genjotnya jangan kenceng2 Dra gw pengen bener2 menikmati oooooohhhhhhhh “ bisik Dina di telingaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya din memek lo juga enak, ternyata lebih enak main pelan2 ya hhhhhhhhmmmmmmm “ ucapku membisikan di telinganya lalu ku jilati belakang telinganya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmmmm klo pelan kita jadi bisa menikmati setiap inchi gesekan kontol lo di memek gw Dra “ ucap Dina lagi dan tak mau kalah Dina pun menjilati bagian belakang telingaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terasa kemudian kendutan di vagina Dina makin menyedot penisku agar masuk lebih dalam lagi. Penisku pun juga berkedut nampaknya kami sebentar lagi mencapai puncak kenikmatan bercinta malam ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAkkkkkkkkkkkkkkhhhhhhhhhhhhhhhh hhhhh “ Teriak kami berbarengan menyemburkan cairan kepuasan menerobos langit2 kenikmatan yang paling tinggi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Crot crot crottt semburan spermaku membasahai vaginanya hingga melumer keluar. “ Dra malam ini gw bener2 puas, baru kali ini gw rasain sepuas ini Dra, walau Cuma 1 kali klimak tapi gw capek bgt Dra “ ucap Dina berkeringat membelai rambutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga sama Din, kok bisa ya lebih nikmat dari yang kemaren “ ucapku kebingungan. Ku peluk tubuhnya, penisku masih di dalam vaginanya sampai mengecil lalu keluar dengan sendirinya. Ku kecup keningnya sampai kami berdua tidur terlelap.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari. Hhhhmmm aroma sedap apa ini yang membangunkan tidurku, ku buka mataku dan beranjak dari tempat tidur, Dina sudah tidak ada di ranjang mungkin sedang mandi. Setelah memakai pakaianku, ku cari arah aroma itu berasal. Oh ternyata seorang wanita sedang menyiapkan makanan. “ Masak apa teh keliatannya enak “ tanyaku pada wanita itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh udah bangun. Ini saya masak ayam goreng, sayur asem sama sambel goreng “ Jawab wanita itu sambil menunjung hidangan yang baru saja mateng</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Boleh saya nyicipin “ tanyaku kembali. “ Sok atuh silakan emang ini buat akang sama non Dina “ wanita itu mengambilkan piring dan sendok untukku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makasih ya Teteh murahan sekali “ pujiku seenaknya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Murah hati bodoh “ sahut Dina yang entah sejak kapan ada di belakangku mengenakan handuk kimono dengan rambut yang basah terurai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini Teh Arni istrinya kang Karta, dia yang masak kalo ada yang nginep di sini “ ucap Dina sambil menyendok makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah sarapan aku mandi lalu beranjak menuju ruang tamu untuk menonton tv sambil menunggu Dina dandan sebelum menuju tangkuban perahu. Dasar wanita dandan lama amat dari aku mandi sampe sekarang belum selesai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din din sini dah cepetan ada berita tentang bokap lo di tv tuh “ teriakku memanggil Dina yang masih berada di kamar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nama si lo Dra heboh banget denger berita bokap gw aja “ sahut Dina saat keluar dari kamar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bokap lo oon ya Din, masa mau nyeret pejabat yang ikut terlibat korupsi aja koar2 di media dulu. Kalo pejabatnya kabur keluar negri gimana, kan belum jadi tersangka sama kpk jadi belum di cekal ke luar negri “ ucapku mengomentari statement ayah Dina di TV</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalo mau bongkar siap2 aja yang terlibat bongkarnya di penyidik kpk lah jangan di wartawan. Ini belum apa2 udah koar2, mau jadi seleb apa tuh bokap lo “ sambungku tanpa peduli perasaan Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emang bokap gw iblis, ngapain gw peduliin dia “ sahut Dina sepertinya dia membenci ayahnya sehingga kata2ku malah disetujui olehnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah yuk Dra berangkat, denger berita tentang bokap gw malah tambah penat “ ajak Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh tunggu Dra kok ada nama bokapnya Bagas ya yang ikut keseret bokap gw “ ucap Dina kebingungan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah klo bokapnya Bagas ikut terlibat bisa turun popularitas Bagas tuh, Bagas kan mau nyalon jadi caleg “ ucap Dina kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cowok lo itu Din “ tanyaku. “ Mantan “ jawab Dina setengah sewot</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ahh udah ya cabut aja yuk “ ajak Dina kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami pun berangkat menuju tangkuban perahu setelah berpamitan dengan kang Karta dan teh Arni. Perjalanan tidak terlalu lama karena memang letak villa Dina dekat dari lokasi wisata tersebut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di lokasi kami mencari tempat yang nyaman untuk kami duduk berdua menikmati pemandangan kawah gunung yang masih aktif tersebut. Angin yang kencang dengan aroma blerang yang menyengat menyelemuti tempat itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra gw iri sama hidup lo yang enjoy, makan enak tidur juga enak “ ucap Dina membuka percakapan antara kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emang selama ini yang lo rasain apa ? “ tanyaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tau sendiri kan sekarang gw gimana, semua gara2 bokap gw itu. Gw jadi males hidup Dra “ ucap Dina memelas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo males hidup lo loncat aja noh ke kawah, dijamin langsung beres “ ucapku seenaknya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jadi lo mau gw mati hah “ Omel Dina sambil tanggannya memiting leherku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ampun2 cumi bakar “ pintaku agar sang penunggu kawah ratu melepaskanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Setiap orang hidup pasti punya masalah, lo kira kematian bisa menyelesaikan masalah gitu aja. Masalah itu bukan untuk dikeluhkan tapi dihadapi. Kehidupan lo masih jauh lebih baik, lo pernah mikirin dari mana biaya pendidikan lo, lo pernah mikirin nanti lo mau makan apa, lo pernah mikirin mau nanti malam mau tidur dimana “ ucapku ( ehem dengan suara yang berat )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Karna rasa pahit kita jadi tahu seberapa nikmatnya rasa manis itu. Karna rasa sakit kita jadi tahu seberapa berharganya sehat itu. Karna kotaran kita jadi tahu seberapa indahnya kebersihan itu “ ucapku coba memberi keteguhan pada Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tau kan keramik, guci. Itu dari tanah liat kan. Lo tau proses pembuatannya gimana, seandainya tanah liat itu bisa ngomong pasti dia bakal jerit2. Bayangin aja tanah yang kotor, basah diinjek2 orang lagi diambil ditaruh ke mesin putar terus dipukul-pukul, dibating-banting, di disayat-sayat. Coba bayangin gimana tersiksanya klo orang digituin. Belum cukup begitu saja tanah liat itu masih harus dimasukin keperapian lagi, pastilah dia kepanasan. Selesai dari perapian terus diangkat didinginin, itu belum selesai abis itu musti dicat lagi dengan bau yang menyengat terus dimasukin ke perapian lagi baru diangkat didinginin kembali “ ucapku sambil membelai rambut Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dan lo tau hasilnya seperti apa tanah liat yang kotor itu, pajangan2 di rumah lo yang mahal2 itu hasilnya. Begitulah cara Tuhan membentuk kita, pada saat Tuhan membentuk kita tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan dan banyak air mata. Nanti lo akan melihat seberapa indahnya Tuhan membentuk lo setelah semua ini selesai “ ucapku melanjutkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina hanya menyandarkan kepalanya di bahuku, air mata nampak membasahi pipinya. “ Oke gw mau berjanji sama diri gw dan juga sama lo “ ucap Dina bangkit dari sandaran kepalanya di bahuku dengan mengacungkan jari kelingkingnya di hadapanku. Akupun mengerti maksud dari Dina ku kaitkan kelingkingku dengan kelingkingnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke gw gk akan menyerah dalam hidup yang gw jalanin saat ini, gw akan lebih kuat dari ini. Gw akan menemukan kebahagiaan yang sejati sehingga gw bisa mati dengan tersenyum “ ucap Dina bersemangat</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke gw akan selalu menagih janji lo itu setiap lo patah semangat “ ucapku dengan senyuman dan tatapan penuh arti pada Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa sadar kamipun saling merangkul sambil menikmati keindahan gunung tangkuban perahu. Ku rebahkan Dina dipangkuanku sambil ku belai rambut merahnya yang terurai berantakan karna terkena angin. “ Bener juga ya Dra kata2 lo. Contoh aja nih gunung aktif, dulu pasti pernah meletus, kita tau lah letusan gunung tuh bahayanya seperti apa tapi setelah letusan dan gunung kembali tenang, gunung ini jadi memberi manfaat bagi orang banyak ya. Setelah musibah pasti ada manfaat yang akan ditimbulkan kelak “ ucap Dina yang tampak sudah bisa mengatasi masalahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo mungkin orangnya konyol, gk tau malu “ ucap Dina. Sialan enak banget Dina menilaiku seperti itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi lo lebih menghargai persaan cewek, pikiran lo gk Cuma seks mulu. Lo masih mau nemenin gw jalan2, belanja. Klo si cowok2 gw sebelumnya setiap jalan maunya di penginapan mulu, apa lagi si Bagas, ngamar mulu maunya. Klo belanja pada ogah nemenin gw, klo Bagas juga susah banget, klo nemenin juga pas di mall nya gw sama dia mencar, gw belanja dianya entah kemana, klo gw udah selesai baru gw sms dia terus ketemuan lagi, klo gw masih belom selesai di telponin mulu nanya kapan selesainya “ ucap Dina kembali. Aku hanya tersenyum mendengar ceritanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Entah kenapa aku tidak alergi dengan wanita yang memiliki kehidupan seks bebas seperti Dina. Aku malah iba dengannya, Dina hanya sedang mencari arti dari kebahagiaan maka dari itu segala bentuk kesenangan dia lakukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo mau kan temenin gw terus “ pinta Dina dengan tatapan penuh harapan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Din “ Jawabku dengan tersenyum</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 6 ( Terbentuknya sebuah perasaan )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hawa panas kawah berapi yang terselimuti angin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Merambat menusuk rongga-rongga jantung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mencampurkan perasaan sedih dan senang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mengalir melalui nadi-nadi darah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Merasuki setiap tulang rusuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Menggumpal bersama daging.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Menikmati pemandangan kawah yang mengeluarkan aroma blerang “ Dra lo mau ke bawah gk ? seru tau “ Dina berdiri dengan semangatnya menarik tanganku, senyum sumringah menghiasi bibirnya. Baru kali ini ku lihat senyum tanpa beban membuat wajah ayunya semakin nampak bersinar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aman gk nih “ jawabku berdiri menggenggam erat tangan halusnya. Kami menuruni kawah yang masih aktif itu. Ku tuntun Dina, sesekali Dina hampir terpeleset dan merangkul tubuhku. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku senang saat bersama Dina saat ini, tapi andai wanita yang bersamaku saat ini adalah Vika mungkin aku akan lebih sangat bahagia. Eh mengapa Vika melintas di pikiranku. Ah mungkin Vika juga sedang bersama kekasihnya itu. Andai ku terima ajakannya untuk mengerjakan tugas bareng mungkin akan lain ceritanya tapi ah sudahlah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Awas Dra “ Dina mengagetkanku yang berada di tepi kawah, seolah-olah dia ingin menceburkanku ke dalam kawah itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Stress lo Din, klo gw nyemplung gimana ?? “ terang saja jantungku langsung berdebar kencang. Sialan juga nih cewek ngagetin gw.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah yuk ke atas aja, panas di kawah “ ku tuntun Dina kembali menuju atas. Kami menuju pusat penjualan pernak-pernik.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina sedang mencari-cari barang yang menarik untuk di beli, sedangkan pandanganku tertuju pada 1 kalung terbuat dari batu yang di poles sehingga tampak mengkilap berwarna hijau muda. Kebetulan sekali warna kesukaan Vika. Hhhmmm bagus juga klo dipake Vika ya, bagaimana jika aku belikan 1 untuknya sebagai permintaan maafku menolak ajakannya kemarin. Mungkin ini akan jadi awalku bisa menunjukan kepedulianku padanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ah Setelah ku beli kalung itu Dina melihat kearahku, belum sempat ku kantongi kalung itu. Sepertinya Dina melihatku membeli kalung. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jika dia bertanya untuk siapa ku beli kalung itu, apa yang harus ku jawab……………. Mungkin akan menyinggung perasaan Dina apabila ku menyebut wanita lain tapi apakah Dina memiliki perasaan untukku. Bukannya semalam Dina sudah menunjukan tanda2 dia memiliki perasaan terhadapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">AAAAAAAAAAaaahhhhhhhhhhhhhhh kenapa ku jadi bingung begini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHHmmm nih buat lo Din “ ku tersenyum sambil memakaikan kalung yang ku beli di lehernya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Huh kenapa tiba2 saja ku berikan kalung itu pada Dina. Bukankah dia bisa membeli kalung berlian. Bisa2 ku ditertawakan oleh Dina karna membelikan kalung murahan, lagi pula kalung itu bukan untuknya tapi untuk Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wooowww makasih banget Dra. Muuaachh “ kecupan Dina menyambangi bibirku, nampak begitu bahagia terpancar dari wajahnya. Apa mungkin dia benar2 senang dengan pemberianku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Itukan kalung murah kenapa lo kayaknya senang banget Din ? “ dahiku berkerenyit keheranan dengan tingkah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk tau yg jelas gw seneng banget “ Dina menggandeng tanganku untuk kembali mengelilingi kawasan gunung tangkuban perahu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Uuuwwwaaaa panas panas huft huft huft “ mulutku seperti terbakar saat memakan tahu sumedang yg baru saja diangkat dari penggorengan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Rakus sih lo masih manas main telen aja “ Dina langsung saja menuangkan air kedalam mulutku secara paksa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gluk gluk gluk mbbuuaaahhh “ ku muntahkan semuanya. Ku tarik nafas dalam2, sialan si Dina sudah mulai menjailiku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha ha ha ha ha lo lucu banget klo lagi begitu “ tertawa lepas lalu menyiram sisa air di botol ke kepalaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sialan awas lo Din “ ku cubit pipinya yg menggemaskan itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak terasa posisi matahari sudah tepat di atas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo gk laper “ tatap mataku penuh harapan kepadanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Biasa aja sih ngeliatnya, kayak kucing ngincer pala ikan aja “ ejek Dina yg se</span><span class="Apple-tab-span" style="font-family: Helvetica; font-size: 12px; white-space: pre;"> </span><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">pertinya sudah hafal dengan tingkahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami menyudahi rekreasi kami di gunung tangkuban perahu. Menuju tempat makan yg ada di sekitar sana.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di restoran khas sunda, kami duduk di saung yang di bawahnya terdapat kolam ikan. Dina memesan 3 ekor ikan gurame asam manis 2 mangkung sayur asam dan 4 gelas jus strobery khas tempat itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pesennya banyak banget Din, ternyata lo maruk juga ya “ senyumku lebar menatap matanya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini semua buat lo kudanilllllllllllll “ Dina mencubit kencang sekali kedua pipiku sampai berbekas merah. Nampaknya dia kesal karna ku tuduh maruk. Hi hi hi hi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Langit tampak gelap sepertinya mau hujan. Udara di sekitar semakin dingin, menambah nikmat acara santap siang kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huuuooooo kenyangnya “ ku rebahkan tubuhku menikmati udara yang semakin dingin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Uuuuuuuwwwwwaaaaaaaaaaa “ tiba2 saja Dina ikut merebahkan kepalanya di perutku dengan kencang. Hampir saja ku muntahkan semua makanan yang baru saja ku makan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa lo Dra, he he he “ Dina menatapku puas sejak tadi mengerjaiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kesurupan penunggu Villa ya, dari tadi iseng banget “ tiba2 Dina merangkulku erat sekali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan omong yang aneh2 ah “ terasa tubuh Dina yang gemetar. He he he sepertinya sekarang ku tahu kelemahan Dina ( nyengir iblis )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gemerincik air hujan yang sudah membasahi bumi membuat kami menunggu sejenak di tempat itu. Dina makin mempererat rangkulannya karna udara yang semakin dingin yang bahkan dapat membekukan tulang2 kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo gk pernah cerita tentang kehidupan lo “ suara Dina begitu pelan, begitu lembut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emang ada apa dengan kehidupan orang seperti gw ini “ ku tatap wajahnya yg memerah kedinginan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo kok kalo makan dikit banget nanti mati lho “ celetukku membuat Dina sepertinya emosi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Walaupun hidup gw memuakan seperti ini tapi mana mungkin gw mati ninggalin cowok yg kelaperan kayak lo “ jawab Dina mengejekku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apapun yang terjadi nanti gk akan ada penyesalan dalam hidup kita. Oke Dra “ tersenyum lebar sepertinya Dina sudah melepas semua beban yang selama ini dia pikul.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hujan semakin lebat disertai angin kencang, kami memutuskan kembali ke Villa sebelum saungnya rubuh tertiup angin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di Villa kami langsung masuk kamar. Dina langsung melepas semua pakaiannya lalu menuju tempat tidur dan menyelimut dirinya dengan selimut yang ada di sana. Aku hanya terpaku menatap tubuh wanita yang satu ini. Walaupun sudah sering ku melihat tubuhnya dan menikmatinya tapi tetap saja aku masih terpesona. Mungkin karna baru tubuh Dina satu2nya yang kulihat secara langsung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woy bengong aja, masih kaku aja sama gw “ ucapan Dina membuyarkan lamunanku. Aku pun melepas semua pakaiannya dan menyusul Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina langsung memeluk erat begitu aku masuk ke dalam selimutnya. Kulitnya terasa lebih halus karna efek suhu yg rendah. Aliran darah kami semakin kencang karna birahi yang sudah di puncak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kita buat permainan yang seru yuk “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana caranya “ tanyaku penasaran dengan permainan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina beranjang dari tempat tidur menuntunku menuju balkon yang berada lantai dua. Di balkon terdapat 2 buah kursi goyang yang 1 sudah tidak ada pegangan tangannya dan 1 buah meja. Dina menuntunku agar ku menduduki kursi goyang yang sudah tidak ada pegangannya itu. Lalu Dina pun duduk di pangkuanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dingin banget Din, mana kita gk pake baju lagu “ ucapku menggigil kedinginan. Tanpa peduli dengan ucapanku Dina memelukku erat dan mencubui bibirku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hangat kan Dra “ ucap Dina lirih. Ku belai punggungnya yang halus, lidah kami saling berpagutan memberi kenikmatan di sore hari yang hujan ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhhhmmmm ciuman lo makin lembut aja Dra “ puji Dina di sela2 percumbuan kami. Digesek-gesekan bibir vaginanya di batang penisku yang semakin mengeras.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cipratan air hujan membasahi tubuh kami yang sedang dilanda birahi yang begitu tinggi. Ku balikkan posisi kami, sehingga kali ini Dina yang duduk di bangku goyang. Ku jelajahi tubuh halusnya. Dari mulai betis kaki kirinya, ku jilati naik menuju pahanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOooohhh Dra geli, keseringan nonton bokep Jepang nih lo “ celoteh Dina menikmati gelitikan lidahku di kakinya. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emang klo bokep Jepang gini ya ??? wah ketauan lo sering nonton bokep “ ucapku. Kulanjutkan petualanganku mencari harta kenikmatan di tubuhnya. Ku telusuri kaki kanan Dina kali ini dari pangkal paha menuju betisnya. Kaki Dina nampak gemetar entah karna dingin atau karna perjalanan lidahku ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina yg nampak sudah tak sabar mengangkat kepalaku yg sedang bermain-main di betisnya menuju vaginanya “ Lo gk denger apa memek gw manggil2 dari tadi “ ucap Dina lalu menekan kepalaku, meminta agar ku jelajahi juga vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vagina yang sudah basah ku jilati perlahan dari ujung atas vaginanya. Ku klitik2 dengan lidahku klitoris yang memerah padam. Tanganku tak tinggal diam, ku telusuri tubuh indahnya menuju payudaranya yg membusung tegang. Ku permainkan putingnya yang sudah mengeras</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah gitu donk nenen gw juga udah manggil2 aaakkkkkhhhhh “ ceracau Dina makin menekan kedalam kepalaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">getaran tubuh kami semakin kencang karna hujan yang tidak kunjung reda. Dina mengangkat tubuhku dan membalikannya. Sehingga posisiku kembali duduk di kursi itu. Dan Dina kembali menindih tubuhku dan langsung memasukan penisku yg sudah begitu kerasnya kedalam vaginanya yang sudah sangat basah</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaaccchhhh Gw pengen banget nyepong kontol lo dulu Dra tapi gw udah kedinginan banget Hhhhhmmmmmm “ pelukan Dina erat di tubuhku, pinggulnya bergoyang tak beraturan sementara bibirnya terus menerus mencumbui bibirku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhh Liar banget lo Din klo kedinginan “ gerakan pinggul ku semakin menjadi-jadi mengimbangi permainan Dina yang semakin liar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cplak cplok cplak cplok suara gesekan kelamin kami yang sudah sangat basah. Ku jilati leher jenjang Dina, lalu belakang kupingnya yang ku tau Dina sangat terangsang bila ku jilati bagian itu. Dina hanya bisa mengangkan kepalanya dan mempererat rangkulannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhhhhhhh Dra lo juga liar banget “ ucap Dina, tangannya mecakar punggungku hingga terasa perih olehku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gerakan pinggul Dina makin cepat tak beraturan bahkan tubuhnya juga ikut bergoyang. Tiba-tiba Dina menghentikan gerakannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOOOOOOOOooooouuuuuuuuuuggggggggghhhhhhhhhhhhhhh “ nikmat sekali begitu penisku terasa dicengkram erat dan dihisap oleh vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaacccchhhh Ini namanya empot ayam Dra. Enak kan “ Senyum Dina penuh kepuasan karna membuatku melayang tinggi ke puncak birahi. Gila kalo kayak gini aku gk bakal bertahan lama nih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini spesial buat lo “ senyum Dina dengan tatapan tajamnya mulai kembali menggerakan pinggulnya. Vaginanya masih mencengkram dan menghisap penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOouuuggghh Belum pernah gw empot ayam sambil goyang2 gini. Ini khusus buat lo aja Dra “ ucap Dina memejamkan matanya dengan kepala mengadah keatas. Ku jilati leher dan dadanya yang beraroma harum itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din kamu ternyata di sini toh “ tiba2 saja wanita paruh baya berada di sebelah kami, membuatku kaget dan menghentikan aktifitas lidahku di tubuh Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mama kapan nyampenya hhhhmmmm, ssaammaaa siapa ma ke sininya “ ucap Dina tersengal merasakan nikmat tanpa menghentikan goyangannya di atas tubuhku. Tak ada rasa kaget pada Dina sepertinya mereka adalah keluarga yang sangat bebas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Baru aja, mama sendiri ke sini mau santai. Kamu kok mainnya di sini sih klo masuk angin gimana ? “ wanita itu pun pergi berlalu membiarkan kami beradu kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ssssshhhhhh santai aja Dra “ ucap Dina sambil tangannya menarik kepalaku mengarahkannya ke payudaranya kembali. Ku plintir2 putingnya yang lembut dengan bibirku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menjambak rambutku, mengacak2nya, menekan kepalaku begitu kencang hinggaku sulit untuk nafas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAAAAAAAAAAKkkkkkkkkkkkkkkkkkhhhhhhhhhhhhhhh h “ Jerit Dina dibarengi dengan siraman lendir vaginanya membasahi penisku menandakan orgasmenya terlepas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry Dra, gila gw nafsu banget “ ucap Dina melepaskan tekanan tangannya pada kepalaku,</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah hah hah hampir mati gk bisa nafas gw “ ucapku tersengal2</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kali ini lo bener2 liar Din, punggung gw sampe lecet, kebanyakan nonton bokep barat kali lo “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina berdiri dan menuntunku kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar Dina langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduuhh cape banget gw Dra, bentar ya nanti gw buat lo keluar juga, gw mau istirahat bentar dulu “ ucap Dina nampak kelelahan setelah pergumulan kami tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah lo istirahat aja dulu “ ku coba mengerti keadaan, wajar saja Dina sangat lelah, perjalanan 5 jam dari jakarta-bandung lalu berbelanja 3 jam dan kami bermain sampai larut kemarin malam. Dilanjut kami harus bangun pagi2 untuk pergi menuju tangkuban perahu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kenakan pakaianku dan keluar menuju ruang depan untuk menonton tv. Di lantai 1 terdapat 2 kamar, dan saat menuju ruang depan aku melewati kamar yang 1 nya lagi. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaahhhhhhh terus kang, kontol akang emang yang terhebat Oooouuuuggghhhh “ terdengar suara desahan wanita dari dalam kamar. Apa mungkin yang bercinta di dalam kang Karta dengan istrinya. Jika benar berani skali mereka memakai kamar majikannya untuk bercinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terus kang, lebih kenceng lagi buat memek aku sampe ledes merah uuuuuuuufffffhhhhhhhh “ desahan wanita itu semakin menjadi-jadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rasa penasaran menjalari pikiranku terlebih ku masih bernafsu karna belum tuntas permainanku dengan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku ambil kursi lalu ku intip dari lubang udara yg ada di atas pintu kamar itu. Jantungku makin berdegup kencang ingin menyaksikan permainan seks secara langsung. Hah Aaaappppaaaaaaa ternyata mamanya Dina dengan kang Karta sedang beradu kelamin. Dimana posisi kang Karta menindih tubuh majikannya yang masih terlihat bagus walaupun ada beberapa timbunan lemak di lengan, perut dan pahanya itu tetapi tidak begitu ekstrim sehingga masih terlihat lumayan menggoda.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 7 ( Awal mula kegelapan menyelimuti )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Krek krek krek krek “ suara ranjang persenggamahan antara dua insan yg tak muda lagi. Sungguh pemandangan yang luar biasa melihat senior2 dalam hal bercinta melakukan aksinya. Lampu kamar yang dibiarkan menyala terang serta jendela yang terbuka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ssssshhhhh Memek Ibu masih tetep enak, udah berapa lama gk disodok bapak ? “ celoteh kang karta kepada majikannya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah lama banget kang, makanya masukin lebih dalem kang ooooohhhhhh “ ceracau mama Dina, badannya bergoyang tak karuan mengimbangi goyangan badannya kang karta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sial penisku langsung tegang karna tadi belum tuntas bersama Dina. Mana Dina tidur pules banget lagi. Huft</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terlihat kang Karta bangkit dari tempat tidur lalu menuntun mamanya Dina ke jendela. Langsung saja wanita paruh baya itu menungging berpegang pada jendela yang terbuka. Seperti sudah saling memahami kang Karta langsung menghujami vagina wanita itu yang sangat basah dengan penisnya yang berurat dan basah pula terkena lendir vagina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ditariknya rambut wanita itu dengan tangan kirinya dan tangan kanan kang karta meremas payudara dengan sangat kasar. Lidah kang karta menjilati leher Ibu binal itu, mereka saling bergoyang sangat teratur. Sepertinya mereka ber2 sering main.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooooohhhhh Lebih kenceng lagi kang, katanya 1 minggu gk dapet jatah dari istrimu “ pinta wanita itu dengan mempercepat goyangan pinggulnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya teh pegel bu kakinya “ ucap kang Karta, keringat mereka bercucuran dicuaca sedingin ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Wanita itu pun langsung membalikan badannya dan mendorong kang Karta ke tempat tidur, sampai kang Karta telentang di atas ranjang. Langsung saja wanita yg sudah sangat haus akan penis lelaki itu menindih kang Karta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan sangat cepat wanita itu menggoyangkan pinggulnya. Kang Karta hanya diem menikmati permainan binal sang majikan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aahhhh Goyang tuh kayak gini kang baru greget “ ceracau wanita itu menikmati penis yang merogoh-rogoh vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouugghhh Ibu emang hebat bener, jauh lah sama istri saja “ tangan kang Karta mulai meremas kembali kedua payudara yang sudah turun tapi lumayan besar itu dengan putting yang menghitam</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kamu juga hebat kang, suami saja mah 15 menit udah crot lemes deh “ bagai kuda liar wanita itu makin mempercepat goyangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selamat tinggal kasih </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">sampai kita berjumpa lagi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku pergi takkan lama”</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terdengar dering suara ponsel Dina, sepertinya ada yang menelepon Dina. Sial aku harus menyudahi aksi mengintipku karna jika Dina bangun dan keluar kamar mencariku pasti dia memergokiku sedang mengintip.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kembalikan kursi pijakan mengintipku ke posisi semula dan kembali ke kamar tempat Dina berada, ponselnya masih saja terus berdering di atas meja karna tidak ada yang mengangkat, Dina masih saja pulas tidurnya. Saat ku lihat siapa yang menelepon, oh ternyata mantannya Bagas, ada apa dia telpon malam2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama suara deringpun berhenti. Ku penasaran ku lihat kembali ponsel Dina, 10 panggilan tak terjawab dan 3 sms yang belum terbaca. Ku lihat ternyata semua itu dari Bagas. Ku penasaran dengan isi smsnya ku coba lihat……</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Haaahhh isinya kok seperti ini, gawat ini aku harus mensetting agar status sms ini belum terbaca. Dina harus baca dan aku tidak mau Dina tau jika aku sudah membacanya, aku tidak mau mencampuri urusan mereka berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Huh bosen nih belum ngantuk. Ku ambil makanan ringan dan ku buka laptopku yang ku bawa sejak dari kampus. Ku pasang usb modem untuk berselancar di dunia maya. Ku buka YM ku dari laptop dan ada pesan offline dari Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vika : Dra lagi pain lo</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Buzz</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dra kok lo offline mulu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mana hp lo gk aktif</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Buzz</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Buzz”</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh Vika sedang mencariku rupanya. Dan kulihat status akun Vika masih online</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra : Sorry Vik gw lagi di kampung</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">gw gk ada sinyal jadi gk bisa OL dari hp</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">ini aja gw pake sim card sodara gw</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika : OOohhh pantesan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ngapain lo pulang kampung Dra</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra : Sodara gw ada yang nikahan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lo sendiri ngapain nyari gw</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika : Mau bahas tugas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra : ada masalah dimananya Vik</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika : Udahlah gw udah gk mood</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lo sih kelamaan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra : Sorry dah</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ya udah senin kita bahas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Besok gw udah balik ke Jakarta kok</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lo gk malmingan Vik</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika : Gk Dra cwok gw sibuk sama tugasnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gw juga sibuk jadi sama2 ngerti aja</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kita udah sepakat untuk jaga jarak dan fokus dulu sama tugas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra :Lo putus Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hoooooorrrrrrrreeeeeeee jeder jeder jeder suara kembang api hatiku menyamput perpisahan Vika dan si artis gagal itu. Akhirnya ada peluang terbuka untukku. Ha ha ha ha ha</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vika : Kagak pe’a</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gw masih pacaran sama dia tapi untuk saat ini</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kita Cuma gk kencan aja selama ngerjain tugas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hubungan sih tetep lanjut</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra : Oh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kembang api yang menyala warna warni di hatiku langsung hilang seketika terterjang hujan badai. Ternyata salah duga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vika : Dra video call yuk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sialan ini kesempatan langka dan aku bingung harus menghadap mana laptopku. Dan pasti ada suaranya jika video call, bisa2 Dina bangun dan tau apa yg ku lakukan. Jika Dina bangun aku langsung menutup laptopku pasti Vika curiga ada apa aku tiba-tiba menutup laptop.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra : Wah Vik jaringan gw di sini edge</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jadi klo video call susah banget</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika : Oh ya udah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sial kenapa dari tadi aku berbohong mulu pada Vika, mulai dari aku pulang kampung, sinyal gk ada pinjem sim card sodara, padahal sengaja ku matikan ponselku sampai ku jaringan edge untuk menghindari video call.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku sign out dari YM, aku sudah tidak bisa berfikir lagi. Aku menyia-nyia kan kesempatan langka ini. Ku alihkan pikiranku kepada browsing2 gk jelas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmm Dra “ suara Dina lirih. Ke tengok kebelakang Dina sudah duduk dengan mata masih terpejam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Langsung saja Dina mendorongku hingga ku terbaring. Dibukanya celanaku dan juga cdku. Langsung dilahapnya batangku yang masih layu tiba2 menjadi keras sekeras-kerasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa basa-basi Dina menaik turunkan mulutnya yang mengulum penisku, sangat cepat sekali. Membuatku meronta-ronta tak karuan menahan rasa nikmat campur ngilu yang menjalar keseluruh tubuhku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jemarinya aktif memainkan kedua telurku, menggelitik seperti anak kecil bermain lonceng. Ku coba meraik kedua bukit indahnya itu tapi tanganku terhempas oleh tangan Dina. Sepertinya dia hanya ingin memuaskanku karna tadi aku belum orgasme.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oouuuggghhh Din tunggu sebentar Din gw gk tahan nih ngilu banget “ badanku mengejang bergerak ke kanan, ke kiri dan ke segala arah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa mempedulikan ucapanku Dina terus saja menaik turunkan mulutnya itu, sesekali Dina mengemut bijiku sampai ditarik2nya. Ku perhatikan wajah Dina ternyata matanya masih terpejam. Apa dia sedang mengigau atau setengah sadar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaakkhhh hhhhhmmmm “ ku ikut menggoyangkan pinggulku mengimbangi permainan mulutnya. Untung saja ku menolak video call dengan Vika. Aku gk akan sempat menutup laptop dengan serangan mendadak Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sekitar 20 menit Dina mengulum penisku dengan rpm sangat cepat dan akhirnya…..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAkkhhhhhhhhh “ Ku muntahkan spermaku di mulut Dina, dihisapnya sampai habis. Setelah habis masih saja mulut Dina mengocok2 penisku seolah berusaha menghisap tetes2 terakhir spermaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hingga penisku mengecil di dalam mulutnya barulah Dina berhenti tapi tetap penisku berada dalam mulutnya. Dina pun tertidur di perutku dengan mulut masih tersumpal penisku. Ku belai rambut Dina hinggaku tertidur pulas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari. “ Aaaaahhhh “ rasa geli menjalari penisku membangunkanku dari tidur pulasku. Ku buka mataku dan ku lihat penisku ternyata sedang di kulum Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ade lo udah bangun duluan tuh, bangunin gw “ ucap Dina. “ Udah ah makan yuk Dra nanti dilanjut lagi “ ajak Dina bangkit dari tempat tidurnya lalu memakai pakaiannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayuk gw udah laper banget nih “ ku pakai pakaianku lalu menuju meja makan dengan semangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di meja makan sudah ada mamanya Dina, kang Karta dan teh Arni.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei Din yuk makan “ sapa mamanya Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa ini, pacar kamu ya Din, ko gk dikenalin sama mama ? “ tanya mamanya Dina itu dengan senyum menghiasi bibirnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya Andra bude “ ku sodorkan tanganku untuk bersalaman dengan mamanya Dina itu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya Listi “ tersenyum menyambut uluran tanganku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia temen Dina mam, satu2nya temen Dina saat ini “ dengan nada ketus seolah Dina menunjukan bahwa saat ini tidak ada orang yang ingin menjadi temannya. Hanya aku saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya semua ini karna Papamu Din, mama juga malu kalo ketemu sodara “ ucap bu Listi dengan nada lirih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudahlah yuk kita mulai ma….. “ ucapan bu Listi terhenti saat melihatku sudah memulai duluan acara sarapan pagi itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pantesan temenmu bisa bikin kamu kelojotan, makannya banyak “ celoteh Bu Listi keheranan melihatku makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hooiii kwalian gak mwakan nantwi mwati lhow “ tanyaku pada kedua wanita birahi itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berisik lo makan aja sana“ emosi Dina nampak memuncak, tangannya langsung menekan kepalaku ke bawah. Hampir saja mukaku menghantap piring yang terisi makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha ha ha ha, temenmu kocak juga Din “ tawa Bu Listi sangat lepas sekali seolah tanpa beban, padahal keluarganya sedang tertipa masalah. Apa karna hujaman penis kang Karta tadi malam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya Din mama seminggu ini di sini mau cek perusahaan di Bandung “ ucap Bu Listi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya mam, hari ini aku pulang ke Jakarta “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudah ya mama tinggal dulu, mama mau belanja. Kasih makan yang banyak tuh temen kamu Din, jangan maunya kamu pake doang “ ejek Bu Listi lalu beranjang dari meja makan dan pergi meninggalkan kami berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh kudanil cepet amat lo makan “ Dina melotot kearahku masih saja keheranan dengan tingkahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah selesai makan kami berdua menonton tv sejenak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sama nyokap lo bocor juga ya Din, nyokap lo orangnya riang, sepertinya keluarga lo bahagia ya “ ucapku membuka pembicaraan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menyandarkan ke kursi “ Dulu memang kami keluarga yang bahagia “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan membuka snack kentang “ Dulu bokap gw tuh orangnya bener, dia pengusaha yg lumayan sukses, bokap gw usaha kontraktor gitu, tapi dia gk mau terlibat proyek pemerintah. Jadi bokap gw tuh Cuma ngerjain proyek swasta aja. Semua jadi berubah saat bokap gw ketemu temen SMA nya sekitar tahun 2008 menjelang pemilu 2009 “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Flash back 2008</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di sebuah restoran seafod, sebuah keluarga kecil bahagia sedang makan malam bersama. Sepasang suami istri dengan 3 anak, 2 perempuan dan 1 laki-laki. Yup mereka adalah keluarga Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini kado buat ulang tahun pernikahan mama ” Dina anak pertama mendapat urutan pertama memberi kado untuk orang tuanya lalu di ikuti oleh kedua adiknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makasih ya sayang, mama sayang kalian semua “ Ibu Listi menciumi kening anaknya satu per satu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din gimana sekolah kamu, sebentar lagi UAN lho, kamu harus belajar yg giat. Nanti papa akan libur kerja selama sebulan sebelum kamu UAN sampai selesai UAN “ Ucap Bapak Dirta ayah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udahlah pa gk usah repot kan ada mama yang ngajarin aku “ jawab Dina dengan tersenyum manis “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( Nyokap gw waktu itu masih sebagai ibu rumah tangga karna bokap gw pengen nyokap gw fokus sama anak2nya. Untuk urusan uang biar bokap gw yang mikirin )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Janji ya kamu belajar yang bener, jangan manja sama mama kamu. Mam kamu jangan manjain Dina ya “ tegas Pak Dirta mengarahkan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ketika keluarga itu sedang asik bercengkraman tiba-tiba sesosok lelaki paruh baya datang menghampiri keluarga itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei kamu Dirta kan, masih ingat denganku tidak ? “ seru lelaki itu sambil menepuk pundak Pa Dirta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh ya ya ya aku ingat, kamu Roni kan “ Pak Dirta berdiri dan kedua pria itu berpelukan. Seorang sahabat yang lama tidak jumpa secara kebetulan bertemu di restoran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kamu mau makan di sini juga ? “ tanya Pak Dirta</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya tapi aku sudah selesai makan dengan kolegaku, sekarang mereka sudah pulang duluan “ jawab Pak Roni.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudah kamu gabung saja dengan kami di sini “ Ajak Pak Dirta mempersilakan sobat lamanya itu duduk di kursi yang masih kosong.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau pesan apa kamu Ron ? “ tanya Pak Dirta</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tidak perlu aku sudah kenyang “ Pak Roni kembali menepuk pundak Pak Dirta</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mereka berbicang-bincang tentang banyak hal, mulai dari kenakalan waktu SMA, rebutan gadis pujaan sampai kepada bisnis yang mereka jalani saat ini. Pak Dirta seorang kontraktor di Jakarta walau skalanya tidak terlalu besar namun termasuk sangat sukses dengan beberapa cabang perusahaan yang ada di Bandung dan Jogja. Pak Dirta juga menjalankan bisnis bahan bangunan secara eceran. Dari yang teri sampai kakap di garap semua, begitu pula Pak Roni</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sedangkan Pak Roni adalah pengusaha otomotif, dia memiliki beberapa showroom di Jakarta, Tangerang dan Bogor. Mulai dari showroom motor, mobil untuk angkutan umum, mobil untuk pribadi sampai kendaraan besar seperti bus dan truk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah kenapa kamu jadi terjun ke dunia politik Ron, apalagi kamu juga ngeluarin uang sampai milyaran begitu ? “ tanya Pak Dirta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya memang sangat besar, bahkan showroom mobilku yang di Bogor aku jual untuk dana kampanye. Sedangkan gaji anggota DPR berapa sih, setahun tuh gk nyampe 1 milyar, masa bakti 5 tahun, gk bakal balik modal. Tapi Gung kamu pikir deh, yang buat usaha kamu maju tuh siap ? kamu buat mall dari yang biasa2 saja sampai yang lumayan elit, buat perumahan dari yang murah sampai yang mahal. Klo gk ada rakyat yang suka berkunjung ke mall, beli rumah mana bisa bisnismu maju. “ dengan meyakinkan Pak Roni menjelaskan alasan dia terjun ke duania politik.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pak Roni memajukan badannya dengan tangan bertumpu pada meja makan “ Sama kayak aku tanpa rakyat yang mau beli produk yang aku jual dari mana bisnisku bisa maju. Aku terjun ke dunia politik jadi anggota DPR dan mengeluarkan dana yang besar untuk kampanye semata-mata hanya untuk membalas budi masyarakat yang sudah turut memajukan bisnisku “ omongan Pak Roni nampak sangat meyakinkan di mata Pak Dirta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kembali ke masa kini</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menyandarkan kepalanya di bahuku, menghela nafas panjang “ Huft setelah pertemuan di restoran itu, Pak Roni jadi sering ke rumah gw membawa anak istrinya. Bagas itu anaknya Pak Roni, hubungan keluarga gw sama dia semakin dekat. Bokap gw akhirnya mutusin untuk mengikuti jejak Pal Roni bernaung di partai yang sama dengan Pak Roni ” Dina kembali bercerita tentang ayahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pemilu 2009 secara mengejutkan bokap gw terpilih jadi anggota DPR sedangkan Pak Roni tidak terpilih. Dari sinilah awal mula bokap gw terjerumus untuk korupsi. Pak Roni yang tadinya berniat baik karna kecewa tidak terpilih akhirnya Pak Roni memiliki rencana yang licik. Dia menunggu kesempatan saat bokap gw ada proyek di komisi DPR nya “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oohh bokapnya Bagas tuh bukan pejabat, gw kira kemaren pas nonton tv dia juga pejabat, pejabat gagal ternyata “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yup dia sakit hati karna bokap gw yang terpilih padahal dia yang ngajakin jadi gitu lah kelakuannya “ Lanjut Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pengadaan kendaraan Dinas untuk instansi2 pemerintahan yang perlu peremajaan kendaraan, tugas bokap gw sebagai anggota DPR, jumlahnya gak sedikit. Inilah kesempatan yang di tunggu Pak Roni, dengan segala hasutannya bokap gw yang tidak enak dengan Pak Roni karna Pak Roni tidak terpilih akhirnya mengikuti rencana Pak Roni “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dengan rekan2 kerja bokap gw di DPR, mereka sering mengadakan pertemuan dengan Pak Roni di rumah gw. Membahas pengadaan kendaraan dinas, dengan Pak Roni sebagai distributornya. Harga yang ditawarkan adalah harga kendaraan dengan fitur yang maksimal tetapi kondisi kendaraan dengan fitur yang minimum. Harga max barang min, sudah pasti keuntungan yang diraih pihak distributor yang dipegang Pak Roni jadi sangat besar “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dan pastinya juga keuntungan yang besar itu di bagi2kan kepada masing2 anggota. Mulai saat itu hampir 70 % aset kekayaan keluarga gw dialihkan atas nama kang Karta. Nyokap gw udah menyadari semua ini dari awal, sejak Pak Roni makin sering berkunjung ke rumah gw setelah pemilu 2009 “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nyokap gw masang alat penyadap di seluruh ruangan di rumah gw kecuali kamar tidur dan kamar mandi saat bokap gk ada di rumah. Juga kamera CCTV di berbagai sudut dengan alasan keamanan. Nyokap gw yang mulai sibuk dengan bisnis keluarga karna bokap gw yang udah gk sempet ngurusin. Walaupun begitu nyokap gw masih sempet ngawasin pergerakan bokap gw beserta teman2 kerjanya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bokap gw semakin asik dengan korupsinya, segala macam pengadaan kendaraan dinas pemerintah di berbagai daerah selalu bekerja sama dengan Pak Roni, sampai2 membuat perusahaan palsu agar lebih leluasa menjalankan praktek korupsinya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saat itulah gw jadi kesepian lalu Bagas sering ikut datang dengan bokapnya. Akhirnya kami sering ngobrol lalu curhat masalah ortu yang makin sibuk dengan kerjaannya. Merasa mempunyai nasib yang sama kami jadi semakin dekat dan akhirnya pacaran. Kami berdua jadi anak yang broken home karna ortu kami yang sudah tak peduli lagi walaupun begitu gw bangga dengan status keluarga gw. Free sex, kehidupan malam, dugem, bir jadi menu sehari-hari gw dan Bagas. Ketenaran karna anak pejabat yang gw raih jadi membuat gw semakin bangga akan kehidupan gw itu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ketika gw sedang asik menikmati kehidupan gw yang menurut gw sempurna itu tiba2 hal yang sudah di prediksi nyokap gw terjadi. Yup bokap gw ketangkep KPK, sebagian besar harta gw di sita KPK kecuali harta yang udah di atas namakan kang Karta. Harta atas nama keluarga gw yang gk disita Cuma rumah sama mobil yang gw pake sekarang, karna menurut KPK harta itu didapat sebelum bokap gw jadi pejabat “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw benci sama ortu gw, ge benci dilahirkan dikeluarga ini “ Tampak air mata membasahi pipi Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Krauk krauk krauk Oowwww sunggwuh trwagis ya “ ku elus pipinya yg basah terkena air mata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tiba-tiba Dina mencengkram leher ku lalu menggoyang-goyangkannya seolah mau melepaskan kepalaku “ Lo tuh ya gk bisa apa serius dengerin cerita gw, lo tuh kan cwok dasar kudanillllll “ kemarahan Dina nampak memuncak</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tangan lo tuh kotor kena cikhi pake elus2 pipi gw segala, ikutan kotor bodoohh pipi gw “ Dina masih sama mencekek leherku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din Din Din gw gk bi bi bisa makan nih lo cekek “ ucapku terbata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina melepas cengkramannya dan menangis, nampak kesedihan di wajah cantiknya itu. Ku peluk erat Dina, kusandar kan kepalanya di bahuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan biarkan diri lo kalah pada kehidupan ini. Seorang perempuan harus kuat, apapun yang terjadi jangan pernah membenci saat lo dilahirkan. Tak masalah jika tidak ada yang memuji lo, selama lo terus tersenyum, hal2 yang membahagiakan akan lo dapati “ bisikku coba menenangkan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan membenci orang tua lo karna seburuk apapun mereka tetap orang yang paling berjasa buat lo. Sekuat apapun usaha lo membalas jasa mereka, tetap saja lo gk akan bisa “ ucapku kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku hapus air mata di pipinya, kali ini tanganku sudah ku lap. Ku belai rambutnya, ke kecup keningnya. Lala ku kecup keningnya sampai tangisannya reda. Ku angkat wajahnya lalu ke kecup bibirnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra thanks ya “ ucap Dina lirih, kembali Dina merangkulku erat dan bibir kami mulai berpagut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pererat rangkulan kami, sambil ku belai rambutnya yang wangi. Tanpa sadar lidah kami sudah saling bermain dalam pagutan. Ku rasakan nafas Dina makin tersengal, ku pejamkan mataku, ku nikmati tiap detik permainan lidah kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina melepas pagutan kami, kepalanya mendongak memberi isyarat padaku untuk menikmati lehernya itu. Aku pun sudah paham dan langsung ku jilati leher Dina dari pangkal leher sampai sela-sela telinganya. Terlihat olehku bulu2 halus kulit Dina berdiri, merinding menerima rangsangan lidahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina mulai menekan kepalaku turun ke bawah menuju payudaranya. Ku keluarkan payudara indahnya sebelah kanan yang masih terbungkus kaos dan bra nya. Ku keluarkan dari atas pakaiannya, sehingga membuat pakaiannya melar. Nampak lebih kencang payudaranya karna tertekan pakaiannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku remas-remas dengan lembut lalu ke emut putingnya yang sudah mengeras. Dina makin menekan kepalaku menjambaki rambutku tak karuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOuuuggghhh Dra enak banget, trs Dra nyot tetek gw yang kenceng “ keliaran Dina kembali muncul, Dina memang selalu liar seperti biasanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHHHmmmmm “ sulit untukku bernafas karna wajahku tertekan payudaranya. Ku lepaskan tekanan Dina pada kepalaku. Kini kami saling memandang berhadapan dengan nafas tersengal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pandangan penuh birahi terpancar dari kami berdua. Ku ambil nafas dalam2 lalu ku rebahkan tubuh Dina di sofa. Ku lepaskan kaos dan branya dan ku lempar entah kemana. Dengan kasar ku remas kedua payudara yang menjulang menantangku, dan ku hisap kedua putingnya bergiliran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina hanya bisa menggelinjang tak karuan sambil menjambaki rambutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouuuggghhh terus Dra, lebih liar lagi Dra “ Dina semakin hanyut dalam birahinya, menekan dan menjabaki ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku buka celana dan cdnya nampak vagina Dina sudah terlumasi lendirnya sendiri. Langsung saja ku masukan jari tengahku kedalam vaginanya. Tanganku yang satunya lagi masih bermain meremasi payudaranya dan mulutku memilin-milin putingnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAkkkkhhhhh sial lo Dra enak banget “ Dina menaikkan tubuhnya saat jariku masuk seluruhnya ke dalam vaginanya. Ku kocok jariku itu membuat Dina makin tak karuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ya ya begitu Dra, hhhhmmmm enak bgt sssssshhhhhhhh “ desah Dina menerima rangsangan di tempat2 sensitifnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tangan Dina mulai mencari-cari penisku tapi ku hindari. Ku angkat tubuh Dina lalu ku posisikan Dina duduk mengangkang. Nampak vagina yang sudah sangat basah memanggil penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Langsung kusapu vaginanya dengan lidahku, tak ada ku biarkan setiap mili vaginanya terlewatkan oleh lidahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhhhh terus Dra “ Dina hanya bisa menengadahkan kepalanya dengan tangan memegangi rambutnya. Nampak seksi sekali dengan pose yang seperti itu. Tanganku merayap kembali menuju putingnya. Ku plintir2 mencari gelombang kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHHmmmmm aaaahhhhh uuuuuuuuuhhhhhhhhhh “ Desahan Dina makin keras, pinggulnya mulai bergoyang menikmati sapuan lidahku di vaginanya. Tubuhnya mengejang tak karuan dan </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Crott crott croottt “ cairan orgasme Dina menyemprot deras membasahi mulutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHhhhhhmmmmmm Dra kontol lo mana “ pinta Dina yang sudah sangat ingin menikmati penis kerasku ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku berdiri di hadapan Dina dan Dina langsung memposisikan mulutnya ke penisku. Tanpa aba2 langsung melahap batang keras milikku. Seolah ingin membalas perbuatanku terhadap tubuhnya tadi. Dina memaju mundurkan mulutnya dengan sangat cepat, lebih cepat dari semalam. tangannya meremasi pantatku dan menekannya hingga penisku masuk lebih dalam di mulutnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Suara decik air liur Dina melumasi kuluman bibirnya di penisku mebuat Dina semakin menjadi-jadi. Kakiku sudah sangat gemetar hingga sulit untukku berdiri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Plup “ suara mulut Dina melepaskan kulumannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina kembali bersandar pada sofa dan membuka kedua pahanya. Ku arahkan penisku menuju lubang kenikmatan yang terus menerus memanggil sedari tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Slleeeeppppp dengan mudahnya penisku menerobos vagina yang sangat licin itu. Dina kembali mengadahkan kepalanya ketas dan mengangkat tangannya. Membuka akses lidahku menikmati area kegeliannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jilati kembali lehernya dengan penis yang terus menerus memompa vaginanya makin kencang. Ku arahkan lidahku menuju sela-sela telinganya lalu turun menuju ketiaknya. Ku jilati ketiak halus tanpa bulu beraroma wangi menggugah rasa birahiku semakin tinggi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ panggil Dina mesra menyebut namak. Ku hentikan sejenak dari aktifitas lidahku, ku tatap matanya yang berbinar penuh arti. Bibir kami saling mendekat, kami pejamkan mata kami hingga bibir kami bertemu. Kurasakan hembusan nafasnya yang begitu lembut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku teringat dengan permainan Bu Listi dengan kang Karta semalam. Ku coba praktekan dengan Dina. Ku balikkan posisi Dina hingga Dina menungging dengan tangan bertumpu pada sandara kursi. Ku masukan penisku ke dalam vaginanya dari belakang. Kembali ku pompa vaginanya dengan RPM yang tinggi, ku tarik rambutnya ku angkat tubuhnya, kuremas payudaranya dengan kasar. Ku jilati tengkuk hingga lehernya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ SSSSSShhhhhhhhhhhhh oooooouuuuuggghhhhhhh Hhhmmmmmm aaaaaaaaakkkkggggg“ Dina hanya bisa mendesah-desah tak jelas. Sepertinya Dina sudah tak berdaya menikmati hujaman kenikmatan yang ku beri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuhnya kembali menegang, vaginanya makin mencengkram erat penisku. “ AAAhhhhhhhhhhhhhhhhhh Dra gw keluar lagi oooooooouuuuuuuuuuuugggggghhhhhh “ terasa cairan orgasme Dina menyemprotkan penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuh Dina yang sudah melepas ku tahan dengan kedua tanganku, ku masih asik memompa vaginanya. Tampa Dina sudah kelelahan meladeni permainanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra cape banget gw Dra “ ucap Dina lirih, seperti memohon padaku untuk menyudahi permainan ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Memek gw udah gk kuat Dra, pake mulut gw aja ya “ ku yang tak tega langsung mencabut penisku pada vaginanya. Ku baringkan tubuh Dina di sofa tapi Dina langsung bangkit dan membaringkanku ke sofa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina pergi kedapur dan kembali dengan membawa botol dingin kulkas “ Siap sayang “ ucap Dina tersenyum.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina meminum air tapi tak ditelannya dan langsung mengulum penisku. “ Hhhhhhhmmmmmmm gila enak banget Din “ sensasi yang diberikan Dina sungguh luar biasa, air dingin yang mengalir membasahi penisku membuat rasa dingin campur nikmat yang baru ini ku rasakan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina memaju mundurkan mulutnya sambil menghisap-hisap penisku dan tangannya ikut mengocoki penisku. Saat rasa dingin di penisku menghilang Dina kembali meminum air dingin dan kembali mengulum penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">15 menit Dina mengulum penisku dengan RPM yang tinggi, terasa penisku mulai mengejang, carian spermaku sudah berada di ujung, dan crot crot crot crot crotttttt semburan spermaku masuk menuju rongga2 mulut Dina. Tak mau berhenti Dina masih saja mengulum penisku sampai mengecil dan “ Plup “ Dina melepas penisku agar penisku bisa tidur dengan nyenyak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina merebahkan tubuhnya di atas tubuhku, nafas kami ngos2an mengakhiri permainan yang semakin liar saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo makin hebat aja Dra “ puji Dina padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan lo yang ajarin Din “ ucapku membalikan pujiannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kamipun tertawa bersama dan tertidur sejenak melepas lelah di tubuh kami. Saat bangun kami baru sadar kalau pintu dan jendela dalam keadaan terbuka. Waduh kalo ada yang liat gimana nih tapi ku lihat tak ada ke kwatiran di wajah Dina. Yah dia memang gitu sih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 8 ( Sisi lemah Dina )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Liburannya udah selesai nih Din “ ucapku lemas membawa barang2 ke mobil.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Belom, kan kita mau jalan2 dulu di Bandung, kita ke gedung satenya “ ucap Dina mengingatkan rencana kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wow kita makan sate, baik banget sih lo “ dengan penuh semangat ku masukan semua barang bawaan kami ke mobil. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gedung sate bodoooohhh bukan makan sate “ dengan sewotnya Dina memperjelas tapi tak ku pedulikan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kang fotoin kita berdua donk “ pinta Dina pada kang Karta sambil mengalungkan tangannya ke leherku dan menarik kepalaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii gw belowm siwap nih, mulwut gw masih pwenuh “ protesku karna poseku sangat gk banget. Dengan pipi yang mengembung karna mulutku tersumpal penuh dengan makanan. Pasti fotonya jelek deh.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk kang Karta pergi dulu ya “ Dina pamit pada kang Karta. Kami pergi menuju gedung sate, sudah pasti untuk makan sate he he he he.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hoooaaaammm ngantuk plus bosen nih Din ganti lagu donk “ ku mulai bosan dengan lagu2 korea yang di putar Dina di mobil. Huh dasar cewek terkena demam korea.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo bawel amat sih, nih liat ini aja “ Dina menaikkan baju dan juga branya sehingga payudaranya menyembul keluar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi gak jadi deh he he he he “ langsung ditutup kembali baju dan branya itu. Hanya membuat ku penasaran saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makin gede aja tuh toket lo Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya lah lo grepein mulu tiap hari “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di gedung sate tiba-tiba wajah Dina menjadi pucat “ kok kepala gw pusing ya, vertigo gw kayaknya kambuh nih “ Dina menurunkan posisi jok mobilnya supaya dia dapat rebahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kenapa Din ? kita ke dokter aja yuk “ tanyaku kwatir dengan keadaan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw lagi gk bisa bawa mobil Dra, gw istirahat sebentar aja “ ucap Dina memejamkan matanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw bisa nyetir ko, lo pindah ke jok gw aja “ ucapku lalu membantu Dina pindah ke jok sebelah. Dan aku menyetir mobil Dina menuju rumah sakit terdekat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat di rumah sakit ku bangunkan Dina tapi gk bangun2 “ Din Din bangun Din kita sudah sampai “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina masih saja tertidur, oh apa dia mati “ Dinaaaaa jangan mati Din nanti siapa yang mau kasih jatah makan tambahan ke gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bodoh mana mungkin gw mati meninggalkan cowok kelaperan kayak lo “ Dina perlahan membuka matanya dan bangun. Ku papah Dina masuk ke dalam rumah sakit.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">setelah dokter memeriksa Dina “ Ini saya kasih resepnya, kamu jangan kecapean dulu ya “ ucap dokter memberikan resep obat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah ku tebus obat Dina kami langsung menuju mobil “ Kita balik lagi ke Villa aja ya, klo lo udah mendingan baru kita balik ke Jakarta “ ucapku </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ udah kita langsung balik aja ke Jakarta, besok kan kuliah, klo udah minum obat juga sembuh kok, udah biasa gw Cuma lupa bawa obat aja dari rumah “ Dina bersikeras untuk pulang ke Jakarta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah kita makan dulu deh biar lo bisa minum obat “ ku stater mobil mencari tempat makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat di rumah makan “ tumben makan lo dikit banget Dra “ tanya Dina melihatku yang tak biasanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masih kenyang “ jawabku yang kwatir sekali dengan keadaan Dina, hingga tak bernafsu makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah makan dan Dina meminum obatnya kami pun pergi kembali ke Jakarta. Saat masuk ke dalam mobil Dina langsung merebahkan tubuhnya dan tertidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Beban Dina memang sangat besar, untunglah dia tidak pingsan tadi. Kehidupan sedang kejam terhadap dirinya tapi aku yakin nanti Dina pasti dapat menemukan kembali kebahagiaan sejati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku jadi berfikir sebenarnya hubungan aku dengan Dina apa ????? temen ? tapi sampai bersetubuh, pacar ? tak pernah ada pengakuan antara aku dan Dina. Walaupun tak dapat ku hindari luapan perasaanku yang mulai mencintainya, tapi cintaku pada Vika masih sangatlah besar. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oohhh aku jadi merasa bersalah pada Vika, kenapa tadi malam ku bohongi dia. Harusnya aku tak membuka laptopnya, harusnya aku tak online. Hai hai hai mengapa aku jadi terbawa perasaan yang merepotkan seperti ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ Dina terbangun lemas, sepertinya dia sudah mendingan. Ku tatap wajahnya “ lo udah baa wwwwwweeeeeeeeeeeeekkkkkkkkkkkkk “ entah iblis apa yang merasuki dirinya tiba2 saja Dina mencekikku. Reflekku langsung meminggirkan mobil lalu berhenti.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ LO GK BILANG KLO BISA NYETIR, NGEBIARI SEORANG LADY JATUH SAKIT “ dapet energi darimana Dina bisa mencekikku dan marah seperti itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ lo lo lo gk gk na na na nya sih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ TERUS KLO GW GK NANYA LO JADI TEGA GITU HAH “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ soooo rrrryyyy Din “ ku tergeletak lemas tak berdaya, mata ku pejamkan dengan lidah menjulur keluar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra Dra Dra kenapa lo, jangan mati Dra gw gk ada niat matiin lo kok “ ucap Dina lirih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masasih gw udah mati, perasaan belom deh “ ku tersenyum dengan mata masih tertutup.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ JEEEDDDEEERRRRRR “ jitakan Dina telak mengenai ubun2ku. Dina memalingkan wajahnya ke arah luar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah yuk lanjut Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya “ wow ketus sekali Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hujan deras campur badai mengiringi perlajanan kami saat di jalan tol, dan Dina masih saja cemberut tak mau memperlihatkan wajahnya kepadaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Haiiii cantik kok cemberut “ waduh masih saja Dina terdiam memalingkan wajahnya. Sepertinya marah besar nih</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din ini kan tol cipularang yang terkenal angker itu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Konon dahulu saat jaman Belanda, di sini tuh terkenal dengan gadis2 cantiknya. Dan ada 1 gadis yang paling cantik, jika gadis itu lewat di tengah sawah maka laki-laki yang sedang memacul di sawah tanpa mereka sadari pacul mereka mengenai kaki. Karna mata dan pikiran para lelaki hanya tertuju pada gadis itu. Bahkan Mereka tidak akan terasa sakit terkena pacul dan akan berasa saat gadis itu hilang dari pandangan mereka “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Banyak menir2 Belanda yang jatuh cinta pake banget lagi sama gadis itu. Tapi gadis itu menolak pinangan menir2 Belanda itu. Karna kesal menir Belanda menghabisi seluruh keluarga gadis itu, betapa marah dan bencinya gadis itu terhadap para menir “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Untuk membalas dendam gadis itu merencanakan sesuatu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jeger jeger jeger suara petir bersaut-sautan. Ditengah hantaman petir yang menggelegar terdengar suara musik khas daerah ini dan terlihat seorang gadis menggunakan kebaya seksi meliuk-liukan tubuhnya mengikuti alunan musik tersebut. Yup gadis yang menari itu adalah gadis kembang desa ini, yang keluarganya dibunuh oleh para menir “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia menari ditengah sorak-sorai para menir yang dilanda mabuk. Tangan-tangan jahil para menir menjamahi tubuh gadis itu. Dengan senyum penuh air mata di hatinya gadis itu menyambut tangan-tangan jahil itu dengan lebih bergairah. Di arahkan tangan2 itu menuju area yang menyenangkan pada tubuh gadis itu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( stop stop stop, kenapa jadi cerita erotis ya, kan niatnya mau cerita horor )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Balik ke gadis itu singkat kata singkat cerita</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Setelah para menir asik berpesta minuman keras di temani tarian kembang desa itu. Mereka di ajak oleh gadis itu ke sebuah rawa. Gadis itu membuka seluruh pakaiannya dan merebahkan tubuhnya di atas rawa “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Silakan jilati seluruh tubuhku puaskan aku hai para lelaki tampan. Ucap gadis itu seolah memohon kenikmatan dari para menir. Di tengah guyuran hujan dan dentuman petir dengan nafsu yang sudah kepalang besar menir2 itu menjilati bagian2 tubuh wanita itu, dari ujung rambut sampai ujung kaki “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( Ssttttoooooppppp kenapa ceritanya erotis lagi sih )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sabar napa bentar lagi nih nyampe nih sisi horornya. Gw rebus lo, balik lagi ke rawa2</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Menir2 yang sedang dimabuk birahi tiba2 satu persatu tergeletak dengan tubuh mengejang hebat, wajah putih khas bangsa eropa berubah menjadi biru gelap. Ahhh ternyata gadis itu telah melumuri tubuhnya dengan racun kalajengking. Racun yg tidak mematikan tapi hanya melumpuhkan, racun yang tidak luntur terkena sapuan air hujan yang mengenai tubuh gadis itu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saat raungan penderitaan para menir yang bersaut-sautan seolah bersaing dengan suara petir. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gadis itu mengambil sebilah pisau dari baju yang dia lepaskan tadi. Satu persatu mata para menir itu dicongkel. Jeritan kesakitan dari para pria bejat itupun semakin keras, disambut lolongan srigala lapar dari hutan. Seolah srigala2 itu tahu bahwa akan ada makanan di rawa nanti. “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Setelah puas gadis itu membalaskan dendam keluarganya, dengan pisau yang berlumur darah dia tusukkan kejantungnya sendiri. Gadis itu mati di tengah penderitaan para menir. Para menir tidaklah mati karna perbuatan gadis itu tapi mati karna tercabik-cabik srigala lapar dari hutan yang sudah mencium aroma darah dari rawa2 itu “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Arwah para menir tidaklah tenang, setiap hujan badai arwah2 itu mencari gadis yang sedang marah saat perjalanan untuk membalaskan dendam mereka. Dan itu di belakang lo siapa Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sontak saja Dina ketakutan langsung memelukku erat. Tubuhnya bergetar begitu hebat, terdengar suara isak tangis yg sangat memilukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jahat banget sih, nakut2in. Mana di rumah gw sendiri lagi, pokoknya lo harus nginep temenin gw “ ucap Dina, air mata nampak membasahi pipinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makanya jangan cemberut aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abisnya tega banget ”</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pukul 02.00 siang sampai di rumah Dina disambut oleh mba Tia untuk membantu membawa barang bawaan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huft lelahnya “ Dina merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bentar ya Din “ ku keluar kamar Dina menuju ruang makan. Laperrrrr nih sehabis perjalanan jauh. Kira2 mba Tia masak apa ya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh mas Andra, mau makan mas “ sapa mba Tia yang sedang mempersiapkan makanan di meja makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Mba “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Silakan Mas “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat sedang asik melahap makanan yang tersaji di hadapanku tiba2 saja Dina muncul dan duduk di sebelahku. Dengan tubuh yang masih lemas Dina menyandarkan kepalanya di bahuku tanpa mengucapkan sepatah katapun.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk makan Din, ntar mati lho “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Suapin “ ucap Dina lemas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sejak kapan nih cewek jadi manja gitu. Ku suapi Dina dengan lembut, sangat lembut hingga setiap 1 suapan untuk Dina ku suap makanan 5 kali untukku. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo nginep di sini dulu ya Dra, gw takut gara2 lo nih, mana kondisi gw masih ngedrop “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo besok gk usah kuliah aja Din istirahat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi lo juga ya, lo ngerjain tugas di sini aja, kan lo bawa laptop, pulang sore. Kelas mah udah gk penting yang penting tugas lo kelar “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Waduuuuhhh padahal kan gw udah janji sama Vika untuk bahas tugas hari senin. Memang sih semester akhir sudah berkurang aktifitas pelajaran agar para mahasiswa fokus pada tugas akhirnya saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah janji sama temen gw Din untuk bahas tugas besok di kampus “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan selasa bisa, suruh temen lo ngerjain aja dulu terus selasa baru dibahas bareng. Gw kasih makanan yang banyak deh biar lo betah di sini Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Klo janji sama si pelatih pesut sih gk masalah ku cancel, tapi kalo janji sama Vika itu bisa dilema.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bentar gw sms temen gw dulu Din “ ucapku seraya mengambil ponsel dari sakuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik gw gk enak badan nih kayaknya besok gk bisa masuk, jadi kita bahasnya selasa aja ya “ ku kirim pesan ke nomor ponsel Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak berapa lama Vika pun membalasnya “ Ah lo gimana si Dra, gw lagi buntu nih udah 2 hari gk bisa ngerjain tugas. Please ya besok lo masuk, gw kasih makanan yang banyak deh biar lo sehat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh may oh may kedua wanita itu menjanjikanku hal yang sangat istimewa. Makanan dari Dina atau dari Vika nih yang aku pilih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aha cring, lampu di kepalaku menyala “ Din klo 3 jam aja gw ke kampus terus gw balik lagi ke sini gimana ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah gw kurangin jatah makan lo “ waduh gawat nih</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bentar2 gw sms temen gw lagi “ kembali ku keluar ponselku dari saku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik kalo malem sekitar jam 7 gw ke rumah lo bahas tugas gimana ? “ sms ku kembali pada Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah gw kurangin jatah makan lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sialan keduanya sama2 mau kurangin jatah makan buatku. Apa otak kedua wanita itu satu jenis ya. Galau level 11 nih kalo begini. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah deh gk papa jatah makan gw lo kurangin Vik. Oke ya besok jam 7 malem gw ke rumah lo “ akhirnya kuputuskan memilih Dina, biarlah makanan dari Vika berkurang toh keduanya tetap memberiku makanan. Sekalian modus ngapelin si Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya “ tulis Vika dalam smsnya disertai emoticon marah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke Din gw besok temenin lo seharian “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah gitu donk “ ucap Dina dengan senyum menghiasi bibirnya. “ Muach “ kecupan Dina menyambangi pipiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat malam hari tiba di pinggir kolam ikan rumah Dina, ku duduk termenung memandangi kolam itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Guk guk guk guk guk eeerrrrrrrrrr “ suara gonggongan anjing Dina sedari tadi tak bisa diam. Aku yang sudah terbiasa dengan suara itu sudah tidak takut lagi. Karna di kandangin juga sih jadi gk ngeri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Brisik lo njing ntar ikannya kabur nih gk mau makan umpan gw “ bentakku pada anjing itu karna mengganggu aktifitasku memancing di kolam ikan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sambil menunggu ikan nyangkut di kail ku, ku kipasi bara api untuk bakar ikan nanti.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ EH KUDANIL ITU IKAN2 KESAYANGAN ADE GW NGAPAIN LO MAU PANCING, SEGALA ADA PANGGANGAN LAGI “ seru Dina dari depan pintu rumahnya. Sejak kapan si Dina muncul.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ He he he iseng Din abis bete gw di rumah lo gk ada yang menarik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menghampiriku lalu menjewer telingaku “ Sini lo masuk ke dalem, kalo lo lepas dari pengawasan gw bisa2 anjing gw lo sate “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din sakit Din klo gw mati terus arwah gw gentayangin lo gimana “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Diem deh jangan omong serem2 mulu “ langsung saja tubuh Dina gemetaran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 9 ( Tidak Ingat )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari ku buka mataku dan ku lihat di sampingku sudah tidak ada Dina. Terdengar suara gemerincik air dari dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur Dina. Ternyata Dina sedang mandi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku beranjak dari tempat tidur untuk pergi ke dapur. Ku langkahkan kakiku “ GUBRAAAAAKKKKK “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sialan siapa yang merantai kakiku di tempat tidur hingga ku jatuh tersungkur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Crek “ suara pintu kamar mandi terbuka, Dina keluar dengan tubuh berbalut handuk biru.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pagi Andra “ sapa Dina dengan wajah tersenyum puas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii cumi bakar pasti ini kerjaan lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis klo gk gitu bisa2 isi kulkas gw abis lo makan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lepasin gk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmmm Gimana ya, tuh ambil sendiri “ ucap Dina sambil mengambil kunci dari laci meja lalu melemparnya jauh dari jangkauanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk nyampe Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina membuka handuknya tanpa memperdulikanku. Diremas-remas payudaranya dihadapanku. Diambil kunci rantai yang dia lempar lalu digigitnya. Kembali Dina menggodaku yang tak mampu aku menjangkaunya. Dina meremasi payudaranya dengan mulut yang sedang menggigit kunci rantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din jangan bercanda deh lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya2 bentar gw pake baju dulu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah mengenakain baju putih ketat dengan celana pendek motif bunga2 Dina membukakan rantai yang mengikat kakiku. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mandi dulu sana baru kita makan “ senyum Dina penuh rasa puas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmm “ Akupun mengambil peralatan mandiku dari tas dan berjalan menuju kamar mandi, bagus juga kamar mandinya. Ada tempat berendamnya juga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah mandi ku lihat Dina sudah tidak ada di kamar, mungkin sedang menungguku sarapan. Ku ambil pakaianku dari dalam tas. Aha ada kaos putih juga nih, pake ah biar keliatannya couple gitu sama Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah memakai baju akupun bergegas menuju meja makan. “ Hai Din, gimana keadaan lo ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah mendingan Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Thanks ya udah mau temenin gw “ ucap Dina penuh dengan senyum.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din gw penasaran sama lo Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Penasaran apa Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok lo bisa tau sih nama gw pas di tukang ketoprak, padahal kan kita belum kenalan sebelumnya ? kalo gw kenal lo sih wajar semua orang di kampus kenal lo, nah klo lo yang kenal gw itu yang bingung “ tanyaku sambil menyendok makanan ke piring yang ada di hadapanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo lupa sama gw Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lupa ????? “ ucapku keheranan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waktu pertama masuk kuliah pas ospek, itu pertama kali kita kenal “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmm masa sih “ Ku heran kapan kami pernah kenalan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waktu itu lo yang nolongin gw pas gw mau diperkosa sama senior2 “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Flash back saat masa ospek Andra dan Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kak saya mau di bawa kemana ? “ ucap seorang gadis dengan kemeja putih, rok hitam dan rambut di kepang 2 serta name tag besar di dadanya bertuliskan “ DINA “ saat digiring menuju kantin kampus dengan 3 orang senior lelaki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makanya kamu tuh kalo disuruh senior jangan ngebantah “ ucap salah satu senior.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bukannya ngebantah tapi saya gk bisa kak “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah jangan bawel, terima aja hukuman dari kita “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kak kok tumben kantin jam segini sepi “ Dina semakin gemetaran saat melihat kondisi kantin yang tak biasanya. Biasanya kantin tutup sekitar jam 4 sore tapi masih jam 1 siang sudah tidak ada orang sama sekali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bro pegangin dia bro, jatah pertama buat gw “ perintah salah seorang senior kepada 2 orang temannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kak apa2an…… “ mulut Dina langsung di bekap oleh kedua tangan lelaki yang memeganginya itu sebelum sempat meneruskan kata2nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di sudut kantin lainnya muncul seorang pria, clingak clinguk “ Huh ko sepi nih kantin “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pria dengan kemeja putih, celana hitam dan kepala botak serta name tag besar di dadanya bertuliskan “ ANDRA “. Itulah peraturan ospek untuk mahasiswa baru.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oi oi ooii “ seru Andra kepada 3 orang senior dan juga Dina saat melihat mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gawat coy kita kabur kalo dia ngelapor bisa gawat nih “ ketiga senior itupun kabur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra berlari menuju mereka tapi mereka sudah terlanjur jauh larinya. Hanya Dina seorang diri terdiam dengan air mata membasahi pipi serta tubuh yang gemetar ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh ternyata mahasiswa juga, kirain yang jualan di kantin “ ucap Andra seraya memandang ketiga senior yang lari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Mbak yang jualan di kantin ya ? “ tanya Andra menoleh ke arah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok jam segini udah tutup sih mbak ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh kok nangis mbak, mereka gk bayar ya mbak makan di warung mbak ? ”</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pantesan sepi nih kantin mahasiswanya pada gk mau bayar sih, padahal gw laper banget nih “ ucap Andra sedikit sewot</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina masih terisak-isak, dia masih ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudahlah gw cari makan di luar kampus aja, gak asik kantin kampus nih “ Andra berlalu untuk meninggalkan kantin</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh tunggu gw ikut “ ucap Dina sudah mulai tenang. Langkah Andra pun terhenti sejenak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mbak laper juga ya ? kasian mbak ya, gara2 mahasiswa tadi makan semua dagangan mbak tapi gk bayar “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Thanks ya, gw traktir deh lo “ ucap Dina yang sudah tak ada ketakutan lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wahhh ternyata mbak murah jantung sekali, padahal dagangannya gk dibayar malah mau traktir saya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yang bener murah hati “ mereka pun pergi berlalu mencari makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kembali ke masa kini saat di meja makan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saat itu pertama kali kita kenal, sejak itu gw suka perhatiin lo, tapi lo cuek2 aja. Gw kan gengsi klo negor lo duluan, masa cewek negor cowok duluan. Lama2 gw jadi cuek sama lo karna semakin banyak orang yang deketin gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ EH KUDANIL LO DENGERIN GW GAK SIH “ omel Dina saat melihatku sedang asik dengan makanan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmm “ ku hanya menganggukkan kepalaku saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah ku telan semua makananku ku lihat Dina yang cemberut “ Ohhhh jadi lo mbak yang jualan dikantin “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sampe sekarang masih nyangka cewek yang di kantin dulu itu penjual makanan ? Itu gw mahasiswi sama kayak lo kudanillllll “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohhh itu lo toh, abis dulu cupu sih jadi gw kira yang jualan di kantin “ ucapku santai</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina nampak geram denganku dan menjewer telingaku “ LO PIKIR WAKTU ITU LO GAK CUPU APA HAH“</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra lo udah kelar makannya “ masih aja Dina terkejut denganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bete nih enaknya ngapain ya Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berenang yuk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kolam ikan lo kecil Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang mau berenang di kolam ikan, di belakang tuh ada kolam renang. Sebenernya lo pinter gk si Dra “ ucap Dina menundukkan kepalanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh gw kira berenang di kolam ikan lo. Tapi gw gk punya baju renang Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk usah pake baju aja, gw juga gk pake baju kok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Wow bakal seru nih “ Oke ayo kita kemon “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami pergi meninggalkan meja makan, menuju kolam renang yang berada di halaman belakang. Pemandangan yang bagus, kolam renang yang luas dengan tembok grafiti pemandangan pedesaan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah kami menanggalkan seluruh pakaian kami “ Jeebuuuuurrrrrrr “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii kudanil main nyemplung aja, pake sunblock dulu terus pemanasan biar gk kram. Males gw gotong2 lo klo kram “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya ya “ ku naik ke pinggir kolam renang menghampiri Dina yang sedang melumuri tubuhnya dengan sunblok.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andukin dulu badan lo nih, terus pake sunblock “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ya ya “ ku handuki tubuhku supaya kering.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pakein sunblock ke punggung gw donk Dra “ pinta Dina memberi sanblock padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku lumuri sunblock pada punggung Dina secara merata lalu ku turunkan tanganku menuju kedua paha mulusnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmmm “ Lenguh Dina saat tanganku mengusap pahanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku mulai raba selangakangannya Dina menyambut dengan membuka sedikit pahanya itu. Ku mainkan jariku di sekitar vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooohhhhh “ desah Dina meresapi permainan jariku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku balikkan tubuh Dina lalu ke terkam bibir indahnya yang sedari tadi mendesah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra gw pakein lo sunblock dulu ya “ ucap Dina melepas ciumanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mulai dari wajahku Dina mengoleskan sunblock dengan lembutnya, lalu turun menjamahi leher menuju dadaku kemudian perut. Seketika ku merinding merasakan sentuhan jemari lembut Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lalu Dina membalikan tubuhku, menggosok punggungku hingga merata, tangan2nya mulai jahil menjamahi area sensitifku. Merabahai selangakanganku, membelai bulu2 penisku. Ditempelkan tubuh Dina dengan tubuhku, tangan Dina masih aktif menggelitik selangkanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini musti dikasih sunblock juga biar gk kebakar “ bisik Dina saat jemarinya mulai melumuri penisku yang perlahan mulai tegang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di olesi sunblock di penisku dengan begitu lembutnya “ Geli banget Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku arahkan wajahku menuju wajahnya. Seperti sudah mengerti maksudku, Dina menyambut bibirku yang mendekati bibirnya. bibir kami pun menyatu, ku belai paha mulus Dina, ku cari2 letak vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Binggo lubang vaginanya berhasi ku temukan, lalu ku belai lembut. Kami saling memainkan kelamin kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOooohhhhhh Jadi gini nih pemanasan sebelum renang Din“</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sssshhhhh iya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Penisku yang sudah berdiri maksimal dan vagina Dina sudah basah. Seperti saling memanggil, ku balikkan tubuh Dina lalu ku tuntun menuju kursi pantai yang ada di pinggir kolam renang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku rebahkan tubuh indah tanpa berbalut apapun, hanya kalung pemberianku yang menghiasi tubuhnya. Dengan sigap Dina membuka kedua kakinya memberi akses penuh kepada penisku untuk memasuki vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOooooooooouuuuuuuuugggggghhhhhhhh “ Lenguhan kami bersautan ketika batang penisku menghujam seluruhnya memasuki liang vagina Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pompa penisku perlahan mencari setitik kenikmatan “ Aaaaakkkhhhhh Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohhh terus Dra “ Dina ikut menggoyangkan tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah Dra berenti dulu “ pinta Dina saat kami sedang dimabuk birahi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku pun bangkit dan membantu Dina untuk berdiri </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita lanjut di kolam renang aja Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami langsung memasuki kolam renang, ku raih tubuhnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lomba renang yuk Dra “ hah kok jadi ngajakin lomba renang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Suruh sabar ya kontol lo he he he “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke sapa takut “ ucapku menerima tantangan Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yang kalah kena hukuman ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hukuman gimana Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terserah yang menang lah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami menuju ujung kolam renang, Dina berada di sebelah kiriku dan mengambil kuda2 untuk meluncur ke kolam renang. 1….2….3 meluncur, saat ku muncul ke permukaan ku perhatikan depan, kiri dan kanan ternyata tidak kulihat Dina. Pasti Dina berada di belakangku, saat ku meluncur di hamparan air, sambil ku berfikir hukuman apa yang cocok buat Dina. Berani2nya dia menantangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HAAAAHH “ mataku terbelalak terkejut melihat Dina muncul ke permukaan air di ujung kolam renang. Jauh meninggalkanku, bagaimana si cumi bakar itu bisa menahan nafas begitu lama dan berenang secepat itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOooiiiiii kudanil gw menang nih “ teriak Dina merasa senang telah mengalahkanku seraya melambaikan tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hos hos hos “ nafasku tersengal lelah setelah sampai ujung kolam renang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kuat ya tahan nafas di air Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha ha ha gw menang, hukuman apa ya yang cocok buat lo Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya terserah lo deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aha lo jilatin memek gw aja deh sampe gw puas “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh Cuma gitu aja, ya udah yuk naik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo naik mah bukan hukuman namanya, lo jilatin di sini “ ucap Dina seraya menunjuk selangkangannya yang berada di dalam air.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mana kuat gw nahan nafas sampe lo puas “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Boleh lah sekali2 ambil nafas “ ucap Dina mengedipkan sebelah matanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah cepetan jilat “ pinta Dina seraya tangannya menekan kepalaku agar memasuki air untuk menjilati vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Blub blub blub “ wow pemandangan yang menarik saat ku lihat bulu2 kemaluan Dina melambai-lambai terkena tekanan air.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jilati vagina yang terlihat lebih merekah di dalam air. Ku permain dengan ujung lidahku kelentitnya. Tangan Dina semakin kencang menekan kepalaku dan juga menjambaki rambutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku masukan jari telunjukku ke dalam vagina Dina, sementara lidahku menyapu klitoris Dina yang makin halus terendam air. Terdengar sayup2 suara desahan Dina “ OOooooohhhhhh enak Dra “.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah hah hah “ ku muncul ke permukaan untuk mengambil nafas, jemariku masih menusuk-nusuk vaginanya di dalam air. Dengan nafasku yang tersengal Dina langsung memberi nafas buatan dengan mulutnya. Tapi bukannya memberiku nafas buatan malah tak memberiku kesempatan bernafas lega. Lidahnya merogoh rongga2 mulutku, naluriku menuntun untuk beradu lidah dengannya. Lidah kami saling mendorong, menjilati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina melepas pagutannya di mulut kami “ Ayo laksanakan hukuman lo lagi “ Dina mendorong kembali kepalaku masuk ke dalam air menuju vaginanya. Kembali ku jilati vaginanya. Ku hisap liang surgawi Dina. Dina mulai menggerakkan pinggulnya, terasa vagina Dina makin licin, sepertinya lendirnya sudah mulai melumasi vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kembali bangkit untuk mengambil nafas “ Bisa mati gw Din klo begini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Namanya juga hukuman, payah lo gk bisa lama nahan nafasnya. Liat nih “ Dina langsung turun masuk ke dalam air. Di sana dia mulai mengurut-urut penisku yang belum tegang lalu mengulumnya “ AAkkkhhhhh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Otot2ku yang tegang karna berada di dalam air semakin tegang ketika mulut Dina melahap penisku yang masih tertidur hingga berdiri tegak mengeras. Dimainkannya kedua bijiku dengan jemarinya hingga terasa ngilu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cukup lama Dina bermain dengan penisku di dalam air, dia memang kuat menahan nafas. Terasa kedua pahaku dicengkram kuat oleh Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat Dina muncul dari dalam air dengan tersenyum puas. Bukannya mengambil nafas dalam2 Dina malah menyergap bibirku, mengulumnya, menggigit pelan bibirku. Di arahkan tubuhku menuju pojok kolam renang sambil bibir kami saling berpagutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah sampai di pojok Dina menaikkan 1 kakinya, mengarahkan penisku menuju liang vaginanya. “ Blessssssss “ sekali hentang penisku sudah masuk seluruhnya di vagina Dina. “ Oooouuugghhhhh “ lenguh kami melepaskan rasa birahi yang tertunda sedari tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku gerakan pingguku diikuti pula oleh Dina. Ku jilati leher jenjangnya, Dina mengadahkan kepalanya agarku lebih leluasa menjelajahi lehernya. Tanganku merayap mulai dari pinggulnya naik menuju pinggangnya yang ramping dan berhenti di kedua bongkahan payudaranya yang semakin lembut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku remasi payudaranya lalu ku plintir2 putting y coklat kemerahan. “ Ouuuughhh Dra “ Dina mencengkram kuat pundakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sssssssshhhhhhh Din “ ku arahkan bibirku menuju putingnya yang mulai mengeras. Ku jilati putingnya, ku hisap2 sesekali ku gigit pelan. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAakkkkkkkhhh gila lo Dra enak banget “ Dina mempercepat gerakan pinggulnya, berburu mengejar kenikmatan yang semakin lama semakin menjadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din oooooooohhhhhhh “ ku ikut pempercepat pompaan penisku di vagina Dina. Gemerincik riak2 air berncampur buih2 air menghiasi persenggamaan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku angkat kedua tangan Dina, terpampang ketiaknya yang putih mulus. Ku jilati perlahan dari pinggir payudaranya hingga ke ketiak Dina hingga lengan dalamnya. Bergantian kiri kanan. Dina semakin menggelinjang tak karuan merasakan nikmat bercampur rasa geli yang ku berikan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setengah jam kami berbaur dalam birahi. Tubuh Dina nampak menegang, otot2 vaginanya terasa berkedut mencengkram penisku sangat kuat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Drrraaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh “ desahan Dina sangat keras mengiringi orgasmenya yang begitu dahsyat. Terasa sekali cairan orgasmenya menyembur, melumuri penisku di dalam vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga keluar Dinnn ooouuuuuugggggggggghhhhhhhhhhhhhhhh “ tubuhku juga menegang mengantarkanku menuju puncak kenikmatan bercinta “ Crot crot crot crot crot “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kecupi bibir Dina mengakhiri persetubuhan kami. Tubuh kami yang sudah sangat lemas jatuh hampir tenggelam, untunglahku sigap, ku papah Dina naik ke pinggir kolam renang. Kami berdua rebahan di atas kursi pantai di pinggir kolam renang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ hufffttt cape banget Din main di dalam air “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya lah gerakan kita ngelawan tekanan air pasti cape “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh bincang2 gw gk pernah ngeliat ade lo Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pulang malem mulu ade2 gw, semalem pulang lo sih udah tidur “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pagi juga udah gk ada, mang kemana sih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ gk tau gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hooooaaaaammmm ngantuk gw Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama gw juga ngantuk, ke kamar aja yuk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami pun membersihkan diri di shower yang ada di pinggir kolam renang lalu mengeringkan tubuh kami dan memakai kembali pakaian kami. Setelah itu kami bergegas menuju kamar untuk tidur melepas lelah sehabis bercinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sore hari menjelang malam di suatu sudut ruangan rumah Dina “ Huuuoooowwww kenyang banget gw “ kami duduk berdua memakan makanan yang tersedia sambil menonton tv.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yah lo udah mau pulang ya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yoi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kapan lagi nih kita jalan2 Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waduh gw lagi sibuk2nya nih Din. Nanti deh gw cari waktu senggang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya sih gw tau, hhmmmmmm gimana ya “ Dina nampak kecewa tapi mau bagaimana lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah mau malem Din gw pulang ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah hati2 ya kudanil “ ucap Dina sangat manis tapi ngeselin ujungnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Besok lo masuk kuliah kan Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya, jangan lupa jemput gw ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku berlalu menuju tempat motorku terparkir diantar oleh Dina. Ku starter motorku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh kudanil bawa tuh barang2 lo, lo pikir kamar gw gudang apa “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya ya gw lupa. Haduh mana berat lagi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kembali memasuki kamar Dina mengambil barang2 bawaanku. Setelah semua beres ku bergegas menuju kosan ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di kosan rasa lelah masih menghinggapi tubuhku. Ku rebahkan tubuhku ke kasurku, tanpa ku sadari ku mulai terlelap.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat pagi hari ku terbangun terasa segar tubuhku karna tidur cukup lama. “ EEEEEEEE aaaaaaaaaaaaaa “ kurenggangkan otot2ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah “ sial aku lupa klo aku janji ke rumah Vika semalam. Ku cek ponselku banyak panggilan tak terjawab dan sms dari Vika. Isinya menanyakan keberadaanku karna tidak angkat telpon dan sms darinya, serta amarahnya padaku yang tak kunjung tiba.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku coba hubungi Vika tapi tidak ada jawaban, pasti Vika marah nih. Langsung ku menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar kos ku. Setelah mandi dan rapi2 ku bergegas menuju kampus. Ku pacu kendaraanku dengan kecepatan maksimal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lupa ku jemput Dina terlebih dahulu. Eh kenapa ku lebih ingat janji kepada Dina dari pada janji kepada Vika. Otakku sudah mulai tak beres rupanya. Setelah ku jemput Dina kembali ku pacu kendaraanku. Dina hanya terdiam memelukku erat karna kecepatanku berkendaraan sangat cepat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah ku turunkan Dina di tempat biasanya, ku ke kampus lalu ku masuk kelas. Ku lihat Vika beserta teman2 di sana sedang berkumpul.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Silakan2 dimakan, semalem gw masak kebanyakan, ini dimakan juga snack2nya, gk usah malu2 “ ucap Vika mempersilahkan teman2nya untuk memakan hidangan yang lumayan banyak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wow lagi ada pesta ternyata “ ku hampiri tempat Vika dan teman2 berkumpul.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jleeebb “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAaaaauuuuuuuuuuuuwwwwwwww “ teriakku kesakitan ketika tiba2 Vika menusuk tanganku dengan garpu saat aku hendak mengambil makanan yang tersaji.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ca ca ca ca ca ca Sakit banget Vik “ ku kibas2kan tanganku untuk mengurangi rasa sakitnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk ada kabar, gk ada kata maaf, dateng2 mau main comot aja “ ucap Vika sewot melihatku, mukanya merah padam sepertinya semua darah di tubuhnya berkumpul di kepalanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry deh semalem tiba2 hujan deres banget, angin kenceng terus gw tambah meriang “ ucapku mencari alasan sambil meniupi tanganku yang terluka terkena tusukan garpu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hujan dari mana hah. Lo kira jarak kosan lo sama rumah gw tuh berapa jauh sih, di rumah gw cerah masa di kosan lo hujan gede “ kemarahan Vika semakin menjadi-jadi, dia berusaha menusuk-nusukan garpu ke tubuhku, sedangkan aku hanya berusaha menghindarinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kira ada hujan badai khusus kosan lo aja hah “ semakin gencar saja serangan Vika. Teman2 kami hanya melihat aksi kami berdua tanpa berusaha mencegahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah kita bahas sekarang aja yuk “ ku berlindung di balik tubuh temanku menghindari serangan frontal Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk mau, gw udah ketemu cara nyelesainnya “ ucap Vika sewot tetapi dia sudah tidak melakukan serangannya padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yakin nih, bagus lah “ ku lepaskan temanku yang sebagai tamengku menghindari Vika. Ku kembali menuju tempan makanan tersaji.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo masih berani makan makanan gw “ teriak Vika berusaha menusukkan kembali garpunya padaku. Secara reflek ku hindari serangan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huffftttt hampir saja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh sakit tau “ teriak Adi, lengannya terkena serangan Vika yang meleset.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry Di gw gk sengaja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 10 ( Tragedi )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sialan lo Vik kenapa gw yang jadi kena sasaran amuk lo “ protes Adi sambil mengusap-usap lengannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tuh gara2 si lutung gunung satu ini “ oceh Vika menunjuk mukaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry dah, udah yuk kita mulai bahas tugasnya “ ucapku seraya mengobati luka tusukan di tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami mulai membuka laptop masing2 untuk membahas tugas. Kulihat tugas Adi di laptopnya “ Widihhh makin keren aja desain lo Di “ pujiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra gimana nih database gw, kok table master barang sama detail barang gk bisa sinkron sih jadi buntu gw “ tanya Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kata lo udah beres tadi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jleebbb “ Vika menusukan garpu ke meja kami “ Masih berani protes lo “ angker sekali tampangnya Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ya ya. Bentar gw liat dulu “ ku perhatikan database Vika, ku kutak katik</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bingo. Lo perlu penambahan script di kolom primary key nya. Baru tarik ERD nya. Sip coba kita execute, sukses “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waaaahhh hebat juga lo Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo ada masalah yang sama pada table2 yang lain lo copy aja scriptnya, tinggal ubah source nya aja “ ucapku mengerlingkan mata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke kita coba penggabungan tugas2 kita, ini yang agak ribet nih, copy tugas lo2 pada ke flashdisk ? “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah kupindahkan tugas mereka berdua ke laptopku mulailah ku satukan tugas kami. “ Perlu koding tambahan untuk penyatuannya nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah selesai, sekarang gw jelasin kinerja web kita “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku mulai menjelaskannya sementara mereka menyimak dengan seksama.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sekitar 30 menit ku menjelaskan alurnya, sepertinya mereka sudah paham. Memang belum selesai tugas kami, masih 50 % saja tapi kerangkanya sudah terbentuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami pun selesai membahas tugas kami. Hhhmmm dari pada bosan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh pesut main PES yuk “ ajaku pada Adi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Boleh sapa takut, taroan yuk “ ucap Adi lebih menantangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik jadi wasit ya “ ucapku menoleh pada Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ogah ah, gw mau ketemu cowok gw aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah, makanan lo tinggalin ya, itu kan jatah gw “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo masih anggap itu jatah lo ? “ ucap Vika sambil memperlihatkan garpunya yang mengkilap seolah hendak menusukku kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk deh “ jawabku gemeteran. Ternyata Vika masih marah padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Waktunya pulang, ku berjalan menuju parkiran dan ku pacu motorku menuju tempat biasaku bertemu Dina. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kejauhan ku lihat Dina seorang diri menungguku. Sepertinya bete menungguku, suruh siapa main tunggu2an di tempat sepi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tiba2 saja ada sebuah mobil kijang warna merah berhenti tempat di depan Dina. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masuk sini “ ucap seorang pria yang tiba2 keluar dari dalam mobil, menutup mulut Dina lalu menyeretnya masuk kedalam mobil, Dina coba melawan tapi tak berdaya. Lalu mobil itu melaju kencang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kejar mobil itu, ku berusaha menolong Dina dan sialnya mobil itu masuk Tol. Tidak mungkin motorku masuk ke dalam tol. Ku tetap kejar mobil itu melalui jalur umum di samping jalan tol. Tapi mobil itu melaju sangat kencang hingga ku kehilangan jejaknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Posisiku jelas tak mampu mengikuti mobil itu. Aku pun tak memperhatikan plat nomor mobil itu, apa aku harus melapor polisi. Tapi apa benar itu penculikan, pasti benar ah, Dina langsung dipaksa masuk gitu, jika bukan penculikan lalu apa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ahaaa cring aku bisa tahu di mana lokasi Dina diculik. Ku mulai pergi menuju tempat Dina berada.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di tempat yang ku duga tempat Dina disekap. Ku perhatikan lokasi sekitar, ku cari tempat aman untuk memarkir motorku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah menemui tempat aman ku berlalu menuju lokasi Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmm itukan mobil yang tadi membawa Dina, aku ingat ciri2nya “ gumamku saat menemukan mobil yang membawa Dina terparkir di depan sebuah rumah minimalis berlantai 2 di suatu komplek perumahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku mengendap-ngendap masuk ke dalam rumah itu. Penjagaannya tidak terlalu ketat, ada seorang pria sedang tertidur di teras depan, air liurnya tanpa sadar mulai menetes, ku bersihkan ilernya itu dengan baju pria itu dulu kasian sepertinya dia. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat ku masuki rumah itu upss ada seorang pria lagi, sedang asik menonton girl band sambil bergoyang-goyang mengikuti gerak tari. Dasar maho, ku mengendap-ngendap mengambil remot yang ada di meja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah kok berubah sendiri “ ucap pria itu kebingungan saat ku ganti saluran televisinya ke breaking news.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pria itu clingak clinguk mencari tahu siapa yang mengganti, aku bersembunyi di belakang kursi yang ia duduki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lama gk di tempatin nih rumah kayaknya, sepertinya ada penunggunya nih “ ucap pria itu setengah ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jlebbb “ ku bekap mulut pria itu dengan sapu tangan yang sudah ku berikan obat bius. Saat di perjalanan ku sempatkan mampir membeli obat bius itu, walaupun Cuma membuat orang tertidur tapi lumayanlah untuk melumpuhkan sementara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kembali mencari lokasi Dina, ah ketemu tasnya Dina ada di suatu bipet rumah ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tak tak tak tak “ terdengar suara langkah kaki seseorang, langsung ku bersembunyi di balik tembok. Ku lihat ada orang muncul dari sebuah ruangan membawa sepiring makanan. Waaaahhhh di mana lokasi dia mengambil makanan itu ya, dari aromanya sepertinya enak. Ah tidak2 aku harus fokus menyelamatkan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku ikuti orang itu melangkah dan sampai di sebuah ruangan, dia memasuki ruangan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh ternyata lo yang nyulik gw. Lepasin gw begooooooo “ teriakan Dina terdengar olehku, pasti di situ lokasi Dina di sekap. Ku ambil kursi lalu ku intip melalui celah di atas pintu ruangan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ hai sayang aku tuh bawain makanan kesukaan kamu, kok kamu malah marah2 sih “ ucap pria itu. Setelah ku perhatikan pria itu sepertinya aku pernah melihat. Hhhmm oh dia pria yang waktu itu kulihat difoto yang ada di mobil Dina. Berarti dia itu Bagas mantannya Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk suka makanan dari lo setaaaann “ teriak Dina yang sedang terikat oleh tali di kursi kayu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini kan makanan kesukaan kamu, lihat tuh bistick sapi lada hitam yang pedesss banget masa kamu gk suka sayang “ ucap pria itu menaruh piring yang ia bawa ke meja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan panggil gw sayang bangsat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh lo udah gw baikin malah bentak2 gw lagi “ bentak pria itu sambil menekan pipi Dina keras.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku yang kesal melihat pria itu memperlakukan Dina, mulai mengambil ancang-ancang 1…2…3 dan meluncur ku dobrak pintu itu sekencang-kencangnya……….. Sialan pintunya ternyata tidak dikunci, aku jadi meluncur tajam menabrak Bagas hingga kami berdua jatuh tersungkur, ku menindih tubuh Bagas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra “ ucap Dina terkejut melihatku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah Din mantan lo kayaknya mati nih “ ucapku santai saat melihat Bagas tak bergerak setelah ku tabrak. Sepertinya kepalanya terbentur lantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh gk deh masih ada nafasnya “ ucapku kembali saat memastikan nafas di hidungnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku bergegas bangkit dan membuka ikatan Dina “ Helo Din apa kabar “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tau dari mana lo gw diculik di sini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nanti aja gw ceritain, yuk cepetan cabut nih tas lo pake “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami berdua pergi dari rumah itu langsung berlari menuju lokasi parkir motorku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo bisa gk sih lebih keren sedikit kalo jadi pahlawan. Udah buang napa itu makanan, suasana lagi genting nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saywang Din kalow dibuwang, lo sih gk mauw makan tadiw “ ucapku sambil memakan makanan yang disediakan Bagas untuk Dina tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo parkir motor jauh amat sih, keburu kekejar kita nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw cari lokasi yang aman lah. Nah tuh dia motor gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Akhirnya kami sampai di lokasi motorku terparkir. Kami berdua menaiki motorku itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tolong pegangin donk Din “ pintaku menyodorkan piring berisi makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mang gk tegang apa, jantung gw aja udah mau copot Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mana bisa nyetir klo megang piring. Lo suapin gw ya Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah sini, ribet ya punya pahlawan kayak lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pacu motorku secepat-cepatnya membelah jalan raya “ Dra kayaknya kita di ikutin deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sial ada 2 orang pake Satria FU ngejar kita Din mana pake ban cacing lagi “ ucapku seraya merauk semua makanan yang ada di piring dengan tangan kiri, lalu ku masukan semuanya ke mulutku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pacu lebih cepat lagi tetapi kecepatan motor mereka lebih unggul dariku, sehingga mereka makin mendekat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din ambilin botol air minum di tas gw donk “ pintaku pada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiaaah masih aja sih lo disaat seperti ini, gw lagi megang piring nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo buang napa piringnya udah kosong ini. Udah cepet ambilin botol air gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih “ ucap Dina menyodorkan botol air minum padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo siram rem belakang gw Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Rem belakang lo dimana Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Di ujung berung sono, ya di roda belakang lah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah gw siram Dra “ ucap Dina setelah melaksanakan perintahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapp “ ke dua orang itu semakin dekat dan di depan sebuah gang sempit ku injak dalam2 pedal rem belakangku “ Ngggiiiiitttttttt “ decit suara remku, motorku pun langsung berhenti seketika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gubraaaaaaaaaaaakkkkkkk “ salah satu pengejar kami jatuh di sebelah kananku karna rem mendadak yang iya lakukan dan menabrak mobil yang ada di depannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku banting stir ke kiri dan kuturunkan posisi gear dari 4-3-2-1 lalu memasuki gang sempit di sebelah kiriku. “ Gubraaaaaakkkkkkkkkk “ satu lagi pengejarku terjatuh dan terpental saat ban depannya beradu dengan ban belakangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huh sepertinya sakit banget tuh Din “ merasa aman ku mulai turunkan kecepatan motorku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo hebat Dra, salut gw “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Melihat motor mereka yg lebih cepet dari motor gw, apalagi mereka pake ban cancing pasti lebih cepat. Di sinilah otak musti di pake. Rem belakang klo kena air pasti daya remnya sangat pakem, saat gw rem medadak pasti mereka juga ikut rem mendadak, tapi karna gw ngerem pake rem belakang gw gk bakal jatuh, sedangkan mereka klo Cuma pake rem belakang yang kondisinya kering gk mungkin bisa ngerem mendadak “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau gk mau mereka optimalkan rem depan, itu kesalahan mereka ditambah ban cacing yg mereka pake. Gk mungkin gk jatuh. Gw sengaja ngerem di depan gang, karna posisi mereka berada di kanan dan kiri. Yang kanan sudah pasti jika rem mendadak pasti sulit menghindari mobil yang ada di sebelah kanan, makanya dia jatuh dan nabrak mobil juga, klo gk mati paling koma “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yang di sebelah kiri gw lihat udah oleng2 gitu mau jatuh, untuk memperparah jatuhnya dia, gw banting stir ke kiri masuk gang sempit. Pasti efek dari jatuhnya lebih dahsyat karna ban depannya beradu dengan ban depan gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Widiiiihhh ternyata lo udah menganalisa terlebih dahulu ya. Eh gimana cara lo tau lokasi gw sih ? “ tanya Dina yang masih heran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmm waktu di Villa lo, gw denger suara HP lo bunyi terus, penasaran gw liat ternyata ada beberapa telpon dan sms, semua itu dari mantan lo. Gw iseng2 gw baca smsnya ternyata isinya ancaman kepada keluarga lo, supaya bokap lo tutup mulut jangan seret2 bokapnya mantan lo itu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dari situ gw mulai kwatir sama lo, gw taruh alat pelacak di hp lo tanpa lo sadari. Supaya sewaktu-waktu saat lo dalam bahaya gw bisa tau lokasi lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo hebat banget sih Dra “ Dina mulai terkagum-kagum dengan kepandaianku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sejak lahir kaliiiiiiiiiii, eh Din botol minum gw mana ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih “ Dina menyodorkan botol padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok udah abis Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan lo nyuruh gw siram ke rem lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya tapi kan gw gk nyuruh sampe abis, mana pedes banget lagi makanan dari mantan lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di tengah perjalanan “ Pak Satya tolong ke rumah saya sekarang ya “ terdengar Dina sedang menghubungi seseorang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yg lo telpon Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pengacara gw, gw mau kasusin si Bagas, biar rasa dia, gw juga masih nyimpen sms ancaman dia “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus tuh Din, wah seru nih kayaknya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makanya selama ini gw gk mau ada orang yang liat kita sering bareng ke kampus. Yang nabrak gw dan tukang ojek itu, pasti si Bagas gw yakin tuh tapi gw gk punya bukti waktu itu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk mau lo kenapa2 Dra, bukannya gw gengsi sebenernya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh jadi gitu. Udah gak usah kwatirin gw, mulai sekarang kita ketemuanya ya di kampus aja. Gk usah tunggu2an lagi di tempat sepi. Nanti lo diculik lagi “ ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi klo ada apa2 sama lo gimana Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiaaahhhh gw gk takut kok “ ucapku tersenyum lebar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah nanti kita lapor polisi sama pengacara gw. Lo jadi saksi ya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di rumah Dina sudah ada Pak Satya, kami bertiga ngobrol2 membicarakan tentang kejadian penculikan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah saya mau diperiksa polisi pak ? saya gk mau dipenjara pak, makanan dipenjara katanya gk enak “ ucapku ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang mau menjarain kamu, Cuma diperiksa sebagai saksi aja kok “ ucap Pak Satya memperjelas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya mau Bagas dipenjara Pak, waktu saya disekap di mobil, penculiknya udah ngancem2 saya aja. Katanya mau kasih peringatan untuk Ayah saya “ ucap Dina kesal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke saya sudah paham dengan kasus ini. Ayo kita ke kantor polisi sekarang “ ajak Pak Satya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kantor polisi kami menjelaskan seluruh kronologinya dan menunjukkan bukti2 terkait kasus ini. Setelah menunjukan TKP penculikan kami bergegas pulang. Semua akan ditangani polisi dan pengacaranya Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di tengah perjalanan ku minta Dina mampir sejenak ke toko elektronik.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo beli apa si Dra ? “ Tanya Dina saat ku masuk ke dalam mobil sekembalinya dari toko tersebut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pinjem kalung lo dulu donk Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau apa sih lo Dra ? “ tanya Dina kembali sambil menyerahkan kalung yang ku berikan waktu itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Liat aja nanti ah “ ucapku seraya menempelkan sesuatu di kalung Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih kalung udah gw kasih pelacak dan juga tombol hazard, jadi klo lo dalam masalah lo teken nih tombol merah “ ucapku seraya menunjukan alat yang tertempel di kalung Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Coba nih gw pencet ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Net not net not net not “ suara gadget di sakuku berbunyi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Alat yang di kalung lo ini tersambung di gadget gw ini. Gw bisa tau lokasi lo dari alat ini, klo lo lagi dalam bahaya lo tekan tombol merah ini. Otomatis alarm di gadget gw bunyi. Jangkauan gadget ini sekitar radius 200 km, jadi lo jangan berpergian jauh2 tanpa gw. Klo masih daerah Jakarta gk masalah lah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hebat ya, udah kayak macgyver aja lo Dra “ puji Dina tersenyum melihat alat yang kuberikan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yoiiii gw gitu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi suaranya kok gk asik banget Dra, bisa di setting yang lebih asik gk ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bisa Din ada beberapa pilihan nada nih lo pilih aja “ ucapku menyodorkan gadget itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina mendengarkan satu persatu nada alarm di gadgetku itu “ Gk ada yang asik Dra, bisa ngerekam gk ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bisa2, coba aja lo rekam terus dijadiin nada utama “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nanti aja di rumah, gw ngerekam suara gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di rumah Dina, aku duduk2 dulu sejenak menghilangkan lelah. Dina langsung mengambil gadgetku dan pergi berlalu entah kemana.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo tidur sini aja ya, gw takut nih “ ucap Dina sekembalinya dia.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk bawa salin Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo ambil dulu deh baju lo terus balik lagi ke sini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udahlah gw balik dulu ambil baju ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hati2 ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku kembali ke kosanku untuk mengambil beberapa baju dan buku pelajaran. Ku kembali lagi ke rumah Dina. Ku kerjakan tugasku di rumahnya, sesekali Dina menjahiliku saatku serius dengan tugasku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh cumi bakar, bisa gk sih lo gk iseng “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis gw dicuekin, gw kan jadi bete “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kapan kelar tugas gw klo lo gangguin mulu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Giliran ngentot aja lo semangat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh jadi ngaceng nih Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bodo ha ha ha ha “ huft dasar tukang kentang goreng.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lama mengerjakan tugas mataku jadi berat sekali, lebih baik ku tidur saja. Ku beranjak menuju tempat tidur. Disana sudah ada Dina yang tertidur sedari tadi. Ku tidur dengan memeluk Dina, hmm kenapa kehidupanku jadi bebas gini ya. Sudahlah nikmati saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tiba2 saja Dina membelai penisku dari luar celana yang ku pakai “ Din lo belom tidur “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw nunggu lo dari tadi tau “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tadi di ajakin gk mau “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang gk mau, lo aja yang gk langsung beraksi malah sibuk sama tugas lo “ Dina memasukan tangannya ke dalam celanaku. Mencari-cari batang idamannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah ngantuk berat lagi Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nanti juga gk ngantuk Dra “ Dina mulai membelai lembut penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooohhhh enak Din “ penisku seketika langsung tegang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku sergap bibir manisnya, ku lumati bibirnya dengan penuh nafsu. Ku permainkan lidahnya dengan lidahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ssssssstttttttt “ Dina memainkan kedua biji zakarku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhmmmm geli Din “ ku yang tak mau kalah, tanganku menerobos celana bagian belakang Dina. Ku belai pantatnya yang mulus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku cari2 lubang vaginanya tetapi kok malah lubang anusnya yang ku dapat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo gk cebok ya “ ejekku sambil ku cium jariku yang menyentuk lubang anusnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sialan lo kudanil, jangan bikin mood gw ilang deh “ protes Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina merebahkan tubuhku lalu Dina menindihku dan dia memposisikan vaginanya di mulutku dan penisku di mulutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Langsung saja penisku dilahapnya hingga masuk seluruhnya di mulutnya. Aku juga tidak tinggal diam, langsung kusapu vaginanya, ku jilati seluruh bagian vaginanya. Ku sentil2 klitorisnya dengan lidahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Perlahan Dina menggerakkan pinggulnya, hisapan Dina di penisku makin lama makin kencang. Aku pun tak mau kalah, ku masukan telunjuku ke vaginanya, sementara lidahku asik memainkan klitorisnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouuuggghhhh Dra enak banget “ Dina mengurut-urut penisku sambil menjilati kepala penisku yang sudah sangat mengkilap.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sssshhhhhh geli Din “ ku percepat kocokan jariku di vagina Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina makin menggelinjang tak karuan. Tak lama Dina pun bangkit dan membalik posisinya, sekarang posisi vaginanya tepat berada di atas penisku siap untuk menyeruak masuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sleeepppppp “ Dina menurunkan pinggulnya dan masuklah batang penisku yang telah berdiri tegak menyambut vagina Dina yang sudah basah dan licin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Payudaranya naik turun mengikuti irama goyangan pinggul Dina. Tangannya diangkat mengacak-ngacak rambutnya sendiri sehingga nampak ketiak mulusnya membuat Dina terlihat makin seksi. Betapa binalnya perempuan yang sedang beradu birahi di atasku ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooouuuugggghhhhhh “ Dina mempercepat goyangannya, desahannya membelah kesunyian malam di rumahnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaakkkhhhhhhh terus Din “ Aku bangkit lalu menjilati dada lalu hinggap di payudaranya yang makin terasa mengeras. Tak lupa puting2 imutnya ku lumat, ku hisap2 hingga Dina meronta-ronta menahan rasa nikmat yang tak terkira.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku arahkan jilatanku pada ketiak mulusnya itu. Bulu2 halus Dina nampak berdiri menahan geli yang menjalar kesekujur tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sssssssshhhhhhhhhhhhh nikmat banget Dra “ Tiba2 Dina menghentikan goyangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah berhenti terasa olehku vaginanya berkedut-kedut seperti menghisap isi penisku. “ Ooouuugggggggghhhhhhhhhhhhhh “ Dina mengeluarkan jurus andalannya empot ayam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina mulai menggerakan kembali pinggulnya perlahan, vaginanya masih berkedut2 menarik2 penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaaakkkkkhhhhhh “ desah kami berbarengan, kami merasakan kenikmatan yang mengantarkan kami meluncur bebas menuju awan2. Seluruh rasa, tenaga dan juga pikiran berpusat di kelamin kami yang sedang beradu nikmat lalu menyebarkannya kembali keseluruh tubuh kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lama kami berpacu dalam birahi, menggerakkan tubuh kami ke segala arah untuk mendapatkan sebongkah kenikmatan. Tubuh kami mulai menegang mendakan kami akan sampai pada puncak tertinggi pendakian senggama.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooooooouuuuuuugggghhhhhhh Dra “ lenguh Dina, sementara tangannya mencakar dadaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAakkkkkkkkhhhhhhhhhh Din “ Desahku seraya tanganku meremas kedua payudara Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooooooooooooooooooohhhhhhhhhhhhhhhh “ jerit kami berbarengan disertai semburan2 cairan kenikmatan dari kelamin kami masing2 “ crot crot crot crot crot “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cairan spermaku bercampur lendir orgasme Dina bercampur menjadi satu dan meluber hingga membasahi selangkangan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina langsung roboh disampingku dan memelukku. Kamipun tertidur pulas hingga pagi menjelang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Keesokan harinya, saat di kampus bersama Vika dan Adi. Kami membahas tugas kami. Tugas kami mengalami kemajuan yang memuaskan, aku yakin kami dapat lulus dengan nilai yang memuaskan pula.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooouuuggghhh Dra, gw dalam bahaya nih. Tolongin gw please, gw udah gk kuat nih sssssssssshhhhh “ terdengar suara desahan Dina memanggilku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Suara apaan tuh “ Ucap Adi dan Vika berbarengan melihatku penuh tanda tanya di wajah mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sialan ternyata suara gadget tanda bahaya untuk Dina. Kurang ajar tuh si cumi bakar nada alarmnya dibuat seperti itu. Tapi dia dalam bahaya nih aku harus buru2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa meperdulikan mereka aku langsung berlari menuju lokasi Dina berada dengan bantuan gadgetku itu. Sepertinya Dina berada di kantin kampus nih sesuai arahan gadgetku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di kantin ku lihat Dina duduk manis sambil menyeruput jus apel. Di sebelah Dina ada seorang wanita. Tumben ada yang mau duduk di sebelahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Haii Dra apa kabar “ sapa Dina manis saat melihatku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh cumi bakar ngerjain gw aja lo, gw kira lo kenapa. Kenapa suara alarmnya gitu sih ? “ omelku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seksi kan suara gw Dra hi hi hi hi “ Dina nampak tersenyum puas sehabis mengerjaiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 11 ( Hilang dalam terang )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Stress lo Din, temen2 gw denger tau “ ku duduk di kursi depan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh kenalin nih Dra temen gw Sinta “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh Andra “ ku ulurkan tanganku pada Sinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sinta “ Sinta menyambut uluran tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sinta 1 angkatan di bawah gw “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Akhirnya lo punya temen juga ya Din he he he h e “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw kagum sama kak Dina “ ucap Sinta, wanita berkuncir pinggir sebelah kanan. Dengan lengan baju dilipat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sejak kapan kalian berteman “ tanyaku sambil memperhatikan tas milik Sinta yang bergambar snow white dan Baju bergambar gadis berkerudung merah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kemaren kak, gw mulai negor2 kak Dina “ ucap Sinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya kemaren kita juga pas pulang jalan bareng sampe depan. Kita pisah pas gw nunggu lo di tempat biasa “ ucap Dina menyambungkan cerita Sinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh ini yang kakak bilang kemaren mau nunggu tukang ojek “ ucap Sinta Polos.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tukang ojek Din “ ku melotot ke arah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan udah gw jelasin, demi keamanan lo Dra “ Dina agak kebingungan melirik ke kanan dan ke kiri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooooohhhhh gitu. Bentar ya Din “ ku bangkit dari tempat duduk, lalu menuju warung lontong sayur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku kembali lagi menuju meja Dina berada “ Jeddddeeeeerrrrrrrrr “ suara pisau yang ku pinjam dari warung. Ku tancapkan di meja depan Sinta dan “ BRuaaaaakkkkkk “ sebagian meja kayu kantin hancur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang nyuruh lo “ Teriakku pada Sinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaapaa maksud kakak “ tanya Sinta gemetaran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang nyuruh lo mata2in Dina “ teriakku kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa2an si lo Dra “ Bentak Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wooooiiiiii mau ngapain lo, jangan bikin ribut “ teriak orang2 di sekitarku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Diem lo semua “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo gk nyadar apa, cewek kayak dia gk mungkin mengagumi lo “ ucapku pada Dina sambil menunjuk wajah Sinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagaimana yang nyulik lo bisa langsung tau lokasi lo nunggu gw. Gimana mereka bisa tau tempat itu sepi ? lo keluar kampus selalu lewat gerbang samping, gk ada orang yang bisa perhatiin gerbang samping klo lagi di dalam mobil karna letaknya di gang sempit yang berkelok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pasti ada orang yang selalu ngawasin lo di dalem kampus sampe lo keluar kampus. Lo liat penampilan cewek ini, gk mungkin dia kagum sama cewek model kayak lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina mulai terdiam menyadari penjelasanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh setan jangan beraninya sama cewek lo “ tiba2 saja seorang pria datang menghampiriku berusaha untuk memukulku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Braaakkkk “ dengan sigap ku hindari pukulannya lalu ku tendang perutnya hingga dia jatuh.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk tau diem aja “ bentakku pada pria itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku duduk kembali di hadapan kedua wanita itu “ Heh Sin kasih tau siapa yang nyuruh lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk tau namanya Cuma mukanya aja gw tau, gw panggil dia bos “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku ambil kertas dan pensil dari dalam tasku, tak lama kemudian “ Apa ini orang yang nyuruh lo ?“ tanyaku pada Sinta menyodorkan sketsa wajah yang baru saja ku gambar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Muka siapa tuh Dra “ tanya Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah lo gk kenal Din, ini kan gambar mantan lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiaaahhh nyokapnya juga pasti gk ngenalin kalo gambar lo sejelek ini. Nih gw ada fotonya di hp gw. Dasar penyidik gagal “ Dina mengambil ponsel dari dalam tasnya dan menunjukan foto Bagas kepada Sinta. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya2 betul kak itu orang yang nyuruh gw “ ucap Sinta saat melihat foto di ponsel Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Please kak jangan laporin kepolisi ya, gw Cuma disuruh cari tau kapan kak Dina pulang, terus lewat mana, soalnya kan dia di sini udah gk ada yang deketin jadi susah cari tau tentang kak Dina. Terus ada orang nyuruh gw waktu gw pulang kampus, terus gw di kasih dwit deh. Gw gk tau klo niat orang itu jahat “ ucap Sinta ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana ya Dra, gw butuh dia buat memperkuat tuduhan gw ke Bagas. Tapi gw gk mau Sinta jadi tersangka “ tanya Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo omongin aja sama pengacara lo, mungkin dia tau caranya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya juga ya. Sin lo bantu gw dan gw gk akan dijadiin tersangka, gimana ? “ tanya Dina pada Sinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya kak gw mau “ ucap Sinta lirih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pandang lelaki yang tadi ku tendang, nampak duduk meringis menahan sakit diperutnya. Ku hampiri dia.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ hei bro tolong beliin kayu papan di toko depan donk, terus betulin tuh meja kantin “ perintahku pada pria itu sambil ku berikan beberapa lembar merah kepadanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra klo mau dibenerin ngapain tadi lo rusakin ? “ tanya Dina keheranan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Biar keliatan keren Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di taman kampus bersama Dina, kami duduk berdua menikmati bekal yang dibawakan Dina. Tanpa peduli pandangan sinis orang2 yang mengarah pada kami. Toh dunia ini bukan milik mereka saja, kami juga ingin menikmati dunia yang indah ini. Mungkin hanya kesabaran yang kami miliki untuk menahan pandangan penuh benci orang2 di sekitar kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ LIAT-LIAT APA, MAU GW CONGKEL MATA LO2 ORANG “ omelku pada orang2 di sekitar kami</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra Dra sabar Dra, tadi kan lo bilang sabar “ ucap Dina berusaha menenangkanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emisi gw Din liat tuh orang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana klo kita ke ragunan “ ajak Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kayak bocah aja ke raguan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau liat kembaran lo kudanil “ ucap Dina mengejekku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita kemuara karang aja Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau ngapain kita ke sana Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau makan lo cumi bakar “ ejekku membalas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kebun raya ragunan. Di pinggir kolam pelikan ku berdua Dina sedang asik melempar makanan untuk para pelikan. Diiringi angin sepoi2 dibawah pohon yang rindang Dina menyandarkan kepalanya di bahuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra itu makanan buat pelikan jangan lo makan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah kenapa lo gk ngomong, pantesan gk enak “ ucapku terkejut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah tau gk enak masih dimakan. Nih banyak snack juga “ ucap Dina menyodorkan makanan padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra lo tinggal di rumah gw aja ya, gw trauma Dra sama kejadian penculikan kemaren “ pinta Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah Din gw udah bayar uang kos 1 tahun, sayang klo gk ditempatin “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa lo bayar setahun langsung, mang gk bisa perbulan bayarnya ? “ tanya Dina nampak kecewa di wajahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bisa sih tapi gw pengennya 1 tahun “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah gw ngekos aja di kosan lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kan ada rumah di Jakarta ngapain ngekos “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bosen. Kosan lo masih ada yang kosong gk ? “ tanya Dina mulai bersemangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada sih. Ya udah nanti kita ke kosan gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sekarang aja yuk kita cabut “ ajak Dina dengan semangat penuh, berdiri lalu menarik tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Disebuah bangunan tempat kosku. Bangunan 3 lantai berbentuk letter U berlindung di balik pagar yang tinggi. Bertemakan bangunan eropa abad 18 bercat biru.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Di sini ada beberapa jenis kamar kos “ ucap Bu Maria pemilik kos.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lantai pertama itu kamar kelas 3, kamar mandi di dalam tapi gk pake AC sebulan 1 juta. Lantai dua kamar kelas 2, kamar mandi di dalem plus AC aja sebulan 1,3 juta. Terus lantai 3 kamar kelas 1, kamar mandi di dalam plus AC dan makan 2 kali sehari pagi dan malam, sebulan 1,7 juta “ Bu Maria menjelaskan detail harga kos.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo si Andra yang mana bu “ tanya Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia yang kelas 1, untung dia bayarnya setahun, klo bulanan mau saya naikin jadi 2 juta perbulan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa bu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ MAKANNYA BANYAK “ ucap Bu Maria sewot menatapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kulkas saya sampe saya rantai yang ada alarmnya Din“ ucap kembali bu Maria</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama bu klo nginep di rumah saya bu, dia kakinya saya rantai biar gk keluyuran di dapur “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Di sini bebas, pintu gerbang tutup jam 10 malam, tapi klo kamu bisa ngerayu satpam saya gk masalah dia mau bukain diatas jam 10. Jadi kamu mau ngambil kamar yang mana nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama kayak Andra bu, di sebelahnya ada yang kosong gk bu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo sebelah persis gk ada Din, ada yang jarak 1 kamar dari kamar Andra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah gk apa2 bu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kapan kamu mulai tempatin “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sekarang, saya udah bawa barang2 saya kok di mobil “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku bantu Dina merapikan kamar kosnya, di kamar sudah tersedia tempat tidur, lemari dan juga meja komputer. Ternyata wanita sangat ribet dalam mengatur kamar, geser sana geser sini, taruh sana taruh sini. 2 jam baru selesai kami merapikan kamar Dina. Memang sih hasilnya sangat rapi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kamar lo kayak gimana sih gw mau liat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw laper Din bantuin lo ngerapiin kamar. capek “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ela gw aja biasa2 aja tuh, masa lo kalah sama gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh cumi bakar, lo sih enak Cuma ngatur2 aja, tunjuk sana tunjuk sini. Nah gw yang geser2 tuh lemari, meja, tempat tidur. Gw yang ngangkat2in barang2 lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah ke kamar lo yuk, nanti gw pijetin deh “ ucap Dina coba merayuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku tunjukkan kamar kosku, kamar yang setiap hari menemaniku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wiiiihhh rapi juga kamar lo, biasanya kan kamar cowok tuh berantakan. Apa ada cewek lain yang suka ngerapiin kamar lo ? “ Dina menatapku penuh curiga. Sepertinya dia mulai cemburu padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ga ga gak ada kok Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa jangan2 lo itu cewek ya ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan lo udah liat, masih aja ragu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa sih coba gw liat lagi “ Dina langsung menyergap celanaku berusaha membukanya. Waduh ternyata dia horny mencari alasan agar dapat terpuaskan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku hanya bisa diam melihat perbuatannya mencabuliku. Tangan2 jahilnya mulai menjamahi sleting celanaku. Membukanya perlahan dan mengeluarkan isinya yang masih lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok lemes sih, perlu dibuktikan nih kelelakian lo “ huh padahal sudah berkali-kali membuktikannya masih saja beralasan. Ku didorong hingga terjatuh ketempat tidurku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HA’ “ Dina langsung meniban tubuhku yang terlentang di atas kasur koil. Dibukanya kaosku dan langsung menjilati leherku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lidah nakalnya mulai menjelajahi tubuhku, membasahi dengan liurnya tanpa menyisahkan 1 mm2 dari tubuhku. Lubang pusarku tak lepas dari sasarannya. “ Hhhhhhmmmmmmm “ geli sekali rasanya saat lidahnya bergerilya memasuki area pertahanan ring 1 ku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lidahnya mulai berputar-putar disekitar penisku memata-matai pusat komandu birahiku. “ Din pintu belum ditutup “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sepi ini Dra “ ucap Dina disela kegiatan pengintaiannya itu. Jemari lentiknya menggelitik pahaku hingga bulu2 yang menumbuhi menjadi berdiri membentuk benteng pertahanan baru.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Slleeeppp “ lidahnya mulai mendobrak melalui kedua biji zakarku. Menanjang menuju mercusuar yang telah berdiri tegang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hap “ seluruh batang penisku dilahap masuk ke dalam mulutnya, hanya menyisakan 2 bola kecil menggantung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouuuggghhh Din, gw tutup pintu dulu Din “ ku berusaha bangkit untuk menutup pintu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jederrrr “ belum sempat ku bangkit dengan secepat kilat Dina menutup pintu lalu kembali melanjutkan aktifitasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Penisku tanpa ampun disantapnya, aku hanya bisa bergerak-gerak tak jelas menahan rasa ngilu yang menjalari seluruh batang penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selamat tinggal kasih</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sampai kita jumpa lagi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kurang ajar suara ponsel Dina berdering mengganggu kenikmatan yang sedang kurasa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Halo Pak Ada apa “ ucap Dina mengankat telpon</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke gitu, ya udah saya ke sana sama Andra sekarang “ ucap Dina kembali seraya menutup telponnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pengacara gw, katanya si Bagas dan anak buahnya udah ketangkep. Kita disuruh ke kantor polisi untuk identifikasi pelakunya “ ucap Dina menerangkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">1 bulan kasus penculikan barulah selesai, tuntutan hukum 12 tahun penjara menjadi 5 tahun karna berbagai hal. Kasus yang memerlukan beberapa kali persidangan, tapi aku dan Dina tidak menghadiri semuanya, hanya waktu2 kami diperlukan saja barulah kami hadir.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kasus inipun sampai masuk media massa, nama Dina jadi mulai dikenal masyarakat. Dan karir politik Bagas pun hancur sebelum berkembang. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selama di kosan Dina suka menginap di kamarku, begitu pula denganku bergantian tidur di kamarnya. Suatu hari di senin pagi ku lihat Dina sedang terburu-buru.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din lo udah rapi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra hari ini gw gk kuliah, gw mau nengokin bokap gw di KPK “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh ya udah, sama siapa lo ke sana “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama nyokap gw Dra, ya udah gw jalan dulu ya. Muach “ sebuah kecupan mesra mengiringi langkahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku beraktifitas seperti biasa, ke kampus mengerjai tugas bersama kelompokku. Dan siang ku pulang ke kosanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hari ini agak sedikit berbeda tanpa kehadiran Dina. Kulihat kamar kosnya nampak terkunci, sepertinya dia belum pulang. Hingga malam hari tiba ku tak melihat dia ada di kamar kosnya. Malam ini ku tutup mata tanpa dekapan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari ku terbangun dalam sepi. Ku kembali lihat kamar Dina tetapi sepertinya dia tidak ada. Ku coba cek ponselku tidak ada telpon ataupun sms darinya. Sepertinya dia tidur di rumahnya. Ku coba sms Dina, tak lama aku pun mendapat balasan darinya. Dia tidak masuk kuliah untuk beberapa hari ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku nyalakan TV dan menonton berita. “ Hah “ alangkah terkejutnya aku melihat Dina ada dalam pemberitaan pagi ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jika Ayah saya dihukum mati, saya bersedia menjadi algojonya. Saya mahasiswa hukum dan bercita-cita menjadi hakim. Walau itu orang yang sangat berjasa bagi saya, saya tetap menghukumnya bisa dia bersalah “ ucap Dina di depan pencari berita setelah selesai menjenguk ayahnya kemarin. Sungguh pernyataan yang luar biasa terlontar dari anak seorang koruptor.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tidak menutupi kesalahan Ayahnya malah justru ingin menjadi eksekutor bagi ayahnya. Semoga Dina menjadi hakim yang jujur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Berkat statement itu Dina menjadi terkenal oleh masyarakat. Semua memuji ketegasan yang ia miliki. Walau wanita tapi Dina adalah wanita yang kuat. Karna itu Dina sering diundang talk show di stasiun2 TV, membahas korupsi di negri ini yang tumbuh subur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pernyataan2 Dina yang luar biasa setiap diwawancarai, membuat namanya makin dikenal umum. Bahkan dia tak hanya tampil di acara yang membahas berita nasional saja, acara2 tidak jelaspun dia hadiri. Sempat muncul di sebuah sinetron beberapa episode berperan menjadi seorang hakim yang jujur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina pun menjadi super sibuk, orang2 di kampus mulai mendekatinya lagi. Bak seorang artis setiap langkah kakinya melangkah selalu diketahui orang sekampus. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina sudah tidak ku antar jemput lagi, dia ke kampus mengendarai mobil, dia sudah lupa denganku. Di kampus saat berpapasan denganku saja tak ada sapaan yang keluar dari bibirnya. Bagaimana mau menyapa memandang saja sudah tak sempat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Satu bulan sudah Dina menghilang dari hidupku. Aktifitasku hanyalah menyelesaikan tugas akhir. Mungkin dia sudah menemukan kebahagiaannya. Ya kepopuleran mungkin kebahagiaannya itu. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak ada kemesraan yang terjalin, tak ada rintihan2 kenikmatan yang terukir, tak ada gelak tawa yang tergambar dan yang paling utama tak ada jatah makanan tambahan dari Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ah sudahlah dulu juga tak ada yang namanya Dina dikehidupanku, kenapa sekarang aku jadi merana bila Dina tak hadir dikehidupanku. Paling tidak kupingku sedikit tentram karna tidak lagi mendengar curhatan Dina. Lebih baik aku lebih fokus dengan tugasku saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Minggu pagi yang cerah, ku pakai sepatu ketku yang sudah lama terpajang di rak sepatu. Dengan celana pendek berwarna coklat dan kaos warna putih polos, ku langkahkan kaki berlari menuju taman dekat tempat kosku berada ditemani alunan musik pop.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di taman nampak seorang gadis duduk sendiri menunduk. Air mata terlihat menetes membasahi sepatunya. Gadis yang ku kenal selama ini, gadis yang menjadi teman 1 kelompok tugas akhirku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik napa lo nangis di sini sendiri ? “ ku duduk di sebelahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk kenapa2 Dra, gw Cuma pengen sendiri aja “ ucap Vika terisak-isak</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh gitu, ya udah gw cabut dulu ya “ ku bangkit lagi ingin kembali melanjutkan olahraga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo jadi cowok kok gk peka banget sih, udah tau gw nangis pasti ada apa2nya lah “ omel Vika, seketika itu niatku untuk berolahraga menjadi gugur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pandangin Vika penuh tanda tanya, kenapa jadi marah padaku. Kan dia sendiri yangbilang gak kenapa2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ ku kembali duduk di sampingnya. Tetap memandangi wajah sedihnya yang terlalu melankolis.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sebenernya kenapa Vik ? “ ku coba untuk memahami perasaannya saat ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk bisa cerita sama lo Dra “ Vika masih tertunduk menangis, air matanya terus membasahi bumi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ KLO GK MAU CERITA, KENAPA TADI BILANG KLO GW GK PEKA “ omelku kesal merasa dipermainkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok gantian lo yang marah Dra “ Vika mulai mengangkat kepalanya menatapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis lo bingungin orangnya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maksud gw tuh lo temenin gw dulu napa, jangan ngeloyor pergi gitu aja. Udah tau gw lagi sedih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami duduk berdua di taman tanpa berbicara apapun. Dia menikmati rasa sedih yang sedang di alami, sedangkan aku……………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bang bubur 2 mangkok ya “ pesanku kepada tukang bubur ayam yang sedang mangkal di tempat itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk laper Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang mau beliin lo, itu buat gw semua “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama pesananku tersedia.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ panggil Vika lemas, dengan pandangan sayu menatapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmmmm “ mulutku penuh dengan bubur ayam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah gk perawan Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah “ Ku terkejut menatap nanar wajah wanita yang selama ini selalu menjaga kesuciannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Malam minggu kemaren Dra, gw ml sama cowok gw. Gw sekarang jadi cewek yang kotor, yang gk ada harga dirinya “ ucapan Vika sangat menohokku, akupun juga sama dengannya. Aku sudah tak perjaka, perjakaku hilang tertukar oleh makanan dari Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sepertinya kupingku kembali harus mendengar keluh kesah seorang wanita “ Kok bisa lo ml sama cowok lo, mang gimana ceritanya ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Semalem gw sama cowok gw main ke rumah temen cowok gw. Acara ultah gitu, di tempat itulah semua kejadian itu bermula “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( Flash back seminggu yang lalu di sebuah rumah mewah )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hiruk pikuk orang2 menghadiri pesta ulang tahun Reno. Nampak beberapa pasangan bermesraan di sudut2 ruangan, taman, teras, pinggir kolam renang dan di setiap sudut rumah yang sangat luas itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di salah satu sudut ruangan “ Nih sayang minum buat kamu “ ucap Rudi memberikan segelas minuman berwarna merah, entah apa itu warnanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makasih ya Bebs. Muach “ ucap Vika seraya mengecup pipi kekasihnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Beberapa teguk air mengalir melalui tenggorokan wanita yang sedang dimabuk asmara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bebs kok aku gerah banget ya “ keluh Vika seraya mengibas-ngibaskan bajunya menghilangkan hawa panas yang tiba2 menyerangnya. Minuman yang sudah tercambur obat perangsang itu tak perlu menunggu waktu lama untuk melihat reaksinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita cari tempat yang ademan aja yuk say “ Rudi menggandeng Vika menuju tempat yang dimaksud.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ko di sini say “ Vika heran saat memasuki sebuah ruangan yang terdapat ranjang tak berpenghuni.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya di sini kan ada ACnya “ Rudi mencari alasan sembari menyalakan AC kamar itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masih gerah bebs “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah lepas aja bajunya, Cuma ada kita berdua aja kok “ Rudi mulai merayu seraya membuka kaos Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan bebs “ mulut Vika menolak tetapi tubuhnya tak dapat menolak. Rasa birahi yang menjalari seluruh tubuhnya mengizinkan Rudi melakukan keinginannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku sayang kamu “ ucap Rudi coba menenangkan kekasihnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika yang sudah tak kuasa dihantam gejolak birahi bukannya menolak malah menuntun kekasihnya itu ke atas ranjang. Dengan nafsu yang tak kalah menggebu, Rudi menjarahi seluruh pakaian Vika yang sudah tergeletak pasrah menunggu kepuasan batin dari kekasihnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak perlu waktu yang lama bagi kedua insan itu melepas seluruh pakaian mereka. Tubuh bugil mereka berdua terhampar di atas sebuah ranjang besar nan empuk. Lidah mereka bersaut-sautan memberi rangsangan penambah gairah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tangan2 mereka beradu bakat menjamahi tubuh2 polos mereka. Seakan tak peduli lagi dengan status mereka yang baru sebatas pacaran. Kedua makhluk bernafsu itu melepas rangsangan2 brutal, memberi sebongkah kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaahhhhhhhh bebs enak banget “ dengus nafas Vika terasa benar dimulut Rudi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lidah Rudi mulai menjamahi leher jenjang kekasihnya itu. Vika yang sudah lepas kendali menuntun kepala Rudi agar lebih menjamahi area yang menurutnya sangat sensitif. Di turunkan kelapa kekasihnya itu menuju bongkahan payudara yang sudah mengeras. Dengan puting yang masih berwarna merah muda.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Puting yang mengeras pun di lahap dengan sepenuh nafsu. Di hisapnya kuat2 puting itu, seperti bayi yang sedang kehausan. Insan yang dengan haus birahi, menegung air kenikmatan yang mengalir melalui pori-pori mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHhhhhhhmmmmmm nikmat banget bebs “ desahan Vika tak berhenti, kenikmatan yang baru ia dapatkan ingin terus dan terus ia nikmati.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Digelitiknya putting indah yang baru terjamah oleh lidah lelaki itu. Membuat Vika makin menggelinjang tak karuan. Jemari Rudi yang sedari tadi merabahi perut ramping Vika mulai turun kebawah, menyibak bulu2 halus yang menjaga kesucian vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooouuuuuuuuuugggggghhhhhhh “ jerit Vika dalam birahi ketika jemari Rudi mulai menggesekan vaginanya. Bukannya hilang, Rasa gatal di sekujur vaginanya makin menjadi-jadi. Seolah jari Rudi tak cukup membuat vaginanya puas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vagina yang telah basah dengan lendir2 pengiring penis sudah siap untuk menerima tamu idaman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku masukin ya say “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sakit gk bebs “ suara Vika lirih antara takut dan ingin melihat penis Rudi yang sudah sangat keras siap memasuki rongga kenikmatan yang belum terjamah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kamu tahan say, nanti juga enak “ Rudi coba meyakinkan kekasihnya itu untuk melepas keperawanannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan menutup mata Vika berusaha menahan rasa sakit yang akan segera dia rasaka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaakkkkkhhhhhhh “ erang Rudi ketika melakukan penetrasi pada vagina perawan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhhhmm sakit bebs “ Vika menahan sekuat tenaga rasa perih yang ia mulai rasakan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ slep “ kepala penis Rudi sudah memasuki liang vagina Vika. Nampak darah perawan Vika mengalir membasahi penis Rudi dan juga selangkangan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rudi mendiamkan sejenak penis yang sudah sebagian masuk, untuk memberi kesempatan vagina Vika beradaptasi. Setelah dilihat tak ada tanda kesakitan dari Vika mulailah Rudi kembali mendorong penisnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sleeeeeeppppppp “ seluruh penis Rudi akhirnya masuk ke dalam vagina Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAkkkkkkkhhhhhhhh sakit bebs “ Vika meringis menahan rasa perih yang teramat, keperawanannya kini sudah hilang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tidak ada gerakan dari kedua insan itu sampai rasa perih yang di alami Vika menjadi rasa nikmat barulah Vika mengambil inisiatif untuk menggerakan pinggulnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouuuuggghhh enak banget bebs “ desah Vika yang sudah mulai menikmati batang penis seorang lelaki yang dicintainya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kamu suka say “ Rudi ikut menggoyangkan pinggulnya perlahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya bebs, enak bangettttt ssssshhhhhhhh “ Vika makin mempercepat gerakan pinggulnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kecupan-kecupan liar Rudi menerjang leher Vika, hingga membentuk tanda2 kemerahan. Gesekan dada Rudi pada payudara Vika membuatnya makin bergairah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nyotin tetekku bebs “ pinta Vika membusungkan dadanya. Rudi dengan lahap langsung meraup payudara yang sudah menantangnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAakkkkkkkhhhhhh kayak gitu bebs enak banget “ Vika terus meraung2 meminta kenikmatan yang belum pernah ia rasakan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semikn liar gerakan kedua insan bugil itu, meronta-rotan tak terkendali. Hujaman demi hujaman penis Rudi semakin genjar menyeruak ke dalam rongga vagina Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ SShhhhhhhhhhhhhh terus bebs lebih kenceng lagi “ erangan Vika meminta kenikmatan lebih dan lebih lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Luapan birahi mereka terus mengalir tanpa memperdulikan gemuruh orang2 di luar menikmati pesta. Setengah jam sudah mereka mergelora, tubuh2 bugil bergelimpangan menjelajahi ranjang yang luas itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAAAAkkkkkkkkkkkhhhhhhhh Oooooooooouuuuuuugggggg “ jeritan kedua manusia telah mencapai puncaknya. Cairan sperma Rudi dan cairan orgasme Vika saling menyemprot membasahi kedua kelamin yang saling beradu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sungguh pergumulan yang menguras tenaga, walau begitu mereka masih mengulangi sampai 3 kali dalam semalam. Hingga pagi menjelang barulah mereka mengakhirinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( Kembali ke saat ini, di sebuah bangku taman )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw pulang pagi, saat sampai rumah ortu gw marahin gw habis2an. Gw disuruh jauhin Rudi, tapi gw takut hamil, klo gw putus siapa yang mau tanggung jawab “ ucap Vika penuh emosi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi kemarin gw lega karna gw mens. Yg gw khawatirin gk terjadi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Setelah kejadian malam itu, setiap ketemu Rudi selalu ngajakin gw ml. Dan semalam Rudi kembali ngajakin gw ml tapi berhubung gw lagi halangan, gw gk bisa. Tapi dia tetep maksa minta gw oral, bahkan ngancam mutusin gw “ ucap Vika dengan air mata terus mengalir</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hati gw sebenernya berontak Dra setiap gw ml sama dia tapi gw sayang sama Rudi. Gw gk bisa menolaknya, gw juga menikmati. Hati kecil gw selalu menolak tapi kalah sama rasa sayang dan nafsu gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Setiap selesai ml gw selalu nyesel, tapi kenapa gw melakukan hal itu lagi dan lagi “ emosi Vika nampak meluap-luap</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra tumben lo nyimak orang cerita. Biasanya klo lagi makan gk dengerin orang lagi cerita “ Vika mulai menoleh padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw prihatin “ jawabku singkat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ menurut lo gw harus gimana Dra ? klo gw nolak ml sama Rudi selalu diancam putus. Klo gw putus mang masih ada cowok yang mau sama gw yg udah ternoda “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Miyabi no miyabi yes “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 12 ( Awal yang manis )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra gw harus gimana Dra “ ucap Vika seraya menguncang-guncangkan tubuhku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Biasa aja kali gw gk bisa makan nih “ protesku menahan guncangan dari Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ GW KACAU DRA KACAUUUUUUUU “ teriak Vika sekencang-kencangnya. Membuat semua mata orang2 di sekitar kami melihat kearah kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jalan perlahan-lahan di tengah pandangan orang2 di sekitar kami “ Bukan temen saya lho “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mau kemana Dra “ Vika berdiri coba menyusulku. Aku mulai berlari kecil menghindarinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo musti tanggung jawab “ teriak Vika mengejarku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiiaaaahhh mang apa yg gw perbuat kok harus tanggung jawab “ ku percepat lariku menghindari Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika terus saja mengejarku, kenapa dia jadi stress begini sih. Yang enak sapa yang susah siapa. Aku yang sudah mulai kelelahan pun berhenti di salah satu sudut taman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hos…hos….hos. Lo jangan stress napa Vik “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis gw bingung Dra “ kami berdua kembali duduk di kursi taman</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tenang dulu donk Vik. Bukannya lo berdua sepakat fokus ke tugas akhir masing2, kenapa lo malah kencan ? “ tanyaku memandang wajah Vika yang terdapat guratan bekas air matanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Itu dia gw nyesel kenapa gw mau waktu itu ke ultah temennya. Tadinya gw gk mau karna kita udah sepakat, tapi Rudi bilang Cuma sebentar aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo lo mau lanjut gw pikir lo harus merubah paradigma dia sekarang. Jangan mementingkan hawa nafsunya aja “ ucapku coba memberi masukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo dia gk mau, maksa2 gitu terus ngancam putus gimana Dra ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tidak ada manusia yang sempurna, klo dia memang bukan untuk lo ya udah ikhlasin aja. Nanti lo juga dapet penggantinya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mang ada yang mau Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada sih yang mau sama lo, mau muntah gitu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ LO BISA GK SI SERIUS SEDIKIT “ kembali Vika marah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada lah yg mau kok. Gk semua cowok juga perjaka Vik “ Contohnya aku, Modus mode on.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jadi gw cari cowok yang gk perjaka gitu “ yessss kesempatan untukku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maksud gw, gk semua cowok juga masih suci. Jadi udah gk usah sesali yang sudah terjadi “ ku coba memutar jalan pikiran Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jadi gk papa nih klo gw putus sama cowok gw “ yuhuuuuuuuuuu akhirnya masuk tahap2 krusial.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo cowok lo maksa lo terus ngancem putus, ya sudah biarin aja. Sekarang lo fokus aja deh sama tugas lo “ ku tepuk2 pundak Vika agar dia lebih tenang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya ya. Sebentar lagi harus udah kelar tuh “ Vika mengangkat badannya sembari mengepalkan tangannya mulai bersemangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah gitu donk, itu baru Vika yang gw kenal “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi mood gw lagi jelek hari ini Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terus biar bagus gimana caranya ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw pengen nonton bioskop Dra, gw butuh hiburan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah lo nonton aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk mau ajakin gw nonton gitu ? dasar gk peka “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau lo apa sih, dari tadi bilang gk peka mulu ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika kembali tertunduk lemas memandangi tanah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah. Nonton yuk Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayo, karna lo salah lo yang bayar ya “ Vika kembali bersemangat. Sialan seenaknya saja dia memutuskan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah gw balik dulu ke kosan. Nanti siang gw jemput lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas buburnya belum dibayar “ ucap seorang pria menepuk punggungku dari belakang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di gedung bioskop sebuah mall</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wiiiiihhhh keluar juga nih film. Kita nonton ini yuk Vik, gw udah nonton yang pertama, musti nonton yang kedua “ ucapku menunjuk sebuah poster film action.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo film tembak2an gitu kuping gw pengeng Dra. Yang ini aja “ ucap Vika menunjuk sebuah poster film drama romantis.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiiaaahh lo kan lagi galau nontonnya yang beginian tambah galau nanti “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan lo yang salah, jadi lo harus turutin kemauan gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang mutusin klo gw salah ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo marah sama gw Dra “ ucap Vika lirih menundukkan kepalanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah kita nonton film yg lo mau aja “ dasar wanita selalu memutuskan seenaknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di dalam teather bioskop</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hiks hiks hiks hiks “ Vika tersendu-sendu menatap serius layar lebar di sebelah kiriku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HEH LO KLO NANGIS, NANGIS AJA GK USAH NGELAP PAKE BAJU GW DONK “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sedih Dra sedih filmnya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh popcorn gw kok jadi tambah asin sih Vik…. Jiaaahhh lo sonoan napa duduknya, air mata sama ingus lo netes nih “ ku dorong Vika agar menjauh dariku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apaan sih lo Dra, gk peka banget “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bodo amat sama yang namanya gk peka, makanan gw jadi tambah asin nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ PPppsssssssstttttttt “ suara beberapa orang penonton lainnya yang merasa terganggu dengan ulah kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk pernah nonton film di bioskop ya Dra “ bisik Vika mengejekku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis lo rese sih “ bisikku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah jangan ribut Dra, kita nonton aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi jangan netes lagi tuh kecap asin lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai menonton film</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Haaaahhh akhirnya keluar juga “ ucapku lega telah keluar dari neraka kesedihan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sekarang kita mau kemana lagi nih Dra ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pulang lah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw masih bad mood nih. Kita keliling dulu yuk, gw mau ke toko boneka, mau liat2 “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah “ sepertinya dia minta dibelikan boneka nih. Kenapa jadi Vika yang modusin aku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ih lucu amat bonekanya Dra “ ucap Vika memeluk sebuah boneka beruang berwarna pink yang lumayan besar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmmmm “ aku tidak akan terjebak lagi kali ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo ada boneka ini di kamar gw, pasti gw gk bad mood nih. Terus semangat deh ngerjain tugasnya “ Vika melirikku dengan mata yang berkaca-kaca.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gitu ya “ ucapku membuang pandangan kesana kemari menghindari tatapan penuh harapannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohhh jadi lo berdua pacaran “ ucap seorang pria.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Rudi “ ucap aku dan Vika menoleh kearah suara itu. Rudi sedang memegang minuman bersama 3 orang pria dan 2 orang wanita berada di belakang kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku Cuma…….. “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan banyak alesan. Jadi ini alasan lo nolak kemauan gw. Jadi ini yang lo bilang mau fokus ke tugas “ ucap Rudi memotong penjelasan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo salah sangka Rud “ ucapku coba menjelaskan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan banyak omong lo cowok gagal “ bentak Rudi padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Byurrrr “ air minum yang ada di tangan Rudi disiram kewajahku. Membuat emosiku memuncak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan Dra, jangan buat keributan “ ucap Vika menahanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk berani sama gw, cowok gagal ? “ ucap Rudi kembali padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gagal deketin Dina, sekarang lo deketin cewek gw. Dina Cuma mau lo deketin saat orang2 menjauhinya. Tapi saat semua orang sudah mendekati dia, lo dilupain gitu aja. Dasar cowok yang malang “ Rudi mulai mengejekku. Sebenarnya aku sangat emosi tapi demi Vika akan ku tahan amarahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mau sama dia Vik. Ya sudah silahkan “ ucap Rudi sambil melangkahkan kakinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tunggu bebs “ Vika memegang tangan Rudi berusaha menahannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah gk mau sama lo dasar cewek murahan “ ucap Rudi seraya melepaskan tangannya dari genggaman Vika, lalu menampar Vika dan mendorongnya hingga jatuh.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jedas…braakkk….jebreeeettt “ secepat kilat 3 kali tendanganku menghantap perut, dada, dan muka lelaki biadab itu. Hingga jatuh tersungkur dan mengeluarkan darah segar dari mulut dan pelipisnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dengar!! Gk masalah lo nyiram gw atau menghina gw seperti apapun. Tapi gk peduli apapun alasannya, gk akan gw maafin pria yang menyakiti seorang lady “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Seketika itu ketiga orang lelaki yang bersamanya menyerangku. Ku hindari serangan dari ketiga lelaki itu lalu pukulan dan tendanganku mendarat di tubuh mereka satu per satu hingga mereka jatuh tersungkur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama satpam mall datang menghampiri kami. Dan kamipun di lerainya. Akhirnya Rudi dan teman2nya pergi dari mall itu karna jelas mereka yang mencari masalah terlebih dahulu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw laper banget Vik abis berantem tadi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah yuk makan, karna lo udah belain gw, gw traktir deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik lo gk sedih, pasti lo diputusin kan karna kejadian tadi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seperti yang lo bilang tidak ada manusia sempurna. Gk perlu lagi disesali yang sudah terjadi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami pun menuju food court mall. Kami memesan beberapa makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra jebol dompet gw Dra lo makannya banyak “ Vika kebingungan melihat pesananku yang lumayan banyak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo masih kaku aja sama gw Vik “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk apa2 deh, buat seorang pahlawan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tolong ya, jangan labeli gw dengan sebutan pahlawan. Karna jika pahlawan selesai menolong seorang wanita dia akan pergi begitu saja, sedangkan gw mengharapkan imbalan berupa peluk dan cium dari seorang wanita “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh bukan makanan nih yang lo harapin. Jadi lo mau gw peluk dan cium ? “ Vika menggeser kursinya mendekatiku. Sejak kapan modusku berhasil.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nihhh makan peluk dan cium “ hantaman kepalan tinju Vika telak mengenai kepalaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai makan ku antar Vika ke rumahnya. Hari sudah sore sebentar lagi malam menjelang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw langsung cabut aja ya Vik. Besok kita bahas tugas di kampus “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Dra. Makasih ya Dra “ tatap Vika ke arahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk usah sungkan2, klo lo mau berterima kasih, ucapkan saja pada pipi gw “ ucapku seraya mataku melirik kanan dan kiri</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hati-hati ya Dra “ Vika berlalu tanpa memperdulikan ucapan terakhirku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Semangat ya ngerjain tugasnya Vik “ aku pun berlalu menuju kosanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sekembalinya dari rumah Vika. Di kosanku, ku lihat kamar Dina masih terkunci. Ku lihat dari jendela kamarnya, barang2nya masih ada.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra tadi pembantunya si Dina kemari, kasih uang kos untuk bulan depan. Dina sebenernya ke mana sih. Kosan Cuma dijadiin tempat titip barang “ tanya Bu Maria yang entah kapan berada di belakangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saya juga gk tau bu, dia jarang masuk kampus. Sibuk syuting kali “ ucapku lemas mengingat Dina kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya bisa jadi, sering saya liat Dina nongol di tv “ bu Maria berlalu pergi meninggalkanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah memasuki kamar kosku, ku rebahkan tubuhku. Ku lihat gadget GPSku untuk mengetahui lokasi Dina berada. Sepertinya dia sedang tidak di rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku jadi kepikiran kata2 Rudi tadi di mall. Apa benar Dina sudah benar2 melupakanku. Apa aku hubungi saja Dina menanyakan kabarnya. Ah tidak mungkin dia sibuk dan tidak ingin diganggu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ curut….curut…..curut “ suara ponselku berbunyi menandakan ada sms masuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lagi pain “ tulis Vika dalam pesan singkatnya. Tumben nih cewek smsku pake basa basi, biasanya langsung aja ke masalah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagi tidur “ Balasku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tidur kok bisa bales sms gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan yang bales tangan gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa bedanya combro “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Enak tuh Vik klo dimakan anget2 “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw bete nih Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo gw laper Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk peka banget sih lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bosen gw sama yang namanya gk peka “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ YM aja yuk Dra, pulsa gw udah mau abis nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Buzz “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Buzz “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Beberapa kali Vika kirim pesan melalui YM. Ponselku terus2an berbunyi mendakan ada YM yang masuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya2 bentar napa, gw ribet nih klo OL di hp “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pake laptop aja napa “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah bentar “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku buka laptopku dan berchat ria bersama Vika. Baru kali ini aku chat dengan Vika membicarakan hal2 yang tidak penting. Dari ngerumpiin mahasiswa2 gk jelas sampai kejadian2 konyol waktu Vika SMA. Kami chating sampai tengah malam hingga ku ketiduran dengan laptop masih menyala.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat ku bangun di pagi hari kulihat layar laptopku masih menyala, dan kulihat ada beberapa chat Vika yang belum sempat terbaca olehku karna ketiduran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Buzz</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lo udah tidur Dra</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ya udah met bubu ya. Have a nice dream “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">So sweet banget sih tuh cewek, biasanya galak. Ku tutup laptopku dan merapikannya ke tasku. Lalu ku mandi dan bersiap menuju kampus. Sebelum ku pergi ke kampus ku sempat melihat kamar Dina, ternyata masih kosong.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jujur saja aku jadi merasa kehilangan Dina. Aku udah terbiasa dengan suaranya, tawanya, amarahnya. Apa di sana dia juga memikirkanku, apa dia masih ingat memori tentangku. Apa dia masih menyimpan kenangan antar kita berdua. Kehangatan peluknya masih terasa di tubuhku, kelembutan kecupannya masih menempel di bibirku, aroma tubuhnya masih hinggap di hidungku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Siang hari di kantin kampus setelah kelas selesai. Aku bersama Vika dan Adi membahas tugas kami. Tapi pandanganku sesekali menoleh kearah dimana Dina berada bersama teman2nya. Dia nampak ceria berbicara bersama temannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra semalem bokap gw dari muara karang bawa ini “ Vika menyodorkan kotak makannya lalu membukanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cumi bakar “ ucapku lirih teringat panggilanku untuk Dina saat melihat isi kotak makan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiiii tumben Cuma dipandangin aja tuh makanan “ ucap Adi langsung mengambil cumi bakar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ih jangan banyak2 Di “ Vika menepak tangan Adi yang merauk sebagian besar isi kotak makanannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tugas kita sebentar lagi selesai, semoga bulan depan udah kelar jadi kita bisa sidang sesuai jadwal “ ku beranjak dari kursi kantin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw cabut dulu ya “ ucapku seraya meninggalkan mereka berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pergi menuju tempat yg dulu dijadikan pertemuan aku dan Dina saat pergi dan pulang bareng kuliah. Walaupun sejak penculikan itu kami sudah tidak saling tunggu2an di tempat ini, tapi tempat inilah moment2 antara kami berdua tercipta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ curut…..curut….curut “ suara ponselku berdering.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo kenapa sih, kok aneh ? “ ternyata sms dari Vika. Kenapa Dina tak pernah lagi menghubungiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk apa2 Vik “ balasku singkat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo lagi dimana Dra ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masih disekitar kampus Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Laptop lo nih ketinggalan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya, ya udah tunggu ya “ aku lupa dengan laptopku, padahal di laptopku itu ada beberapa foto ku berdua dengan Dina. Kalo mereka lihat bisa gawat nih. Mana fotonya banyak yang vulgar lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya kembali ku di kantin kulihat laptopku masih pada posisi terakhir kutinggalkan. Dan reaksi Adi dan Vika pun tak menunjukan jika mereka melihat2 isi laptopku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana si lo Dra “ ucap Adi masih memakan cumi bakar dari Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra yakin lo gk mau nih “ Vika kembali menyodorkan kotak makanannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Biarin aja napa Vik klo dia gk mau, udah sadar kali dia “ protes Adi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ini buat gw nih “ ku mulai mengambil makanan yang tersedia.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mikirin apa sih Dra baru nyadar sekarang ada makanan“ tanya Vika yang keheranan denganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tiba2 Adi menerima telpon entah dari mana, sepertinya ada sesuatu yang gawat dan dia mesti segera pulang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw cabut dulu ya ade gw kecelakaan “ ucap Adi terburu-buru lalu meninggalkan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hati2 bro, konsentrasi di jalan “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra sebenernya lo kenapa sih ? “ Vika seperti penasaran denganku. Tapi aku enggan untuk bercerita.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk kenapa2 kok, Cuma kucing kesayangan gw mati aja “ ah kenapa jadi kucing yang dijadiin alasanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sejak kapan lo punya kucing “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udahlah jangan dibahas “ aku sudah kehabisan alasan sepertinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra gw udah resmi putus sama Rudi. Semalem dia sms gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terus lo gimana Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk gimana2 sih, kan gw udah tau pasti bakal seperti ini. Daripada gw harus turutin keinginan dia tanpa peduli kondisi gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Baguslah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra kita ke ancol yuk sabtu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saat seperti ini lo malah mau jalan2 mulu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya ela tugas juga tinggal sedikit lagi ini selesai “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Boleh deh, tapi naik busway yuk gw lagi bosen naik motor “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke gk masalah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sabtu pagi ku bersiap untuk pergi ke ancol bersama Vika. Entah kenapa setiap keluar kamar kos, aku selalu menoleh ke arah kamar kos Dina yang sudah tak pernah disinggahi. Mengapa aku jadi selalu memikirkannya, bukankah saat ini aku memiliki kesempatan bersama Vika, wanita yang aku kagumi diam2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di rumah Vika ku pamit kepada kedua orang tuanya untuk mengajak putrinya pergi. Oke ku coba buka lembaran baru bersama Vika. Walaupun dia sudah tak perawan, itu bukan masalah buatku, toh aku juga tak perjaka. Dia lebih baik dariku karna bisa jujur denganku sedangkan aku tak tahu bisa jujur terhadapnya atau tidak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waaaaaaahhhhhh semriwing angin pantai. Udah lama gw gk ke pantai Dra “ Berdua kami duduk di bawah payung tenda di pinggir pantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan nora deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa maksud lo Dra “ Vika melotot padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sluruppppppppppppp “ segarnya menikmati kelapa muda di pantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kok jadi cowok gk peka banget sih “ Vika memonyongkan mulutnya ke arahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa lagi sama si gk peka “ omel melihat Vika yang cemberut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah abis berapa ekor itu ikan sama udang bakarnya, terus kelapanya udah abis berapa biji ? Gw gk ditawarin “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih masih ada tulang sama batoknya. Mau lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw jalan sama cowok yang salah “ Vika tertunduk lemas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Vik lo bawa baju ganti kan ? Berenang yuk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk, gw bawa kok “ Vika nampak bersemangat kembali, wajahnya nampak merah merona.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi Dra gw gk bisa berenang, apa lagi berenang di pantai gw ngeri “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sewa ban aja, lagian kan ada gw tenang aja “ wajah Vika tambah memerah, apa karna matahari ya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah kami ganti pakaian dengan kaos dan celana pendek serta memakai sunblock, kami segera menuju pantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cprat cprit cprot “ cipratan air yang Vika lempar2kan ke arahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik perih nih airnya asin “ ku tutupi mukaku agar tidak terkena air laut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami bermain, bersenang-senang di pantai. Membuat istana pasir yang selalu hancur terkena ombak. Berenang kesana kemari, Vika menggunakan ban sementara aku mengejarnya dari belakang. Lama kami bermain di pantai hingga menjelang sore hari. Kami yang kelelahan berbaring di atas pasir pantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huffttt cape banget gw Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama gw Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ Vika menatapku tajam</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ ku balas tatapannya tak kalah tajam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami hanya saling berpandangan tanpa mengucap sepatah kata. Biarlah mata kami yang berbicara memberi tahu isi hati kami masing2. Tanpa sadar wajah kami saling mendekat, dapat kurasakan deru nafasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cantik sekali wanita yang ada di hadapanku, yang selama ini ku kagumi. Perlahan semakin dekat wajah kami, entah siapa yang mendekat, ku rasa perasaan kami yang menarik kami. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Senja semakin rendah, matahari semakin memerah hendak berganti giliran dengan rembulan. Mengiringi bibir kami yang bersatu tanpa perintah dari otak kanan maupun otak kiri. Lembut, ya sangat lembut, bahkan lebih lembut dari Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry Vik gw kelepasan “ ku bangkit terduduk memandang ombak pantai yang mulai meninggi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika ikut bangkit menyandarkan kepalanya di bahuku “ Lo percaya takdir Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmm “ ku menoleh ke arah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Semua yang kita alami sampai saat ini adalah takdir “ Vika menggenggam erat tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya gw percaya “ ucapku perlahan memandangi Vika yang masih bersandar di bahuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tuhan tidak menjanjikan kita langit selalu biru Dra, tapi Tuhan selalu memberi pelangi setelah badai “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk tau sedekat apa hubungan lo sama Dina. Mungkin Dina adalah langit biru bagi lo dan kehilangannya adalah sebuah badai untuk lo. Tapi gw berharap gw bisa jadi pelangi untuk lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ternyata Vika sudah mengerti tentang kegundahan hatiku selama ini. Memang perasaan wanita tak bisa diremehkan. Tapi mengapa Vika berkata seperti itu, apa dia mulai mencintaiku. Huftt jadi cowok tampan memang menyenangkan, tapi sulit dijalani.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah puas bermain di pantai kamipun bergegas pulang. Karna week end busway jadi penuh sesak, dan kami tak mendapat tempat duduk. Vika yang sangat lelah tertidur dipelukanku sambil berdiri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah turun dari busway ku bangunkan Vika tapi sepertinya dia sulit untuk bangun. Akhirnya ku gendong dia di punggungku menuju rumahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah mengantar Vika pulang, ku berjalan menuju kosanku di tengah gelapnya malam. Ku mulai berfikir tentang Vika……..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bau apa ini “ ku endus2 sekitarku mencari sumber bau. Kenapa bajuku jadi lepek ya, perasaan Vika gk berat2 amat, tak perlu mengeluarkan keringat…………. Sialan ternyata bau jigongnya Vika yang membasahi bajuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 13 ( Lebih Dari WOW )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Curut….curut……..curut “ ponselku berdering. Ah hanya sms kosong dari Dina, apa maksudnya. Sudahlah sepertinya dia memang tidak niat menghubungiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Senin pagi di kampus</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Di gimana ade lo udah baikan “ tanyaku pada Adi yang sedang duduk di salah satu kursi taman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah Dra. Eh Vika gk bisa ke kampus Dra, adenya sakit, ortunya lagi pergi ke bogor sodaranya ada yang nikahan, jadi Vika yang rawatin adenya “ ucap Adi memberitahu tentang Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya tadi dia juga kabarin gw Di. Kita ke rumah Vika ngerjain tugas di sana aja nanti “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Siang hari di rumah Vika. Tugas yang ku perkirakan sebulan lagi kelar tapi hanya dalam sehari semalam dapat aku kelarkan, begitu juga dengan Vika. Apa ini karna aura cinta yang telah kami keluarkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kayaknya semua udah beres deh tinggal masalah desain aja Di lo rapiin lagi “ ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yakin nih Dra gk ada penambahan script lagi “ ucap Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya. Lo semua udah paham kan keseluruhan tugas kita “ ucapku kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Paham sih, nanti tinggal pemolesan terakhir aja desainnya gampang kok “ ucap Adi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saatnya kita pesta untuk selesainya tugas kita “ ucapku bersemangat lalu berdiri dan pergi menuju dapur Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra mau kemana lo, seenaknya aja masuk ke dapur orang “ protes Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Widiiiiihhh banyak amat makanannya Vik. Lo semua yang masak nih “ teriakku dari dalam dapur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOhh iya donk, Vika gitu lho “ ucap Vika dengan bangganya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bawa semuanya aja Dra “ teriak Adi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo berdua jangan seenaknya deh “ protes Vika kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo gw gk boleh makan masakan lo, berarti masakan lo gk enak “ ucapku keluar dari dapur seraya membawa piring2 berisi makanan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kamipun larut dalam suasana makan2 yang menyenangkan, tapi tetap tidak mengganggu adiknya Vika beristirahat di kamarnya. Hingga sore menjelang semua makanan di rumah Vika habis kami makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Enak banget Vik masakan lo “ pujiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo berdua kebangetan ya di rumah gw “ omel Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo juga ikut makan aja, pake protes “ ucapku mengejek Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah sore gw balik ya Vik “ ku bangkit untuk kembali ke kosanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Balik yuk Di “ ku bangunkan Adi yang sedang tidur bersandar di kursi. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiiii Di “ ku guncang2kan tubuh Adi membangunkannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tidur apa mati nih bocah “ ku tendang2 tetap gk bangun2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kasar banget sih Dra “ ucap Vika yang tak tega melihat perlakuanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis kagak bangun2 nih orang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk mati kok Dra “ ucap Vika setelah memastikan nadi di tangan Adi masih berdenyut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udahlah gw cabut dulu Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh jangan balik Dra, gw sama ade gw cewek, dia cowok bisa bahaya nih klo lo tinggalin dia di sini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya ya, dia kan bujang lapuk. Hati2 lo Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makanya lo di sini dulu sampe dia bangun “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami berdua duduk dilantai beralaskan karpet menonton TV sambil menunggu Adi bangun sampai sore berganti malam, tapi tetep saja si pelatih pesut yang satu ini belum bangun2. Padahal suara TV sudah ku keraskan, lalu ku siram air agar Adi bangun.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik ortu lo ko belum pulang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nginep mereka Dra, besok pagi baru balik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo ada air keras gk Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Buat apa Dra ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Buat bangunin noh si pelatih pesut “ ucapku kesal menunjuk Adi yang masih sibuk dengan mimpinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah ah biarin aja “ Vika mulai merebahkan kepalanya di pundakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ah aku jadi gemetar, ku coba beranikan diri membelai rambutnya yang hitam mengkilap dan harum. Pake sampo apa ya kira2 si Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuh kami semakin merapat, terasa sekali kehangatan dari tubuhnya. Ku angkat dan ku tatap wajahnya. Wajah yang selalu terbayang dalam mimpiku, kini tepat di depanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku tempelkan keningku dengan keningnya, ku tatap matanya dan ku sentuh rambutnya “ gw sayang sama lo “ bisikku perlahan. Seketika itu wajahnya nampak memerah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hembusan nafasnya sangat terasa mengaliri wajahku. Perlahan bibir kami mulai bersentuhan, kelembutan yang kurasakan di pantai waktu itu kembali kurasa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lama kami berkecup hingga tanpa disadari bibir kami saling terbuka, memberi kesempatan lidah kami untuk saling berpagut. Permainan lidahnya masih terasa kaku bila dibanding dengan Dina, tetapi lidahnya masih sangat lembut daripada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika mulai melingkarkan tangannya ke leherku, ku juga mulai melingkarkan tanganku ke tubuhnya. Ku peluk erat, ingin kurasakan kehangatan yang lebih dari tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak ada kata yang keluar dari mulut kami, melainkan pancaran rasa yang muncul dari dalam hati kami berdua. Entah aku yang mendorong atau Vika yang menarik, hingga tubuh Vika kini terbaring di bawahku. Sementara Lidah kami masih sibuk dengan pagutan2nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Deru nafas kami semakin memburu menandakan birahi cinta mulai menyelimuti. Ku telusuri tubuh Vika mencari ujung pakaiannya. Setelah jemariku menemukannya, Vika mengangkat kedua tangannya seolah isyarat bahwa dia mempersilahkanku melepaskan pakaiannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuh indah berbalut bra berwarna merah terpampang jelas olehku. Tonjolan payudaranya terlihat begitu halusnya. Ku kecupi dadanya yang sangat halus, Vika menaikkan tubuhnya memberi kode untuk membuka kaitan branya. Oohh payudara yang begitu indah menjulang kearahku. Tak sebesar milik Dina, dan lingkaran putingnya masih kecil berwarna pink. Berbeda dengan Dina yang coklat kemerahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhmmmm “ lenguh Vika saat lidahku menelusuri bukit payudaranya. Lebih lembut dari Dina, lebih kencang pula. Ku permainkan putingnya yang masih mungil, jelas karna baru beberapa kali payudaranya dinikmati lelaki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ ku tatap wajah Vika merespon panggilannya. Ku liat matanya terpejam tak lama tangannya menekan kepalaku untuk kembali mempermainkan payudaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ssssshhhh “ desahan Vika mulai keluar dari mulutnya. Membelai-belai rambutku, menahan rasa nikmat yang ku berikan. Ku hisap2 putingnya, ku gigit2 perlahan, tanganku mulai menjelajahi bagian pinggang Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Perlahan ku buka kancing dan sleting jeans yang Vika kenakan. Ke cupanku turun ke arah perutnya berbarengan dengan turunnya celana Vika oleh tanganku. Vika menekuk kakinya membantuku melepas celana dan juga CDnya. Sekarang tubuh bugilnya ada di hadapanku. Indahnya tubuh wanita yg ku kagumi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry Vik “ ku tersadar, aku bangkit dan langsung ku tutupi tubuh Vika dengan pakaiannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika bangkit dan menyingkirkan kain yang menutupi tubuhnya. Dengan tersenyum Vika melingkarkan tangannya pada leherku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga sayang sama lo “ Vika menariku kembali hingga dia rebahan di bawahku. Di lepaskannya bajuku, lalu dibuka kancing dan sleting jensku. Ku turunkan jens dan cdku. Saat ini tubuh kami sudah tak mengenakan apapun.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk mau lo nyesel Vik saat selesai “ku coba mengingatkan Vika, tapi tubuhku makin ku dekatkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika hanya menjawab dengan senyuman, vaginanya yang masih segaris ditumbuhi bulu2 yg rapi dan sedikit, terlihat sudah terlumasi oleh lendir. Dengan rasa ragu ku mulai melakukan penetrasi. Vika membuka kedua pahanya yang putih mulus mempersilahkan penisku untuk memasuki vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAaakkkhhhhh “ erangku saat kepala penisku mulai memasuki vaginanya, masih begitu sempit vaginanya karna baru beberapa kali tercicipi. Vika hanya memejamkan mata dan menggigit bibir bagian bawahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jilati putting payudara Vika yang telah mengeras, menambah rangsangan terhadapnya. “ Ooouuuuggghhh Dra “ desah Vika saat seluruh batang penisku memasuki liang vaginanya. Tubuhnya dinaiki hingga payudaranya lebih menekan wajahku yang sedang bermain dengan putingnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku diamkan sejenak penisku di dalam vaginanya, kurasakan kedutan2 yang sangat mencengkram erat penisku. Untunglah ada lendir vagina, jika tidak mungkin penisku tidak akan bisa ku lepas. Andai bisa ku dapati perawannya mungkin akan terasa sangat sempurna.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Melihatku hanya berdiam saja, Vika yang sudah tak tahan mulai menggerakkan pinggulnya. Ku ikuti gerakan pinggulnya seirama. Ku tatap wajahnya yang sedang dilanda birahi….. oh begitu cantiknya wajah pasra meresapi kenikmatan yang mulai menjalar seluruh tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vika “ ku pandangi pipi merahnya yang mulai teraliri keringat. Hujaman penisku makin ku percepat. begitu pula dengan gerakan pinggulnya. Lebih nikmat dari pada petualanganku bersama Dina. Mereka berdua wanita yang berbeda, Dina dengan keliarannya dan Vika dengan kelembutannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku jilati leher jenjangnya yang harum seharum bunga2 di taman surga. Oh walaupun belum pernah ku ke surga tapi harumnya dapat kurasakan di tubuh Vika. Bagai sekuntum bunga dari surga, yang bahkan jika bunga itu terjatuh ke neraka terdalam dan terombang ambing dalam lahar api sekalipun akan menyejukkan seisi neraka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dekat dengannya adalah suatu keindahan tapi menyatukan tubuh dengannya adalah hasrat tak terucap. “ OOooouuugggghhh “ Vika aura cintamu telah membakar birahiku, hingga ke tulang2ku ikut merasakan betapa indahnya bersamamu di tengah malam yang beratapkan langit, berselimutkan angin, dan bercahayakan bintang2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaakkkkhhhhh Dra, gw sadar sepenuhnya berada dalam dekapan lo sssshhhhhhh “ ucap Vika diiringi desahan dan gerakan2 erotisnya yang semakin menerbangkan kami. Mungkin dia coba meyakinkanku bahwa nanti tidak akan ada penyesalan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika membalikkan posisi kami, hingga saat ini dia berada di atasku. Digenggam kedua tanganku lalu direntangkan. Dengan bibir merahnya yang menyentuh bibirku, dia kembali menggerakkan pinggulnya. Lidahnya kembali menerobos bibirku yang masih terkatup, dicarinya tempat lidahku bersemayam lalu memainkan permainan yang tadi kami lakukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kurasakan kedutan vagina Vika makin kencang mencengkram penisku, hingga membuat gerakan kami menjadi pelan. Kurasakan pula penisku mengejang, sepertinya sebentar lagi kami akan mencapai puncak percintaan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOooooouuugggggghhhh Draaaaaaaaaa “ erang Vika diiringi semburan cairan orgasmenya membasahi penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAAkkkkkkhhhh Viiiiiiiiik “ tak lama aku pun menyusul “ crot crot crot crot crot “ semburan spermaku membasahi liang vagina Vika. Rasa yang begitu nikmat menjalari tubuh kami yang menegang setengang – tegangnya. Vika tergeletak lemas di atas tubuhku, penisku masih berada dalam dekapan vagina Vika menikmati sisa-sisa kenikmatan seolah sayang untuk ditinggalkan walau sedetik.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ aku baru sadar jika kami tak menggunakan pengaman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw lagi gk subur kok Dra “ ucap Vika yang sudah mengerti dengan apa yang ku pikirkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah penisku mengecil dan keluar sendiri dari vagina Vika, kami langsung bergegas memakai semua pakaian kami. Kami sadar sedari tadi Adi ada di dekat kami tertidur pulas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami duduk kembali saling bertatapan, ku lihat tak ada penyesalan dari wajah Vika. Lama kami termenung saling pandang dan akhirnya kami berdua tertawa. Lalu Vika merebahkan kepalanya di pahaku, ku belai rambut indahnya sambil kami kembali menonton tv yang sedari tadi menyala. Tak ada kata yang terucap dari mulut kami, seolah ada sesuatu yang sangat berat di bibir kami yang membuat lidah kami gugup tak bergerak. Aku hanya membelai, menikmati lembutnya rambut hitam mengkilap dari seorang wanita pujaanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam semakin larut nampak Adi tak ada tanda2 akan bangun. Akhirnya ku siram dengan air seember juga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Stresss lo Dra, gk bisa pelan2 apa bangunin gw “ omel Adi yang terkaget bangun dari tidur karna siraman air dariku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dari sore gw sama Vika bangunin lo, tapi lo gk bangun2, gw kira lo mati “ omelku tak kalah sangar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah malem ya “ Adi sudah mulai menyadari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk pulang, lo mau di grebek “ ucapku seraya menyeret Adi pergi meninggalkan rumah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik kita pulang dulu ya “ ucapku pamit pada Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hati2 ya lo berdua “ ku lihat wajah Vika tersenyum sumringah melambaikan tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari yang cerah secerah hatiku. Burung2 berkicau melantunkan tembang untuk sang matahari, yang dengan gagah mulai menyinari bunga2 yang layu terkena angin malam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Seorang wanita yang kupuja dari awal ku melihatnya, kini telah berada sangat dekat di hatiku. Wanita itu kini tersenyum manis setiap menatapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa peduli dimana keberadaan Adi sekarang. Di taman kampus, di depan laptop kami masing2 yang terbuka, kami saling berbicara. Bukan tugas yang saat ini kami bicarakan…..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo kok jago banget sih, bagi gw weapon donk “ ucap Vika yang makin kesulitan memainkan game online yang kembali kami mainkan, setelah beberapa waktu tidak main karna fokus ke tugas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan tadi udah gw kasih, berusaha donk jangan ngandelin gw aja “ ucapku memberi semangat pada Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk peka banget sih Dra “ rungut Vika padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Muncul lagi tuh si gk peka “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayolah Dra masa lo tega sama seorang lady “ rayu Vika mengharapkan pertolongan dariku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk konsen nih klo lo bawel begini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah tinggal kasih gw weapon, terus gw diem deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah, ya udah “ akhirnya aku menyerah dan memberinya bantuan kemanuasiaan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra gw diserang nih, musuhnya kuat banget lagi, tolong donk lo mainin game gw “ pinta Vika kembali heboh.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga lagi diserang nih Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo pause dulu napa Dra. Gk peka banget sih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ MANA BISA GAME ONLINE DIPAUSE “ omelku pada Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ternyata lo galak banget “ ucap Vika tersendu-sendu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry2 Vik, gw lagi konsen nih jadi sedikit emosi “ ku coba menenangkannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah mainin game gw “ pinta Vika manja. Terpaksa ku relakan kekalahanku demi seorang bidadari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Vik lo semalem gk nyesel setelah kita …………. “ aku bingung menyebut yang semalam kami lakukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Entah kenapa ya Dra, gw gk ada penyesalan. Mungkin karna gk ada paksaan, atau jebakan kayak obat perangsang gitu “ ucap Vika dengan senyumnya yg khas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami berdua terdiam tak ada kata yang mampu kami ucapkan. Ku pandangi langit, ku saksikan awan2 yang sedang bergerak, seolah memata-matai kami. Jantungku berdegup kencang, begitu pula jantung Vika hingga dapat terdengar jelas olehku suara detakan jantungnya “ Dug dug dug “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dwaaarrrr “ hah kok meledak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woii Dra kalah dah gw, lo gimana sih malah bengong mainin game gw, di bom dah tuh “ oh ternyata suara dari game yang kumainkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ S…s…sorry Vik gk sengaja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mana udah jauh lagi “ Vika nampak kecewa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nanti gw bantuin lagi deh Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk peka banget sih lo Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok nongol lagi sih gk peka “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat kami sedang asik bermain game, tiba2 hadir sesosok tangan menyodorkan sebuah kotak makan. Kotak makan yang masih ku ingat dengan jelas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dina “ ucapku ketika ku menoleh wajah pemilik tangan tersebut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina tersenyum manis menatapku. Aku hanya memandangnya terkejut melihat wanita yang menghilang begitu saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kira2 Adi dimana ya, ada yang mau gw tanyain nih tentang tugas. Gw cari Adi dulu ya “ ucap Vika seraya menutup laptopnya dan merapikan ke dalam tasnya lalu meninggalkan kami berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Apa yang dirasakan Vika ya. Sepertinya dia nampak tak senang dengan kehadiran Dina di tengah kedekatan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maaf Dra telah sedikit melupakan lo “ ucap Dina lalu duduk di sebelahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih jatah makan lo dari gw, maaf ya udah gk pernah kasih lagi “ ucap Dina kembali menyodorkan kotak makan yang dulu biasa dia berikan padaku. Memoriku kembali ke masa2 saat bersama dengannya. Tapi aku memikirkan Vika, entah apa yang Vika rasakan saat ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo marah sama gw Dra, kok diem aja ? “ tanya Dina memandangku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk kok Din, gw Cuma kaget aja, tiba2 lo pergi, tiba2 juga lo dateng “ ucapku menoleh ke arah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maaf gw baru sadar, klo kebahagiaan gw tuh bukan ketenaran “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhmmmm “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kebahagiaan gw tuh saat sekarang ini, berada di samping lo. Apa lagi klo liat lo makan dengan lahap, seneng banget gw. Saat ini gw gk mau membuang satu detikpun atau satu meterpun di langkah pertama gw. Gw mau selalu bersama lo “ ucap Dina tersenyum lebar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku terkejut mendengar ucapan Dina itu. Perasaan2ku serta ingatan2ku saat bersamanya terus menghujami kepalaku. Terkenang kembali masa dimana kami mengukir moment2 indah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selama ini lo kemana aja sih sebenernya “ ucapku sedikit sewot memandang wajahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maaf Dra “ sekali lagi dia mengucapkan kata maaf dengan kepala tertunduk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudahlah “ ucapku mengalihkan pandanganku kearah laptopku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw denger lo berantem sama Rudi ya, cowoknya Vika “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kenal Vika? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya lah dia sering di ajak Rudi nongkrong bareng sama anak hukum “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Rudi anak hukum juga mangnya ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah lo gak tau apa ? “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Peduli amat gw tau dia “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Katanya Rudi mergokin lo berdua pacaran di mall ya ? “ tanya Dina yang sepertinya penasaran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Salah paham aja, Cuma dia yang gk mau denger akhirnya kasar sama Vika. Sebagai lelaki ya gw hajar aja tuh si Rudi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Salah paham gimana Dra ? “ sepertinya Dina makin penasaran</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw ke mall mau cari buku buat materi tugas kami, terus Vika ajakin mampir bentar liat boneka. Eh tau2 tuh si artis gagal dateng marah2 “ heh kenapa aku bilang cari buku. Kenapa tidak ku katakan aku habis nonton bareng Vika dan tidak ada hubungannya dengan tugas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huftt, gitu toh ternyata “ Dina menghela nafasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhmmmm “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Si Rudi jelek2kin lo mulu di depan gw, yang bilang lo ngejar2 gw mulu lah. Saat itu gw jadi kepikiran sama lo Dra. Ya udah gw maki2 aja dia, terus gw sadar klo selama ini gw udah ngelupain lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Biarin ajalah dia mau omong apa. Males gw berurusan sama banci “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra tapi bener nih lo gk ada apa2 sama Vika ? “ pertanyaan yang sulit ku jawab</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaaaaaaaaa “ ku kehabisan kata2 nampaknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi kayaknya lo tadi berdua seneng banget. Harusnya kan Vika sedih tuh ribut2 gitu antara lo sama cowoknya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk tau “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa sih lo gk tau “ kenapa tiba2 Dina jadi kepo gini sih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din kemaren bu maria nanyain lo tuh, kok gk di tempatin kamar kos lo “ ku coba mengalihkan pembicaraan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hari ini gw mau tempatin lagi Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh gw buka ya kotak makannya Din “ ucapku seraya membuka kotak makan yang Dina berikan tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tumben lo pake basa basi, biasanya main buka aja “ ucap Dina “ buka baju gw “ bisik Dina tepat di telingaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ternyata Dina tak pernah berubah, selalu bergairah seperti biasanya. Eh selama tidak bersamaku apa Dina bermain dengan lelaki lain ya. Membayangkan Dina bercinta dengan lelaki lain membuat dadaku terasa sesak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selama gk ada lo gw tidur sendiri nih Dra, jadi sepi rasanya “ oh leganya tanpa perlu ditanya Dina sudah menjawab kegundahan hatiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo masih sibuk syuting donk sekarang ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah gk mau, ngapain semua udah di setting, gw Cuma pura2 aja di depan kamera. Mending juga seperti waktu sama lo aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh gitu, jadi gk terkenal lagi donk lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk apa2. Eh tugas lo gimana Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah selesai, tinggal diajuin aja sama dosen pembimbing “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berarti kita bisa jalan2 lagi donk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmm kemana ya enaknya ?? “ Dina nampak kebingungan memikirkan rencana perjalanan kami. Aku juga bingung tentang Vika, alesan apa aku sama Vika. Walaupun tidak ada kalimat pacaran antara aku dan Vika tapi pasti dia akan menanyakan keberadaanku. Masa aku harus bilang pulang kampung lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tunggu dulu Din, gw harus bener2 mastiin klo tugas gw udah clear. Setelah itu baru kita jalan2 lagi “ ku coba ulur waktu untuk mengatur strategi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo gk kita jalan2 yang deket aja, sekitar Jakarta gitu “ Aduuuhhh makin bingung aja aku. Coba tenang dan berfikir.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo di Jakarta mah gw bosen Din “ ku coba mencari-cari akal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama gw juga bosen, tapi kan yang penting kita berdua bisa jalan2 menghabiskan waktu bersama “ Huh ada aja sih alasannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudah gw coba atur waktu dulu deh Din. Gw mau ke kelas dulu ya, mau cari Adi dan Vika “ ucapku seraya bangkit lalu berjalan meninggalkan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah, besok kita bareng lagi ya Dra, naik motor lo “ jebretttttt sepertinya masalah baru akan timbul.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Memikirkan hal ini membuat kepalaku terasa berat. Terlebih beberapa hari ini aku makannya sedikit. Hanya 3 kali sehari. Membuat tubuhku terasa lemas. Ku berjalan tergopoh-gopoh, langit yang berwarna biru menjadi nampak kuning olehku. Pandanganku menjadi kabur, lalu berubah semakin gelap dan akhirnya kesadaranku hilang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 14 ( Neraka yang Bernama RIVAL )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat ku buka mataku, ku perhatikan sekitar ruangan tempatku terbaring lemas. Aku mengenal ruangan ini, ruangan yang saat itu menjadi saksi bisu gejolak birahi antara aku dan Dina. Ya ini adalah kamar Dina. Terdengar sayup2 suara wanita, ku bangkit dari tidurku menuju asal suara itu berada. Nampaknya suara itu ada di ruang makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh IT sember Andra itu perlu energi, sop kambing itu bagus buat ningkatin stamina “ teriak Dina pada Vika. Mereka berdua nampak sedang menyiapkan hidangan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh hakim sembleb lo gk peka banget sih. Tensi darah Andra bisa naik klo makan kambing, bisa kena kolestrol juga dia. Lebih baik dia makan soto daging sapi “ bentak Vika tak kalah kencang pada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk denger apa tadi dokter gw ngomong apa. Si Andra tuh darah rendah jadi perlu makan kambing “ omel Dina kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Itu mah akal2an lo aja sama dokter sotoy lo itu. Gk mungkin Andra darah rendah, dia kan makannya banyak “ Vika tak mau kalah sepertinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku hanya bisa terduduk di kursi meja makan, melihat mereka bertengkar. Huft kenapa jadi begini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Andra lo udah siuman “ ucap mereka berbarengan ketika melihatku terduduk lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhmmmm “ tubuhku masih terasa lemas sekali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mesti makan yang banyak Dra “ ucap Dina menyendokkan nasi yang masih panas ke sebuah piring.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh hakim sembleb jangan banyak2 nasinya ntar kena gula si Andra “ omel Vika kembali seraya merebut piring yang ada dalam ngenggaman Dina lalu mengurangi nasinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh IT sember klo Andra makannya dikit mana bisa sembuh dia “ Dina tak mau kalah, dia rembut kembali piring itu dan menambahkan nasi kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku pandangi langit2 rumah Dina di tengah terjadi perebutan piring nasi antara mereka berdua hingga tarik menarik, dan piring nasi itu terpental ke atas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pluuukkk “ tiba2 nasi panas hinggap tepat di wajahku “ PRaaannngggg “tak lama kemudian menyusul piring menghantam kepalaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Panas….panas……panas…….sakit…..sakit……sakit “ ku menggelinjang meratapi nasibku, hingga kursi yang kududuki tak mampu menahan tubuhku yang bergerak tak karuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruaaaaakkkkkk “ ku jatuh terlentang di lantai, kepalaku terbentur lantai. Pandanganku kembali kabur dan akhirnya kesadaranku hilang lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat ku buka kembali mataku, aku sudah berada di kamar Dina kembali. Ku lihat kedua wanita itu sedang tertidur bersama di lantai kamar dengan bersandar pada lemari. Kepala dan bahu mereka saling menempel, terlihat akur klo sedang tidur begini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Eh kok kepalaku terasa dingin sekali ya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ CEWEK2 STRESSS BANGUN LO “ teriaku kepada kedua wanita itu saat mengetahui kepalaku betumpu pada sebuah balok es.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra lo udah siuman lagi “ ucap mereka polos berbarengan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang naroh balok es di kepala gw ?? “ tanyaku pada para wanita stress itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tuh si IT sember yang naroh “ ucap Dina menunjuk ke arah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi gara2 si hakim sembleb tuh, dia bilang klo orang kebentur kepalanya harus buru2 di kompres pake es “ ucap Vika membela diri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi kan bukan balok es semberrrrrr “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo salah kenapa lo ikut bantuin gw tadi semblebbbb “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa kalian gk bunuh gw aja sih “ keluhku lemas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Huft keduanya masih saja terus bertengkar. Ku bangkit dari tempat tidur dan melangkahkan kakiku. Ku berjalan gontai berpegangan pada tembok2.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau kemana lo Dra “ tanya Dina melihatku berjalan meninggalkan mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau ke dapur “ ucapku lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sakit masih aja mau keluyuran di dapur “ ucap Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk peka banget sih hakim sembleb. Andra tuh belum makan dari pagi “ omel Vika pada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya ya. Ah gara2 lo nih IT sember “ omel Dina tak mau mengalah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam hari di rumah Dina. Suara jangkring bersautan menyambut datangnya malam. Tapi ada suara lain yang juga bersautan……………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Si Andra itu sukanya lagu2 korea “ ucap Dina menyetel channel musik korea</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk mungkin Andra suka, lo gk peka banget sih. Si Andra itu sukanya drama romantis “ ucap Vika merebut remote tv dari tangan Dina lalu memindah channel tv box office.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah kok film action sih “ Vika nampak kebingungan dan mengganti-ganti channel tv.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Norak lo, gk pasang tv kabel ya di rumah lo “ ejek Dina melihat kebingungan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berisik lo hakim sembleb “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh IT sember kenapa lo gak pulang. Ntar ortu lo nyariin aja, lo kan anak mami gk boleh pulang malem2 “ ejek Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw nginep di sini. Nih lo telpon ortu gw biar dia percaya, gw nginep di rumah cewek “ ucap Vika menyodorkan ponselnya pada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seenaknya aja lo mutusin. Ini rumah gw, terserah gw siapa yang boleh nginep di sini “ protes Dina dengan kelakuan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra tuh lagi sakit perlu perhatian dari gw, klo lo yang jagain bisa2 dia lo tinggal clubbing lagi. Secara lo anak gaul yang bebas gitu “ ejek Vika tak pernah mau kalah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sepertinya pertengkaran mereka tak berhenti sampai di sini saja, huh kenapa jadi ribet begini sih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke lo boleh nginep di rumah gw tapi lo tidur di sofa “ ucap Dina yang akhirnya mengizinkan Vika menginap.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk peka banget sih, gw kan tamu dan tamu itu adalah raja. Lo sediain kamar donk buat gw tidur bareng Andra “ protes Vika tak terima keputusan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa lo mau tidur bareng Andra, enak aja ya nanti bisa2 mimpi buruk si Andra. Dia tidur sama gw, lo di kamar tamu aja “ ucap Dina yang sulit menerima keinginan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sepertinya hari2ku bakal semakin berat nih menghadapi keributan antara dua wanita ini. Sekali lagi ku bilang “ jadi cowok tampan memang menyenangkan, tapi sulit dijalani “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Akhirnya diputuskan kami bertiga tidur di kamar Dina. Ranjang yang ada di kamar tamu dipindahkan oleh satpam Dina ke kamar Dina. Kamar yang lumayan luas jadi masih cukup untuk 2 ranjang berada di kamar itu. Dina dan Vika tidur satu ranjang sedangkan aku tidur di ranjang yang berbeda.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku perhatikan wajah polos mereka saat sedang tertidur. Lucu juga, bahkan terkadang tanpa mereka sadari mereka saling berpelukan, rebutan selimut, rebutan guling, hingga rebutan area ranjang. Ku pejamkan mataku agar kesehatanku pulih kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari, terdengar kicau burung bersautan menyambut sang mentari. Terlihat kedua wanita itu masih tertidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">” Eeeeee aaaaaa “ suara Vika yang bangun dari tidurnya merenggangkan otot2nya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo udah bangun Dra, gimana keadaan lo ? “ tanya Vika melihat kearahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mendingan Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika bangkit dari ranjang lalu hendak menuju kearahku, sepertinya ingin memberikan ciuman selamat pagi “ Crecek “ langkah Vika terhenti.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HAKIM SEMBLEB INI PASTI KERJAAN LO KAN “ bentak Vika melemparkan bantal kearah Dina saat Vika melihat kakinya terikat oleh rantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina yang kaget dengan lemparan bantal Vika akhirnya terbangun “ Apa sih lo IT sember pagi2 udah ngamuk aja “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menoleh ke arah Vika yang sedang emosi “ He he he Klo lo gk gw rante bisa2 lo bergerilya ke ranjang Andra. Mana bau jigong nih bantal, lo ilerin ya “ Dina bangkit dari tempat tidur “ Crecet “ Dina terhenti.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ IT SEMBER INI PASTI KERJAAN LO KAN “ teriak Dina saat mengetahui tangannya sedang terborgol pada kayu sandaran tempat tidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hi hi hi klo lo gk gw borgol bisa2 lo nyolong2 ke ranjang Andra “ ucap Vika merasa puas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sember lepasin gk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo dulu lepasin gw baru gw lepasin bleb “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama2 lemparin konci aja sini mber “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hari ini kami bertiga tidak masuk kuliah, tubuhku masih lemas dan kedua wanita itu tidak ada yang mau mengalah tentang siapa yang merawatku. Sebenernya aku bisa merawat diriku sendiri tapi ya begitulah. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di suatu sudut ruangan setelah makan lalu mandi aku dan Dina duduk berdua menonton tv. Sedangkan Vika sedang mandi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb lo nonton musik apa tuh “ ucap Vika yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan rambut yang masih basah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Musik korea mber “ ucap Dina menoleh ke arah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember ngapain lo pake2 baju gw “ omel Dina melihat pakaiannya dipakai Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk bawa baju ganti, jadi terpaksa pake baju jelek ini. Oh ternyata baju lo toh “ ucap Vika setengah mengejek.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ganti donk bleb, cari yang acaranya drama romantis gitu “ pinta Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Korea juga ada tau drama romantisnya mber “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya apa lagi klo yang main park ji sung mber. Huh sedih banget bisa2 nangis 3 hari 3 malam lo “ ucap Dina dengan ekspresi yang menyedihkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa sih bleb. Heh park ji sung bukannya pemain bola bleb “ ucap Vika keheranan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh ya, berarti dia udah alih profesi ya mber “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo setau gw sih, drama korea yang sedih klo yang main tuh kim jong ill bleb “ ucap Vika berpendapat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo juga tau ya tentang korea. Heh mber bukannya kim jong ill itu presiden korea utara yang baru meninggal waktu itu “ Dina terlihat kebingungan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa sih bleb, berarti dia milih berkarir di korut karna bisa jadi presiden daripada di korsel Cuma jadi artis “ ucap Vika dengan wajah polosnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh artis korea tuh yang ada namanya loo ma ho “ ucapku menyela pembicaraan kedua wanita itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lee min ho bodoh. Klo gk ngerti diem aja deh, ini obrolan cewek, cowok gk usah ikut campur “ teriak mereka berdua serentak. Sebenernya mereka ngerti gk sih yang sedang mereka bicarakan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ah klo gw gk gitu suka drama asia, gw sukanya drama eropa, amerika gitu, hollywood dah pokoknya “ ucap Vika setengah sombong.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh gitu mber “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh kebetulan gw bawa DVDnya, lo mau nonton gk “ ajak Vika yang sudah mulai akur dengan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Boleh2 mber “ Dina nampak antusias menerima ajakan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika lalu beranjak mengambil DVD yang ada di tasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah ini dia bleb “ Vika menunjukan sebuah DVD original pada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ MOHABBATEIN “ hah aku dan Dina hanya bisa termenung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ceritanya sedih banget, ternyata tuh cinta mereka gk direstui terus yang cewek bunuh diri. Nah cowoknya mau balas dendam sama bokap ceweknya. Tapi bukan mau bunuh bokapnya lho, Cuma mau menyadarkan aja bahwa cinta mereka tuh abadi. Pokoknya sedih dah klo nonton apalagi theme song-nya oooohhh bisa kering air mata “ ucap Vika coba menerangkan sekilas tentang film itu. Aku dan Dina hanya bisa terdiam membisu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember. Setau gw itu tuh film India. Korea sama India itu sama2 ada di Asia. Ini mah bukan Hollywood tapi Bollywood “ Dina coba memberi tahu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh masa sih, bukannya India di eropa. Sejak kapan pindah ke Asia “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sejak nenek lo belum lahir juga udah ada di Asia sembeeerrrrrrrr “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw kira eropa, soalnya pemain2nya tuh tinggi2, mancung2 lagi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra cewek 1 kelompok lo pinter gk sih “ Dina menoleh ke arahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ke esokan harinya, tubuhku sudah lebih baik. Walaupun hatiku sangat jauh dari kata baik. Ku hendak berangkat kuliah dengan naik kendaraan umum, karna motorku berada di kampus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra bareng gw aja naik mobil gw “ ajak Dina yang melihat aku dan Vika hendak pergi ke kampus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb si Andra tuh mau naik angkot bareng gw “ teriak Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember naik angkot tuh banyak polusinya, klo Andra sakit lagi gimana “ teriak Dina berargumentasi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Iya juga ya, untuk kali ini lebih baik naik mobil Dina saja dan sudah pasti Vika juga ikut menaiki mobil Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sember siapa yang izinin lo naik mobil gw “ bentak Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sopir diem aja, udah lo nyetir aja ke tempat tujuan tuan dan nyonya “ Ejek Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku yang duduk di bangku depan bersama Dina yang sedang mengemudi. Sedangkan Vika duduk tepat di belakangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha’ “ tiba2 Vika menurunkan jok tempatku duduk, hingga posisiku terbaring.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember lo ngapain sih, jangan aneh2 deh, mobil mahal nih “ bentak Dina yang melihat aksi Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra itu perlu istirahat, jadi dia musti berbaring gini “ ucap Vika seraya tangannya membelaiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sember jangan ngambil kesempatan deh, minggirin gk tangan lo dari wajah Andra “ ucap Dina yang jengkel terhadap Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh supir, lo tuh harus fokus klo nyetir demi keselamatan tuan dan nyonya. Ngerti gak sih “ ejek Vika kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Awas lo mber, gw turunin di tol nangis lo “ ancam Dina yang tak mampu berbuat apa2 karna sedang nyetir.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kampus saat kelas Pak Dedi, dosen tugas akhir kami sedang menerangkan tentang tugas kami. Vika yang biasanya duduk dekat teman2 wanitanya, kini dia duduk tepat di sampingku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heyyy siapa itu di luar “ bentak Pak Dedi yang melihat bayangan wanita dari balik jendela.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohhh pasti si hakim sembleb tuh. Biar saya yang urus pak “ ucap Vika penuh semangat, menggulung lengan bajunya, lalu pergi keluar kelas. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sembleb ngapain lo ngintip2 kelas gw, lo mau mata2in gw sama Andra hah “ teriakan Vika dari luar terdengar sampe ke dalam kelas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang ngintip, gw Cuma kebetulan lewat aja kok “ Dina nampak mencari alibi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Banyak alesan lo sembleb “ teriak Vika kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Suara2 keributan membuat kelas menjadi ikut bergemuruh. Huft untunglah tugasku sudah selesai, hanya tinggal Adi saja yang penyelesaian tahap akhir. Jika belum mana bisa aku fokus jika kondisinya seperti ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kantin ku hampiri Adi yang sedang duduk sendiri menikmati makanan dihadapannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woi gimana keadaan lo Dra. Bikin heboh aja sih “ tanya Adi menoleh kearahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lebih buruk Di. Heboh gimana Di “ tanyaku keheranan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo pingsan si Dina jerit2, akhirnya lo di gotong ke mobil Dina terus di bawa ke rumahnya. Udah gitu Vika yang baru tau klo lo pingsan, dia pergi ke anak2 hukum, pake toa nanyain rumah Dina. Udah dapet alamatnya gw di suruh anterin Vika. Mana di motor brisik banget lagi “ ucap Adi menerangkan kejadian saatku pingsan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seheboh itu ya “ ucapku tertunduk lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah selesai ni Dra tugasnya “ ucap Adi kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus deh. Besok kita ajuin ke bu Rina “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di ruang dosen Bu Rina, aku, vika dan Adi sedang membahas tugas kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke tugas kalian sudah bagus, nanti tinggal nunggu pengumumannya saja dari TU kapan daftar sidang dan sidangnya. Paling pendaftarannya pertengahan bulan ini Agustus, terus sidangnya bulan september “ ucap Bu Rina kepada kami bertiga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke deh bu kita pamit dulu ya “ ucap Vika, dan Kami bertiga meninggalkan ruangan Dosen.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kita mau kemana nih sekarang. Kan udah santai “ tanya Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau main PES sama Adi “ ucapku enteng.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika yang cemberut langsung meninggalkan kami berdua entah kemana.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di salah satu sudut kampus aku dan Adi sedang asik bermain PES.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Goooooooooooolllllll “ teriak Adi saat team yang dimainkannya berhasil mencetak gol. 0 – 1 untuk keunggulan Adi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sialan bakal gw bales “ ucapku penuh emosi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ jrengjeng……..jrengjeng…….. jrengjeng “ Ponselku sedari tadi tak berhenti berbunyi. Beberapa kali Vika telpon tapi tak aku angkat. Sms pun tak aku pedulikan, aku sedang fokus bermain karna pake taruhan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooooooooh…….aaaaaaaaaaaaaahhhhhh…..oooooooo “ terdengar suara desahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Suara apa tuh Dra “ ucap Adi kebingungan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ah sialan pasti itu GPSku, lagi-lagi Dina membuat nada alarm yang aneh, Dina sedang dalam bahaya sepertinya. Segera ku lihat GPSku untuk mengetahui lokasinya. Hah ternyata ada di luar kampus, mungkin ada yang berusaha menculiknya lagi. Bertahanlah Dina, aku segera ke sana. Dengan kecepatan penuh ku berlari menuju lokasi Dina di luar kampus. Sesampainya di lokasi yang kutuju…………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw menang mber, Andra ngerespon panggilan gw, berarti lo yang harus keliling kampus dengan dandanan kayak orang gila “ ucap Dina kepada Vika dengan penuh kesenangan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Awas lo hakim sembleb gw bakal bales. Pake cara curang segala “ ancam Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sini masuk ke mobil gw, biar gw dandanin, ha ha ha “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ternyata aku hanya dijadikan bahan taruhan mereka berdua. Berarti sedari tadi Vika meneleponku sedang taruhan dengan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bulan september disuatu pagi, akhirnya kami bertiga akan melaksanakan sidang. Aku mendapat giliran pertama, disusul Vika, lalu Adi terakhir. 5 menit menuju pukul 9 saat sidang dimulai, kami bertiga duduk di luar ruangan sidang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw grogol nih “ ucapku gemeteran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Grogi bodoh “ ucap Vika membenarkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Teeeeetttttt tepat pukul 9 aku memasuki ruangan sidang dengan sebuah ketegangan yang luar biasa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Skip skip skip 1,5 jam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku keluar dengan muka yang berseri-seri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw lulus “ ucapku dengan penuh kegembiraan disambut ucapan selamat dari Vika dan Adi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah itu Vika dan Adi sidang secara bergiliran. Sidang yang menegangkan bagi kami bertiga dan akhirnya kami lulus. Akhirnya perjuangan kami selama 4 tahun kuliah selesai juga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra selamat ya “ ucap Dina yang memelukku dihadapan Vika dan Adi saat tahu aku lulus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Norak lo bleb “ ucap Vika sentimen.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo pake dukun apa mber, kok bisa lulus “ ucap Dina mengejek.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh calon mahasiswi karatan, diem deh klo gk bisa lulus jangan sirik sama mahasiswi yang lulus seperti gw “ ucap Vika tak mau kalah mengejek.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw tuh bukannya gk bisa, Cuma belum mau aja “ ucap Dina beralasan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Otak lo gk nyampe kali ngambil hukum, sok2an segala “ ejek Vika kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei kalian jangan bikin ribut di sini, lagi ada sidang. Pergi sanaaaa !!! “ omel salah seorang dosen yang keluar dari ruang sidang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Untuk merayakan kelulusan aku dan teman2 di jurusan MI ingin mengadakan kegiatan camping di daerah sukabumi. Karna rencana anak MI dan anak hukum sama maka kami sepakat untuk bergabung dalam 1 kegiatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rapat pembentukan panitia dihadiri sekitar 100 mahasiswa dari jurusan MI dan hukum. Ketua dan wakil ketua diambil dari jurusan MI dan hukum. Begitu pula seksi2 dipilih dari kedua jurusan itu. Tiap seksi terdiri dari 2 orang yg berbeda jurusan. Di tetapkan Diki dari MI sebagai ketua dan Arman dari hukum sebagai wakil ketua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke gw udah ada daftar calon seksi2 yang bertugas, udah gw diskusiin sama Arman. Jika keberatan silahkan disampaikan, nama yang gw sebutkan nanti juga boleh keberatan “ ucap Diki menjelaskan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sekertaris. Bela dari MI dan Uci dari hukum. Ada yang keberatan “ ucap Diki</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gak ada “ jawab para hadirin serentak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selanjunya. Seksi acara, Indah dari MI dan Ani dari hukum. Gimana ada yang keberatan “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gak ada “ jawab para hadirin serentak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selanjutnya seksi perlengkapan, Andra dari MI dan …….. “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw aj…. Gw aja “ teriak Dina dengan semangat memotong ucapan Diki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb main potong aja, lo kan gk lulus ngapain lo ikut2an “ ucap Vika kesal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada yang keberatan tuh, berarti pencalonan lo gugur Din “ ucap Diki setengah mengejek.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw terusin yang tadi kepotong. Seksi perlengkapan Andra dari MI dan Toni dari hukum. Ada yang keberatan, kecuali Dina “ ucap Diki melirik Dina sinis.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk ada “ ucap serentak</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke lanjut. Seksi konsumsi………. “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw aja…gw aja “ ucap Vika penuh antusias memotong ucapan Diki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember apa2an sih lo main potong aja “ omel Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kebetulan seksi konsumsi belum ada yang gw calonin. Oke boleh deh Vika “ ucap Diki antusias.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa2an lo Dik, tadi gw nyalonin jadi seksi perlengkapan lo tolak giliran Vika gk masalah “ ucap Dina kesal menarik kaos Diki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ E..e….emang belum ada nama yang gw calonin, nih liat sendiri “ ucap Diki terbata sambil menunjukan sebuah kertas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah jadiin gw seksi konsumsi juga “ pinta Dina kesal</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke2. Seksi konsumsi Dina dari hukum dan Vika dari MI. Gw harap kalian berdua bisa bekerja sama “ ucap Diki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh tentu saja “ ucap Vika dan Dina berbarengan saling menatap begitu tajam. Sunggu menyeramkan tatapan mereka berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke lanjut ya. Bendahara Mala dari hukum dan Siska dari MI. Udah ya gk usah ada yang keberatan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yaaaaaa “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lanjut. Seksi transportasi Ari dari MI dan Ardik dari hukum. Ada yang keberatan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gak ada “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seksi dokumentasi. Ronal dari MI dan Anton dari hukum. Ada yang keberatan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk Ada “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terakhir seksi kebersihan. Hmmmm gw belum ada calon nih. Ada yang bersedia mencalonkan diri “ tanya Diki kepada para mahasiswa</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ RUDI “ ucap Dina dan Vika serentak penuh emosi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa2an nih, kok gw “ protes Rudi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke yang pertama Rudi dari hukum, selanjutnya yang kedua siapa nih “ tanya Diki kembali</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia aja sendiri “ ucap kembali Dina dan Vika serentak masih dengan emosinya. Rudi hanya bisa menunduk lemas menerima nasibnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke panitia sudah terbentuk, kita bahas perkiraan anggaran besok pagi ya, setelah itu baru kita tentuin besar iuran tiap orangnya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rapat panitia untuk membahas perkiraan besar anggaran, lokasi dan waktu camping sudah ditentukan. Setelah dana terkumpul dari tiap mahasiswa, masing2 seksi kini menjalankan tugasnya masing2. Seksi acara melakukan survei lokasi, aku dan Toni mencari perlengkapan yang dibutuhkan, seperti booking untuk sewa tenda dan lain-lain. Sementara Vika dan Dina entah apa yang mereka lakukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rapat panitia selanjutnya untuk membahas perkembangan dari tugas2 tiap seksi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dina, Vika kok lo ngabisin 80% anggaran sih. Heh Mala, Siska ngapain lo kasih dana sebanyak itu ke mereka “ omel Diki yang terkejut melihat 80% anggaran terpakai hanya untuk konsumsi saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ A….a…anu gini, gimana nih Mal “ ucap Siska terbata kebingungan menoleh kearah Mala.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ A…..aduh gw juga bingung Sis ngejelasinnya “ ucap Mala tak kalah bingungnya. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Huh sepertinya ada hal yang mengerikan pada kedua bendahara itu. Sedangkan Vika dan Dina hanya tersenyum iblis menatap kedua bendahara itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa kita harus naikin anggaran lagi sih, bisa banyak yang batal nih klo begini “ omel Diki kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian berempat harus tanggung jawab “ ucap Arman menunjuk ke empat wanita tersangka utama.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok gw sama Mala juga kena sih “ ucap Siska memprotes keputusan Arman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kan bendahara yang bertanggung jawab masalah keuangan “ ucap Arman kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai rapat ku samperi Dina dan Vika yang sedang berada di kantin kampus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh lo2 orang apain tuh 2 bendahara kita, kok kayak ketakutan gitu “ tanyaku kepada Dina dan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk di apa2in ko. Cuma gw sama sember bawa mereka ke ruangan kosong terus tangan diborgol sember dan kaki gw rante. Abis itu gw telanjangin mereka terus sember yang fotoin tubuh bugil mereka “ ucap Dina menerangkan kejadian pemerasan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo gk mau kasih dana yang gw minta, gw ancem bakal gw sebar foto mereka ke mahasiswa mesum di sini. Hi hi hi “ ucap Vika meneruskan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo pada kok kejam banget sih “ omelku lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kan makannya banyak Dra, jadi kita perlu dana banyak untuk konsumsi “ ucap Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tenang Dra nanti gw pisahin jatah makan lo yang lebih banyak di perkemahan nanti deh “ ucap Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian kompak untuk hal yang menyesatkan “ ucapku tertunduk lemas. Ternyata ini alasan mereka menjadi seksi konsumsi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 15 ( Dibalik Senja Merah )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dirinya dirikmu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tergila-gila padaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cintanya cintamu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sama besar kepadaku </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mungkinkah kiranya </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Cinta segi tiga </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kan mencapai bahagia </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Reff : </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tentu saja dia tak mau mengalah </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Melepas diriku untukmu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dan begitu juga kamu tak kuasa </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Melepas diriku untuknya </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sedangkan kutahu cintaku padamu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sama seperti kepadanya </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hingga aku ragu bahkan tidak mampu </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Untuk menentukan yang mana </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dia atau kamu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( Cinta segitiga Rhoma Irama )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Alunan musik dangdut menghiasi pagi hari ( tepatnya subuh ). Terhampar 2 orang insan sedang dimabuk birahi bergumul di sebuah ranjang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masukin Dra udah lama nih memek gw gk kemasukan kontol lo “ pinta wanita binal bernama Dina, memohon hujaman batang kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sabar napa Din, baru mulai pemanasan “ ucapku seraya mengecupi bongkahan payudara Dina, coba mengulur waktu agar Dina makin terbakar birahi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ udah basah banget memek gw nih “ ceracau Dina yang semakin tak kuat menahan nafsu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak pedulikan permohonannya. Bibirku masih merayap di kedua bukit indah yang telah lama tak kukunjungi. Seperti bernostalgia, Dina terus saja meronta-ronta membuatku sedikit kesulitan menguasai payudaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tangannya yang sedari tadi mencari penisku yang masih tertutup rapat oleh celana pendekku. Selalu kuhindari agar dia semakin penasaran. Kuraba pinggiran vaginanya dengan jariku. Lendir vaginanya telah membasahi hingga ke pinggir. Pinggul Dina bergoyang2 seolah pencari posisi jemariku berada agar masuk ke dalam vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sialan lo Dra “ Dina yang mulai kesal dengan permainanku, mulai bangkit dan membalikkan tubuhku hingga kuterbaring di tempat tidur.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bagai srigala lapar yang mencabik mangsanya, Dina mencabik seluruh pakaianku hingga tak bersisa. Kini tubuh kami sudah tak berbusana sama sekali. Diraihnya penisku yang sudah tegang dengan tangannya, tak lama “ hap “ penisku sudah masuk seluruhnya ke dalam mulutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dikulumnya penisku dengan sepenuh nafsu yang bergejolak. Aku hanya bisa pasrah menghadapi Dina yang sudah dikuasai oleh iblis birahi. Diremasnya kedua pahaku, sementara mulutnya menghisap serta menaik-turunkan penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouuuuggghhhh “ penisku menjadi tegang setegang-tegangnya diperlakukan sekejam itu oleh Dina. Tak lama Dina mengulum penisku, lalu ia memposisikan penis tepat di bawah Vaginanya, duduk di atasku. Siap untuk memasuki babak utama dalam percintaan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAAAakkkkkkkkhhhhhhhh “ erang kami berdua saat penisku amblas sepenuhnya kedalam vagina Dina. Langsung mencengkram penis yang sudah lama tak bertamu ke vagina Dina. Walaupun cengkramannya tak sekuat Vika tapi masih sangat nikmat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhhhhh udah lama banget Dra, gw kangen kontol lo “ Dina langsung menggerakkan pinggulnya dengan kecepatan yang luar biasa, seolah ingin menguras habis spermaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din jangan cepet2, nanti kontol gw patah “ pintaku yang nampak tak dipedulikan oleh Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaahhhh ooooohhhhh gila enak banget Dra “ Bagai joki pacuan kuda yang sedang mengincar mendali emas, terus menggerakkan pinggulnya agar dapat ke podium tertinggi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kugenggam tangan Dina, kutarik hingga seluruh tubuhnya menindih tubuhku. Kulumat bibir manisnya, kucari-cari lidah liarnya agar dapat beradu keliaran dengan lidahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ HHhhmmmmmm “ bak dua satria pedang yang beradu pedang, lidahku dan lidah Dina saling beradu menentukan siapa yang menang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kubalikkan posisi kami, sehingga kini Dina di bawah kendaliku. Mulut kami masih dalam keadaan saling lumat, kugenjot vaginanya yang telah mekar karna hujaman penisku dengan RPM yang tinggi. Dina yang tak mau kalah juga ikut menggerakkan pinggulnya, bahkan tubuhnya ikut bergerak tak karuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOOOuuuuuuuugggghhhhhhh, ssssssssshhhhhhhhhh, aaaaaaaaaakkkhhhhhhhhhhhhhh “ erangan2 kenikmatan yang tersamarkan oleh suara musik dangdut, bergemuruh di balik tembok2 bisu. Decit2 ranjang yang bergoyang kencang seolah tak mampu menahan luapan nafsu kami berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah, hah, hah “ deru nafas yang semakin berat, menandakan nafsu yang semakin tinggi melayang. Kecupan2ku dileher dan dada meninggalkan bercak2 merah. Keringat yang mengalir tanpa henti mengaliri setiap inchi tubuh kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOuuuugggghhhhhhhhh “ erang Dina yang telah mencapai puncak persenggamaannya. Terasa jelas olehku semburan cairan orgasme pada penisku. Tubuhnya langsung lunglai tergeletak dihamparan seprei berwarna putih. Gerakannya semakin lama semakin pelan hingga terhenti.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bentar Dra, gw cape banget nih “ ucap Dina dengan nafas yang tersengal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sih main liar amat, jadi cepet cape “ ucapku memandangi wajah Dina yang penuh dengan peluh. Sementara penisku masih tertancap keras di dalam vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gara2 si IT sember nih kita jadi susah punya waktu berdua “ ucap Dina nampak kesal dengan ulah Vika. Mungkin Vika juga kesal dengannya karna aku dan Vika juga sulit untuk berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kucabut penisku, lalu kuangkat tubuh Dina dan kuposisikan tubuhnya menungging. Tak lama langsung kuhujam penisku dari belakang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAaaaahhhhh Dra buru2 amat sih lo. Mana posisinya begini lagi, aturan mah tadi pas gw belum cape “ protes Dina yang tak kuhiraukan. Kupompa penisku ke vagina yang berlumuran cairan kenikmatan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuangkat tubuhnya, kuremas payudaranya, sementara bibirku mengecupi bagian leher lainnya yang masih belum mendapat cap merah olehku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuplintir2 kedua putting payudaranya yang mengeras sedari tadi. Kujilati punggungnya yang begitu mulusnya. Pompaan penisku semakin k percepat, Dina hanya bisa pasrah menerima hujaman nafsu liarku yang semakin membara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuturunkan tubuhnya, lalu kumiringkan, kuangkat satu kakinya bertumpu pada pundakku. Langsung kembali kuhujamkan penisku masuk menerobos vagina yang memerah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaakkkkhhhhhhhhh Dra terus Dra, enak banget Dra “ ceracau Dina yang mulai kembali bergairah. Pinggulnya mulai ia gerakkan walau tak sekencang tadi. Entah sudah berapa liter keringat yang telah kami produksi, terus saja mengaliri tubuh bugil kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhh Din enak banget memek lo “ kupacu gerakan penisku menjadi tak beraturan, menggelitik syaraf2 vagina Dina yang semakin kencang berkedut, menandakan orgasmenya tinggal menunggu hitungan menit.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Penisku juga mulai terasa berkedut, cairan spermaku telah bersiap menyembur vagina Dina. Terus mengalir menuju puncak luapan lahar birahi kami berdua.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOOOOOOOOOOOOOOuuuuuuuuuuuuuuggggggggghhhhhhh, aaaaaaaaaaaaaaakkkkkkhhhhhhhhhhhh “ jeritan kami berbarengan “ crot crot crot crot crot “ semburan cairan kenikmatan kami saling melumuri kelamin kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuhku terhempas di samping Dina, menatap langit2 meresapi kenikmatan yang baru saja diraih. Basah sangat basah tubuh kami bermandikan peluh. Deru nafas yang berat terdengar dari mulut kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak terasa mata kami pun terpejam, kami tertidur pulas untuk mengembalikan energi kami yang terkuras habis.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tok tok tok tok “ suara pintu di ketuk membangunkan tidur kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra…. Andra lo ada di dalam gk “ teriak suara wanita yang kukenal. Yup Vika sedang berada di depan kamar kosku. Untunglah aku dan Dina sedang berada di kamar kos Dina. Walaupun hanya berjarak 1 pintu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku langsung mengenakan semua pakaianku, sedangkan Dina ke kamar mandi dan keluar hanya dengan berbalut handuk biru. Langsung membuka pintu kamar kosnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woi sember nyari Andra lo “ tanya Dina dari pintu kosnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah tau gw manggil Andra pake nanya lagi “ ucap Vika sewot.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia lagi ada di kamar gw nih mber “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah ngapain lo berdua satu kamar “ Vika yang geram langsung menghampiri Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo liat gw Cuma pake handuk, lo tebak aja sendiri ngapain gw sama Andra “ ucap Dina setengah berbangga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan bikin gw emosi dah, mana Andra “ omel Vika seraya matanya berkeliaran memandangi isi kamar kos Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cari aja sendiri di kamar gw “ ucap Dina setengah sombong</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika langsung memasuki kamar Dina untuk mencariku. Di lihat kolong tempat tidur, kamar mandi, di buka lemari pakaian Dina dan di balik jendela kamar tetapi tak menemukan diriku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb Andra gk ada tuh, jangan bohong ya, manas2in gw aja “ omel Vika kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada tadi sama gw, beneran dah “ ucap Dina yang yakin akan keberadaanku. Dicarinya diriku di tempat2 yang tadi di cari oleh Vika. Tapi tetap tidak menemukan aku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo jangan ngibul deh bleb, mau nunjukin betapa hebatnya diri lo apa “ ejek Vika yang tak mempercayai kata2 Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Beneran tadi sama gw di sini. Nih lo liat bekas cupangan Andra. Berani sumpah demi apapun deh gw “ ucap Dina berusaha meyakinkan Vika. Seraya menunjukan tanda merah di leher.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bodo amat ah, gw gk percaya, paling itu juga hasil kerokan “ ucap Vika yang tetap tak percaya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kemana ya si Andra, padahal gw bawa makanan yang gw masak sendiri nih, banyak lagi “ ucap Vika nampak lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hah makanan, tidak2 hampir saja kutergoda dan langsung turun dari atas lemari. Untunglah kubisa menahan diri, klo Vika sampai tahu aku di kamar Dina bisa gawat nih. Kutetap memperhatikan gerak-gerik kedua wanita itu dari atas lemari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah gw titip makanan buat Andra bleb, klo dia dateng bilangin nanti siang suruh kerumah gw. Penting “ ucap Vika seraya memberi rantang ke Dina lalu pergi berlalu pulang ke rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah Vika pergi Dina langsung menutup pintunya. Setelah kurasa kondisi cukup aman, Aku pun langsung turun dari atas lemari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii kudanil sempet2nya lo naik ke atas lemari. Pantesan di cari2 gk ketemu “ omel Dina yang terkejut melihatku turun dari atas lemari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini buat gw kan Din “ kuambil rantang dari Vika yang ada di tangan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami berdua menyantap makanan yang diberikan Vika. Dina nampak begitu cantik saat dia tersenyum penuh arti padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra, lo cinta gw ? “ pertanyaan yang mengejutkan jantungku. Hampir saja makanan yang berada di mulutku menyembur keluar. Tak ada kata yang mampu kuucap untuk menjawab pertanyaan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andai waktu itu gw gk lupa sama lo, mungkin Vika gk akan masuk di hati lo. Tapi gw tau kok klo lo juga punya rasa sama gw “ ucap Dina lirih. Vika sudah ada sejak dulu di hatiku, justru aku yang baru ada di hati Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din gimana perkembangan kasus bokap lo ? “ kucoba mengalihkan pembicaraan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mungkin hukumannya bisa lebih ringan dari tuntutan, soalnya bokap gw ikut membantu tugas penyidik. Apa lagi nyokap gw punya rekaman siapa2 aja yang terlibat “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra lo kan udah santai nih gk ada tugas, jalan yuk “ ajak Dina bersemangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kemana Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Enaknya kemana ya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ke cigamea yuk, bogor. Di sana banyak curugnya “ ucapku memberi ide.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Air terjun gitu ya. Boleh2 week end ya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Siang hari saat aku berkunjung ke rumah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hai Vik lagi pain nih “ sapaku yang melihat Vika sedang duduk di teras rumahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagi nyulam “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nyulam apa lo, dasar emak2 “ ejekku yang disambut tusukan jarum ke jidatku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sembarangan lo klo ngomong “ omel Vika. Aku hanya bisa mengelus2 jidatku saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra tadi pagi lo kemana, gw kok ke kosan lo gk ada “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lari pagi biasa “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohhh gitu. Enak gk masakan gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Enak banget kok Vik. Nih gw balikin rantangnya “ ucapku mengembalikan rantang yang kubawa dari kosanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi lo gk kenapa2 kan abis makan tadi ? soalnya tadi makanan gw titipin si sembleb, takut di racunin aja, dia kan seneng klo nama baik gw tercemar “ tanya Vika yang mencurigai Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk kenapa2 kok Vik. Ada apa lo minta gw dateng ke sini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk ada apa2, Cuma pengen lo dateng aja, abis tadi pagi lo gk ada di kosan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah gk ada hal yang penting donk “ ucapku terkejut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo gk peka banget sih, Cuma dateng aja harus pake hal yang penting “ omel Vika seraya menunjukan jarum yang berkilau di tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra jalan yuk, bete gw nih Cuma di rumah aja “ ajak Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Boleh. Kemana nih enaknya ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau ke pantai Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bosen gw ke ancol Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ke anyer gimana Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jauh, klo Cuma sehari mah bikin cape doank “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana ya izinnya sama bokap gw “ Vika mulai berfikir agar dapat jalan denganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo gw yang izin pasti gk bakal diizinin Vik “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ah gw ada cara. Udah lo balik aja ke kosan lo, nanti gw ke sana “ ucap Vika penuh semangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Akupun kembali menuju kosanku. Eh kan di sana ada Dina, dia pasti penget ikut klo aku dan Vika jalan2 nih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra lo mau kemana lagi “ tanya Dina melihatku membawa tas keluar kamar kos.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sodara gw di Bogor ada yang meninggal, gw mesti ke sana sekarang “ sejak kapan ku memiliki saudara di Bogor.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah hati2 ya. Kabarin gw ya klo udah sampe “ ucap Dina. Aku pun langsung pergi menuju sekitar rumah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik gw udah ada di depan gang rumah lo, lo gk usah ke kosan gw “ smsku pada Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak beberapa lama Vika datang menemuiku, dengan membawa tas juga. Kamipun pergi menuju anyer.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Vik lo alesan apa sama bokap lo “ tanyaku penasaran dengan alasan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw suruh temen gw cewek ke rumah gw, izinin sama bokap gw “ ucap Vika. Ada saja akalnya wanita yang satu ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam hari kami sampai di anyer, kami menyewa kamar hotel yang berada di sekitar pantai. Pemandangan yang menarik dari atas balkon kamar hotel, mengarah pada lautan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Deru ombak lautan yang memecah kesunyian malam, di pinggir pantai berselimutkan angin malam. Kuberdua Vika memandangi pantai. Gemerlap bintang di langit bagai mata dewa yang menyaksikan 2 insan yang saling di mabuk asmara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Diam selama beberapa saat, akhirnya Vika membuka obrolan “ Dra, kita kan udah lulus nih, rencana lo apa kedepannya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau menikmati masa2 kelulusan gw ini, urusan kedepannya gimana, nanti aja gw pikirin. Gw males memikirkan hal merepotkan seperti itu “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh gitu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah lo sendiri apa rencana lo Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw sih ditawarin kerja sama temen bokap gw. Tapi gw juga masih pengen menikmati masa2 ini “ jawab Vika santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dasar remaja alay pikirannya senang2 mulu “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ JAWABAN LO SAMA JAWABAN GW APA BEDANYA “ omel Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam semakin larut, kuberdua Vika melepas rasa. Aku semakin hanyut dalam suasana remang malam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra, gw seneng di dekat lo “ bisik Vika meletakkan kepalanya pada bahuku. Dipeluk erat tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga Vik “ ucapku, kurebahkan pipiku di ujung kepalanya. Menatap indahnya suasana malam di pantai, di terangi sinar bulan dan gemerlap bintang2. Biarlah hati kami saling menyapa, karna begitu dekatnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina sedang apa ya di kamar kos sendiri, atau dia sedang berada di rumahnya saat ini. Ah kenapa aku jadi kepikiran Dina saat bersama Vika. Tak bisa kubohongi bahwa hatiku kini terisi oleh kedua wanita itu. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ Vika mengangkat wajahnya, menatapku sayu. Kuhanya bisa membalas tatapannya. Bibir kami pun saling tarik, hingga menempel satu sama lainnya. Kelembutan bibir Vika begitu dapat kurasa, sangat lembut hingga menyentuh kedasar hatiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kugenggam erat jemarinya, tak ingin kulepas kelembutan itu dari tubuhku. Hingga tubuh kami tergeletak di hamparan pasir pantai. Dari kecupan bibir kami menjadi lumatan, serta lidah2 kami ikut dalam permainan cinta yang bergejolak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa sadar tangan kami sudah melucuti habis pakaian kami. Yang tersisah hanyalah tubuh2 tanpa busana yang bertaburan pasir pantai. Lidahku yang mulai bergerilya ke arah leher Vika, sementar tanganku menjelajahi kehalusan tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika hanya bisa tergeletak menikmati jamahanku, menatap indahnya bintang2 merangkai gugusan. Lidahku akhirnya sampai di sebuah gundukan indah, putih nan mulus lengkap dengan putting berwarna pinknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku permainkan putingnya dengan lidahku sementara tanganku meremasi bongkahan payudaranya yang kencang itu. Hingga membuat Vika menggelinjang menahan rasa geli bercampur nikmat. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuturunkan jilatanku menuju vaginanya. Kujilati dari ujung ke ujung bagian vaginanya hingga keluar cairan dari dalam vagina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOoouuugghhh Dra enak banget, baru kali ini gw dijilatin sssssssshhhhhhhh “ erang Vika yang ternyata baru merasakan nikmatnya oral sex.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama Vika memiringkan tubuhnya, otomatis aku pun ikut miring, lalu Vika memposisikan mulutnya tepat di depan penisku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhhh “ hisapan Vika walau tak sedahsyat kuluman Dina tapi tetap lembut sekali. Aku yang tak mau diam saja Ku permainkan klitorisnya sedangkan lidahku masih asik menjilati vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika mulai menggelinjang menahan amukan birahi. Di percepat kuluman pada penisku, aku juga makin liar mempermainkan vaginanya. Berguling-guling di tengah hamparan pasir, mencari-cari mutiara yang bernama kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lama kami saling menyicipi kelamin satu sama lain, hingga ku bangkit dan berada di atas Vika. Penisku sudah bersiap menusuk ke dalam vagina Vika yang telah basah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Blesssssss “ seluruh penisku masuk ke dalam vagina Vika dan disambut dengan cengkraman yang luar biasa ketatnya. Ini yang ku suka dari tubuh Vika, vaginanya terasa lebih menggigit dibanding Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oooooouuuggggggghhhhhh Dra “ Vika yang tak kuasa mulai menggerakkan pinggulku, serta tangannya menarik rambutku agar bibir kami dapat bersatu kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku mulai pompa penisku, naik turun secara perlahan. Lidah kami saling berpagut menambah rasa yang dalam di tengah percintaan kami. Vika menurunkan kepalaku menuju lehernya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kecupi leher gw donk “ pinta Vika sepertinya ingin kubuatkan cap yang sama seperti Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kembali lidahku menjelajahi leher mulusnya. Dengan sedikit tarikan oleh bibirku, kini lehernya tampak memerah. Tubuh indah bertabur pasir itu kini makin mempercepat gerakannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ ucapku lirih, kupandangi wajahnya yang sedang dilanda birahi. Nampak keringat mulai membasahi wajahnya manisnya itu. Sejauh inikah hubunganku dengan Vika. Ada sedikit rasa bersalahku pada Vika, karna telah menikmati tubuhnya, walaupun dia sangat enjoy dengan percintaan kami ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kubalikkan tubuh Vika, hingga kini posisinya menungging membelakangiku, bertumpu pada tangan dan lututnya. Kumasukan penisku dari belakang, ku remasi payudaranya, ku plintir2 putting payudaranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooouuggghhh enak banget Dra “ erang Vika menaikkan kepalanya. Lidahku mulai menggeliat menelusuri punggungnya hingga ke payudaranya, kutarik kulit payudaranya dengan bibirku. Cap2 merah pada payudaranya menandai perkelanaan bibirku di tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Beberapa saat dalam posisi itu, kurasakan vagina Vika makin kencang berkedut, dan mencengkram penisku begitu kuat. Diperlakukan seperti itu penisku juga ikut berkedut karna begitu kencangnya hisapan vagina Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAkkkkkkkhhhhhhh oooooooooooouuuuuuuuggggggggghhhhhhhhhh “ lenguhan panjang kami mengiringi semburan cairan2 kenikmatan yang diproduksi oleh kelamin kami. Lenguhan yang mengalahkan suara deburan ombak yg memecah bebatuan pantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hingga kami terbaring lemas di atas pasir. Menatap gemerlap bintang2 yang menyaksikan percintaan kami yang begitu dahsyat. Dinginnya angin malam yang menerpa tubuh bugil kami tertutupi oleh panasnya pergumulan kami berdua. Masih terngiang di tubuh kami betapa nikmatnya rasa yang begitu dalam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah cukup beristirahat kami memakai pakaian kami lalu kembali ke hotel. Di sana kami tidur hingga pagi menjelang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Subuh saat ayam2 mulai berkokok.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra bangun Dra “ ucap Vika yang terlebih dahulu bangun</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masih ngantuk gw Vik “ ucapku lemas, mataku masih terpejam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau liat sunrise “ ucap Vika bersemangat membangunkanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan mata yang masih berat ku ikuti kemauan. Suasana masih gelap, kami duduk berdua berpelukkan menikmati suara deburan ombak, menyambut sang mentari datang memberi kehangatan bagi bumi. Hingga tibalah saatnya matahari menampakkan sinarnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kok udah terang gk keliatan mataharinya ya “ ucap Vika kebingungan tak melihat wujud dari matahari, walaupun sinarnya sudah menerangi bumi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh anyer kan di sebelah barat, matahari terbit sebelah timur. JELAS AJA GK BISA LIAT SUNRISE “ ucapku sedikit sewot, aku baru sadar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yah jauh2 gk bisa liat sunrise donk “ ucap Vika yang kecewa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nanti sore baru bisa liat sunset “ ucapku setengah kesal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh gitu ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah ah, gw mau tidur lagi “ ku beranjak dari kursi dan hendak kembali ke kamar meneruskan tidurku yang terganggu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo gk peka banget sih, malah mau tidur lagi “ omel Vika menarik bajuku agarku kembali duduk bersamanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cuci muka dulu gih Vik, iler lo kemana-mana tuh. Pantesan ada bau2 gk enak “ ejekku melihat jejak2 liur di pipi Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di pantai ku berdua Vika menghabiskan waktu bersama.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra naik banana boat yuk “ ajak Vika menuntun tanganku berlari menuju orang yang menyewakan banana boat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kan gk bisa berenang Vik, nanti tenggelam ke dalam lautan luka dalam lho “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan pake pelampung Dra, ada lo juga “ ucap Vika tersenyum manis padaku. Manisnya lebih manis dari madu terbaik sekalipun.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kupeluk erat Vika dari belakang, memberinya rasa aman. Teriakan2 Vika di atas banana boat seakan memecahkan gendang telingaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Byyuuuuurrrr blub blub blub “ akhirnya seluruh penumpang banana boat dijatuhkan ke dalam laut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seru banget Dra, gw mau lagi donkkkk “ rengek Vika manja. Kamipun mengulanginya beberapa kali, sampai mata Vika nampak memerah terkena air laut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra mata gw perih banget nih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Temen gw pernah kayak lo juga tuh Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terus gimana nyembuhinnya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dicongkel matanya, dari pada infeksi nyebar keseluruh tubuh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yang bener lo Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pandangan lo kabur kan Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waduhhh gawat tuh Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw lemes nih Dra jangan nakut2in apa “ Vika nampak semakin gemeter tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah yuk kita ke kamar “ ucapku menuntun Vika yang nampak begitu ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di kamar hotel kuteteskan obat mata lalu kukompres matanya. Kubelai rambut hitam mengkilapnya hingga Vika tertidur. Sebenarnya tidak ada masalah dengan matanya, hanya iritasi saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Curut……curut……curut “ suara ponselku berdering.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lagi pain, gw bete nih di kosan sendirian “ tulis Dina dalam smsnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagi duduk2 aja “ balasku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Week end lama amat ya, gw udah pengen jalan2 nih “ tulis sms Dina kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo pulang kapan Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Besok paling “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah hati2 ya Dra “ tulis Dina diakhir smsnya dengan beberapa emoticon kiss.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku jadi kepikiran pertanyaan Dina tadi pagi. Apa benar dia mencintaiku, ah dia kan menanyakan “ apa aku cinta dia “ bukan berarti dia cinta padaku. Tapi masa sih dia gk ada rasa padaku, melihat apa yang dia lakukan untuku. Sudah2 aku malas memikirkan hal merepotkan seperti ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sore hari</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik bangun Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada apa Dra “ ucap Vika lemas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau liat sunset gk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mau mau “ ucap Vika beranjak dari tempat tidur lalu menggandengku untuk menuju balkon.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi lap dulu tuh iler, jangan merusak suasana deh “ ucapku ketus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bentar ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Selesai cuci muka aku dan Vika duduk di balkon menunggu terbenamnya matahari bertukar tempat dengan bulan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik enakan juga liatnya dari pinggir pantai “ ucapku seraya bangkit dari dudukku lantas menuntun tangan Vika berjalan menuju pinggir pantai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ketinggian mentari sudah sejarak jengkal. Kami berdua duduk di sebuah tumpukan bebatuan yang memecah ombak pantai. Di tengah hembusan angin semilir, ku lingkarkan tanganku pada pinggang Vika dari arah belakang tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuhembuskan nafas cintaku merasuki sela-sela telinga mungilnya. Lalu kubisikan “ Jangan jauh dari dekapan ini “. Vika menggenggam erat tangganku seraya menyandarkan kepalanya pada dadaku. Sesosok wanita lembut berbalut kaos merah kini berada dalam dekapanku. Menatap mentari yang semakin rendah mulai menampakkan sinarnya yang memerah, semerah wajah Vika saat ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Seleret petir yang jauh nampak membelah langit, tapi jauh sebelumnya petir cinta Vika sudah lebih dulu membelah dadaku. Yah walaupun bukan hanya petir cinta Vika saja, melainkan ada juga badai cinta Dina yang mengobrak-abrik isi dadaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 17 ( Saatnya Pesta )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">2 minggu kemudian tepatnya hari Senin, setelah semua persiapan camping sudah beres. Semua mahasiswa berkumpul di kampus untuk berangkat menuju sukabumi. Kami menyewa 2 bus untuk transportasi, bus 1 diisi oleh mahasiswa Hukum yang dikoordinir oleh Arman, sedangkan bus 2 diisi oleh mahasiswa MI yang dikoordinir oleh Diki. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke gw absen ya, yang gw sebut namanya masuk ke bis “ ucap Diki dengan toa di tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ali “ panggil Diki</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hadir “ ucap seorang pria lalu melangkahkan kakinya menuju bus</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hadir “ ucap seorang wanita</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Skip...skip...skip</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siska “ ucap Diki</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya hadir “ ucap seorang wanita dan melangkahkan kakinya menuju bus</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb nama lo kan bukan Siska, lagian bis anak hukum tuh di depan “ omel Vika menarik kaos bagian belakang Dini yang berpura-pura jadi Siska</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw tukeran bis sama Siska, tanya aja sama orangnya “ omel Dina seraya melepaskan tarikan Vika pada kaosnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah jangan-jangan lo pake cara yang kemaren ya ” ucap Vika setengah berbisik</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kira lo doang yang nyimpen tuh foto “ ucap Dina tersenyum iblis</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Skip...skip...skip</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah namaku disebut akupun bergegas menuju bus, saat kunaiki bus terlihat dibangku sebelah kiri bus. Yup bangku untuk 2 orang disana sudah ada Vika dengan bangku bertuliskan “ VIKA “, “ ANDRA “ pada sandarannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duduk sini Dra, udah gw tandain kok bangku buat kita berdua “ ucap Vika bersemangat seraya tangannya menepuk bangku di sebelahnya yang bertuliskan namaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Disini aja Dra, lengkapan juga duduk sama gw “ ucap Dina yang berada di sebelah kanan bus, bangku untuk 3 orang yang bertuliskan “ DINA “, “ ANDRA “, “ MAKANAN “ ( tentu saja terdapat makanan ) pada sandarannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waaahhhhh lo lagi pesta Din “ ucapku bersemangat seraya mengambil duduk di sebelah Dina, lalu kubuka snack yang tersedia disebelahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh hakim sembleb licik banget lo, udah numpang bis orang “ omel Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ada yang sendirian, tau gitu gw tadi bawa anjing gw buat nemenin lo “ ejek Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika yang kesal langsung bergegas menuju kursi di belakangku, dengan menyingkirkan orang yang sedang duduk disana “ Eh sembleb makanannya higenis gk nih, coba gw cicipi “ ucap Vika seraya mengambil makanan yang ada di kursi sebelahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember gw gk nyediain buat lo “ omel Dina merampas makanan dari tangan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sembleb lo kan orangnya gk ngerti tentang makanan, klo makanan yang lo beli beracun gimana “ terjadi saling rampas makanan antar kedua wanita itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ada tv dan DVD player ternyata di bis ini “ ucap Vika kagum saat melihat fasilitas bus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ih norak deh lo, gk pernah naik bis executive ya “ ejek Dina melihat tingkah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok acaranya gk jelas gitu sih, kebetulan gw bawa film romantis nih “ ucap Vika seraya mengambil DVD yang ada di tasnya lalu coba memutar film yang ia bawa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ KUNTILANAK “ heh apanya yg romantis</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkhhhhhhh “ jerit Dina ketika melihat film itu. Langsung memelukku dengan wajah merapat kepundakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Brisik sembleb, belom juga mulai filmnya udah teriak “ omel Vika, sepertinya dia tau klo Dina sangat penakut dengan hal-hal berbau horor</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo jangan aneh-aneh deh, apanya yang romantis itu, ganti gk “ teriak Dina ketakutan, sambil melempar makanan kearah tv.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dasar penakut. Eh ini kan bis anak MI, lo Cuma numpang jangan ngatur-ngatur deh “ ucap Vika santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb ada tangan di bawah kolong bangku lo, mau narik lo tuh “ ucap Vika membisikkan Dina yang sedang memelukku erat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkhhhhhhh “ sontak saja Dina langsung menaikkan kakinya keatas bangku. Tubuhnya bergetar sangat kencang, semakin erat pula genggaman tangannya yang berkeringat dingin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Karna komplain dari mahasiswa yang berada di bis maka film horor diganti menjadi video musik. 5 jam perjalanan menuju Sukabumi, kami bernyanyi bersama, bercanda gurau bersama. Suasana yang menyenangkan walaupun ada peperangan antara dua wanita monster itu. Dan sampailah kami pada tujuan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huuuuaaaaaaaa “ kuhirup dalam-dalam nafasku menikmati segarnya udara disini. Area parkir yang sangat luas, dan ada banyak warung yang menjual makanan ataupun pernak-pernik sebagai cindera mata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra sini Dra “ ucap Vika menarik tanganku menuju tempat penjual pernak-pernik.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus ya kalungnya Dra ? “ tanya Vika saat memegang kalung terbuat dari batu yang diasa, seperti yang pernah kubelikan untuk Dina saat di tangkuban perahu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya lumayan “ jawabku singkat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pak berapa nih kalung harganya ? “ tanya Vika kepada bapak penjual pernak-pernik</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ 200 Ribu aja neng, gk mahal kok, “ jawab bapak itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Segitu mah mahal pak, kurangin ya “ ucap Vika berusaha menawar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah 180 ribu lah buat pelanggan pertama hari ini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masih mahal pak “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah mentok itu neng, nih kalung unik neng, semakin lama semakin mengkilap warnanya, apalagi klo aura yang make bagus tambah mengkilap “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa sih pak “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bener neng, klo bohong balikin aja, saya kembaliin duit neng 2x lipat “ ucap bapak itu sangat meyakinkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah 100 Ribu ya, kan pelanggan pertama, nanti saya doain deh semoga laku “Vika kembali berusaha menawar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk dapet neng “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa sih, modalnya paling Cuma 50 Ribu “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">terjadi tawar menawar yang sangat sengit antar kedua orang itu, aku sudah malas mendengarkan transaksi mereka dan akhirnya……..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudahlah 100 Ribu buat neng deh, semoga pacar neng bisa tenang di saat terakhirnya “ ucap bapak itu menyerah seraya matanya menatap kearahku. Maksudnya apa omong begitu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra gw udah nawarin tuh, sekarang gantian lo yang nawarin “ ucap Vika menatapku dengan tatapan sayunya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maksudnya apa Vik “ perasaanku mulai gk enak</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maksudnya, lo nawarin diri untuk beliin tuh kalung buat gw. Gk peka banget sih lo “ jiiiaaaahhhh modus gembelnya kumat lagi. Daripada ribet kubelikan sajalah kalung yang Vika inginkan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Vik lo ngomong apa sama tuh bapak, kok dia jadi nyerah terus kata-kata terakhirnya tuh penuh misteri “ tanyaku pada Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh, gw bilang klo cowok yang di samping gw ( Andra ) itu punya penyakit kanker stadium akhir, gk punya duit buat berobat. Tapi mau beliin buat ceweknya ( Vika ) kenangan untuk mengenangnya saat dia meninggal. Kasih aja harganya segitu daripada arwahnya gk tenang “ ucap Vika santai</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kejam banget Vik bilang gw mau mati “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb lo beli apa tuh “ tanya Dina yang berada dihadapan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalung donk, bagus kan, dibeliin Andra nih “ jawab Vika seraya menunjukan kalung di lehernya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Idih kok lo ikutan beli kalung gitu. Gw udah punya lebih dulu nih, dibeliin Andra pas di tangkuban perahu “ ucap Dina tak mau kalah menunjukan kalung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb kok kalung lo lebih mengkilap sih “ ucap Vika memperhatikan kalung Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya donk, secara aura gw lebih bagus daripada aura lo terus gw udah lama dibeliinnya “ ucap Dina berbangga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sontak saja Vika kembali menuju penjual pernak-pernik itu, menanyakan apa ada yang lebih mengkilap lagi. Tapi sayang semuanya seperti itu warnanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wooiiiii semua ngumpul jangan pada mencar “ teriak Diki dengan toa di tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah semua mahasiswa berkumpul barulah kami berjalan menuju lokasi perkemahan. Lumayan jauh dari lokasi parkir kendaraan, jaraknya sekitar 1 km dengan jalan yang menanjak yang sangat melelahkan. Tapi semua itu terbayar saat sampai di lokasi yang sangat alami, cukup luas di kelilingi pepohonan juga ada fasilitas out bond-nya dan dilengkapi juga dengan fasilitas untuk mck ( mandi, cuci, kakus ).</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami semua membuat tenda di lokasi tersebut, ada 20 tenda dan setiap tenda terisi oleh 5 orang. Dan juga ada 1 tenda yang besar untuk memasak dan menyimpan bahan makanan. Untuk keamanan kegiatan memasak dilakukan diluar tenda, tapi saat mengolah tidak masalah berada di dalam tenda, saat selesai barulah kompor dimasukan kedalam tenda.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah semua rapi para mahasiswa bergantian menggunakan kamar mandi. Sambil menunggu giliran, aku dan Adi seperti biasa bermain PES dengan taruhan tentunya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ ucap Adi setengah berbisik.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Napa “ jawabku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw lagi demen nih sama anak hukum, namanya Uci. Lo tau dia kan Dra, senyumnya itu lho bikin darah gw beku Dra. Apalagi suara serak-serak basahnya membuat gw seolah berada di taman surga. Dan terutama wajahnya itu Dra cantik melebihi bidadari, gw gk sanggup lama-lama menatapnya. Nanti saat acara api unggun gw mau nembak dia Dra, gw mau ngomong sama seksi acara biar dikasih waktu. Pasti berkesan banget tuh menyatakan cinta di malam hari di tengah orang-orang yang mengelilingi api unggun sebagai saksi “ ucap Adi dengan sangat dramatisnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry gk terima curhatan cowok “ ucapku santai. Yang membuat Adi tertunduk lemas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kan temen gw, seharusnya lo dukung gw napa “ ucap Adi mengangkat kepalanya. Terlihat pipi yang dipenuhi air mata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Cengeng amat si lo jadi cowok, baru gitu doank udah nangis apalagi klo ditolak nanti “ ucapku kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tega banget sih, malah buat gw down gitu “ air mata Adi semakin deras saja membasahi pipinya. Haduh….haduh cowok bukan sih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah ah gw mau mandi dulu, udah sepi kayaknya kamar mandi “ ucapku seraya pergi setelah mengambil perlengkapan mandiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh tunggu dulu taruhan kita gimana nih “ teriak Adi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk jadi “ teriakku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah selesai mandi, ku mencium bau harum makanan dari tempat masak. Sepertinya Dina dan Vika sedang memasak sesuatu yang sedap nih. Ku langkahkan kaki menuju tempat mereka berdua menyiapkan hidangan. Disana sudah terdapat Dina, Vika dan juga teman-teman wanita lainnya yang membantu memasak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sembleb lo dari tadi diem aja sih. Ngerjain apa kek “ omel Vika yang melihat Dina hanya diam memperhatikan teman-temannya memasak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sember, gw tuh mandor tugas gw tuh ngawasin kerjaan lo terus nyicipin hasil masakan lo, enak apa gk buat Andra “ omel Vika tak mau kalah</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo udah pernah gw rebus belum bleb. Sini lo gw rebus “ omel Vika kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sember ajarin gw masak donk “ ucap Dina mendekati Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kemasukan arwah siapa lo bleb, tiba-tiba mau belajar masak “ ejek Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan omong tentang arwah deh “ protes Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mang mau masak apa ? “ tanya Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa aja yang penting mah enak “ jawab Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah lo gw ajarin masak air aja deh “ ucap Vika enteng</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sember nenek-nenek sekarat juga bisa klo Cuma masak air doank mah “ Protes Dina tak terima dengan ucapan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sorry deh gw kira lo udah nenek-nenek “ ucap Vika dengan santainya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan bikin gw emosi deh mber “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih coba lo ulek dulu bumbunya “ ucap Vika menyodorkan cobek beserta rempah-rempah di atasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina mengikuti perintah Vika, dia tumbuk bumbu yang banyak ke dalam cobek yang lumayan besar itu. Semakin lama semakin banyak saja bumbu yang diperintahkan oleh Vika untuk ditumbuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh mber pegel tangan gw nih “ keluh Dina yang sudah tak kuat</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Baru gitu aja ngeluh lo bleb “ ucap Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Andra itu daging belom mateng, buat acara barbeque nanti malem “ ucap Vika setengah ngomel padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Puaaahhhhh “ kumuntahkan daging yang sedang ku kunyah</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pantes gk enak rasanya “ ucapku sembari mengambil segelas air lalu berkumur dan membuang air tersebut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagian sejak kapan sih lo ada disini. Ngembat makanan lagi “ protes Dina yang juga kesal terhadapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ih lo gk peka banget sih bleb. Andra pasti laper tuh, lo sih dari tadi diem aja “ omel Vika pada Dini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini gara-gara lo sember, lo sih masaknya lelet. Sebenernya bisa masak gk sih lo “ omel Dina tak mau kalah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sepertinya hanya mereka berdua saja yang ramai. Para wanita lainnya yang juga ikut membantu memasak tidak begitu ramai. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam hari, seluruh mahasiswa mengelilingi api unggun yang sangat besar. Menghangatkan tubuh-tubuh yang kedinginan. Dalam suasana kehangatan, kebersamaan dan kegembiraan kami berkumpul mengadakan malam kenangan. Berdiri ditengah seorang lelaki, ketua panitia Diki akan memberikan sepatah dua patah kata pembuka sebelum memulai pesta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke kawan-kawan hari ini kita bergembira karna kelulusan kita kecuali satu orang “ ucap Diki</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Satu orangnya jangan diomongin dan jangan liat gw dengan pandangan kotor kalian “ omel Dina tak terima dengan ucapan Diki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan senyum menyeringai Diki kembali melanjutkan omongan tak bergunanya “ Setelah kita melewati tahun-tahun penuh perjuangan, doa dan air mata, setiap menit………. “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ MARI SAATNYA PESSTAAAAAAAAAA “ teriakku menyela omongan membosankan dari Diki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ YYYYOOOOOOO “ teriak seluruh mahasiswa menyambut ucapanku. Dan kami pun berpesta ria, memanggang daging, bakar jagung, bernyanyi-nyanyi, tertawa, semuanya bergembira bersama kecuali…………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw kan ketua panitia kenapa omongan gw gk dianggap “ ucap Diki lemas dengan mode suramnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kami kan seksi acara, harusnya ada acara baca puisi, kenapa jadi begini “ ucap Indah dan Ani juga dengan mode suram</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw kan rencananya mau nembak Uci, kok malah berantakan gini sih acaranya “ gerutu Adi seraya berlutut lemas, lebih suram dari ketiga orang itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok lama banget sih matengnya Vik “ gerutuku yang sedang mengipasi daging panggang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sabar napa makan yang lain dulu sana “ ucap Vika yang berada di sampingku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heiiiiii semua merapat kesini. Gw mau bercerita tentang petualangan gw di hutan terlarang yang ada di balik gunung ini “ teriak Chandra seorang petualang ( dalam tanda kutip ) yang katanya sering menjelajahi area-area terlarang di negri ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dan entah kenapa masih aja ada yang mau dengar ocehan bodohnya itu. Apa mereka sudah kerasukan iblis penghayal juga. Mereka berkumpul mendengarkan Chandra yang berada di atas tumpukan batang pohon, segera memulai celotehan tak bergunanya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Chandra ada uler tuh di bawah kaki lo “ teriak salah seorang mahasiswa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaahhhhhh mana ulernya mana “ teriak Chandra berlari dan bersembunyi di balik tenda. Katanya petualang sama uler aja gemeter. Padahal bukan uler tapi ulet bulu dasar pengecut</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa Ani, kenapa kau hianati cintaku yang tulus kepadamu. Aku pergi bukan untuk hura-hura Ani. Aku pergi untuk mencari uang agar bisa melamarmu. Mengapa kau malah memilih lelaki lain, ku akui dia lebih kaya dariku, lebih segala-galanya dariku, tapi Ani cintaku itu suci kepadamu “ seru Rudi dengan gaya melankolis ala rhoma irama. Disambut tepukan tangan dari teman-teman idiotnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hebat gk akting gw, gw udah masuk 10 besar waktu casting film layar lebar, tapi sayang pas final gw sakit. Terpaksa deh gw nyerahin kemenangan gw yang udah didepan mata “ ucap Rudi si artis gagal dengan bangganya itu bercerita tentang pengalaman ngaconya di dunia hiburan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan pake-pake nama gw klo mau main akting-aktingan “ omel Ani seraya menghantamkan tinjunya tepat di kepala si artis gagal itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Minggir-minggir kasih gw jalan, gw anak jendral nih, gw punya kartu nama bokap gw nih “ ucap Salim dengan gaya petentang-petentengnya sambil menunjukan sebuah kartu nama yang tak jelas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gubraaaaaaaaaaakkkkk “ tiba-tiba Salim terjatuh karna tersandung batu yang tak ia lihat. Dan tentu saja orang yang disekitarnya menyorakinya. Ada-ada saja tingkah si tukang mimpi itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita harus rubah sistem pendidikan di negri tercinta ini. Agar adik-adik kita, anak-anak kita, cucu-cucu kita bisa mengenyam pendidikan yang layak. Mari saudara-saudara kita perjuangakan nasib generasi penerus kita, jangan sampai kita kalah dengan kaum-kaum kapitalis yang menjajah negri ini baik secara micro ataupun macro “ teriak Hadi mahasiswa tukang demo berorasi di depan sekelompok mahasiswa lainnya. Disambut dengan teriakan-teriakan pembakar semangat juang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ada satpol PP “ teriak salah seorang mahasiswa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah gawat membahana cyin. Ayo cyin lari nanti kita di tangkep “ teriak Hudi lalu berlari berjinjit sambil menenteng sendalnya masuk ke dalam tenda. Ada ya makhluk astral seperti itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Heh ngomong-ngomong dimana si Dina ya kok tau-tau menghilang, ku coba mencari-cari di sekitar tempat kami berkumpul tak ada. Jangan-jangan dia di culik kolong wewe. Coba ku cari di tendanya dan ternyata dia sedang duduk merenung di dalam tenda seorang diri. Sepertinya dia sedang murung, apa karna dia satu-satunya yang tidak lulus disini jadi dia minder.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hai Din lagi pain nih “ ucapku seraya ke sentuh pundaknya. Tak ada jawaban apapun dari Dina, hanya menoleh kearahku dan langsung memelukku erat. Terdengar isak tangis dengan tubuh yang gemetar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku belai rambutnya coba menenangkannya, mungkin Dina sedang teringat oleh keluarganya. Yah siapapun pasti akan sedih bila mengalami hal yang dialami Dina. Sungguh sangat menyedihkan, di usianya yang masih muda, dia harus mengalami cobaan hidup yang begitu berat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ta..ta…di “ ucap Dina terbata mulai terbuka olehku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan tatapan nanarnya Dina melanjutkan ucapan yang terputus “ Tadi si IT sember bilang klo kita buat keramaian disini, penunggu sini pasti minta 1 tumbal. Dan tumbal yang diinginkan penunggu sini tuh adalah satu-satunya orang yang beda dari yang lainnya. Dan lo taukan disini satu-satunya orang yang beda itu gw, gw belum lulus sedangkan yang lain lulus. Gw takut Dra klo gw jadi tumbal “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Heh ternyata Dina Cuma kena korban jahilnya Vika saja. Dasar penakut, semakin kencang saja pelukan Dina, dan semakin banyak saja produksi keringat dingin dari tubuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuangkat wajahnya yang sudah basah oleh keringat dan air mata. Kukecup bibirnya agar mengurangi rasa takutnya itu. Dapat kurasakan bibir yang bergetar perlahan mereda berganti dengan permainan bibir seperti biasa dia berikan padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kecupan-kecupan lembut bibirnya mengundang lidahku untuk keluar dari mulutku dan masuk ke dalam mulutnya untuk mencari-cari lidahnya yang ternyata sudah menunggu di dalam. Ku belai tangan yang terbalut sweater tebal berwarna putih itu, kugenggam jemari halusnya. Kurapatkan tubuhnya agar lebih menghangatkan kami di malam yang begitu dingin ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuh indah berbalut pakaian tebal kini berada dalam dekapanku, bibir mungilnya bersaut-saut tak bersuara beradu dengan bibirku. Dengan mata terpejam menikmati percumbuan yang telah sering kami lakukan. Tak memperdulikan sorak-sorai para manusia yang tengah dalam kegembiraan. Kesenangan kami berdualah yang lebih menyenangkan dibanding mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Uuupppfff “ terdengar sayup-sayup suara lenguhan Dina tertahan. Belaian mesra jemari lembutnya mengelilingi punggungku, terasa sedikit geli. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina mulai melepas cumbuan kami dan mulai membuka sweaternya dan sweater yang kugunakan. Tubuh kami saat ini terlindung oleh kaos tipis dan celana training panjang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku rebahkan tubuh indah yang sudah mulai terbakar nafsu. Kembali cumbuanku hinggap dibibirnya, lidah kami saling menggeliat menggali nafsu agar lebih berkobar. Ku naikkan kaosnya hingga nambah bra berwarna hitam sangat kontras dengan kulit kuning langsatnya itu. Kumulai turunkan lidahku menuju perut ratanya itu. Kujilati lubang pusarnya hingga Dina menggelinjang kegelian menerima rangsanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kusingkap bra yang membungkus payudara besar nan sekalnya dan kunaikkan lidahku menuju jalan setapak yang membelah kedua bukit indahnya. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Dina merentangkan tangannya diatas kepalanya lalu mengunyel-ngunyel rambutnya sendiri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooohhhhssssssss “ desahan Dina mempertegas bahwa nafsunya telah mulai meninggi. Sudah tidak ada ketakutan lagi pada dirinya. Kini yang ada hanya kebinalan yang menjadi ciri khasnya dalam bercinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kumulai melirik seonggok daging kecil berwarna merah kecoklatan yang berada diujung payudaranya. Lidahku mulai merangkang naik menuju puncak bukit kebanggaannya. Setelah sampai tanpa menunggu perintah ataupun isyarat mulutku langsung mencaplok putting yang sudah mengeras. Kupermainkan dengan lidahku putting yang berada dalam kulumanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tangan Dina mulai menelusuri kepalaku, menekan kuat kepalaku agar lebih dalam lagi saat mengulum puttingnya. Tanganku juga tak tinggal diam, kuremasi bukit yang sedari tadi tegang agar lebih tegang lagi. Terlihat urat-urat payudaranya menghijau mempercepat sirkulasi darah pada payudara Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kukulumi bergantian kedua putting payudaranya yang selalu menantangku “ Oooouuuggghhhh “ desahan Dina semakin kencang menerima perlakuanku yang semakin liar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina yang sudah tak tahan menurunkan kepalaku kearah vaginanya yang masih terbungkus celana training itu. Aku yang sudah paham mengenai keinginannya langsung menurunkan celana beserta cd-nya sampai ke lutut Dina. Dengan sekali sapuan lidahku menelusuri ujung ke ujung vagina yang sudah basah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jilatan pada vaginanya diiringi oleh remasanku dikedua bongkahan payudaranya. Dina makin menggelinjang ke kiri dan ke kanan menikmati gejolak birahi yang terus mengalir seiring gerakan lidah dan tanganku memainkan tubuh halus nan indahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kusudahi permainan lidahku pada vagina Dina. Sekarang saatnya ke menu utama, ku turunkan celanaku hingga sebatas lutut, dan langsung mengacung tegang penisku yang sudah sangat mengeras sedari tadi. Ku belai-belai vagina Dina dengan ibu jariku sebelum melakukan penetrasi. Setelah kupastikan bahwa vaginanya telah siap menerima hujaman penisku barulah kumulai memasukkannya secara perlahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ OOoooouuuggggghhhh “ lenguh kami berbarengan menikmati setiap inchi pergesekan antar penisku dan vagina Dina. Saat penisku menyentuh sisi terdalam vaginanya, akupun tak kuasa untuk menahan gejolak cinta dalam balutan nafsu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kini baru aku sadari cinta bisa hadir saat bersama mengarungi lautan birahi, dengan perlahan tapi pasti merasuk ke jiwa ini setiap bait kenikmatan yang terukir. Sejenak hilafku lupakan Vika yang sedang membakar daging untukku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kini tubuh binal wanita bernama Dina berada di bawahku dalam kendaliku. Tubuh yang meliuk-liuk kesana-kemari, meresapi nikmat yang terlalu dalam untuk kami berdua rasakan. Desahan-desahan binal dari mulutnya membuatku semakin berambisi untuk lebih kokoh menancapkan penisku memaku vaginanya yang telah mengembang memberi akses keluar – masuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semakin lama waktu berjalan semakin kencang gerakanku memompa vaginanya. Begitu pula Dina dengan gerakan pinggulnya yang semakin binal membuat penisku lebih kencang tersedot oleh vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tenda yang tebal membuat orang-orang diluar tak dapat melihat aktifitas kami di dalam yang sedang berpacu dalam birahi. Memberi kami rasa nyaman yang membuat kegiatan percintaan kami semakin bergelora.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAAAAAaaaaakkkkkkkkhhhhhhhhh Drraaaaaaaaaaa “ leguh Dina saat mendapatkan orgasmenya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooooooouuuuugggggghhhhh Diiiiiiiin “ begitu pula denganku saat spermaku menyembur dan membasahi dinding vagina Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Berdua digelapnya malam dan pikiran kami melayang, menerawang jauh terbang melintasi awan dengan rasa nikmat yang tak berhingga. Ingin sekali kami gapain puncak dari langit tak beratap, saat kami raih semua orgasme dan sejuta rasa tak terucap yang terlepas dari seluruh keinginan nafsu yang terus menerus membakar tubuh-tubuh terbalut semilir angin pegunungan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tubuh kami akhirnya terhembas, tergeletak di atas kasur angin yang menjadi alas persenggamahan kami berdua. Nafas kami yang berat menandakan betapa lelahnya kami bercinta di tengah udara pegunungan yang tipis ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra….Dra dimana sih lo “ terdengar suara Vika sedang mencariku, sepertinya telah berada di depan tenda tempat aku dan Dina berada.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ada lo disini sembleb “ ucap Vika ketika membuka tenda dan melihat Dina berada di dalam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok lo main buka aja si sember “ omel Dina yang terkejut dengan kedatangan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ihhhh lo abis ngapain kok toket sama meki lo kebuka gitu. Abis onani ya lo “ tanya Vika yang heran melihat kondisi Dina. Buru-buru Dina menutupi bagian tubuhnya yang terbuka itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw abis berdua sama Andra, lo tebak aja sendiri gw sama Andra abis ngapain “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Andra ? mana Andra gk ada. Dari tadi gw nyari gak ada, setiap tenda gw liat gk ada Andra “ ucap Vika bingung dengan ucapan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lho ngilang kemana tuh si Andra, tadi ada di sini sama gw mber “ ucap Dina ikutan bingung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kemana Andra ya padahal dagingnya udah mateng tuh “ ucap Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah udah mateng Vik “ ucapku yang berada di belakang Vika. Untunglah saat mendengar suara Vika aku langsung keluar tenda menerobos bagian bawah tenda dan langsung merapikan pakaianku. Tenda memang mudah untuk di terobos jadi tak perlu khawatir.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh kudanil sejak kapan lo ada di luar tenda “ ucap Dina kaget melihatku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kemana aja sih gw cari-cari baru nongol “ ucap Vika setengah mengomel.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayo Din kita mulai makan-makannya “ ajakku seraya menarik tangan Dina agar bangkit dan menuju tempat makanan. Dina hanya bisa bengong melihatku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 18 ( Manusia Lemah )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari saat makhluk-makhluk mungil berkicau diantara ranting-ranting pepohonan. Sinar matahari menerobos kabut embun yang membuyarkan pandangan. Para mahasiswa masih tertidur lelap karna lelah pesta semalam. Aku terbangun dari tidurku, sayang untuk dilewatkan pagi yang indah ini. Ku keluar tenda untuk menyapa makhluk mungil itu dan sang mentari pagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terlihat seorang wanita duduk di dekat tumpukan kayu gosong bekas api unggun semalam. Asapnya masih keluar dari celah-celah batang kayu gosong itu. Ku hampiri wanita itu untuk menyapanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hai Vik. Tumben udah bangun ? “ sapaku pada Vika yang sedang duduk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Dra. Gw lagi galau nih “ ucap Vika memandangi kayu gosong yang menyembulkan asap.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Galau kenapa Vik “ tanyaku penasaran. Apa dia ingin balikan dengan mantannya itu, atau aku telah menyakitinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ 2 minggu lagi gw sama keluarga gw mau ke Lampung selama 2 minggu “ jawab Vika nampak tak bersemangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohhh mau pulang kampung. Kenapa galau sih ? “ pasti kampungnya itu kampungan banget, gk ada hiburan atau semacamnya. Mungkin channel TV juga Cuma TVRI doank. Sungguh menyedihkan 2 minggu berada di pedalaman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw sepi gk ada lo Dra. Kesempatan buat si hakim sembleb tuh ngelangkahin gw “ ucap Vika sedikit emosi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis dari sini gw juga mau balik ke kampung gw, sekitar 1 bulan sampe waktunya wisuda kok “ ucapku seraya merangkul tubuh Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok lamaan lo, mang lo betah di kampung gk ada gw. Apa lagi kampung lo kan kampungan banget, gk ada hiburan atau semacamnya. Mungkin channel TV juga Cuma TVRI doank. Mang lo betah apa 1 bulan disana “ oceh Vika men-judge kampung halamanku. Kenapa bisa satu pemikiran gitu sih kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ngapain juga di Jakarta klo gk ada kegiatan mending gw sama adik-adik gw di kampung “ ucapku sedikit ketus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kasian ya si sembleb klo gitu, gk ada lo dan gw, mau berantem sama siapa dia nanti “ ucap Vika membayangkan nasib Dina. Sejak kapan dia peduli dengan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ke curug yuk Vik “ ku ulurkan tanganku yang disambut dengan uluran tangan Vika, untuk menuntun Vika menuju curug yang berada di sekitar pegunungan itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kutuntun Vika melalui jalan setapak yang sedikit licin dan berkelok. Sebelah kiri jalan terdapat tebing yang mengalirkan mata air segar, Sedangkan sebelah kanan terdapat semak-semak dan juga jurang yang hanya dipagari oleh kayu-kayu rapuh. Pohon-pohon besar juga terdapat di sepanjang kiri kanan jalan setapak itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra ngeri amat jalannya “ ucap Vika erat berpegangan pada tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pelan-pelan jalan Vik “ ucapku seraya menuntun jemari lembutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok kayak gini sih jalannya Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Namanya juga pegunungan Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dalam genggamanku terasa jemari halus itu mengalirkan kehangatan yang menusuk hingga ke jantung. Vika adalah anugrah yang Kuasa yang bila tersentuh betapa indahnya. Sungguh lemah diriku, tak berarti hidupku bila tak ada dirimu. Andai kubisa akan kubalas semua cinta yang engkau berikan. Tapi cintamu sangat egois, datang disaat taman hatiku sudah bermekaran bunga-bunga cinta Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Salahkah aku bila mencintaimu dan mencintainya. Dosakah aku bila tidak memilikmu. Mungkinkah aku harus meninggalkanmu, setelah aku mencintai dirimu. Memang bukan hanya kau yang bersemanyam di hatiku. Tapi kau selalu ada di hatiku sejak pertama ku melihatmu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jika kadar cintaku adalah 100, maka cinta untuk Vika adalah 100, sedangkan untuk Dina adalah 100. Bukannya aku jahanam, kuhanya menerima takdir.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wiiiiiiihhhh air terjunnya keren ya Dra “ teriak Vika saat sampai lokasi curug. Air terjun yang besar hingga cipratan airnya mengenai kami berdua, dan banyak bebatuan sungai, seolah mengobati kelelahan kami saat menelusuri jalan kecil berliku menuju lokasi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo mau berenang Vik “ tanyaku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk ah, alirannya deres, airnya dingin lagi “ ucap Vika dengan tubuh menggigil.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kutuntun Vika melewati bebatuan kecil menuju batu besar yang berada di tengah sungai. Kami duduk berdua disana, kulingkarkan tanganku pada perutnya, kupeluk Vika dari arah belakang, kukecup pipi halusnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ ucap Vika lirih dan membelai rambutku. Kubiarkan bibirku tetap pada kedudukannya di pipi Vika untuk beberapa saat, sambil menikmati deburan air yang jatuh dari atas tebing nan tinggi di hadapan kami. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika !! Cintamu dapat kucium di udara, dapat kudengar di air, dapat kurasakan di bumi. Di tepian hati kutemui, cinta indah penghibur hati. Tapi aku tak bisa mengikat janji walau telah kuberikan cinta berhiaskan safir. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Walau Telah lama kau kucinta, bersamamu ku sangat ingin hingga merasuki mimpiku. Kau adalah pelangi yang berseri menggoreskan senyum di langit setelah badai. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vika, apa yang lo inginkan ? bunga ? akan gw taburkan di kasur lo setiap malam. Permata? Akan gw carikan yang lebih besar dari mata lo. Jika lo ingin menjadi ratu, akan gw rebut sebuah kerajaan untuk lo “ bisikku pada telinga mungil Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ih apaan sih lo Dra “ ucap Vika lirih dengan wajah yang langsung memerah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh pagi!! dapatkah kau saksikan wanita yang berada dalam dekapanku ini. Wanita yang dulu sering kuceritakan kepadamu menjelang aktifitasku setelah malam pergi. Kini wanita itu sudah berada sangat dekat denganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh siang!! Dapatkah kau lihat wanita yang bersandar di tubuhku. Wanita yang dulu sering kuhayalkan kepadamu saat kulihat wajahnya. Kini wanita itu selalu tersenyum manis kepadaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh malam!! Dapakah kau dengar suara hati wanita yang ada dipelukku. Wanita yang dulu sering kuimpikan kepadamu saat kumulai pejamkan mata. Kini wanita itu sudah menempatkan aku pada relung hati terindahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra balik yuk “ ucap Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok buru-buru sih Vik “ protesku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah kedinginan banget nih, dari tadi kecipratan air terjun. Lo sih enak di belakang gw gk kena cipratan air “ ucap Vika setengah mengomel.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah perdebatan panjang ( gk juga sih ), akhirnya aku dan Vika berlalu meninggalkan curug menuju lokasi perkemahan. Kugenggam erat jemari Vika yang terasa bergetar. Jelas saja Vika kedinginan, karna baju yang ia gunakan basah terkena cipratan air terjun.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Clak….clak….clak “ di tengah perjalanan, terdengar suara langkah kaki orang dari arah depan kami, sepertinya ada banyak orang yang hendak menuju ke curug.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sember kok lo udah duluan ke curug sih “ ucap Dina yang melihat Vika kembali dari curug.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya iya lah, berdua kan lebih romantis dari pada ramai-ramai “ ucap Vika pongah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berdua ? “ ucap Dina heran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lho kok ranting kayu. Tadi gw sama Andra ke curug, tadi Andra ada di samping gw “ ucap Vika kaget saat melihat benda yang berada dalam genggaman tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiiiii lo pada kok ninggaling gw sih “ ucapku dari belakang rombongan mahasiswa yang hendak ke curug. Saat mendengar suara langkah orang banyak, aku yakin jika mereka adalah teman-teman kampusku dan pasti ada Dina diantara mereka. Dengan secepat kilat kutukar tanganku yang berada dalam genggaman Vika dengan ranting kayu yang ada di sekitarku. Dan secepat kilat pula aku loncat ke semak-semak yang berada di sampingku dan mengendap-ngendap menuju arah belakang rombongan mahasiswa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kemana aja sih Dra dari tadi dicari-cari gk ada, tau-tau nongol di belakang “ omel Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw lagi ke warung tadi “ ucapku beralibi. Kulihat Vika hanya bengong menatap ranting kayu yang masih dalam genggamannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Vik kok lo udah basah duluan sih “ ucapku santai di hadapan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Akhirnya aku dan Vika kembali lagi ke curug bersama rombongan. Vika yang mengigil kedinganan tak berkata apapun. Kuberikan jaketku untuk mengurangi rasa dinginnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra tadi lo sama gw kan ? “ ucap Vika masih tertunduk lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhmmmm “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra nih ranting kayu lumayan juga klo kena kepala orang “ ucap Vika mempertegas ranting kayu yang masih berada dalam genggamannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Glek “ kuhanya bisa menelan ludah melihat ekspresi Vika yang dalam emosi tingkat tinggi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Akhirnya sampai juga “ teriak salah seorang dari kami ketika sampai tempat tujuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra ayo nyemplung, jernih nih airnya “ ucap Dina seraya menarik tanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh Din gw gk bawa baju ganti nih “ ucapku menahan tarikan tangan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagian kenapa lo gk bawa baju ganti sih “ protes Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo sih ninggalin gw, jadi gw buru-buru deh, gk sempet bawa ganti “ ucapku memberi alasan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan bibir yang maju kedepan, Dina menceburkan diri ke dalam sungai bersama teman-temannya. Aku hanya duduk di bebatuan, mematung melihat kawan-kawanku asik bermain air di sungai. Aku duduk di samping Vika yang sedari tadi diam dengan ranting kayu yang masih dipegangnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ ucapku membuka omongan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ APA “ omel Vika dengan tatapan tajamnya, seolah ingin menerkamku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita kesana yuk “ ucapku menujuk salah satu sudut tempat yang agak jauh dari lokasi teman-temanku bermain air. Disana nampak sepi, hanya ada sebuah pohon besar nan rindang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk “ ucap Vika tersenyum melihat lokasi yang aku tunjukkan. Sepertinya dia sudah tidak marah padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah sampai di lokasi yang kami inginkan. Kami duduk di akar-akar pohon yang keluar dari dalam tanah dan bersandar pada batang pohonnya. Berdua menyaksikan tubuh-tubuh basah yang menggigil bermain air, saling lempar air ke arah wajah mereka. Ada pula yang bertapa di tengah aliran sungai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ panggilku dengan menggemgam erat jemari halus Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya Dra “ sahut Vika begitu manisnya menatapku dengan tatapan sayunya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lama kami hanya saling pandang, tanpa ada lagi kata yang kami ingin ucapkan. Cukup dengan tatapan kami sudah tahu isi hati masing-masing. Lalu Vika menyandarkan kepalanya di bahuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra, lo cinta gw ? “ tanya Vika yang membuatku semakin terdiam dan membeku. Udara dingin pegunungan saja tidak sanggup membuatku beku. Tapi mengapa pertanyaan dari Vika sanggup membekukanku. Bahkan udara di sekitarku terasa membeku hingga aku sulit untuk bernafas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mungkin lo berfikir klo lo Cuma buat pelarian gw aja, setelah gw putus sama Rudi. Tapi itu gk bener Dra, gw udah mulai cinta sama lo saat kita 1 kelompok tugas akhir. Saat kita ngerjain tugas bareng, disaat itu gw nemuin sosok yang smart “ ucap Vika dengan suara begitu lembutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Uhuk…uhuk….uhuk “ ucapku sedikit berbangga dibilang smart.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yah walaupun lo suka nyebelin dan gk peka, tapi itu keunikan lo dibanding cowok lain. Karna waktu itu gw udah berkomitmen aja sama Rudi jadi gw gk bisa lebih dekat lagi dengan lo “ sambung Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi syukurlah takdir memutuskan hubungan gw sama Rudi, dan gw bisa lebih dekat lagi dengan lo “ ucap Vika kembali. Aku masih dengan pose patung membeku mendengar pernyataan dari Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa ia utarakanpun aku juga sudah tahu isi hatinya. Cinta itu bukan kata tapi rasa, tak perlu diucapkan dengan kata, hanya perlu dengan merasakan kehadirannya dalam hatiku, aku dapat tahu rasa cintanya padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik gw laper nih belum sarapan “ ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya, kita kan belum makan dari tadi. Lo sih segala pake balik lagi kesini “ protes Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah balik yuk ke perkemahan “ ajakku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk, lagian gw dingin nih disini “ ucap Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa sepengetahun teman-teman termasuk Dina, aku dan Vika kembali lagi ke perkemahan kami. Di perkemahan hanya ada Adi dan beberapa orang lainnya untuk menjaga barang-barang kami. Mereka sedang asik membakar jagung yang tersedia pada perapian.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiiiii siapa yang suruh kalian bakar jagung “ omel Vika sang seksi konsumsi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya elah Vik pelit amat sih, gw udah bayar mahal nih buat ikut acara ini “ sahut Adi memprotes omelan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kwok gk adwa raswanya sih “ ucapku saat mengunyah jagung yang telah selesai dibakar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Payah lo bakar jagung aja gk bisa “ ejek Vika pada para lelaki itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sini gw yang bakar aja “ ucap Vika seraya mengambil duduk di depan perapian.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Adi ambilin margarin, sama air asin kesini “ perintah Vika yang langsung dikerjakan oleh Adi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Siang menjelang sore hari semua orang telah berkumpul di lokasi perkemahan. Akan diadakan acara lomba diantara kami. Ya walaupun tidak ada hadianya tapi tetap disambut antusian untuk menambah seru kegiatan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan toa di tangan Ani si seksi acara berdiri di tengah para mahasiswa untuk menjelaskan lomba seperti apa yang akan dimainkan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke semuanya, lomba kali ini terdiri dari 2 tim, setiap tim berjumlah 2 orang dan dari jurusan yang berbeda supaya lebih akrab. Kalian lihat ban yang ngegantung di pohon itu “ ucap Ani menunjung 2 buah ban yang bergantung di pohon pada arah yang berlawanan, berjarak 20 meter.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya itu adalah gawang. Pertandingan terdiri dari 2 babak, 1 babak dinyatakan selesai apabila salah satu tim berhasil memasukkan bola pada ban itu. Jika terjadi sekor 2-2 maka dilanjutkan dengan babak tambahan sebagai penentu “ ucap Ani menerangkan aturan permainan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pemain tidak boleh membawa bola lebih dari 5 langkah, harus segera dioper jika sudah 5 langkah. Bola tidak boleh jatuh ke tanah. Tidak boleh berbuat kasar kepada tim lawan. Apabila melangkar bola menjadi milik tim yang tak melangkar. Akan ada lemparan bebas “ ucap Ani kembali menerangkan peraturannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Untuk daftar tim dan pertandingan silahkan liat disini “ ucap Ani seraya menempelkan sebuah kertas berisi daftar tim dan jadwal pertandingan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh An, kenapa gw 1 tim sama si sember sih “ protes Dina yang tak terima 1 tim dengan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian kan seksi konsumsi jadi sekalian aja jadi 1 tim “ ucap Ani menjelaskan alasannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mang gk ada orang lain apa “ protes Dina kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah ah ini kan Cuma hiburan aja “ ucap Ani santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huh bisa repot gw nih klo 1 tim sama si hakim sembleb “ ucap Vika pelan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo ngomong apa mber “ ucap Dina mendengar ucapan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo main yang bener ya sembleb, jangan takut kuku lo rusak “ ejek Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Brisik lo sember, awas lo bikin tim kita kalah “ omel Dina tak mau kalah dengan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Skip skip skip</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pertandingan antara Dina dan Vika yang menggunakan rompi merah melawan Bela dan Uci yang menggunakan rompi biru segera dimulai. Kedua tim bersiap-siap melakukan pemanasan terlebih dahulu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Minggir lo sember ganggu pemanasan gw aja “ omel Dina seraya mendorong ke samping tubuh Vika dengan lengannya agar menjauh darinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Di samping lo masih luas kali sembleb, ngapain lo ngambil tempat pemansan gw “ omel Vika menahan dorongan dari Dina. Terjadi saling dorong antar kedua wanita itu dan saling tatap dengan tatapan tajam setajam silet.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Priiiiiitttt “ suara peluait ditiupkan oleh Indah sebagai tanda dimulai. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bola pertama dipegang oleh Bela dari tim biru, lalu dioper kepada Uci. Uci berlari menuju gawang tim merah, sebelum langkah ke 5 Uci melempar bola untuk dioper kepada Bela, tapi “ tap “ dengan sigap Dina memotong aliran bola itu dan berlari menuju gawang tim biru. Setelah 5 langkah Dina mengopernya ke arah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruaaakkkk “ bola tepat mengenai wajah Vika yang membuat Vika hilang keseimbangan, untunglah Vika masih bisa menahan tubuhnya agar tidak jatuh ketanah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sembleb lo sengaja ya, ngelempar kenceng banget “ omel Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo aja yang oon, gk bisa nangkep operan gw secara gw atlit profesional sedangkan lo amatir “ ejek Dina dengan senyuman iblisnya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh wasit ini namanya pelanggaran nih “ omel Vika kepada Indah sang wasit.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian kan 1 tim jadi gk diitung pelanggaran itu “ ucap Indah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Awas lo sembleb gw bales deh “ ucap Vika mengancam Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Karna bola menyentuk tanah maka bola menjadi milik tim biru. Kembali Uci mengoper bola kepada Bela, lalu meliuk-liuk Bela diantara tim merah berusaha melewati pertahanan dari tim merah. Lalu dioper kembali bola kepada Uci.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kedua wanita dari tim merah langsung menghampiri Uci yang sedang memegang bola, dengan cerdik Uci langsung mengoper kembali kepada Bela. Tim merah yang geram langsung menghampiri Bela untuk merebut bola.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gedabruuuuuukkkk “ kedua wanita dari tim merah jatuh berbarengan, karna kaki mereka saling mengait satu sama lain. Dengan begitu mudah bagi tim biru memasukan bola ke gawang tim merah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Priiiiiiitttttttt “ peluit berbunyi tandanya goal dan berakhirnya babak pertama.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo klo gk bisa main jangan halangin gw deh “ omel Dina yang masih tergeletak di tanah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tuh yang gk becus, ikutin gw mulu, orang mah mencar klo main “ omel Vika tak mau kalah dan juga masih tergeletak di tanah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Huh lawan tim cere kayak mereka mah gk perlu tenaga maksimal “ ucap Uci dengan sombongnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yoi bener itu, pake 1 tangan juga bisa menang kita “ sahut Bela tak kalah sombong.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ LO BERDUA NGOMONG APA “ ucap Dina dan Vika berbarengan dengan sangat berapi-api.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Priiiiitttttt “ babak kedua dimulai dengan bola pertama untuk tim merah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ada yang berbeda dengan tim merah kali ini. Mereka jadi lebih kompak, operan-operan silang keras yang terarah tepat tak mampu dipotong oleh tim biru. Bahkan meskipun tim biru dapat menyentuh bola yang dioper tapi tak dapat memotong aliran bola itu karna begitu kerasnya aliran bola. Hingga membuat tangan wanita dari tim biru menjadi memerah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Goooaaaallll “ bola berhasil dimasukkan oleh Dina, skor untuk tim merah yang sudah sangat baik dalam permainannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hebat kan permainan seorang pro seperti gw “ ucap Dina dengan bangganya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo gk ada gw gk mungkin kita bisa cetak goal “ sahut Vika tak kalah bangga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kedua wanita itu kembali saling berpandangan dengan sangat tajamnya. Seolah api keluar dari dalam tubuh mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Priiiitttttt “ peluit kembali dibunyikan memulai pertandingan babak tambahan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bola milik tim biru, langsung direbut oleh tim merah ketika tim biru melakukan operan. Dengan secepat kilat terjadi operan-operan yang makin terlihat ganas. Bahkan bola tak terlihat kapan diopernya, tau-tau sudah ada aja di tangan mereka bergantian.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Goaalll “ Vika berhasil memasukkan bola ke gawang, pertandingan dimenangkan oleh tim merah, Dina dan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sekarang giliran regu putra yang bermain. Tak perlu diceritakanlah tim-tim yang bertanding lainnya, apa lagi timku yang langsung kalah pada pertandingan pertama di regu putra. Tak seperti tim Dina dan Vika yang melaju sampai ke Final, bahkan mereka berhasil menjadi juara di regu putri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak ada yang menandingi kehebatan 2 wanita monster ini dalam pertandingan. Mungkin klo juara dari regu putra di adu oleh merekapun aku yakin pasti 2 wanita itulah pemenangnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha ha ha ha seorang jenius gk ada yang bisa nandingin “ ucap Dina dengan sombongnya seraya bertolak pinggang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hi hi hi hi permainan berubah saat seorang yang cerdas mulai serius “ ucap Vika tak kalah sombong dengan tangan menyilang di dadanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Blebek…blebek…..blebek “ suara perutku bergemuruh di tengah perayaan kemenangan Dina dan Vika, sepertinya ada yang mau keluar nih, sial bener-bener ada yang mau keluar. Langsung kuberlari menuju toilet.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Beberapa saat kemudian “ Huh leganya “ tapi kok eneg ya mulutku “hooooeekkkkk….hooooeeeekkkk “ kumuntahkan isi perutku. Kok jadi lemes gini ya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ blebek….blebek “ sepertinya ada yang mau keluar lagi. Sialan buru-buru kukembali ke toilet.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Skip…skip….skip</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sudah 10 kali lebih aku muntah dan buang air besar, sepertinya aku terkena muntaber. Tubuhku sangat lemas sekali, semua makanan yang tadi kumakan keluar semua. Setiap diisi selalu saja keluar lagi dari jalur atas dan bawah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh sember lo masakin apa, si Andra kok jadi muntaber gini “ omel Dina melihat keadaanku. Semua orang berkumpul mengelilingiku. Kenapa jadi pusat perhatian gini sih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk mungkin klo dari makanan yang gw masak “ ucap Vika membela diri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagipula dalam acara perkemahan ini, gw khusus menyediakan makanan untuk Andra 100 kali lebih teliti daripada untuk kalian. Gw selalu memastikan makanan segar untuk Andra yang gw masak mengandung gizi yang tinggi. Sisanya baru untuk kalian, dan sisa paling buruk untuk si hakim sembleb ini “ ucap Vika kembali menjelaskan tentang makanan yang ia masak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sialan lo sember untuk gw gk kenapa-kenapa “ omel Dina mendengar pernyataan Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kurang ajar lo Vik, tega bener sama kita-kita “ ucap salah seorang mahasiswa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Itu aja sudah enak sekali kok “ ucap Adi tersenyum lebar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selain makan dari yang gw sedian, lo juga makan di luar ya Dra ? “ tanya Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk Vik, gw gk beli makanan di warung “ ucapku dengan tubuh gemetar karna perut kosong.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duuuuuuuaaaaaarrrrrrr “ tiba-tiba saja terdengar suara letusan, seperti suara dari senjata api.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiiiii apa maksud lo Rud “ ucap seorang mahasiswa yang melihat Rudi sedang mengacungkan sebuah pistol rakitan ke udara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayo sini “ bentak 2 orang mahasiswa lainnya yang juga membawa pistol berjenis revolve, menarik lengan Vika dan Dina seraya menodongkan pistolnya ke arah kepala kedua wanita itu. 2 orang mahasiswa yang bernama Iwan dan Ari, mereka dari jurusan hukum. Apa yang Rudi dan juga kedua temannya rencanakan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Diri lo Dra “ ucap Rudi saat menghampiriku, dia juga menodongkan pistolnya ke arah kepalaku. Semua mahasiswa berkumpul di belakangku, sementara Dina dan Vika berada di sampingku bersama kedua pria yang menodongkan senjatanya itu. Tak ada yang berani bertindak karna pistol di tangan ketiga pria itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vika. Karna cowok ini lo jadi mutusin dari gw. Dan lo juga Din, karna dia lo jadi jauhin gw “ bentak Rudi menatap kedua wanita itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana klo cowok ini mati dihadapan kalian. Gw dendam banget saat dia menghajar gw di mall dan sekarang saatnya pembalasan “ ucap Rudi kembali dengan tatapan bengis ke arahku. Aku hanya bisa menatapnya seraya tanganku memegang perutku yang terasa mules sekali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw yang naruh racun dimakanan lo Dra, sekarang lo gk bisa berbuat apa-apa. Ha ha ha ha “ si artis gagal itu tak bisa berhenti mengoceh sedari tadi. Membuat aku muak saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan tatapan kebengisan mengarah ke arah kedua wanita seolah ingin menunjukkan betapa hebatnya dia “ Sekarang lo liat berdua lelaki yang kalian bela ini mati dihadapan kalian “ teriak Rudi sekeras-kerasnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Brruuuuaaaaaaaakkkk “ tendanganku tepat mengenai tangannya, saat Rudi sedang lengah menatap kedua wanita itu. Hingga pistol ditangannya melayang ke udara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruuuaaakkk “ kembali tendanganku lancarkan, kali ini tepat mengenai perutnya hingga dia jatuh terduduk di tanah. Kuambil pistol yang telah jatuh ke tanah dan kutodongkan ke kepalanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Manusia lemah seperti lo masih terlalu cepat 1000 tahun buat melawan gw “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra taruh pistolnya atau gw tembak cewek ini “ ucap Iwan yang sedang menodongkan pistol kearah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw hitung sampai 5 klo gk cewek ini juga gw tembak “ ucap Ari yang juga sedang menodongkan pistol ke arah Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw hitung sampai 3, lepasin kedua wanita itu “ ucapku tegas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sedikit aja lo lukain Rudi, gw gk akan ragu buat nembak kepala cewek ini “ teriak Iwan mengancamku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruuuaaaakkkk “ sekali lagi tendanganku tepat mengarah ke muka artis gagal itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Coba aja tembak klo berani. Lo tembak, gw juga tembak orang ini “ gertakku tak kalah galak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra lo pengen gw mati apa “ teriak Dina ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Dra. Lo gk peka banget sih, klo gw mati gimana “ teriak Vika tak kalah ketakutan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tidak ada negosiasi untuk manusia lemah macam mereka. Sorry Dina, Vika. Sepertinya kalian harus berbagi nasib dengan Rudi “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ APA MAKSUD LOOOOOO “ teriak kedua wanita itu berbarengan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tenang aja, gw akan usul kepada rektor untuk memberi kalian penghargaan. Dan keluarga kalian akan bangga “ ucapku kembali dengan santainya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ GW GK BUTUH PENGHARGAAN ITUUU “ teriak mereka kembali berbarengan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei kalian 2 cowok suram, peluru kalian paling Cuma berisi 10 peluru disetiap senjata. Sedangkan disini ada 100 orang. Klo kalian menembakan peluru itu Cuma ada 20 orang yang bisa kalian bunuh, dan sisanya akan meringkus kalian dan memasukkan kalian ke dalam penjara. Lo tau gimana rasanya hidup di penjara. Makanannya gk enak, kerja kuli gk dibayar, dan lebih parah lagi di penjara tuh banyak lelaki kesepian. Tak ada wanita, priapun jadi, lo mau disodomi, bukan Cuma pake barang cowok tapi pantat lo juga bakal dicoblos pake linggis. Lo berdua mau ? “ ucapku coba menakutkan mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii Dra gw gk mau jadi salah satu dari 20 orang itu “ teriak salah seorang mahasiswa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ iya gw juga gk mau “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama gw juga “ suasana menjadi sangat heboh sekali. Karna mereka takut menjadi korban pembunuhan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berisik lo semua dasar pengecut “ bentakku kepada mereka mahasiswa pengecut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh gimana lo mau gk seperti itu “ ucapku kembali kepada 2 pria yang sedang menodongkan pistol kepada kedua wanita.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kedua pria itu langsung gemetar, hingga membuat mereka menjatuhkan pistol dari genggaman mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk mau masuk penjara Dra, maafin gw deh. Gw Cuma disuruh sama Rudi dan dijanjiin bakal dibayar “ ucap Iwan tertunduk berlutut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya gw juga gk mau Dra “ ucap Ari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra maafin gw Dra, gw Cuma bercanda kok “ ucap Rudi dengan tubuh mengigil hebat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruuuaaakkk “ untuk kesekian kalinya tendanganku hinggap ke wajah Rudi hingga membuat dia tak sadarkan diri.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duar…duar…duar…duar “ kutembakkan pistol yang ada ditanganku ke arah langit untuk menghabiskan pelurunya. Setelah itu kubongkar senjata rakitan itu dan kumasukkan kedalam pelastik agar tidak ada yang menyalah gunakanny.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ku hampiri Dina dan Vika yang masih ketakutan akan peristiwa tadi. “ udah kalian gk usah takut semua udah beres kok “ ucapku coba menenangkan mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo tadi dia bener nembak gw gimana Dra “ ucap Dina gemetaran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya bener tuh kata sembleb “ ucap Vika juga gemetaran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuambil kedua pistol yang dijatuhkan oleh Iwan dan Ari. Kemudian kuarahkan ke kepala kedua wanita itu “ Dorr..dorr “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa “ kedua wanita itu berteriak dan ada juga teriakan dari wanita lainnya yang kaget dengan tembakan yang barusan terdengar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk mati kan kalian. Ini tuh senjata palsu yang Cuma bisa ngeluarin suara letusan, yang asli Cuma yang dipegang Rudi aja “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh “ Dina dan Vika heran.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Alasan pertama. Liat aja cara Rudi megang senjata, tangannya gemeter. Sedangkan Iwan sama Ari terlihat biasa saja. Senjata asli lebih berat, untuk Rudi yang masih amatir itu membuatnya kesulitan. Dan 2 orang temannya juga amatir tapi kenapa mereka biasa saja saat memegang senjata. Pasti itu karna senjata yang mereka pegang senjata palsu atau mainan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Alasan kedua. Senjata Rudi rakitan sedangkan senjata kedua temannya buatan pabrik sejenis revolve. Disini Rudi sebagai bosnya karna dia yang bayar kedua orang itu. Gk mungkin seorang bos malah pegang senjata rakitan, kecuali revolve itu palsu pasti bosnya milih yang asli “ ucapku memberikan analisaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruak…bruak “ tiba-tiba saja kedua wanita itu merebut senjata dari tanganku dan serentak memukulkannya ke kepalaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ EMANG INI GK BISA BIKIN GW MATI. TAPI BISA BIKIN JANTUNG GW COPOT BODOOOOHHH “ teriak mereka sangat kompak dalam menyiksaku. Ternyata mereka sewot karna main asal menembakkan senjata palsu itu ke arah kepala mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masuk lo ke tenda, lagi muntaber jangan banyak tingkah deh “ omel Dina seraya menyeretku ke tenda.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian semua iket ketiga cowok ini di pohon. Gw mau cari obat dulu buat Andra “ perintah Vika kepada para mahasiswa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 20 ( Metamorfosis )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Karna perjuangannya, Letnan Satu Waluyo mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Kapten Waluyo. Pak Waluyo wafat dengan meninggalkan 1 hektar tanah, rumah seluas 100 m2 dan 2 pasang sapi sebagai warisan untuk Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Suasana pemakaman pak Waluyo berlangsung dengan cara militer. Pasukan TNI angkatan darat serta warga desa menghadiri pemakaman tersebut, dan juga hadir perwakilan anggota kepolisian sebagai bentuk penghormatan atas jasa pak Waluyo. Termasuk Andra kecil yang berdiri di atas lubang kubur bapaknya, menatap tajam peti jenazah bapak tercinta yang akan segera dikebumikan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kepada Jenazah, Kapten Waluyo, HORMAT SENJATAAAAAAA GRAK “ teriak komandan upacara lantang. Diiringi ayunan senjata ke arah langit oleh para anggota TNI.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duar….duar……duarrrrr “ letupan tembakan salvo sebagai penghormatan terakhir, mengiringi penurunan jenazah ke liang lahat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lengkingan suara azan dari sang kakak ( Pak Wardi ) yang terdengar sangat berat, menjadi kata pengantar kepergian Adiknya. Andra hanya bisa diam menahan sesak di dadanya, air matanya tak berhenti mengalir. Bu Mirna hanya bisa memeluk erat keponakannya itu untuk memberinya kekuatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah selesai upacara pemakaman pak Waluyo Pak Wahab dan Andra menujukediaman Pak Wardi. Untuk membicarakan nasib Andra setelah ditinggal bapaknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sekolah Andra akan ditanggung negara sampai SLTA, klo Andra mau masuk SMA taruna hubungi saya aja. Siapa tau Andra pengen kayak bapaknya. Terus untuk kehidupan sehari-harinya, Andra akan menerima uang pensiun bapaknya serta santunan dari negara. Karna yang mengasuh Andra adalah pak Wardi, dan karna Andra masih berusia 10 tahun, maka untuk pemberian uang pensiunan dan santunan untuk Andra akan diwakilkan oleh pak Wardi. Tolong dijaga Andra ya Pak Wardi “ ucap Pak Wahab dengan suara yang dalam, menjelaskan detail apa saja yang akan diterima Andra dari negara sebagai ahli waris Pak Waluyo.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya pak “ jawab pak Wardi singkat menatap tajam mata pak Wahab, meyakinkan bahwa dia akan merawat Andra dengan sepenuh hati</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya sudah saya pamit dulu ya Pak. Andra kamu yang kuat ya nak “ ucap Pak Wahab seraya mengusap kepala Andra, dan berjabat tangan dengan pak Wardi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra masih saja terdiam dalam tangisnya, seolah tak percaya jika bapaknya telah pergi meninggalkannya. Seperti saat Andra ditinggal bapaknya tugas, Andra tidak mau tinggal di rumah pakdhenya, dia lebih memilih tinggal di rumahnya seorang diri, walaupun sudah dirayu oleh pakdhe dan budhenya sekalipun.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat di rumah Andra memasuki kamar bapaknya, dipandangi kamar yang menjadi tempat bapaknya beristirahat. Terdapat ranjang, kursi, sebuah meja, senjata laras panjang serta pedang yang tertempel di dinding kamar, dan kepala menjangan hasil berburu. Andra duduk di kursi rotan milik bapaknya itu, di depan terpampang meja yang biasa bapaknya pakai untuk menulis buku harian militer. Di bukanya laci meja itu dan menemukan sebuah catatan pribadi bapaknya. Di atas buku itu terdapat secarik kertas yang teripat dan bertuliskan “ Untuk Andra anakku tercinta “. Dibukanya kertas itu untuk melihat isi di dalamnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Andra, anakku tercinta. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jika kamu menemukan surat ini dan membacanya, berarti bapak sudah bersama ibumu. Beberapa hari ini ibumu selalu masuk kedalam mimpi bapak, dengan keadaan yang sangat cantik, ibumu menuntun bapak ke sebuah taman yang indah, dan menyaksikanmu dari kejauhan. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh iya bapak belum pernah bercerita tentang ibu kamu ya. Maaf Dra, karna tugas bapak jadi gk sempat untuk bercerita banyak tentang ibumu. Tapi yang pasti ibumu melebihi harapan bapak untuk menjadi seorang istri serta seorang ibu. Kamu harus bangga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Jika nanti bapak bertemu ibumu, bapak akan bercerita tentang kamu Dra. Pasti ibumu tidak akan menyesal memberikan nyawanya untukmu Dra. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Mungkin itu firasat bahwa umur bapak sudah tak banyak lagi. Maafkan bapakmu Dra, tidak bisa menemani kamu lebih lama lagi, walaupun bapak sangat ingin. Ibumu meninggal saat kamu dilahirkan, dan bapakmu ini sering bertugas keluar daerah sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dan kamu juga tidak mau tinggal di rumah pakdhemu. Tapi itu menunjukkan jika kamu bisa hidup mandiri tanpa orang tua, jadi bapak tidak terlalu khawatir bila meninggalkanmu untuk selama-lamanya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Anakku, mungkin sekarang kamu sendiri, tapi kelak kau akan bertemu orang-orang yang berharga. Orang yang harus kau lindungi, dunia sangat luas kelak kau pasti bertemu. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dilahrikan benar-benar sendiri. Teruslah maju kedepan, jangan pernah menoleh kebelakang. Tertawalah disegala keadaan, walaupun kamu sedang sedih, tertawalah maka kesedihanmu akan berkurang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat nanti bapak bertemu ibumu, akan bapak ceritakan betapa hebatnya dirimu Dra, anak kami. Di alam yang berbeda bapak dan ibumu selalu memperhatikanmu Dra. Doa bapak dan ibumu selalu menyertaimu. Bapak dan ibumu selalu mencintai dan menyayangimu anaku Andra. Jadilah pria yang kuat, karna kau adalah bukti jika aku ada.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tertanda</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Waluyo</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Satu bulan kemudian.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Disebuah rumah sakit daerah, Bu Mirna dan Yoko sedang terduduk di depan ruang IGD. Andra lari tergesa-gesa menghampiri budhe dan sepupuhnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Budhe, pakdhe Wardi kenapa ? “ tanya Andra dengan nafas tersengal, kedua tangan bertumpu pada lututnya. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut bu Mirna, hanya air mata yang terus membasahi pipinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bapak tadi di pasar batuk-batuk sampe ngeluarin darah, terus pinsan. Orang-orang di pasar mebawa bapak ke rumah sakit “ ucap Yoko menjawab pertanyaan Andra, matanya terlihat nanar saat bertatapan dengan Andra</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak lama dokterpun keluar ruangan. Dengan wajah datar dokter itu menghampiri mereka bertiga “ Ibu, istri dari Pak Wardi ? “ tanya dokter itu kepada bu Mirna.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya dok, bagaimana keadaan suami saya “ ucap Bu Mirna tak sabar mengetahui keadaan suaminya. Ditatapnya mata dokter itu dengan sejuta tanya, walau hatinya hanya memiliki sedikit harapan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sabar ya bu, hidup dan mati sudah ditakdirkan oleh yang Kuasa. Pak Wardi sudah tidak ada umur “ ucap dokter itu dengan nada lirih, memegang pundak Bu Marni.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bu Mirna hanya terdiam, tak mampu berkata-kata. Air matanya semakin deras membasahi pipinya. Dengan langkah yang gontai bu Mirna memasuki ruangan untuk melihat jenazah suaminya untuk yang terakhir.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bapaaaaaaakkkkkkk “ suara tangis bu Mirnapun pecah saat memeluk tubuh suaminya yang telah dingin. Begitu pula dengan Yoko dan Andra, mereka bertiga memeluk tubuh pak Wardi seraya menangis sejadi-jadinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Satu bulan sudah pasca kepergian Pak Wardi. Sejak pak Wardi wafat, bu Mirna sudah tidak pernah mengunjungi rumah Andra. Sudah tidak pernah memberinya makanan atau uang saku kepada Andra, uang pensiun dan juga santunan tidak pernah sampai ke tangan Andra lagi. Untunglah sekolah Andra sudah ditanggung sampai SMA, sedangkan untuk makan Andra mengandalkan dari sisa uang tabungannya. Itupun harus diiris sedemikan rupa, agar bisa makan esok harinya. Tiada hari tanpa rasa lapar menghinggapi perut Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa budhe gk pernah kesini ya, setiap aku kerumahnya selalu menghindar “ gumam Andra, bingung akan perubahan sifat bu Mirna sejak kepergian suaminya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sejak itu Andra mulai berfikir untuk menghasilkan uang sendiri. Dengan tanah peninggalan bapaknyam dia membeli bibit tembakau dari uang tabungannya. Andra mulai menanam tembakau, dari penyemaian, penanaman hingga perawatan. Setiap subuh Andra pergi ke ladang tembakaunya untuk merawat ladangya dan mencari rumput untuk 2 ekor sapinya. Barulah ia pergi kesekolah setelah aktifitas berkebunnya selesai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pulang sekolah tak lupa Andra menengok kembali kebunnya untuk melakukan perawatan kembali, lalu pergi ke pasar untuk menjadi kuli panggul di sana. Setelah pulang dari pasar Andra mencari rumput kembali untuk ternaknya dan kembali kekebun hingga matahari terbenam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waahhh hari ini aku dapet banyak. Makasih ya Pak “ ucap Andra terkejut menerima upah sebagai kuli panggul yang lebih banyak dari biasanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tokoku rame, kamu juga kerjanya jadi lebih berat, makanya aku kasih lebih “ ucap Pak Kasdi pemilik toko sembako di pasar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku pulang dulu ya pak, makasih banyak nih “ ucap Andra seraya berlalu menuju padang ilalang untung mencari rumput segar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Di salah satu toko yang sudah tutup terdapat seorang anak tertidur. Anak itu juga bekerja sebagai kuli panggul di pasar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei kamu kok tidur disini “ tegur Andra menunduk melihat bocah yang terbaring lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku ndak punya rumah mas “ jawabnya tanpa melihat kearah Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Orang tuamu mana “ tanya Andra kembali seraya mengambil posisi disebelah anak itu lalu duduk di sebelahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wis meninggal “ jawab anak itu lirih </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ sama kayak aku, orang tuaku wis meninggal, tapi aku masih punya rumah. Kamu mau temenin aku di rumahku “ ajak Andra. Anak itu hanya terdiam melihat Andra menawari tempat tinggal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok malah bengong, aku tinggal sendirian, gk punya teman “ ucap Andra kembali seraya mengulurkan tangannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Beneran mas, makasih banget nih mas “ ucap Anak itu girang, menyambut uluran tangan Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh aku lemes banget mas “ ucap Anak itu susah payah bangkit dari tidurnya, walaupun sudah dibantu oleh Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kamu kenapa “ tanya Andra</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku belum makan 3 hari mas “ jawab anak itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah kita makan dulu yuk “ Andra coba membopong tubuh lemas anak itu menuju warung makan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenyang banget aku mas “ ucap anak itu ketika selesai menghabiskan makanannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh jadi nama kamu Joko. Umurku 1 tahun lebih tua darimu ya, berarti kamu adik aku sekarang “ ucap Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya mas Andra. Eh ngomong-ngomong kenapa mas makannya lebih banyak dari aku ? “ tanya Joko heran. Dia yang belum makan 3 hari kenapa paling banyak makannya si Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kata bapakku, kita harus makan yang banyak, biar klo ketemu musuh, kita punya tenaga yang cukup untuk melawannya “ ucap Andra santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas ada duit buat bayar makanan ini semua “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tenang Jok, hari ini aku dapet rejeki banyak. Toko pak Kasdi lagi rame, aku gotong barang lebih banyak “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi inget Jok, kita harus nabung. Kita juga harus saling kerja sama, kita ndak boleh menyerah kepada dunia yang kejam ini “ ucap Andra bersemangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya mas “ ucap Joko penuh keyakinan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sejak itu kedua anak tersebut saling bahu-membahu dalam mencari uang. Setiap Andra sekolah, Joko lah yang menggembala sapi dan mengurus kebun. Ketika Andra pulang sekolah barulah Joko ke pasar untuk menjadi kuli panggul, sedangkan Andra gantian yang menggembala sapi dan mengurus kebunnya. Pada malam harinya setelah Andra mengerjakan tugas sekolah, ia lantas mengajari Joko pelajaran, karna Joko sudah putus sekolah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas aku masih laper mas “ ucap Joko lirih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sama Jok aku juga, hari ini kita dapat uangnya sedikit. Kita harus sabar ya Jok “ ucap Andra coba menenangkan Joko</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">3 bulan kemudian. Saat musim panen tembakau tiba.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waaahhhh hasil penjualan tembakaunya lumayan banyak mas “ ucap Joko gembira saat panen tembakau yang hasilnya lumayan bagus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya ini karna cuacanya juga lagi bagus, karna kita juga saling kerja sama. Klo ndak ada kamu Jok, aku bakal kerepotan ngurusi kebun ini “ ucap Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Inget Jok, kita harus tabung sebagian dari hasil penjualan tembakau ini “ ucap Andra kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya mas “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Suatu saat aku pasti bakal menyekolahkan kamu Jok “ ucap Andra berjanji pada Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudahlah mas, aku ndak perlu sekolah, kan ada mas Andra yang ngajari aku “ ucap Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ilmu itu ndak Cuma dari aku saja, klo sekolah kamu bisa menimba ilmu dari mana saja “ ucap Andra kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas ke hutan yuk, cari kayu, soalnya kandang sapi sudah mulai rapuh “ ajak Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk Jok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sesampainya di hutan mereka menemukan seekor anak macan sedang meraung-raung di samping induk macan yang terbaring tak bergerak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wah mas ada kucing tuh, kayaknya di tinggal mati induknya “ ucap Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Jok. Ah aku tau, ini tuh kucing persia, aku pernah baca di buku perpustakaan sekolah “ ucap Andra melihat ke arah binatang itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kasian ya mas, kayak kita masih kecil udah kehilangan orang tua “ ucap Joko lirih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana kalo kita rawat, dia senasib sama kita. Setiap makhluk yang senasib dengan kita harus kita rawat Jok “ ucap Andra tegas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Baik mas “ ucap Joko bersemangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan membawa kayu-kayu serta anak macan, kedua bocah itu pulang kerumah. Setelah memperbaiki kandang sapi. Barulah mereka beristirahat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas namanya siapa ya untuk kucing itu “ tanya Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kasih nama yang keren aja Jok “ ucap Andra memperhatikan wajah anak macan yang sedang terbaring lemas di atas kain tebal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hhhhmmm apa ya, aku ndak dapet ide tuh “ ucap Joko kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gimana klo namanya Alex “ ucap Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wiihh keren amat mas namanya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lebih bagus dari nama kamu Jok ha ha ha ha “ ledek Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke. Alex salam kenal ya “ ucap Joko sedikit ketus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kayaknya laper tuh si Alex “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kasih rumput mau gk ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa kucing makannya rumput, yang bener aja Jok. Lagi pula kayaknya dia masih bayi deh. Kasih susu aja ya “ ucap Andra dengan tatapan kearah Alex.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sapi kita belum bisa ngeluarin susu “ ucap Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kita beli saja, gk papalah demi adik kita yang baru Jok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semakin hari tubuh Alex semakin besar, dan sudah mulai dapat membantu pekerjaan Andra dan Joko. Seperti menjaga sapi yang sedang Joko gembalakan, selagi Joko merawat kebun tembakaunya. Dengan ketekunan, kerja keras, dan didukung kepandaian Andra dalam mengelola keuangan, perlahan usaha mereka semakin maju. Luas kebun Andrapun semakin luas dari tahun ke tahun, begitu pula ternak sapi Andra berkembang biak semakin banyak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setiap ada anak terlantar, yang sudah tidak meliliki orang tua ditampung oleh Andra di rumahnya. Mereka dijadikan Adik oleh Andra. Bukan hanya merawat mereka, bahkan Andra melindungi mereka, apabila ada yang menyakiti adik-adiknya tak segan-segan di hajar oleh Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas Andra, si Surti digodain sama pemuda dari desa sebelah pas abis belanja di pasar “ ucap Joko</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siapa yang berani godain adikku. Ayo adik-adikku yang cowok kita hajar mereka “ teriak Andra memanggil adik-adiknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yoooo mas Andra “ segera adik-adiknya memenuhi panggilan Andra dengan membawa kayu sebagai senjata.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………….</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas Andra Alex dikroyok warga gara-gara ketahuan ngintipin gadis mandi “ teriak adikku berlari dikejauhan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dasar si Alex, biar aku yang urus “ ucap Andra, berlari ketempat Alex dikeroyok</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bibit apa itu mas “ tanya Joko melihat Andra membawa sekotak bibit.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bibit jati, aku mau tanam di tanah yang baru aku beli. Buat bikin rumah yang besar “ jawab Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jati lama lho mas tumbuhnya. Bisa sampe 10 tahun baru bisa kita jual “ ucap Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Buat investasilah. Lagi pula aku mau bikin rumah pake kayu jati “ ucap Andra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">( KEMBALI KE MASA KINI )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yah begilah Din kehidupan gw “ ucapku setelah panjang kali lebar sama dengan lega, menjelaskan rentetan lika-liku kehidupanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pribadi yang kuat, selalu lahir dari penderitaan yang hebat “ ucap Dina dengan gaya mario teguh.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa lo menganggap orang disini adik lo “ tanya Dina kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Keluarga bukan hanya orang yang memiliki hubungan darah saja, melainkan orang yang bersama-sama dengan kita saat susah maupun senang. Keluarga adalah hal yang gw inginkan, karna hidup sendiri itu sangat menyakitkan buat gw. Lebih baik mati dari pada hidup seorang diri “ kupandang wajah Dina yang nampak antusias dengan kehidupan pribadiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terus gimana keadaan budhe lo sekarang. Dia kan udah makan hak yang menjadi milik lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dia tetap saudara gw, dan juga punya jasa terhadap gw. Gw gk mikirin perbuatan buruk terhadap gw. Gw tetap bantu mereka “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pantes waktu di tangkuban perahu lo bisa ngomong seperti itu “ ucap Dina mengingat ucapanku saat memberinya semangat di tangkuban perahu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah lo kenapa gk ke SMU taruna aja, sesuai kata-kata atasan bokap lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gk ah Din, gw gk mau pergi-pergi ninggalin orang yang gw sayangi karna tugas “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hujan yang sudah reda sedari tadi, menggeser awan hitam yang menyelimuti. Nampak bulan sudah menampakan dirinya, sepertinya malam ini akan terang bulan. Aku menoleh kearah Dina dan menatapnya dalam-dalam. Kini ia sudah tahu masa laluku yang sangat berat. Dia juga sudah tahu kehidupanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra kenapa lo selama ini menutupi jati diri lo. Kelakuan pertama kali ke rumah gw, gw kira lo orangnya udik “ ucap Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tuh yang udik, naik bis aja mabok “ ejekku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh sialan lo kudanil, lo tuh yang udik “ omel Dina tak terima dengan ejekanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra kenapa lo kuliah ngambil MI, aturan mah ngambil pertanian aja ? “ tanya Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw mau buat sistem untuk usaha gw ini, supaya lebih mudah dalam manajemennya. Terus gw mau buat web untuk promosiin usaha gw dan desa gw. Orang klo mau pesan tembakau, susu, daging sapi bisa pesan online juga. Lagi pula klo gw ngambil jurusan pertanian mah buat apa, gw udah tau caranya bertani. Mahasiswa pertanian juga sering KKN disini, jadi gw bisa nimba ilmu dari mereka “ jawabku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ WOoooooiii mas Andra, pestanya sudah siap nih. Ayo kesini “ teriak Joko dari halaman rumah, disana sudah berkumpul seluruh adik-adikku pria ataupun wanita.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sapi sudah di potong tadi, sudah tinggal di bakar saja. Anggurnya juga sudah siap “ teriak kembali Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk Din, kita kesana “ ajakku seraya beranjak dari kursi dan menuntun Dina menuju halaman rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayo semuanya kumpul “ teriakku memanggil adik-adikku yang berpencar di halaman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih Din buat lo “ kuberikan segelas besar anggur kepada Dina. Dina hanya terdiam menerima gelas itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tenang aja Din, gk bikin mabok kok. Anggurnya Cuma diperas dan disaring aja, gk sampe diendapin. Jadi belum ada proses fermentasinya. Ini racikan sendiri lho “ ucapku menjelaskan pada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yaahh gk bisa ngefly donk, udah lama gw gk minum-minum nih “ ucap Dina sepertinya kecewa. Dasar tukang mabok</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Semuanya. Untuk kelulusan mas Andra, dan calon istrinya mari bersulanggggggg “ teriak Joko yang berada di tengah-tangah kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yooooooooo “ teriak semua orang disini menyambut ucapan Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Musikkkkk “ teriakku, yang di sambut dengan suara 4 buah speaker aktif besar, disetiap sudut halaman.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Pergi mengantar sebotol anggur ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Ayo ikuti angin laut dan gelombang! ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Di langit malam ada mentari merah bersinar♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Dan burung-burung pun bernyanyi menyambut kehidupan yang menyenangkan ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Selamat datang, di kampung halamanku! ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Mari menyanyikan lagu persatuan! ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Saat kami berangkat mengarungi gelombang perak dan emas ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Saat kami mengangkat layar menuju lautan ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Badai yang datang bagaikan iringan pukulan drum ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Laut pun bergolak saat mentari tiba ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Wahai para pengecut, berharaplah kalian tidak pernah dilahirkan! ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Karena kalian akan tenggelam di dasar laut sebelum melihat mentar i♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo-hohoho, Yo-hohoho, ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Binks' Sake- Brook</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sini….sini gw mau coba panggang daginggnya “ ucap Dina mengambil 1 potong daging untuk di bakar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ silahkan mbak “ ucap salah seorang adikku mempersilahkan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hauww hauww hauww “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aaaaaaahhhhhh macaaannnnn “ teriak Dina begitu mengetahui Alex ada di belakangnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pergi sana, makan nih daging “ ucap Dina menyodorkan sepotong daging mentah</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mba Dina si Alex ndak suka daging mentah “ ucap Joko</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Susana keakraban, rasa rindu dan berbagai macam kejenakaan adik-adikku mewarnai malam ini. Malam yang seharusnya sunyi dan tenang menjadi riuh sekali karna kedatanganku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii ada yang liat Rinto ndak “ teriakku mencari salah seorang adikku yang bernama Rinto, tadi aku lihat sepintas, sekarang sudah tak terlihat lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tuh mas di pendopo lagi galau sepertinya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ndak ada wanita yang tulus mencintai lelaki, mereka hanya melihat harta, kedudukan dan apalah yang membuat gengsi mereka menjadi terangkat. Cinta wanita palsu, tidak ada yang MURNI. Oke aku single bukan karna ndak laku, tapi karna aku ndak punya satria fu atau ninja R “ gerutu Rinto di pojokan pendopo terduduk menunduk meratapi nasib seorang jones.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan sebut-sebut namaku klo lagi galau. Ndak laku karna tampang aja cari alasan “ omel adikku Murni seraya melempar sepotong daging mentah tepat mengenai wajah kusam Rinto</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Surti, betapa indahnya dirimu dalam pandanganku, ah bukannya aku tak sanggup memandangmu. Oh sinar terangmu dapat membutakan mataku. Surti, merdu suaramu membuat aliran darahku begitu cepat mengalir ke dalam jantungku. Ah bukannya jantungku bisa berhenti bila kau membisikkan kata cinta. Surti, gerakkan lembutmu selalu terekam jelas di kepalaku, ah bukannya kepalaku bisa pecah bila memimpikanmu. Surti maukah kau menjadi kekasihku “ lantunan syair terlontar dari mulut Bimo, yang sangat menyukai Surti dan berharap Surtilah cinta terakhirnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ndak mau “ ucap Surti, singkat, padat dan jelas. Memalingkan muka lalu pergi begitu saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ha…ha….ha…ha selamat ya, selamat ini udah ke 30 kali kamu ditolak Bim. Hebat rekor kamu belum ada 1 orangpun yang mampu nandingin “ ucap 5 orang adikku mengelilingi Bimo, seraya menaburkan bunga-bunga kearah tubuh Bimo. Bimo hanya bisa meratapi kegagalannya yang sudah berulang kali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ayo Dra sini “ ucap Dina menarikku yang sedang berada di tengah pesta. Mengajakku masuk ke kamar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah masuk ke kamar dan menguncinya, Dina langsung mencium bibirku, lidahnya menyeruak masuk ke dalam mulutku, seraya melucuti seluruh pakaianku. Akupun tak tinggal diam, kuterima tantangannya bermain lidah, begitu pula dengan pakaiannya kulucuti habis tak bersisa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kupandangi wajah cantiknya, nampak seberkas cahaya berpancar dari keindahan raganya. Tubuh polos bercorak kuning langsat itu kini berdiri di depanku. Rambut yang tergerai indah, menambah kilau pesona jiwa membutakan pandangan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak ubah duri berbunga mawar, pekat harumnya mengundang rasa untuk menjamahi. Kubaringkan ke ranjang, tubuh yang terdapat segala bentuk keindahan didalamnya. Kutelusuri dengan lidahku jejak-jejak keindahan yang bertabur harum disekujur tubuhnya. Dina hanya bisa memejamkan matanya, sesekali terdengar desahan lirih dari bibir manisnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sejak aku mengenalinya berbagai macam rasa terjalin membentuk jembatan antara hatiku dan hatinya. Dengan mudahnya Dina masuk ke dalam hatiku, begitu pula diriku. Dan kini mahkluk indah yang bernama Dina itu telah berada dalam peraduan kenikmatan bersamaku. Merajut bait-bait cinta dalam dekapan birahi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ouuhhh “ mata sayu itu menatapku yang sedang asik bermain dibongkahan mulus payudaranya, yang selalu dan selalu membakar birahiku. Mata yang seolah berbicara “ jangan, jangan ragu untuk memberiku kepuasan “, menarikku untuk segera masuk kedalam tahap teratas dalam daftar birahi kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kedua kaki mulusnya dilebarkan, dengan mata terpejam dan bibir terbuka, memberi isyarat padaku untuk segera memasuki lubang berlendir. Tak peduli dengan isyarat yang diberikan, aku hanya menggesekan penisku pada vaginanya saja. Kupagut bibir tipisnya yang lembut, seraya tanganku berpetualang diantar bukit kembar nan halus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina yang sudah semakin tak dapat menahan luapa birahinya, berusaha mencari penisku dengan tangannya yang merayap kearah selangkangan. Tapi dengan sigap kugenggam jemari lentiknya agar tak dapat sesegera mungkin mendapatkan harta karunku yang paling berharga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semakin keras usaha Dina untuk mendapatkan kendali penuh atas permainan kami. Tubuhnya berusaha mendorong tubuhku, tapi aku juga berusaha mengendalikan permainan. Kutahan tubuh yang sudah mengelepar-gelepar itu. Kutelusuri wajah cantik yang bercahaya bak sinar lampu petromak di malam yang tanpa sinar bulan. Kecupan-kecupan lembutku berjajah di pipi, kening dan dagunya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Berlawanan dengan ucapan Khalil Gibran. Bila nafsu memanggilmu, janganlah kau ikuti segera kehendaknya, walau liukan tubuhnya begitu menggoda. Bila nafsu mencengkrammu, tahanlah walau dekapan birahi bagai pedang di sela-sela sayap begitu menyiksa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra jangan siksa gw “ lenguh Dina yang sudah nafsu bukan kepalang, menerima hujaman rangsangan yang berjalan terlalu santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuhentikan seluruh aktifitasku, Kutatap wajahnya dalam-dalam, kutahan seluruh gerakannya yang meronta. Kucari partikel cinta terkecil di hatinya, ingin kumiliki seluruh cinta yang ia punya. Egois memang tapi begitulah bila cinta sudah bertahta di singgasananya. Semuanya yang indah hanya untuk cinta.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Perlahan penisku mulai penetrasi ke dalam liang surgawi yang memanggil-manggil sedari tadi. “ Aahhh “ lenguh Dina perlahan saat inchi demi inchi penisku menggesek dinding vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kudiamkan sejenak penisku saat memasuki seluruh bagiannya. Kembali kupandangi wajah ayunya yang masih terpejam, meresepi kenikmatan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui tetes-tetes darah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Perlahan kugerakkan penisku naik-turun, seirama dengan gerakan pinggulnya. Kembali lidah kami saling pagut, jemariku menelusuri bagian-bagian tubuh halus, tak akan kulewatkan kelembutan kulitnya walau hanya 1 mili.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rintik peluh membasuhi tubuh polos yang meliuk-liuk di atas ranjang kebebasan hasrat. Hiruk-pikuk manusia yang sedang bergembira di luar sana, seolah tenggelam oleh deburan ombak birahi bernyanyikan lenguh kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lengan indah nan halus Dina bergerak menelusuri lebar punggungku. Mencabik-cabik lembaran kulit, seperti kesal tadi kupermainkan hasratnya yang sudah di ujung. Dengan mata sedikit terbuka Dina menatapku sayu, memperlihatkan rona wajah yang telah berubah menjadi kemerahan. Memandang penuh daya tarik agar lebih menghujamkan penisku, agar lebih kuat menggesek dinding rahimnya, agar api birahi makin besar berkobar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ AAAAAakkkkkkkkhhhhh “ jerit kami berbarengan, begitu juga cairan kenikmatan kami yang sudah bertumpuk di dalam tampungannya. Bersemburan, berhamburan, bercampur menjadi satu hingga mengalir keluar membasahi selangkangan Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Wajah manis nan ayu yang terbasahi peluh, kini hanya bisa saling menatap denganku dalam-dalam. Sembari menyela nafas yang nampak berat sehabis diterpa badai orgasme. Rambut indah yang tergerai tak beraturan, serta tubuh lemas yang sedang kugagahi. Terpancar rona kepuasan dalam tubuh kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kubiarkan penisku masih tertancam, menikmati sisa-sisa kenikmatan. Sayang rasanya bila disudahi begitu saja. Kukecup keningnya seraya tersenyum memandangnya. Tak ada kata yang terucap hingga penisku keluar sendiri dari dalam vaginanya. Dan kamipun tidur terlelap hingga pagi hari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat kubuka setengah mataku, terasa berat sekali padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Mungkin karna aku belum beristirahat total setelah perjalanan dari Jakarta. Kulihat sebelahku sudah tidak ada Dina di tempat tidur, mungkin saja dia sedang mandi atau sedang melihat-lihat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kulangkahkan kami menelusuri setiap bagian dari rumahku, tampak sepi sekali, hanya terlihat beberapa adik perempuanku sedang memasak di rumah belakang khusus wanita. Rumahku ada 2 yang depan khusus laki-laki dan yang belakang khusus wanita. Ah aku baru ingat, sesuai dengan perhitunganku bahwa hari ini panen tembakau. Pasti adik-adikku sedang di kebun tembakau.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kubergegas mandi dan langsung menuju kebun tembakau. Kuberjalan kaki ke kebun yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Nampak di kejauhan adik-adikku sedang memetik tembakau dan memasukkannya ke dalam karung. Adapula yang sedang merapikan kedalam truk untuk dijual ke pabrik rokok.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Lir-ilir, Lir-ilir ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Tandure wus sumilir ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Dodotiro, dodotiro kumitir bedhah ing pinggir ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Mumpung padhang rembulane , mumpung jembar kalangane ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo surako… surak iyo… ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Lir-ilir, Lir-ilir ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Tandure wus sumilir ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Dodotiro, dodotiro kumitir bedhah ing pinggir ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Mumpung padhang rembulane , mumpung jembar kalangane ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">♪ Yo surako… surak iyo… ♪</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Terdengar sayup-sayup dendang dari mulut adik-adikku. Lagu yang selalu kami nyanyikan setiap panen tiba. Semuanya bergembira menyambut hasil kerja keras kami selama kurang lebih tiga bulan berbuah manis. Tembakau yang nampak menghijau royo-royo, panen yang melimpah ruah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Draaaa gw udah dapet 3 karung nih. Hebat kan “ teriak Dina di kejauhan, nampak di sampingnya terdapat tiga karung tembakau. Semangat sekali dia, padahal aku saja masih letih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hebat banget lo Din “ ucapku tersenyum kepadanya. Kubantu dia menaikkan karung tembakau ke atas truk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Asik banget ya klo lagi panen gini “ ucap Dina nampak sangat senang sekali berada di tengah suasana yang menyenangkan ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo udah gk capek Din “ tanyaku mengkhawatirkan keadaannya. Aku masih ingat dia tidak boleh terlalu lelah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk Dra, gw senang suasana seperti ini. Kekeluargaannya sangat kental Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya gitulah, keluarga adalah hal yang berharga “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Entah sudah berapa kali 2 unit trukku mondar-mandir mengambil hasil panen untuk dijual. Tak terasa hari sudah sore. Masih banyak tembakau yang belum sempat kami petik, akan dilanjutkan keesokan harinya. Setelah merapikan alat-alat kami semua bergegas kembali ke rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Danang kamu liat Alex ndak “ ucapku menanyakan keberadaan Alex yang dari tadi pagi belum aku lihat. Kuperhatikan sekeliling halaman rumah tak ada tanda-tanda Alex.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ora genah mas, tadi di sungai juga aku ndak lihat Alex. Makanannya dari pagi juga masih utuh “ jawab Danang yang juga bingung akan keberadaan Alex.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sweee wewewewengggggg “ suara gergaji yang dinyalakan Joko mengagetkan aku dan Danang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jok, emang persediaan kayu kita habis “ tanyaku melihat Joko menenteng gergaji mesin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini bukan buat nebang pohon mas, tapi buat ngelepasin rantai yang ngiket Alex “ ucap Joko seraya pergi menuju kamar mandi umum yang letaknya di belakang rumah. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah rantai “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya, ada yang ngerantai Alex di kamar mandi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah-udah ndak usah digergaji, biar aku yang urus “ ucapku, seraya berjalan menuju Dina yang sedang bersama Surti di pendopo, sedang asik mengobrol.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Din…. “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abisnya ngintipin gw mandi, gw rante aja. Masih untung gk gw congkel matanya “ ucap Dina menyela omongannya, sepertinya dia sudah tau aku ingin bertanya apa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagian lo ngapain mandi di belakang rumah sih, itu kan pemandian umum buat adik-adik gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emang ada ya kamar mandi di dalem rumah lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Adalah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh abis gw udah kebelet, terus gw pikir biasanya kan kamar mandi di kampung ada di belakang rumah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya udah lepasin si Alex. Dia gk bakal ngintip lo lagi deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bener nih ya. Nih kuncinya “ ucap Dina seraya memberi kunci rantai kepadaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ternyata Dina bisa lebih buas dari hewan buas bila privasinya terganggu. Huft hari ini sangat melelahkan sekali. Rasanya inginku beristirahat total malam ini. Semoga tidak ada keributan lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">3 hari sudah aku berada di kampungku, Dina sepertinya sangat menikmati keberadaannya di desa kelahiranku. Karna sibuk panen tembakau, aku jadi belum sempat mengajak Dina ke tempat wisata yang ada disini. Pasti dia sangat senang berwisata disini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagi hari, udara dingin yang menusuk tulang membangunkanku dari tidurku. Terlihat Dina nampak kebingungan mengobrak-ngabrik lemari pakaian. Sepertinya dia mencari-cari sesuatu tapi entah apa itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ ucap Dina memanggilku saat melihat aku sudah bangkit dari tidurku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmm “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Anterin gw ke pasar yuk beli celana dalam sama BH. Gw kan kesini bawa celana dalam sepuluh terus BH sepuluh juga, masa sekarang tinggal setengahnya “ ucap Dina ternyata kehilangan aset pribadinya itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ohh gitu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa gk sengaja diangkat adik lo ya, waktu masih ada di jemuran “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah yuk ikut gw “ ucapku seraya turun dari ranjang dan menuntun Dina keluar kamar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuajak Dina ke sebuah ruangan yang berada di teras rumahku. Saat kubuka ruangan itu nampak Alex sedang terbaring di atas tumpukan celana dalam dan BH yang bermacam-macam model dan warnanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Woiii minggir Lex “ kutendang Alex yang sedang tertidur lelap. Alexpun menyingkir dan keluar ruangan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo cari aja mana punya lo “ ucapku menunjuk ke arah tumpukan kain-kain pribadi wanita.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Macan lo normal gk si Dra, mau gw rante lagi apa tuh binatang mesum “ omel Dina melihat kelakuan Alex.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Normal lah, diakan cowok. Oh iya dia tuh kucing persia “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bodo amat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 21 ( Taman Diandra )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hmmmmm, suasana pagi hari di kampung halamanku begitu kusuka. Udara pagi disini dapat membersihkan jantungku. Kabut pekatnya dapat mendamaikan pandanganku. Suara binatang-binatang yang mulai sibuk mencari berkah di bumi menenangkan pendengaranku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Diunjuk kang mas Andra “ ucap lembut seorang wanita, menghidangkan segelas teh hangat di meja hadapanku. Oh lembut sekali suaranya, bagai lenting getaran senar kecapi, yang merambat hingga menggetarkan jantung ini. Segera kunikmati teh hangat yang terhidang, sebelum gema suara lembut itu hilang dari pendengaranku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dina !!!!!! “ terkejut sekaget-kagetnya, hingga teh yang ada di mulutku berhamburan keluar. Betapa jantung ini sangat ingin terlepas dari kedudukannya, ketika kulihat Dina berpenampilan sangat berbeda. Dengan balutan kebaya putih dipadu rok batik semata kaki berwarna biru tua. Oh mahkotanya pun berubah, rambut hitam legam, terurai lurus dan bergelombang di ujungnya, tanpa sebuah aksesoris.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Apakah ini perwujudan dari makhluk peranakan, hasil kawin silang antara malaikat dan bidadari. Iblis paling hina sekalipun, akan tobat apabila melihat makhluk seindah ini. Bahkan hewan paling buas sekalipun, akan jinak bila tersentuh oleh kelembutan auranya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kok bengong gitu toh kang mas “ ucap Dina tersenyum manis menatapku, menarik sebuah kursi di sampingku lalu mendudukinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ada apa ini, darahku serasa beku, bahkan panas pada inti matahari, tidak akan mampu mencairkan darahku. Menerima kehadiran makhluk dari khayangan yang sudi turun ke bumi, hanya untuk mengantarkan secangkir air surga.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ D….Din “ ah tiba-tiba saja aku jadi gugup, pandanganku jadi tertunduk, tidak mampu menatap lebih lama indah binar matanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya kang mas “ ohh suara lembut itu kembali menusuk telingaku. Meresap ke bilik-bilik jantungku, dan memompa darahku lebih kuat lagi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ L..lo k…k….kesurupan a..a…apa “ sangat sulit bertutur kata dihadapannya saat ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tuh ya, ngapain sih ngomongin kesurupan. Udah tau gw parno sama hal-hal seperti ini. Ngerusak suasana aja sih. Lo kira gampang apa bersikap dan berpenampilan seperti ini. Susah payah gw ngelakuinnya tauuuuuu “ omelan Dina terus-menerus berserakan keluar dari mulutnya. Huft akhirnya Dina kembali ke wujud aslinya, hampir saja aku mati melihat perubahan sikapnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yaaahhh mbak Dina ndak bisa bertahan lama nih “ oceh Surti dari dalam rumah, lalu menuju teras tempat kami berdua duduk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Abis mas lo ini ngeselin “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Itu wajar nanya kayak gitu. Soalnya kan mba Dina berubah total, jadi orang yang ngeliatnya pasti heran “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berarti harus ekstra sabar donk ngeladenin pertanyaan-pertanyaan nyinyir kayak gitu “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya mba, yo wis ayo aku ajarin lagi, biar mba Dina lebih dan lebih lagi “ ajak Surti seraya menuntun Dina memasuki rumah kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pelan-pelan Sur, gw ribet nih jalan pake rok kayak gini “ ucap Dina terpelanting-pelanting dituntun Surti.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Walau hanya sekejap, Dina benar-benar menampakkan sesosok makhluk yang benar-benar indah. Apa Tuhan telah menciptakan makhluk baru bernama Dina ?. Semua pelukis terhebatpun akan menjadi pecundang karna tak dapat melukis keindahannya, dan tak akan mampu menangkap cahanyanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Suatu siang di halaman rumahku. Suasana yang tenang, kulihat Dina sedang asik bersama adik-adik perempuanku termasuk Surti di dalamnya. Mungkin dia sedang diberikan pelajaran kembali. Dina nampak antusias mendengarkan ocehan adik-adikku. Apa yang sedang mereka rencanakan kira-kira. Apa akan ada kejutan lagi untukku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuberjalan menghampiri Dina yang sangat ayu dengan penampilan barunya “ Din jalan-jalan yuk “ ajakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ndak ah kang mas, besok-besok aja kan masih lama kita disini “ ucap Dina, sial lembut sekali suaranya membuat nadiku semakin sempit untuk mengalirkan darahku, hingga sandi-sandiku lemas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus mba Dina “ bisik Surti. Ini dia biang keroknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mbak Dina pesenanmu udah datang tuh “ teriak Joko dari depan gerbang rumahku. Dan nampak sebuah truk yang memuat kaca-kaca tebal berhenti tempat di depan gerbang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Jok, masukin aja semua barangnya “ sahut Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dua orang yang berada di truk mulai menurunkan kaca-kaca itu, dan diletakkan di salah satu sudut halaman. Banyak sekali kaca yang dipesan Dina, beserta engsel-engselnya, besi-besi lainnya dan juga ada beberapa lampu yang besar. Dengan ukuran luas kaca yang berbeda-beda, Dina mulai menghitung satu persatu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke semua sudah lengkap “ ucap Dina ketika selesai menghitung kaca pesanannya. Terlihat sangat bersemangat sekali nampaknya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini mbak tagihannya “ ucap supir truk itu seraya memberikan secarik kertas kepada Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya pak, sebentar ya “ sahut Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Joko, bayar ini, abis itu kumpulin pasukan, kita mau kerja bakti “ ucap Dina menyerahkan kertas itu kepada Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Siap mbak, aku ambil dulu duitnya “ dengan penuh semangat Joko menerima kertas itu dan berbalik hendak menuju ke dalam rumah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh Jok, sejak kapan kamu keluarin duit tanpa persetujuanku “ protesku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ah mas Andra gimana sih. Mba Dina kan calon istri mas, berarti sekarang dia kepala keuangan disini. Setiap pengeluaran dengan persetujuan mba Dina sudah cukup “ ucap Joko menjelaskan, terlihat Dina bertolak pinggang seraya manggut-manggut membenarkan ucapan Joko.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ribet amat sih lo Dra “ ucap Dina</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ SALAH “ teriak Surti dari pendopo.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh, maksudku. Ndak apa-apa toh kang mas Andra, sekali-sekali “ ucap Dina merevisi ucapannya yang tadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ah mulai lagi kesurupannya. Tapi yang seperti ini yang membuatku menjadi tak kuat berlama-lama di dekatnya. Sial kenapa aku jadi canggung begini. Gema suaranya yang lembut tapi telak menusuk kejantungku. Oh makhluk khayangan ini mulai lagi membekukan darahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saat aku terdiam dan terpaku pada pijakanku, Dina pergi menghampiri adik-adikku yang telah berkumpul. Entah apa yang akan mereka kerjakan. Sebidang bagian halaman rumahku ditutupi oleh lembaran-lembaran triplek, hingga aku tak tau apa yang mereka kerjakan di dalam dengan kaca-kaca itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hanya terdengar suara-suara gemuruh seperti tukang yang sedang membangun sesuatu. Adik-adikku yang perempuan juga nampak menyiapkan makan dan minum untuk mereka yang sedang kerja bakti itu. Ah sudahlah lebih baik aku masuk kerumah dan menuju ruang kerjaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ruang kerja yang sudah lama tak kutempati, hmmm selalu rapi pasti adik-adikku selalu merapikannya. Kududuk dikursi yang terbuat dari kayu jati, dengan dudukan serta sandaran dilapisi busa tebal. Terdapat satu unit komputer di sisi kiri meja, lengkap dengan printer. Kupandangi sekeliling ruangan, di sebelah kanan meja terdapat dua buah lemari. Satu lemari untuk arsip dan satu lagi untuk pajangan. Di tembok depan mejaku terdapat dua buah lukisan Ibu dan Bapakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bapak, Ibu sedang apa kalian disana. Hmmm aku bawa gadis cantik ke desa, kuperkenalkan dia kepada warga dan adik-adikku sebagai calon istriku. Ya walaupun itu hanya sebuah alasan belaka agar tak terjadi ocehan, tapi aku mencintai dia. Jika kalian melihatnya tolong berikan pendapat untuk anakmu ini ya. Karna anakmu ini sekarang lagi bingung, ada satu wanita lain yang sedang berada nun jauh disana juga aku cintai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tapi sepertinya kalian sreg sama yang saat ini berada disini. Pagi hari aku dikejutkan oleh sebuah penampakan yang sangat indah. Binar matanya itu lho, begitu menyilaukan, andai saja aku tak buru-buru menunduk, sudah dapat dipastikan aku akan buta. Dan suaranya itu, ah sial jika keingat oleh suaranya serasa tubuh ini dicengkram erat hingga tak bisa bergerak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bahkan seorang kahlil gibranpun, pasti langsung membakar habis semua syairnya bila melihat makhluk seindah itu. Karna tidak ada satupun syair yang mampu mengungkapkan keindahan makhluk itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina namanya, makhluk indah dari khayangan yang sedari tadi kuceritakan. Bagaimana, apa kalian suka ?. Oh iya nanti aku akan bawa ke makam kalian untuk membuktikan segala ucapanku barusan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mas “ ucap Joko membuyarkan lamunanku. Membawa sebuah file besar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Jok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini rekap keuangan selama 4 tahun “ ucap Joko meletakkan file itu di mejaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh, ini yang kamu kirim lewat email ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya Mas “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku sudah baca, taruh saja di lemari arsip “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oke mas “ ucap Joko, seraya menaruh file itu ke dalam lemari arsip.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kalian di doktrin apa sama Dina, kok jadi nurut gitu “ tanyaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mba Dina kan calon istrinya mas Andra, jadi kita musti nurut lah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Menurut kamu dia gimana Jok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan antusias Joko mengambil duduk di kursi depan mejaku “ Gimana ya mas. Hhhmm asik aja orangnya, lucu juga sih. Apalagi waktu diajarin Surti supaya lebih anggun “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terus kalian bikin apa tuh di halaman “ tanyaku penasaran</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh tidak bisa klo itu. Kata mba Dina ndak boleh bilang-bilang sama mas Andra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh, kok kalian jadi nurutnya sama Dina sih dibanding sama aku “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Udah ya mas, mba Dina nyuruh aku ndak boleh lama-lama perginya. Masih banyak kerjaan nih di halaman “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sialan, sekarang Dina sudah mulai mengambil alih kendali atas adik-adikku. Tapi tidak apa-apalah, aku senang dia cepat akrab dengan suasana disini. Liatkan Pak, Bu. Wanita itu dengan cepat mengambil hati adik-adikku. Aku yakin jika kalian masih ada, makhluk indah itu pasti juga dengan mudah mengambil hati kalian.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tiga hari sudah Dina dan adik-adikku melakukan pekerjaan yang tak dapat kusaksikan. Aku mulai menebak-nebak apa yang sedang dibangun oleh mereka.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saatku keluar rumah, kulihat triplek yang menutupi aktivitas mereka sudah tidak ada. Dan wow indah sekali, terdapat rumah kaca yang di dalamnya ditumbuhi berbagai tumbuhan dan bunga yang indah. Kulangkahkan kaki menuju tempat itu, walau terhalang oleh kaca tetapi harumnya dapat kucium dari luar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bagus tidak kang mas tamannya “ suara lembut itu kembali bergema di telingaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yuk masuk kang mas “ tarik Dina, menuntunku masuk ke dalam rumah kaca itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ah indah sekali, taman yang digelari rerumputan hijau, dengan jalan berbatu kolar setapak yang membelah rumput menjadi berpetak-petak. Tumbuhan dengan batang meliuk setinggi satu meter lebih, berdiri disetiap petaknya. Dikelilingi bunga-bunga yang berwarna warni. Dan ada beberapa lampu ditiap sudutnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ouh apa ini, sebuah tumbuhan yang dibuat sedemikian rupa hingga membentuk seperti dua ekor angsa yang sedang berhadapan membentuk hati. Dan juga ada sebuah bangku taman dengan sandaran jeruji besi yang ditumbuhi tumbuhan berjalar. Di depan bangku taman terdapat sebuah kolam dengan air mancur di tengahnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami duduk di bangku taman, seluruh tubuhku menjadi dingin berada di samping Dina. Digenggam telapak tanganku, Dina menatapku begitu dalam, tatapan yang tak biasanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hah capek gw Dra klo mesti ngomong begini “ akhirnya Dina menghentikan siksaannya padaku. Ucapannya kembali seperti semula. Huft aliran darahku telah normal, detak jantungku sudah kembali seperti semula.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagian apa sih yang Surti ajarin ke lo “ tanyaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kata dia, sebagai calon istri lo, gw harus berpenampilan yang ayu dan berkata yang lembut “ hei hei hei calon istri kan hanya sebagai pengalihan isu saja, kenapa dibuat serius olehnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh ngomong-ngomong, bagus banget taman yang lo buat ini Din, tapi kok pake rumah kaca segala ya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya donk. Gw buat di dalem rumah kaca soalnya kan disini tuh sering hujan, udah gitu jarang ada sinar matahari. Tumbuhan seperti ini gk baik klo kena air terus, lo liat tuh di rumput ada penyemprot air otomatis, setiap 6 jam air bakal kesemprot ke seluruh taman, nah gw kasih lampu-lampu gede tuh buat pemanas tumbuhan saat matahari jarang muncul, kaca juga bagus buat lebih menghangatkan tumbuhan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ternyata lo hebat juga ya menghias taman “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya donk “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nama taman ini apa ? “ tanyaku. Dina berfikir sejenak sebelum meneruskan kata-katanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ TAMAN DIANDRA “ ucap Dina penuh semangat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Wow nama yang bagus “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yup, artinya taman Dina And Andra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kupererat genggaman tangannya, kutatap wajah cantiknya. Wajah yang telah menerbangkanku menuju sebuah keindahan. Mungkin disana tempat dia berasal, ya disanalah khayangan itu. Dan taman ini adalah perwujudan khayangan yang ada di bumi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw cinta sama lo Dra “ ah kata-kata yang terlontar dari kedua bibir manisnya, terasa begitu manis dari seluruh pemanis yang ada di dunia ini. Bunga-bungapun ikut tersenyum mendengar kicau manis dari sang makhluk seindah Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kupandangi wajah indahnya, kutatap dalam-dalam binar matanya “ Menikahlah denganku adinda Dina “ ucapku dengan segenap hati, segenap perasaan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina hanya terdiam, bibirnya bergetar. Binar matanya semakin terang. Dapat kurasakan deru nafasnya yang semakin berat. Suhu tangannya yang lebut turun drastis, lebih dingin dari salju, lebih lembut dari sutra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra…. “ peluk erat Dina yang tak dapat meneruskan ucapannya. Tubuhnya bergetar hebat, terdengar lirih isak tangisnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Seandainya gw diberi kesempatan untuk hidup sebanyak lima kali. Gw akan tinggal di lima benua yang berbeda, merasakan lima kuliner yang berbeda, menjalani lima profesi yang berbeda, dan lima kali mencintai orang yang sama “ ucap Dina disela tangis haru kebahagian yang tengah menyelimutinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Saksikanlah wahai bunga-bunga indah, yang berjajar rapi menghiasi rerumputan hijau, yang memberi harum di bumi ini. Saksikanlah janji indah kedua pasang makhluk ini, yang satu manusia dan yang satunya adalah sebuah keindahan tak terucap, maha karya sang pencipta tak terbanding.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Oh mawar, anggrek ataupun dahlia. Manakah diantara kalian yang lebih indah, yang cocok untuk menggambarkan keindahan cintanya untukku ini. Aku yakin bunga-bunga disini akan layu jika bersanding dengan rasa yang diberikan oleh Dina untukku. Layu karna merasa tak lebih indah dari rasa itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Disebuah pemakaman umum, tepatnya di depan makam ibuku. Aku dan Dina berziarah, aku memang tidak pernah melihat wajah ibuku secara langsung, hanya lewat foto yang aku bisa lihat. Tapi kasih sayangnya selalu terasa olehku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hai Tante, eh anda kan calon mertua saya, ralat deh. Hai Bu, salam kenal ya. Nama saya Dina, sebagai calon istri kang mas Andra, saya mau nanya nih. Ibu waktu hamil Andra ngidam apa sih, kok dia ngeselin gitu sih ?. Tukang ngabisin makanan, sering berbuat seenaknya. Hmmm seandainya Ibu masih ada, saya ingin berbicara banyak hal. Tentang pakaian apa yang nanti saya pakai saat pernikahan, dekorasi, hmmm apa lagi ya. Pokoknya banyak deh “ Dina terus menerus berbicara seolah Ibuku ada dihadapannya. Terlihat linangan air mata turun ke pipinya. Setelah selesai berbicara nampak Dina merapal tangannya menengadah ke langit. Entah doa apa yang dia panjatkan kepada Tuhan untuk Ibuku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Makam bokap lo dimana Dra “ ucap Dina setelah selesai berdoa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk jauh dari makam nyokap gw kok “ ucapku seraya mengulurkan tangan hendak menuntun Dina menuju makam bapakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kami berjalan menelusuri makam-makam dari penduduk desa. Hanya beberapa orang terlihat yang sedang berziarah. Tidak seperti makam di Jakarta yang selalu ramai, bahkan menjadi objek wisata. Makam disini ramai hanya hari-hari besar saja, dimana warga menziarahi makam kerabatnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nih makam bokap gw Din “ ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina hanya memandangi makam bapakku saja, terdiam selama beberapa saat. Setelah itu barulah ia mulai memanjatkan doa untuk bapakku. Entah apa yang ada dipikirannya saat melihat makam bapakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kok Cuma diam aja Din “ tanyaku saat Dina selesai berdoa.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw gk punya kata-kata untuk bapak lo. Bahkan setelah meninggalpun, aura keberanian seorang tentara masih terpancar di makamnya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudah, pulang yuk Din “ ajakku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Temarang malam di bawah sinar bulan purnama, merambat melalui celah kayu merasuk ke dalam ruang. Ruang yang terisi sepasang tubuh tak berbalut benang, dalam kesunyian malam, hati kami meyakinkan hasrat untuk mengukir indah kebersamaan abadi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Gemerlap indah raga seharum kasturi, memancar melalui celah pori-pori tubuh Dina. Kini terdiam pasra menerima rintik birahi dariku. Kupegang erat tangannya, kubelai lembut halus kilau wajahnya. Hingga bibirku bertahta di atas bibirnya yang terhias guratan senyum manis penggetar jiwa, pengantar kenikmatan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kucium bibirnya, bibir yang coba membunuhku dengan kelembutan suaranya. Bibir yang berhasil meruntuhkan dinding-dinding keegoisanku, bibir yang telah menghentikan aliran darahku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Pagutan lembut mulai berhamburan dikedua mulut kami, memancing nafsu dipelupuk hasrat. Dalam aliran sang malam yang mengeluarkan hembusan dingin, kupeluk Dina, kurasakan getaran jantung yang terpacu cepat. Kelembutannya dapat sangat kurasakan, hingga melembutkan tulang-tulangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lidahku mulai bergerak mengelilingi tubuhnya. Dimulai dari dagu lalu menukik tajam menuju leher jenjang yang telah menunggu untuk kujamahi. Kugenggam erat tangannya lalu kerentangkan keduanya. Dina hanya terpejam dengan hembusan nafas yang semakin berat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa disadari lidahku sudah mendaki bukit kembar yang mulai mengeras. Menyentuh lembut yang mengungkapkan bagaimana lidah ini, berhasrat lembut pada payudaranya. Terngiang dari kedua bibir Dina, mempesonakan desah nafas kenikmatan panjang dan rintihan manis nan lirih.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semakin turun lidahku hingga kini sudah berada dalam liang surgawi. Terlihat jelas bagaimana cairan nafsu itu telah melumuri bibir vaginanya. Kurentangkan kedua paha yang coba menghalangi lidahku. Jilatan-jilatan lembutku pada pinggir vagina Dina mulai memberi rona merah wajahnya yang terselimuti birahi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Liurku mulai turun dari dasar rongga mulut, yang kemudian berbaris rapi ikut campur dalam memberi pelumasan pada vagina Dina. Lidahku mulai kututurkan memasuki liang vagina yang telah mekar, lidah yang dapat menghentaki jantungnya karna desiran nafsu yang menjalar hingga ujung kepala Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ lenguh Dina memanggilku, jemari-jemarinya berkeliling diantara rambutku, mengacak-ngacak.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku hanya tersenyum memandangi rona merah wajah ayu yang terpampang menatapku. Menghentikan sejenak petualanganku dibawah perutnya. Kupandangi makhluk yang lari dari kerajaan surga di khayangan, lalu tiba di atas ranjangku dan masuk dalam dekapan birahiku. Setelah itu mulailah ia berkicau lenguhan desah nafsu dengan suara bergetar.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina menarik kepalaku, menuntunnya keatas. Dicumbui bibirku ketika tepat berada di atas bibirnya. Dipeluk tubuhku sangat erat, pisau-pisau birahinya kini telah menancap disetiap inci tubuhku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tanpa perintah dan arahan, penisku mulai memasuki vagina Dina. Sedikit demi sedikit menggesek dinding vagina yang telah licin. Belenggu nafsu kini semakin kuat mencengkram tubuh kami. Mengomandoi agar segera bergerak, memompa cairan kenikmatan yang masih ada di dasar kelamin.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kecupan-kecupan lembutku mulai mengitari wajah Dina. Menghisap manis madu yang keluar di sela-sela kulitnya. Menangkap sinar-sinar yang berhamburan dari dalam tubuhnya. Lenguhan binal makin terniang jelas keluar dari kelembutan suaranya. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kuremasi kedua bongkah indah payudaranya. Terasa jelas bagaimana putting payudaranya telah mengeras. Segera kuplintir perlahan putting coklat kemerahan itu, yang membuat tubuh binal Dina mulai menggelinjang tak karuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kupercepat gerakan pinggulku, yang diiringi gerakan-gerakan binal Dina. Denyut-denyut dinding vaginanya dapat jelas kurasa, meremas-remas penisku yang naik turun beradu birahi pada dinding vaginanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ooouuugggghhhhhh “ luapan orgasme itu benar-benar hebat, hingga dapat membuat katup-katup jantung terbuka lebar memerahi tulang-tulang putihku. Syaraf-syarafku menegang sejadi-jadinya, kicau kenikmatan dari bibir Dina memecah kesunyian malam. Beradu suara dengan binatang malam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Rasa ini begitu dalam merasuki jiwa kami, membakar seluruh nafsu hingga meluap keluar. Menyelimuti tubuh kami, memberi kehangatan di malam yang dingin ini. Rintik peluh nampak menghiasi tubuh kami, mengalir keluar berasaan dengan cairan orgasme.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Malam bersama Dina selalu ingin kunikmati. Dina, seorang wanita bermata lembut, yang menyentak dinding-dinding hatiku. Lalu bertahta disana, dengan bermahkotakan cinta dan memiliki pasukan yang bernama keindahan. Pancaran sinar yang selalu menyilaukan pandanganku, terus menerus memberi sebuah penerangan hingga di tempat tergelap sekalipun di dalam tubuhku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Part 22 ( Kenanglah )</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Satu bulan sudah aku dan Dina berada di kampung halamanku. Kini saatnya untuk kami kembali ke Jakarta. Karna 3 hari lagi aku akan wisuda. Setelah wisuda aku berencana melamar Dina lalu menikahinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Vika ? entah apa yang akan kubicarakan padanya bila bertemu dengannya. Bagaimana aku menyampaikan kabar jika aku dan Dina akan segera menikah. Jujur saja aku masih mencintai Vika, tapi aku tidak bisa mengambang di tengah-tengah terus. Aku harus mengambil keputusan sebelum semuanya telat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Biarlah Vika membenciku dengan seluruh kebencian yang ada di dunia ini. Aku memang bodoh telah terlibat dalam situasi yang rumit, walaupun aku juga tidak terlalu nyaman dengan kisah cintaku. Semoga saja situasinya nanti tidak seperti yang aku bayangkan saat ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tiga hari kemudian</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kunyalakan stater mobil Dina, aku dan Dina sudah bersiap di dalam mobil. Walaupun Dina belum lulus tetapi dia menjadi tamu undangan aku, karna aku sudah tidak memiliki orang tua jadi siapa lagi yang mau aku undang untuk menghadiri wisudaku. Ribet sekali ternyata nyetir saat menggunakan Toga seperti ini. Sedangkan Dina menggunakan batik berwarna putih dipadu dengan rok batik hijau tua selutut.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Din, besok kita sama nyokap lo jenguk bokap lo yuk. Sekalian gw mau ngomong sama ortu lo tentang niat gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh beneran Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Masa gw bohong sih “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aduh kok gw jadi grogi Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yang mau ngomong kan gw, lo mah diem aja. Kenapa lo yang grogi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Iya sih, tapi jantung gw nih berdegup kenceng banget. Eh klo kita udah nikah gw mau tinggal di kampung lo Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berarti lo musti buru-buru selesaiin kuliah lo. Lo lulus baru kita nikah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lama amat Dra, mulai nyusun skripsi aja gw belum “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Semangat donk, kan mau nikah “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo kita nikah, kita bakal tinggal di kampung lo kan, terus gw bantu usaha lo. Gk ada hubungannya sama jurusan hukum yang gw ambil Dra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Adalah hubungannya, klo suatu saat usaha gw udah berbadan hukum, gw perlu seorang pengacara. Dan lo yang akan jadi pengacaranya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya bener juga. Oke deh kasih waktu gw enam bulan, gw akan selesaikan kuliah gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Serius nih Cuma enam bulan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yoiii. Eh Dra, lo pengen punya anak berapa nanti “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmmm dua puluh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh gila lo, bisa jebol meki gw ngelahirin dua puluh orok “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ He he he kasian gw ya klo meki lo jebol “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nah tuh lo ngerti. Eh Dra kan lo lulus nih, terus gw kan masih enam bulan lagi target lulusnya. Nah lo mau gimana “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Balik ke kampung lagi lah, lagian sewa kos gw tinggal dua bulan lagi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bete donk gw. Mending lo tetep di Jakarta, kan di kampung adik-adik lo yang ngurus usaha lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw bete klo enam bulan gk ada kegiatan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo cari kerja aja di Jakarta “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jiaahhh males ah, ntar dah gw pikirin kegiatan apa yang enak klo gw di Jakarta setelah lulus “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">…………………………………………………………………</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Disebuah gedung yang luas, gedung serba guna di kampusku, yang memang biasa untuk kegiatan wisuda dan acara lainnya. Gedung yang memiliki empat pintu tanpa satupun jendela, dilengkapi dengan AC sentral sebagai menyejuk ruangan. Semua wisudawan dan wisudawati telah berbaris rapi, di belakang mereka nampak tamu undangan duduk menyaksikan prosesi wisuda putra-putrinya. Suasana yang penuh kegembiraan terpancar dari wajah setiap orang yang ada di dalam gedung itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Termasuk Vika yang berada tepat disampingku. Entah kapan dia berada di sampingku karna sejak sampai kampus, baru aku lihat dia sekarang. Dia nampak cantik dengan pakaian toga yang berpadu dengan rok batik coklat semata kaki. Ada rasa rindu dihati saat melihat kehadirannya di sampingku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hai Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Eh Dra, kok baru keliatan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mana oleh-olehnya nih Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bodo ah, gw kan lagi marah sama lo “ Vika tiba-tiba ketus denganku. Belum apa-apa sudah marah, apalagi nanti saat dia mengetahuinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Marah kenapa sih Vik “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo tuh gk ada kabar selama di kampung “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Maklum lah, kan kampung gw kampung banget. Gk ada sinyal gw “ ucapku memberi alasan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sang rektor sudah berada di atas mimbar untuk memberi kata sambutan. Dengan suara yang berat khas orang tua yang terserang penyakit panu stadium 15, sang rektor mulai berkata-kata. Lebih baik rektor itu berbicara sendiri saja, karna sepertinya tidak ada yang memperhatikan sama sekali. Setiap orang sibuk dengan bisik-bisiknya, suara bisik-bisik yang tertutup dengan suara rektor yang menggunakan pengeras suara.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bruaaak, drededededed “ suara dobrakan dilanjutkan dengan tembakan senapan ke arah langit-langit gedung. Nampak puluhan orang tak dikenal dengan menenteng senapan berjenis AK 47, memasuki ruangan melalui keempat pintu, lalu keempat pintu itu dijaga ketat. Hingga tak ada yang dapat keluar. Suasana menjadi panik, ada yang berteriak, ada yang berlarian kesana kemari.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Semuanya jangan ribut jika tidak ada yang ingin mati “ teriak salah seorang dari mereka. Lalu satu persatu dari kami digeledah dan diambil semua alat komunikasinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Sepertinya mereka adalah anggota sebuah gerakan separatis, atau bisa dibilang teroris. Entah apa maksud kedatangan mereka disini. Mereka menjadikan kami semua sebagai sandra, kami semua dikumpulkan di pojok ruangan, lalu salah seorang dari mereka mengambil foto kami. Mungkin untuk meminta tebusan, tapi meminta tebusan kepada siapa, pasti ini bukanlah masalah uang.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Setelah itu mereka merantai setiap pintu pada bagian gagang pintunya. Kecuali satu pintu yang tidak mereka rantai, dan di pintu itulah mereka semua keluar. Entah apa yang mereka rencanakan. Semua berjalan sangat dingin, wajah-wajah ketakutan terpancar disetiap sandra.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra itu pasti senjatanya palsu kan “ ucap Vika yang berada di sebelahku berbisik padaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bisa jadi tuh mber, kayak si Rudi waktu itu “ bisik Dina yang juga berada di sampingku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dari suaranya aja ketahuan klo itu terbuat dari besi, pasti senjatanya asli. Klo lo berdua mau buktiin, minta aja supaya mereka nembak lo “ ucapku santai</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo senjatanya asli. KENAPA LO MALAH ASIK MAIN PES “ omel Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sejak kapan tuh tas beserta laptop lo ada disini sih “ oceh Dina tak kalah dengan Vika. Aku memang menyembunyikan tasku dibalik pakaian toga yang kukenakan, entah kenapa teroris melewatkanku saat menggeledah. Tadinya untuk hiburan saat kata-kata sambutan dari berbagai petinggi kampus, tapi sekarang berubah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tinggal lima pertandingan lagi nih, gw musti menangin semua biar bisa juara liga Inggris, piala FA dan liga Champion. Trebble winner gitu deh “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Serius sedikit napa jadi sandra “ omel Vika kembali.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Nama gw Andra bukan Sandra “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudahlah mber, klo dia mau seperti itu biarin aja. Mungkin ini cita-cita dia sebelum mati “ ucap Dina.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pada berisik nih, jadi gk konsen gw “ ucapku lalu menyudahi permainanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku berjalan santai menuju pintu keluar yang tidak dirantai oleh para teroris itu. Setelah sampai di depan pintu, aku buka pintu itu dengan cepat. Dan satu orang teroris masuk dengan senjatanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pletek “ aku yang berada di belakang pintu, langsung kupatahkan leher. Dan orang itu jatuh tersungkur, kulihat suasana luar sepertinya hanya dia yang berjaga di depan pintu. Aku melihat dikejauhan para teroris sedang berjaga-jaga di setiap sudut kampus. Segera kututup kembali pintunya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kugoyangkan tubuh orang itu tapi tidak ada gerakan sama sekali. Jangan-jangan mati nih, mungkin saja karna lehernya patah.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tidaaaakkkkkkkk aku telah menjadi pembunuh, aku seorang pembunuh. Artis gagal mode on “ ucapku menirukan akting Rudi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ SERIUSSS SEDIKIT “ teriak para hadirin</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Biar gk tegang bro “ ucapku santai.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku mulai menggeledah tubuh teroris itu. Aku menemukan sebuah handy talky, 5 buah magazen peluru dan ponsel. Yup ini dia yang kucari, segera kuhubungi polisi untuk meminta bantuan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Selamat siang, kantor polisi disini. Ada yang bisa saya bantu “ ucap seseorang disebrang telepon.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pak saya salah seorang sandra di kampus UGD ( Universitas Gajah Duduk ) “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Yang benar kamu, saat ini memang ada berita tentang penyandraan disana. Dan para penyandra tidak menyebutkan apa yang mereka mau “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Serius saya pak, anda bisa sadap dimana lokasi saya berada jika anda tidak percaya. Saya sudah berhasil melumpuhkan salah satunya dan mengambil alat komunikasi yang ada padanya. Mereka berjumlah sekitar lima puluhan orang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lalu bagaimana kondisinya disana “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Beritahu para polisi agar jangan ragu untuk melakukan serangan, saya bisa menggunakan senjata. Akan saya lindungi para sandra sampai polisi datang menyelamatkannya “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berapa orang yang akan melindungi sandra sebelum polisi datang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hanya saya sendiri “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jangan ngawur kamu, satu orang melawan lima puluh orang “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudahlah anda percaya saja pada saya, sudah tidak ada waktu lagi. Jangan berbicara hal-hal yang membosankan terus, semakin anda tak percaya semakin sedikit peluang kami selamat “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Baiklah, semoga berhasil “ ucap polisi itu mengakhiri percakapan kami.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kulepas pakaian togaku. Dengan hanya menggunakan kemeja putih dan celana hitam, aku mulai mengalungkan senjata pada punggungku. Dan menyimpan beberapa amunisi pada tasku. Bapakku melarangku pakai baju warna putih, tapi mau bagaimana lagi, tidak ada persiapan sebelumnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hei anak muda “ ucap sang rektor dengan suara beratnya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Hmmm “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudahlah tak perlu kau mempertaruhkan nyawa untuk kami. Aku sudah tua, jika aku mati sekarang aku rela “ ucap rektor tersebut coba menahanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Heh, kakek sekarat, anda pikir disini isinya kakek-kakek semua. Disini juga masih banyak anak muda, jalan mereka masih panjang. Bahkan diantara mereka ada yang belum merasakan bagaimana rasanya berciuman dengan lawan jenis “ ucapku ketus.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Sudahlah jangan berbuat nekat, biarkan saja melakukan apa yang teroris itu mau. Klo tebusannya sesuai juga kita akan selamat. Pasti pihak pemerintah telah bernegosiasi dengan mereka “ ucap salah seorang dosen.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Bukan uang yang mereka inginkan, klo saja uang pasti mereka sudah mengancam kita disini. Pasti diantara kita ada orang yang kaya, hampir semua malah. Klo mereka ingin uang pasti sudah menyuruh kita untuk menyiapkan dana. Tapi mereka malah menjadikan kita sandra, dan kata polisi yang tadi ditelpon, para teroris tidak menyebutkan apa keinginan mereka. Bisa saja ini adalah sebuah teror untuk negri ini “ </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Pemerintah pasti sedang melakukan negosiasi. Saat negosiasi dipandang akan berhasil, lalu teroris membunuh kita semua. Pasti itu akan membuat kekacauan yang besar. Para teroris berhasil menunjukkan seberapa menakutkannya teror mereka. Walaupun setelah membunuh kita, mereka juga akan dibunuh oleh polisi karna jumlah mereka yang sedikit “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Tapi dengan begitu, ini akan menjadi sebuah ancaman untuk negri ini, karna mereka pasti mempunyai anggota yang lebih banyak lagi. Akan terjadi kepanikan luar biasa di negri ini bila itu terjadi. Mereka akan mengirim kelompok-kelompok kecil untuk melakukan hal yang sama “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Coba kalian bayangkan jika misi mereka berhasil, setiap orang di negri ini pasti dilanda ketakutan yang luar biasa. Orang akan sangat takut bila keluar rumah, saat kondisi seperti itu akan timbul caos, krisis ekonomi dan kerusuhan pasti tidak akan bisa dihindari lagi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Saat kerusuhan terjadi diberbagai penjuru negri, maka kemanan akan difokuskan pada kerusuhan itu. Dan akan mempermudah teroris melakukan rencana besarnya. Mengambil alih kendali atas negri ini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo kita membiarkan teroris mengendalikan rencananya dengan mudah, sudah dapat dipastikan nasib kita. Paling tidak harus gangguan kecil dari kita, dengan begitu waktu antara negosiasi sampai saat membunuh kita dapat diulur. Sehingga pihak kepolisian dapat mudah bergerak tanpa takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap kita “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dari mana lo tau yang kayak gitu Dra “ tanya Adi heran</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Waktu itu gw pernah main game tentang memburu teroris. Gw lupa nama gamenya, yang jelas tuh ceritanya kayak gitu dah persis “ ucapku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ini dunia nyata anak muda “ ucap Adi lemas</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Berapa peluang kita bisa selamat seandainya kamu melakukan perlawanan “ tanya seorang dosen</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo dilihat dari jumlah mereka dan dari cara mereka memegang senjata, dipastikan mereka adalah orang yang profesional. Peluang kita selamat sekitar 0,1 persen “ jawabku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kecil sekali. Lalu peluang kita bisa selamat jika kita diam saja menunggu pertolongan polisi “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ 0,1 persen “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Klo sama aja ngapain kamu melawan “ omel sang dosen kesal dengan jawabanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lebih baik mati karna mencoba sesuatu, daripada mati karna tak pernah mencoba sesuatu. Selama peluangnya belum 0 persen, walau Cuma 0,1 persen aku akan tetap berusaha “ ucapku tegas.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lagi pula, aku punya dendam pribadi terhadap teroris “ sambungku kembali. Aku jadi teringat kembali bagaimana bapakku meninggal.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dor…dor….dor….dor “ suara baku tembak terdengar dari luar ruangan. Sepertinya polisi sudah mulai bergerak, pasti akan ada anggota teroris yang masuk ke ruangan ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Braak…braaakk..braaak dor dor dor dor “ suara dobrakan dilanjutkan dengan tembakan kearah pintu. Pasti kesulitan membuka pintu karna pintu sudah kutahan dengan bangku-bangku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dengan duduk di bangku lurus dengan posisi pintu yang sedang coba didobrak teroris. Aku mulai membidikkan senapan ke arah pintu. “ Duaarrr “ tembakanku tepat mengenai kepala teroris itu ketika berhasil membuka sedikit pintu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duaar “ untuk kedua kali tembakanku tepat mengenai anggota teroris lainnya yang coba memasuki ruangan. Mereka teroris melakukan kesalahan kecil, merantai ketiga pintu masuk dari dalam, sedangkan mereka yang memegang kunci berada di luar ruangan. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ini membuat mereka Cuma punya akses satu pintu saja untuk masuk, dan ini membuatku lebih mudah dalam bertahan. Sebanyak apapun mereka pasti tidak akan bisa serentak masuk ke dalam ruangan. Pintu-pintu ruangan ini terbuat dari kayu jati yang tebal, ditambah dengan kursi-kursi yang menahan disetiap pintunya, jadi tidak mudah untuk menjebol ketiga pintu yang dirantai. Keculai mereka memiliki bom, tapi kuperhatikan tidak ada dari mereka yang membawa bom atau granat.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Walaupun begitu jika dibredel senapan terus menerus pasti akan jebol, paling tidak ini dapat mengulur waktu sampai polisi berhasil melumpuhkan semua teroris yang ada.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duar….duar……..duar “ rentetan tembakan menghantam pintu, membuatku terpaksa bersembunyi dibalik mimbar. Sepertinya ada beberapa yang coba masuk, beberapa kali aku juga coba melakukan serangan. Sialnya peluruku juga sudah menipis, aku semakin terpojok. Para teroris mulai membabi buta menembaki keempat pintu masuk.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Orang-orang yang berada dalam ruangan semakin terjepit menghindari rentetan peluru dari arah pintu. Tapi beberapa saat kemudian tembakan-tembakan ke arah pintu sudah tidak ada, walaupun terdengar suara tembakan. Pasti mereka sedang terjepit oleh polisi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Brrrruuuuaaakkkk “ suara hantaman pintu didobrak oleh seorang bertubuh tinggi besar, berhasil masuk lalu memberondong senjatanya. Aku tak mau kalah, kuberondong juga dia dengan senjataku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dia bersembunyi dibalik kursi-kursi menghindari tembakanku, begitupun aku dan orang-orang juga bersembunyi. Sialan peluruku habis, aku harus tenang. Berusaha mendekat dan menjatuhkan senjatanya dan bertarung tangan kosong dengannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kau kehabisan peluru anak muda “ teriak teroris itu. Bagaimana dia bisa tau klo aku kehabisan peluru, sial aku harus cepat melumpuhkannya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Aku juga sama “ ucap teroris itu kembali dan keluar dari persembunyiannya. Aku juga keluar dari persembunyianku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku berlari menujunya, hendak menyerangnya. Begitupun dia juga berlari kearahku “ Duar “ suara tembakan tepat mengenai kakinya dan membuatnya jatuh tersungkur. Terlihat beberapa anggota polisi. Akhirnya selesai juga drama penyandraan ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku duduk menyandarkan tubuhku pada sebuah tembok, kulihat polisi mulai memborgol teroris itu dihadapanku. Terlihat matanya yang sangat tajam melihatku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kau hebat anak muda, mampu membuat rencana kami berantakan “ ucap teroris itu saat diseret oleh polisi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Traaang “ teroris itu berhasil memutuskan borgol yang membelenggu tangannya. Secepat kilat dia mulai mengambil pistol yang ada di pinggang polisi.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Apa kau bisa melindungi temanmu “ teriak teroris itu mengarahkan pistol kearah Vika yang ada di sebelahku. Tidakkkk. Secepatnya aku memagari Vika dengan tubuhku membelakangi tubuh Vika. Kupejamkan mataku untuk menerima rentetan peluru yang segera menembus dagingku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Duar….duar…duar….duar….duar “ terdengar jelas suara tembakan yang memekakan telingaku. Ah mengapa tidak ada rasa sakit, apa aku sudah mati dan berada di dunia lain. Tidak aku tidak merasa sakit sama sekali, aku masih ada di dunia nyata. Kucoba buka kedua mataku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ D…..d….. Dina “ tepat berada dihadapanku, Wajah Dina nampak jelas menatapku dan ambruk di pelukanku. Terdengar berat suara nafasnya. Kulihat teroris itu sudah jatuh bersimbah darah di kepalanya, dan seorang anggota polisi mengarahkan pistol kearah teroris itu.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Darah “ kulihat tanganku yang baru saja menyentuh punggung Dina, sepertinya teroris itu sempat menembakkan pelurunya sebelum polisi menembaknya. Dan Dina yang menjadi pagar hidupku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo harus segera di tolong, siapa aja cepat beri Dina pertolongan “ teriakku kepada seluruh orang yang berada disini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gk perlu Dra, gw tau kapan waktu gw sendiri “ ucap Dina sebelum semua orang memberinya pertolongan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kenapa Din “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Emang lo doang yang boleh bersikap keren. Gw juga boleh kan “ ucap Dina lirih, suaranya sudah semakin melemah. Begitu pula dengan tubuhnya semakin lemah berada dipelukanku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kan lo pernah bilang klo lo gk akan mati meninggalkan gw. Masih inget gak sih lo “ ucapku lirih, air mataku jatuh teruarai membasahi pipiku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya, jika tidak ada pahlawan kelaparan seperti lo, gw gk akan berkeinginan untuk hidup. Lo tau kan gimana keluarga gw “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Lo kan udah berjanji sama gw tentang kebahagian lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw udah menemukan kebahagian gw kok, saat gw menjadi calon istri lo. Waktu lo bilang ‘ menikahlah denganku adinda Dina ‘ oh itu saat paling bahagia di hidup gw. Baru waktu itu gw merasa sebahagia itu. Jadi gk salahkan klo gw memberikan hidup gw untuk seseorang yang telah membuat gw bahagia “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya, klo nanti lo pulang kampung. Tolong sampaikan salam gw buat Alex, entah kenapa tiba-tiba gw jadi inget peliharaan mesum lo itu. Bilang ke dia klo udah gk ada orang yang ngerantai dia lagi, jadi gk usah takut. Sampaikan maaf gw pada Joko, maaf karna gw seenaknya memerintah dia. Untuk Surti, bilangin ya maaf klo gw belum bisa sepenuhnya mempraktekkan semua ajarannya. Dan terakhir untuk semua adik-adik lo, terima kasih telah menerima gw sebagai bagian dari keluarga kalian “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mereka semua sangat menyukai lo kok Din, gk perlu minta maaf “ ucapku semakin lirih, air mata ini tak dapat lagi kubendung.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Si IT sember, ah tidak maksud gw Vika. Walaupun kami selalu bertengkar, tapi kami sebenernya adalah dua sahabat baik. Kami memiliki beberapa kesamaan, sama-sama menyayangi lo salah satunya. Dan dia satu-satunya wanita yang gw percaya untuk mendampingi lo. Dia pinter masak kok, jadi gw gk perlu khawatir klo lo bakal kelaparan “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Oh iya Dra, gw belum pernah dengar lo bilang klo lo cinta sama gw. Apa lo cinta sama gw ? “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Ya gw cinta sama lo, gw cinta banget Din sama lo “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Terima kasih, telah mencintai gw “ kata-kata terakhir Dina mengiringi kepergiannya untuk selama-lamanya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ DINAAAAAAAAA “ teriakku sekeras-kerasnya, seolah memanggil kembali roh Dina yang telah terbang tinggi merangkai awan, menembus langit agar kembali masuk ke dalam jasadnya. Aku benar-benar tak percaya dengan kejadian ini. Teriakanku terus menerus menggema di ruangan ini, mengiringi air mataku yang tak berhenti mengalir deras.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hantaman jarum-jarum takdir ini begitu menyakitkan saat menembus jantungku. Takdir Tuhan, sekeras apapun aku mencoba aku tak akan mampu mengalahkan takdir. Tapi kenapa takdir ini terasa begitu menyesakkan dadaku, takdir mengambil ibuku saat aku sangat butuh belai kasih sayang seorang ibu. Takdir mengambil bapakku saat aku sangat butuh bimbingan seorang bapak. Dan kini takdir pula yang mengambil Dina saat aku sangat butuh cinta darinya.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semua harapanku telah musnah, harapan untuk menyatukan cintaku dan cintanya telah hancur. Kepingan-kepingan memoriku bersamanya terus-menerus menghujam dikepalaku. Memori yang membuatku semakin hancur bila mengingatnya. Seluruh tinta emas yang mengisi lembaran kenanganku menjadi tak ada gunanya, aku hanya bisa mengenang keindahannya saja.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………………………………………………………………..</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Langit cerah siang hari, mengiringi pemakaman Dina, nampak burung-burung berkicau hinggap di dahan-dahan pepohonan sekitar area pemakaman umum. Semua pelayat mengenakan pakaian serba hitam, kontras dengan apa yang kugunakan. Justru aku mengenakan pakaian serba putih, ya putih adalah warna kesukaan Dina. Walaupun Dina tidak pernah memberitahuku, tapi dapat terlihat dari pakaian yang sering dia gunakan dan barang-barang yang ia miliki.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku hanya terdiam memandangi jasadnya yang mulai dikebumikan. Mengiringi kepergiannya, makhluk indah itu kini telah kembali ketempat asalnya di khayangan sana. Mungkinkah dia akan bercerita kepada teman-temannya disana tentang kehidupannya di bumi saat bersamaku.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dina. Pertemuan kita dipenuhi dengan ketidak sengajaan, tapi kenapa perpisahan kita kau malah sengaja melakukannya. Andai kau tidak bersikeras meminta agar aku mengundangmu diacara wisuda, mungkin ini semua tak akan terjadi. Aku disini selalu mengenangmu Dina, saatku tatap langit cerah aku harap kau berikan senyum termanismu dari atas sana.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra “ ucap Vika memanggilku dari arah belakang. </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ kuberbalik menghadapnya, memandangnya. Terlihat rona kesedihan pada wajahnya</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw denger semua yang diucapkan Dina disaat terakhirnya. Seperti yang dia bilang kami adalah sahabat. Sabar ya Dra, gw juga sangat kehilangan musuh sekaligus sahabat buat gw “ ucap Vika memelukku, mencoba menenangkanku dari kesedihan tak berujung ini.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Vik “ kulepaskan pelukannya, kugenggam erat tangannya dan kutatap matanya dalam-dalam.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Jujur gw cinta sama kalian berdua. Gw juga cinta lo Vik, walaupun akhirnya gw memilih Dina tapi rasa cinta ini masih sama untuk kalian berdua “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw juga masih cinta sama lo Dra, gw harap lo bisa bangkit dari semua ini. Dan gw akan bantu lo untuk itu semua “ ucap Vika</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Kota ini terlalu menyakitkan buat gw Vik, gw akan kembali ke kampung halaman gw untuk merangkai kepingan hati gw yang hancur. Setelah itu gw akan kembali lagi kesini dan menemui lo Vik. Saat itu tiba gw akan merealisasikan cinta kita berdua Vik. Tapi gw gk tau saat itu kapan akan tiba “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Dra, gw ngerti kok sama perasaan lo saat ini. Semoga saja gw bisa nunggu lo sampai kembali kesini “</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Gw pastikan gw akan kembali lagi, walau waktunya gk bisa gw pastikan. Dan gw pastikan saat itu tiba hati gw masih tetap untuk lo. Jika lo saat itu lo masih sabar menunggu gw, maka kita jodoh. Tapi jika ada pria lain yang bisa masuk ke hati lo, gw iklhas kok “ ucapku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">“ Mungkin saat ini cinta tak pernah memihak kepada kita, tapi saat nanti gw yakin cinta akan memihak pada kita. Semoga gw bisa menunggu lo “ ucap Vika.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kulepaskan genggaman tanganku, lalu kupergi meninggalkannya beserta orang-orang yang datang menghadiri pemakaman Dina. Aku tak kuat terlalu lama berada di pemakaman Dina, rasanya begitu menyakitkan untukku. Dina, semoga kau tenang di alam sana.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak bisa tinggal di kota ini untuk beberapa saat. Kejadian yang kualami membuatku tak sanggup untuk menginjakkan kakiku disini. Maaf Vik, aku sudah memastikan perasaanku, dan aku pasti datang menemuimu nanti. Jodoh atau tidaknya kita kamu sendiri yang tentukan.</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Bisa kau lihat luka menyala di mataku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dan kau tahu betapa keras karang menghantam hatiku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kau layak mendapat yang jauh lebih baik</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Biar kugantikan tempatmu di alam sana</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Dan aku takkan pernah mengecam</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Semua takdirmu bagi hidupku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak bisa membuatmu bersedih</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak bisa mendustaimu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak bisa mencegahmu </span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Ke tempat dimana kau berasal</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kau takkan pernah bertanya kenapa</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Hatiku begitu tersamar</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak bisa lagi berbohong</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Lebih baik kulukai diriku sendiri</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Daripada harus membuatmu pergi</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Tak ada lagi yang perlu dikatakan selain selamat tinggal</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kau layak mendapat tempat terindah di khayangan</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Aku tak yakin aku layak mendapatkan pengorbananmu</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">Kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;">……………….............….................T..A..M..A..T ……………….............….................</span><br style="font-family: Helvetica; font-size: 12px;" /><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-91374202646855331822014-04-30T21:18:00.001-07:002014-04-30T21:18:17.685-07:00Awal Petualangan di 3 SMP
<div class="p1">
Ini adalah kisah awal perjalan seksku.</div>
<div class="p1">
Aku Ayu. </div>
<div class="p1">
Aku mengenal seks pertamaku sejak kelas 3 SMP.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku memang tumbuh lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayaku.</div>
<div class="p1">
Di SMP kelas 3, aku sudah mencapai tinggi 160cm.</div>
<div class="p1">
Termasuk tinggi dibandingkan teman-temanku yang lain, </div>
<div class="p1">
bahkan melebihi tinggi cukup banyak anak laki-laki.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Buah dadaku juga sudah cukup menonjol.</div>
<div class="p1">
Aku sudah tidak memakai mini set lagi, tetapi sudah memakai BH.</div>
<div class="p1">
Ukurannya 34B. </div>
<div class="p1">
Akupun juga sudah mulai tertarik dengan lawan jenis.</div>
<div class="p1">
Ingin sekali punya pacar.</div>
<div class="p2">
</div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div class="p1">
Andri termasuk anak laki-laki yang pintar.</div>
<div class="p1">
Senang bermain basket dan aku senang jadi cheerleadernya.</div>
<div class="p1">
Dia bermain basket karena tingginya yang kurang.</div>
<div class="p1">
Supaya cepat tinggi katanya.</div>
<div class="p1">
Memang pada waktu itu dia cuma 158 cm.</div>
<div class="p1">
Jadi aku lebih tinggi darinya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kejadian awal kenapa kami pacaran sangat lucu.</div>
<div class="p1">
Suatu hari setelah bel pulang,aku kebelet pipis dan berjalan cepat ke WC sekolah.</div>
<div class="p1">
Anak-anak yang lain segera pulang.</div>
<div class="p1">
WC sekolah kami terletak di ujung bagian belakang.</div>
<div class="p1">
Jadi sekolah sudah mulai sepi dan di daerah WC tidak ada orang.</div>
<div class="p1">
Akupun mulai berjalan lebih cepat lagi.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tiba-tiba Andri keluar dari WC Pria dengan sangat cepat.</div>
<div class="p1">
Tidak terelakkan kami pun bertabrakan.</div>
<div class="p1">
Aku terjatuh terjengkang dengan rok tersingkap ke atas.</div>
<div class="p1">
Andri terjatuh menimpa diriku dengan kepalanya mendarat tepat di buah dadaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kami sepertinya cukup shock karena posisi kami tidak berubah untuk beberapa detik.</div>
<div class="p1">
Andri kemudian tersadar kalau kepalanya mendarat di payudaraku.</div>
<div class="p1">
Dia segera mendorong tubuhnya ke atas, tetapi yang menjadi tumpuan kedua </div>
<div class="p1">
tangannya malah payudaraku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Dia semakin salah tingkah. </div>
<div class="p1">
Lompat ke belakang dan melihat pemandangan yang cukup indah.</div>
<div class="p1">
Ya.. aku masih tergeletak dan berusaha duduk dengan rok yang tersingkap.</div>
<div class="p1">
Andri jelas-jelas telah melihat paha mulusku dan celana dalam Hello Kitty </div>
<div class="p1">
berwarna pink.</div>
<div class="p1">
Segera kuperbaiki posisi senonohku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Maaf Ayu.. Aku tidak sengaja menabrakmu." </div>
<div class="p1">
Andri meminta maaf sambil memalingkan mukanya.</div>
<div class="p1">
"Ya tidak apa-apa,Dri.. Aku juga buru-buru.. kebelet nih."</div>
<div class="p1">
Aku segera masuk ke WC Perempuan dengan muka merah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Akupun segera jongkok dan melepas air seniku dengan deras.</div>
<div class="p1">
Ah.. kenapa tadi pas Andri menyentuh payudaraku, aku berasa enak yah?</div>
<div class="p1">
Akupun memegang-megang dadaku dan sedikit meremasnya.</div>
<div class="p1">
Beda rasanya.</div>
<div class="p1">
Kenapa beda yah rasanya?</div>
<div class="p1">
Aku tidak mau berpikir lebih lanjut lagi.</div>
<div class="p1">
Aku menyelesaikan urusan kencingku, menarik celana dalamku dan keluar.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ternyata Andri masih menunggu di luar WC.</div>
<div class="p1">
"Kok kamu masih di sini sih Dri?"</div>
<div class="p1">
"Iya nungguin kamu. Aku masih merasa bersalah sudah nabrak kamu...."</div>
<div class="p1">
Andri menundukkan kepala</div>
<div class="p1">
".. dan sudah memegang dada kamu."</div>
<div class="p1">
Wajahku memerah. Malu.</div>
<div class="p1">
"Ti.. tidak apa-apa, Dri."</div>
<div class="p1">
"Benar tidak apa-apa, Yu?"</div>
<div class="p1">
"Iya.. tidak apa-apa. Malah anehnya aku berasa enak."</div>
<div class="p1">
Andri terkejut dan mukanya menunjukkan keheranan.</div>
<div class="p1">
Melihat reaksi Andri, entah kenapa aku malah berkata,</div>
<div class="p1">
"Iya, Dri.. tidak apa-apa.. malah enak kok. Kalau kamu mau, pegang lagi saja."</div>
<div class="p1">
Rupanya ini jawaban dariku yang memulai petualangan seksku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri langsung bergetar.</div>
<div class="p1">
"Benar, Yu? Boleh pegang lagi?"</div>
<div class="p1">
"Iya, Dri. Nih..." Aku membusungkan dada menyodorkan mereka ke Andri.</div>
<div class="p1">
Kedua tangan Andri perlahan-lahan mendekati dadaku.</div>
<div class="p1">
Gemetaran.</div>
<div class="p1">
Ketika menyentuh dadaku, dia menekan lembut.</div>
<div class="p1">
Secara naluriah, Andri mengelus-elus dadaku.</div>
<div class="p1">
Aku merasa kenikmatan yang belum pernah kurasakan.</div>
<div class="p1">
Aku pun memejamkan mata menikmati belaian lembut di dadaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri melepaskan tangannya dariku dengan tiba-tiba.</div>
<div class="p1">
Aku membuka mata keheranan dan melihat Andri merogoh ke dalam celananya.</div>
<div class="p1">
"Kenapa, Dri?"</div>
<div class="p1">
"Ini aku membetulkan posisi ini aku" Sambil Andri menunjuk selangkangannya.</div>
<div class="p1">
"Kenapa memangnya?"</div>
<div class="p1">
"Tahu nih.. tiba-tiba dia mengeras dan posisinya tidak enak."</div>
<div class="p1">
"Apa sih yang mengeras?" Tanganku dengan cepat meraba selangkangan Andri.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan seperti ada batang keras tapi lunak.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Apa sih ini Dri?" Aku yang belum pernah melihat kelamin anak laki-laki jadi bingung.</div>
<div class="p1">
"Ini tititku, Yu. Tahu nih.. tiba-tiba dia mengeras."</div>
<div class="p1">
Aku pun secara naluriah mengelus-elus titit Andri dari luar celananya.</div>
<div class="p1">
Andri mendesah kenikmatan.</div>
<div class="p1">
Aku senang sekali melihat Andri yang menikmati belaianku di selangkangannya.</div>
<div class="p1">
Rupanya aku juga sudah terangsang walaupun belum begitu mengetahui perasaan ini sebelumnya.</div>
<div class="p1">
Tangan Andri aku tarik untuk mengelus dadaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Jadi kami di depan WC sekolah saling membelai.</div>
<div class="p1">
Andri membelai lembut baju seragam SMP-ku yang menutupi BH. </div>
<div class="p1">
Tangannya menelusuri bentuk BH dan kadang-kadang meremas dadaku.</div>
<div class="p1">
Enak sekali. Nyaman. Ingin rasanya terus-menerus seperti ini.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tanganku pun tidak berhenti membelai selangkangan Andri.</div>
<div class="p1">
Sesekali kuremas. </div>
<div class="p1">
Nafasku dan nafas Andri semakin memburu.</div>
<div class="p1">
Tangan Andri semakin seru meremas-remas dadaku.</div>
<div class="p1">
Akupun tidak kalah seru menggosok-gosok selangkangannya.</div>
<div class="p1">
Tidak lama kemudian Andri mendesah keras.</div>
<div class="p1">
Tangannya menahan tanganku pas di ujung tititnya.</div>
<div class="p1">
Andri mendorong-dorong pantatnya sehingga tanganku semakin menekan tititnya.</div>
<div class="p1">
"Ah... Enak banget." Andri mendesah...</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tidak lama kemudian tanganku merasakan kehangatan yang lembab di celana Andri.</div>
<div class="p1">
"Eh kok basah sih, Dri?"</div>
<div class="p1">
Aku melihat celana Andri yang ada bercak basahnya.</div>
<div class="p1">
"Kamu pipis yah? Kok pipis di celana sih?"</div>
<div class="p1">
Andri kebingungan.</div>
<div class="p1">
"Bukan kok, Yu. Bukan pipis.. tapi tadi rasanya memang aku menyemprotkan sesuatu."</div>
<div class="p1">
"Ih.. Andri jorok ah. Sana masuk wc. Bersihin gih."</div>
<div class="p1">
Andri segera ke wc dan membersihkan diri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku mencium tanganku yang bekas kena noda basah itu.</div>
<div class="p1">
Iya, yah.. bukan bau pipis.. tapi kayak bau Bayclin.</div>
<div class="p1">
Aku pun masuk ke wc perempuan dan mencuci tangan.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku merasakan celana dalamku juga tidak nyaman.</div>
<div class="p1">
Aku merogoh rokku dan menyentuh celana dalamku.</div>
<div class="p1">
Basah.</div>
<div class="p1">
Hah? apa aku juga pipis tadi?</div>
<div class="p1">
Akupun mengangkat rokku dan meraba lebih dalam.</div>
<div class="p1">
Memang basah.. dan aku cium baunya.. bukan bau pipis.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Yu.. Ayu.. kamu di WC?" panggil Andri dari luar.</div>
<div class="p1">
"Iya Dri.. bentar aku keluar"</div>
<div class="p1">
Aku merapikan pakaianku. Wah.. baju seragamku kusut.</div>
<div class="p1">
Terutama di bagian dada. Bisa ketahuan orang-orang nih.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku keluar dan memperhatikan Andri.</div>
<div class="p1">
Noda basah di celana Andripun terlihat jelas.</div>
<div class="p1">
Bajuku kusut dan celana Andri basah.</div>
<div class="p1">
Apa kata orang-orang nih..</div>
<div class="p1">
Untungnya sekolah sudah sepi.</div>
<div class="p1">
Kami berjalan bergandengan tangan tanpa bicara.</div>
<div class="p1">
Hari itu kami secara tidak resmi jadian.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Esok harinya Andri mendatangiku mengajak makan siang.</div>
<div class="p1">
Teman-teman perempuanku langsung meledek..</div>
<div class="p1">
"Yeee.. jadian yah?" ledek mereka</div>
<div class="p1">
Aku tidak menghiraukan mereka dan menarik tangan Andri untuk menjauh.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Yu, mau makan apa?"</div>
<div class="p1">
"Aku mau makan bakso aja ah."</div>
<div class="p1">
Andri memesan bakso dan nasi goreng untuknya.</div>
<div class="p1">
Kami makan saling berhadapan tanpa berbicara.</div>
<div class="p1">
Aku makan sambil terus menundukkan kepala. Malu juga.</div>
<div class="p1">
Aku belum pernah pacaran.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri memecah keheningan. Hening rasanya.</div>
<div class="p1">
Walaupun sebenarnya pas jam makan siang, kantin selalu ramai.</div>
<div class="p1">
Andri berbisik, "Nanti pulang, lagi yuk?"</div>
<div class="p1">
Aku mengangkat kepala melihat Andri sejenak </div>
<div class="p1">
dan menganggukkan kepala sambil memerah mukaku.</div>
<div class="p1">
"Kita ke rumahku saja. Orangtuaku sedang keluar kota. </div>
<div class="p1">
Jadi tidak ada orang di rumah selain pembantu."</div>
<div class="p1">
Andri menjelaskan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Memang Andri termasuk keluarga yang cukup berada.</div>
<div class="p1">
Kami pernah kerja kelompok di rumahnya.</div>
<div class="p1">
Rumahnya berlantai tiga. Kamar Andri sendiri ada di lantai 3.</div>
<div class="p1">
Kamar pembantu Andri ada di lantai satu, itupun di bagian belakang rumah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Tapi nanti aku harus telepon mamaku dulu. Bilang kalau ke rumah kamu. Takut dicariin."</div>
<div class="p1">
Mamaku memang sudah tahu kalau aku sering kerja kelompok di rumah Andri.</div>
<div class="p1">
Jadi ketika pulang sekolah aku menelepon memberitahu aku tidak langsung pulang, mama tidak curiga.</div>
<div class="p1">
Cuma menanyakan kapan selesainya. Aku bilang jam 6 sore.</div>
<div class="p1">
Andri yang mendengar percakapanku dengan mama, tersenyum.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
-------</div>
<div class="p1">
Pulang sekolah, aku sengaja berlama-lama membereskan tasku.</div>
<div class="p1">
Menunggu teman-teman yang lain pulang dulu. Andripun demikian.</div>
<div class="p1">
Kami pulang berdua bersama.</div>
<div class="p1">
Rumah Andri tidak terlalu jauh dari sekolah.</div>
<div class="p1">
Hanya naik angkot selama 10 menit saja.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Selama perjalanan dari sekolah, kami tidak berbicara.</div>
<div class="p1">
Saling menundukkan kepala.</div>
<div class="p1">
Akhirnya kami turun dari angkot dan berjalan sedikit ke dalam.</div>
<div class="p1">
Andri memencet bel rumahnya dan pembantu membukakan pintu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Mbok Inem, Ayu dan saya mau kerja kelompok di kamar saya. Mbok tolong bawain minum yah ke atas."</div>
<div class="p1">
"Baik, dek Andri."</div>
<div class="p1">
Kami segera ke atas menuju kamar Andri. </div>
<div class="p1">
Aku sudah terbiasa dengan suasana kamar Andri. Sudah beberapa kali aku masuk ke kamarnya.</div>
<div class="p1">
Mungkin sudah 6-7 kali kerja kelompok. Tapi kali ini cuma aku sendiri yang datang.</div>
<div class="p1">
Aku duduk di tepi ranjang Andri sambil memperhatikan lebih jelas ruangan kamar ini.</div>
<div class="p1">
Tidak lama Mbok Inem masuk membawa minuman dan meletakkannya di meja belajar.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri yang baru keluar dari kamar mandi memberitahu Mbok agar istirahat saja.</div>
<div class="p1">
Karena memang kalau sore jam 3 biasanya Mbok Inem yang cukup senior umurnya, tidur siang.</div>
<div class="p1">
Andri terlihat lebih segar karena sudah mandi.</div>
<div class="p1">
Kelihatannya segar sekali.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kamar mandi Andri memang ada di dalam kamarnya. </div>
<div class="p1">
Aku yang sudah gerah kepanasan sejak tadi siang ingin segera mandi juga.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku tidak membawa baju ganti.</div>
<div class="p1">
"Dri, pinjam baju dong. Aku mau mandi juga ah."</div>
<div class="p1">
"Kaos mau?"</div>
<div class="p1">
"Boleh..Handuk juga dong."</div>
<div class="p1">
"Nih.. pakai yang ini aja."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku pun segera masuk dan mengunci kamar mandi.</div>
<div class="p1">
Kutanggalkan satu per satu pakaianku.</div>
<div class="p1">
Seragam SMP-ku basah karena keringat.</div>
<div class="p1">
Bahkan sampai ke BH dan celana dalam.</div>
<div class="p1">
Aku gantung semua pakaian-ku supaya bisa cepat kering.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku pun masuk ke dalam bath tub.</div>
<div class="p1">
Tidak berendam karena tidak mau berlama-lama mandinya.</div>
<div class="p1">
Shower di bathtub mengguyur badanku.</div>
<div class="p1">
Air sejuk sungguh menyegarkan.</div>
<div class="p1">
Sabun mandi cair yang ada di kamar mandi Andri khusus laki-laki.</div>
<div class="p1">
Wanginya maskulin sekali.</div>
<div class="p1">
Kutuang ke telapak tanganku dan kuratakan di seluruh badanku.</div>
<div class="p1">
Aku mengusap lebih lama di ketiak, payudara, dan memek-ku.</div>
<div class="p1">
Aku ingin badanku wangi.</div>
<div class="p1">
Setelah menyabuni seluruh badanku, aku bilas sampai bersih.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri memberikan handuk yang cukup besar. </div>
<div class="p1">
Badanku langsung bisa kering semuanya.</div>
<div class="p1">
Segar sekali.</div>
<div class="p1">
Aku mengambil BH-ku..</div>
<div class="p1">
uuhh.. masih basah dan bau keringat. </div>
<div class="p1">
Apa tidak usah pakai saja yah?</div>
<div class="p1">
Apalagi kan mau dipegang-pegang sama Andri nanti.</div>
<div class="p1">
Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memakai BH.</div>
<div class="p1">
Celana dalampun tidak juga.</div>
<div class="p1">
Aku memakai kaos putih yang diberikan Andri.</div>
<div class="p1">
Walaupun Andri lebih pendek dariku, ternyata kaosnya kebesaran buatku.</div>
<div class="p1">
Bahkan bisa menjadi baju terusan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Setelah mematutkan diri di kaca, aku memutuskan keluar kamar mandi</div>
<div class="p1">
hanya dengan memakai kaos Andri saja.</div>
<div class="p1">
Rok biru SMP-ku juga kugantung saja. Biar kering sekalian lah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri yang sedang menyalakan komputer di kamarnya, ternganga begitu melihat</div>
<div class="p1">
aku keluar dari kamar mandi.</div>
<div class="p1">
Kaos putih Andri cukup tipis.</div>
<div class="p1">
Puting dadaku yang berwarna pink terbayang keluar.</div>
<div class="p1">
Demikian juga bulu halus jembutku, memberikan bayangan hitam.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Ayu.. kamu cantik sekali."</div>
<div class="p1">
"Masa sih?" Aku tersipu malu.</div>
<div class="p1">
Andri mendekatiku. Aku semakin malu, menundukkan kepala.</div>
<div class="p1">
Diangkatnya daguku, Andri berkata, "Iya, Ayu.. Kamu cantik sekali."</div>
<div class="p1">
Andri tersenyum kepadaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Kita mau gimana nih, Dri?"</div>
<div class="p1">
"Kayak kemaren aja, Yu."</div>
<div class="p1">
Aku tertunduk malu. Mengingat kejadian kemarin yang cukup menyenangkan.</div>
<div class="p1">
Andri perlahan-lahan menggerakkan tangannya ke arah dadaku.</div>
<div class="p1">
Aku menegakkan badanku sehingga dadaku semakin menonjol keluar.</div>
<div class="p1">
Andri memegang dada kiriku dan dia terkejut.</div>
<div class="p1">
"Kamu tidak pakai BH?"</div>
<div class="p1">
"Iya, Dri. Basah karena keringat. Bau lagi. Jadi aku gantung dulu saja di kamar mandi."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri menjadi semakin gemas.</div>
<div class="p1">
Kedua tangannya sekarang sudah aktif meremas-remas lembut dadaku.</div>
<div class="p1">
Ah.. nikmatnya. Benar-benar beda.</div>
<div class="p1">
Diremas Andri berbeda sekali dengan aku meremas dadaku sendiri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku juga tidak mau kalah.</div>
<div class="p1">
Aku pun mengarahkan tangan ke selangkangan Andri.</div>
<div class="p1">
Aku melihat kalau ada yang seperti batang 15 cm yang menonjol keluar.</div>
<div class="p1">
Aku memegangnya dan Andri mendesah.. "Ah..."</div>
<div class="p1">
"Dri.. kamu tidak pakai celana dalam yah?"</div>
<div class="p1">
Andri memang cuma memakai celana pendek yang berbahan tipis.</div>
<div class="p1">
Terasa sekali kekerasan batangnya.</div>
<div class="p1">
"Iya, Yu.. Aku tidak pakai. Kalau di rumah memang aku terbiasa tidak pakai."</div>
<div class="p1">
"Oh gitu..." Aku mengocok halus batang Andri. "Aku juga tidak pakai lho.. Basah juga sih"</div>
<div class="p1">
"Oh ya? Mana coba lihat.."</div>
<div class="p1">
Andri segera menyingkapkan kaosku dan memperlihatkan kemaluanku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku segera menutupnya dan bilang "Curang!! Kalau mau lihat, kasih lihat punyamu juga dong."</div>
<div class="p1">
"Hahahaha.. Siapa takut?"</div>
<div class="p1">
Andri segera memelorotkan celananya.</div>
<div class="p1">
Pertama kali aku melihat kelamin laki-laki.</div>
<div class="p1">
Keras dan tegak. Seperti sedang memberi hormat kepadaku.</div>
<div class="p1">
Sangat indah.. aku begitu terpesona.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Hei.. jangan bengong gitu dong. Katanya mau kasih lihat."</div>
<div class="p1">
"Eh iya.. sorry.. aku baru pertama kali lihat burung anak laki-laki. Kayak gitu toh."</div>
<div class="p1">
Aku pun dengan perlahan membuka kaos kebesaran ini.</div>
<div class="p1">
Tanpa sehelai pakaian dalam membuat aku langsung telanjang bulat.</div>
<div class="p1">
Andri terlihat semakin nafsu.</div>
<div class="p1">
Burungnya bergerak naik turun.</div>
<div class="p1">
"Eh.. bisa bergerak naik turun yah, Dri?"</div>
<div class="p1">
"Iya nih. Kaga tahu kenapa, jadi semakin keras dan membuat tititku naik turun."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku jongkok di depan Andri, ingin melihat lebih jelas.</div>
<div class="p1">
"Burung kamu lucu juga yah.. Keras dan bergerak-gerak."</div>
<div class="p1">
Aku memegang kelamin Andri dan mengelusnya perlahan-lahan.</div>
<div class="p1">
Rupanya Andri sudah tidak tahan lagi.</div>
<div class="p1">
Tiba-tiba alat kelamin Andri menyemprot wajahku berkali-kali.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Aduh.. duh...Sorry, Ayu.. Enak banget.."</div>
<div class="p1">
"Lho Dri, kenapa aku dipipisi?"</div>
<div class="p1">
Tetapi baunya seperti bau kemarin, bau Bayclin, bukan bau pipis.</div>
<div class="p1">
Oh... rupanya kemarin seperti ini toh.</div>
<div class="p1">
Aku mengelap wajahku dengan tisu dan mencium tisu tersebut.</div>
<div class="p1">
Iya, betul.. ini baunya kayak kemarin, seperti bau Bayclin.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri yang sejak tadi berdiri berjalan ke arah ranjang </div>
<div class="p1">
dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang.</div>
<div class="p1">
Aku melihat burung Andri mengecil.</div>
<div class="p1">
"Dri, kenapa burungnya menciut?"</div>
<div class="p1">
"Aku juga tidak tahu.. tapi biasanya memang begini. Kalau pagi aku sering tegak, </div>
<div class="p1">
tapi kalau habis pipis biasanya memang ciut lagi."</div>
<div class="p1">
"Jadi tadi kamu memang pipis-in aku?"</div>
<div class="p1">
"Bukan, Yu. Kayaknya aku menyemburkan sperma deh."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku jadi teringat pelajaran biologi minggu lalu.</div>
<div class="p1">
"Mana buku biologi kita, Dri?"</div>
<div class="p1">
"Itu di atas rak buku. Kenapa memangnya?"</div>
<div class="p1">
Aku mengambil buku biologi dan membuka-buka halamannya.</div>
<div class="p1">
"Nah ini dia.." Aku menemukan bab tentang reproduksi.</div>
<div class="p1">
Di dalamnya terdapat ilustrasi kelamin laki-laki dan perempuan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku meletakkan buku di sebelah burung Andri </div>
<div class="p1">
dan mulai membandingkan ilustrasi dengan barang aslinya.</div>
<div class="p1">
Mirip juga. </div>
<div class="p1">
Ada batang penis. Dijelaskan kalau laki-laki terangsang secara seksual maka</div>
<div class="p1">
penisnya akan mengeras. Oh... gitu toh.. rupanya Andri terangsang.</div>
<div class="p1">
Pada saat ejakulasi akan menyemprotkan air mani yang mengandung jutaan sperma.</div>
<div class="p1">
Warna air mani seperti putih susu.</div>
<div class="p1">
Oh.. rupanya Andri menyemprotkan air mani, bukan air pipis.</div>
<div class="p1">
Jika sperma bertemu dengan sel telur maka akan menghasilkan zygot yang akan </div>
<div class="p1">
berkembang menjadi bayi.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Oh gitu.. Aku memang murid yang cukup pandai.</div>
<div class="p1">
Dan aku tahu kalau cara sperma ketemu sel telur adalah</div>
<div class="p1">
sperma masuk ke dalam vaginaku dan berenang ke arah sel telur.</div>
<div class="p1">
Berarti jangan sampai Andri menyemprot di vaginaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Karena aku terus menerus memegang burung Andri sambil membandingkannya dengan </div>
<div class="p1">
gambar di buku, burung Andri mulai tegak lagi.</div>
<div class="p1">
"Kamu ngapain sih dari tadi megang-megang titit dan bolak-balik buku biologi."</div>
<div class="p1">
"Aku lagi belajar, tahu! Lumayan.. jadi lebih ngerti tentang alat reproduksi cowok."</div>
<div class="p1">
"Mana sini lihat bukunya." </div>
<div class="p1">
Andri membalik-balikkan halaman dan membuka halaman yang ada ilustrasi kelamin cewek.</div>
<div class="p1">
"Ayo gantian. Aku juga pengen belajar."</div>
<div class="p1">
Aku melompat ke atas ranjang dan segera duduk.</div>
<div class="p1">
Aku mengangkang selebar mungkin.</div>
<div class="p1">
Andri berusaha melihat tetapi kurang jelas.</div>
<div class="p1">
Aku pun berbaring dan kembali mengangkang selebar mungkin.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri pun mulai belajar dengan seksama.</div>
<div class="p1">
Ada labia mayora dan labia minora.</div>
<div class="p1">
Ada clitoris. Disentuhnya clitoris-ku dan aku berasa geli tapi enak.</div>
<div class="p1">
Dibukanya lebar-lebar labia mayora dan labia minora-ku</div>
<div class="p1">
Andri mengatakan bisa melihat selaput daraku.</div>
<div class="p1">
Aku senang Andri bisa melihatnya.</div>
<div class="p1">
Perlahan-lahan tapi pasti vaginaku mulai basah.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri juga semakin seru meraba-raba vaginaku.</div>
<div class="p1">
Ah... akhirnya aku memegang tangan Andri dan menuntunnya untuk menggesek-gesek kelaminku.</div>
<div class="p1">
Andri terkejut tetapi mengerti.</div>
<div class="p1">
Cairan wanitaku juga semakin mempermudah gesekkan tangan Andri.</div>
<div class="p1">
"Lebih cepat Dri.." Nafasku semakin memburu.</div>
<div class="p1">
Belum pernah sebelumnya aku merasakan nikmat seperti ini.</div>
<div class="p1">
Berbeda sekali dengan kemarin.</div>
<div class="p1">
Kemarin walau sudah nikmat ketika dadaku diremas-remas Andri, ini lebih enak lagi.</div>
<div class="p1">
"Ayo Dri.. lebih cepat lagi."</div>
<div class="p1">
Andri pun semakin cepat menggosok kemaluanku.</div>
<div class="p1">
Aku pun tidak tahan lagi dan mengeluarkan teriakan kecil ketika puncak kenikmatan datang.</div>
<div class="p1">
Aku melentingkan badanku dan mengepit tangan Andri di selangkanganku.</div>
<div class="p1">
"Enak banget, Dri!!"</div>
<div class="p1">
"Kamu sampai puncak kenikmatan yah, Yu?"</div>
<div class="p1">
"Iya, Dri.. Enak banget.."</div>
<div class="p1">
"Pantas.. sampai basah begini.. Cewek juga nyemprot yah kalo sampai?"</div>
<div class="p1">
"Kayaknya gitu, Dri.. kaga tahu ah.. tahunya enak doang.."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri berbaring di sebelahku.</div>
<div class="p1">
Penisnya terlihat menjulang ke atas.</div>
<div class="p1">
Dia sepertinya sudah nafsu lagi tetapi melihat aku yang kelelahan</div>
<div class="p1">
karena baru pertama kali mencapai kenikmatan, dia hanya berbaring saja.</div>
<div class="p1">
"Enak yah Yu, seperti ini..."</div>
<div class="p1">
"Iya, Dri.. badanku langsung berasa lemas... tapi enak."</div>
<div class="p1">
"Mau gak kalau tiap hari kita kayak gini?"</div>
<div class="p1">
"Tiap hari, Dri? Boleh juga. Tapi harus dipikirin ngomong ke orangtua kita gimana."</div>
<div class="p1">
"Iya. Yang pasti gampang sih bilang belajar bersama."</div>
<div class="p1">
"Benar juga.. tapi harus beneran belajar juga. Biar nilai kita beneran bagus."</div>
<div class="p1">
"Iya.. kalau nilai malah anjlok, aku nanti disuruh les. Kalo les, mana bisa kayak gini."</div>
<div class="p1">
"Ok kalau gitu, Dri. Mulai besok kita selalu belajar bersama, terutama belajar biologi."</div>
<div class="p1">
Andri tersenyum manis sekali.</div>
<div class="p1">
Aku melihat jam dan sudah pukul 17:45. Sudah harus pulang.</div>
<div class="p1">
Aku segera ke kamar mandi dan bertukar pakaian.</div>
<div class="p1">
BH, celana dalam, dan seragamku sudah lebih kering.</div>
<div class="p1">
Aku memakainya dengan rapi. Biar orangtuaku tidak curiga.</div>
<div class="p1">
Andri pun mengantarku pulang dengan menemani aku di angkot sampai ke rumahku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Esok harinya aku membawa baju ganti. Biar di rumah Andri lebih nyaman.</div>
<div class="p1">
Andri dan aku keluar dari kelas bersama-sama.</div>
<div class="p1">
Kami sepakat untuk mengerjakan PR Matematika bersama nanti.</div>
<div class="p1">
Kami disambut Mbok Inem.</div>
<div class="p1">
Mbok Inem telah menyediakan pisang goreng dan es teh manis di kamar Andri.</div>
<div class="p1">
Aku permisi ke Andri untuk mandi dulu.</div>
<div class="p1">
Aku membersihkan seluruh badanku dengan seksama. </div>
<div class="p1">
Kali ini aku membawa sabun mandi favoritku. Perpaduan wangi Jasmine dan Green Tea.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku keluar kamar mandi memakai celana pendek dan kaos ketat.</div>
<div class="p1">
Tentu saja BH tidak kupakai. Basah karena keringat.</div>
<div class="p1">
Kaos ketatku memperlihatkan bentuk payudaraku dengan jelas.</div>
<div class="p1">
Bahkan putingku terlihat sangat menonjol.</div>
<div class="p1">
Andri terperangah melihat penampilanku yang seperti ini.</div>
<div class="p1">
Ia mendekatiku dan memberikan pujiannya.</div>
<div class="p1">
Dan tangan nakalnya menyentuh putingku dengan sengaja.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Iseng deh kamu. Sana mandi biar tidak bau keringat"</div>
<div class="p1">
Andri menurut dan segera menyambar handuk.</div>
<div class="p1">
Terdengar suara shower yang hanya sebentar saja.</div>
<div class="p1">
Andri keluar dengan hanya memakai celana pendek.</div>
<div class="p1">
"Mandinya bersih gak sih? Kok cepat amat."</div>
<div class="p1">
"Eh, ngeledek. Bersih dong. Kalo kaga percaya, cium sini. Udah wangi nih"</div>
<div class="p1">
"Mana coba?"</div>
<div class="p1">
Aku mendekati Andri dan kuperhatikan burungnya sudah tegak.</div>
<div class="p1">
"Eh.. sudah tegak. Udah kaga sabar yah?"</div>
<div class="p1">
"Iya Yu.. Sudah nafsu lagi nih."</div>
<div class="p1">
"Hahaha... sabar dong Dri. Kita bikin PR dulu. Baru kita begituan."</div>
<div class="p1">
"Yaaa..." Andri tidak menutupi kekecewaannya.</div>
<div class="p1">
Tapi aku bersikukuh untuk menyelesaikan PR dulu.</div>
<div class="p1">
Lucu juga melihat Andri berusaha konsentrasi ke PR dengan penis yang tegak seperti itu.</div>
<div class="p1">
Untung PRnya sedikit. Jadi kita cepat selesai.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku juga sudah tidak tahan lama-lama mengerjakan PR.</div>
<div class="p1">
Tidak sabar melihat penis tegaknya.</div>
<div class="p1">
Gemas yang tak tertahankan membuatku langsung meremas penis Andri.</div>
<div class="p1">
Andri kaget tetapi hanya tertawa saja.</div>
<div class="p1">
Tangan Andri pun segera menggerayangi payudaraku.</div>
<div class="p1">
Enak banget sih. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tiba-tiba aku punya ide.</div>
<div class="p1">
"Dri, nyalain komputer dong."</div>
<div class="p1">
"Mau ngapain, Yu? Bukannya kita mau begituan?"</div>
<div class="p1">
"Nyalain aja dulu."</div>
<div class="p1">
Andri menurut. Aku segera membuka google.</div>
<div class="p1">
Aku mengetikkan vagina di search bar.</div>
<div class="p1">
Lalu keluarlah gambar-gambar wanita telanjang dalam berbagai posisi.</div>
<div class="p1">
Andri cukup terkejut dengan gambar-gambar itu.</div>
<div class="p1">
Aku melihat beberapa gambar dan meng-klik gambar wanita yang sedang dijilat vaginanya.</div>
<div class="p1">
Gambar itu menjadi lebih besar dan jelas.</div>
<div class="p1">
"Dri.. aku mau seperti ini dong."</div>
<div class="p1">
"Wow.. aku.. tidak nolak.. hahaha...."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri menuntunku ke ranjang. Aku disuruh duduk di tepi ranjang.</div>
<div class="p1">
Kedua kakiku diangkat sehingga posisiku menjadi mengangkang.</div>
<div class="p1">
Vaginaku sudah mulai basah.</div>
<div class="p1">
Celanaku dilepas dan dibuang menjauh.</div>
<div class="p1">
Andri perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke vaginaku.</div>
<div class="p1">
Dijilatnya sekali.</div>
<div class="p1">
"Hmmm... rasa memek kamu enak, Yu."</div>
<div class="p1">
"Kalau gitu, jilat lagi dong Dri." </div>
<div class="p1">
Aku pun merasakan sensasi nikmat yang berbeda.</div>
<div class="p1">
Andri mulai memainkan lidahnya.</div>
<div class="p1">
Kiri dan kanan.</div>
<div class="p1">
Atas dan bawah.</div>
<div class="p1">
Seluruh bagian vaginaku dijilat.</div>
<div class="p1">
Andri membuka belahan vaginaku lebih lebar dan dijilatnya.</div>
<div class="p1">
Oww.. nikmat banget.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan lidahnya disodok-sodokkan ke dalam.</div>
<div class="p1">
Bahkan sampai berasa ke selaput daraku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ketika jilatan lidah Andri mengenai clitorisku, aku merasakan kenikmatan luar biasa.</div>
<div class="p1">
"Dri, jilat lagi tempat tadi."</div>
<div class="p1">
"Di sini?"</div>
<div class="p1">
"Iya betul, Dri... terus di situ.."</div>
<div class="p1">
Andri pun terus menerus menjilati clitorisku.</div>
<div class="p1">
"Hisap Dri.. hisap yang kuat.." aku mulai meracau kenikmatan.</div>
<div class="p1">
Andri sudah mulai merasakan perbedaan bentuk vaginaku.</div>
<div class="p1">
Dia merasakan clitorisku sudah seperti kacang kecil.</div>
<div class="p1">
Dihisapnya keras-keras.</div>
<div class="p1">
Tidak lama kemudian aku mencapai puncak kenikmatan.</div>
<div class="p1">
Kepala Andri aku jepit keras-keras agar tidak meninggalkan selangkanganku.</div>
<div class="p1">
Ingin rasanya lidah Andri menusuk lebih jauh.</div>
<div class="p1">
"Ahh.... aku samm..samm..sammpaiiii.. Dri.." jeritku perlahan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kulepaskan jepitan kakiku di kepala Andri.</div>
<div class="p1">
Andri bangun dan terlihat wajahnya berlepotan cairan wanitaku.</div>
<div class="p1">
Wajahnya terlihat sexy sekali.</div>
<div class="p1">
Aku pun bangun dan memeluk Andri.</div>
<div class="p1">
Kepalanya aku benamkan di dadaku.</div>
<div class="p1">
"Enak banget, Dri.. Thanks yah."</div>
<div class="p1">
"mmmIIya..mmmaku..mmjuga..mmenak." Andri menjawab dalam dekapan dadaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku melepaskan pelukanku dan menarik Andri ke ranjang.</div>
<div class="p1">
Aku dorong dia ke ranjang dalam posisi terlentang.</div>
<div class="p1">
"Sekarang gantian.. biar aku yang jilat titit kamu, Dri."</div>
<div class="p1">
Aku tarik celananya. Burung Andri terlihat telah tegak.</div>
<div class="p1">
Aku memegangnya dan mulai menjilati kepala titit Andri.</div>
<div class="p1">
Andri mendesis kenikmatan.</div>
<div class="p1">
Seluruh batang Andri aku jilati, tidak ada yang terlewat.</div>
<div class="p1">
Bahkan bijinya pun aku jilati satu per satu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku mulai memasukkan kepala titit Andri dan mengulumnya dengan lembut.</div>
<div class="p1">
Andri semakin menikmati sensasi di tititnya.</div>
<div class="p1">
Aku pun mulai menaik turunkan kepalaku, mengocok lembut batang keras ini.</div>
<div class="p1">
Andri pun mulai menggerakkan pinggulnya mengikuti irama kepalaku.</div>
<div class="p1">
Hal ini semakin membuatku gemas.</div>
<div class="p1">
Aku pun berusaha memasukkan seluruh batang Andri ke mulutku.</div>
<div class="p1">
Wow.. Aku berhasil memasukkan semuanya sampai ke pangkal.</div>
<div class="p1">
Tenggorokanku terasa penuh.</div>
<div class="p1">
Tapi aku hampir tersedak, segera mencabutnya dan melanjutkan kocokan dengan mulutku.</div>
<div class="p1">
Andri semakin cepat menggerakkan pinggulnya.</div>
<div class="p1">
Penisnya terasa semakin membesar.</div>
<div class="p1">
Aku semakin erat mengulumnya.</div>
<div class="p1">
Tiba-tiba Andri menyemburkan air maninya ke dalam mulutku.</div>
<div class="p1">
Tangannya menahan kepalaku, membuatku tidak bisa menghindari semburan ini.</div>
<div class="p1">
Rasanya banyak sekali membuatku secara refleks menelan sperma yang banyak.</div>
<div class="p1">
Sebagian malah telah lari ke hidungku membuatku bangkis sperma.</div>
<div class="p1">
Andri tertawa melihatnya dan akupun tertawa juga.</div>
<div class="p1">
Air mani Andri sangat enak. Asin yang enak. </div>
<div class="p1">
Bau Bayclin juga tetapi tidak menyengat.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Gila, Yu.. Enak banget sih diemut sama kamu."</div>
<div class="p1">
"Kamu juga enak emut Ayu tadi."</div>
<div class="p1">
"Sorry yah sampai nyemprot di mulut kamu."</div>
<div class="p1">
"Iya nih.. sampai kepalaku juga ditahan..."</div>
<div class="p1">
"Sorry.. soryy..."</div>
<div class="p1">
"Kaga apa, Dri. Aku suka air mani kamu. Enak rasanya."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Hari sudah pukul 18.00. Aku harus pulang.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku sempat melirik ke komputer Andri yang masih menampilkan </div>
<div class="p1">
gambar-gambar telanjang.</div>
<div class="p1">
Aku melihat cukup jelas ada gambar dimana seorang wanita dibuka lebar-lebar</div>
<div class="p1">
kakinya dan di vaginanya menancap penis laki-laki.</div>
<div class="p1">
Aku tahu pasti itu menancap.</div>
<div class="p1">
Karena aku bisa membandingkan penis Andri dengan gambar tersebut.</div>
<div class="p1">
Kepala penis tidak terlihat, hanya pangkal penis saja yang sudah menempel ke vagina.</div>
<div class="p1">
Wah.. apa rasanya dimasukkan seperti itu yah?</div>
<div class="p1">
Pikiran itu memenuhi kepalaku sejak perjalan pulang dari rumah Andri.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku masih kelelahan akibat nikmatnya permainan lidah Andri dan tertidur lebih awal.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
------</div>
<div class="p1">
Hari ini aku tidak bisa ke rumah Andri.</div>
<div class="p1">
Aku sangat kecewa. Andri pun begitu.</div>
<div class="p1">
Di rumahku sedang ada persiapan membuat kue untuk tante.</div>
<div class="p1">
Besok, Sabtu, Mama dan Papa mau ke rumah tante di Bogor. Baru pulang hari Minggu.</div>
<div class="p1">
Aku tidak mau ikut dan Papa tidak keberatan. Harus ada yang jaga rumah, katanya.</div>
<div class="p1">
Walaupun aku anak perempuan satu-satunya, aku sering ditinggal sendiri di rumah</div>
<div class="p1">
dengan pembantu.</div>
<div class="p1">
Orang tuaku cukup percaya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Malamnya aku menelpon Andri memberitahukan kemungkinan rumah kosong selama Sabtu.</div>
<div class="p1">
Andri menyambut kabar gembira ini.</div>
<div class="p1">
Aku menutup telepon dan mulai merencanakan bagaimana supaya Mbak Juminten bisa keluar rumah.</div>
<div class="p1">
Aku berencana untuk memasukkan titit Andri ke dalamku.</div>
<div class="p1">
Google kupakai untuk melihat berbagai gambar senggama.</div>
<div class="p1">
Berbagai informasi kucari.</div>
<div class="p1">
Aku tahu kalau pertama kali berhubungan bisa sakit.</div>
<div class="p1">
Untuk itu aku pikir harus aku yang mendorong masuk.</div>
<div class="p1">
Biar bisa diatur tingkat kesakitannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pagi-pagi buta, orang tuaku sudah berangkat.</div>
<div class="p1">
Aku tidak tahu kapan perginya.</div>
<div class="p1">
Mbak Juminten aku kasih tahu agar menelpon pacarnya dan pergi pacaran.</div>
<div class="p1">
Dia bingung tapi senang dapat ijin seperti itu.</div>
<div class="p1">
Aku bilang pulang malam juga tidak apa-apa, tapi jangan lewat dari jam sembilan.</div>
<div class="p1">
Dia tanya siapa yang akan menemaniku.</div>
<div class="p1">
Aku bilang nanti teman-teman akan datang.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Jam 7.30 Andri sudah mengebel rumahku.</div>
<div class="p1">
Mbak Juminten membukakan pintu mempersilahkan Andri duduk.</div>
<div class="p1">
Aku panggil Mbak Juminten memberitahunya bahwa dia sudah boleh pergi.</div>
<div class="p1">
Tetapi pacarnya baru menjemput pk 8.00.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku dan Andri berbicara ke sana ke mari sambil menunggu mbak Juminten dijemput.</div>
<div class="p1">
"Dri.. dah makan pagi belom?"</div>
<div class="p1">
"Belom Yu."</div>
<div class="p1">
"Mau makan gak? Ada roti nih dan berbagai macam selai."</div>
<div class="p1">
"Boleh juga. Abis tadi buru-buru langsung jalan sih."</div>
<div class="p1">
"Hahahahaha.. aku tahu kenapa buru-buru."</div>
<div class="p1">
"Iya deh... hahahaha.. Mamaku sampai bingung. Hari Sabtu bisa bangun pagi."</div>
<div class="p1">
"Aku belum mandi nih. Mandi dulu yah. Nanti kalo mbak Juminten pergi, kamu bantu kunci rumah yah!"</div>
<div class="p1">
"Ok, Yu!"</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Pada saat aku mandi, Mbak Juminten berteriak pamitan. </div>
<div class="p1">
Aku bilang biar Andri yang bantu kunci pintu.</div>
<div class="p1">
Akupun segera mempercepat mandiku.</div>
<div class="p1">
Setelah selesai mengeringkan badanku dengan handuk, aku mengintip keluar.</div>
<div class="p1">
Mendengarkan kalau Mbak Juminten memang sudah pergi.</div>
<div class="p1">
Hanya suara TV di ruang keluarga. Andri memang sedang menonton TV.</div>
<div class="p1">
Aku memutuskan untuk tidak berpakaian.</div>
<div class="p1">
Hanya memakai handuk.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku mengendap-endap ke belakang Andri yang sedang asyik menonton TV.</div>
<div class="p1">
"DORR!!"</div>
<div class="p1">
"Aduh.. aduh.. kaget tahu!"</div>
<div class="p1">
"Hahahahaha...Kena kamu."</div>
<div class="p1">
Andri membalikkan badan mau marah tetapi tidak jadi.</div>
<div class="p1">
Badanku yang hanya tertutup sebagian saja dengan handuk menjadi pereda amarah.</div>
<div class="p1">
"wow.. sexy banget kamu, Ayu!"</div>
<div class="p1">
"Gombal deh!"</div>
<div class="p1">
"Biarin.. yang penting menurutku, kamu memang sexy!"</div>
<div class="p1">
Aku mengambil handukku dan menimpuknya ke arah Andri.</div>
<div class="p1">
Andri menangkisnya dan mengejar diriku yang telanjang bulat.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku pun tertangkap dengan mudah.</div>
<div class="p1">
Aku memang sengaja tidak lari jauh-jauh.</div>
<div class="p1">
Andri memelukku dari belakang.</div>
<div class="p1">
Tangannya segera menutupi dadaku.</div>
<div class="p1">
Nyaman sekali.</div>
<div class="p1">
Pantatku pun merasakan kalau batang Andri sudah tegak.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Ayo kita ke kamarku."</div>
<div class="p1">
Aku menuntun Andri ke kamarku.</div>
<div class="p1">
Kamar yang belum pernah dimasuki laki-laki kecuali Papa.</div>
<div class="p1">
Pintu kamar aku biarkan terbuka.</div>
<div class="p1">
Toh.. tidak ada orang lain.</div>
<div class="p1">
Begitu masuk aku segera membalikkan badan dan jongkok.</div>
<div class="p1">
Aku membuka celana jeans Andri dan menurunkannya.</div>
<div class="p1">
Terlihat jelas celana dalam Andri berusaha keras menutupi batang yang mengeras.</div>
<div class="p1">
Akupun menurunkan celana dalam Andri.</div>
<div class="p1">
Burung Andri segera membebaskan diri dan menantangku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku yang sudah nafsu segera menjilati burung penantang ini.</div>
<div class="p1">
Andri yang kenikmatan mulai menggerakkan pinggulnya.</div>
<div class="p1">
Tangan Andri membelai kepalaku selama mulutku digagahinya.</div>
<div class="p1">
Cukup lama mulutku dikocok-kocok sang burung.</div>
<div class="p1">
Ketika aku merasakan Andri hendak menyemprot, aku hentikan kegiatan nikmat ini.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Yah.. kok berhenti, Yu? Nanggung nih.."</div>
<div class="p1">
"Biarin aja... Biar kamu tahan dulu. Masa baru sebentar sudah selesai."</div>
<div class="p1">
Aku menarik Andri ke depan komputer dan menyuruhnya duduk di sebelahku.</div>
<div class="p1">
Kemarin malam aku sudah menyimpan beberapa gambar dari Google.</div>
<div class="p1">
Beberapa pose pria dan wanita bersenggama.</div>
<div class="p1">
Bahkan beberapa di antaranya ada satu wanita yang digagahi lebih dari satu pria.</div>
<div class="p1">
Aku memperlihatkan gambar-gambar ini ke Andri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Wow.. Ayu.. ternyata suka gambar porno yah?"</div>
<div class="p1">
"Bukan.. cuma lagi studi banding. Hahahaha.."</div>
<div class="p1">
Koleksi yang ku-download cukup banyak.</div>
<div class="p1">
Andri melihat-lihat beberapa dan berhenti di foto favoritku.</div>
<div class="p1">
Seorang wanita terlihat senang dimasuki vaginanya oleh titit yang besar.</div>
<div class="p1">
"Kamu mau kayak gitu, Dri?"</div>
<div class="p1">
"A..aa...aaku...." Andri tergagap. Mungkin terkejut.</div>
<div class="p1">
"Kok malah jadi gagap sih.. Mau, gak?"</div>
<div class="p1">
"A..Aku... memangnya bisa yah masuk begitu?"</div>
<div class="p1">
"Kita coba aja yuk, Dri. Biar tahu."</div>
<div class="p1">
Aku memang sudah membayangkan senggama sejak semalam.</div>
<div class="p1">
Titit Andri yang keras memasuki vaginaku..</div>
<div class="p1">
Oh... apa rasanya yah?</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku menarik Andri ke ranjang.</div>
<div class="p1">
Kaosnya aku lepaskan sehingga Andri sekarang telanjang bulat juga.</div>
<div class="p1">
Aku membaringkan diriku di ranjang, sama seperti gambar senggama itu.</div>
<div class="p1">
"Ayo, Dri. Sini." aku mengajak Andri.</div>
<div class="p1">
Andri dengan tititnya yang mengeras mendekat.</div>
<div class="p1">
"Gimana caranya, Yu?"</div>
<div class="p1">
"Masukin saja ke sini."Aku menunjuk vaginaku yang sudah basah.</div>
<div class="p1">
Aku meraih titit Andri dan mulai menggesekkan ke vaginaku.</div>
<div class="p1">
Andri mengalami kenikmatan.</div>
<div class="p1">
"Dri.. jangan nyemprot dulu yah.. kamu harus masukin dulu baru boleh nyemprot."</div>
<div class="p1">
"Ok, Yu!"</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri mengambil alih kegiatan. </div>
<div class="p1">
Ia menggosokkan tititnya dengan teratur.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.</div>
<div class="p1">
Baru di luar saja sudah enak begini.</div>
<div class="p1">
Apalagi kalau dimasukin ke dalam yah.</div>
<div class="p1">
"Dri.. masukin dong pelan-pelan. Pelan-pelan lho. Abis katanya sakit kalo pertama kali dimasukin."</div>
<div class="p1">
"Ok Yu.. Kalo memang sakit, bilang yah."</div>
<div class="p1">
"Iya Dri.. Pelan-pelan.. tapi kalau aku kesakitan, jangan langsung dicabut. Aku coba tahan sakitnya."</div>
<div class="p1">
"Ok Yu.."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri mengubah posisinya lebih mendekat.</div>
<div class="p1">
Tititnya dipegang sambil diarahkan ke vaginaku.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan kalau vaginaku mulai didesak batang keras.</div>
<div class="p1">
Aku mulai tegang dan pahaku mulai menutup sehingga Andri kesulitan.</div>
<div class="p1">
"Yu.. kok jadi tegang sih.. Relaks aja."</div>
<div class="p1">
"Iya, Dri... sorry.. bentar.. ambil nafas dulu..."</div>
<div class="p1">
Aku mengatur nafas sehingga aku lebih relaks.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri pun melanjutkan usahanya.</div>
<div class="p1">
Aku lebih relaks sekarang.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan batang itu sudah menyeruak lebih dalam.</div>
<div class="p1">
Mentok.</div>
<div class="p1">
Selaput daraku menahan laju lebih lanjut.</div>
<div class="p1">
"Tahan Dri.. Biar vaginaku terbiasa dulu sebentar."</div>
<div class="p1">
Andri melihat ke bawah dan tersenyum.</div>
<div class="p1">
"Ayu.. kepala tititku sudah ditelan vagina kamu."</div>
<div class="p1">
Aku pun bahagia melihat reaksi Andri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Vaginaku terasa sesak tetapi sudah mulai terbiasa.</div>
<div class="p1">
Selaput daraku terasa diketok-ketok oleh denyutan titit Andri.</div>
<div class="p1">
Aku menarik nafas mengatur irama. </div>
<div class="p1">
Aku menyiapkan diri agar Andri bisa menembusku.</div>
<div class="p1">
"Ayo Dri.. Aku rasanya sudah siap. Langsung sodok yang keras yah. Biar jebol."</div>
<div class="p1">
Andri semakin nafsu.</div>
<div class="p1">
Sodokan pertama kurang kencang. Aku merasakan sedikit kesakitan.</div>
<div class="p1">
Sodokan kedua pun masih kurang kuat. Aku mulai meringis kesakitan.</div>
<div class="p1">
"Sakit yah, Yu? Apa stop saja?"</div>
<div class="p1">
"Jangan, Dri...Masih bisa tahan sakitnya.. Yang kuat dong sodoknya.."</div>
<div class="p1">
"kamu atur nafas dulu gih.. biar lebih relaks.. kayaknya terlalu dijepit. Susah sodoknya."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku mengikuti anjuran Andri. Rasa sakit perlahan-lahan menghilang.</div>
<div class="p1">
Begitu aku menarik nafas lega, tiba-tiba Andri menyodok dengan kuatnya.</div>
<div class="p1">
Aku mengigit bibirku menahan sakit. Kurasakan ada yang robek di vaginaku.</div>
<div class="p1">
Air mata menahan sakit menitik di kedua mataku.</div>
<div class="p1">
Andri melihatku dengan tidak tega. </div>
<div class="p1">
Dia berusaha menarik tititnya tetapi vaginaku masih berasa sakit.</div>
<div class="p1">
Aku pun menahan pinggulnya.</div>
<div class="p1">
"Jangan gerak dulu, Dri. Masih sakit."</div>
<div class="p1">
Andri mengangguk.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Vaginaku berasa penuh sekali. Rasanya ada yang mengganjal.</div>
<div class="p1">
Iya lah.. ada titit Andri yang sedang keras-kerasnya di dalamku.</div>
<div class="p1">
Aku mengambil handphoneku yang memang ada di sebelahku.</div>
<div class="p1">
"Dri.. foto-in dong. Aku kan tidak bisa melihat ke bawah."</div>
<div class="p1">
Andri mengambil beberapa foto sesaat setelah tititnya berhasil menjebol perawanku.</div>
<div class="p1">
Terlihat jelas kalau titit Andri masuk sepenuhnya. </div>
<div class="p1">
Darah perawanku pun terlihat jelas melumuri sekeliling vagina.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku tersenyum bahagia. Ah.. rupanya seperti ini kalau difoto.</div>
<div class="p1">
Persis seperti gambar-gambar di komputer.</div>
<div class="p1">
Andri mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan.</div>
<div class="p1">
Sepertinya takut-takut. Takut aku masih kesakitan.</div>
<div class="p1">
Memang sih aku masih merasakan perih tetapi sudah jauh lebih baik.</div>
<div class="p1">
Goyangan perlahan Andri membuatku lebih terangsang daripada kesakitan.</div>
<div class="p1">
"Ayu.. vagina kamu luar biasa deh. Aku merasakan remasan yang nikmat."</div>
<div class="p1">
"Aku juga enak, Dri. Batang keras kamu rasanya mengganjal penuh di dalamku."</div>
<div class="p1">
Andri terus menggoyangkan kemaluannya, keluar masuk kemaluanku.</div>
<div class="p1">
Aku mulai menikmati permainan ini.</div>
<div class="p1">
Ah.. tidak salah memang memilih Andri sebagai teman bermain.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Semakin lama semakin cepat goyangan Andri dan aku semakin terangsang.</div>
<div class="p1">
Badanku mulai semakin menegang menuju puncak kenikmatan.</div>
<div class="p1">
Setiap Andri menyodokku, akupun menyambutnya dengan sodokan juga.</div>
<div class="p1">
Terasa titit Andri menyentuh rahimku.</div>
<div class="p1">
Wah.. rahimku.. jangan sampai Andri nyemprot di dalam. Bisa hamil nih.</div>
<div class="p1">
Baru saja aku berpikir demikian, Andri berteriak sambil menyodok lebih dalam.</div>
<div class="p1">
Dan aku merasakan semprotan-semprotan panas di dalamku.</div>
<div class="p1">
Hal ini malah membuatku lebih terangsang dan aku malah menggerakkan pinggulku.</div>
<div class="p1">
Mempercepat perjalananku menuju puncak kenikmatan.</div>
<div class="p1">
"Ah.. ah.. ah... AAAHHHHH..."</div>
<div class="p1">
Aku pun mencapai puncaknya berbarengan dengan semprotan terakhir dari Andri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri melepaskan semua muatannya di dalamku.</div>
<div class="p1">
Aku sudah tidak peduli lagi apakah aku hamil atau tidak.</div>
<div class="p1">
Andri terjatuh memelukku. Tititnya masih di dalamku.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan kehangatan cinta, di dalamku dan dalam pelukan Andri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ketika kekuatan kami pulih, Andri bangun dan mulai mengulum-ngulum dadaku.</div>
<div class="p1">
Ah.. enak banget.. memang baru kali ini Andri mengulum dadaku.</div>
<div class="p1">
Aku merasakan vaginaku basah lagi. </div>
<div class="p1">
Andri terlihat menikmati dadaku.</div>
<div class="p1">
Aku seperti seorang ibu yang sedang menyusui anaknya.</div>
<div class="p1">
Bahagia rasanya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri berpindah mengulum dadaku yang satu lagi.</div>
<div class="p1">
Wow.. kenikmatan dobel. </div>
<div class="p1">
Tanganku secara naluriah mencari titit Andri.</div>
<div class="p1">
Andri mendekatkan tititnya ke tanganku dan mulai merasakan pijatan yang aku lakukan.</div>
<div class="p1">
Masih lembek tititnya tetapi aku merasakan kekerasannya mulai kembali.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Dri.. stop dulu.. Aku haus."</div>
<div class="p1">
Andri menghentikan hisapannya di dadaku.</div>
<div class="p1">
"Iya aku haus juga. Hisap-hisap dada kamu tidak ada yang keluar."</div>
<div class="p1">
"Yeee... gimana sih? Kalo ada susunya berarti aku sudah hamil dong. Ambil air minum gih di kulkas."</div>
<div class="p1">
Andri menurut dan berjalan keluar menuju kulkas.</div>
<div class="p1">
Tititnya yang setengah keras bergoyang ke sana sini selagi ia berjalan.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku bangun dan merapikan ranjang.</div>
<div class="p1">
Wah.. darah perawanku membasahi sprei ranjangku.</div>
<div class="p1">
Ah.. bilang aja nanti darah mens-ku merembes.</div>
<div class="p1">
Hatiku senang sekali sudah bisa merasakan titit di dalamku.</div>
<div class="p1">
Rasanya masih mengganjal saja. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Nih, Yu.. air dinginnya.. Wah.. darahnya kena ranjang yah?"</div>
<div class="p1">
"Iya Dri.. thanks yah!" Aku mencium bibir Andri. </div>
<div class="p1">
Pertama kali aku mencium bibir cowok.</div>
<div class="p1">
Mustinya sih kalau lihat film-film, ciuman terjadi sebelum senggama.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku sudah terlalu nafsu. Jadi langsung ke kelamin deh.</div>
<div class="p1">
Andri yang juga baru pertama kali menciumku cukup kaget tetapi terus melanjutkan ciumannya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku melepaskan bibirku dan minum lagi.</div>
<div class="p1">
Andri ternganga dengan pose masih seperti menciumku.</div>
<div class="p1">
Manis sekali.. Aku tertawa melihatnya.</div>
<div class="p1">
Andri mengambil gelas di tanganku dan meminum air dingin seteguk.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Wah.. baru jam sepuluh.. kita bisa berapa kali kayak gini yah, Yu?"</div>
<div class="p1">
"Sekuat kamu aja, Dri. Aku suka banget merasakan titit kamu di dalamku."</div>
<div class="p1">
"Kalo begitu, ayo lanjut."</div>
<div class="p1">
Andri dengan sigap menarikku ke atas ranjang.</div>
<div class="p1">
Dia menindihku tetapi masih menahan badannya dengan siku tangan.</div>
<div class="p1">
Ia mulai mencium bibirku dengan lembut.</div>
<div class="p1">
Aku menerimanya dan mulai membuka bibirku.</div>
<div class="p1">
Lidah Andri mulai menari di dalam mulutku.</div>
<div class="p1">
Memainkan lidahku. Enak sekali.</div>
<div class="p1">
"Wow, Dri.. enak banget lidah kamu. Belajar di mana sih?"</div>
<div class="p1">
"Kaga belajar di mana-mana. Kamu tuh cewek pertama yang aku cium."</div>
<div class="p1">
"Oh.. gitu.. kok kayaknya sudah ahli dalam ciuman sih? Aku suka banget."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku merasakan titit Andri mulai keras lagi.</div>
<div class="p1">
Andri kembali melanjutkan ciumannya.</div>
<div class="p1">
Mulai dari bibir, ke leher, ke payudaraku.. kiri dan kanan..</div>
<div class="p1">
Ke perutku.. ke pusar... ke paha.. dan bulu-bulu halus jembutku.</div>
<div class="p1">
Baru kali ini aku merasakan seluruh badanku diciumi.</div>
<div class="p1">
Aku sampai merinding karena nikmatnya.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku menggapai titit Andri dan menemukannya dalam kondisi sudah sangat keras.</div>
<div class="p1">
Aku bangun dan segera menjilati kepala titit Andri.</div>
<div class="p1">
Entah kenapa rasanya enak sekali menjilati titit.</div>
<div class="p1">
Aku mulai tidak dapat menahan diri.</div>
<div class="p1">
Andri kudorong agar terbaring.</div>
<div class="p1">
Tititnya menjulang ke atas.</div>
<div class="p1">
Aku memegangnya dan mengarahkannya ke vaginaku.</div>
<div class="p1">
Perlahan-lahan kududuki titit yang keras itu.</div>
<div class="p1">
Masuk secara perlahan tetapi nikmat ke dalam kelaminku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Aku mulai bergerak naik turun. Rasanya nikmat sekali.</div>
<div class="p1">
"Dri.. tiap hari kita senggama kayak gini yuk"</div>
<div class="p1">
"Siapa takut?"</div>
<div class="p1">
"Hahaha.. bisa aja kamu."</div>
<div class="p1">
Aku pun terus menerus naik turun sampai libidoku meningkat secara perlahan.</div>
<div class="p1">
Tangan Andri selama ini meremas-remas payudaraku.</div>
<div class="p1">
"Kenyal banget sih dada kamu, Yu! Pengen hisap-hisap terus deh."</div>
<div class="p1">
"Hisap gih." Aku mengubah posisi, mendekatkan dadaku agar mudah dihisap oleh Andri.</div>
<div class="p1">
Hisapan Andri dan titit keras Andri yang keluar masuk diriku, membuatku mabuk kepayang.</div>
<div class="p1">
Aku pun mempercepat goyanganku, membuat dadaku bergerak liar.</div>
<div class="p1">
"Hnn..hnnn..oohhh..ohhh.. ahhh.. AAAAHHHHHH"</div>
<div class="p1">
Aku berteriak kenikmatan..</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Andri yang belum sampai, mengubah posisi menjadi doggy style.</div>
<div class="p1">
Tititnya dimasukkan dari belakang.</div>
<div class="p1">
Sodokan-sodokan lembut Andri perlahan-lahan menjadi kasar.</div>
<div class="p1">
Biji Andri bergoyang-goyang menepuk clitorisku.</div>
<div class="p1">
Perasaan nikmat doggy style sangat berbeda.</div>
<div class="p1">
Tidak lama aku pun menyemprotkan kehangatan ke titit Andri.</div>
<div class="p1">
Andri masih kuat menggoyang-goyangkkan pinggulnya.</div>
<div class="p1">
Tetapi kurasakan kalau Andri hendak menyemprot kembali.</div>
<div class="p1">
Aku ingat kembali akan resiko hamil tetapi sudah tidak ada tenaga melawan kenikmatan ini.</div>
<div class="p1">
Sodokan-sodokan Andri semakin liar dan..</div>
<div class="p1">
"Ahhh.. ENAK BANGET." Andri berteriak dan menyemburkan air maninya kembali.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kami berdua telah keringatan luar biasa. Keringat kami sampai menetes deras.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku suka sekali badan Andri yang keringatan. Bau tubuhnya sangat merangsang.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Total telah 3 jam kami berhubungan badan. Perut terasa lapar juga.</div>
<div class="p1">
"Dri.. makan yuk.. Lapar juga nih."</div>
<div class="p1">
"Ayo.. makan apa? Ada apa yang bisa dimakan?"</div>
<div class="p1">
"Ada nasi putih.. tapi kaga tahu ada sayur atau tidak. Atau mau mi instan?"</div>
<div class="p1">
"Wah jangan mi instan. Kalo kaga ada sayur, kita bikin nasi goreng saja."</div>
<div class="p1">
"Memangnya kamu bisa masak, Dri?"</div>
<div class="p1">
"Bisa dong.. tapi memang cuma nasi goreng doang."</div>
<div class="p1">
"Ayo deh kalo gitu."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kami berdua dengan badan telanjang dan keringatan menuju dapur.</div>
<div class="p1">
Aku sempat mengambil handuk untuk mengelap keringat kami berdua.</div>
<div class="p1">
Jadi kami memasak nasi goreng untuk makan siang.</div>
<div class="p1">
Kami menyantap di meja makan sambil tetap telanjang.</div>
<div class="p1">
Aku perhatikan sekali-kali titit Andri menegang dan melembek.</div>
<div class="p1">
Gemas deh.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Habis makan siang kami membereskan perabot dan mandi siang.</div>
<div class="p1">
Menghilangkan keringat sehabis ronde pagi.</div>
<div class="p1">
Kamar mandi keluargaku cukup besar untuk kami mandi berdua.</div>
<div class="p1">
Ini kali pertama aku mandi bersama laki-laki.</div>
<div class="p1">
Aku menggosokkan punggung Andri dan mengusap-usap titit Andri.</div>
<div class="p1">
Tititnya jadi keras lagi.</div>
<div class="p1">
Andri pun menggosok punggungku dan tangan nakalnya juga beraksi di dadaku dan vaginaku.</div>
<div class="p1">
Tetapi aku mencegah Andri terlalu lama di vaginaku. Masih perih.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Tidak kurasa baru beberapa hari sejak kejadian tabrakanku dengan Andri,</div>
<div class="p1">
pengetahuan seks kami bertambah dengan cepat.</div>
<div class="p1">
Bahkan aku sudah melakukan senggama.</div>
<div class="p1">
Enak banget lagi. </div>
<div class="p1">
"Dri.. kalau kemarin itu kita tidak tabrakan, kira-kira kita bisa begini gak yah?"</div>
<div class="p1">
Andri yang masih menyabuni dadaku dari belakang meremasnya.</div>
<div class="p1">
"Yah... mana mungkin, Yu. Aku cuma bisa mengagumi kamu dari jauh. Kamu cantik, Yu"</div>
<div class="p1">
"Gombal ah"</div>
<div class="p1">
Aku melepaskan pelukan Andri dan berbalik menghadapinya.</div>
<div class="p1">
Aku raih tititnya dan mengocok lembut dengan sabun.</div>
<div class="p1">
"Menyesal gak tabrakan denganku?"</div>
<div class="p1">
"Kaga"</div>
<div class="p1">
"Menyesal gak pegang-pegang dadaku?"</div>
<div class="p1">
"Mana mungkin bisa menyesal."</div>
<div class="p1">
"Menyesal gak hisap-hisap dadaku dan vaginaku?"</div>
<div class="p1">
"Kalo boleh, mau setiap saat."</div>
<div class="p1">
"Benar nih?"</div>
<div class="p1">
"Iya dong."</div>
<div class="p1">
"Kalo tiap hari masukin titit ke dalamku?"</div>
<div class="p1">
"Apalagi itu. Kalo bisa terus nempel, mau terus nempel."</div>
<div class="p1">
"Kalo gitu janji yah.. Setiap saat memungkinkan, Andri harus memasukkan tititnya ke vagina Ayu."</div>
<div class="p1">
"Wah.. kalo janji seperti itu.. Andri tidak akan mengingkarinya. Andri berjanji."</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kami pun menyudahi mandi bersama. Saling mengeringkan badan.</div>
<div class="p1">
Saling memainkan kelamin.</div>
<div class="p1">
Kami pun kembali ke kamarku.</div>
<div class="p1">
Berbaring telanjang. </div>
<div class="p1">
Perut kenyang dan kelelahan membuat kami mengantuk.</div>
<div class="p1">
Kami pun tertidur sambil berpelukan.</div>
<div class="p1">
Tentunya posisi ini aku manfaatkan dengan baik.</div>
<div class="p1">
Aku tertidur sambil memegang titit Andri.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Rasanya belum lama kami tertidur, bel rumah berbunyi.</div>
<div class="p1">
Kami berdua terbangun dengan panik.</div>
<div class="p1">
Mbak Juminten sudah pulang. Jam berapa nih?</div>
<div class="p1">
Kami buru-buru berpakaian. </div>
<div class="p1">
Andri tidak dapat menemukan celana dalamnya.</div>
<div class="p1">
Akupun hanya memakai BH dan daster panjang.</div>
<div class="p1">
Setelah melihat bahwa kami cukup sopan berpakaian, aku segera membukakan pintu.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
"Kok lama bukain pintunya?" Mbak Juminten bertanya curiga.</div>
<div class="p1">
"Itu tadi Andri lupa taruh di mana kuncinya."</div>
<div class="p1">
"Lho, Andri masih di sini?"</div>
<div class="p1">
"Iya lah... masa meninggalkan aku sendirian di rumah?"</div>
<div class="p1">
"Halo Mba Ju" sapa Andri. "Baru pulang nih?"</div>
<div class="p1">
"Iya.. Kalian sudah makan? Sini biar Mba Ju siapkan makan sore"</div>
<div class="p1">
Wah.. memang sudah sore rupanya. </div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Mba Ju pun menyiapkan makan malam buat kami berdua.</div>
<div class="p1">
Kami makan sambil tersenyum-senyum.</div>
<div class="p1">
Apalagi Mba Ju selalu ada di dapur, tidak keluar.</div>
<div class="p1">
Sambil makan aku mengelus selangkangan Andri, mengetahui dia belum mengenakan celana dalam.</div>
<div class="p1">
Dasterku pun tersingkap sampai selangkangan.</div>
<div class="p1">
Andri juga senang mengelus pahaku sambil sesekali mengenai vaginaku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Selesai makan malam aku meminta Mba Ju untuk membereskan meja makan.</div>
<div class="p1">
Kami berdua pindah kembali ke kamarku </div>
<div class="p1">
sambil memberikan alasan kalau tugas sekolah kami tinggal sedikit lagi.</div>
<div class="p1">
Andri mengerti maksudku.</div>
<div class="p1">
Begitu masuk kamar, aku segera menguncinya.</div>
<div class="p1">
Berbalik ke Andri dan segera membuka jeansnya.</div>
<div class="p1">
Titit Andri sudah keras sekali dan memekku memang sudah sangat basah.</div>
<div class="p1">
Andri segera kudorong ke ranjang.</div>
<div class="p1">
Aku senang dengan posisi di atas.</div>
<div class="p1">
Titit Andri segera kududuki. Sekarang lebih mudah masuknya.</div>
<div class="p1">
Masih sedikit perih tapi sudah jauh lebih enak.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Akupun menggoyang-goyangkan pinggulku.</div>
<div class="p1">
Nikmat sekali. </div>
<div class="p1">
Andri pun terlihat sangat menikmati.</div>
<div class="p1">
Tangan Andri bersemangat memainkan kedua buah dadaku.</div>
<div class="p1">
Andri bergeser ke posisi duduk sehingga bisa menghisap dadaku.</div>
<div class="p1">
Aku serasa melayang di angkasa.</div>
<div class="p1">
Dadaku terasa sangat nikmat dihisap Andri.</div>
<div class="p1">
Tidak lama aku merasakan badan Andri mulai bergetar.</div>
<div class="p1">
Aku tahu sekarang kalau Andri ingin menyemburkan benih-benihnya di dalamku.</div>
<div class="p1">
Pengetahuan ini malah membuatku ingin segera merasakan kehangatannya.</div>
<div class="p1">
Kupercepat goyangan pinggulku. </div>
<div class="p1">
Andri pun semakin buas melahap dadaku.</div>
<div class="p1">
"aaarrhhhh... aku nyemprot lagi, Yu...."</div>
<div class="p1">
Aku puas dan bahagia sekali. Kehangatan sperma memenuhi kelaminku.</div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kami pun membersihkan diri dengan tisu. </div>
<div class="p1">
Kami menemukan celana dalam Andri di tumpukan bantal, </div>
<div class="p1">
tetapi aku bilang aku mau menyimpannya.</div>
<div class="p1">
Andri kusuruh memilih salah satu celana dalamku untuk dipakainya.</div>
<div class="p1">
Tukeran.</div>
<div class="p1">
Aku menyukai bau kelamin Andri yang menempel di celananya.</div>
<div class="p1">
Malam itu aku tertidur sambil menghirup wangi air mani di celana dalam Andri dan bermasturbasi.</div>
<div class="p1">
Kelas 3 SMP dan berumur 15 tahun. Aku sangat menikmati senggama.</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-5169899547615424502014-03-17T21:21:00.000-07:002014-04-30T21:19:53.433-07:00Sayang... Ini Hanya Sebuah Permainan..<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaa,, dah miring otak ni orang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam hati Arga mengumpat mendengar usul yang ditawarkan oleh Dako, usul gila yang dengan cepat disetujui oleh atasannya Pak Prabu, dan kedua teman yang juga memegang jabatan manager seperti dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hari itu, Kantor Arga menerima kunjungan pimpinan pusat yang menetapkan kantornya sebagai cabang perusahaan dengan kinerja terbaik, memberikan bonus liburan dan berhak untuk menggunakan cottage milik perusahaan yang ada disalah satu pesisir pulau jawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tentunya ditambah bonus sejumlah uang. Namun di antara berbagai kegembiraan itu mungkin Arga lah orang yang paling berbahagia. Ya,,, atas bantuan Pak Prabu, Arga disetujui oleh pimpinan pusat untuk menempati bangku pimpinan yang sebelumnya ditempati oleh Pak Prabu. Prabu sendiri, atas prestasinya diminta untuk membantu pusat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah rombongan pusat meninggalkan ruangan, Pak prabu langsung mengangkat gelas yang hanya diisi air mineral mengajak bawahannya untuk bertoast ria. Walau bagaimanapun ada kebanggaan atas penghargaan yang diberikan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun Pak Prabu dengan berat hati menyampaikan bahwa dirinya tidak dapat ikut serta dalam liburan itu, karena telah memiliki janji tersendiri dengan istrinya untuk sebuah liburan di pulau dewata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sendiri tidak begitu peduli dengan keabsenan Pak Prabu, toh dirinya tetap dapat mengikuti liburan rombongan kantor bersama istrinya. Dan ini dapat menjadi kado bulan madu bagi istrinya yang baru dinikahi 3 bulan lalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi apakah Pak Prabu tetap tidak mau ikut rombongan walaupun nantinya kami mengadakan sebuah game dengan perjanjian yang menarik?,” celetuk Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Perjanjian?, emang kalian udah bikin perjanjian apa?” Tanya pak Prabu sambil menatap dako dan Arga bergantian. Seperti halnya Pak Prabu, Arga yang tidak pernah membuat perjanjian apapun tentang liburan pada Dako, pun dibuat bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya, sebagai ucapan terimaksih, saya dan Arga ingin mengusulkan sebuah permainan, untuk membuang kejenuhan atas rutinitas kita, bagaimana jika nanti selama liburan disana kita membebaskan pasangan kita untuk dirayu oleh sesama kita,” papar Dako</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maksudmu?” Tanya Pak Prabu meminta penjelasan yang lebih mendetil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,,, bagi mereka yang beruntung, mungkin dapat dilanjutkan dengan rayuan di atas ranjang, dan atas dasar perjanjian awal tentunya kita tidak boleh melarang untuk ‘penuntasan akhir’ atas usaha kawan kita,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya pikir permainan ini bisa menjadi referensi kepuasan bagi kita, yang setau saya selalu setia dengan istri masing-masing, tentang ‘cita rasa’ dan ‘varian kenikmatan’ dari wanita selain istri kita,” tambahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gila,, bagaimana mungkin usul itu meluncur dengan lancar dari mulut Dako, apalagi dengan membawa-bawa namaku,” Hati Arga mengumpat. Namun ketika dirinya ingin menampik usul Dako, Arga melihat wajah Pak Prabu yang berbinar sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lagian, kenapa perjanjian ini harus mengatasnamakan balas budi, sialan,” hati Arga kembali mengumpat ketika menyadari sulit baginya untuk mengelak dari permainan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yang bener Meennn,,, pastinya loe juga ngajak istri loe yang alim itu kan?,” seru Munaf memastikan Dako mengajak istrinya yang biasa menggunakan busana tertutup lengkap dengan penutup kepalanya. Dako mengangguk pasti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Arga terdiam, Cut Zuraida istri sahabat karibnya itu memang memiliki daya tarik tersendiri dari tubuhnya yang selalu tertutup, wajah putih bersih, berdagu lancip dan hidung yang mancung. “Uuuugghhh,,,benar-benar tawaran yang menggiurkan, terlalu sayang untuk dilewatkan, tapiii,,,” Kini justru Arga yang bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mungkinkah, dalam liburan ini dirinya dapat mencumbu tubuh Zuraida, atau bahkan kalau memungkinkan dapat sedikit berkenalan dengan selangkangan wanita yang menjadi fantasi seksnya sebelum menikah dengan Aryanti, istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi, agar permainan ini semakin seru, kita tidak boleh memberitahukan istri-istri kita tentang permainan ini, disamping untuk menghindari timbulnya pertengkaran suami istri, saya rasa ada tantangan tersendiri bagi kita untuk dapat menikmati tubuh target kita,” ucap Dako dengan tatapan tajam ke arah Arga, dihias senyum penuh misteri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga bingung dengan tatapan itu, muncul pertanyaan besar di kepalanya, apakah Dako yang menjadi temannya sejak bangku SMP itu memang menjadikan istrinya sebagai target utama dalam permainan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekilas Arga teringat pernyataan Dako dihari pernikahannya, yang mengakui keindahan tubuh istrinya, saat melototi tubuh Aryanti yang dibalut kebaya transparan yang sangat ketat dengan puring tipis yang hanya menutupi bagian dada.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“untuk Pak Prabu, sepertinya kita harus memberikan persyaratan tambahan, bapak hanya boleh mengajak simpanan bapak,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaha,,,” celetukan dari Munaf, kontan membuat Pak Prabu terbahak tertawa, Argapun tersenyum kecut mengingat istri sah Pak Prabu, Bu Sofia yang merupakan aktivis arisan ibu-ibu pejabat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebenarnya, Bu Sofia, istri pak Prabu yang telah memasuki umur 40-an, masih terbilang cantik dan selalu tampil seksi dengan pakaiannya yang selalu mengekspos daerah terlarang, dan pastinya masih sangat layak pakai. Hanya saja yang membuat tidak kuat adalah mulutnya yang selalu aktif mengkritik setiap sesuatu yang tidak sesuai dengan hatinya. Alias cerewet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mungkin itulah sebabnya Pak Prabu memilih sebuah hubungan rahasia dengan Sintya, resepsionis kantor yang terkenal montok dan murah hati kepada kaum lelaki dalam hal berpakaian, dan tentunya lebih penurut dibandingkan Bu Sofia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak, tidak,,, Pak Prabu silahkan saja mengajak kedua istrinya, dengan tetap merahasiakan hubungannya dengan Sintya, bukankah kita melakukan permainan ini dengan diam-diam, karena bisa saja saya berhasil mendapatkan tubuh Bu Sofia dengan meminjam kamar kalian, dan pastinya Pak Prabu tidak bisa melarang saya untuk melakukan itu, bukankah begitu Pak prabu?” papar Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pernyataan Dako sontak membuat Arga, Munaf dan Aditya terkejut, kata-kata Dako sudah kelewat batas, meskipun dirinya memang memiliki hasrat yang sama untuk menunggangi tubuh montok istri Pak Prabu itu, tapi tidak selayaknya hal itu diungkapkan langsung dih adapan Pak Prabu, yang nota bene adalah atasannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Whuahahaha,,, saya selalu suka dengan ide gilamu, Dako, silahkan nikmati Sofia sepuasmu bahkan kalau kau juga ingin mencicipi Sintya silahkan saja, tapi jangan salahkan saya bila nanti membuat istrimu yang alim itu terkapar oleh ku,” jawaban Pak Prabu membuat Dako tersenyum kecut. Ternyata tidak hanya Dako yang tersenyum menyambut tawaran Pak Prabu tetapi juga Aditya, Munaf dan tentu saja Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“OK,,, jika semua memang semua telah sepakat, ada baiknya kita mempersiapkan istri-istri kita untuk menyambut pertempuran yang panjang besok lusa,” Pak Prabu menyudahi rapat tambahan para pimpinan itu dengan tertawa terbahak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tunggu pak, saya hanya ingin memastikan, perjanjian ini hanya berlaku saat liburan sajakan?” semua tersenyum dengan pertanyaan Aditya yang sedari tadi lebih banyak diam dan hanya mengangguk-agukkan kepala. Andini, gadis remaja yang dinikahi Aditya hampir berbarengan dengan hari pernikahan Arga itu memang seorang gadis lugu yang dinikahinya satu bulan setelah gadis itu lulus dari bangku SMU. Pastinya Aditya tidak berbeda dengan Arga yang merasa keberatan dengan permainan yang diusulkan dako, karena mereka sendiri masih belum puas mengayuh tubuh istri mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu pasti, permainan kita ini cukuplah menjadi skandal saat liburan, karena tentunya kita tidak ingin rumah tangga kita ataupun rumah tangga rekan kita berantakan,” pungkas Dako sambil merapikan beberapa berkas yang ada di hadapannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang duduk santai di depan TV rumahnya sesekali menatap istrinya yang tengah menyiapkan makan malam mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada-ada saja permintaan Pak Egar itu, komentar dan sikapnya selalu saja bikin orang emosi,” keluh istrinya sambil meletakkan piring berisi ikan Nila yang baru digoreng.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apalagi dengan Pak Egar, dia masih sering menggodamu,” Arga memandangi tubuh semampai yang berjalan menuju freezer disampingnya tubuh Aryanti terbilang langsing dengan pinggul yang bertaut serasi dengan bongkahan pantat montok yang selalu bergetar mengiringi tiap langkah kakinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sungguh aku gak relaaa,,,” bibir Arga mendesah pelan ketika teringat obrolan di kantornya tadi siang, bagaimana mungkin dirinya membiarkan tubuh indah itu ditunggangi oleh teman-teman sekantornya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa? Bicaramu selalu saja pelan, bagaimana aku bisa mendengar,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh,,, Tidak,, aku hanya memanggilmu,” Arga memeluk istrinya dari belakang, membaui rambut tergerai yang masih sedikit basah, tangannya mengelus lembut bongkahan pantat yang selalu saja membuatnya bergairah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Telah sering Arga ingin mencoba lubang bagian belakang yang ada di tengah-tengah pantat itu, sebuah seks anal, tapi Aryanti selalu saja menolaknya, dengan berbagai macam alasan, jijik, jorok, takut sakit, dan puluhan alasan lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang,,, aku masih terlalu capek hari ini, aku tidak yakin dapat melayanimu malam ini, bahkan mungkin aku akan langsung tertidur ketika menyentuh kasur,” keluh Aryanti saat Arga meremasi payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaha,,, Tidak sayang, aku hanya ingin menawarkan sebuah liburan kepadamu, apakah kau bisa mengambil cuti untuk beberapa hari kedepan? Bukankah kau belum mengambil cuti tahun ini,” Arga mencoba mengingat-ingat, bahkan pada saat perkawinan mereka, tepat tiga bulan yang lalu Aryanti tidak dapat mengambil jatah cutinya, semua gara-gara ulah pak Egar manager personalia salah satu bank swasta tempat Aryanti bekerja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Liburan? Ke mana? Kapan?” Wajah Aryanti langsung berbinar, mungkin inilah kesempatan untuk sesaat melepas semua rutinitas yang melelahkan. “Aku yakin kali ini pasti bisa mendapatkan jatah cutiku,” sambungnya cepat, seakan takut Arga menarik kembali tawarannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Besok lusa kantorku mengadakan liburan ke salah satu villa di pesisir pantai, rasanya sangat sayang bila kita melewatkan kesempatan itu, hitung-hitung kita dapat berbulan madu dengan gratis,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bersama rombongan kantormu?,” dahi Aryanti mengerut, dirinya memang telah lama ingin menghabiskan waktu hanya berdua dengan suaminya. Ingin sekali Aryanti mencoba beberapa busana yang menantang, memperlihatkan keindahan tubuhnya dalam berbagai balutan busana yang sengaja dibelinya untuk bulan madu, tapi hanya di depan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga membaca rona kecewa pada wajah cantik itu. “Kau boleh mengenakan apapun yang kau mau, bahkan kau boleh melakukan apa saja disana,” Arga bingung sendiri dengan kalimat yang dilontarkannya, kenapa ia justru begitu takut Aryanti tidak bisa ikut dalam liburan kantornya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi aku malu, disana banyak teman-temanmu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa harus malu, mereka cuma teman-teman sekantorku, bahkan beberapa dari mereka sudah pernah menginap dirumah kita, ayolah sayang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi,,, apakah nanti aku boleh mengenakan hadiah yang diberikan Sintya pada saat perkawinan kita?” Aryanti bertanya dengan pelan, takut mengundang kemarahan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hadiah dari Sintya?” Arga mencoba mengingat-ingat hadiah apa yang telah diberikan oleh staff yang menjadi istri simpanan Pak Prabu itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwgghh,,, dua lembar pakaian renang One Piece dan two piece, kenapa pula Sintya menghadiahkan pakaian semacam itu di acara pernikahan,” Arga mengumpat, jika Aryanti menggunakan itu maka tak ubahnya seperti menjajakan tubuhnya untuk dijamah dan dilahap teman-temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yah,, mungkin kau bisa menggunakan salah satunya, dan menurutku one piece tidak terlalu jelek untukmu,” timpal Arga cepat, one piece lah pilihan terbaik dari yang terburuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga merinding ketika Aryanti menyambut usulnya dengan wajah yang tersenyum. Ruangan menjadi senyap, masing-masing sibuk dengan pikirannya. Tidak ada lagi percakapan serius hingga mereka selesai makan dan beranjak ke tempat tidur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Paginya Arga melahap roti selai kacang dengan sedikit enggan, matanya terus memandangi tubuh Aryanti yang dibalut seragam biru muda dengan list putih disetiap sisinya. Sungguh tubuh yang mempesona, apalagi seragam itu melekat ketat, wajarlah bila banyak lelaki yang menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi, heeyy,,, kenapa Aryanti mengenakan seragam yang lebih ketat dari hari-hari biasanya, tidak salah lagi itu adalah seragam yang telah lama dikeluhkannya karena sudah terlalu kecil untuk membalut tubuhnya yang semakin montok. Seragam itu telah lama tidak digunakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bahkan rok yang sudah terlalu kecil itu berhasil mencetak dengan indah segitiga celana dalam yang membalut bongkahan pantat yang padat, dan lebih tinggi beberapa sentimeter dari rok yang biasa dikenakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas, sebenarnya aku tidak yakin bisa mendapatkan cuti untuk liburan besok,” suara Aryanti mengagetkan lamunan Arga,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Memangnya kenapa?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya, kau tau sendiri bagaimana sikap dan tingkah laku Pak Egar, aku tidak mau dia mengambil kesempatan atas permohonan cutiku ini,” ucap Aryanti sambil mengangkat roknya lebih tinggi untuk mengenakan stocking, hingga Arga dapat melihat celana dalam yang dikenakan istrinya, dengan cepat birahinya terbakar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah sayang, aku rasa kau bisa sedikit menggodanya untuk mendapatkan izin itu, dan aku yakin kau dapat melakukannya,” kalimat itu mengalir dari mulutnya dengan dada yang bergemuruh, paha jenjang yang mulus siapa yang tidak tergiur bila kaki indah itu melenggang dengan seksi. Arga bingung dengan perasaan yang menyesak didadanya, entah kenapa dirinya kini justru ingin sekali memamerkan keindahan itu kepada teman-temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baiklah sayang, semoga aku bisa melakukannya, tapi kau harus tau aku melakukan ini semua hanya untukmu,” ucap Aryanti yang telah siap dengan sepatu hak tinggi. Jemari lentiknya mengambil kunci mobil Yaris yang tergeletak disamping tv.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di kantor Arga tidak dapat bekerja dengan tenang, pikirannya dihantui berbagai misteri yang akan disuguhkan dalam liburan mereka nantinya. Di ruang sebelah, dari dinding pemisah ruangan yang keseluruhan menggunakan kaca, Arga tersenyum melihat Aditya, keponakan Pak Prabu yang tampak asyik berbincang dengan Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampaknya pemuda yang masuk dalam lingkungan kerjanya dengan jalan KKN itu mulai berusaha menggoda Sintya, wajar saja karena dalam liburan nanti dirinya memiliki kebebasan penuh untuk mendapatkan tubuh bahenol dari simpanan pamannya itu. Pukul 15.30, Arga yang melirik jam di ruangan, merasakan waktu berjalan dengan sangat lambat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeii,,heii,,heeiii,,Apakah kalian sudah siap dengan liburan esok,” teriak Dako ketika melewati pintu kacanya yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mendapati sesosok tubuh semampai terbalut jilbab putih di belakang Dako. Melemparkan senyum termanis dengan lesung pipit yang mengapit dikedua pipinya, matanya berbinar indah, dengan raut muka yang penuh keramahan dan keakraban. Ya,,, sebuah senyum yang selalu saja membuat hati Arga tak berkutik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Cut Zuraida, dokter muda istri sahabatnya itu memang memiliki sejuta pesona bagi dirinya. Arga sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin gadis kalem dan lembut itu justru memilih Dako yang terkadang urakan, untuk menjadi teman hidupnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Untuk liburan besok, Aku dan Zuraida telah mempersiapkan semuanya, dan aku harap kau dan istrimu juga begitu,” ucap Dako sambil memeluk pundak istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku harap kau mengajak Aryanti, karena liburan ini pasti akan sangat menyenangkan,” sambung Zuraida, Dako mengedipkan matanya ke arah Arga sambil menyeringai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya pasti liburan ini akan sangat menyenangkan,” balas Arga yang tersenyum kecut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seandainya Zuraida tau, Dako suaminya telah mempersilahkan kepada mereka untuk berlomba mendapatkan tubuh indahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau benar-benar merelakan wanita alim itu disantap oleh teman-temanmu,” bisik Arga, setelah Zuraida meninggalkan mereka untuk mengambil beberapa barang di ruang kerja Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Justru itu, aku sangat ingin melihat semuanya terjadi, tentunya tanpa membuatnya marah, dan aku rasa kau bisa membantuku,” Arga tercengang dengan jawaban sahabatnya sejak di bangku SMP itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan langkah santai Dako menggamit pinggul Zuraida melangkah keluar. Tepat di depan pintu, tanpa diduga Dako meremas pantat istrinya yang dibalas tatapan tajam Zuraida yang marah atas ulah suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mencoba mencoba memejamkan matanya di atas sofa di ruang tamu rumahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuggghhh,,,” lelaki itu menghela nafasnya, minggu ini benar-benar hari yang melelahkan bagi batinnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti dan Zuraida, dua sosok wanita yang memiliki kesempurnaan tubuh yang sering diimpikan kaum hawa. Aryanti dengan gayanya yang riang dan supel membuat semua lelaki berlomba untuk berakrab ria dengannya, sambil mengagumi setiap lekuk bagian tubuh yang sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sedangkan Zuraida, sosok wanita kalem dengan senyum yang menawan dan mata yang teduh, membuat para lelaki merasa betah untuk berlama-lama mencumbu keindahannya. Hanya saja bagi Arga, Zuraida memiliki arti lebih dari sekedar seorang wanita yang ramah, di balik tubuhnya yang selalu tertutup oleh gaun putih khas seorang dokter, Zuraida memang memiliki mistery yang begitu besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sayup-sayup dirinya mendengar suara mesin mobil memasuki halaman rumahnya. Tak lama terdengar suara Aryanti yang bersenandung riang, memasuki rumah. Arga terjaga dari lamunannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, aku telah mendapatkan cuti seperti yang kau mau,” seru Aryanti riang, mengecup kening Arga yang tengah tiduran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh yaa?,,, bagaimana cara kau mendapatkannya, bukankah itu tidak mudah?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya, seperti yang kau katakan tadi pagi, aku harus sedikit menggodanya,” Aryanti mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Untuk mendapatkan cuti yang kau inginkan, aku harus melepas dua kancing bagian atas blazer ku ketika memasuki ruangannya, bahkan ketika duduk di depannya aku sengaja melipat kedua pahaku untuk memberikan Pak Egar sedikit tontonan yang menarik, berharap orang tua itu dapat langsung memberikan izinnya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu?” sambar Arga cepat dengan suara yang dibuat sesantai mungkin. Matanya menatap rok Aryanti yang semakin tertarik keatas ketika istrinya itu duduk disampingnya, pikirannya mecoba membayangkan suguhan apa saja yang telah diberikan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan seperti katamu, tidak mudah untuk mendapatkan izin itu, orang tua itu justru semakin ngelunjak ketika aku mengajukan permohonan cuti, dia memintaku untuk menemaninya mengobrol di sofa diruangannya, dan tahu kah kau apa yang dilakukannya selama obrolan itu terjadi,” Aryanti berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dia mulai berani meraba pahaku ini, bahkan berulangkali mencoba memasukkan jemarinya ke dalam rok sempit yang jelas tidak akan cukup untuk tangan gemuknya, meski aku tau usahanya sia-sia, aku tetap menepis ulah usilnya itu,” Aryanti mencoba menutup ceritanya sambil mengecup bibir suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan sangat bernafsu Aryanti meneguk minuman dingin milik Arga yang ada di depannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baiklah, banyak persiapan yang harus kulakukan untuk besok, dan aku tidak ingin ada barang penting yang tertinggal nantinya,” Aryanti beranjak dari duduknya, meski wajahnya sedikit pucat karena kelelahan setelah bekerja sehari penuh, namun wanita cantik itu terlihat begitu bersemangat menyambut liburan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Arga sibuk mengingat-ingat sosok tambun Pak Egar, dengan jari-jari tangan yang juga dipenuhi lemak. Tubuhnya yang pendek membuat pria paruh baya itu semakin membulat. Namun seberkas noda yang mengering pada rok bagian belakang Aryanti membuat Arga meloncat dari peraduan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah hanya itu yang dilakukannya padamu,” sela Arga sambil perlahan menarik Aryanti hingga kembali duduk disampingnya. Entah mengapa Arga begitu penasaran dengan noda yang dilihatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,,,Setelah tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya pada bagian bawah tubuhku, tangan yang dipenuhi bulu itu menghiba kepadaku untuk bisa merasakan sedikit kepadatan payudaraku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mendengarkan cerita istrinya dengan jantung yang mulai berdegub kencang, meski ada rasa cemburu disana tapi tak ada sebersitpun gelora amarah, entah mengapa?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Selama dia melakukannya dari luar blezerku kupikir tak mengapa, dan bisa kau tebak bagaikan anak kecil yang mendapat mainan baru, tangannya bergerak cepat meraba, meremas dan terkadang mencubit dengan kuat hingga membuatku sedikit menjerit. Tapi tak lama kemudian Pak Egar mengeluhkan blazerku yang terlalu tebal dan memintaku untuk melepas beberapa kancing yang tersisa. Aku teringat akan pesanmu tadi pagi untuk memberikan sedikit tontonan pada orang tua yang sudah hampir pensiun itu, jadi biarlah dirinya mendapatkan sedikit keindahan dari tubuhku, toh aku masih mengenakan blus yang menutupi tubuhku” Suara Aryanti semakin berat, matanya menerawang mencoba mengingat kejadian tadi siang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu?” Tanya Arga dengan suara tercekat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, aku mempersilahkan tangan gemuknya itu masuk ke dalam blazerku, toh masih ada blus yg menutupi tubuhku. Dan mungkin hari itu memang hari keberuntungan baginya, karena aku mengenakan bra yang terlalu tipis, jadi sangat mungkin jemarinya dapat merasakan kedua puting payudaraku yang mengeras karena godaannya. Tapi bukan Pak Egar jika tidak melakukan berbagai kejutan-kejutan,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kejutan? Apakah dia mencoba memperkosamu?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak,tidak,,, kukira dia tidak akan berani melakukan itu, dia hanya menyerang bibirku dan berusaha memasukkan lidahnya yang basah ke dalam untuk merasakan lidahku. Bibirku yang tertutup rapat dan terus menolak justru membuat wajahku basah oleh jilatannya, karenanya aku membuka sedikit bibirku agar pria itu tidak melakukan tindakan yang menjijikkan itu. Bagai orang yang haus, lidahnya berusaha menarik bibirku untuk bertandang ke dalam mulutnya, bahkan berulangkali menyedot ludahku, aku tak kuasa menolak undangan itu, dan tau kah kau sayang?,,,ternyata lidahnya begitu panas, mengait dan menghisap lidahku yang akhirnya ikut menari-nari dalam mulutnya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa sadar Arga meneguk liurnya. (Kalo pembaca budiman yang lagi tegang mendengar penuturan Aryanti, ingin meneguk ludah juga, boleh koq,,,)</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Namun justru di situ kesalahanku, di saat lidahnya beraksi dengan nakal dan harus kuakui aku terbuai, tanpa kusadari tangannya berhasil membuka beberapa kancing atas blus-ku dan terus menyelusup ke dalam bra, dan akhirnya dia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, kedua payudaraku diremasnya bergantian, sesekali mulutku menjerit tertahan dalam pagutan bibir tebalnya ketika tangannya meremas terlalu keras.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tak mampu menahan tangannya untuk tidak bertandang ke dalam blus Aryanti yang telah melepas blezernya, seakan tak ingin kalah dengan cerita istrinya, Arga meremas kedua bukit kembar itu dengan kuat, membuat Aryanti memekik. Aryanti mencoba mengangkat pantatnya mencoba membantu Arga yang kini berusaha menyingsingkan rok ketat itu ke pinggulnya. Aryanti sangat paham dengan tingkah suaminya yang sedang birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Arga memandangi dua paha mulus yang bertemu pada kuncup selangkangan yang begitu indah. Stocking yang masih melekat pada kaki Aryanti membuat bagian bawah Aryanti semakin menggoda. Arga membaui vagina istrinya yang basah. Tanpa menunggu persetujuan Aryanti, Arga yang sudah melepas celana kolornya berusaha melolosi celana dalam putih yang menutupi kemaluan yang ditumbuhi semak hitam. Aryanti hanya bisa pasrah ketika kakinya semakin terbuka, mengangkang, menyambut hujaman batang milik suami tercinta,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuummhhhh,,, milikmu masih yang terbaik sayaaaang,,,,” dengusnya saat batang itu memenuhi rongga yang semakin basah beberapa saat Arga menggoyangkan pantatnya dengan pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu, apakah bibirnya berhasil mencicipi dua payudaramu ini?” Tanya Arga dengan suara bergemuruh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooohhh,,, tidak sayaaang,,, diaa justru memaksa bibirku untuk menerima penisnya, yang entah sejak kapan sudah terpampang di depan wajahku, dengan sedikit ancaman akan membatalkan izin cuti untukku, dan lagi-lagi dia berhasil mendapatkan yang diinginkannya, memasukkan penis hitam ituuu,, ke dalam mulutkuuuu,” Suara Aryanti terengah-engah, di satu sisi dirinya harus jujur dan menceritakan semua yang telah terjadi, di sisi lain vaginanya yang terus mendapat hujaman-hujaman keras dari batang Arga memberikan stimulan kenikmatan ke otaknya, membuatnya tak mampu lagi menyortir apa dan bagian mana dari pengalaman gilanya yang harus disembunyikan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah miliknya panjang dan sebesar milikku?” keegoan sebagai seorang lelaki muncul di hati. Arga semakin cepat mengobok-obok vagina yang menganga pasrah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak sayang, miliknya jauh lebih pendek dari milikmu, hanya saja batang itu begitu gemuk, mulutku sempat kewalahan meladeni goyangannya yang semakin cepat, dan akhirnyaaaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mampukah mulutmu ini memasukkan semua batang penisnya,” dengus Arga, pantatnya menghantam selangkangan Aryanti bagai orang kesurupan. Dirasakan orgasme hampir menyapanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, bahkan aku dapat merasakan bagaimana batang itu berkedut,” Aryanti yang terbawa permainan Arga juga bersiap menyambut orgasmenya. Dengan kuat Aryanti membelitkan kaki indahnya dipinggang Arga, membuat penis Arga semakin terjepit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaapa diaaa,,, berhasil menyiramkan speeermanya dimulutmuuu,,,,,” teriak Arga bersamaan dengan semprotan pertama yang menghambur keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaaakkk,,, sayaaaang dia menyemprotkan spermanya tepat dilubang anuuussskuuuu,,, Aaaahhh,,aahh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Badan Aryanti berkelojotan ketika tak mampu lagi membendung orgasme, pantatnya terangkat keatas agar penis suaminya itu menohok semakin dalam. Pengakuan terakhir yang keluar dari bibir Aryanti memberikan jawaban akan noda yang mengering pada roknya, justru membuat orgasme Arga semakin dahsyat. Batang besar itu menghujam semakin dalam, dan terus menghentak kasar dengan sperma yang terus menghambur keluar. Tapi bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah Aryanti tidak pernah bersedia melakukan anal seks?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh,,,, Eeemmhhh,,,Aaaarrgghhh,” keberingasan Arga membuat kenikmatan yang diterima Aryanti semakin sempurna. Seakan tak ingin kehilangan vagina itu terus mengemut dengan kuat mencari-cari kenikmatan yang tersisa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat keduanya mengatur nafas, pergumulan mereka memang selalu menghantarkan pada kenikmatan yang dahsyat, tapi kali ini ada sensasi yang berbeda. Membuat ego Arga memuncak untuk membuktikan dirinyalah yang terbaik, dan memaksa Aryanti untuk berimajinasi dengan liar atas pengalaman yang didapatnya hari ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eee,,,Apakah kau marah padaku?,” Tanya Aryanti ragu-ragu disisa gemuruh nafasnya, walau bagaimanapun Arga adalah suaminya, dan Aryanti sangat takut kehilangan orang yang disayanginya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku telah berusaha untuk jujur meskipun itu pahit, aku,,, akuu,, mengakui semua kesalahanku membiarkannya terus bermain dengan tubuhku,” tambahnya, mencoba menghiba.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga merasa kasihan dengan posisi Aryanti yang merasa bersalah, ingin sekali Arga mengerjai Aryanti dengan berpura-pura marah, namun hatinya tak tega, dan lagi-lagi entah mengapa, sungguh,,, tak ada rasa amarah di dada, hanya cemburu membara yang justru membangkitkan libido untuk bercinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kurasa tergantung bagaimana kondisimu saat itu, jadi ceritakanlah semuanya,” ucap Arga sambil memainkan payudara Aryanti yang penuh dengan tanda merah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seingatnya, cerita Aryanti tidak pernah menyinggung tentang permainan bibir atau sedotan pada payudara yang membuat tanda merah, hanya remasan-remasan nakal dari lelaki tua itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ku berharap kau tidak menyesal mendengar kejujuran ku ini, dan berjanjilah untuk tidak marah sayang, karena aku melakukan ini semua untukmu,” lirih Aryanti dengan wajah serius sekaligus memelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang asyik menambahkan beberapa tanda merah di dada istrinya itu akhirnya terdiam, “Kenapa aku harus menyesal dan marah, apakah dia bertindak kasar terhadapmu,” selidiknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seperti yang kukatakan tadi, mulut ku cukup kewalahan untuk melayani penis kecilnya, aku tak tau bagaimana mungkin batangnya dapat bertahan begitu lama, dan aku merasa kasihan dengan wajahnya yang mulai kelelahan dengan keringat yang mengalir deras di kulit putih pucatnya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Penis Arga menggeliat manja didalam selimut vagina Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu apa yang kau lakukan untuk membantunya?,” Tanya Arga, dirasakannya batang itu mulai terjaga, menggelitik dinding vagina Aryanti dengan nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya, akhirnya aku mencoba sedikit menarik rokku, dan dia membaca apa yang ingin kutawarkan untuk menyelesaikan permainan ini. Seakan takut aku menarik tawaranku, dengan sigap tangannya menarik rok ku semakin keatas dan menyibak celana dalamku. Kau pasti tau sayang, aku sangat ingin mnyelesaikan permainan itu secepatnya, agar tidak terlalu merasa berdosa kepadamu, tapi aku juga tak mampu menolak ketika kepalanya dengan cepat menghilang di selangkanganku dan lagi-lagi aku merasakaaan lidahnya yang panas menjilat, mengusap dan menyedot klitoris ku yang sudah sangat basaaah,, Aaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Aryanti terpejam, bayangan akan kejadian tadi siang ditambah vaginanya yang kembali menerima sodokan pelan membuat wanita itu kembali melayang mengejar kenikmatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku harus mengakui permainan lidahnya begitu nikmat, dan aku tak mampu menolak orgasme yang menyerang diriku, kulihat Pak Egar menyeringai tersenyum dengan kumis dipenuhi selai putih milikku. Meski baruuu,, saja mendapatkan orgasme, birahi memaksa tanganku untuk kembali. membenamkan wajahnya di selangkanganku dan berharap lidahnya memasuki liaaa,,angku sekali lagiii,,,. Aku ingin lidahnya menggelitik dinding-dinding vaginaku, menggigiiiitt,, klirotiskuuu,,,. Dan memang, akhirnya lagi-lagi aku menyerah pada orgasme yang begitu nikmaaat,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rambut kemaluan Aryanti yang begitu lebat membuat Arga jarang memainkan lidahnya pada selangkangan istrinya, dan dirinya tidak menyangka jika istrinya justru sangat menyukai itu, dan kini istrinya telah mendapatkan kenikmatan itu dari pria lain. Cerita Aryanti bagaikan dongeng mesum yang menghantarkan pada persetubuhan yang sedikit berbeda, penisnya kembali menyodok dengan mantap. Sementara Aryanti berkali-kali mendesah dalam keasyikannya bercerita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Setelah membiarkanku beristirahat beberapa saat, Pak Egar menawarkan padaku sebuah kesepakatan. Bila aku bersedia menerima penisnya pada vaginaku maka dirinya akan mempromosikan sebuah jabatan baru yang selama ini memang kuinginkan.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu, apa kau menyetejuinya?” seru Arga cepat, penisnya semakin mengeras menghentak selangkangan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, dirinya telah melihat semua bagian intim tubuhku, lagipula penis miliknya begitu kecil, jadi kupikir tak apalah jika penis itu beberapa saat mencari kenikmatan di kemaluanku. Sekali merangkuh dayung dua pulau terlampaui, itulah pikirku, dengan memenuhi keinginannya aku bisa mendapatkan cutiku dan jabatan yang baru,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku membuka kedua pahaku dengan lebar, mempersilahkan tubuhnya yang tambun untuk merapat di selangkanganku dan melakukan penetrasi di kemaluanku. Awalnya dia memintaku untuk melepas rok dan seluruh pakaian atasku, tapi aku malu, tapi kurasa cukup dengan melepas celana dalam dan mengangkat rokku hingga ke pinggul, dia dapat dengan bebas menyetubuhiku dan melakukan apapun yang dimaunya dengan selangkanganku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seperti yang kuduga, dengan mudah batang itu berhasil memasuki vaginaku, dan menggoyang selangkanganku dengan kasar. Namun aku harus kecewa, perutnya yang buncit ditambah penisnya yang begitu pendek membuat batang itu berkali-kali terlepas dari vaginaku, dan Pak Egar menangkap kekecewaanku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Agar dia dapat menuntaskan nafsunya dengan cepat aku mencoba membuka blus dan bra ku, dan membiarkan bibirnya bertandang di dadaku, namun apa yang dilakukannya itu justru membuatku semakin terangsang, lidahnya menjilat dan menggigiti putingku ini. Namun usahaku tak juga membuahkan hasil, penisnya tidak menunjukkan tanda-tanda akan selesai,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akhirnya, aku harus pasrah ketika Pak Egar memintaku mengangkat kedua lenganku untuk melepas blus ketat ini, tapi dia agak kesulitan ketika harus melepas rokku yang telalu ketat, sehingga aku harus melakukannya sendiri dengan berdiri membelakanginya, tapi belum sempat rok ini jatuh menyentuh lantai aku merasakan lidah yang basah berusaha menyelusup dibelahan pantatku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwgghhh,,, sayaaang itu benar-benar suatu pengalaman yang sangat menggairahkan, seorang atasan yang memiliki wajah galak dan selalu menggerutu kepada semua staf bawahanya, tengah mendengus penuh nafsu menjilati lubang anusku. Aku membungkukkan badanku mencoba memberi ruang untuk lidahnya yang menjelajah anus dan vaginaku, dan entah kenapa aku marasa sangat puas ketika melihat matanya di antara belahan pantatku memohon sedikit kenikmatan dari tubuh istrimu ini, sayang,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak Egar mencoba posisi yang lain, dia memintaku untuk menduduki penisnya dengan cara membelakangi tubuhnya, Ooohhh,, tahukah kau sayang? aku sangat malu dengan kondisi dan apa yang sedang kulakukan saat itu, aku merasa bagaikan seorang pelacur yang bersedia melayani apapun yang diinginkan pelanggannya. Tapi posisi itu tetap saja sulit, penis itu selalu terlepas dari vaginaku, bahkan beberapa kali penis itu menusuk-nusuk liang anusku karena salah sasaran.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu Pak Egar kembali menanyakan keinginanku akan jabatan baru yang ditawarkannya, dia telah berhasil membuatku telanjang di hadapannya bahkan penisnya telah menjajal vaginaku tentu saja aku tidak ingin rugi, karenanya aku mengangguk dengan cepat,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi lagi-lagi Pak Egar membuat kejutan, yang sebenarnya lebih cocok dengan mencurangi diriku,,” erang Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mencurangimu?, memang apa yang dilakukannya?” kening Arga berkerut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,,, dengan sedikit kasar dia menghentak tubuhku ke belakang, penis nya yang tepat berada dibawah liang anusku menumbuk dengan keras, aku berusaha untuk menghindar tapi karena tak mampu menjaga keseimbangan tubuh, penisnya yang sudah sangat basah oleh cairanku justru semakin tenggelam dalam anuskuuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan lagi-lagi dia berhasil mendapatkan yang diinginkannya, dengan sedikit hentakan anusku menelan semua batang itu, tapi yang membuatku heran aku tidak merasakan sakit sedikitpun, eeentah karena penisnya yang terlalu kecil atau mungkin juga nafsu yang telah menguaaasaiii,,kuuu,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan sungguh tak kuduga aku sangat menikmati posisi itu. Aku menggoyang tubuhku mengikuti irama hentakan penisnya yang semakin dalam, aku mencoba mencari orgasme ku sendiri, tapi aku lagi-lagi harus kecewa saat penis itu menyembur dengan cepat, membasahi liang anuskuuu,, aku hampir tertawa ketika tangannya memeluk tubuhku dengan kuat dan memantapkan posisinya penisnya yang menghamburkan bibit benihnya di anusku, dia mengaku kalah dan mengakui kehebatan jepitan kedua lubangku”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaawww,,,pelan sayaaang,” cerita Aryanti terpotong oleh jeritannya sendiri, ketika Arga kembali menghentak dengan kasar, menggedor dinding rahimnya dengan keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berarti kau telah melayaninya dengan anusmu, apakah kau menikmatinyaaa sayaaaaang,,,” Tanya Arga dengan suara mendengus bagai banteng.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maafkan aku sayaaang,,, tapi itu benar-benar nikmat, aku bahkan menunggu penisnya kembali mengeras dan rela memasukkan penis itu ke dalam mulutku agar kembali mengeras, dengan sedikit memaksa untuk menusuk anusku lagi, dan rasanya sungguh nikmaaaat, berkali-kali aku merasakan orgasme dan berkali-kali pula Pak Egar memuji lubangku ini, katanya diriku adalah tubuh ternikmat yang pernah disetubuhinya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin kau juga perlu mencoba pintu belakangku iniii,,” tawar Aryanti, masih subur di ingatannya bagaimana eforia kenikmatan saat dirinya mengayuh penis kecil pak Egar pada liang anusnya, dan kini dirinya ingin kembali menikmati hal itu dengan batang yang lebih besar, milik suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menghentikan pompaannya, dan mencabut penis yang diselimuti selai putih. Aryanti mengangkat paha jenjangnya dan memeluk lututnya hingga menyentuh payudaranya. Dan tampaklah vagina yang merekah basah, dirembesi sperma dari orgasme Arga sebelumnya yang mencoba keluar dari lorong sempit vagina, namun bukan vagina itu yang menjadi perhatian Arga saat ini, tapi lubang mungil yang mengerucut imut yang ada tepat dibelakang vagina lah yang menjadi perhatiannya. Arga tidak yakin penis besarnya dapat menerobos lubang yang masih tertutup rapat itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah Saaayaa,,ang,” erang Aryanti merayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mencoba memasukkan telunjuknya untuk sedikit membuka, telunjuk itu bermain-main keluar masuk dengan lembut, dan kini jari tengahnya ikut ambil bagian, terdengar desahan Aryanti yang semakin keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saayyyaaaannng,, lakukanlah sekarang, ceeepaaattt,,,” teriak Aryanti yang semakin erat memeluk lututnya membuat lubang pantatnya begitu menantang untuk dihujam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrrgghhh,,, aarggmmhhhh,,,” Arga mengejangkan otot penisnya agar dapat memasuki lubang sempit itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeemmhhhh,,, Iyaaaa,,,yaa,, yeeeaaahhh,,” batang yang perlahan namun pasti mulai tenggelam dan terus memenuhi setiap rongga anal Aryanti. Istrinya menggeram, menjerit dan berteriak dengan keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tidak seperti yang dirasakannya saat menerima penis Pak Egar tadi siang, batang milik Arga jauh lebih panjang dan besar. Dan kini batang itu terus masuk semakin dalam membuat analnya begitu penuh. Setelah dirasakan penisnya menyentuh pangkal bagian terdalam, Arga menghentikan hujamannya, dirasakannya dinding anus yang tergencet oleh batangnya berkedut-kedut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh,,, sayaaang,,, ini jauh lebih nikmaaat, mulailah mengayuh tubuhku.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, ini sangat sempiiit,,, sangaaatt nikmaaat,,,” sahut Arga dengan nafas mendengus liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mencoba mengayun penisnya namun lubang itu bukannya melebar tapi semakin menyempit akibat kontraksi birahi yang terjadi pada otot anal. Dan itu benar-benar menghasilkan sebuah kenikmatan. Sofa kecil yang menampung dua tubuh manusia itu mulai berderit ketika Arga mengayuh semakin cepat. Aryanti tidak lagi memeluk lututnya, selangkangannya telah terbuka lebar. Sementara jemarinya kini aktif mengusap dan menusuk-nusuk liang vaginanya yang kosong. Tampaknya vaginanya yang melompong menuntut pula untuk diisi, meski hanya dengan jemari Aryanti. Sempat terbesit diotaknya, membayangkan kenikmatan bila kedua lubangnya itu diisi oleh dua penis sekaligus, tak peduli penis siapapun itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh,,,,” gara-gara fantasinya Aryanti jadi semakin liar, jemarinya mengobok-obok vaginanya dengan cepat. Arga mencoba mengimbangi dengan mengayun batangnya dengan lebih cepat. Seluruh otot vagina dan anal Aryanti berkontraksi dengan dahsyat dan,,,,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggrrrgghhhh,,, aaahh,,,” vagina Aryanti menghambur kalenjar cintanya, membanjiri telapak tangannya yang masih menstimulasi dinding vagina, sebuah orgasme yang begitu dahsyat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeeeaaahhhh,,, saaayyyaaaa,,,anng,,,” penis Arga berkedut dengan cepat menghantar bermili-mili sperma. Penisnya berkali-kali menghentak hingga ke ujung lorong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak lama, tubuhnya ambruk menindih sang istri tercinta. Bersahutan nafas mereka memburu udara sekitar, paru-paru mereka memaksa untuk diisi setelah dibiarkan kosong saat mereka terus mengejan menghamburkan cairan cinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ini jauh dari yang aku bayangkan selama ini,” bisik Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,, milikmu memang selalu nikmat,” sambung Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jadi, kau tidak marah aku melakukan itu?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terdiam, harga dirinya sebagai seorang suami tengah dipertanyakan oleh sang istri. “Hhhmm... Mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi, aku marahpun takkan berguna karena aku sadar kau melakukannya demi kita,” ucap Arga, berusaha untuk tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Get Ur Happy, Honey!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti meloncat dari ranjangnya dengan wajah kaget. Jam di samping ranjang menunjukkan pukul 07.30, Aryanti khawatir mereka akan ditinggalkan oleh rombongan yang berangkat pukul 09.00 tepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bagaimana tidak, sejak kemaren sore mereka bermain gila-gilaan hingga semalam suntuk, mungkin ini sebuah pemanasan yang berlebihan untuk bulan madu mereka yang tertunda. Namun Aryanti terpaksa sedikit lebih lama menyabuni tubuhnya, setiap bagian tubuhnya terasa lengket, entah oleh keringat mungkin juga karena cairan mereka yang menghambur keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti tersenyum sendiri saat teringat aksinya tadi malam, dirinya berhasil meyakinkan Arga suaminya bahwa sperma yang mengalir keluar dari vaginanya adalah milik Pak Egar dan disebabkan keadaan yang sangat memaksa. Busa sabun yang menutupi sebagian kulitnya membuat tubuh itu semakin eksotis, baru kali ini dia merasa bangga ketika Pak Egar memuji tubuhnya dan mencumbunya dengan sangat bernafsu. Padahal sebelumnya dirinya selalu jijik jika pria itu memandanginya dengan penuh nafsu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti berdecak kagum di hadapan cermin kamar mandinya, dibiarkannya shower manyapu busa sabun yang tersisa. Jika suaminya memang mengizinkannya untuk bersenang-senang pada liburan nanti, lalu kenapa dia harus menahan diri untuk mencari kesenangan, begitulah yang ada diotak Aryanti saat ini. Air shower yang hangat membuatnya betah untuk berlama-lama melihat tubuh telanjangnya dialiri air yang menciptakan sungai-sungai kecil, mengalir disela bukit payudaranya yang membusung dan akhirnya menyelusup ke selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Komentar apa yang akan keluar dari bibir teman-teman suaminya itu jika dirinya membiarkan tubuhnya ditelanjangi oleh pandangan mereka. Adakah kekaguman bila dirinya membiarkan payudaranya tersenggol oleh ulah mereka yang usil? Adakah celoteh-celoteh nakal yang terlontar bila dirinya membiarkan selangkangannya diintip oleh mata nakal mereka?. Oohhh,,, tampaknya Aryanti sangat ingin menikmati petualang-petualangan yang mendebarkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Aryanti kemudian mendesah panjang, tidak mungkin semua itu terjadi, dia adalah seorang istri yang baik-baik dari suami yang baik-baik pula. Biarlah kegilaan yang kemarin menjadi intermezzo dalam kehidupannya yang takkan terulang lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Duk,duk,duk,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, buka dong pintunya, bakal telat nih kita,” teriak Arga, yang bergegas masuk ke dalam kamar mandi setelah dibukakan pintu oleh Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga hanya bisa tersenyum kecut, ketika kedatangannya disambut oleh kicauan Dako dan Munaf. Tapi setidaknya pria itu bisa bernafas lega karena bis wisata yang mereka carter belum datang. Arga menurunkan istrinya beserta tas dan koper dan memarkir mobil di basemen gedung. Setelah meyakinkan tidak ada yang tertinggal di mobil, Arga bergegas untuk berkumpul dengan teman-temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dari kejauhan Arga melihat Aryanti sedang asik berbincang dengan Zuraida dan Bu Sofia tepat di depan pintu masuk kantor. Sementara di samping mereka Aditya bersama istrinya Andini yang masih sangat muda sedang bercengkrama dengan Sintya, rupanya diam-diam Aditya mencoba menjalin keakraban antara Andini dengan Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak jauh dari mereka, Pak Prabu, Munaf dan Dako asik mengisap rokok mild, tapi yang membuat Arga jengah adalah tatapan ketiga cowok itu yang tak pernah lepas dari tubuh para wanita, khususnya Aryanti yang mengenakan celana jeans ketat selutut dipadu kaos lengan panjang yang cukup kebesaran untuk tubuh rampingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil berjalan mendekati Aida, Istri Munaf yang duduk terpisah di samping gedung, Arga mengeluarkan rokoknya. Aida mencoba tersenyum ketika melihat Arga mendekat namun kemudian kembali asik dengan Smart Phone yang dipegangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mencoba menilai-nilai wanita disampingnya, Munaf sering bercerita tentang istrinya yang pemalu dan agak kuper dalam bersosialisasi. Tak heran jika dirinya menyendiri agak jauh dari yang lain. Namun yang membuat Arga terkesima adalah dandanan Aida yang sedikit nakal dari yang biasa dikenakannya. Rok putih lebar yang sangat pendek dipadu kaos merah menyala tanpa lengan yang ngepres dibadannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kostum yang bagus untuk liburan,” seru Arga sambil memantik api ke rokoknya. Aida langsung mengangkat kepalanya, dengan wajah memerah Aida mencoba mengapitkan kedua lengannya untuk melindungi dadanya yang menjadi pemandangan indah bagi Arga, tapi payudara itu justru semakin membusung.Arga yang ikut kikuk karena komentarnya sendiri tertangkap basah melototi dada istri temannya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu semakin terlihat cantik dengan baju itu, dan saya rasa liburan ini akan semakin menarik dengan kehadiranmu,” ucap Arga berusaha membuat suasana lebih santai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah wanita berkacamata dengan lesung pipit dikedua pipinya itu semakin memerah, namun apa yang diucapkan Arga membuatnya sedikit rileks. “suami saya yang memilihkan baju-baju ini, karena tidak ingin dirinya malu dihadapan teman-teman,” kata Aida jujur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hei, apakah itu gambar mu,” sela Arga ketika melihat sebuah gambar kecil dengan pose yang menantang di sebuah laman jejaring sosial pada HP yang tengah dipegang Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida sontak tertawa dan dengan cepat menyembunyikan HP nya kedalam tas, “Hahaha,,, kau tidak berhak untuk melihat ini”.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu siapa yang berhak, ayolah,,, sepertinya banyak sekali komentar yang kau kumpulkan untuk gambar itu, pasti gambar itu benar-benar menarik minat para lelaki,” seloroh Arga penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak juga, hanya beberapa gambar request dari beberapa teman yang tidak ku kenal,” jawab Aida dengan sedikit ragu menyerahkan HP nya ke telapak tangan Arga. Dengan cepat Arga menyambut, dan dengan cepat pula decak kagum mengalir dari mulutnya seiring jempolnya yang mengekplorasi beberapa gambar menantang lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tidak percaya, kau dapat berubah menjadi begitu menggairahkan, lihatlah ratusan komentar yang kau dapat, sepertinya kau benar-benar memikat mereka,” ucap Arga ketika mendapati sebuah gambar yang begitu menantang, tubuh montok dengan rambut yang masih basah dan hanya mengenakan handuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin,,, tapi dalam dunia nyata aku tetap saja menjadi seorang pecundang, dan tidak akan pernah mampu menyaingi istri mu atau bu Zuraida yang selalu menjadi pusat perhatian, dan begitu mudah bergaul dengan siapa saja.” lirih wanita berkacamata itu. “Dan kau dapat melihat sendiri, hanya didunia maya aku berani berekspresi, karena disitu tidak seorang pun yang mengenal jati diriku sebenarnya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada nada kecewa akan keterbatasan yang dimilikinya sebagai wanita desa yang dipinang oleh perjaka kota dan harus bergaul dengan istri-istri suaminya yang selalu tampil modis dan percaya diri. Tepat seperti yang diceritakan Munaf, Munaf sendiri sudah ratusan kali berusaha membangkitkan kepercayaan diri istrinya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya tidak melihat satupun cacat pada diri mu yang dapat membuat mu malu, bahkan bibir mungil dipadu dengan lesung pipit yang manis, dan mata lentik berhias kacamata yang manis itu dapat membuat para lelaki tergila-gila pada mu, yaa,, seperti aku ini,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida tertawa “Hahaha,,, kamu bisa saja, lelaki mana yang melirik wanita yang sudah beranak satu ini, bahkan suami ku pun kini sudah jarang memuji, apalagi sampai memuji tubuh yang sudah mulai berantakan setelah melahirkan,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“O, ya? Maaf, bolehkah saya meminta anda untuk berdiri sebentar,” dengan ragu-ragu Aida mengikuti permintaan pria yang sempat beberapa kali diajak oleh Munaf untuk bertamu ke rumah mereka. “Eemmmhhh,,, bisakah kamu berdiri agak tegak, yaaa,, mungkin kamu dapat sedikit membusungkan dada mu, yaa begitu,,” Arga terus memberi intruksi, matanya tak melihat adanya gumpalan lemak pada perut yang ramping itu, bahkan bukan hanya payudaranya saja yang menggairahkan, kakinya yang membunting padi dengan pangkal paha yang sekal membuat gairah Arga semakin menggelitik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun mata nakal Arga agak kesulitan untuk mengamati pantat yang terbalut rok dengan lipatan-lipatan lebar. Tampaknya Munaf berhasil menyulap istrinya untuk liburan ini. Seakan mempersiapkan istrinya untuk disantap. Sebuah transformasi yang sempurna dari seorang gadis desa menjadi seorang wanita yang menggairahkan, hanya saja yang menjadi kendala adalah rasa percaya dirinya yang bermasalah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bila kamu berdiri seperti itu, mungkin tidak akan yang mengira bila kamu sudah memiliki satu anak, dan ku rasa dada mu tidak kalah dengan istri ku, bahkan lebih besar,” Walau birahinya bergejolak saat menyaksikan dengan bebas bagaimana wanita yang sangat pemalu itu membusungkan payudaranya yang terbilang besar dan masih kencang, namun Arga berusaha membuat suaranya setenang mungkin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah bagaimana, obrolan yang awalnya kaku itu semakin mencair bahkan lebih terbuka. Aida merasa senang dengan pujian yang dilontarkan Arga. Percaya dirinya menyeruak dengan malu-malu. Matanya berkali-kali memergoki pria disampingnya itu memandangi payudaranya berlama-lama dengan binar kagum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku berani bertaruh, aku dapat membuat mu memiliki percaya diri dan menjadi pusat perhatian pada liburan ini, asalkan kamu mengikuti saran yang ku berikan,” ucap Arga setelah Aida kembali duduk disampingnya. Jarak mereka yang cukup jauh dari rombongan membuat rasa malu Aida sedikit berkurang, setidaknya tidak ada yang memperhatikan dirinya selain Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ah,,, Kamu ada-ada saja. Sudahlah,,, kamu terus saja mengomentari tubuhku, Apa kamu tidak tertarik dengan wanita-wanita yang lebih menggairahkan itu” jawab Aida tidak percaya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Arga mengalihkan pandangannya, tampak Zuraida yang megenakan rok panjang lengkap dengan penutup kepala nya sedang merangkul Dako yang ikut bergabung dengan Aryanti dan Bu Sofia. namun Aida yang kini dihadapan lebih menarik perhatiannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah,,, Aku berani berbugil ria keliling monas bila aku gagal,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak Aida mengernyitkan dahinya namun sesaat kemudian bibir mungil itu tertawa lebar. Baru kali ini Aida dapat bercanda lepas dengan pria selain suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi, apabila Aku berhasil, mungkin Aku dapat sedikit mengambil upah atas tubuhmu ini,” kalimat yang dilontarkan Arga semakin nakal, Aida yang tertawa langsung terdiam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaa,, apa yang akan kamu minta dari tubuh saya?” dengan tergagap Aida bertanya. Ada tekad dihati Arga untuk dapat meraih satu orgasme dari tubuh istri temannya itu, apalagi secara tidak sengaja tiupan angin nakal menyingkap kain rok yang ringan, sepasang paha mulus yang sekal terpampang di depannya. Dengan malu-malu Aida segera merapikan roknya, mengapit sisi kain diantara pahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin akan ku pikirkan nanti, setelah usaha ku menumbuhkan rasa percaya diri mu berhasil. Tapi satu yang pasti, aku sangat berminat dengan apa yang tersembunyi di balik kaos merah ini, bahkan jika diizinkan aku ingin sedikit berkenalan dengan milik mu yang tersembunyi dalam kain indah ini,” ucap Arga sambil meletakkan telapak tangannya diatas paha Aida yang tertutup rok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eehh,ehm,,jangan nakal ya,,” seru Aida, menepis tangan Arga dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Shit,,,” Arga mengumpat dalam hati, hanya gara-gara tak mampu membendung nafsu, telapak tangannya itu telah merusak semua rencana, mungkin dirinya harus sedikit bersabar, Aida memang bukan wanita seperti Sintya atau wanita lainnya yang begitu mudah diajak ke tempat tidur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Upss,,, maaf,,, aku terlalu bergairah saat melihat kulit mulus mu,” Ujar Arga serampangan, dan hatinya kembali mengumpat, kenapa mulutnya harus begitu jujur menturkan isi hatinya. Suasana kembali kaku, Arga tidak lagi memiliki kata-kata yang tepat untuk mencairkan suasana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kemana eemm,,anak mu dititipkan,” ucapnya asal, meski tak yakin kalimat itu dapat memperbaiki suasana, bahkan suara yang keluar dari mulutnya agak serak dan terbata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sial, sial,sial,,” umpatnya dalam hati, saat melihat Aida justru tertawa melihat kegugupannya. Bahkan tubuh wanita itu sampai terguncang membuat payudara turut bergoyang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah kata-kataku memang lucu,” hati Arga menjadi kesal dengan sikapnya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eemmm,, lalu apa yang harus aku lakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diriku,” ucap Aida tanpa menjawab pertanyaan Arga, Aida sadar lelaki di depannya kini merasa bersalah dan menjadi serba salah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, mungkin kita bisa memulai dari sekarang,” ucap Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah harus menggunakan telapak tanganmu,” balas Aida cepat, sepertinya wanita itu justru ingin meledek Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak, tidak, maaf atas perbuatanku tadi. seperti yang kubilang tadi, kamu dapat memulai dengan belajar menegakkan punggung, sehingga payudara itu semakin membusung, dan biarkan kedua bukit itu mendominasi pemandangan dari tubuhmu,” Arga kembali berusaha menguasai keadaan setelah sadar dirinya sedang dikerjai oleh istri temannya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan benar saja, kini giliran Aida yang kembali kikuk dan bingung, haruskah dirinya mengikuti saran lelaki yang hanya dikenal dari suaminya. Tapi tak urung saran itu diikutinya juga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah seperti ini?” ucapnya menahan malu, payudaranya memang terbilang besar, apalagi jika harus duduk tegak seperti itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,ya,,, mungkin kamu bisa sedikit bersandar agar tidak terlalu capek, tapi jangan pernah lagi menekuk pundak dan menundukkan kepala, biarkan kepala mu tetap tegak, dan yakinlah kamu tidak kalah cantik dengan wanita manapun...dan mungkin sekarang saat yang tepat untuk menguji kelebihan yang kamu miliki, aku yakin dengan keindahan tubuh yang kau miliki, kamu dapat menggoda penjaga kantor itu,” ucap Arga sambil menunjuk seorang pria paruh baya di sebrang mereka, Mang Engky.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi apa yang harus ku lakukan,” balas Aida yang kebingungan,” “Sekarang ikuti intruksiku,,, Ok, coba rentangkan kedua kakimu,,, ya,, terus,, biarkan angin menyapa kulit, bagus,,,dan tetaplah menatapku seolah kita sedang mengobrol,, bagus,,,” Mata Arga yang begitu tajam menatap Aida seakan memberikan semangat kepada ibu muda yang berusaha menahan malu mengikuti intruksinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak urung aksi itu membuat jantung Aida berdegup kencang, ini adalah untuk pertama kalinya Aida memperlihatkan selangkangannya yang hanya tertutup oleh pakaian dalam kepada pria lain. Jemarinya meremas bangku kayu dengan kuat, Aida sangat yakin jika penjaga kantor itu memang tengah menatap selangkangannya pasti mendapati sepasang paha montok yang menggairahkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berapa lama saya harus melakukan ini,” Tanya Aida, dirasakannya semilir angin dengan mesra mengecupi kulit pahanya, membuat bulu-bulu halus yang menghias paha sintalnya berdiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teruslah, biarkan rasa malu menguasai dirimu, biarkan rasa malu menyelimuti seluruh tubuhmu, rasakanlah wajah mu yang mulai terasa panas dan memerah, dan terus nikmati rasa malumu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida memejamkan matanya, membayangkan ekspresi pria di hadapannya yang siap menerkam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nikmati rasa malu itu, hingga kamu mampu menguasai tatapan nakal pria itu,” kata-kata Arga bagai menghipnotis geraknya, Tanpa sadar Aida semakin membuka pahanya semakin lebar. “Dan sekarang tarik sedikit rok mu, biarkan pria itu menikmati selangkangan mu, biarkan pria itu menerkam kemaluan mu dengan matanya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Aida terbuka, Wajahnya menunjukkan kata-kata protes, jika hanya mengangkangkan kakinya mungkin tidak terlalu masalah, tapi dengan membuka roknya semakin keatas sama saja memberi undangan terbuka kepada Mang Engky. Meski wajah Arga dan Aida tetap saling menatap, tapi mata mereka sesekali melirik dan memperhatikan apa yang tengah dilakukan Mang Engky.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak Arga, Aku tidak mau jika harus melakukan itu,” “Ayolah, Aku yakin kamu dapat menggoda pria itu, lihatlah dia mulai memperhatikanmu, Oowwhh,, pria itu mulai membungkukkan tubuhnya mengambil sesuatu, tapi aku yakin dirinya hanya ingin mencari tau apa yang tersembunyi dibalik rok mu itu, mungkin kau bisa memberinya sedikit rejeki di pagi hari,” goda Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi aku tidak mengenakan apapun selain celana dalam,” balas Aida cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lagi-lagi Arga menganggukkan kepalanya menegaskan kepada wanita muda itu bahwa inilah waktu yang tepat untuk mengubah pribadinya. Sementara hati Aida mencoba mencari-cari pembenaran atas apa yang dilakukannya saat ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah menghela nafas panjang, jemari nya secara pasti menarik rok itu semakin ke atas. Meski tidak yakin dapat merubah sifat pemalunya, setidaknya Aida ingin menikmati sedikit kenakalan yang tidak pernah dilakukannya. Sepasang paha putih nan sekal, perlahan mulai terpampang dengan lebih jelas berujung pada secarik kain pelindung, seandainya Arga sedikit menundukkan kepalanya maka dirinya akan dapat pula menikmati suguhan indah di pagi hari nan indah itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah ini cukup,” suara Aida terdengar berat. Beberapa tetes keringat menetes diwajah wanita berkacamata itu. Sementara jemarinya kini meremas tangan Arga dengan kuat, seakan meminta dukungan atas apa yang dilakukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya, kurasa cukup,” ada nada-nada cemburu dan iri di mata Arga atas keberuntungan yang tengah dinikmati Mang Engky. Tekad Arga untuk dapat menyetubuhi Aida semakin menggebu, dan ini adalah jalan pintas terdekat untuk cita-cita nya tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Engky yang memang sedang menikmati pemandangan indah itu, semakin dibuat kelimpungan ketika dua paha sekal yang membuat batangnya berdenyut keras mulai memberikan akses pemandangan yang lebih gila, Sepasang batang mulus yang berujung pada segitiga bermuda berbalut kain biru muda, yang menjadi misteri bagi lelaki yang tak pernah lulus SD ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida merasakan vaginanya mulai basah, seandainya Mang Engky berada lebih dekat mungkin pria paruh baya itu dapat melihat bagaimana celana dalam itu mulai lengket dan basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Arga berulangkali mengumpat dalam hati atas kemujuran yang didapat Mang Engky, ingin sekali Arga menyibak rok Aida dan melihat bagaimana keindahan selangkangan wanita di sampingnya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa diduga, Aida memalingkan wajahnya dan menatap Mang Engky yang hampir terjengkang karena kaget dan berlalu pergi dengan cepat. “Kenapa pria itu pergi,,,” keluh Aida, padahal dirinya hanya ingin melihat wajah lelaki yang telah menikmati keindahan tubuh yang ditawarkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak,tidak,,, justru kau telah berhasil menguasai rasa malumu dengan berani menatap pria itu, lihat pada akhirnya dia yang malu, bukan kamu, kaulah pemenangnya”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya kurasa ini sudah lebih dari cukup, pria itu tak mampu melawan godaanku,” ucap Aida dengan senyum lebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teeett,,,Teeet,,,” suara klakson bis wisata yang begitu kencang membuat Arga dan Aida terkaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Engky yang sempat menghilang dibalik gedung kembali menunjukkan batang hidungnya dan bergegas mengarahkan bis besar yang memasuki halaman kantor. Sesekali matanya mencoba melirik Aida berharap menemukan pemandangan seperti yang dinikmatinya tadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lihatlah, apa yang telah dilakukan selangkangan mu pada pria paruh baya itu, ternyata kau memang nakal,” bisik Arga sambil beranjak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi ku rasa bukan hanya pria itu yang menikmati,,,” balas Aida menggoda. Entah kenapa Aida merasa memiliki kebebasan untuk bercanda dan sedikit menggoda pria yang telah berhasil ‘menelanjangi’ tubuhnya ditengah umum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga hanya terkekeh, “Eitss,, ingat tubuh mu harus selalu tegak, dan biarkan aku menikmati keindahan payudara mu, ehmm,, maksud saya para lelaki,” ucap Arga mencoba mengiringi langkah kaki Aida menuju rombongan yang sibuk mengepak tas mereka ke bagasi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mungkin ada benarnya yang diinginkan Pak Prabu, dengan menggunakan bis wisata, mereka akan lebih cepat akrab dibanding menggunakan mobil pribadi masing-masing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti merentangkan kedua tangannya dan mengambil nafas panjang untuk mengisi rongga parunya dengan udara pantai yang begitu segar. Zuraida yang ada disampingnya hanya tersenyum melihat ulahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di hadapan mereka tampak sebuah cottage yang keseluruhan bangunannya menggunakan kayu dan atap dari rumbia, dikeliling sebuah pagar yang cukup tinggi. Sebuah pemandangan yang sangat artistik dengan nuansa natural, mungkin pencipta bangunan ini sengaja mempertahankan kealamian pemandangan yang ada, walaupun di sana-sini terdapat beberapa tambahan bangunan permanen untuk menjaga keamanan dan penunjang fasilitas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan ditemani Munaf, Arga menemui penjaga cottage yang dijaga oleh seorang lelaki berumur 40an dan seorang wanita muda yang bertugas sebagai juru masak bagi para tamu yang menginap, kulit nya yang hitam seakan memberi tanda bahwa lelaki itu memang telah lama mendekam dipulau tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Pak prabu terlihat sibuk memberikan beberapa isyarat kepada Sintya, memang cukup sulit menjaga kerahasiaan hubungan dengan simpanannya itu. Walau bagaimanapun Sintya adalah wanita normal yang mengharapkan kemesraan perlakuan penuh kasih sayang dari pasangannya. Untungnya semua wanita, selain Bu Sofia, telah mengetahui skandal itu, dan mereka mencoba menemani Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hei,,hei,,, disini menyediakan 7 kamar, dan pada kunci-kunci ini terdapat nomor dari kamar, dan aku bersama Aryanti akan mengambil kamar nomor lima, dan untuk menghormati Pak Prabu yang akan meninggalkan kita, ada baiknya kamar dengan nomor satu kita persilahkan kepada bapak untuk menempati,” terang Arga sambil menyerahkan kunci kamar kepada Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sengaja mengambil kamar nomor lima karena kamar tersebut ada dilantai dua dengan jendela tepat mengarah ke kolam renang dibawahnya. Sedangkan Munaf mengambil kamar paling belakang. Setelah membagi kunci yang akan menentukan dikamar mana mereka akan tidur, ruang lobby sekaligus ruang untuk bersantai itu perlahan kembali sepi. Matahari masih memberikan mereka beberapa menit untuk melepas lelah sebelum bersama-sama menyaksikan sunset pertama dipantai yang indah itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu menghisap dalam-dalam rokok yang masih tersisa setengah, pandangannya tidak lepas dari tubuh sekal Aida yang asik menanti ombak yang datang silih berganti, menyapa jemari kaki, membuat kaki indah itu sedikit terbenam dalam timbunan pasir. Telah lama memang dirinya menyimpan hasrat pada wanita berkacamata itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan mungkin inilah masa-masa yang tepat untuk menjajal kehebatannya pada tubuh wanita yang memiliki tubuh bohay itu. Sesekali roknya terangkat tertiup angin laut yang nakal, memperindah pemandangan dengan latar belakang sunset dipantai eksotis itu. Arga yang ada disampingnya masih sibuk mengotak-atik GPS yang dipinjamnya dari Mang Oyik, si penjaga cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali Arga tersenyum menyaksikan keberhasilannya menyulap pribadi seorang Aida, Arga sangat yakin jika wanita itu menyadari tatapan nakal Pak Prabu karena matanya sesekali melirik kearah Pak Prabu yang tak bergeming dari pandangannya. tampaknya ia tengah menguji saraf rasa malunya di hadapan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“The party has begun, tentukan targetmu, taklukkan dan nikmati sepuasmu,” seru Dako yang datang diiringi Munaf dan Aditya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Naf, sepertinya sudah ada yang menjadikan istrimu sebagai target,” tambah Dako melontarkan umpan. Sementara yang disinggung mengangkat kedua bahunya dan tertawa lebar, Munaf sepertinya memang sudah mempersiapkan hatinya untuk pesta ini, bahkan dirinya mendandani Aida seindah mungkin seakan menawarkan kepada para gladiator yang berminat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terus terang saja, aku telah menetapkan seluruh wanita disini sebagai target ku, dan tentu saja termasuk istrimu,” ucap Munaf sambil menepuk bahu Dako, lelaki itu memang terbiasa bicara ceplas-ceplos namun solidaritasnya kepada teman patut diacungi jempol.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Silahkan saja, jika kau mampu menaklukkannya,” jawab Dako tak ingin kalah.“Aidaaa,,, ayo sini,,,” terdengar suara Zuraida yang tengah menuju gazebo bersama para wanita lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sore itu Zuraida tampak anggun dengan penutup kepala berwarna biru muda, senada dengan kaos yang dikenakannya, celana panjang dari bahan tisyu yang dikenakannya cukup sukses mencetak kaki indah yang tak pernah terekspos didepan umum. Siapa pulakah yang beruntung mengayuh tubuh indah dengan paras yang cantik itu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok, agar liburan ini lebih berarti saya ingin menawarkan beberapa acara, dan untuk diketahui acara ini tidak mengikat siapapun jadi apabila ada diantara kita tidak dapat ikut ataupun malas untuk ikut berkumpul tak mengapa,,,” Sebagai calon pemimpin yang baru pada anak perusahaan, Arga mencoba menunjukkan power dengan gayanya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Arga dengan tenang memaparkan beberapa ide acara yang ada dikepalanya, dan tampaknya semua yang ada disitu mengaggukkan kepala tanda setuju. Tanpa disadari yang lain, tampak sepasang mata penuh rasa kagum terhadap pribadi Arga yang tenang dan terkadang cukup humoris. Obrolan berlanjut pada hal-hal yang ringan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf yang mencoba mendekati Andini dengan menawarkan sepotong kentang goreng yang sudah jatuh ke lantai, ulah Munaf itu tentu saja membuat Andini terpingkal. Aditya yang paham dengan gelagat Munaf mencoba memberi tempat dengan alasan mengambil wedang jahe untuk gelasnya yang memang telah kosong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gazebo itu memang terbilang cukup besar dengan atap daun nipah, dengan beberapa tempat duduk yang terbuat dari batangan-batangan pohon dipotong seukuran kursi yang diletakkan secara acak. Empat buah meja dari batu besar berwarna hitam sepanjang satu meter terletak di setiap sudutnya. Suara canda dan tawa mulai mengalir menandakan keakraban yang mulai terjalin, sungguh suasana keakraban yang sangat hangat, sehangat wedang jahe yang dihidangkan Lik Marni, istri Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun siapa yang menduga kehangatan tersebut dalam beberapa jam ke depan akan menjadi sangat panas, dihias berbagai desahan dan jeritan yang tertahan dari para betina, berselimut rasa solidaritas pejantan terhadap pemiliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu sesekali melirik tubuh Lik Marni yang telah menyulap dirinya dengan pakaian ala pelayan dengan kain kebaya lengkap dengan jariknya, sementara Mang Oyik mengenakan celana hitam yang longgar dengan kain sarung yang dilipat rapi. Harus diakui, Lik Marni memang memiliki wajah yang manis khas wanita jawa pesisir, meski kulitnya sawo matang namun tubuhnya begitu kencang mendukung gerakannya yang lincah dalam melayani berbagai permintaan para tamu cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu meneguk ludahnya ketika Lik Marni berjalan menjauh, meninggalkan pemandangan yang begitu indah, bokongnya yang cukup besar berayun gemulai seakan mengundang untuk dijajal. Dan sepertinya bukan hanya Pak Prabu yang tertarik dengan olah gerak dari tubuh wanita muda itu, karena tatapan Aditya dan Munaf pun tak terlepas dari geol nakal tubuh yang terbalut erat kain khas wanita desa itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Oyik yang menangkap tatapan nakal para lelaki hanya tersenyum, dirinya telah terbiasa menghadapi para tamu yang menunjukkan minat pada tubuh istrinya. “Silahkan disantap tuan-tuan, kalo ada keperluan lain bisa memanggil saya atau istri saya,” ucap Mang Oyik sambil tersenyum penuh makna, lalu pergi meninggalkan gazebo.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang sibuk meladeni celoteh manja Aryanti beberapa kali melotot melihat ulah Aida sepeninggal Munaf. Tampaknya wanita itu telah begitu pandai menonjolkan keindahan tubuhnya, dengan tatapan genit sesekali Aida merentangkan sayap pahanya dengan begitu lebar memamerkan paha sekal dan selangkangan yang terbalut kain putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada sensasi luar biasa pada diri Arga dan Aida ketika berusaha untuk saling memberi dan menerima keindahan ditengah hiruk pikuk tawa dan canda. Untuk kesekian kalinya Aida merentangkan kakinya, hanya saja kali ini lebih lama dari sebelumnya, seakan mempersilahkan kepada Arga untuk lebih mengenali bagian paling sensitifnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara matanya bersiaga mengawasi sekelilingnya. Untung tak dapat dicegah, Zuraida yang masih penasaran dengan keindahan pulau itu mengajak Aryanti untuk sedikit berjalan-jalan. Bagi Zuraida sinar mentari senja yang menapaki setiap bulir pasir dapat menghadirkan ketenangan. Langkah kaki Zuraida dan Aryanti tampaknya diiringi oleh yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini tinggallah Arga yang semakin bebas melumat pemandangan di hadapannya, tapi Arga harus mendengus kecewa ketika Aida beranjak dari tempat duduknya dan menuju kearahnya. Dan kini wanita itu telah duduk di sampingnya, dan terhentilah semua pemandangan itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku lebih berharap kau tetap duduk di sana dan menikmati hidangan yang kau tawarkan,” ucap Arga dengan suara sepelan mungkin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooo ya?,, apakah kau tidak ingin mencicipi hidangan itu,” jawab Aida dengan suara tak kalah pelan. “kapan lagi kau akan mengambil upah atas terapi nakal mu ini,” belum sempat Arga menjawab Aida telah beranjak, namun wanita itu tidak menuju pintu cottage tapi kearah samping kebagian salah satu sisinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan pandangan penuh kemenangan Arga menatap Aditya dan Pak Prabu yang tertinggal di cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ga,,, jangan langsung dihabisin, sisain gue buat ntar malam,” teriak Pak Prabu sambil tertawa, yang dijawab Arga dengan mengacungkan jari tengah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Om, Ntar malam, Adit pinjam tante ya?,,,” ucap Adit dengan sedikit ragu dan takut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu tertawa terbahak, “Emang kamu sanggup ngeladenin tantemu itu? Hati-hati lho dia itu predator daun muda,” bisik Pak Prabu menggoda Adit. Wajah Aditya sumringah setelah mendapatkan lampu hijau dari Pamannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida yang melangkah cepat agak kebingungan mencari ruang yang sedikit terlindung. Gairahnya begitu menggebu, sejak obrolannya bersama Arga tadi pagi, Aida terus mengeksploitasi tubuhnya di hadapan para pria. Ada kepuasan tersendiri ketika dirinya menikmati tatapan nakal para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ibu bisa pakai kamar saya dan istri saya,” terdengar sebuah suara bariton yang ternyata adalah Mang Oyik, pria berjambang dan berkumis lebat itu tersenyum ramah sambil menunjukkan sebuah kamar dekat disamping dapur. Sepertinya Mang Oyik sudah sangat hapal dengan ulah para tamunya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida melangkah cepat, tepat dipintu dirinya berpapasan dengan Lik Marni yang tengah memasak untuk makan malam mereka. Keduanya saling melemparkan senyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Maaf Bu kamarnya saya pinjam ya," ucap Aida sambil menahan malu, namun Lik Marni justru tersenyum dan membukakan pintu kamarnya yang berada tepat di samping pintu dapur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang menyusul Aida harus sedikit berbasa-basi dengan Lik Marni namun perempuan kalem itu justru memberi isyarat agar Arga secepatnya masuk kekamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kasian lho mas warungnya kelamaan nunggu, kalo warungnya tutup kan situ yang repot,” ujarnya sambil tersenyum simpul setelah Arga memaksakan sedikit obrolan yang tidak penting.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendapat sindiran yang begitu menohok akhirnya Arga membuka pintu kamar tidur pasangan penjaga cottage itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nanti malam warung saya juga buka lho, kalo mau mampir boleh koq,” seru Lik Marni cepat sebelum Arga menutup pintu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sempat kaget mendengar undangan itu, namun kemudian dirinya tersenyum, diundang untuk mampir ke ‘warung’ milik wanita semontok Lik Marni tentunya tak akan ada lelaki yang menolak. Apalagi Arga yang setelah menikah tidak pernah lagi mencicipi warung milik wanita lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di dalam kamar yang gelap hanya diterangi bias lampu luar yang menorobos dari sela ventilasi, Arga dapat dengan jelas melihat sosok Aida yang bertelungkup pada sebuah bantal. Body sekal dengan pantat montok yang sedari tadi pagi telah menghantui pikirannya kini tergeletak pasrah menunggu untuk dijamah. Apalagi dengan posisi telungkup tubuh itu semakin menggoda, rok pendek yang dikenakan tak lagi mampu menutupi dua buah pantat yang membulat padat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mencoba memanggil Aida namun tidak mendapatkan jawaban. Arga bisa mengerti karena ini adalah perselingkuhan pertama wanita itu. Dengan perlahan Arga menyingkap semakin keatas kain yang menutupi bagian bawah tubuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan pandangan takjub tangannya meremas dengan gemas dua bongkahan daging kenyal yang kini berada dalam teritorialnya, sadar waktu yang dimiliki hanya sebentar Arga bergegas melepas levi’s pendek dan kaos yang dikenakan, dan segera menduduki kedua paha putih mulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya kembali bermain, meremas dan menekan bokong yang ditelantarkan pemiliknya dalam kebisuan. jemarinya dengan nakal mengusap klitoris yang masih terbungkus pengaman membuat pemiliknya harus mengerang geli.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengangkangi tubuh Aida, mencoba mengukur panjang penisnya ditengah-tengah bongkahan, agak ragu Arga, apakah penisnya dapat masuk sepenuhnya seperti saat dirinya menjejalkan penis panjang dan gemuk itu ke vagina istrinya, Aryanti. Hal itu tak membuatnya pusing, namun kepasrahan Aida yang hanya membenamkan wajahnya dibantal itulah yang membuatnya bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Apakah wanita itu tengah menyembunyikan rasa malu untuk perselingkuhan pertamanya ataukah memang telah pasrah untuk disetubuhi. Arga mencoba menyelusupkan kedua tangannya ke dalam kaos Aida, cukup sulit memang karena terhimpit oleh tubuh, tapi Aida mengerti dan sedikit mengangkat tubuhnya, membiarkan jemari Arga bertandang kepayudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hati-hati neng, ntar balonnya pecah lho kalo ditindih terus,” goda Arga yang dijawab dengan sikutan Aida ke tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepatlah, ambil imbalan yang kau mau, sebentar lagi makan malam,” balas Aida dengan memalingkan wajahnya ke samping. Arga semakin menyadari kecantikan dari istri temannya itu, kaca mata yang menghias wajah bundarnya membuat wanita itu semakin menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan telunjuknya Arga mencoba menyibak kain yang menutupi lubang kemaluan, pikirnya tak perlu melepas segitiga pengaman itu, tapi kain itu terlalu ketat membungkus vagina dan bongkahan pantat yang cukup besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dibantu Aida, Arga akhirnya memilih melepas kain yang menghalangi usaha birahinya. Debaran jantung Aida yang berdetak cepat, menunggu pertemuan kedua kulit kemaluan mereka, dapat dirasakan oleh Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eemmhhpp,,,” erangan Aida tertahan ketika vaginanya mulai menerima kepala penis Arga, cukup sulit memang bagi Arga untuk melesakkan penisnya ke vagina yang ternyata belum terbiasa dengan batang sebesar miliknya, apalagi dengan posisi memeluk Aida yang telungkup. Dengan berdiri pada kedua lututnya Arga menarik bongkahan pantat semakin menungging membuat vagina Aida semakin merekah. Mungkin dengan begini penisnya dapat lebih mudah melakukan ekspansi pikir Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aarrggaa,,, gaaa,,” Aida terpekik ketika Arga sedikit memaksakan kepala penisnya menjelajah lebih jauh, meskipun sudah sangat basah tetap saja begitu sulit. Jemari Aida mencengkram tangan Arga dengan kuat untuk meredam perih yang dirasakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi pantat itu terus saja menyorong ke belakang, seakan meminta Arga untuk terus menghujamkan penisnya. Sesekali bergoyang untuk memuluskan jalan masuk dari batang besar yang terus menohok semakin dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Taahhaaannn,, duluu,,Gaaa,,” dengus Aida, sambil meminta Arga kembali memeluk tubuhnya yang telungkup. “Asal kau tauuu,, penismuu ituu terlaalu besar untuk kemaluankuu,, dan ini adalah penis pertama selain milik suamiku yang kubiarkan memasuki tubuuhhkuuu,,” seru Aida pada Arga yang sibuk menciumi pipinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu,,,” jawab Arga dengan enteng.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jawaban Arga yang begitu santai tentu saja membuat Aida menjadi jengkel. Arga yang melihat wajah Aida yang cembetut dengan bibir yang manyun segera mendaratkan bibirnya dan dengan dengan cepat lidahnya masuk mencari-cari tuan rumah dari bibir indah itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida memang tidak begitu mahir dalam permainan lidah, karenanya dirinya membiarkan saja lidah Arga menelusuri rongga mulutnya. Sesekali lelaki itu menyedot lidah Aida dengan kuat membuat wanita itu kalang kabut tak dapat bernafas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrgghhhmm,,” tiba-tiba bibir Aida terlepas, menggeram kencang. “Sedalam apalaaagi kaaau mauu menusuk kemaluanku Gaaa,,,” lengkingan Aida semakin menjadi ketika Arga terus saja menohok vaginanya, meskipun batang itu telah sampai kepangkal rahimnya. Aida tidak menyangka jika penis itu masih dapat masuk lebih dalam lagi, dan serangan Arga yang begitu tiba-tiba membuatnya terkejut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin ini sudah cukup,” jawab Arga setelah yakin penisnya tak dapat masuk lebih jauh lagi. Dengan perlahan Arga mengayun penisnya mencari kenikmatan yang dihidangkan dengan sukarela oleh tubuh istri temannya itu. Pantat Aida semakin terangkat, batang besar yang belum pernah dirasakannya itu ternyata mampu memberikan kenikmatan baru bagi dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Aida terpejam menikmati gesekan otot berselimut daging yang semakin lama semakin keras. Dinding vaginanya mencoba mengenali urat-urat yang menonjol di antara dinding kulit yang telah basah oleh lendirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, masukin yang daaalaammm,,,please,” lirih Aida. Dinding rahimnya menagih untuk kembali disapa ketika Arga asik bermain dipermukaan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,,” teriaknya dengan kesal. Disaat vaginanya begitu mendamba kembali disesaki oleh batang besar itu, Arga justru mencabut penisnya. Raut muka Aida yang jengkel membuat wanita itu semakin cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sssttsss,,, aku ingin menidurimu, bukan menindihmu seperti ini,” bisik Arga sambil membalik tubuh Aida dan melepas kaos serta bra yang masih melekat, dengan nakal telujuk dan jempol Arga memelintir puting merah muda yang telah terpampang di hadapannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat keduanya saling menatap dalam temaram bias cahaya, dengan posisi seperti ini Aida tersadar dirinya yang selama ini berhasil menjadi ibu rumah tangga yang baik sekaligus seorang guru teladan di sekolahnya mengajar, kini bersiap melayani birahi seorang pria, teman suaminya dengan keadaan yang sangat sadar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan sialnya dirinya pun memang menghendaki persetubuhan ini, entah mengapa seorang Arga telah berhasil menumbuhkan gairah liarnya, mengeksploitasi keindahan tubuhnya di depan umum, memohon selangkangannya kembali disesaki oleh batang luar biasa itu. Debaran jantungnya semakin cepat ketika merasakan vaginanya yang merekah kembali menagih untuk dikayuh oleh penis yang kini berada dalam genggamannya, berlumur lendir cintanya. Dengan kesadaran penuh Aida membuka selangkangnnya lebih lebar, memohon Arga untuk mengambil tempat diantara kedua paha yang sekal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Matanya yang terus menatap wajah Arga sesekali melirik batang yang kini berada tepat di depan gerbang kemaluannya. Gemeretak gigi terdengar cukup jelas ketika Aida menahan rasa penasaran dan gregetan karena batang itu tak kunjung amblas ke lorong yang begitu berhasrat untuk merasakan hujaman penuh nafsu. Ya,,,hanya bermain di pintu vagina yang tembem, menggosok, terkadang menyapu hingga ke rambut-rambut yang tumbuh cukup lebat, dan sesekali mencelupkan sebagian kepalanya namun kembali keluar untuk bermain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooohh,, please Gaaa,,, setubuhi akuuuu,,, pleeaassse,” rintih Aida seraya berusaha melepas kacamatanya yang berembun oleh deru nafasnya yang memburu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh,,, tidak, biarkan kacamata itu tetap menghias kacamata ibu guru,” pinta Arga sambil menyinggung profesi Aida yang notabene bekerja sebagai guru Bahasa di sebuah SMU.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terserah kaulah, tapi cepatlah penuhi vaginaku,” rengek Aida semakin gregetan dan kesal. Meski jemari Arga yang kini bermain dengan payudaranya membuat getaran nikmat Namun Aida tak ingin menunggu lebih lama, setelah mengangkangkan kakinya dengan lebar, wanita itu memegang pinggul Arga dan menekannya ke bawah berharap penis yang menggantung di depan kemaluannya kembali mengayuh vagina yang terus berdenyut minta diisi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhh,,, yaaa,,yaaa,,,” tanpa melepaskan pandangan mata yang saling bertaut Aida begitu menikmati setiap dentuman penuh birahi yang menghentak keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sendiri dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah cantik berkacamata itu melotot meredam hentakan Arga yang semakin cepat. Sesekali mulutnya melenguh ketika hujaman Arga mengenai daerah paling dalam. “Ugghhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua bibir makhluk berlainan jenis itu terus mendesis bersahutan, sesekali saling bertukar ludah dalam lumatan yang panjang.“Yeeaahhh,, Gaaa,,, terusss,, yaa sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ummghhh,,,,aaahhh,,aahhh” tubuh Aida melengkung, tak mampu lagi dirinya menahan orgasme yang melanda, kedua paha sekalnya menjepit pinggang lawannya dengan kuat, dengan tangan mencengkram punggung. Beberapa kali tubuhnya menghentak mengikuti orgasme yang begitu dahsyat, mulutnya meneriakkan lolongan kepuasan begitu keras, begitu nyaring.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh putih nan sekal itu beberapa kali masih terhentak, orgasme datang silih berganti akibat ulah Arga yang terus menghentak tak memberi kesempatan bagi Aida untuk sejenak menikmati orgasme yang begitu dahsyat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarggghhhaaa,,, aahhh,,,” Setali tiga uang, ternyata Argapun tak mampu lagi menahan orgasmenya, bermili-mili sperma kental menghambur memenuhi lorong kemaluan yang semakin banjir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuggghh,,ughh,ughh,” di sisa orgasmenya Arga kembali menghentakkan penisnya, mencari-cari kenikmatan yang tersisa sekaligus mengalirkan tetesan sperma yang tertinggal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida hanya tersenyum melihat ulah Arga, dibiarkannya lelaki itu terus menghentak vaginanya dengan segenap kekuatan yang dimiliki, mengeksploitasi kepuasan diatas tubuh bugilnya. Menggeram kuat dengan jemari mengcengkram erat kedua payudaranya, mengejang penuh birahi di sela selangkangannya, mengosongkan kantong spermanya hingga memenuhi rongga vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski dalam masa subur Aida tidak ingin memupus kenikmatan yang tengah dinikmati pria diatas tubuhnya itu. Dibiarkannya aliran sperma yang hangat memenuhi rongga rahimnya, apapun yang terjadi nanti biarlah terjadi. Namun yang pasti saat ini dirinya begitu menikmati kepuasan yang terpancar dari wajah seorang pria yang bukan suaminya, terus memburu rentetan kenikmatan orgasme dari tubuh telanjangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada kepuasan dibatin Aida melihat wajah dan tubuh Arga yang bermandikan keringat tersenyum kelelahan, dipeluknya kepala Arga dan menempatkan wajah yang dihias kumis tipis itu diantara payudaranya. Obrolan ringan mengalir dari mulut mereka tanpa ada niat memisahkan dua kemaluan yang masih bertaut berselimut kehangatan lendir-lendir cinta mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dugaanku tidak meleset, ternyata kau memang luar biasa,” ucap Arga sambil menyisir alis Aida dengan telunjuknya. Keringat dari pacuan birahi yang baru saja selesai masih terus keluar dari pori-porinya yang halus. Tubuh Arga memang lebih besar dari suaminya, dengan badan atletis yang selalu terjaga. Dan Aida merasa tenang berada dalam rengkuhan dan tindihan pria tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaha,,, sudahlah,, tak perlu merayuku lagi, kau sudah mendapatkan segalanya dariku, aku harus mengakui pesonamu begitu mengagumkan, dan aku yakin sudah banyak wanita yang telah berhasil kau gagahi dan sialnya salah satunya adalah aku,,,. Jadi sekarang, sebaiknya cepatlah kau kenakan pakaianmu dan berkumpul dengan teman-temanmu di meja makan,” kata-kata Aida yang begitu panjang tak mendapatkan respon dari Arga yang kini mengukir bentuk bibir Aida dengan jemarinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah Arga,, kau tidak mungkin terus menindih tubuhku, lagipula aku tidak ingin suamiku mendapati kemaluanku melebar karena terus menelan batang besarmu ini,” dengus Aida dengan berpura-pura kesal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang lebih banyak diam dan hanya menatap wajah dan tubuh telanjangnya, membuat Aida rikuh. Walau bagaimanapun ini adalah pengalaman pertamanya mempersilahkan seorang pria, selain suaminya, dengan bebas menggasak selangkangannya. Bahkan suaminya pun tidak pernah melakukan itu, biasanya Munaf langsung tergeletak tertidur di sampingnya begitu berhasil menghamburkan sperma di rahimnya, dan kini ada seorang lelaki yang belum begitu dikenalnya, berlama-lama menindih tubuhnya tanpa melepaskan batang yang menghujam dan masih saja mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah kau benar-benar ingin aku turun dari tubuhmu?” Tanya Arga sambil mengambil ancang-ancang menjatuhkan tubuhnya ke samping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emhh,, Arga, jangan membuatku terus merasa malu dong,” rajuk Aida sambil kembali memeluk tubuh Arga dan menyembunyikan mukanya yang memerah ke dada bidang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua pahanya menjepit erat pinggul Arga menegaskan bahwa dirinya tidak ingin batang besar itu lepas dari kemaluannya. Arga hanya tersenyum melihat tingkah Aida, namun kedua sikunya yang terus menahan berat tubuhnya untuk menghindari beban di tubuh Aida sedikit membuatnya capek, akhirnya Arga berguling kesamping dan menempatkan Aida di atas tubuhnya tanpa melepaskan penis yang masih mendekam manja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu sempat terpekik, namun setelah mendapati posisi yang memberikan dominasi pada dirinya, Aida tersenyum. Dengan percaya diri yang dipaksakan Aida menduduki penis Arga dan membiarkan lelaki itu memandangi tubuhnya yang terekspos bebas. Aida sangat ingin memperlihatkan semua kelebihan yang dimilikinya. Aida mengakui tubuhnya lebih berisi dibandingkan wanita lainnya, hampir menyaingi kemontokan tubuh Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jemari kanan Arga terulur menjemput payudara besar yang menggantung, sementara tangan kirinya menyusuri pinggangnya yang ramping. “Ternyata kau benar-benar gemuk, untungnya lemak itu berada sesuai pada tempatnya,” desis Arga saat meremasi kedua bokong Aida yang begitu montok dan membuat batangnya terbenam semakin dalam. “Tapi itu justu membuatmu sial, karena kau harus melayaniku sekali lagi,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh ya,,, tampaknya upah yang kuberikan masih kurang, baiklah,,, kau boleh kembali mengambil upahmu,” balas Aida seraya mengarahkan payudaranya ke bibir Arga. Tak perlu waktu lama, bibir indah itu kini kembali mendesis menikmati bibir Arga yang bermain nakal, menjilat, menyedot bahkan mengigiti kedua putingnya. Tak dihiraukannya telunjuk Arga yang kini mengusap-usap sekitar anusnya, namun ketika dirasakannya jari itu mencoba memasuki anusnya, Aida terkaget dan dengan cepat mencengkram tangan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan sayang, itu jorok sekali,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi aku ingin mengambil upahku di lubang kecil itu,” ucap Arga dengan merengek manja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“yang benar saja Arga, milikmu tidak akan mungkin cukup masuk kesana,” tubuh Aida bergidik, vaginanya saja begitu sulit melahap batang besar itu, dan kini batang itu ingin menjajal anusnya yang begitu sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jujur saja, istriku telah melayani dua orang pria dengan anusnya, dan itu sungguh nikmat, Ayolah,,,” Arga bingung bagaimana lagi cara merayu, dirinya begitu terpesona dengan pantat montok itu, dan terus membayangkan bagaimana nikmatnya jika penis besarnya berhasil melesak masuk dan terjepit diantaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrimu? Aryanti? Telah melayani dua pria? Denga anusnya?” kening Aida berkerut terkejut oleh pernyataan Arga. “Ta,ta,tapi,,, aku tidak berani, itu pasti sakit sekali,” jawab Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuan, makan malam sudah siap, dan sepertinya tuan dan nyonya sudah ditunggu oleh teman-teman untuk makan bersama,” terdengar suara lembut Lik Marni, memutus perdebatan antara keduanya. Arga kembali memandang mata Aida penuh harap, sekaligus menyampaikan pesan bahwa waktu mereka tak banyak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baiklah,,, kau menang Arga, tapi lakukan dengan pelan,” Aida menyerah, melepas penis Arga yang masih menancap kemudian mengambil posisi menunging sambil memeluk bantal. Tampak penis Arga begitu mengkilat, entah oleh spermanya tadi ataukah oleh cairan vagina Aida yang kembali basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekali lagi Arga meremasi pantat besar Aida, dengan posisi itu vagina dan anus Aida terpampang jelas, begitu pasrah bersiap menerima tusukan penis pertama yang sama sekali tidak pernah dilakukannya, terbayangkan pun tidak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah mengambil posisi diantara kaki Aida yang tertekuk, Arga mencoba menusuk-nusuk lubang yang telah basah oleh liurnya. Dan memang kepala penisnya terlalu besar untuk lubang imut itu. Berkali-kali helm besar itu meleset ke atas dan sesekali terpleset ke vagina Aida, membuat bibir wanita itu mendesis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sepertinya memang tidak bisa, sayang, dan mungkin aku akan melakukannya lain kali,” ucap Arga yang menyerah dan kemudian menusukkan batangnya ke kemaluan Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida menggeram tertahan, mendapati selangkanganya ditusuk dengan tiba-tiba. “yaaa,yaa, teruusss,, kurasaaa iniii lebih baiiieek,” rintih Aida mengimbangi sodokan-sodokan keras dari Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan erat kedua lengan kekar itu memegangi pinggul Aida, untuk memantapkan serangannya, kamar gelap yang tadi senyap kini kembali riuh oleh gemuruh birahi. Masing-masing ingin menunjukkan kelihaian dalam memuaskan lawan mainnya. Aida berusaha mengejang untuk mempererat cengkraman otot vaginanya, dan itu cukup membuahkan hasil, Arga berkali-kali mendengus garang ketika penisnya tertahan cukup lama didalam lubang sempit itu, menikmati gerakan otot kelamin Aida yang mengempot. Aida tersenyum puas oleh usahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun ketika Arga tiba-tiba menghentak keras jauh kedalam kemaluannya pekiknya terlontar. Dinding rahimnya tak pernah mampu membungkam hentakan nikmat batang yang terus menggedor ganas. Ranjang kayu dengan per busa yang tak lagi kencang terus menghantam tembok kamar. Membuat suara semakin gaduh. Aida mengangkat paha kanannya, memperlebar akses bagi batang itu untuk bergerak lebih bebas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adduuuuhhh,,, duhh,,Gaa,,,Argaaa,,, masukiiin semuaaa,,, biar kutelaaann smuaaa,,,” jeritan birahi Aida begitu nyaring membuat Lik Marni yang ada didapur geleng-geleng kepala, meski telah terbiasa dengan ulah tamu-tamunya, tapi tak ada yang seganas mereka berdua. Tubuh Aida tak mampu menahan hentakan pinggul Arga yang menggila, membuat pipi mulusnya menempel ke dinding, kedua tangannya mencoba menahan di tembok kamar. Meski demikian pinggulnya masih memberikan perlawanan, bergoyang mengikuti hentakan yang membabi buta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aarrrgghhh,,, Gaaa,,, keluaaarrr,,, Aiieedaaa sampaaaii Gaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhm,, aahh,,, yang dalaaaamm,, daalaaam,,” Aida tak lagi peduli dengan jeritannya yang memekik nyaring. Orgasmenya begitu dahsyat saat Arga memaksakan penis yang terlalu panjang itu berhasil masuk sepenuhnya ke dalam lorong kemaluannya. Tangan Arga berusaha menahan pinggul Aida yang berkelojotan, dengan punggung melengkung naik turun seiring orgasme yang perlahan mulai menyurut. Sudut matanya melirik Arga yang berusaha mengatur nafasnya dengan senyum tersungging.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keegoan Arga sebagai seorang lelaki melonjak saat melihat orgasme gila yang dialami Aida. Bertambah satu lagi wanita yang mengakui kehebatan barang pusaka miliknya. Terdampar di pantai orgasme, melenguh bersahutan bagai ombak yang datang silih berganti. Kini, lagi-lagi Arga memeluk tubuh montok yang tertelungkup kehabisan tenaga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ga,,lakukanlah semua yang kau inginkan pada tubuhku, tapi beri aku waktu beberapa menit,” kata Aida tersengal-sengal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah wanita cantik berkacamata yang kini bermandikan keringat itu memberikan pemandangan yang begitu indah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin aku akan membobol anusmu lain kali, dan hingga sampai waktunya tak ada seorangpun yang boleh menjamah lubang itu, dan sekrang berbaliklah,” bisik Arga dengan lidah menjilati kuping Aida. Aida bingung dengan apa yang akan dilakukan Arga pada dirinya. Dengan penuh nafsu Arga mengangkangi payudara Aida yang terbaring pasrah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini tampak dengan jelas di depan mata Aida bagaimana bentuk dari batang yang telah memberikannya orgasme yang begitu dahsyat. Tepat di depan hidungnya, Arga mengocok batang raksasa yang menampakkan urat-urat yang mengelilingi, membuat daging besar itu semakin sangar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah dorongan dari mana Aida membuka bibirnya menawarkan batang itu untuk bertandang ke dalam mulutnya. Padahal Aida selalu menolak melakukan itu saat suaminya meminta dan memohon. Rezeki tak boleh ditolak, dengan cepat batang itu memenuhi rongga mulutnya, terkadang lidah Aida menyedot batang itu dengan kuat berharap batang itu menghilangkan dahaganya dengan sperma cinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekelebat Aida teringat kesehariannya yang bekerja sebagai seorang guru, seorang guru cantik yang menjadi idola di sekolah. Namun kini terbaring pasrah dengan mulut penuh dijejali penis seorang pria yang bukan suaminya. Namun dalam setiap geraknya Aida justru ingin memastikan bahwa semua yang dilakukannya itu benar-benar nyata, bukan sekedar mimpi. Dengan jemarinya sesekali Aida menarik penis itu keluar dan memainkan di wajahnya yang mulus, menyusuri hidung dan telinganya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara lidahnya menjilati kantung testis yang meggantung. Aida sangat sadar dengan apa yang dilakukannya, hatinya ingin mendobrak kungkungan moral dan hukum yang selama ini membelenggu. Berbagai kejadian yang dialaminya selama mengajar disekolah silih berganti hadir dipelupuknya, bagaimana mata para siswa cowok memandangi belahan roknya dengan sangat liar, terkadang Aida merasa risih ketika beberapa muridnya sengaja menundukkan badan untuk mengambil barang yang sengaja mereka jatuhkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida harus mengakui sesekali murid-muridnya kadang sedikit beruntung saat dirinya terlupa menurunkan dan menjepit roknya yang selutut ketika duduk dibangku guru. Itu terlihat jelas dari mata mereka berbinar ketika berhasil mendapatkan pemandangan yang indah. Atau ulah penjaga sekolah yang mengiringinya setiap kali dirinya ke kamar kecil yang sebenarnya dikhususkan bagi para guru. Akibat ulah penjaga sekolah yang nakal tersebut Aida berusaha ekstra hati-hati dengan memastikan tidak ada celah lubang untuk mengintip.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bahkan tidak sekali dua kali, Kepala sekolah tempatnya mengajar, Pak Darno mengedipkan mata dan dengan sedikit isyarat yang dipahaminya sebagai permohonan untuk sedikit mengintip dua bukit yang tersembunyi di balik seragam PNSnya. Meski tidak mengabulkan permohonan itu, Aida tidak dapat memungkiri ada gairah yang menggelegak dalam dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada rasa bangga ketika setiap bagian tubuhnya dikagumi oleh para lelaki. Hanya saja kenyataan dirinya sebagai gadis kampung yang diboyong ke kota dan berprofesi sebagai guru lah yang menjadi rambu-rambu akan semua tingkah lakunya. Tetapi kini, dirinya terbaring pasrah di bawah tindihan seorang lelaki, merelakan setiap lubang di tubuhnya dijejali oleh batang berotot, gerakannya begitu pasrah mengikuti semua kehendak pejantan yang mengayuh tubuhnya, gairahnya menderu mengejar kenikmatan dan kepuasan yang dijanjikan oleh Arga, teman suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengus nafasnya kadang tertahan, ketika tubuh Arga yang berat menduduki kedua payudaranya, menjepitnya dengan keras, tapi entah mengapa tubuhnya justru semakin pasrah, menikmati bibir Arga yang mendesah dan merintih semakin keras di atas tubuhnya. Hatinya sangat ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang wanita jalang yang sanggup memuaskan para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Keluarkanlah semua saaayaaaang,,,” teriak Aida sambil membuka lebar mulutnya, seakan memberi tanda bibir indah itu siap menampung setiap tetes sperma Arga yang mengalir keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrgghhhh,,,, iseeeppp yang kuat, iseeppp, semuaaaa,,,” teriak Arga ketika tak mampu lagi bertahan atas pelayanan yang begitu sempurna dari seorang guru yang cantik. Jemari Arga menjambak rambut Aida dengan kasar, memastikan penisnya tidak akan terlepas dari mulut Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emmgghhhh,,mgghhh,,,” Aida menggeram berusaha memenuhi hajat pejantan yang melenguh melepas orgasme di rongga mulutnya, lidahnya berusaha menyedot batang yang berkedut kencang menghantar cairan kental ke mulutnya. Berkali-kali Aida meneguk untuk mengosongkan mulutnya yang telah penuh. Wajahnya begitu pasrah ketika batang berlendir ditarik keluar dan menghambur tetes terakhirnya di kacamata dan wajahnya. Aroma yang khas membuat mulutnya terbuka lebar berharap batang besar itu kembali masuk untuk mendapatkan pelayanan dari lidahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Satu lagi pelayanan yang begitu dahsyat dirasakan oleh Arga, yang tak pernah didapatkannya dari Aryanti istrinya. Ada rasa puas dan bangga ketika berhasil melukis wajah seorang guru yang cantik dengan aliran sperma. Dengan kekuatan yang tersisa Arga menjatuhkan tubuhnya ke samping, perlahan mengatur nafasnya. Wajahnya meringis ketika Aida menggoda dengan menggenggam kepala penisnya dengan kuat, membuat kemaluannya terasa ngilu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepatlah berbenah, nanti kita dicari yang lain,” bisik Arga seraya mencari pakaiannya, jemarinya meraba-raba mencari kaosnya yang terlempar entah kemana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kau duluan saja aku akan menyusul nanti, kau benar-benar luar biasa dan aku harus beristirahat sebentar,” jawab Aida yang justru mengambil selimut dan menutupi sebagian tubuh montoknya yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,, tapi jangan terlalu lama, aku takut suamimu cemas,” balas Arga sambil meremas payudara Aida dari balik selimut, membuat siempu-nya tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalau kau ada waktu, mungkin aku bersedia untuk sekali lagi melayanimu malam ini,” jawab Aida sambil terkikik sebelum Arga menghilang di balik pintu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Guru Kencing berdiri, Dua Tiga Pulau Terlampaui</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setiba di meja makan, Arga tak mampu sepenuhnya mengikuti obrolan yang semakin panas, berbagai ocehan nakal semakin deras mengalir. Suara tawa meledak serentak ketika Bu Sofia dengan gaya yang centil memainkan sebatang sosis dimulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masukkanlah daging sosis itu kebelahan dadamu, mungkin daging itu merasa kesepian tak memiliki teman,” seru Munaf seraya menunjuk payudara Bu Sofia dengan bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ow, ow, ow,, aku tidak mungkin mengambil talenta yang dimiliki oleh Aryanti,” jawab Bu Sofia sambil melirik Aryanti dengan mata mengedip, membuat semua tertawa. Dan kini semua mata tertuju pada Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak,tidak,,, Aku memenuhi permintaan kalian tadi sore hanya karena penasaran, dan sekarang tidak ada yang dapat memaksaku,” sela Aryanti. Jidat Arga berkerut, dan Aryanti membaca tanda tanya dikepala suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, tadi sore setelah berjalan-jalan sebentar kami kembali ke gazebo tempat kita berkumpul selumnya, dan aku sudah tidak mendapatimu disana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“lalu, apa hubungannya dengan sosis itu,” Tanya Arga penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrimu memang hebat, mampu melakukan apa yang tidak mampu dilakukan oleh istri-istri kita,” Jawab pak Prabu cepat dengan bibir nyengir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,ya,,, itu cuma kebetulan saja Sayang,, Adit menantang bu Sofie, apakah payudara tantenya itu dapat memeras jeruk yang sudah terbelah dua, imbalannya Adit bersedia memijiti kaki Bu Sofia yang memang terus mengeluh capek karena terlalu lama jalan-jalan tadi sore” jawab Aryanti berusaha menerangkan, tak ingin membuat suaminya salah paham.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Lalu Bu Sofia meladeni tantangan Adit dengan memasukkan jeruk itu ke dalam kaos dan dijepit oleh kedua payudaranya yang besar, namun ternyata air yang keluar dan mengalir ke pusarnya hanya sedikit, So,,, karena penasaran aku turut mencobanya, dan ternyata air jeruk yang diperah kedua payudara istrimu ini lebih banyak, hahahaha,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Dengan menjepitkan kedua payudaramu?” Tanya Arga cepat yang dijawab dengan anggukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Semuanya sudah mencoba, jadi tidak ada salahnya kan jika aku turut mencoba, sekuat tenaga aku mengepit balon ini dengan lenganku dan ternyata aku berhasil,” sahutnya sambil memperagakan kedua tangannya yang saling menggenggam lalu menjepit kedua payudaranya dengan kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ayal sepasang payudara Aryanti menyembul seakan ingin melompat dari kaosnya yang longggar, Mata Arga bisa menangkap bagaimana mata teman-temannya melotot melihat aksi Aryanti yang me-replay usahanya tadi sore.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebenarnya aku tidak kalah dari istrimu, hanya saja air jeruk hasil perahanku tertahan oleh bra ku, sementara istrimu bisa mengalirkan air itu langsung ke pusarnya tanpa terhalang,” celetuk Bu Sofia yang masih belum bisa menerima kekalahannya, tapi justru membuat mata Arga melotot kaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Haahahahaa,,, Ya,,yaa,, aku memang sudah melepas bra ku karena sudah terlalu lengket oleh keringat akibat berlarian dipantai dengan Zuraida, tapi setidaknya aku tidak melepas bra-ku karena permainan itu,” jawab Aryanti dengan santai seakan semua itu adalah hal yang biasa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pasti saat itu semua mata dapat memandang dengan bebas ke arah gumpalan payudara istriku,” gumam Arga sedikit cemburu. Arga perlahan menarik nafas panjang mencoba untuk lebih rileks, toh apa yang telah dilakukannya lebih dahsyat dari istrinya, sesekali matanya melirik Zuraida yang malam itu terlihat berpakaian lebih santai, baju tidur berwarna biru lengkap dengan penutup kepala jenis bergo.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sangat berbeda dengan istri Arga yang berpakaian lebih menantang dari biasanya, kaos longgarnya kali ini lebih kedodoran dari biasanya, memperlihatkan pundaknya yang putih begitu kontras dengan tali bra yang berwarna merah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Shit,,, sejak kapan Aryanti memiliki baju model seperti ini,” dengus hati Arga saat menyadari pakaian baru yang dikenakan istrinya. Pasti bosnya memberikan uang sangu yang cukup besar untuk cutinya kali ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun Arga juga terlihat puas saat memergoki semua mata teman-temannya yang diam-diam menyatroni bagian tubuh Aryanti yang terbuka dengan rasa kagum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi tunggu,,, jika semua wanita melakoni permainan itu, artinya Zuraida juga melakukannya kan?” bisik Arga ketelinga Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya,, dia juga melakukannya, hanya saja kami tidak dapat melihat dengan jelas aksinya karena terhalang oleh penutup kepalanya,,, Heeeyy,,, apa kau mengagumi istri temanmu itu?” tanya Aryanti, menatap penuh selidik kewajah Arga yang tiba-tiba salah tingkah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak juga, hanya penasaran apakah wanita seperti dia juga seberani istriku yang seksi ini,” jawab Arga memandang istrinya berusaha memberikan pujian obrolan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak mengapa sayang, itu wajar, karena Zuraida memang cantik,,, apa kau tau?,, tadi sore dia mengenakan celana dalam berwarna pink lhoo,, itu terlihat saat dia mengangkat kaos bawahnya untuk memperlihatkan pusarnya yang hanya dialiri beberapa tetes air jeruk,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
GLEEEKK,,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang sedang minum untuk menenangkan hati tiba-tiba tersedak, tapi Aryanti justru tertawa terpingkal, membuat mereka yang ada disitu bingung melihat Aryanti yang tiba-tiba tertawa setelah berbisik-bisik dengan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Hey, apakah ada yang melihat istriku,” celetuk Munaf tiba-tiba yang masih menunggu istrinya. Lagi-lagi Arga tersedak, Aida istri Munaf yang begitu menggairahkan mungkin masih terlelap di kamar Lik Marni, setelah kelelahan bertempur dengannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadi sih jalan-jalan denganku ke belakang cottage, dan mungkin dia sedang kelelahan di kamar, karena kami berjalan terlalu jauh,” jawab Arga sesantai mungkin takut mengundang kecurigaan teman-temannya, dan untunglah Munaf tak ambil pusing lalu mengunyah makanannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seusai makan Munaf mengeluarkan rokoknya, lalu berjalan kearah tepian kolam renang, ”Kapan kita akan memulai permainan ini?” ucapnya kepada para lelaki yang berkumpul.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey,,hey,,hey,,,apakah kau tidak sadar jika pesta sudah lama dimulai, bahkan istrimulah yang telah menjadi hidangan pembuka,” mendengar paparan Pak Prabu, Munaf dan Dako serentak melotot.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Assem,,, pantes dari tadi aku nyari istriku ga ketemu. Ni orang pake ga ngaku lagi kalo udah make bini orang,” Arga hanya tersenyum cengengesan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gimana,, mantap ga servis bini ku,” tanya Munaf dengan santai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sialan ni orang, cuek bener istrinya digagahin orang,” hati Arga jelas heran dengan respon Munaf. Tapi masa bodohlah, yang jelas dirinya telah berhasil menjajal keindahan tubuh montok itu, dan membuat ibu muda itu kembali menagih untuk dipuaskan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa rencana kita malam ini,” tanya Munaf sambil menatap Dako dan dan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terserah, tapi yang pasti aku telah memiliki janji dengan Bu Sofia, hehe,,” jawab Dako sambil menghembuskan asap rokok dari bibirnya yang tersenyum simpul.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu yang asik dengan Handphone nya langsung melotot ke arah Dako, meski sadar permainan must go on, namun tetap saja terasa berat untuk melepas tubuh wanita yang telah menemani hidupnya selama bertahun-tahun, untuk disantap para srigala mesum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bolehkan Pak Prabu?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terserah kalian lah, tapi ingat tidak ada pemaksaan, pengeroyokan dan kekerasan,” kata-kata Pak Prabu begitu tegas, setidaknya dengan cara itu dirinya dapat sedikit memastikan wanitanya dalam keadaan lebih baik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin untuk syarat yang lain, aku dapat memenuhi, tapi untuk kekerasan sepertinya tidak mungkin, karena bagaimana tombakku dapat menghujam membelah tubuhnya jika dalam keadaan loyo,” kelakar Dako sontak membuat semua yang ada disitu tertawa, begitu juga dengan Pak Prabu yang hanya bisa tersenyum masam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weeehhh,, rame bener nih, ada apa,” sura lembut itu, siapa lagi jika bukan milik Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seketika tawa mereda, masing-masing berusaha menyembunyikan rahasia, jika para wanita mengetahui sebelum permainan berjalan panas, maka semuanya akan menjadi lebih sulit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak ada yang spesial, hanya membicarakan pembagian jabatan dikantor,” jawab Pak Prabu cepat, meski diucapkan dengan santai dari bicaranya lelaki paruh baya itu ingin mengukuhkan kuasanya dalam kelompok itu kepada Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gadis itu mendekati bangku Arga yang memang duduk didekat suaminya. Dari jarak sedekat ini pesona Zuraida seakan begitu nyata, ditambah dengan kaos tidur yang melekat sedikit lebih ketat dibandingkan baju yang biasa digunakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini Zuraida berdiri tepat di depannya, berbicara dengan suaminya, entah apa yang dibicarakan Arga tidak terlalu peduli karena posisinya yang tengah duduk membuat wajahnya berhadapan langsung dengan pantat membulat yang terangkat, layaknya pantat bebek yang memiliki kaki yang langsing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata berani juga Zuraida memakai celana seketat ini,” gumam Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arrrgghh,,, sialan,” ulah Dako yang memeluk pinggul Zuraida dan memberikan sedikit remasan nakal, seakan sebuah tantangan dari Dako untuk menaklukan Zuraida bersama tubuh indahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampak Zuraida sedikit berkelit, jelas dirinya malu jika diperlakukan seperti itu di depan umum, walau itu oleh suaminya sendiri. Zuraida menoleh ke belakang dan mendapati Arga masih duduk di kursinya berhadapan tepat dengan pantatnya yang tengah diremas Dako. Wajah Zuraida terlihat tak nyaman dan menahan malu oleh ulah suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,,, aku pamit dulu, ada yang harus ku kerjakan,” ucap Arga sambil menggerutu melihat ulah Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga, malam ini aku ingin ngobrol dengan Aryanti, tapi ada yang harus aku bereskan sebelumnya dengan suamiku ini,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baiklah, nanti akan aku sampaikan kepadanya,” ucap Arga menjawab rencana Zuraida yang kini menggantikannya duduk di kursi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika melewati persimpangan yang menuju kearah dapur, Arga bingung, di ujung lorong itu telah menunggu tubuh montok Aida yang masih mengharapkan sentuhannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin aku akan menyelesaikan tanggung jawabku dengan gadis itu sebentar,” ucap Arga sambil berbelok ke lorong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arrgghhh,, Adduuuhhh,,, pelaann dikit dong Pak, Aarrghh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Itu jelas suara Aida, tapi bukankah semua teman-temannya tengah duduk santai di pinggir kolam renang, lalu siapa yang telah membuat wanita itu mendesah dan menjerit tertahan, langkah kaki Arga semakin cepat ingin mencari tau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampak Lik Marni sedang mencuci beberapa peralatan makan yang baru saja mereka gunakan, suara gemericik air kran bersahutan dengan lenguhan seorang wanita yang tengah dilanda orgasme. “Aaarrggghhh,,, aaahh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dari celah pintu Arga mengintip dua tubuh yang saling menindih, tampak sang wanita telah terkapar mengakang lebar, hanya bisa pasrah membiarkan seorang pejantan menggasak selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dari rambutnya yang kriting jelas itu adalah Mang Oyik, penjaga cottage, tapi kenapa Lik Marni bisa begitu cuek dengan pekerjaannya, sementara suaminya tengah menggagahi tamu dikamar tidur mereka. Lik Marni menolehkan wajahnya saat menyadari ada orang yang mendekati kamarnya, sesaat wajahnya sedikit pucat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Den, saya udah ngelarang bapak yang pengen nyicipin, tapi Nona nya juga mau, jadi saya ga bisa ngelarang lagi Den,” ucapnya berusaha menerangkan sekaligus membela ulah suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nikmat banget kayanya, biar gayanya standar tapi serangannya mantap juga,” ucap Arga bersandar pada dinding yang menghadap kaca pemisah antara ruang dapur dan kamar Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dirinya baru tersadar, dari tempat itu segala kejadian di ruang itu terlihat dengan jelas, tapi tidak sebaliknya. Artinya, semua yang dilakukannya bersama Aida tadi sore ditonton oleh pasangan penjaga villa ini. “Gedean mana Lik, punya saya ama punya Mang Oyik,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gede? Apanya sih Den yang gede,”Lik Marni hanya tersenyum dengan wajah menunduk, Arga telah mengetahui semua rahasia kaca itu. “Mang Oyik udah sering ikut icip-icip tamu?" Wajah manis khas wanita jawa tengah itu mengangguk pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berarti Lik Marni juga sering dong dicicipin ama tamu,” dengan cepat wajahnya menggeleng,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga juga Den’ saya kan jarang dibolehin keluar dapur ama Mamang,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tersenyum mendengar keegoisan Mang Oyik, “Ngga juga? Berarti pernah juga kan?” Arga terus menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrrgg,,, Maaaaang,,,” lagi-lagi lenguhan Aida kembali terdengar, serentak Lik Marni dan Arga menoleh ke kaca, menyaksikan tubuh montok Aida menggeliat dan bergetar seiring tubuh Mang Oyik yang berkelojotan dan semakin mengukuhkan penancapan batangnya ke selangkangan Aida. Meski tidak sepanas saat melayani Arga, namun Aida tidak melakukan penolakan ketika tubuh ceking itu menghamburkan sperma ke dalam tubuhnya, mengosongkan kantung sperma.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampak Aida terkikik, entah kata-kata apa yang diucapkan Mang Oyik sehingga membuat Aida kembali melingkarkan paha sekalnya ke pinggul Mang Oyik dan kembali bergerak pelan menyambut pinggul Mang Oyik yang kembali bergerak menumbuk dengan pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Punya suami saya walo udah keluar bisa tetap keras Den” ucap Lik Marni menjawab kebingungan Arga. “kalo Aden mau, saya masih punya jamu nya,” imbuhnya sambil berjalan ke sudut dapur mengambil ceret yang bodynya menghitam karena gosong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat air dengan warna hijau pekat dan sedikit kental mengisi gelas kecil yang dipegang Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo Aden mau tarung lagi ama pasangannya boleh diminum sekarang, khasiatnya bisa sampai dua hari koq,” ucapnya sambil tersipu malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Takut ahh,,, Ntar punya saya ngaceng terus dong, kan malu jalan-jalan di pantai bawa pentungan satpam,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaha,,, Ihh,, Aden bisa aja,” Lik Marni tidak dapat menahan tawanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ramuan rumput laut plus kuda laut ini beda ama ramuan yang lain Den, kalo kita udah ga pengen ntar bisa tidur sendiri, tapi kalo Aden mau beraksi lagi langsung on lagi, Aden ngecrot mpe 10 kali lagi juga ga bakal loyo koq,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Penuturan Lik Marni jelas membuat Arga terkesima, apalagi miliknya kini tengah tegak sepenuhnya, sementara dirinya masih ingin menghabiskan malam ini dengan berbagai petualangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat tangannya meraih gelas yang dipegang Lik Marni,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pelan-pelan aja Den, lagian pasangannya masih betah ditindih bapak tuh,” Arga tertawa, ternyata wanita berwajah pedesaan ini bisa juga bercanda. (Sumpah,,, jangan percaya dengan ramuan Lik Marni, karena Ane sendiri belum pernah nyicipin tu jamu, Cuma terlintas diotak mesum khasiat Kuda Sumbawa, So,, berhubung lokasi lagi di pantai ya akhirnya ane ganti dengan kuda laut)</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berarti giliran saya masih lama dong?” ucap Arga setelah menghabiskan jamunya. Lik Marni hanya tertawa lalu kembali meneruskan membilas beberapa piring yang masih kotor.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo ngetem disini dulu boleh?” bisik Arga sambil memeluk Lik Marni dari belakang, tangannya langsung menuju selangkangan yang dibalut kain jarik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lik Marni hanya tertawa, rupanya wanita muda itu memang telah menduga apa yang akan dilakukan oleh tamunya. Tapi jantungnya langsung berdegub kencang ketika teringat penis Arga yang terlalu besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Memorynya langsung mengingatkan dirinya pada sosok pak Nathan lelaki India yang secara terang-terangan meminta kepada Mang Oyik untuk menemaninya dikamar selama menginap di Vila itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dimata Lik Marni, Pak Nathan betul-betul seorang petarung seks sejati yang memiliki penis begitu besar dan mampu menggasak kemaluannya semalam suntuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat tidak ada penolakan, tangan Arga segera menyelusup masuk kedalam kebaya sementara tangan lainnya berusaha mengurai puntelan jarik yang cukup panjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weeeww,, koq bisa sih Mang Oyik ngedapetin body sebagus ini.” Ucap Arga setelah berhasil menjatuhkan kain jarik itu ke lantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“eegghhh, saya dijodohin Den, eenghh,,” Lik Marni mulai mendesah saat merasakan sebuah batang mulai menyelinap di antara paha montoknya, perlahan cairan vagina mulai membasahi batang yang sesekali menusuk klirotisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Den,,Adeeen,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa Lik, takut ketahuan Mang Oyik,” ucap Arga sambil meremasi payudara dari balik kebaya, dengan pakaian atas yang tetap lengkap memberikan gairah tersendiri baginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bukaaan, saya boleh minta cium Aden?” Arga tergelak, tak perlu diminta dua kali bibirnya langsung menyambar bibir basah Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eemmhhh,,, uummhh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ternyata wanita ini buas juga, lidah Arga yang terjulur disedoti oleh bibir Lik Marni. Bagi wanita yang tinggal di pesisir yang sepi terpisah dari keramaian ini, sangat jarang mendapati para lelaki tampan, rupanya dirinya telah lama bosan, tiap hari hanya memelototi wajah Mang Oyik yang penuh bopeng akibat cacar air.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan kini tubuhnya tengah dipeluk oleh seorang lelaki tampan yang biasa hanya muncul di televisi, meminta pelayanan dari tubuhnya, maka tak ada alasan bagi Lik Marni untuk menolak, masalah apakah nantinya Mang Oyik akan marah melihat istrinya digagahi tanpa seijinnya itu urusan belakangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan sigap tangannya menggenggam batang Arga dan mengarahkan keliang kemaluannya, seakan takut Arga berubah pikiran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhh,,, Deeenn,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Batang yang terlalu besar membuat vaginanya sedikit nyeri, tapi Arga lebih cekatan memiting pinggul wanita muda itu dan terus memaksa masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Deenn,, tunggu dulu deen,,” Mata Lik Marni mendelik dengan air mata menahan perih, kepalanya coba menunduk ingin melihat batang yang tengah berusaha membelah tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Benar saja, penis lelaki ini terlalu besar, lebih besar dari milik Pak Nathan yang dikiranya merupakan ukuran maksimal dari penis lelaki. “Aaahhh,,, nyonyaaa,,, iseepp dong,,,” tiba-tiba terdengar suara Mang Oyik yang meloncat ke wajah Aida, namun ibu muda itu terlalu jijik dengan penis Mang Oyik dan menutup mulutnya dengan rapat, akibatnya cairan itu menghambur ke wajah cantiknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuugghhh,,, Deenn,” Lik Marni sepertinya tak ingin kalah dengan aksi suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“coba teruuss deen,,,masukiiinn,, pasti bisa koq” tubuhnya membungkuk agar batang Arga lebih mudah menerobos kemaluan yang sehari-hari hanya menyantap batang dengan ukuran standar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lik Marni terlonjak saat Arga tiba-tiba melesakkan penisnya dengan kuat. Tanpa menunggu dirinya bersiap-siap untuk menerima serangan selanjutnya Arga sudah kembali menghentak dengan keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah kenapa Arga sangat menikmati wajah Lik Marni yang begitu tersiksa tapi pada saat yang bersamaan juga menikmati perlakuan kasarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adeeenn,,, batang gede kayaaa giniii emang di vagiinnaa sayaa tempatnyaaa,,” Lik Marni menggoda Arga dengan menggoyang-goyangkan pantatnya yang besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah beberapakali batang itu keluar masuk, akhirnya Lik Marni dapat merasakan batapa nikmatnya kejantanan milik lelaki berparas ganteng itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Deenn,, kalo saya ketagihaaan gimaanaa,,,” bibir wanita berwajah oval itu mulai meracau akibat ekstasi yang disuguhkan kejantanan Arga disaluran kencingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang saja Lik,, teman-teman saya yang menginap disini ukuran batangnya juga besar-besar koq,” bisik Arga yang tengah berusaha mengenali kekenyalan pantat besar Lik Marni sambil menggerak-gerakkan batangnya kekiri dan kanan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo Lik Marni mau nyicipin batang mereka satu-satu bisa koq, atau kalau Lik Marni pengen dikeroyok, mereka juga siap koq,” goda Arga yang begitu menikmati mimik wajah Lik Marni yang merem melek dengan bibir terbuka lebar membentuk huruf O.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil menghujamkan batangnya Arga berusaha melolosi kebaya Lik Marni, cukup sulit ternyata, tanpa bantuan Lik Marni yang sibuk berpegangan ke meja dapur, memberikan perlawanan atas batang yang menerobos jauh ke lorong kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lik,, kancingnya lepas dulu dong, ditusuk sambil netek kan lebih enak,,” bisik Arga tanpa menghentikan tusukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seakan tak ingin rugi, Lik Marni melepasi kancing sambil terus menggoyangkan pantatnya. “Ini Deenn suudaaahhh,, aahhh,,” seru Lik Marni sambil sedikit memutar tubuhnya ke belakang, menyerahkan payudara yang bergelantungan dengan bebas dan dengan cepat dilahap oleh Arga dengan rakus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhh,,,Deeennn,,, ga kuaaatt,,, jangan terlalu dalaaamm sayaa ga mau nyampee duluuuaaan,,,” Lik Marni menjerit penuh kenikmatan berusaha menghindari titik sensitif yang dirojok batang besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampaknya wanita itu tidak ingin orgasme terlalu cepat. Arga tertawa saat mengetahui kelemahan dari wanita itu, dan mempercepat tusukan dengan hujaman yang lebih dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaagghhhh,,, gaa maaauuuu,,, ga maauuu,, saya masih pengen dientot yang laamaa,,” rengek Lik Marni, tapi apa daya, batang Arga yang memang belum masuk sepenuhnya terus digeber semakin dalam hingga membuat Lik Marni melonjak-lonjak diterpa orgasme.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaggghhh,, tuu kaaann,, aaahh,,, Oowwwgghhhh,,,,,” Tubuh Lik Marni bergetar hebat, “Aagghhh,,, Awass Deeenn cabuuuttt,, sayaa mauu kencing Deeenn,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menarik keluar batangnya hingga hanya kepala batang yang tertinggal didalam, dan saat itulah cairan menghambur dengan derasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Busyeett,,, gila juga ni cewek,, squirt mpe segitu banyaknya,,” gumam Arga yang kaget melihat cairan yang menghambur deras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lik Marni menolehkan kepalanya sambil cengengesan malu-malu, “Maaf Deen,, seharusnya tadi tusuk yang dalam biar saya ga terkencing-kencing gini,” ucap Lik Marni polos.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menarik tubuh Lik Marni ke arah dipan. Wanita itu mengerti dengan keinginan tamunya, dengan malu-malu mengangkangi tubuh Arga yang kini duduk dengan kejantanan tegang mengacung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oowwwhhssss,,, masih sesak banget Deenn,,,” rintihnya sambil menikmati batang yang perlahan menyelusup memenuhi lorong peranakan. “Aaawww,,, udah mentok Deeenn,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang asik mengenyoti payudara besar Lik Marni, merasakan ujung helm yang menyentuh dasar lorong, masih tersisa beberapa centi batangnya yang berada diluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhh,,, emang udah ga bisa masuk lagii,,” rengek Lik Marni yang masih bermain-main dengan batangnya berusaha melahap seluruh batang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Awwwgghhh,,, Aden nakaall aaahh,,,” wanita itu menjerit saat Arga dengan usil menghentakkan pinggulnya dengan keras, hingga menggedor dinding rahim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo satu batang aja udah kewalahan, gimana kalo nanti dikeroyok teman-teman saya,,” ledek Arga seraya menikmati pinggul Lik Marni yang bergoyang pelan memanjakan batang yang ada dalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dikeroyoookkk,,, takuuut ah Deenn,, ntar semua lubang saya dimasukin sama teman-teman Aden,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
JEDUGG,,, semua lubang?,, lubang anal?...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lik Marni udah pernah ditusuk disini?” tanya Arga sambil mengusap-usap pintu anus Lik Marni yang kegelian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Belum Den,, takut sakit,, lagian jorok ahh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seeepp,, daripada ntar ni lubang diperawanin teman-temannya, mending ku sikat duluan daahh,,,” gumam Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya tusuk ya Lik,,” Pinta Arga seraya berusaha menjajalkan telunjuknya ke lorong yang masih perawan itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooogghh,,, gelii Deenn,, Cuma pake tangan kan?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya pake inilah,” jawab Arga sambil memonyongkan bibirnya menunjuk kejantanannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pantat Lik Marni berhenti bergoyang, keningnya berkerut, sesaat kepalanya menoleh ke kaca menatap Mang Oyik yang tengah menghajar Aida yang menungging mengangkat tinggi pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski bibirnya terus mengerang nikmat, tampak jelas Aida sudah sangat kewalahan meladeni batang Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emmmhhh,, boleh aja sih,,Tapiii,, jangan kasar seperti tadi ya Deeenn,,” ucapnya setelah memastikan suaminya masih dapat bertahan cukup lama dengan tamu cantik yang tengah digenjotnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenaaang aja,, pasti saya masukin dengan lembut koq sayang,,”Lik Marni tersenyum senang saat dirinya dipanggil sayang, lalu mengangguk dengan pasti sambil tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Plop!!!,,, Batang Arga terlepas, Lik Marni yang masih mengangkangi Arga kini memegang erat batang besar, mengarahkan ke bagian belakang dari pintu vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeenghh,,,” kening Lik Marni mengerucut, wajahnya meringis saat pintu anusnya dipaksa untuk menerima batang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terlihat jelas wanita itu sangat ingin memenuhi keinginan Arga dengan terus memaksa menekan pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Deeenn ga bisaaa,, batang Aden kegedean,,” ucapnya sambil meringis menahan perih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lik Marni turun dari tubuh Arga,lalu memasukkan batang besar itu ke mulutnya, lalu melepaskan batang dengan air liur yang memenuhi bagian helm batang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghh,, emang gede banget ternyata,,pantas sulit banget,” dengus Lik Marni dengan mata mengagumi kelamin Arga yang berdiri tegak dalam genggaman tangan lentiknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga berusaha menahan tawa melihat ulah Lik Marni yang kini berusaha kembali memasukkan ke pintu anusnya sambil membelakangi Arga. Tapi lagi-lagi usahanya gagal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo pake ini gapapa kan Deen,,” tanya Lik Marni sambil meraih botol Bimoli yang masih tersisa setengah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, boleh juga, tapi abis itu jangan dimasukin wajan yaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ihh,, Aden,,” Lik Marni menyentil batang Arga dengan gemes.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo cepat olesin,,ntar Mang Oyik keburu kelar lhoo,,” bisik Arga, menarik tubuh Lik Marni hingga terduduk diperutnya menghadap batang besar Arga, dengan cepat tangan lelaki itu mengubel-ubel vagina Lik Marni yang sudah mulai mengering.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhsss,,,Deeenn,,” sambil mengerang menikmati korekan tangan Arga di vaginanya, Lik Marni mengolesi batang Arga dengan minyak goreng. Dalam hati Lik Marni masih belum puas menikmati batang besar itu dengan vaginanya, tapi entah kenapa dirinyapun kini merasa penasaran untuk menikmati batang itu dengan menggunakan pintu belakang.“Ayo Deeenn,,,” Lik Marni beranjak dari tubuh Arga, mengambil posisi telentang di dipan, mengangkang, lalu menarik lututnya hingga selangkangannya terangkat dan terekspos bebas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo Deeenn,, tekan,,,” pinta Lik Marni saat yakin batang Arga berada di depan liang sempit yang mengerucut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeemmgghhh,,,” Sambil berdiri disisi dipan, Arga mengejan agar penisnya mengeras maksimal, dirinya memang memiliki pengalaman mengawini liang dubur istrinya, tapi pintu belakang Lik Marni kali ini jelas lebih rapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwggghhh,,, Deeen,,,,,” tangan Lik Marni mencengkram lengan Arga saat merasakan penis Arga berhasil menguak perlahan. Bulir air mata menggenang akibat perih yang menyerang, “Teruss ajaaa,, gapapa Deenn,,” Wanita itu memberi izin kepada Arga yang terhenti, wajahnya tampak memucat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeeenggghhhh,,, bisaaa masuuuukkk,, Deeeenn,,,” Kepala Lik Marni terangkat mengamati kepala penis yang telah menghilang diliang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh saya terusin,,,” ucap Arga meragu saat melihat air mata Lik Marni menetes.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu mengangguk pelan “Yang lembut ya sayaaang,,,” pintanya. Sebagai gadis kampung, dalam percaturan birahi, Arga adalah lelaki dengan kualitas yang terbaik dari para lelaki yang pernah menikmati tubuhnya, dan Lik Marni tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tentu saja sayaaang,,,” jawab Arga seraya menjatuhkan tubuhnya diatas tubuh montok Lik Marni, lalu melumat bibirnya dengan lembut, dalam pagutan bibir Arga bibir Lik Marni tersenyum, membalas melumat seiring batang Arga yang menusuk semakin dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, lagi-lagi mentok, penuh banget,” bisik Lik Marni manja, lalu mata keduanya tanpa dikomando sama-sama melototi sebagian batang Arga yang masih tersisa di luar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masih sakit?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sedikit,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah siap?,,,”Wanita itu mengangguk sambil tersenyum malu-malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhh,,, yaaa,, yang lembut,, yaaa,,, tusuuuk lagiii,, pelaannn,,Eemmmhhh” Lik Marni mengomando pergerakan batang Arga, menusuk pantat nya yang terangkat, berusaha menikmati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lebih cepaaatt,,, ini mulai membuatku melayaaang,,Ooowwwhhh,,,” rintih Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tersenyum, saat bisa melakukan hentakan-hentakan sesuai keinginannya. Tapi lorong itu memang sempit, erat mencengkram batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhh,,, Saaayaaang,,, jangan terlalu cepaaat,,” Lik Marni merintih berusaha mengimbangi sodokan Arga, tubuhnya menggelinjang liar saat Arga memainkan vaginanya yang menganggur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrrggghhhh,,, minggir Deeeenn,, saya mau kencing,, cabuuut,,,” Permohonan Lik Marni tak dihiraukan, Arga terlalu menikmati hangatnya liang belakang Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhhssss,, Maaf Deeeenn,, Maaaaaff,,,” teriak Lik Marni yang menghantar orgasme seiring air kencing yang menghambur ke tubuh Arga, tapi itu sungguh menjadi pemandangan yang luar biasa bagi Arga. Tak ayal lelaki itu semakin cepat menusuk-nusuk tubuh Lik Marni berusaha mengejar orgasmenya sendiri. Lik Marni yang sudah bisa menguasai ekstasi orgasmenya tersenyum, melihat Arga yang begitu bernafsu menjejalkan batang besar ke dalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nikmati sepuasmu Den,,” suara Lik Marni terdengar lirih diantara dengusan nafas Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi ngecrotnya disini aja ya Deenn,,” Lik Marni mengusap-usap vaginanya, menyibak gerbang dengan kedua jarinya seakan mengundang batang Arga untuk kembali masuk kelorong vagina yang dangkal. “Kali aja saya bisa dapat anak dari Aden” sambungnya manja namun dengan nada serius.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hahaha,,, bisa aja Lik Marni ini,,,” Arga semakin cepat menghajar Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwgghhh,,, nihh,,, terimaaa,,,” suara Arga terdengar serak, saat mencabut batangnya dari anus Lik Marni dan dengan cepat kembali menghujamkannya ke vagina yang basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaakkkhhhh,,,” Lik Marni terkaget-kaget dengan gerakan Arga yang tak diduganya, berusaha mengangkang lebih lebar, membiarkan batang Arga masuk lebih dalam dan dengan bebas menghamburkan benihnya di pintu rahim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lik Marni tertawa melihat tubuh Arga yang kelojotan diantara selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sedaap,, punyamu sedap banget Lik,,” bisik Arga sambil memaju mundurkan pantatnya menikmati ekstasi yang tersisa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeyy,, ternyata jamu mu emang manjur Lik,, rasakanlah batangku yang masih mengeras dalam vaginamu,” Lik Marni kembali tertawa saat Arga yang mencabut batangnya dan berusaha memasukkan batang itu ke lubang belakangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhh,, masih sempit aja punyamu Lik,” dengus Arga merayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Blaamm...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hhhhmmm,, pantes aja ditungguin lama banget,” suara Aida mengagetkan keduanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak Arga dan Lik Marni menoleh ke pintu, namun disitu hanya ada Aida yang berdiri dipintu dapur dengan baju lusuh dan rambut acak-acakan. Dari kaca mereka dapat melihat Mang Oyik yang tertidur kelelahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sini Non,,, kalo ga salah dengar tadi Den Arga juga pengen nusuk pintu belakang si Non,,” ajak Lik Marni seramah mungkin, dia sadar jika dirinya sudah menyerobot selingkuhan wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pintu belakang?,, Arga,,apa kau tengah menusuknya di lubang belakang?” tanya Aida yang terkaget sekaligus penasaran, dengan cepat mendekati Arga yang kembali menusuk-nusuk anus Lik Marni sambil cengengesan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaalan,, ga dapat di aku, lubang dobol Lik Marni yang kau embat, Huuhh,,,” ada nada cemburu dari suara Aida saat melototi batang besar yang tadi sore membuatnya 2 kali orgasme kini menusuk tubuh Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo sini Nonn,, mumpung batang Den Arga masih keras,,” ajak Lik Marni sambil menarik lengan Aida yang ada dalam jangkauannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak,, aku masih terlalu capek,, nanti sajalah,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah tak apa,, kurasa kau masih kuat, setidaknya untuk satu ronde,” bisik Arga melepaskan batangnya lalu memepet tubuh Aida ketembok, menarik pinggulnya kebelakang hingga menungging.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhh Shiiit,,mana celana dalam mu,, ,” Arga keheranan saat menyibak rok Aida dan mendapati pantat yang menungging tanpa tertutup kain pelindung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuhh,, dikelonin sama Mang Oyik,,” Arga dan Lik Marni sontak tertawa. Setelah meremas-remas pantat montok Aida, Arga beranjak mengambil Bimoli dan melumuri batangnya. Sementara Aida terbengong, apa benar Arga ingin menusuk lubang belakanganya sekarang, setelah usahanya tadi sore gagal, namun dirinya tak yakin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaggghhh,,, Argaaa,,, bilang dong kalo mau langsung nusuk disitu,,” mata Aida melotot menahan sakit. “Aaawwwhhhh,,, koq bisaa massuuukk cepet bangeeett siihhh,,, aaaggghhh,” minyak goreng ternyata cukup ampuh untuk dijadikan pelumas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski sulit, lorong Aida tidak sesempit milik Lik Marni, kali ini batangnya lebih mudah menerobos masuk. Setelah yakin Aida bisa menyesuaikan dengan batang besarnya Arga perlahan memompa maju mundur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwwhhh,, Pelan Gaaa,,,punyamu gede banget,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang aja Non, sama persis waktu Non pertama kali ditusuk di depan, sakitnya sebentar aja koq,,” ucap Lik Marni, terinspirasi dari ulah Arga yang mengobel vaginanya, jari Lik Marni terulur menggapai vagina Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mau ngapain Lik?,,,” Tapi Lik Marni Cuma cengengesan, lalu menyelusupkan sebuah timun berukuran sedang ke vagina Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Semoga ini bisa membantu,” ulah iseng Lik Marni benar-benar mebuat Aida kelojotan, dua lorong kemaluannya dipenuhi oleh batang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya mau istirahat sebentar, biar sperma Den Arga bisa ngetem di dalam,” ucapnya berlalu menuju kamarnya, tanpa rasa bersalah pada Aida yang kini kewalahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaarrggghh,, Gilaaa,,,” Aida menikmati sambil sesekali meringis saat batang Arga masuk terlalu jauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duuuhhhh,,, kali ini bener-bener sesak banget Gaaa,,, udaahh mau nyampe nihhh,,,” erang Aida yang memainkan timun keluar masuk di vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wadduuuhhh,,, Bu Guru koq cepet banget,,” tanya Arga, namun tak dihiraukan oleh Aida yang sibuk menyambut orgasmenya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaagghhh,, Gaaaa,,,” Aida mengangkat pantatnya lebih tinggi untuk mendapatkan penetrasi yang lebih dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaal,,,,,” Kini giliran Arga yang ikut panik, pantat montok dan mulus yang tersekspos menerima eksplorasi batangnya ditambah gaya menungging Aida yang begitu menggairahkan memberi fantasi tersendiri bagi Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooooowwwhhhsss,,,aaahhhhhhhh,,, keluaaarrr,,” Tubuh Aida bergetar menoleh, menatap Arga dengan pandangan penuh birahi. Hujaman Arga yang tidak menurunkan ritmenya membuat wajah Aida yang menatapnya semakin terengah-engah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sialan,, Innocent banget sih wajah ni guru,,,” geram Arga tak tahan memandangi wajah Aida yang begitu pasrah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mampuuuusss,,,, Aaagghhh,,,” Batang Arga yang terbenam erat serasa membesar dan tiba-tiba menghamburkan sperma, meski tidak sebanyak sebelumnya tetap saja membuat Aida kegelian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gila,, hanya beberapa menit udah ngecrot lagi,,” gumam Arga seraya melepas batangnya dan terduduk di dipan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang,,, gila banget,, tubuhku juga serasa remuk dipake dua orang,” imbuh Aida yang terhuyung membetulkan roknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiikkhhh,, dari ujung kaki sampai ujung rambut bau sperma,” kali ini Arga tertawa terpingkal mendengar ucapan Aida yang tengah membaui tangan dan rambutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“aku ke kamar dulu,,mandi, makan, tiduuuurrr mpe besok,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaaa,,,” Arga geleng-geleng kepala, menyusul Aida sambil mengagumi pantat Aida yang berayun mengikuti langkah kaki menuju pintu samping.Sementara Arga berbelok ke gazebo. Suasana pantai sudah sangat gelap, untunglah bulan yang tengah menuju purnama cukup membantu mata Arga mengamati sekitarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eaalaaahh,, koq malah gerimis sih,,” dengus Arga seraya mengangkat kedua telapak tangan meyakinkan adanya rintikan air dari langit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,,” Adit setengah berlari, melambaikan tangannya dari kejauhan. Sementara dibelakangnya tampak Aryanti dan Sintya mengiringi sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata istrimu emang pelit banget, Masa aku dibiarin kentang,,,” tanpa basa-basi Adit ngedumel dengan wajah super mupeng, lalu bergegas menuju cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mau kemana Dit?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nyari Istri kuuu,,,udah ga tahan nih,,,” Teriak Adit tanpa menoleh. Sementara Arga hanya terdiam bingung, tidak tau apa yang telah antara istrinya Aryanti dan Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adit kenapa?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuhh,,tanya sama istrimu, tega banget ngerjain anak orang, hahahahaa,,,” jawab Sintya sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak apa-apa sayang, bukan masalah yang perlu dibesar-besarkan, hanya memberi sedikit pelajaran bagi pemula,,Hihihhi,,,” jawaban Aryanti disambut tawa Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tau ga? Tadi istrimu membiarkan Adit meremas payudaranya,, Hahahaha,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
GLEKK,,, meremas payudara? Dan itu bukan masalah yang besar?..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kita ke sana dulu lah,, biar ku ceritakan semua,,lagipula kakiku capek banget, ingin istirahat sebentar,” Aryanti mendahului melangkah menuju Gazebo, disusul Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menelan ludah saat menyadari bagian belakang rok ketat Sintya tampak lusuh dan sedikit terangkat, namun pakaian Aryanti jelas terlihat lebih berantakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bahkan bagian atas kaos nya yang lebar dan terjatuh dikedua sisi lengannya, hanya menampakkan satu tali bra, apakah tali satunya memang sudah terlepas? Tapi oleh siapa? Dan bagaimana bisa tali itu bisa terlepas?,,, APA yang sebenarnya terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huuufff,,, Jadi begini,,” tutur Aryanti setelah menghempas pantat montoknya di atas bangku dari kayu. “Setelah makan malam tadi, Aku dan Sintya mendapati Dako yang tampak merayu Bu Sofia, karena curiga aku dan Sintya mengajak Adit untuk menguntit ke mana tantenya itu pergi,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata mereka menuju sebuah tebing yang sepi, meski agak jauh kami dapat melihat bagaimana Dako akhirnya berhasil menelanjangi bagian bawah tubuh Bu Sofia, yang terlihat pasrah,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang,,, Seharusnya kau melihat bagaimana rakusnya Dako melumat kemaluan Bu Sofia, hingga membuat perempuan itu mengerang keras di kegelapan, memang tadi sehabis makan kamu ke mana? Aku tidak melihatmu diantara teman-teman,” tanya Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ehh,, akuuu,, menemui Mang Oyik, untuk menanyakan perlengkapan yang ada disini,” jawab Arga serampangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku yakin, Dako berhasil membuat Bu Sofia orgasme di mulutnya,, Ooowwhh,, aku jadi merinding bila mengingat rintihan Bu Sofia tadi,” celetuk Sintya, menyelamatkan rasa bersalah Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, orgasme di mulut seorang lelaki memang sangat menantang sekaligus menggairahkan,” balas Aryanti sambil memejamkan matanya seolah saat itu dirinya dapat merasakan kenikmatan itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sial, pasti Aryanti teringat permainan nakal yang dilakukan bos dikantornya,” Arga menggeram kesal melihat ulah istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, apalagi saat Dako menghajar kemaluan Bu Sofia yang menungging di tengah hamparan pasir pantai,, Ugghhhh,,, pengeeeennn,,” jerit Sintya menahan hasratnya, disambut ulah istriku yang menjepit lengan dengan kedua pahanya. Arga sangat hapal, itu adalah gelagat istrinya bila tengah horny.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu apa hubungannya dengan adit,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adit,, hahahaa,, Adit merajuk kepada kami, dan menuntut kami untuk bertanggung jawab karena telah menyeretnya untuk mengikuti Dako dan Sofia, kau taukan? Adit sangat bernafsu pada tubuh tantenya itu. Dan adegan itu membuat batangnya mengeras dengan sempurna,” Jawab Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan aku tidak dapat menghindar saat dengan tiba-tiba ia memelukku dari belakang, apa kau tau sayang? Anak muda itu ternyata sangat rakus, belum sempat aku memberi izin, mulutnya telah mencomot payudaraku hingga tali braku terputus,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,, lalu?,,” Suara Arga tercekat hampir tak terdengar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, dia bagai orang kesurupan, melumat kedua payudaraku, mungkin di dalam kamar nanti kau bisa melihat beberapa tanda merah di payudaraku ini akibat gigitannya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeemmm,,, kenapa istriku bisa sesantai ini bercerita tentang pencabulan pada tubuhnya, mana aku disuruh melihat cupangan ulah mulut Adit,, uugghhh,, juangkrriikk,,” Arga menggumam dengan hati yang kesal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah hanya itu?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tentu saja tidak, setelah puas bermain dengan payudaraku Adit meminta hal yang sama pada Sintya, dan ternyata payudara Sintya jauh lebih besar dari milikku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak,,tidaak,,, punyamu lah yang lebih besar, hahahaa,,” elak Sintya sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti melotot genit kepada Sintya, “Sayang, dari gumpalan dibalik kaosnya kau pasti sudah bisa menebak payudara siapa yang lebih besar diantara kami, atau,,,jika kau tidak percaya remaslah punya Sintya,, hingga kau bisa menilai payuadara siapa yang lebih besar,hahahaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
ZLEEBBB,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski Arga tidak yakin apakah perintah istrinya untuk meremas payudara Sintya sebuah gurauan ataukah serius, yang pasti tanpa Arga duga dengan mudahnya tangan itu melayang, menyentuh payudara Sintya yang membuat tubuh gadis itu tegang seketika. Arga meremas cukup kuat untuk merasakan tekstur gumpalan payudara istri simpanan Pak Prabu itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kurasa payudara kalian sama besarnya,” ucap Arga tanpa menghentikan remasannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang,, jangan membuatku cemburuu,, kau meremas payudara Sintya tepat di depanku,,” Aryanti merajuk, membuat Arga terkaget melepaskan remasannya, sementara wajah Sintya bersemu merah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku hanya mengikuti intruksimu sayang,,” jawab Arga cengengesan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huuhh,, paling pinter kalo ngeles,,” sambut Aryanti yang akhirnya tertawa karena tidak bisa berpura-pura marah kepada lelaki yang sangat dicintainya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudahlah aku mau ke kamar dulu,, celana ku terasa sangat lengket,” ucap Aryanti pamit, lalu beranjak mendekati Arga, mengecup kening lelaki itu dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heehh,,, kenapa tubuhmu seperti ada bau pesing? Dan ada bau,, bauu apa ya ini?,, minyak goreng?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
JEDEERRR,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, aku menyempatkan membantu Mang Oyik membenarkan mesin genset, bukan minyak goreng, tapi Oli,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oli?,,, tapi koq seperti minyak goreng ya?,,” tanya Aryanti sambil membaui tubuh suaminya. Untunglah sesaat kemudian wanita cantik dengan tubuh semampai itu berbalik dan melangkah menuju cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“mandi,,dan gantilah bajumu sayang,, aku tunggu kamu dikamar,,” teriak Aryanti dengan gaya yang genit, lalu melanjutkan langkahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrimu cantik banget Mas, plus seksi,,,aku yang sesama cewek aja kagum, apalagi mata lelaki,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, aku memang beruntung memilikinya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jaga bener-bener, banyak lelaki yang menginginkan tubuhnya lhoo,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya,, Heh,, tunggu maksudmu,,,?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sintya hanya menjawab dengan senyuman.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa benar yang terjadi tadi hanya sebatas itu?,,,” Arga berusaha mengorek dari Sintya, sesaat gadis itu memandang mencari sesuatu dimata Arga yang memiliki tatapan tajam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huufff,, Lebih dari itu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga berusaha bersabar menunggu bibir Sintya membeber cerita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adit terus merajuk kepada kami, aku sempat meremas batangnya yang ternyata memang sudah sangat keras, dan aku terpekik karenanya. Aryanti yang penasaran akhirnya juga meremas batang Adit yang tersembunyi di balik celana pantainya, ohh,,, tidak,,tidak,, Aryanti langsung merogoh ke dalam celana Adit, dan merasakan batang itu langsung dengan telapak tangannya, sepertinya istrimu tertarik dengan bentuk batang Adit yang bengkok itu,” Sintya berusaha mengingat-ingat detil kejadian yang terasa begitu cepat dengan mata menatap buih ombak yang bergulung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara nafas Arga tertahan. “Laluu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Laluuu,, yaa,, kami terpaksa mengizinkan Adit mencumbu tubuh kami bergantian tanpa dengan syarat tidak melepas pakaian kami, kami terbawa gairah permainan Dako dan Bu Sofia yang begitu panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga semakin penasaran, apakah kejadian di kantor istrinya terulang lagi,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Laluu,,?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrimu sungguh wanita yang memiliki gairah yang meletup-letup,, akupun begitu,,,” bibir Sintya hening sesaat, pahanya menjepit erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“karena tidak tahan, istrimu yang berinisitif lebih dulu menurunkan celana hingga ke dengkul dan meminta Adit memanjakan vaginanya dengan mulut pemuda itu, sementara ia berpegangan pada pohon kelapa, aku dapat melihat dengan jelas bagaimana lidah Adit menyapu setiap inci pintu vagina dan anus Aryanti,,Uuugghhh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suara Sintya tertahan saat merasakan tangan Arga meremas pahanya yang terbuka. “Sialan,, rupanya istriku tadi bukan menghayalkan kejadian di kantornya, tapi justru teringat ulah Adit yang menservis vaginanya,, siaaal,,siaaal,, aku kecolongan lagii,,” Arga ngedumel dalam hati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah Adit juga melakukan itu padamu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa,,, aku penasaran dengan lenguhan orgasme istrimu saat wajah Adit sepenuhnya terbenam diantara pantatnya dengan lidah terjulur masuk ke dalam vagina, aku tau itu karena aku juga meminta Adit melakukannya pada vaginaku, memang benar kata istrimu,, orgasme sambil mengangkangi wajah lelaki itu sungguh sesuatu yang luar biasa,, Owwhhh,,,” suara Sintya tertahan saat jari-jari Arga berusaha menyelusup kedalam roknya yang sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah terjadi enghhh,, terjadi sesuatu yang lebih jauh setelah itu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaakk,, yaaa,, eeenghh,, aku tidak tau pastinya, karena setelah Adit berhasil membantu kami menuntaskan hasrat, giliran dirinya yang meminta kepada kami, aku menawarkan oral tapi Adit menolak dan ingin menyetubuhi salah satu dari kami,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan akhirnya istrimu bersedia karena setau ku istrimu sangat tertarik dengan bentuk penis Adit yang lucu, pastinya ia ingin merasakan bagaimana sensasi bila batang bengkok itu bergerak didalam vaginanya, tapi dengan syarat Adit memuntahkan spermanya di luar,” Duduk Sintya mulai gelisah, pahanya menjepit jemari Arga yang berhasil mengusap-usap vagina gemuk yang terbalut kain tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrimu beralasan, tak ada bedanya antara lidah dan batang penis, toh Adit sudah merasakan bagaimana bentuk vagina kami, sama-sama daging hanya bentuknya saja yang berbeda, dan aku mengangguk setuju, hanya ukurannya saja yang berbeda,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah batang Adit lebih besar dari ini,” ucap Arga sambil mengeluarkan batangnya hingga membuat mata Sintya melotot.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaakk,, milikmu jelas lebih besar,,” tanpa diminta wanita berambut sepundak itu menggapai batang Arga, menyusuri otot yang terukir. “Tapi jika dibandingkan dengan milik Pak Prabu aku tidak tau, karena punya Bapak juga berukuran besar sepertimu,” suara Sintya bergetar, meremas batang Arga dengan gemes.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau bersedia mengukurnya, agar kita tau milik siapa yang lebih besar,,?,,” ucap Arga, menarik pinggul Sintya, tanpa menunggu persetujuan mengangkat rok ketat yang membalut paha sekal sang sekretaris.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin,, jika kau mau, aku bisa mengukurnya sebentar, yaa,, hanya sebentar,, untuk memastikan batang siapa yang lebih besar,” ucap Sintya, matanya mengamati sekeliling, lalu mengangkangi Arga, mengangkat roknya semakin ke atas dan menyibak celana dalamnya ke samping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua terjadi begitu cepat dan,,,, “Oooowwwgghhh,,,,,” Sintya menekan pinggulnya kebawah, vaginanya sedikit kesulitan saat harus menelan ujung batang Arga yang besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhsss,,, Siiinn,, Kau tidak akan tau jika tidak menekannya lebih dalaaaamm”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, kurasa kau benar Gaaa,,Aaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Punyaaamuuu,, punyamuuu lebih besaaarr dan panjaaaaaaang darii batang Bapaaak,,” lenguh Sintya saat berhasil melumat penis Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pantas saja Aryanti begitu mencintaimu,,” bisik Sintya yang bergerak liar mengiringi remasan tangan Arga dipantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrikuu,, Laluu,, apa Adit berhasil memasukkan batangnya ke tubuh istriku,,seperti aku memasuki tubuhmu ini?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tidak tau pastinya, karena Adit menindih istrimu yang berbaring diatas pasir menutupi pandanganku,,, kalaupun Adit berhasil menyelusupkan batangnya ke vagina istrimu kurasa itu tidak lama,, karena saat Adit menggerakkan pantatnya yang membuat istrimu mengerang, Dako dan Bu Sofia yang telah selesai bejalan menuju kami, dan aku segera memberi tahu hal itu kepada Aryanti, akhirnya tubuh Adit terjengkal akibat dorongan istrimu yang kaget,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adit masih merajuk, tapi kami sudah berlari meninggalkannya,” ucap Sintya sambil mempercepat goyangan pantatnya membuat batang Arga begitu dimanjakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tiba-tiba Sintya meloncat turun melepaskan batang Arga. “Ada yang menuju kemari,,” ucapnya dengan takut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaaall,,,” kondisi Arga tidak jauh berbeda dengan Adit. Namun terpaksa menyarungkan pusakanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeyyy,,, sedang apa kalian gelap-gelapan disini, Hayoooo,,,” terdengar suara lembut Zuraida yang menghampiri mereka, diiringi Pak Prabu yang menatap penuh selidik kepada Arga dan Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, kami hanya mengobrol koq,,,” jawab Sintya cepat. “Kalian dari mana?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku habis jalan-jalan sama Pak Prabu, dijalan kami ketemu warung yang ngejual kentang goreng, renyah banget lhooo,, Arga mau?” ucap Zuraida dengan sangat lembut menyerahkan bungkusan kepada Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kentang?,,, owhh,, tidak,, terimakasih,,,” jawab Arga dengan lesu...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
EVERY ENDING, IS JUST ANOTHER BEGINNING</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
- 19 My Age</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,, aku pinjam istrimu sebentar ya,,,” ucap Zuraida pada Arga yang tengah melahap sandwich yang baru saja diantar oleh Lik Marni.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"emang mau ngapain?"</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Adda aja, urusan kaum hawa, weee,,,"</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Aiiihhh,,, bisa juga istri Dako ini genit, mana pake melet lagi,," gumam Arga, matanya nanar menatap Zuraida yang berdiri didepan pintu dengan balutan kaos lengan panjang yang sedikit ketat, tak ketinggalan jilbab yang selalu membalut wajah cantiknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok, Ashal wakthu balek dhi mharhi tethap utuh,,,” Arga memaksakan menjawab meski mulutnya sedang penuh, matanya beralih ke sosok istrinya yang malam itu kelihatan lebih centil, tak ubahnya seperti anak ABG. Mematut diri didepan cermin memiringkan tubuh ke kanan dan kekiri, celana lagging hitam dan kaos longgar berbelahan rendah dengan tulisan ‘Awesome’ tepat dibagian payudara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa...bisa aja kamu, emang bagian mana yang bisa hilang dari istrimu,,” Zuraida tergelak tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang saja sayang,,, kalo ntar balik kesini nenen ku hilang, tagih saja sama Zuraida,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaaa,,,” Zuraida terpekik, tak menduga bila Aryanti akan meremas kedua payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“GLEEKK,,, Uhhuuugg,,,” Arga tersedak, kerongkongannya begitu sesak akibat segumpal roti yang dipaksa masuk tanpa dikunyah. Matanya dengan jelas bagaimana bentuk payudara Ziraida yang menyembul dibalik kaos akibat remasan jemari Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa,,, Ayo cint,,, ntar kamu diterkamnya lhoo,,” tawa Aryanti melihat tingkah suaminya. Lalu menarik Zuraida yang wajahnya memerah malu, keluar kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aseeeemmm,,, besar juga nenen istri si Dako,” Arga mengumpat, selama ini dirinya hanya bisa memandang tubuh yang dibalut pakaian yang lebar. Wajah lelaki itu tersenyum saat menyadari batangnya mengeras, ternyata begitu besar hasrat nya pada wanita yang selalu mengenakan jilbab itu. Tapi hingga saat ini tak ada sedikitpun kesempatan untuk SSI, selalu dikawal ketat oleh teman-temannya yang juga memliki hasrat yang sama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak betah sendiri berada dikamar Arga menuju selasar yang memisahkan kamar-kamar, sesaat matanya tertuju pada jam besar yang ada di dinding, pukul 9.15.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di pelataran cottage dirinya tak mendapati seorang pun, gara-gara ulah Aryanti dan Zuraida tadi pikiran sange nya kembali kambuh, otaknya memilah-milah betina mana yang dapat dijadikan mangsa, Aida, Lik Marni, Sintya,,, Ahhh Sintyaa,,, hampir saja lelaki itu menyumbangkan benih cinta kepada si montok istri simpanan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hari ini pikiran lagi ga karuan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nyesel tapi sengaja nonton film begituan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Otak penuh khayalan juga bayang-bayang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ingin cepat lepaskan, bingung cari saluran</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu cari solusi yang sehat dan alami</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bukan ngga punya uang, sumpah haram jajan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Biar sedikit bandel utamakan kesehatan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Belum sempat mikir panjang Setan langsung kasih jalan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeiii Gaa!!,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terdengar panggilan saat dirinya melewati tepian kolam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aditya daaan,, Andini,, Owwhh,,, itu benar Andini kan?,” Arga memicingkan mata seolah dengan cara itu matanya dapat lebih jelas melihat. Tampak gadis itu hanya mengenakan pakaian renang two piece.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pintar juga ni bocah, sengaja mematikan lampu dipinggir kolam, jadi apapun yang mereka lakukan didalam air takkan terlihat jelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, bisa-bisanya berenang di air dingin gini,” celetuk Arga setelah memasukkan kedua kakinya ke air, duduk menjutai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dingin?,, panas koq,,, liat aja aku ampe keringatan begini,hehehe,,” Aditya terkekeh sambil berjalan didalam air mendekati Arga, meninggalkan Andini disisi sebrang. “Baru pemanasan doang sih,, pengen nyobain bercinta dalam air,” imbuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gimana body bini ku, mantap?,,,lagi seger-segernya anak ABG tuh,, hehehe,, masih 19 my age,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dasar,, Vicky oriented!!,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Blubuk blubuk blubuk,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tawa keduanya terhenti saat Andini tiba-tiba menyelam, 2 pasang mata lelaki sange itu melotot saat beberapa detik kemudian muncul pantat montok Andini yang dibalut celana renang model thong, muncul kepermukaan bergerak mengikuti kaki yang berkecipak mendorong tubuh didalam air.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku paling suka kalo dia lagi nungging, mana ada cowok yang tahan kalo bergesekan dengan pantat montok nya,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeemm,,,” Arga misuh-misuh mendengar celoteh Adit yang sengaja manas-manasin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi lebih nikmat mana dengan vagina istriku?,,, bukankah kamu sudah merasakan jepitannya,, dan bagaimana gurihnya cairan cintanya?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heehhh,,, jadi istrimu cerita kejadian di tepi tebing tadi?,, gilaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkekeh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Memang sih,, legit banget,,Tapi cuma dua menit ni batang sempat masuk, belum sempat ngecrot aku sudah ditendang gara-gara Dako mau lewat,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dua menit??? Wooyy,, itu lumayan lama begoo,,” Hati Arga mendengus kesal, tapi berusaha tetap santai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi bukankah istriku sudah memberi kesempatan padamu untuk menikmati tubuhnya, Ya artinya kamu sedang sial, jadi tidak salah bila sekarang adalah giliranku,” ucap Arga, otak mesum nya bekerja dengan cepat melihat peluang. Dengan cepat tangannya melepaskan kaos lalu menceburkan diri ke air yang dingin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Still there Boy!!!,,, dan lihatlah bagaimana aku mengajarimu cara bercinta dengan gadis secantik istrimu ini,” teriak Arga sambil berjalan mundur didalam air.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Juancuuukk,,,” Adit mengumpat dengan jari tengah mengacung, hatinya tak karuan, saat harus melihat dengan matanya sendiri bagaimana istrinya akan digagahi oleh lelaki lain. Ingin sekali Adit mencengkram tubuh Arga, tapi Arga adalah calon bosnya setelah pamannya pindah kekantor pusat. Artinya Arga lah saat ini yang memiliki kuasa dikantornya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuugghhh,,,” Adit benar-benar kesal sekaligus menyesal telah memamerkan tubuh ranum istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara di sebrang, Andini terlihat bingung saat sosok besar seorang laki-laki mendekati dirinya, tubuhnya beringsut masuk kedalam air berusaha menyembunyikan payudara yang hanya tertutup kain kecil dengan untaian tali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sempat terdengar oleh telinganya pujian sang lelaki yang memuji cantik wajahnya, tapi mengajari bercinta, apa maksudnya?.... Andini tiba-tiba merasa tubuhnya panas dingin saat berhadapan dengan dada bidang sedikit berbulu saat Arga tiba dihadapannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa Mas?,,,?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak ada apa-apa, hanya suamimu tadi meminta untuk menemani bidadari mungil sepertimu berenang,,” Arga mencoba tersenyum seramah mungkin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak wajah Andini memerah, tersipu malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa tidak percaya dengan ucapan Arga, gadis itu menatap suaminya yang terlihat hanya duduk ditepi kolam renang, meski saat ini ada seorang lelaki mendekati istrinya yang hampir telanjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa cantik,,,tidak percaya? Pastinya suamimu akan menghajarku bila aku berbohong,” Arga mengangkat dagu Andini untuk memenadang wajahnya yang memiliki tatapan tajam. Dalam hati Arga bersorang girang, gadis itu terlalu lugu, begitu mudah memikatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semakin gemetar tubuh Andini dibuatnya. Tapi ada letupan birahi saat matanya menatap pundak Arga yang tegap dan kokoh, apalagi lelaki itu memiliki wajah yang sangat menarik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku lihat tadi kau cukup mahir berenang, mau adu cepat dengan ku, berapa putaran kau sanggup?” kini Arga memasang wajah jenaka. Tersenyum sambil mengambil kuda-kuda untuk menyelam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jika hanya sekedar berenang mungkin tak mengapa, toh suamiku bisa melihat dan melindungi bila laki-laki ini berbuat nakal.” Gumam Andini yang kemudian ikut tersenyum menampilkan deretan gigi yang rapi terawat. Seakan tidak ingin kalah dari Arga, Andini mencoba mendahului menyelam dan dengan cepat berenang ketepi dimana Adit berada.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa melihat tingkah Andini, mengangkat kedua tangannya ke arah Adit. Tapi hal itu diartikan Adit sebagai tanda ketidakmampuan Arga menaklukan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaaa,,, Kau tidak akan bisa menaklukkan istriku,, cobalah sepuasmu!!!,,,” teriak Adit sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang telah sampai di tepi kolam, sekuat tenaga kakinya menendang dinding kolam untuk memberikan dorongan tambahan. Gadis itu tampak yakin jika dirinya menyelesaikan dua putaran dan lebih cepat dari Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat Andini sudah berbalik ke arahnya, Arga dengan cepat menyelam berusaha menyusul Andini. Saat tubuh mereka berselisihan ditengah kolam, dengan begitu kreatif dan cekatan tangan Arga mengelus payudara gadis mungil itu, dilanjutkan dengan tarikan hingga bra Andini terlepas, lalu melanjutkan berenang ke arah Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebelum berbalik menyusul Andini, tangan Arga muncul kepermukan sambil mengacungkan bra. Aksi Arga itu jelas tidak luput dari mata Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Juancuuuukkk!!!,,,,” Adit hanya bisa mengumpat, bra siapa lagi yang ada ditangan Arga jika bukan milik istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara di sebrang sana Andini telah sampai di tepian, tak lama kemudian disusul Arga yang tampak terengah-engah mencari udara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Menaaaang,,,” Andini berteriak girang mengangkat kedua tangannya, meloncat-loncat seolah ingin keluar dari air. Tapi tawa gadis itu sirna seketika, wajahnya pucat pasi saat melihat bra nya berada di genggaman Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Secepat kilat tubuhnya beringsut masuk kedalam air, berusaha menyembunyikan payudara mungil dengan puting yang menantang kedepan. Gadis itu tidak sadar kapan bra itu terlepas, terlalu semangat berenang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tersenyum, lalu dengan sopan memberikan bra itu kepada Andini. Dengan cepat jemari lentik itu menyambar, dan dengan tergesa-gesa mengenakan kembali bra nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh aku bantu mengikat dibagian belakang?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini mendesah, sesaat mengambil nafas panjang setelah sadar tidak mampu mengikat bra, menyesali keputusannya memilih bra jenis tali yang diikatkan di belakang punggung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini berbalik dengan malu-malu, setidaknya dengan membelakangi lelaki itu tidak bisa melihat payudaranya yang menyembul.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan perlahan Arga memasang simpul tali bra, seraya mendekati telinga gadis itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“32b, mungil, tapi putingnya mancung banget, seharusnya untuk gadis seusia mu aerola nya sudah mulai coklat, tapi warna milikmu masih telihat sangat ranum seperti milik gadis SMP, bentuk seperti ini yang sering bikin para lelaki penasaran.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafas Andini seakan tertahan mendengar pujian Arga, tubuhnya tak mampu bergerak saat telapak tangan yang kokoh menyusuri pinggang yang ramping, mengusap perut yang rata tanpa lemak, dan terus naik hingga telapak itu menggenggam payudara Andini dengan dengan cengkraman yang kuat namun terasa lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhhh,,,,eeeengghhhsss,,,” nafas Andini terasa begitu sesak, bra basah yang baru dikenakannya seakan tidak memiliki arti. Putingnya yang seketika mengeras dapat dengan jelas merasakan tekstur kasar dari telapak tangan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaasss,,, jaaangaaaaan,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Arga memakai jurus budeg, dan terus melanjutkan aksinya. Tangannya begitu gemes dengan payudara mungil Andini, meremas dan terus meremas dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhh,,, ternyata benar dugaanku, payudaramu sangat kencang,,, apa kau mengizinkan bila aku sedikit berkenalan dengan payudaramu ini,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“kaauu,, sudah melakukannyaaa,, apa lagiii,, suddaaahh masss,,, Aaaawwwhsss,,,” Andini terpekik saat puting mungilnya dijepit, ditarik, dan dipelintir dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maasss,,, jangan yang ituuu,, jaaaang,,, Aaaaakkkhhh,,,” tubuh Andini semakin berkelojotan, tanpa disadarinya telunjuk tangan kanan Arga berhasil menyelinap ke dalam lipatan vagina. “uuugghhh,,, suuddaaaahhh maasss,, ada Mas Adiiitt,, jangaaaaann,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekuat tenaga Andini menarik lengan Arga agar keluar dari celana dalamnya, tapi Arga yang usil tak kalah akal, telunjuknya yang berhasil menyelinap kedalam vagina mungil itu berubah layaknya jangkar pengait. Semakin kuat Andini menarik tangan Arga, semakin kuat tekanan yang dialami vaginanya, dan semakin kuat pula lenguhan yang keluar dari bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangaaannn,, jangaaaann,, Diniii ga maauu,, jangaaaaaaaaaaaaaaann” tubuh Andini bergetar hebat. Mendapatkan pelecehan di hadapan suaminya justru menjadi sensasi tersendiri, dan ini adalah orgasme tercepat yang pernah dialaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiihhh,,, tanganku dikencingin cewek cantik,, pasti pertanda sesuatu nih,, koq cepet banget ya,,,” ucapa Arga, menarik tangannya keluar lalu berlagak seperti orang yang mencuci tangan didalam air.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jahaaaat,,, dasar manager mesum,” Andini mencubit lengan Arga, wajahnya tersipu malu, cowok itu sudah membuatnya ngos-ngosan dan berkelojotan di tengah malam, tapi setelahnya justru meledeknya, menganggap hal itu seperti hal biasa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara di sebrang Adit yang mengamati mengamati dengan tegang, dapat sedikit bernafas lega saat Arga melepaskan tubuh istrinya, lalu sedikit menjauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Matanya dapat melihat bagaimana tadi tangan Arga yang memeluk istrinya dari belakang, tapi dirinya tidak tau apa yang tengah terjadi, matanya juga mengawasi pinggul Arga yang tidak bergerak, berarti calon atasannya itu tidak berhasil melakukan penetrasi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wooyyy,, aku ambil minum sebentar, be still there, jangan ke mana-mana,,,” teriak Adit yang langsung bergegas masuk kedalam, tubuhnya sangat enggan beranjak dari tempat itu untuk memastikan istrinya baik-baik saja, tapi tenggorokannya terasa kering akibat ulah Arga yang mengerjai istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yooiii,, jangan lama-lama, ntar istrimu ku makan lhoo,,hahaha,,” balas Arga sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga bersandar ditepian kolam, “Malam yang indah, bintangnya banyak, lampionnya jua cantik” ucap Arga sambil mengamati lampion yang berjejer diatas kolam, terikat pada tali yang direntang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaa,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaa? Bagaimana kau bisa tau, dari tadi kau hanya menunduk, mana bisa melihat bintang,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihhh,, resee,,” Andini mendorong pinggang Arga tapi meleset dan mengenai batang Arga yang masih menegang. Tiba-tiba gadis itu terkesiap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu kayu ya? Koq keras banget, piting sedikit aja pasti patah tuh kayu,, hahaha,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Idiiihh,,, baru ditinggal suami sebentar aja genit nya nongol, giliran suami disamping anteng kaya kelinci makan kwaci,hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas emang rese yaaa,, jadi heran, koq bisa ditunjuk ngegantiin Pak Prabu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaha,,, Ehhh,, ada bintang jatuh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mana? ngga ada koq,,,” mata Andini cepat menyapu hamparan langit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jatuhnya naik angkot biar cepet,,hahaha,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Idiihh garing banget, emang kalo ada bintang jatuh mau minta apa?” tanya Andini sambil memainkan air hingga menciptakan gelombang-gelombang kecil. Perasaan tegang dan malunya sedikit berkurang, diam-diam matanya melirik tubuh tinggi tegap disampingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku mau mintaaa,, eemmm,,, apa ya,, kalo minta kayu ku dipiting pake punyamu, mungkin ga yaa?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weekksss,, ngelunjak, emang aku cewek apaan, ingat,, tadi itu cuma karena aku menghormati mas Adit yang menyuruh mu menemaniku berenang lhoo,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masa sih, jadi bukan jinak-jinak merpati,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apaan sihh,, lagian batang segede gini mana ada yang mau, cuma bisa bikin cewek nangis kesakitan, hahahaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Awww,,, sakit tau,” Arga menjerit ketika tiba-tiba tangan Andini benar-benar memiting batangnya yang dalam kondisi siap tempur sempurna, dan sialnya gadis itu justru tertawa melihat deritanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa setau Arga, dibalik tawa Andini, jantung gadis itu justru berdebar, tidak menyangka batang yang tadi sempat digenggamnya memiliki ukuran yang benar-benar besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Woooyyy,,, ni ku bawain air, kalo mo minum cepet kesini,” terdengar teriakan Adit yang membawa tiga botol pulpy orange.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terima kasih Gan, tapi air disini masih banyak, apalagi ada sumurnya, dijamin ga bakal habis,” jawab Arga serampangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sumur?,, mana ada?” tanya Andini yang bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada koq, biar kecil tapi juga bisa nambahin air kan?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihhh ngaco,,” Andini segera memalingkan tubuhnya membelakangi Arga saat menyadari mata Arga yang melototi selangkangannya yang terendam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuu kan, jinak-jinak merpati, kalo ada suami langsung balik kanan nyari aman,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ngga koq,,” jawab Andini sambil melengos.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berani nerima tantangan?,,buktikan dengan ambil tu lampion ”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Andini kembali berbalik, “mana bisa?,,tinggi banget,, lagian itu tidak menantang”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bukannya menjawab Arga justru menyelam ke dalam air.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaaa,,,, Andini menjerit ketika tubuhnya terangkat dari dalam air, dan gilanya wajah Arga tepat berada di depan selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sialan kau Argaaa,, Kupastikan Aryanti akan menerima balasannya,,” dengus Adit, tekadnya semakin bulat untuk kembali menunggangi tubuh montok Aryanti dan menuntaskan permainan yang tertunda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepet ambil, tubuhmu ternyata berat juga,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jelas Arga berbohong, tangannya yang menopang tubuh Andini justru meremas-remas pantat Andini, membuat gadis itu salah tingkah dihadapan Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya berusaha meraih lampion yang masih dua jengkal diatasnya. Berharap Arga segera menurunkan tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhssss,, Argaaaa,, kamu ngapaaaaiinnn,, Aggghhhh,,,” Andini terkaget, celana dalamnya dibentot Arga kesamping, dan dengan cepat bibir Arga yang telah siaga menyerang bibir bawahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaggghhh,,, gila kau Gaaa,,, itu ada suamikuuu,,Ooowwwhhh,, stoop,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mendongakkan wajahnya yang tepat berhadapan dengan vagina ranum yang menganga, “Ternyata benar, kau memang jinak-jinak merpati,” ledek Arga. Lalu kembali menyelipkan lidahnya ke vagina yang tengah galau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwwhh,, tidaaak kau saaalaaahh,,aku berani koq nakal didepaaan Adiiitt,, Aaahhh,,,masuuukiiiinn lidaaahhhmuu lebbiiihhh dalaaaammm,, Aaggghhh gilaaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini kembali mencoba meraih-raih lampion, berharap suaminya tidak tau dengan apa yang tengah terjadi antara dirinya dan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhssss,, Aaaahhh,,, dasar lidah buayaaaa,, panjang banget lidaaahh masuuukkk,” Pantat Andini bergerak-gerak, bukan untuk mengelak, tapi untuk memudahkan lidah Arga mencecapi kalenjer vaginanya yang semakin deras keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaaang,,, apa kau tidak melihaaat,, vagina istrimuuu,, Aaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Vaginaaa istrimuuu dinikmati lelaki laaaiiinn,,, Uuuuggghhh,,, Aaahhhssss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seeerrr,,, seeerrr,,, seeerrr,,,Tubuh Andini mengejang, bibir vaginanya menyemburkan cairan yang tepat memasuki mulut Arga yang tengah terjulur menjilat-jilat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhhhh,,, Gaaaa,,,, gila kamuuu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga perlahan menurunkan tubuh mungil Andini, menggendong menahan dengkulnya dengan kedua tangan, kini wajah mereka berhadap-hadapan. Mata bulat Andini dapat melihat dengan jelas wajah Arga yang basah oleh cairan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata hanya sebatas itu kenakalanmu,, baru sebentar udah keluar,,hehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeemm,, apa tadi kurang nakal,, Ok, kalo masih kurang, tapi jangan salahkan aku jika Adit menghajarmu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Andini terulur kedalam air, menyelusup kedalam celana pantai Arga, meski gemetar dengan pasti tangannya menarik keluar batang yang sedari tadi sudah dalam kondisi siap tempur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku yakin,,, kau pun tidak akan bertahan lama jika kayumu ini dipiting oleh milikku,,, Aaaahhhh,,,” meski tidak yakin vagina mungilnya dapat menerima besarnya batang Arga, tapi Andini tidak ingin terus diledek dan diremehkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua insan yang tengah diamuk birahi itu kini begitu kompak bekerja sama. Arga perlahan menurunkan tubuh Andini, sementara jemari lentik gadis itu memastikan batang Arga berada pada jalur yang benar menuju vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaggghhhh,,, pelaaann,,, coba lagiii,,, turunkaan lagiii,, Aaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Batang Arga melengos ke depan dan ke belakang, tak mampu menembus vagina mungil dan sempit milik istri temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhh,,, taaahhhaaann,,, biar aku yang bergeraaakk,, aaaaggghhhh,,, massssuuuk,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang merasakan kepala penis Arga telah berada didalam vaginanya, perlahan semakin menurunkan tubuhnya, hingga lorong kemaluannya benar-benar terasa penuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maassss,, maaf maaasss,,, aku benar-benar telah memasukkan penis temanmu ke dalam tubuhku,” rintih hati Andini, yang masih tidak percaya tubuhnya dinikmati lelaki lain tepat di depan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,, Apaaakaaahh ini cukuuup untuk membuktikaaan kalo aku naakaaal,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“belum, ini belum cukup, cantik.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, aku rasa jugaa begituuu,,, ini belum cukuuup,, setidaknya hingga vagina mungilku dapat memaksa spermamu memenuhi rahimkuuu,, Aaagghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di sebrang kolam, mata Adit melotot saat mendapati celana dalam istrinya telah mengambang diatas air. “Siaaalaan kau Argaaa,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arrgaaaa,,, kauuu diaaam sajaaa,,,bukankah kau ingiiin aku terlihaaat nakaaall didepaaan suamikuuu,,, Aahh,,aahhh,,,aahh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini meminta Arga berhenti bergoyang, gadis itulah kini yang memegang kendali, pantatnya bergerak cepat, turun naik diatas air menciptakan riak yang semakin besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, sesaaaak bangeeeett,,, aku gaa kuaaaat,,, aku kalaaaahh lagiii Aaahhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bila kau memang ingin terlihat nakaaal, biarkan aku menyetubuhi mu didepan Adit,,, beraniii?,,, Eeeehhhsss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang sudah benar-benar tak berdaya hanya dapat mengangguk. Meski tak tau apa yang akan dilakukan Arga, tapi baginya sama saja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini memejamkan matanya, pantat montoknya terus bergoyang menikmati batang yang begitu besar bagi vagina mungilnya. Sementara Arga perlahan berjalan mendekati Adit yang dasar kolamnya lebih dangkal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafas Adit tercekat, kini di hadapannya terpapar pemandangan yang begitu ironis, dengan mata terpejam tubuh mungil Andini bergerak liar. Lorong kemaluan mungil dan sempit milik istrinya yang selalu dibanggakannya, dipaksakan melumat sebuah batang besar, lebih besar dari miliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaghhhh,,,, Argaaaa,,,,” Andini terpekik saat Arga mulai memberikan perlawanan, ini jauh lebih nikmat dari apapun, mata sendu yang menyiratkan kepasrahan menatap Arga dengan mesra, namun sesaat kemudian terkaget saat mendapati tubuhnya tepat berada diantara kedua kaki suaminya yang menjuntai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaasss,,, maaaf maasss,,, ini hanya sebuah permainan tantangaaaaannn,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaagghhhh,,,,ooowwwwwhhh,,, ga kuaaaat,,, Andini ga kuat Masss,,” tangan Andini terulur meraih tangan suaminya seiring tubuhnya yang bergetar hebat mendapat gempuran batang Arga yang semakin brutal. Vaginanya semakin sempit menjepit, “Aaaaaaggghhhhhh,,, Massss,,, besaaaar maaassss,,, batang temaan mu sangaaaat besaaaaarrr,,, Aaaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaggghhhh,,, Diiittt,,, sempit bangeeet,, milik istrimu sempiiitt bangeeeeettt,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akkuuuu harusss menyemprot didaaalaaam Dit,,, Semproooottt didaaalaaam vaginaa istrimuuu,,, Aaahhhhh,,,” Arga mencengkram pinggul Andini dengan kuat, menancapkan batangnya jauh kedalam lorong yang semakin menyempit. Bermili-mili sperma menghambur, berdesakan memenuhi kantong rahim Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini seakan tidak percaya melihat kehebohan Arga, lelaki itu orgasme di dalam tubuhnya dengan begitu dahsyat. Tanpa sepengetahuan Adit, Andini berusaha semakin mengencangkan otot vaginanya, meyakinkan Arga dapat benar-benar menikmati liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maafin Andini Mas,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit berusaha tersenyum. Lalu jatuh pingsan...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gubrak...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Every Ending, Is Just Another beginning</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
-Spear Of Destiny</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terbangun dari tidur dengan perasaan cemas, istrinya Aryanti tidak ada di samping. Seingatnya, setelah menggotong Adit ke kamarnya, Arga menyempatkan diri untuk sekali lagi menggarap Andini di samping suaminya yang tepar, entah tidur, entah memang benar pingsan. Dan ketika kembali ke kamar, Aryanti sudah tertidur dengan pulas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rasa was-was segera menyergap dirinya, Arga sangat sadar dengan perjanjian yang mereka terapkan dalam liburan ini. Sebuah pertanyaan mencuat dipikirannya ‘Siapa yang tengah menindih tubuh Aryanti saat ini’.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan langkah perlahan menghindari timbulnya suara Arga mendekati pintu kamarnya, dan menyelinap keluar bagai seorang maling. Pendengarannya bekerja lebih ekstra mencari kemungkinan adanya suara ganjil, buah dari persetubuhan. Arga sendiri tidak mengerti kenapa dirinya harus begitu hati-hati, seakan memang mengharapkan dapat memergoki istrinya yang berbuat nakal, atau pasangan lain yang tengah berlomba memacu birahi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi nihil, cottage begitu sepi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekilas Arga melirik celah dibagian bawah pintu kamar Dako dan Zuraida yang tampak masih menyala terang, mungkin saja penghuninya masih belum tidur, ada keinginan untuk mengetuk, tapi diurungkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan Arga menuruni tangga, lantai satu pun sepi. Begitu juga dengan beranda dan gazebo.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jam dinding menunjukkan pukul 1.25</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cemas bercampur bingung Arga kembali masuk kedalam cottage, namun langkahnya terhenti saat telinganya sayup-sayup mendengar gelak tawa dari arah ruang samping yang biasa digunakan untuk menggelar pertemuan, bangunan itu memang terpisah dan hanya dibuka jika ada pertemuan atau pesta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bergegas kakinya melangkah, dan ternyata pintu nya memang terbuka, lampu di bagian tengah ruangan tampak masih menyala.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kembali dirinya mendengar gelak tawa. Tak salah lagi itu adalah tawa Pak Prabu dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika dirinya ingin menghampiri teman-temannya yang asyik bercengkarama mengelilingi sebuah meja bundar, langkahnya tertahan saat melihat sosok Aryanti yang tengah dipangku oleh Munaf. Sementara di sebrang mejanya, Andini tengah dipangku oleh Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan sangat pelan Arga menyelinap, melewati pintu yang terbuka, ada keinginan hatinya untuk melihat langsung, bagaimana sikap istrinya jika dirinya tidak ada di samping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampaknya Pak Prabu, dako dan Munaf tengah bermain kartu. Namun yang membuat Arga heran kenapa istrinya sampai bersedia duduk di pangkuan Munaf dan tertawa melihat ulah nakal tangan munaf yang mencoba bergerilya di tubuh indahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan kanan Munaf yang tampak aktif mengelus paha istrinya yang saat itu hanya mengenakan celana legging sedengkul yang biasa digunakannya ketika berada di rumah, sementara kaos tanpa lengan yang digunakannya tampak kebesaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meladeni kenakalan tangan Munaf yang semakin tidak terkendali, Aryanti harus berulang kali memukul jemari yang berusaha menyelusup ke dalam kaosnya, bibir dari istri Arga itu terus tertawa sambil menahan pangkal lengan Munaf yang berusaha menerobos kaos longgar istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah merasa kurang beruntung dengan serangan bagian atas, kini Munaf mencoba meraba selangkangan Aryanti, meremas dengan rasa gregetan akan benda yang ada diantara dua paha montoknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sedikit lega ketika melihat Aryanti segera menyilangkan kedua pahanya, mencoba menutup akses serangan, setidaknya istrinya tidak membiarkan lelaki lain menjamah tubuhnya dengan bebas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tiba-tiba Aryanti tertawa terpingkal, rupanya telunjuk Munaf masih berhasil menyelusup diantara pahanya, bahkan berulangkali menekan telunjuknya pada kemaluan yang tertutup rapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Awalnya Aryanti terus berusaha menahan lengan Munaf, tapi entah kenapa jemari-jemari lentik itu tiba-tiba melepaskan genggamannya, dan mengambil botol chivas yang masih tersisa setengah. Dituangkannya air berwarna putih bening itu ke gelas yang tidak pernah lepas dari tangan kirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Munaf kini bisa sedikit lebih bebas menggasak selangkangan Aryanti yang tertutup lipatan paha dan usahanya mulai membuahkan hasil ketika Aryanti mulai melonggarkan lipatan pahanya tapi masih dengan posisi menyilang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rupanya Aryanti merasa kasihan dengan usaha Munaf yang begitu gencar, tidak ada salahnya jika dirinya sedikit berbaik hati membiarkan teman sekantor suaminya itu untuk sedikit mengenali bagian intimnya. Namun tetap saja remasan itu tidak membuat puas Munaf karena masih terhalang oleh legging yang sangat ketat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Aryanti sesekali tertawa ketika merasakan Munaf berhasil mendorong celana dalamnya masuk ke sela-sela belahan vagina. Dan itu jelas membuat perempuan itu menggelinjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Pak Prabu tampaknya lebih beruntung, karena lengan kanannya dapat dengan bebas menyelusup kebalik kaos Andini, mengelus, meremas dan sesekali memelintir payudara mungil yang masih terbilang ranum itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini dan Pak Prabu sebenarnya lebih terlihat seperti anak dengan bapak, karena pertautan umur mereka yang sangat jauh. Arga tersenyum ketika teringat Aditya, suami Andini yang mungkin saja saat ini masih pingsan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali tangan kiri Andini mengarahkan gelas yang dipegangnya ke bibir Pak Prabu, diselingi kecupan bibir Andini yang membersihkan martini yang menetes di samping bibir Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun Andini tidak membiarkan bibir Pak Prabu berlabuh ke bibirnya, meski sesekali dirinya tidak dapat mengelak ketika Pak Prabu menyosor dan memagut bibirnya dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan kartu itu terasa sangat lambat, karena masing-masing pemain sibuk dengan pialanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bahkan sesekali pak prabu memaksa Andini untuk membuka kaosnya, Aksi itu hanya membuahkan jeritan protes diiringi seringai tawa dari bibir mungilnya, dengan tangan kanannya Andini berusaha menahan kaosnya. Rupanya Andini hanya mengizinkan tangan Pak Prabu menggerayangi payudaranya, tetapi tidak untuk diekspos, karena dirinya masih terlalu malu untuk itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aksi pak Prabu itu membuat Aryanti tergelak tertawa dan melupakan aksi tangan munaf yang terus berusaha menyusup di belahan selangkangannya. Ketika merasakan tangan Munaf yang dingin mencoba menyusup kebalik kaos, dan merabai pusarnya, dengan cepat Aryanti menarik tangan itu sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa,,, kalo mau netek, sama Andini aja tuh,,” kelakar Aryanti disambut Andini dengan memeletkan lidahnya lalu ikut tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi anehnya, Aryanti justru kembali meletakkan tangan Munaf yang nakal keselangkangannya yang masih saling terjepit menyilang. Seakan memberi tanda bahwa izin bagi jemari Munaf hanyalah pada bagian luarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“YEEEAAHHH,,,,,” tiba-tiba Dako berteriak keras dan menghempaskan kartu yang dipegangnya kemeja. Gelasnya yang terisi penuh ditelannya dalam satu tegukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Penderitaan dako memang cukup panjang, hanya dapat membagikan kartu sambil menyaksikan pak Prabu dan Munaf mencumbu pialanya. Kini dirinya memiliki wewenang penuh untuk memilih Piala yang akan duduk dipangkuannya. Sementara kartu Munaf yang lebih unggul dari milik Pak Prabu harus menerima wanita yang tidak dipilih oleh Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Dako menatap tubuh indah Andini yang kaosnya sedikit terangkat di depan payudara, memperlihatkan perut ramping yang mulus, dan kemudian beralih kepada Aryanti yang selangkangannya masih menjepit jemari Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryantiii,,,” teriak Dako sambil menepuk paha kanannya sebagai isyarat bahwa Aryanti lah yang harus duduk dipangkuannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekilas Arga melihat Munaf membisikkan sesuatu ke telinga Aryanti yang masih dipangkunya. Kemudian Aryanti berdiri menghadap Munaf yang menunggu aksi apa yang akan dilakukan Aryanti kepada dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaha,, Jadi kau ingin sedikit hadiah sebelum aku meninggalkan pangkuan mu?,,lalu apa yang kau mau?” ucap Aryanti yang terlihat pongah berkecak pinggang, namun bibir mungilnya tersenyum genit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terserah kau,,, tapi ku harap itu sesuatu yang luar biasa,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat tubuh semapai Aryanti mematung di hadapan Munaf, telunjuknya memegang dagu seolah sedang berfikir. “Okkk,,, ini pasti cukup untuk mu,” seru Aryanti, matanya mengerling nakal ke arah Dako dan pak Prabu, seolah ingin mengatakan bahwa hadiah yang akan diberikannya memang hanya untuk Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhhh shit,,, apa yang kau lakukan Sayang,” jerit hati Arga ketika tiba-tiba Aryanti memasukkan kepala munaf ke dalam baju kaosnya sambil tertawa terpingkal disambut tepuk tangan yang lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat kepala Munaf bergerak liar, menyerang payudara yang selama ini hanya pernah dinikmati oleh Arga. Aryanti tampak berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya ketika kepala Munaf melakukan berbagai gerakan ke kiri dan ke kanan, sesekali bibir mungilnya mendesis menahan erangan, entah apa yang dilakukan Munaf didalam sana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua tangan manager SDM itu memeluk erat belahan pantat Aryanti untuk menahan badan Aryanti yang menggelinjang geli akibat aksinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga benar-benar penasaran apa yang dilakukan pria itu di balik kaos istrinya, apakah bibirnya berusaha menghisap putting istrinya yang masih terbalut bra, tentu bukan pekerjaan yang mudah karena istrinya biasa menggunakan bra yang kencang untuk menopang payudaranya yang cukup besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yup berhasiiiiil,” teriak Munaf saat kepalanya menyembul keluar dari kaos istri Arga, sambil mengepal kedua tangannya ke atas tanda kemenangan, disambut sorak mereka yang ada disitu. Aryanti hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sekarang bra mu sudah terlepas lalu untuk apalagi kain merah itu terselip dibalik kaosmu,” seru Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkejut, artinya kini payudara istrinya tidak lagi terlindungi oleh bra. Artinya tadi Munaf bergulat dengan kancing bra milik Aryanti yang berkait didepan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun Arga masih merasa beruntung karena Aryanti menjitak kepala Munaf, meski sambil tertawa tetap saja itu adalah tanda penolakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lepas, Lepas, lepas,,,” yel-yel yang diteriakkan oleh Dako serentak diikuti oleh Pak Prabu dan Munaf, bahkan oleh Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sangat berharap Aryanti tetap pada keputusan awalnya. Meski dirinya tidak yakin, karena tantangan yang dilontarkan Munaf mendapat dukungan dari semua pemain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oke, oke,,, kalian memang selalu berhasil memaksaku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“DUERRRR,,,” lagi-lagi tubuh Arga bagai terhantam palu godam yang sangat besar. Apakah itu artinya istrinya akan melepaskan kaos untuk melepas bra. Dibalik persembunyiannya Arga sudah merasa tidak sanggup untuk menyaksikan usaha teman-temannya menelanjangi pakaian istrinya. Perjanjian yang mengikat mereka membuatnya tidak dapat melakukan apa-apa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi rupanya Aryanti masih memegang kepercayaan sebagai seorang istri Arga, tanpa melepas kaosnya tangan Aryanti menyusup masuk untuk melepas branya. Melalui pangkal lengannya Aryanti melepas satu persatu tali bra yang tersampir dipundak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ini kan yang kalian mau?” teriak Aryanti sambil mengangkat bra merah dengan renda warna pink. Jelas saja aksi itu membuat kecewa Dako, Pak Prabu, dan tentunya Munaf sendiri. Karena mereka ingin melepas serta kaosnya untuk membuang bra tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi, kini mereka dapat lebih jelas melihat puting payudara dari istri Arga yang tercetak pada kaos tipis itu. Bahkan dari sela-sela kaos yang kebesaran itu terlihat dengan jelas bagaimana kedua bukit putih itu tampak bergoyang mengikuti hentakan tubuh Aryanti yang tertawa puas karena dapat memenuhi keinginan teman-teman suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Andini, untuk babak berikutnya ini apakah kau akan tetap seperti itu, tidak adakah sedikit bonus untuk kami, seperti yang dilakukan Aryanti?” tantang Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga kembali bergairah untuk kembali menyaksikan pertunjukan, tubuh ranum Andini memang menggoda setiap lelaki. Jika Andini turut melepas branya, dengan kaos warna kuning yang ngepres dibadannya itu jelas akan mencetak keseluruhan bentuk payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski telah menikmati bagimana ranumnya payudara mungil Andini, tetap saja rasa penasaran bercokol di otak mesum, membayangkan aerola merah muda yang mengelilingi puting mungil milik remaja itu terpapar bebas didepan publik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Apa yang dilakukan Andini rupanya melebihi dari apa yang diharapkan oleh Dako, Pak Prabu dan Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan perlahan, Andini memasukkan tangannya ke bagian rok samping, gerakan slow motion yang sengaja dilakukan Andini membuat jantung para pria berdegub kencang, apakah Andini akan lebih berani mengekspos miliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owhhh,,, shit,,,” Arga tidak dapat menutupi kekagumannya atas kenakalan gadis itu, jari-jari lentik Andini menarik turun celana dalam berwarna putih yang dibagian tengahnya sudah tampak basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini mengangkat CD nya tepat diwajah Pak Prabu yang dengan sigap membaui aroma yang tersaji, lalu menarik kain itu dengan giginya, membuat semua yang ada di ruangan tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gadis itu merapikan limpitan roknya yang lebar untuk memastikan tidak ada seorang pun yang dapat mengintip selangkangan yang tak lagi memiliki pelindungan. Lalu beranjak hendak meninggalkan pangkuan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeyyy tunggu,, itu adalah hadiah kecil yang kau berikan untuk semua, apakah tidak ada yang lebih spesial untukku,” seru Pak Prabu, menahan lengan dari istri keponakannya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini tertawa sendiri memikirkan hadiah apalagi yang akan diberikan khusus untuk Pak Prabu. Lalu sambil menutup wajah dengan tangan kanan, tangan kirinya mengangkat bagian depan rok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wwwhhhoooo,,, mantaaaap,, bener-bener hadiah yang spesial, hahahaa,,” Teriak Dako bertepuk tangan, sambil berusaha ikut mengintip, namun terhalang tepian rok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang nekat mengambil keputusan gila itu hanya dapat menutup wajahnya dengan telapak tangan sambil terus tertawa, semua hanya gara-gara gairah mudanya yang tertantang oleh aksi berani yang dilakukan Aryanti. Sebuah persaingan terselubung antara betina dewasa dan remaja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika Pak Prabu berusaha menundukkan kepala untuk mengecup vagina mungil yang dapat dinikmati oleh matanya, tiba Dako berteriak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,,, saatnya pertukaran,” teriak Dako yang sudah tidak sabar mendapatkan pialanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berikanlah aku salam perpisahan, sayaang,” rengek Pak Prabu yang merasa berat melepas tubuh Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat Andini hanya tertawa, Pak Prabu segera melabuhkan lidahnya ke bibir vagina yang masih tertutup rapat namun dihiasi precum yang merembes keluar, hingga membuat Andini menjerit, tak menduga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owghh,, cukup pak, sudaaaahh,,aaahh, Sudaaahhh,,” Andini berusaha mendorong kepala Pak Prabu menjauh, posisi Pak Prabu yang duduk dikursi membuat lidahnya cukup sulit untuk menjelajah celahnya. Namun lelaki paruh baya itu terus saja bereksplorasi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan badan masih menunduk, Pak Prabu berusaha menatap Andini mencoba meminta sedikit kemudahan bagi lidahnya yang haus, dengan wajah super memelas. Proposal yang diajukan Pak Prabu melalui lirikan mata itu tampaknya berhasil, karena Andini berusaha mengangkat kakinya ke sisi kursi Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahh,,, cukuuupp,, jangan terlalu daaaalaaaamm,,,” jerit Andini saat lidah Pak Prabu dengan cepat menyelusup kecelah vagina yang semakin basah. Namun Pak Prabu seolah tak peduli.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali Andini menjerit kecil ketika bibir vaginanya yang mulus tertusuk oleh kumis Pak Prabu, tapi tusukan itu bagaikan sengatan birahi bagi Andini untuk semakin menyodorkan vaginanya ke lidah milik paman dari suaminya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah beberapa saat wajah Pak Prabu terangkat sambil tersenyum lebar, bibirnya dan kumisnya berlepotan selai putih, puas mencecapi vagina ranum, membiarkan Andini yang terombang-ambing birahi. Ingin sekali Andini menahan kepala Pak Prabu untuk melanjutkan cumbuan hingga menuju puncak, namun rasa malu sebagai wanita baik-baik berhasil menahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf yang saat itu menonton aksi Pak Prabu sambil memeluk pinggul Aryanti dibuat iri dengan salam perpisahan yang diberikan Andini kepada atasannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Andini sudah memberikan salam perpisahannya, apakah aku juga akan mendapatkannya darimu, cantik,” rayu Munaf sambil mengadopsi wajah melas Pak Prabu yang telah sukses mencecapi payudara Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bukankah kalo kau menang nanti aku akan kembali berada di pangkuanmu,” jawab Aryanti yang kembali berbalik menghadap Munaf, sementara Munaf semakin mengokohkan pelukannya di pinggul Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Please,,,Ayolah Yant,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Belum sempat Munaf menyelesaikan kata-katanya Aryanti sudah kembali memasukkan kepala munaf kedalam kaosnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bagai orang kesurupan, Munaf langsung menyedot dengan keras puting Aryanti yang tidak lagi terhalang oleh bra, seakan takut payudara itu akan menghilang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaahhh,,, ooowwhhhhssssss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti merintih, dirinya memang menginginkan seseorang melakukan sesuatu kepada putingnya yang mulai mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Beberapa kali Aryanti mengelinjang, terkadang kepalanya terangkat keatas ketika Munaf mengigit putingnya. Desahannya sambung menyambung, setelah salah satu tangan Munaf ikut masuk kedalam kaosnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aassshhh,,, Muunnaaaf,,,” teriak Aryanti sambil mengarahkan kepala Munaf kedaerah yang ingin dijamah oleh lidah pria itu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, iyaaaa,,, pelaaan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhhss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti yang asyik menikmati permainan bibir Munaf pada daerah payudara yang diinginkannya terpekik ketika kepala yang ada dalam kaosnya kembali menggigit sedikit lebih keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,,,cukup bro,,, Kita harus melanjutkan permainan,” seru Dako yang rasa iri yang memuncak, berkali-kali Dako meremas penisnya yang terasa sakit karena tidak dapat bebas menghirup udara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah kawaaaannn,,,” serunya kembali ketika melihat tidak ada tanda-tanda kedua rekannya ingin mengakhiri percumbuan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah cukup lama, akhirnya Munaf menampakkan batang hidungnya, rambutnya tampak kusai berantakan, sementara Aryanti berusaha mengatur nafasnya. Dengan langkah terhuyung Aryanti melangkah kepangkuan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang juga harus beralih kepangkuan Munaf memilih berjalan di depan tempat Dako duduk dengan kaki yang masih gemetaran menahan birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Dako untuk menyelusupkan tangan nakalnya ke balik rok Andini, lalu mencoleh pintu vagina yang begitu basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaawww,,” jerit Andini berusaha menarik tangan Dako keluar, yang dijawab dengan pekikan tawa. Aryanti pun tidak tinggal diam dirinya turut meremas dengan gemes pantat Andini. Suara tawa bersahutan menggema diruangan yang memang terpisah dengan kamar-kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako sempat tergiur dengan kemolekan tubuh Andini yang telah terbuka disana-sini, tapi melihat kecantikan Aryanti dan misteri dibalik pakaiannya kembali meneguhkan pilihannya. Kapan lagi dirinya dapat menikmati tubuh Aryanti dan payudaranya yang selama ini membuatnya penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako membuka pahanya lebar-lebar mempersilahkan Aryanti untuk duduk di salah satu pahanya. Berbeda dengan posisi ketika dirinya duduk di pangkuan Munaf yang membelakangi, kini dengan duduk dipaha kanan Dako Aryanti dapat lebih leluasa apakah harus menghadap dako ataukah ke arah teman-temannya yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi sial bagi Arga, posisi duduk Dako justru membelakangi tempat persembunyiannya. Ada rasa cemas dihati Arga dengan apa yang akan terjadi pada istrinya, karena matanya tidak dapat mengawasi aktifitas tangan Dako dengan jelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Baru saja Aryanti menghenyakkan pantatnya yang padat montok pada paha yang disediakan, tangan Dako langsung bergerilya menyusup ke balik kaosnya. Lagi-lagi Aryanti hanya tertawa, melalui kerah lehernya yang lebar mata indah Aryanti mengintip payudaranya yang dimainkan oleh Dako, sesekali tawanya menggelegar mendominasi suara diruangan saat Dako membisikkan sesuatu ke telinganya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Andini belum sempat duduk di paha Munaf, lagi-lagi harus merelakan payudaranya diremas oleh Munaf yang memaksa Andini mengangkat kaosnya lebih tinggi, lelaki itu tidak peduli dengan penolakan Andini, Yang ada di benaknya saat ini adalah menikmati sepuas-puasnya payudara yang kini menjadi piala miliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebelum kita memulai babak ini sepertinya ada peraturan yang harus ditambahkan, karena dari tadi saya melihat tangan kanan piala-piala kita ini lebih banyak menganggur, bagaimana jika kalian memainkan ‘perseneling’ kami, agar kami dapat menanjak dengan cepat,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Setujuuuu,” teriak Munaf sementara Pak Prabu hanya mengumpat, kenapa peraturan itu tidak ditetapkan dari tadi, saat dirinya masih memangku Andini. Tapi Aryanti dan Andini yang terlihat mulai mabuk justru tertawa. Keduanya sesaat saling melemparkan senyum penuh persaingan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meskipun istrinya dalam keadaan mabuk, Arga berharap rasa malu yang tersisa dalam diri Aryanti dapat mengajukan penolakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok, Siapa takut,” teriak Aryanti sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. Yang disambut tawa Andini yang telah duduk manis di pangkuan Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Persetujuan Aryanti bagaikan kilatan petir yang menyambar kepala Arga, bagaimana mungkin istrinya yang selama ini selalu menjaga sopan santun, kini secara terbuka akan menggenggam penis lelaki lain di depan banyak orang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Arga merinding, sampai mana kegilaan ini akan berakhir, berhasilkah Dako menjejalkan penisnya ke dalam tubuh indah istrinya. “Aaakhhh,,,” Arga menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba membuang pikiran akan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kyaaaaa,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terjaga saat mendengar teriakan Aryanti, wajah cantik istrinya menunjukkan raut keterpesonaan akan sesuatu yang kini ada dalam genggamannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bagaimana mungkin milikmu bisa seperti ini,” pertanyaan Aryanti yang penuh rasa kagum mengalir ringan dari bibir mungilnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti yang akhir-akhir ini mulai mengenal beberapa bentuk penis selain milik suaminya, dibuat kaget oleh pusaka kebanggan Dako, dengan bentuk yang melengkung keatas. Kepala batangnya memang standar tapi semakin membesar menuju ke pangkal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu,, kau ingin aku melakukan apa dengan milikmu ini,” birahi Aryanti bergemuruh, dirinya tidak dapat menghindari pikiran mesum, membayangkan jika batang bengkok itu menyerang kemaluannya dinding vagina bagian mana sajakah yang harus menerima hantaman-hantaman keras milik Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arggghhh,,,” pekik Aryanti pelan ketika pikiran-pikiran mesum semakin meracuni otaknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey,hey,, Aryanti, kurasa kita dapat melakukannya dengan pelan-pelan,” bisik Dako ketika penisnya diremas dengan keras oleh jemari Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Letakkanlah gelasmu, sehingga kau dapat membantuku untuk memegang kartu-kartu yang merepotkan ini,” pinta Dako setelah menerima kartu yang dibagikan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owh,,, tentu sayang,” balasnya sambil mengambil kartu-kartu diatas meja yang baru dibagikan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hei, lihatlah kartu-kartu mu, aku tidak yakin untuk babak selanjutnya aku dapat terus memegang batangmu ini,” ucap Aryanti dengan kening berkerut, ada rasa enggan dihatinya bila harus melepas penis teman suaminya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, itu artinya kau harus membantuku untuk memecah konsentrasi pak prabu, agar aku tetap bisa meremas dua payudaramu ini,” jawab Dako yang kini sibuk mengenali dua gunung kembar yang ada di telapak tangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berbeda dengan Munaf, yang mendapatkan kartu cukup baik, sepertinya lelaki tidak perlu takut akan kemungkinan kemenangan Pak Prabu yang tertawa puas mengamati kartunya, karena kalaupun menang atau menjadi yang kedua, Munaf pasti akan tetap mendapatkan Andini yang terlihat kewalahan meladeni isapan lidah Munaf pada payudaranya, sedangkan tangan kanannya terus mengocoki penis Munaf yang sudah sangat keras. Artinya dia hanya perlu mengalahkan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti kembali tertawa, “Boleh juga usulmu, aku akan menolongmu, tapi aku tidak yakin ini bisa berhasil,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan gerakan pelan Aryanti menggeliat bagai cacing, meregangkan otot tubuhnya, dua tangannya yang terangkat ke atas memberikan pemandangan yang eksotis bagi Pak Prabu. Melalui celah lebar di ketiak kaos, lelaki yang telah memasuki usia 50an itu dapat melihat dengan jelas bagaimana ganasnya jemari Dako meremas dan memilin puting Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“aaahhhh,,, jangan disitu Dakooo,,,” Aryanti menggelinjang manja ketika dako menggelitik kupingnya dengan lidah. Tapi Dako justru memeluknya semakin erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaaal,,,, kenapa bagian itu harus terjamah olehnya,” pekik Arga dengan kesal, telinga adalah bagian paling sensitive bagi Aryanti, Arga berani bertaruh jika selangkangan istrinya pasti akan semakin membanjir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bila Munaf telah meminta salam perpisahan, apakah kau tidak ingin memberikan salam sambutan kepada tubuhku ini, Dako?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kurasa aku bisa membantumu memainkan kartu-kartu ini selama kau beraksi di dalam kaosku?” tawar Aryanti yang mulai gerah dengan suasana. Tidak perlu pertimbangan bagi Dako untuk segera menenggelamkan kepalanya ke dalam kaos Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwgghhh,,,hahahhahahassss,, oopppsss,, pelaaann...uugghhhsss,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti tidak dapat menahan serangan Dako, ketika kulit payudaranya yang kedinginan merasakan panasnya lidah Dako. Membelit, menghisap, menggigit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Penis Dako yang ada dalam genggamannya semakin mengeras, kepala penis unik yang mencuat ke atas itu mulai mengeluarkan lendirnya. Namun sayangnya penis itu sekali-sekali harus dilepasnya untuk mengambil kartu tambahan yang terus dibagikan Pak prabu sekaligus membuang kartu yang tidak dibutuhkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga seakan tidak percaya, bila wanita yang tengah mengerang dan terus bergerak erotis menggoda Pak Prabu itu adalah istrinya, seorang wanita yang selama ini dikenalnya sangat setia dan selalu menjaga sopan santun</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh,,, apa yang kau lakukan,” jerit Aryanti saat merasakan jemari Dako berhasil menerobos legging nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh,,, cepat tarik tangan mu daaari sana Daaakkkkooo,” tangan kanan Aryanti terpaksa melepas penis Dako untuk menahan tangan lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi telunjuk Dako terlanjur menyentuh pintu vagina yang masih terlindung kain tipis, membuat kaki Aryanti terhentak menahan kilatan birahi, wanita itu bingung apa yang harus dilakukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tidak pernah menduga jika milikmu sesempurna ini, beruntung sekali Arga bisa melesakkan penisnya kapanpun dia mau ke vagina gemuk mu,,” bisik Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar kata-kata Dako, Aryanti bukannya menarik tangan Dako keluar tetapi justru menekan semakin ke dalam. Bahkan ada rasa sesal dihati Aryanti yang telah dipenuhi oleh nafsu, kenapa tadi dirinya tidak mengenakan rok pendek seperti Andini, dengan celana legging yang dikenakannya saat ini jemari Dako begitu sulit untuk beraksi didalam sana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan milikku sempurna, sedangkan kau tidak pernah melihatnya,” sela Aryanti sambil berusaha melebarkan pahanya, seakan memberikan izin jemari dako untuk terus beraksi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku bisa merasakan, celana dalam mu ini menyembunyikan sebuah lorong yang indah dan mempesona, yaaahh,,, setidaknya sempurna untuk batang yang tengah kau remas ini,” ucap dako sambil sesekali merasakan rambut yang tumbuh lebat di sekitarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi jika kau mengizinkan aku untuk melihat langsung bagaimana bentuk yang sebenarnya, pastinya aku tidak akan menolak,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaha,,, dasar gombaaal, memang lelaki kalau sudah ada maunya bisa mengatakan apa saja,” gelak tawa Aryanti mengagetkan Andini yang tengah menikmati jemari Munaf yang berhasil mengobok-obok vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rok longgar selutut yang dikenakan Andini rupanya cukup membantu menyembunyikan jemari Munaf, beraksi dengan bebas di vagina mungil Andini yang tidak lagi memiliki pelindung. Membuat gadis itu merintih tertahan, menikmati jari tengah Munaf yang bergerak keluar masuk, menjelajah dan mengorek precum nya keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu, kenapa kau tidak meminta padaku agar jari-jarimu bisa lebih mengenali milik sahabat mu ini, kurasa tidak ada bedanya ketika kau meremasnya di luar ataupun di dalam kain segitiga ini,” bisik Aryanti sambil menarik tangan Dako keluar, tapi kemudian justru menarik karet legging dan celana dalamnya ke depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaaa,, ternyata benar apa yang sering dikatakan Arga, kau memang baik hati dan dermawan,” tawa Dako, yang sontak membuat Arga bingung, apa yang tengah terjadi diantara mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huusss,, diamlah, kalau kau tak mau, aku akan menutupnya,” Aryanti merasa tidak nyaman saat nama suaminya disebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Dako menahan tangan Aryanti, mencoba mengintip, namun begitu gelap, hanya rambut-rambut yang begitu tebal yang tampak. Dengan sangat bernafsu Dako segera melesakkan tangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwghhh,,,pelaaaan dako,,,” jerit Aryanti dengan keras ketika dua jemari Dako langsung menciduk ke bagian dalam vaginanya yang memang sudah sangat basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hei,,, adakah dari kalian yang ingin menikmati ice cream ini,” teriak dako sambil mengacungkan tangannya yang sudah penuh oleh cairan milik Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tentu saja Aryanti sangat malu, lalu memukul-mukulkan bantal kecil ke kepala Dako. “Kalau kau terus membuatku malu, maka aku akan menutup milikku ini selamanya,” ancam Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako hanya tertawa, ancaman Aryanti dianggapnya pepesan kosong, karena Dako sangat yakin bila istri Arga itu telah tunduk sepenuhnya pada dirinya. Dengan pasti Dako kembali memasukkan tangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh,,,” Andini yang tidak dapat menahan rangsangan dari jemari Munaf kembali merintih. Kocokannya pada penis munaf bertambah cepat, membuat suasana semakin panas, berkali-kali Pak Prabu melirik Andini dan Aryanti dengan pandangan iri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeaaahhhh,,,,” sepertinya salah satu diantara kalian harus kembali ke pangkuanku, teriak Pak Prabu ketika berhasil mendapatkan kartu yang lebih bagus. Namun permainan masih beberapa putaran lagi, Pak prabu cukup kewalahan menahan birahinya yang tidak tersalurkan. Teriakan Pak Prabu menyadarkan Dako dan Munaf yang asik mencumbu tubuh panas dip angkuan mereka. The game must go on.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey,,, rasanya tidak adil bila kita tidak berbagi dengan Pak Prabu, bukan begitu Aryanti?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti menjadi bingung, apalagi yang akan dilakukan Dako pada dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Dako menyuruh Aryanti berdiri merubah posisi dengan mengangkangi kedua pahanya, membuat penisnya menyundul tepat dibawah vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Krraaaaakkk,” Aryanti terkaget, dengan kasar tangan Dako merobek legging nya tepat di tengah selangkangannya, dan dengan cepat Aryanti menutupi celana dalam berwarna putih yang telah basah dari tatapan mata Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dakoooooo,,,,,” Aryanti berteriak keras, untuk kesekian kali pria itu membuatnya malu. Namun disambut decak kagum dan gelak tawa Pak prabu dan Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah,,, bukankah kau ingin membantuku untuk mengalahkan Prabu,” bisik Dako sambil menarik kedua tangan Aryanti yang menutupi selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil membuang muka kesamping Aryanti menarik tangannya, dan terpampanglah celana dalam yang sudah sangat basah, sehingga mencetak sebuah garis yang melintang tepat diselangkangannya. Beberapa rambut kemaluannya mengintip keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dada Aryanti semakin bergemuruh, saat menyaksikan nafas Munaf dan Pak Prabu mendengus penuh nafsu memandang selangkangannya yang terbuka bebas. “Tatapan mereka seperti ingin melumat vaginakuuu,,, Uuuhhhh,,, permainan ini benar-benar membuatku gila” dengus hati Aryanti yang terbakar birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ingin sekali Aryanti membuka kain terakhir yang tersisa untuk memberikan hiburan kepada teman-teman suaminya itu, namun rasa malu masih merajai hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan sedikit gerakan Dako berhasil membuat penisnya menyembul, tepat di depan kain penutup vagina Aryanti yang telah basah, seandainya tidak ada kain tipis berwarna putih itu, pastinya kedua kulit mereka akan bertemu. Dengan sedikit malu Aryanti kembali meremas penis unik yang menggeliat manja di depan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooohhh yeeaaahhh,,,” dako memegang pinggul Aryanti dengan kuat, Aryanti tidak hanya mengocok penisnya, namun berulangkali menggesekkan batang itu ke vaginanya yang terbalut kain tipis. Kartu yang dipegangnya tergeletak di meja ketika tangannya terayun kebelakang untuk menjambak rambut Dako, lenguhan semakin sering terdengar saat tangannya terlalu keras menekan batang Dako ke vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti tidak berani bertaruh apakah dirinya mampu bertahan dengan godaan ini, apalagi setelah Pak Prabu juga mengeluarkan penisnya yang besar diselimuti kulit yang kecoklatan, dipenuhi dengan rambut-rambut yang mengelilingi tongkat kebanggaannya. Persis seperti miliknya yang sangat rimbun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti bergidik, menatap batang kekar yang cukup besar, mungkin seukuran milik Arga hanya saja milik Pak Prabu belum disunat. Tapi saat ini dirinya hanya dapat menyaksikan bagaimana tangan Pak Prabu yang penuh bulu mengocok penisnya dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ingin batang itu lagi,,,” lirih Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apaa?,,, kau ingin batang Pak Prabu lagi? Apa sebelumnya kau sudah pernah mencoba?,,” tanya Dako yang bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh tidaak,, kau salah dengar,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jawab Aryanti cepat, tidak berani berangan lebih jauh, saat ini saja dirinya sudah sangat malu, apalagi bila harus meminta Pak Prabu menghujamkan penis hitam itu ke kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhhh,,,,eehhhhmmm,,” terdengar teriakan tertahan dari mulut Andini, mengagetkan khayalan dan birahi Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa sepengetahuan Aryanti, Dako dan Pak Prabu, Rupanya Andini yang sudah tidak mampu menahan birahi akhirnya menyerah, dan mengijinkan Munaf untuk menghujamkan penis ke liang kemaluannya. Lagi-lagi rok mini itu berhasil menyembunyikan bagaimana beringasnya penis Munaf menjelajah masuk ke kemaluan mungil gadis muda itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski Dako, Munaf dan Aryanti sangat tau dengan apa yang tengah dialami Andini, namun tetap saja wanita muda itu terlihat malu-malu untuk menunjukkan ekspresi kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. Tidak ada gerakan dari pantat itu, namun membiarkan batang penis milik teman suaminya itu menghujam keras di belahan vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,, itu pasti sangat nikmat,” gumam Arga saat teringat bagaimana batangnya berhasil menyelinap masuk ke dalam kemaluan Andini, dan berhasil memenuhi rahimnya dengan sperma.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf menyelipkan empat lembar kartu yang dipegangnya pada rok Andini, membuat gadis itu terlihat semakin nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini tangan yang telah bebas itu mulai memegang pinggul Andini dan mengayun pelan, mengomando Andini untuk bergerak ke depan dan ke belakang dengan malu-malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua pandangan tertuju kearah rok Andini yang mulai berkibar mengiringi goyangan yang kini semakin cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan matanya Pak Prabu mencoba memberi isyarat kepada Munaf untuk menyingsingkan kain yang sangat mengganggu pandangannya. Andini yang rupanya sempat membaca isyarat itu segera memegang roknya dengan kuat. Dirinya terlalu malu bila vaginanya yang merah merona tengah melumat penis yang bukan milik suaminya, menjadi tontonan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah kau tidak ingin sedikit berbagi dengan Pak Prabu, lihatlah wajahnya yang memelas untuk sebuah pemandangan indah dari tubuhmu,” rayu Munaf. Namun Andini tetap kekeuh memegang erat kain roknya dengan tubuh yang terus bergoyang ke depan dan ke belakang yang diarahkan oleh lengan Munaf pada pinggulnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Posisi ini memang cukup sulit jika si wanita tidak berperan aktif menggoyang tubuhnya, tak perlu waktu lama tubuh Munaf telah bermandi keringat. Tapi dirinya tidak memiliki pilihan lain selain posisi ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tetap saja, perubahan wajah Andini yang terkedang mendesah, meringis, bahkan sesekali menjerit memberi tanda kuatnya serangan Munaf disela-sela pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bila aku menjadi Andini tentunya akupun akan malu jika tubuhku yang tengah disetubuhi oleh orang lain menjadi tontonan,” ucap Aryanti sambil terus meremas batang Dako digenggamannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu kenapa tidak kau ambil selimutmu itu, dan biarkan aku bermain di kemaluanmu tanpa diketahui orang lain,” balas Dako cepat ketika melihat peluang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa,,,Tapi bukan itu yang kumaksud, tunggulah Munaf menyelesaikan aksinya, mungkin Andini akan sedikit berbelas kasihan pada dirimu,” jawab Aryanti sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Aryantiii,, ga booleeeh cuurang yaaa,,” seru Andini yang terengah-engah meladeni serangan penis Munaf, tubuh indah itu tidak lagi bergerak maju mundur, tapi sudah mulai menghentak, dan terus semakin keras hingga membuat vaginanya yang belumur oli putih, mencengkram erat penis Munaf. Rok mini itu tak mampu lagi melindungi tubuh pemiliknya setelah kedua tangannya berpindah ke pegangan kursi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa Aryantiii,,, tolongin akuu mbaa,,” desahan Andini semakin menjadi, entah apa maksud teriakan permintaan tolongnya, karena sangat jelas jika wanita muda itu tengah menikmati permainan munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan kartu itu sepertinya telah berhenti total, karena kini Pak Prabu pun sibuk memainkan penisnya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa diduga Aryanti berdiri dari pangkuan Dako, dengan cepat mengambil selimut tebal yang sangat lebar sehingga dapat menyembunyikan tubuh semampainya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaaalll,,, itukan selimut kesayanganku, ngapain Aryanti membawa kesitu,” umpat Arga saat melihat selimut dengan gambar Hello kitty. (Weeww,,, )</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Aryanti membalutkan kain tersebut ke tubuhnya dan kembali ke pangkuan Dako, dengan sangat mesra Dako mempersilahkan Aryanti untuk duduk di atas pangkuannya, dan kembali ke posisi semula, memangku dan dipangku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku rasa aku dapat memberikan permainan yang lebih hebat dari mereka,” bisik Dako sambil menggigit telinga Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh yaaa,,, dengan kain ini kurasa kau dapat dengan bebas membuktikannya,” seru Aryanti sambil tertawa nyaring.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Arga memanas, bagaimana mungkin istrinya bisa begitu mesra terhadap Dako sahabatnya. Kini dua tubuh yang berselimut kain itu tampak sibuk dengan aksi mereka. Kepala Dako menghilang kedalam selimut, lidahnya menjangkau puting Aryanti, membuat wanita terpaksa sedikit memiringkan tubuhnya, menyambut keinginan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dari sela-sela Kursi yang tidak tertutup selimut Arga dapat melihat bagaimana lidah Dako bermain-main dengan sepasang payudara yang selama ini selalu dibanggakannya. Sementara tangan Aryanti memeluk kepala Dako dengan erat, memaksa kepala itu tidak pergi jauh dari kedua putingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kyyaaaa,,,Dakooo”,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeeeaaahhh,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teriakan Aryanti disambut dengan pekik kemenangan Dako, lengan kanannya muncul dari balik selimut dengan membawa serta sepasang kain, dengan semangat dako mengibarkan kedua kain itu ke atas sambil tertawa riang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudahlah,,, kau hanya membuatku malu,,,” teriak Aryanti berusaha merebut kain tersebut. Namun dako terlebih dahulu melempar kain itu ke arah Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga semakin terkesiap, ketika kedua lengan Pak Prabu merentangkan kain yang tidak lain adalah legging dan celana dalam Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga pernah bertanya kepadaku, milik siapa yang lebih nikmat, apakah milik Zuraida istriku, ataukah milikmu ini,” ucap Dako pelan sambil tersenyum, tangannya mengusap-usap bibir klentit Aryanti yang sudah sangat basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhh,, yaaa?,,,kurasaaaa,, sebelum Arga dapat membuktikannya, Emmmhhh,,, kau bisa lebih dulu untuk menilai milik siapa yang lebih nikmat,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dada Aryanti bergemuruh seiring tubuhnya yang mengangkat sedikit pinggulnya,, dengan kepala tertunduk ke bawah seakan ingin memastikan sesuatu yang ada di antara tubuh mereka dapat melakukannya tugasnya dengan baik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhhssss,,,Ughh,,Yaaa,, sedikiiit lagiiii, yeaahhh,,,,” teriak Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaakkkhhhhh,,, Dakooo,,,” seketika kepalanya terdongak keatas. Dako tersenyum puas, sesaat tubuh keduanya terdiam saling meresapi kenikmatan yang tengah terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryantiiii,,,” gumam Arga lirih, saat mendengar bibir istrinya yang memproklamirkan kenikmatan dari batang yang berhasil masuk kedalam kemaluannya. Arga merasa benar-benar kacau, disaat hatinya begitu sakit, penisnya justru mengeras dengan sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akhirnya kau berhasil menempatkan senjatamu di kemaluanku, kau telah mendapatkan tubuhku,” bisik Aryanti, kedua telapak tangannya mengelusi wajah Dako dengan penuh birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bukankah kau memang menginginkan ini, sebuah petualangan yang panas,” balas Dako, tangannya tidak lagi memegangi selimut yang menutupi tubuh mereka, telah masuk ke balik kaos Aryanti, merabai punuk, punggung, pinggul hingga pantat Aryanti, meresapi dengan sepenuh hati keindahan dan kemulusan kulit pegawai bank swasta tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku juga pernah mendengar dari Arga, vaginamu memiliki kemampuan yang jarang dimiliki oleh wanita lain, jika kau tidak keberatan aku ingin sedikit merasakannya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kening Aryanti berkerut tidak mengerti. Pinggulnya mulai bergerak. “Bukan,, bukan itu yang kumaksud,” sergah Dako cepat, seraya menahan pinggul Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu,,,” Aryanti semakin, bingung, namun dinding vaginanya berkedut setelah merasakan pergesekan dua kulit kemaluan, otot vaginanya berkontraksi. “Yaa,, terusss,,, Aaahhh,,, empotan ini yang membuatku penasaran selama iniii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahahaaa,, berarti kau sudah lama ingin mencicipi tubuhkuuu,, sekarang nikmatilah sepuasssmuuu,,, eeeemmhhhh,,,” Aryanti tersenyum genit, tubuhnya tak bergerak, tapi otot vaginanya membetot erat batang Dako,, melonggar,, dan kembali mencengkram dengan kuat, membuat Dako mendesah nikmat. “Oooowwwhhhh,,, gilaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini selimut itu hanya menutupi bagian bawah tubuh mereka. Sesekali kepala Aryanti menoleh kearah Pak Prabu dan memainkan lidahnya dengan nakal, menggoda pria yang hanya bisa memegangi penisnya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baiklah, aku menyerah, permainan usai, boleh aku bergabung dengan salah satu dari kalian,” Pak Prabu berdiri dan menggosok-gosok kedua telapak tangannya. Penisnya yang hitam besar dengan congkak menantang ke depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun harapannya pudar saat melihat Aryanti yang begitu erat menempel ke tubuh Dako, kembali bergerak liar, mengacuhkan semua yang ada disitu, Dako sendiri tampak kewalahan dengan hentakan tubuh Aryanti yang bergerak cepat. Tak ada lagi rasa malu pada wanita itu. Yang ada hanya bagaimana cara untuk mendapatkan orgasme ternikmat yang bisa diberikan oleh penis selain milik suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini harapan Pak Prabu hanya pada Andini, yang juga tak lagi mampu mengontrol birahinya, pinggulnya bergerak maju mundur, bermain-main dengan penis Munaf yang sesekali membuatnya berteriak nikmat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan nakal Andini mengangkat tangannya dan dengan telunjuknya memberi tanda larangan. Bibirnya masih tersenyum dengan selangkangan yang kembali bergoyang mengiringi semua kehendak Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Muungkiiin,, Andiniii bisaa membantu Baapaak,” suara Aryanti tersengal-sengal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Aaahh,, kenapa dilepaaasss,” rengek Aryanti tiba-tiba saat Dako mengangkat tubuhnya hingga batang yang memenuhi rongga vaginanya terlepas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Kenapa kau bisa begitu pelit dengan bos dari suamimu, berilah dia sedikit tontonan mungkin itu bisa sedikit membantunya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Yup,, sekarang saatnya show,” Teriak Dako dan seketika melempar selimut yang menutupi tubuh mereka. Dan tampaklah tubuh Aryanti yang berjongkok diatas kedua paha Dako, memamerkan vagina yang menganga basah, berhadapan dengan penis Dako yang dipenuhi lendir senggama Aryanti</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Kyaaaaaaa,,,” Aryanti berusaha meloncat, dan mengambil selimut yang terlempar kearah Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun Dako sudah lebih siap dan menekuk tubuhnya, hal ini justru membuat penisnya tertanam semakin dalam dan seakan mengunci tubuh Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Hahahahaaa gilaaaa kauu Dakoooo,, Aku maaluuu tauuu,,, punyaku lebaaat kaya giniii,” jerit yang diselingi suara tawa Aryanti memenuhi ruangan yang penuh aura birahi. Sambil menutupi kedua wajahnya Aryanti mencoba menutup kedua lututnya, dari sela jemarinya Aryanti mengintip Pak Prabu yang melongo memandang tubuhnya penuh rasa kagum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sepasang paha yang begitu mulus berujung pada selangkangan yang merekah dengan rambut kemaluan yang rimbun. Sementara pintu vaginanya terbuka lebar seakan ingin melahap batang kokoh yang ada didepannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Whuaahhaaha,,, Dakooo,,,” lagi-lagi Aryanti dibuat terpekik dan tertawa setelah kedua pahanya di angkat keatas dan terbuka lebar, membuat Pak Prabu sekilas dapat dengan jelas melihat setiap sisi pintu vagina yang mengkilat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini hanya kaos longgar yang menutupi bagian atas tubuhnya, sementara bagian bawah tubuhnya terpampang dihadapan dua pria perkasa, dengan selangkangan yang terbuka lebar, seakan pasrah menerima setiap hujaman penis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sungguh dirinya merasa sangat malu, belum pernah seumur hidupnya tubuh indahnya dapat dinikmati dengan bebas oleh para lelaki, tapi ini terlalu menantang untuk dilewatkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Darahnya berdesir, terbesit dalam hati untuk membiarkan tubuhnya dinikmati oleh mereka secara bersamaan, seperti yang ada di otak liarnya selama ini. Dan kini salah satu penis telah berada dalam tubuhnya, mungkinkah dirinya memohon penis yang telah siaga didepannya untuk ambil bagian masuk ke dalam lorong tubuhnya yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun Aryanti terlalu malu untuk meminta itu, tapi jika tidak sekarang, kapan lagi dirinya bisa mewujudkan keinginan liarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakaah kau bisa membuatnya semakin bergairah dengan aksi nakal mu?,,,” bisik Dako menggoda Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti menarik tangannya, membiarkan vaginanya terekspos bebas, lalu kedua tangannya menarik setiap sisi pintu vaginanya, hingga lorong gelap yang mengalirkan cairan dapat terlihat oleh mata Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Batang bapak ingin dilumat seperti ini?,,, Oooowwwhhhh,,,,” dengan sangat perlahan kemaluan Aryanti yang terpapar melahap batang Dako,, sangat perlahan, seakan sangat menikmati setiap inci gesekan kulit kedua kelamin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Uuuhhh,,,” bibirnya melenguh saat batang Dako tiba-tiba menghentak. Wanita yang tengah dipenuhi birahi itu tak mampu lagi untuk berfikir, kini dirinya hanya bisa pasrah menerima perlakuan Dako yang juga tersulut aksi nakalnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti memandang wajah Pak Prabu dengan nafas terengah, bersahutan dengan suara kecipak kemaluan yang basah. Andaipun Pak Prabu ingin ambil bagian atas tubuhnya, Aryanti tak yakin dirinya mampu menolak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Yeeaaaahhhh,,,, aaaggrrhh,,,” Suara Munaf melengking, tubuhnya bergetar hebat, memeluk gadis yang menelan penisnya disela selangkangan dengan erat. Jemarinya dengan kuat meremas payudara yang ada di genggaman seakan menjadi pelarian dari rasa nikmat yang dirasakan seluruh tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun tidak begitu halnya dengan Andini yang masih sibuk mengejar orgasme. Pantatnya masih bergerak, menggesek dan menghentak batang yang ada didalam tubuhnya, berharap penis itu dapat menghantarkan kenikmatan serupa. Namun batang itu mulai mengecil sang empunya pun hanya dapat tersenyum kecut mengakui kekalahannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat peluang itu, Pak Prabu dengan cepat menarik tubuh Andini dari pangkuan Munaf. Tak pernah terpikir olehnya jika kini dirinya dapat menikmati tubuh dari istri keponakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa diminta Andini yang dibaringkan di atas karpet lantai, membuka selangkangannya selebar mungkin, memberi tempat kepada tubuh pak Prabu yang terbilang besar, agar dapat menempatkan pinggulnya di depan selangkangannya yang terus berkedut minta diisi, berusaha memberikan akses seluas-luasnya kepada batang besar yang menghitam dan penuh dengan rambut yang mengelilingi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun tetap saja penis itu agak kesulitan menerobos lubang yang terbiasa dengan batang yang memiliki diameter lebih kecil. “Uuugghhh,, tekan aja om, punya Dini bisa nelen punya om koq,,” suara Andini merintih. Gadis itu tau jika lelaki yang ingin menikmati tubuhnya ini tak ingin menyakitinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Andini sangat yakin jika vagina mungilnya mampu menampung seluruh diameter batang itu. Seperti saat Arga menghujamkan batangnya di kolam renang, meski sangat sulit akhirnya lelaki itu dapat bersemayam di vaginanya, tepat di depan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrrgghhh,,, Ooomm,,,,,eehmmh,,,,” Seluruh tubuhnya bekerjasama, berusaha menyelusupkan penis Pak Prabu jauh kedalam lorong kemaluannya. Pahanya dengan keras menjepit pinggul, tangannya dengan kuat menekan, dan selangkangannya terangkat bergoyang, bibir vaginanya menganga lebar menyambut batang yang begitu susah payah menghadapi otot vagina yang tiba-tiba menjepit saat merasakan sebuah benda menggasak dinding-dinding yang sensitif.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bisakan Ooom,, Eeehhh,” tubuh Andini bergetar, bibirnya mengerang penuh birahi saat merasakan batang besar itu akhirnya berhasil menerobos celah sempit yang telah basah oleh sperma Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghh,,” Namun pinggul montoknya sekali lagi menghentak keatas saat merasakan masih ada bagian dari rongga vaginanya yang kosong dan tentunya batang Pak Prabu masih terlalu panjang untuk lorong vagina Andini yang dangkal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arrggghhhh,,,Adduuuuuuuhhhh,,Aaaaaaahh,,,” jemari kecilnya mencengkram pantat Pak Prabu seiring tubuh yang bergetar hebat menyambut orgasme yang sangat tiba-tiba dan begitu mudah menghampiri syaraf ektasinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu tertawa dengan ulah Andini, menikmati batang yang diguyur oleh cairan birahi Andini yang cukup banyak. Sesaat dibiarkannya tubuh sintal itu menikmati orgasmenya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sekarang giliran Om ya,” ucap Pak Prabu sambil menggoyang-goyang batang yang menghujam jauh ke dalam kemaluan Andini. Sementara gadis yang begitu pasrah ditindih oleh paman dari suaminya itu hanya tersipu malu, dengan malu-malu tangannya merabai tubuh besar yang selama ini memang menghantui fantasi seksualnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Aaauugghh,,, udah mentok om, jangan terlalu dalam, ntar punya dede sakit,” Prabu tersenyum dengan kalimat manja yang begitu saja terlontar. Keduanya melihat kebawah menyaksikan bagaimana batang besar itu menggasak pintu vagina yang dipaksa menelan batang yang lebih besar dari biasanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan Prabu menarik pinggulnya, belum sempat helm besar itu keluar, pinggulnya kembali menghujam jauh ke dalam. “Ooomm,, gede banget om,,, seperti punya Pak Arga,, Adduuuhh,,Aaahhh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga?,,, apa Arga sudah pernah menyetubuhi mu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ststsssss,,, jangan kenceng-kenceng, entar kedengeran sama Mba Aryanti,” Andini mengutuki kecorobohannya menyebut nama Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaaa,, dasar kau Arga,, jangan-jangan kedua istriku juga sudah kau cicipi,” gumam Pak Prabu. Lalu menghentak batangnya dengan lebih keras dan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooomm,,, pelan Ooomm,, memek Andini ntar jeboooll,, aaagghhhh,,,” gadis itu meringis menahan perih di dinding rahimnya yang digedor-gedor. Apa semua batang besar emang beringas seperti ini, pikir Andini yang kewalahan, berpegangan pada pundak Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat aksi Pak Prabu, Aryanti menjadi semakin panas, iri melihat kemujuran Andini yang hanya dalam beberapa menit bisa menikmati dua buah batang. “Aaaggghhhh,,, Dakooo,,, lakukan apapun yang ingin kaauuu lakukaaaannn,, Aaaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Andini memucat, puncak birahi tengah menantang pertahanannya, namun akhirnya harus menyerah dalam lenguhan yang panjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooommm,,, Andiniiiii,,, keluaaaaaarrrr,, Aaagghhhh,,,” pangkatnya terangkat tinggi menantang hentakan batang Pak Prabu. “Aaahhh,,, Ahhh,,, ga kuat lagi Oommm,,” rintih Andini menyerah, vaginanya terasa panas akibat gesekan yang terlalu ketat dan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,,,Aaarrr,, tolongin aku mbaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaggghhhh,,, keluaaaar lagiiiii,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rintih gadis itu dengan nafas terengah, tak menyangkan orgasme begitu cepat, silih berganti menyapanya, membuat tubuhnya terasa begitu lemas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Pak Prabu terus saja menghajar vagina mungil itu, semakin bergairah melihat rintihan Andini,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dakooo,,, Aaahhhsss,,, apa kauuu ingiiiin sediiikit berbaaaagi dengan Pak Prabuuuhhhh?,,, aku haaanya ingin membantu gadis itu,” rintih Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh,, tapi setelah aku selesaaaii menikmati vaginamu iniii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako jelas menolak jika kenikmatannya terpotong oleh Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tak perluu takuuuut,,, bahkaaan kau akaaan merasakaaann apa yaaang tidak pernaaahhh diberikaaan istrimuuu Zuraidaaa,,,” jawab Aryanti, lalu melumat bibir Dako dengan ganas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ploopp....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Batang Dako terlepas, tapi belum sempat protes, Aryanti telah menggenggam penisnya, lalu mengarahkan ke pintu belakang. “Masukkan dengan perlahaan, sayaaang,,” bisik Aryanti dengan nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhh shhhiiiitttt,,,” teriak Dako, saat kepala penisnya perlahan menghilang ditelan pintu anus yang telah lama ingin ikut dihajar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh,,, gimaaanaaa,, apa kaauu sukaaa,,aaaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sempiiiitt,,, sempiiit bangeeeett,,, ini nikmaaat bangeeet,, kau nakaaaal Aryantiii,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti terkekeh disela lenguhannya, mendengar pengakuan Dako yang mencengkram pinggulnya Aryanti, agar menghentak lebih kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sekarang undanglaaahh Pak Prabuuu untuk bergabuuung,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kaauu yakinnn,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“sangaaat yakiiinnn,,, akuuu bisaaa meladenii keberingasaaan kaliaaan berduaaa,,,” lenguh Aryanti yang benar-benar terlihat nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak Prabuu,, ada yang menantang kita berdua nihh,,, Apa kau beranii,,” teriak Dako, membuat gerakan Pak Prabu terhenti tepat disaat lenguhan Andini yang kembali mendapatkan orgasmenya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaahahaaaa,, aku tak menyangka, jika istri Arga bisa sebinal ini,,,Okkeee,,, Dakoo, kita penuhi tantangan teller bank cantik ini,” Pak Prabu menjawab sambil tertawa melihat Aryanti menggosok-gosok bibir vaginanya, sesekali menguak pintunya sebagai tantangan pada Pak Prabu. Sementara anusnya membetot batang Dako dengan sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki paruh baya itu mengecup bibir Andini yang tersenyum lemah, setelah tenaganya dikuras rentetan orgasme, lalu melepaskan batangnya, beranjak menuju kursi Dako dan Aryanti sambil terus mengocok batangnya yang penuh lendir milik Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaang,,, apalagi yang kau inginkaaan,,” tak pernah Arga secemas ini,,, tanpa sadar lelaki itu mencengkram tepian meja dengan begitu kuatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini batang besar Pak Prabu telah berada tepat didepan wajah Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cobalahh dulu dengan bibirmu ini,, bial kau mampu melahapnya, kurasa bibir bawahmupun takkan kesulitan,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Aryanti tersenyum nakal, jemarinya dengan gemulai meraih batang Pak Prabu dan menariknya keatas, dengan tenang gadis itu menjulurkan lidah, perlahan mendekat, menyapa kantong zakar Pak Prabu, menyentil-nyentil kedua bola sambil melirik wajah Pak Prabu dengan genit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu perlahan menyisir keatas, menyapu setiap gumpalan lendir putih, hingga akhirnya sampai pada kepala penis yang menyembul disela kulup yang tidak disunat, Aryanti mencengkram batang Pak Prabu dengan kuat sebelum akhirnya kepala penis itu masuk ke dalam mulut Aryanti yang panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaagggghhhhh,,, gilaaaaa,,,Argaaa,,, istrimu benar-benar dahsyaaaaat,,, aaarrgghh,,” Pak Prabu tak tahan melihat ulah Aryanti, lalu mencengkram rambut wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nikmatilaaahh,,, rasakanlaaaahh batangkuuu,,,Aaaagghhh,,” Pak Prabu dengan sangat bernafsu menyenggamai mulut Aryanti. Batangnya keluar masuk dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gila, ini memang sudah benar-benar gila,” gigi Arga gemeretak menahan amarah, tetapi tangannya bergerak mengurut penisnya yang membatu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak tahan melihat kenikmatan yang diperoleh Pak Prabu, Dako kembali mengangkat pinggul Aryanti, meminta wanita itu kembali bergerak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggghhhh,,, kau nakal Yaaaan,, bener-bener nakaaal,,,” dengus Dako dengan pantat naik turun menghajar dubur Aryanti. Pantat Aryanti terdiam, pasrah dengan serangan Dako dibelakang tubuhnya yang semakin cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaaantiiii,,, Bapaaak Semprooot yaaann,, telaaaannn,,,Arrrgghhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak wajah Aryanti terkaget, matanya melotot saat tiba-tiba batang besar dalam mulutnya menghambur cairan kental yang panas, memenuhi mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi bibir Aryanti justru semakin kuat mengatup rapat batang Pak Prabu, seakan tak ingin setetespun keluar dari bibirnya, sesekali meneguk cairan yang memenuhi mulut, mengalir membasahi tenggorokannya, disambung dengan tegukan berikutnya, matanya menatap wajah Pak Prabu yang terengah-engah penuh kepuasan dengan heran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, banyak banget spermanya,” gumam Aryanti yang kini bibirnya berusaha menyedot, memaksa sperma yang tersisa untuk keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaarrrgghhhhh,,, Yaaaann,,, aku jugaaa gaa kuaaaat laggiii,,,” Dako menarik turunkan pinggul nya dengan semakin cepat. “Oooowwwgghhhhh,,, Yaaaannn,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sadar jika Dako juga tengah menghantar orgasme di anusnya, Aryanti menekan pantatnya semakin ke bawah, melumat habis batang, membuat Dako semakin kesurupan dan akhirnya memeluk tubuh Aryanti dari belakang dengan kuat seiring spermanya yang mengalir deras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan usil Aryanti memutar-mutar pantatnya, membuat Dako semakin tersika dalam kenikmatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bajingaaaaann,,,” rutuk Arga saat menyaksikan bagaimana temannya orgasme dengan begitu dahsyatnya didalam tubuh istrinya. Kakinya gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara lantai didepannya berceceran sperma yang kental... ya sperma Arga yang turut menghambur, seiring teriakan nikmat kedua temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh,, payaahh,, baru segitu aja sudah tepar,,,aku kan belum apa-apaaa,, kalian tak ada apa-apanya dibandingkan keberingasan suamiku diatas ranjang,,” dengus Aryanti, lidahnya masih menjilati lubang kencing Pak Prabu, sementara pantatnya masih bergerak kedepan dan kebelakang, memainkan batang Dako, yang tersandar di kursi menikmati keindahan pantat montok Aryanti yang begitu sensual bergoyang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dibalik persembunyiannya Arga tersenyum kecut, tapi tetap saja kata-kata Aryanti membuatnya bangga, sedikit mengobati hati yang remuk redam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa cantik,, kesal yaaa?” Ledek Pak Prabu, seraya menarik kaos Aryanti ke atas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku yang kanan!!!,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeee,, Aku yang kiriii,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhhsssss,,, kaliaaaannnn iniiii,,,” Aryanti terpekik seketika, kedua payudaranya dimainkan oleh Pak Prabu dan Dako bersamaan, seperti anak kecil yang berebut bakpao besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeeiii,,, kenapaa batang kalian masih sangat kerass?,,,” Aryanti terkaget saat menyadari batang besar yang kini mengusap-usap pipinya dan batang yang bersemayam dalam anusnya ternyata masih tetap seperti semula, keras menantang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangaaann,, jangaaaann,,, owwhhh tidaaak,,, apa kalian jugaa meminum jamu Lik Marni?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu tertawa, tidak menjawab pertanyaan Aryanti. “Siap untuk pertarungan yang sesungguhnya cantik?,,” wajah Aryanti tiba-tiba sumringah, jantungnya berdetak keras, merinding membayangkan permainan seperti apa lagi yang akan terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dako,, apa kau ingin bertukar tempat?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh tidak,,trimakasih,,, aku masih belum puas menikmati pintu belakang ini, lagipula,, Sepertinya Aryanti juga belum mengeluarkan kemampuannya yang sesungguhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti tersipu malu, dalam fantasi gilanya, hasrat akan permainan seperti ini memang telah lalang merongrong hatinya. Wanita itu membuka kedua kakinya, mempersilahkan Pak Prabu untuk mengambil tempat diantara selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhhsss,,,, batangmu mulaaaaiii membuaaaatss tubuuuhh ku begitu penuhhh Paaak,,,” rintih wanita itu, seiring batang Pak Prabu yang merangsek memaksa masuk lorong vaginanya, bersaing dengan batang Dako yang menjajal lorong anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooopppsss,,, Shhiiitttt,,, ini benar-benaaar gilaaa,,, adegan seperti ini sering kulihat di videoo,, tapi tidaaak menyangka jika bakal sedahsyat ini,,, bukan begitu Pak Prabu,,?" Tangan Dako meremasi payudara Aryanti, matanya terpejam menikmati batangnya yang semakin tergencet dilubang belakang Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeeeaaahhhhh,,, ini benar-benar dahsyaaaaat,,,eeeengggghhh,,,tubuhku berhasil melumat batang kaliaaann,, Oooowwwhhhh,,, tidaaaakk,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Aryanti bergetar, saat merasakan batang Dako dan Pak Prabu yang bekerja sama, keluar masuk menusuk tubuhnya begitu dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Layaknya dua buah piston yang begitu teratur, bergantian menusuk tubuh basah Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaaakk,,, jaaangaaaaannnn,,,” Mata Aryanti melotot, berusaha menahan rasa nikmat dari aksi brutal teman-teman suaminya, terlihat jelas bagaimana wanita berkeringat itu menahan orgasme yang menggulung. Yaaa,, Aryanti tidak ingin takluk terlalu cepat dalam himpitan dua tubuh lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggghhhh,,, Dakooooo,,,, sakiiiiittt,, kau curaaaaang,,,,Emmmmhhhh,,, ”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti merintih tertahan merasakan putingnya yang digigit oleh Dako, tapi justru karena itulah Aryanti menuai orgasme.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahahaa,,, bagaimana sekarang?,,,” tanya Dako, tangannya seakan tak puas terus meremasi payudara Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sepertinya dia memang kewalahan meladeni kita,, Hahahaa,,,” timpal Pak Prabu, melepaskan batangnya dari jepitan Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehehehee,, jangan bercanda, posisi kita semua sekarang adalah sama, 1-1,,,” jawab Aryanti terengah-engah, Aryanti menarik leher Pak Prabu mendekat, lalu melumat bibir atasan suaminya itu dengan liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeemmmppphhhh,,,, masukkan kembali batangmu ke tubuhhh kuuuu,,, Aaaahhh,,, yaaa,, aaakuuu beluuumm,,, menyeraaaahh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Aryanti kembali terhempas, kakinya yang menopang tubuh gemetar, terombang-ambing di antara dua serangan pejantan. Mulutnya bergantian meladeni permainan lidah Dako dan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hingga beberapa menit selanjutnya Dako berteriak frustasi. Hidung Dako terbenam di ketiak Aryanti membaui aroma wangi keringat dari tubuh istri Arga itu, tapi justru membuat pertahanannya semakin melemah, tak mampu lagi menahan kenikmatan yang ditawarkan anus Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaaalll,,, akuuu ga kuaaaat lagiiii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu pun tak jauh berbeda, hidungnya mendengus liar dengan mulut tersumpal jari-jari kaki Aryanti yang dijilatinya. Tanganya memeluk dan mengelusi sekujur batang paha yang mulus, sementara pantatnya seakan tak terkendali merojok kemaluan Aryanti, “Shhiaaaaalllhhhh,,,,” Pekik Pak Prabu tak jelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kondisi Aryanti yang lebih tragis, harus menggigit bibirnya coba mengenyahkan rasa nikmat, orgasme dapat menyapanya kapan saja. Menaklukkan kejantanan kedua pejantan itu adalah tekad nya, tapi tubuhnya berkata lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“AAAAGGGGHHHH,,,, TUUUSSSUUK YAAAANG DAAAAALAAAAAMMM,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“AAAAKUUU MENYEEERAAAAAHHH,,, OOOWWWHHHHSSS,,,,, EEMMMHHHH,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“UUUGGGHHHH,,, GILAAAAA KAAMUUUU YAAAAAANNNN,,,,GIILAAAASSSHHH”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketiga anak manusia itu menjerit bersamaan, menjepit tubuh mulus yang berkelojotan, bermili-mili sperma menghambur kedalam tubuh si betina yang terus menjerit histeris dengan orgasme yang paling gila, yang pernah dirasakan oleh tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hingga tak ada lagi kata-kata yang keluar, hanya dengus nafas yang berebut mencari oksigen. Sesekali pinggul kedua pejantan masih bergerak mengejang, berusaha menyerahkan tetes sperma yang tersisa ke dalam tubuh milik wanita cantik yang, terengah-engah sambil tersenyum penuh rasa puas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantung Arga seakan berhenti berdetak, kakinya serasa lumpuh. Wanita yang begitu berati dalam hidupnya, saat ini tampak bercucuran berkeringat, membisu dalam genangan lendir para pejantan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba mata Arga menangkap kelebat bayangan dari jendela, bayangan yang tercipta oleh cahaya lampu luar yang menunjukkan keberadaan seseorang juga mengintip kejadian itu. Perlahan berjalan menjauh menuju tepian pantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siapa pula itu,,,” gumam Arga penuh curiga dan rasa was-was, takut bila pemilik bayangan itu adalah juga seorang pejantan, dan nantinya menagih hal yang sama kepada istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menarik nafas panjang, menguatkan hati, baginya tak ada lagi yang harus dibuktikan. Mengendap-endap dikegelapan meninggalkan pergumulan panas Aryanti, berusaha menuju pintu dengan kaki gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku rasa tubuhmu masih mampu untuk menahan beberapa serangan lagi,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebelum menghilang dibalik pintu, Arga kembali menoleh ke belakang, tampak Aryanti tersenyum lemas, tubuhnya terhuyung saat Munaf membaringkannya keatas meja. Sementara diatas karpet lantai, Andini tersenyum pucat saat Pak Prabu dan Dako menghampirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Arga menyapu pantai yang gelap. Sesekali mencoba mengatur nafas untuk meredakan emosi dihati, marah, kecewa, sedih, dan gelora birahi membaur didada yang masih bergemuruh. Tertatih dalam samar cahaya bulan yang dilumat oleh awan mendung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wajar saja Adit sampai pingsan,,” gumamnya sambil tertawa lirih. Teringat bagaimana ia menyenggamai istri Adit yang belia dengan penuh nafsu tepat di hadapan lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski Arga telah mencicipi beberapa wanita di petualangan pantai itu, tapi ternyata hatinya juga belum siap untuk menerima perlakuan yang sama atas istrinya. Begitupun saat birahi menyeruak dihatinya ketika menyaksikan pergumulan Aryanti, namun hatinya tetap saja terasa sakit saat melihat teman-temannya yang tertawa terbahak sambil menghamburkan sperma dan memenuhi kemaluan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryanti hanya sedang mabuk,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bisik Arga sambil berusaha tersenyum. Mencoba menguatkan hati, Kepalanya terdongak mencoba mengisi penuh rongga paru dengan udara pantai. Lalu menghembus dengan pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deg!!!,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siapa?,,,” Arga menoleh ke kiri dan ke kanan, matanya menyipit mencoba mencari tau saat mendapati sosok yang duduk bersandar pada sebuah pohon kelapa, yang baru tumbuh sepanjang tiga meter.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“aku,, Zuraida,,” suaranya begitu pelan, hampir tak terdengar tergulung suara ombak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heehh?,, Zuraida,, lagi ngapain disitu”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mendekat, menghempas pantatnya diatas pasir, disamping dokter muda itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebenarnya apa yang ada dib enak para lelaki, saat mendapati wanita yang mungkin saja dapat ditaklukkannya?,,,” tanya Zuraida lirih. Arga mencoba mengamati wajah Zuraida namun tak terbaca di kegelapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau juga melihat kejadian tadi?,,,” Arga justru balik bertanya. Mencoba menerka-nerka suasana hati istri temannya itu. Mungkin kondisinya juga tak berbeda jauh dengan dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, aku melihat semuanya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa sih sebenarnya yang kalian rencanakan dalam liburan ini,,, kalian,, kaliaan,, begitu berbeda dengan keseharian yang kukenal,, begitupun Dako, suamiku, tidak biasanya dia meminta ini itu kepadaku,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEGG!!!,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan Zuraida, menatap lekat wajah bening yang menerima sinar rembulan, yang perlahan terbebas dari gulungan awan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cantik,,” gumam lelaki yang tengah terluka itu, pesona keanggunan Zuraida, perlahan mengenyahkan perih hati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Arga mengaggumi lekukan dagu yang menjutai dibawah bibir yang mungil, menyusuri garis hidung mancung yang bertaut pada mata yang memiliki tatapan tajam, bulu mata lentik seakan semakin menyempurnakan kecantikan yang dimiliki seorang Cut Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menoleh saat merasa dirinya terus diamati lelaki disampingnya, mendapati mata Arga yang penuh rasa kagum akan kecantikannya. Perlahan bulir air mata menggenang di pelupuk, menciptakan kilatan kecil yang mendayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau ingin membalas ulah suamiku, atas istrimu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanya zuraida seiring air mata yang mengalir tak terbendung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkaget dengan ucapan Zuraida, dan semakin kaget saat wanita itu dengan perlahan membaringkan tubuhnya diatas pasir, menarik turun risluiting sweater yang melindungi tubuhnya dari sergapan angin pantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menahan nafas ketika jemari lentik yang gemetar, dengan rasa takut wanita anggun itu menarik bagian bawah kaosnya ke atas, perlahan memapar perut yang rata dan mulus, terus naik keatas hingga tiba pada sepasang payudara yang didekap bra merah muda. Payudara yang kencang meski pemiliknya tengah berbaring, sedikit lebih kecil dari milik Aryanti. Tapi gumpalannya begitu sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Zuraida menoleh menjauhi tatapan Arga, menatap gulungan ombak dengan tatapan kosong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lakukankanlah, untuk memuaskan hasrat lelakimu,,, puaskan sakit hatimu pada suamiku,,, lalu anggaplah semua tidak pernah terjadi,” bibir Zuraida gemetar bergerak mengucap kata, dengan air mata yang semakin deras mengalir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Arga melotot mendengar tawaran Zuraida yang pasrah, tubuh dan kecantikan wanita itu begitu sempurna dimata Arga. Aryanti memang cantik, tapi Zuraida memiliki keanggunan seorang wanita yang tidak dimiliki istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Arga terkepal erat menahan birahi, tubuh itu, yaa tubuhh itu telah menawarkan diri untuk dinikmati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tutuplah tubuhmu,,, dan bangunlah,,, udara pantai terlalu dingin dan keras untuk tubuh indahmu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
JLEGG!!!....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Juancuuk kau Argaaa,,,menolak tubuh seindah itu,,” setan dihati Arga menyumpah atas kata-kata yang mengalir dari bibir lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga benar-benar tak percaya dengan apa yang diucapkannya, sejak kapan ia menjadi seorang idiot seperti ini. Kecantikan Zuraida dan misteri keindahan tubuhnya yang bertahun-tahun menjadi fantasi, tersia-sia oleh ego kepahlawanannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata benar,, kau memang berbeda,,tidak seperti mereka,,,” ucap Zuraida yang tergopoh bangun dan menutupi tubuhnya. Wajahnya memerah tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukannya, seorang wanita baik-baik dengan pasrah menyerahkan tubuhnya untuk dinikmati lelaki lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berbeda bagaimana?” Arga terkekeh mendengar kata-kata Zuraida, tak taukah wanita itu jika dirinya juga petualang birahi, bahkan sebelum menikah dirinya pernah membeli perawan seorang gadis kelas satu SMP hanya untuk memenuhi rasa penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, kau berbeda, saat teman-temanmu berlomba menggoda diriku di pantai ini, bahkan beberapa kali mencolek beberapa bagian tubuh ku dengan alasan tak sengaja, tapi kau,,, justru lebih suka menyendiri. Tak mempedulikan aku dan wanita-wanita di sekelilingmu. Kau hanya peduli pada istrimu."</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wuedaaaann,, kau salah Zuraida,,, di pantai ini justru akulah yang pertama kali menghambur sperma ke tubuh istri temanku” teriak hati Arga, namun tak berani terucap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu karena kau juga berbeda dari wanita lainnya,, kau begitu anggun, begitu sempurna dimataku,,,harus kuakui aku sangat mengagumimu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kata-kata Arga mengagetkan Zuraida, menatap wajah lelaki itu dengan hati tak menentu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terimakasih karena sudah mengagumiku,,” ucap Zuraida dengan nada bercanda, berusaha mencairkan suasana yang dingin membeku. “Tapi aku takkan mengulangi kebodohan diriku tadi, salahmu tak memanfaatkan kesempatan,, hehehe,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Srsrsrrrrtttt...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menarik resluiting sweaternya, menutup rapat tubuhnya dari sergapan angin pantai yang dingin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tersenyum kecut, “Ingat ya cantik, Aku tak menyesal koq,, karena aku ingin terus mengaggumi,, maka tetap seperti ini,” ucap Arga seraya mengusap pipi Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gombaaalll,,, baru kali aku mendengar kau menggombaaal,,hahahaa,,,” Zuraida tertawa melihat gaya Arga, tapi hatinya berdebar tak karuan, ada desir di hati yang telah lama tak dirasakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaaa,,,” Arga ikut tertawa, sepertinya kedua insan itu sepakat untuk mengenyahkan sakit hati mereka terhadap pasangan masing-masing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah kita kembali,,, udara disini terlalu dingin untukmu, cantik,” ucap Arga, lalu beranjak, membersihkan celananya dari pasir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,, tunggu,,” Zuraida menahan tangan Arga agar kembali duduk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Arga menatap mata Zuraida yang begitu dekat dengan wajahnya, menatap sendu, ada getar dari mata indah itu, yang tak bisa diartikan oleh Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa diduga bibir mungil Zuraida terbuka, mendekat, mengecup bibir Arga dengan lembut. Arga tersentak, bibir itu begitu lembut dan hangat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh minta lagi?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersipu malu, menunduk layaknya gadis belia yang baru mengenal cinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh?,,,” tanya Arga kembali sambil mengangkat dagu Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dada Zuraida berdetak cepat saat dagunya mengangguk, memberi izin pada Arga untuk menjamah bibirnya. Lalu terpejam ketika bibir Arga mengatup bibir bawahnya, melumat lembut, menyapu bibir nya denga lidah yang basah, perlahan masuk menyelusup mencari lidah Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmpphhhh,, Ghhaaa,,” Zuraida melenguh saat lidah mereka bertaut, membelit, menghisap, bertukar ludah dengan penuh hasrat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeengghhhh,,,Argaaaa,,,uuuhhhh,,,” Kepala Zuraida terbenam di leher Arga, seakan tak percaya dengan apa yang diperbuatnya, jemarinya yang lentik, menuntun tangan Arga memasuki sweater dan kaosnya, terus masuk hingga jemari kekar itu menangkup payudaranya. “Oooooowwwsssshhhhh,,,,,eemmmpphhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida semakin tak percaya, ketika naluri memaksa tangan kirinya menarik tubuh Arga untuk menindih tubuhnya yang perlahan menjatuhkan diri kepasir yang putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa cantik,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat hening, Zuraida bingung untuk berkata apa, saat mata mereka saling menatap, sementara jari-jari kanan Arga tengah berusaha menyelusup kedalam bra, untuk mendapatkan puting yang telah mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhh,, Aaakuuu menyukaaaimuu sejaak duluuu,, kenapa kauu membiarkaan Dakoo memilikiku Gaaa,,” rintih Zuraida sambil menikmati kemahiran jari-jari Arga yang berhasil mendapatkan putingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Arga menghentikan aksinya, menarik tangannya keluar, lalu mengecup bibir Zuraida dengan sangat lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Suatu saat kau akan tau dan mengerti, dan tetaplah menjadi bintang yang tak terjangkau oleh tanganku yang kotor, agar aku bisa terus mengaggumi,” ucap Arga sambil tersenyum, mendamaikan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“jangan berharap terlalu besar Ga,, Aku tidak seindah yang bayangkan,,” jawab Zuraida, telapak tangannya yang lembut mengusapi pipi Arga penuh rasa sayang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sini,, masuklah dalam pelukanku,,, aku ingin tidur sambil memeluk wanita yang kukagumi,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidur? Disini? Dipantai ini?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengangguk pasti, disambut senyum Zuraida yang beringsut masuk dalam pelukan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Get Me!!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cantik,,,sangat cantik,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Bu Sofie menyapu panorama dari ruang tak berbatas, matahari pagi memberi warna berkilauan pada ombak yang pagi itu sedikit lebih jinak. Wanita berambut ikal yang diikat keatas itu melepas sendalnya, berjalan menyambut ombak kecil yang dengan cepat menjilati jari-jari dan telapak kakinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ingin seperti ini selamanya,,,” gumam Bu Sofie pelan, merentang kedua tangan seolah ingin memeluk langit. Bibir tersenyum bahagia, bahagia dengan kebebasan yang tengah dinikmatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lepas dari sorotan mata bengis para wanita sosialita, lepas dari segala macam barang branded puluhan juta. Tas versace, gaun dari desainer ternama, jam tangan hingga kalung dan cincin berlian yang selalu menjadi barometer kesuksesan para suami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie menggerak-gerakkan tangannya yang serasa begitu bebas tanpa mata berlian yang setiap hari menjepit erat aliran darah, yang terkadang membuat jari-jarinya kebas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bebaaass,,,” gumamnya, tersenyum lepas, terbebas dari segala beban. Bukan sekedar bebas dari rintih persaingan para srikandi borjuis, tapi juga bebas dari kritik tajam Pak Prabu yang sehari-hari tak kalah cerewet dengannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ada pula komentar miring dari suaminya saat mendapati pantat montoknya hanya dibalut kain pantai tipis, tanpa underwear. Bahkan beberapa kali tubuh montoknya dipeluk Dako dan Munaf dihadapan suaminya, tapi lelaki berkumis itu hanya tersenyum, seolah mengizinkan dirinya mencari bahagia ditempat itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Bu Sofia tersenyum kecut, saat teringat tingkah suaminya yang pura-pura tidak melihat saat tubuh montoknya diseret Dako ke kaki sebuah tebing. “Pemuda yang nakal,” kepala Bu Sofie menggeleng-geleng, coba mengingat bagaimana lelaki muda itu menggumuli dirinya dengan begitu buas di atas pasir pantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teringat pula bagaimana serunya persaingan antara dirinya dan Aida saat berebut mengendarai batang Adit subuh tadi. “Keponakan geloo,,dikira pingsan beneran, ga taunya malah main kuda-kudaan sama Aida,” umpat Bu Sofie sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Parahnya lagi, beberapa saat lalu, secara terang-terangan dirinya menawarkan tubuh montoknya kepada Arga, “Uuugghhh,,,dasar betina gatel,,,ga punya maluuu,,” Bu Sofie memaki dirinya sendiri, sambil tertawa kecil. Kakinya menendang gumpalan ombak kecil. “Ibu baik-baik aja kan Bu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanya Mang Oyik yang heran melihat tingkah Bu Sofie yang tertawa sendiri.“Ehh,,, iyaa,, baik,, Mang,,kenapa di sini lebih banyak batu karangnya dibanding pantai di depan cottage?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, malu dengan tingkahnya sendiri, bertanya pada Mang Oyik, namun lelaki berambut kriwel itu mengangkat kedua pundaknya tanda tak tau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata belo (baca: mata bola pingpong nya Bung Iwan Fals) yang dihias bulu mata lentik itu beralih menuyusuri bibir pantai. Tiba-tiba pandangannya beralih pada ATV yang masih diduduki Mang Oyik. “Mang,, ajarin saya nyetir ATV dong,,, kaya nya seru kalo bisa ngebut di pantai sepi begini,,” pinta Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lhaa,, terus nyiapin peralatan game nya gimana Bu?,,” Mang Oyik menjawab pertanyaan bu Sofie dengan mata yang tak lepas dari payudara besar Bu Sofie yang dipastikan tidak mengenakan bra. “Gilaa,, pentilnya aja gede banget,,” gumam Mang Oyik penuh birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa Mang?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eenghh,, maksud saya,,, saya ga enak kalo mereka ke sini peralatan game belum siap,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kali ini mata Mang Oyik lebih beruntung, angin pantai begitu lihai meniup rok lebar Bu Sofie, hingga menampilkan pantat yang begitu montok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu gampang Mang,,lagian mereka masih lama ke sini,,kita aja yang terlalu pagi,, Ayolaaah, ajarin sayaaa,,,” rengek Bu Sofie, begitu acuh dengan kenakalan angin yang memanjakan mata Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Oyik meneguk ludah, saat Bu Sofie berbalik menghadapnya, memohon dengan gaya centil khas ABG, tak peduli dengan ulah angin yang berhasil menyingkap rok bagian depannya, hingga menampilkan gundukan vagina yang gemuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Mang Oyik gemetar menyerahkan kunci, disambut tawa Bu Sofia yang sukses mengerjai lelaki berambut kriting itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo naik,, biar saya bonceng,” seru Bu Sofia yang sudah duduk manis mengangkangi ATV.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan ternyata,,, memang tidak sulit bagi Bu Sofia untuk menjinakkan ATV di atas pasir pantai, ulah ngebut Bu Sofie membuat membuat Mang Oyik sedikit terganggu menikmati tubuh dan paha mulus di depannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan terlalu ngebut Bu,,, pasir pantai bikin roda jadi liar lhoo,,apalagi kalo mau naik tanjakan bukit itu,,” seru Mang Oyik menunjuk bukit pasir yang tengah dituju oleh Bu Sofie,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Laju ATV yang mulai liar, memberi alasan bagi Mang oyik untuk berpegangan pada pinggang yang sedikit berlemak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofia justru tertawa, menggeber gas semakin kencang. Namun tiba-tiba laju ATV mulai menurun saat Mang Oyik mengelusi paha. ATV Menaiki bukit pasir yang landai namun cukup tinggi dengan gas tertatih, akibat ulah Mang Oyik yang berhasil mengganggu konsentrasi wanita itu, hingga akhirnya kendaraan beroda 4 itu turun dengan sendirinya dari bukit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang,, kalo mamang takut jatuh, pegangan yang kenceng,,,” seru Bu Sofie, yang diamini mang Oyik, memindah telapak tangannya ke payudara besar Bu Sofia, dan meremasnya dengan kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pegangan seperti ini Bu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaaak,,, lebiiih kencaaang lagiii,,,” rintih Bu Sofie, menikmati keberanian tangan Mang Oyik. ATV terhenti ketika Mang Oyik berusaha menarik keluar sepasang payudara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Silahkan jalan lagi buu,,” bisik Mang Oyik, ditengah kekaguman, telapak tangannya yang kasar tak mampu sepenuhnya menangkup kedua daging milik Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
ATV berjalan dengan sangat lambat, bibir wanita itu terus mendesis, putingnya yang mengeras terasa sedikit pedih saat jari-jari Mang Oyik mencubit dan memelintir. Tubuh Bu Sofie semakin gemetar saat pantatnya merasakan menggesek batang yang sudah sangat keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“yang nempel di pantat saya ini apa Mang?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cuma tongkat persneling koq Bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mana ada sih ATV pake persneling,hahahaa,,oowwwhsss,,,” Bu Sofie tertawa di sela rintihannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hahahaa,, ya artinya ini tongkat persneling saya bu,, hahaha,,Pengen nyoba tongkat persneling saya?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deg,,, Laju ATV direm mendadak, Bu Sofie memang sudah sering mencoba ketangguhan para pejantan muda yang menjadi bahan arisan teman-temannya, tentunya tanpa sepengetahuan suami-suami mereka, tapi Mang Oyik adalah manusia paling amburadul yang pernah menjamah tubuh sosialita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Matanya menyusur bibir pantai, menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada seorangpun selain mereka ditempat itu. Mengucap terima kasih pada bukit pasir yang tadi dinaikinya, menutup akses pandangan dari arah cottage</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleehhh,,, biar saya coba,,” jawab Bu Sofie dengan jantung berdebar, coba merasakan batang keras yang terus menggesek-gesek sekitar pinggang dan pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu berdiri, mengangkangi jok ATV, perlahan menurunkan celana dalamnya dengan mata waspada mengamati sekitar pantai. Melihat pantat montok mulus yang terbuka di depan wajahnya Mang Oyik langsung membenamkan wajahnya ke belahan pantat Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaakkkhhh,,, Maaaangssss,,,,” tubuh wanita terlonjak, tak menduga dengan serangan Mang Oyik, tangannya segera memegang stang menahan tubuhnya yang terhuyung kedepan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oowwwhhssss,,,Ganas baangeetss ni Orang,,, Aaaggghhhsss,,,” gumam wanita itu tak jelas, merasakan lidah panas Mang Oyik yang dengan cepat melakukan sapuan panjang di selangkangannya, menjilati bibir vaginanya dan terus menyapu hingga ke lubang anusnya. Terus berulang-ulang, menyapu, menggelitik, sesekali menusuk lorong vagina dan anusnya, membuat tubuhnya merinding.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggghhh,,, gilaaaa,,, masukin maaaaang kalo beraniii,,,” rintih Bu Sofie semakin membuka lebar pahanya, dan benar saja, sesaat kemudian Mang Oyik menjawab tantangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidah panas itu berusaha menguak lubang anus Bu Sofie. Akibatnya wanita itu semakin kalang kabut dilanda birahi. Tak pernah dirinya diperlakukan seperti ini, selama ini pejantan muda yang dibookingnya kebanyakan dari kalangan mahasiswa, yang minim pengalaman dan terlalu menjaga sopan santun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi kini, wanita itu dapat merasakan lidah panas yang berhasil menerobos liang kotor itu, menggelitik liar berusaha masuk semakin dalam, “Aaaaaggghhhh,, Maaaang,,,jilaaaatin dalam nyaaa jugaaaa Maaaangssshhh,,,” pantat besar Bu Sofie menekan wajah Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ingin mengecewakan tamunya, Mang Oyik tak lagi peduli dengan rasa pahit di lidah, daging tak bertulang itu menari, melengkung ke kiri ke kanan seolah mencari sesuatu di lorong anus Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dasaaarrr,,, betinaaa binaaaallll,,,” rintihnya, mengangkat pantatnya semakin tinggi, memberi akses sepenuhnya pada lidah Mang Oyik untuk bertualang. Bibirnya terus mendesis, merintih, menjerit histeris.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaakkkkhhhhhh,,,,, pindaaaah depaaaaannn,,, sedooottt yang didepaaaan Maaaaang,,,,” jerit Bu Sofia tiba-tiba, menjambak rambut kriting Mang Oyik, mengangkangi wajah Mang Oyik, mengarahkan lidah yang masih terjulur itu ke bagian depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi, belum puas dengan gerakan lidah Mang Oyik di vaginanya, pantat Bu Sofie bergerak semakin liar, menggesek-gesek bibir vaginanya yang penuh lendir ke wajah mang Oyik dengan kuat. Hingga akhirnya gelombang orgasme menyerang tubuhnya. “Aaaaggghhh,,, keluaaaaaarrrr,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sedooot Maaang,,, minuuuum,,,sedoooot semuaaaa,,,” perintah Bu Sofie yang merintih penuh kenikmatan, menjejalkan bibir vaginanya ke mulut Mang Oyik yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi bukan Mang Oyik namanya jika pasrah begitu saja menjadi objek pelampiasan seorang wanita. Karena bibir tebalnya tiba-tiba membekap seluruh pintu vagina Bu Sofie, dan melakukan sedotan kuat, hingga wanita itu terkencing-kencing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Didera orgasme panjang kaki montok itu gemetar, “Sudaaaah Maaaang,,,stooop,,,” namun bibir Mang Oyik terus menghisap, menyedot lorong vaginanya, memaksa semua cairan keluar dan beralih ke mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuuggghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seeeerrr.... lagi-lagi Bu Sofie squirt, memuntahkan air seni yang dipaksa keluar. Tubuhnya roboh memeluk stang ATV, menungging membelakangi Mang Oyik yang tertawa puas dengan wajah basah oleh cairan vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saat nya beraksi,,,” batin Mang Oyik, Tangan kirinya mengocoki batang yang sudah mengeras, sementara tangan kanannya mengusap-usap bibir vagina yang penuh dengan tetesan lendir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwwhhhssss,,,” lenguh Bu Sofie, saat merasakan batang Mang Oyik yang dengan mudah menerobos vagina yang basah, tanpa menunggu dirinya siap, Mang Oyik langsung menggenjot dengan kasar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie tertawa melihat ulah Mang Oyik yang begitu bernafsu, wajar saja, sangat jarang lelaki itu bisa merasakan barang semulus milik Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Selamat menikmati,,” seru Bu Sofie dengan gaya yang sangat genit, menduduki batang Mang Oyik di atas ATV.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Menggerakkan pinggulnya pelan. Wanita itu sadar, lorong vaginanya yang terbiasa dengan batang besar, terasa sedikit longgar saat berusaha mengempot batang Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waaahhh,,, Mang Oyik, ada barang bagus dipake sendiri nih,,,” seru seseorang dari arah belakang. Bu Sofie yang terlalu asik dengan Mang Oyik tak menyadari seorang pemuda menghampiri mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie berusaha meloncat turun dari atas tubuh Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya sambil tertawa. akhirnya wanita itu hanya bisa berusaha menutupi selangkangannya dengan rok yang terlalu pendek.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang Bu, dia si Kontet teman saya koq, penjaga cottage sebelah, ga usah takut, Kontet ini kalo ga diizinin ga bakalan ikut nyodok koq,” terang Mang Oyik, yang langsung dijawab Kontet dengan plototan mata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gila lu Mang, barang bagus gini masa gue cuma disuruh nonton, aaahh,,, tai lu Mang, bini gue kemarin lu obrak-abrik gue santai aja, sekarang elu ada barang bagus dipake sendiri, liat aja ntar bini lu gue pake siang malam jangan protes lu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahh,, berisik Lu Tet, bikin orang ga khusu aja,” Mang Oyik melempar sendal ke arah Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie tak bisa menahan tawanya, meski tampangnya lebih sangar dan punya body yang jauh lebih besar dari Mang Oyik, ternyata lelaki itu cerewetnya minta ampun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,, gimana?,,, boleh ikut gabung ga?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeenghh,, iya deehh,, eemmh,,terserah deh maksud sayaa,,” wajah Bu Sofie panas seketika, bibirnya telah mempersilahkan dua manusia amburadul itu untuk menikmati tubuhnya, tubuh istri dari seorang direktur cabang perusahaan besar di negeri maritim ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi ulah Kontet yang tertawa girang menampilkan gigi yang sebagian ompong itu, membuat Bu Sofie tak mampu lagi menahan tawanya. Dan akhirnya hanya bisa merutuki nasibnya yang harus menjadi pemuas nafsu dua kura-kura pantai selatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi bilangin Mang, kalo nusuk punya saya ini mulut harus diam, ga boleh cerewet,,Hihihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun tawa Bu Sofie terhenti saat Kontet mengeluarkan batangnya. Batang yang lebih besar dari milik suaminya yang sudah termasuk kategori big size. Berselimut kulit yang coklat kehitaman, membuat tampilannya semakin sangar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa Bu,, gede banget ya,,,hehehee,,, makanya saya ga pernah ngizinin dia ngentotin bini saya, pasti ancur meqi Marni kalo disodok tu batang,,,hehehee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantung Bu Sofie bergemuruh mendengar paparan dari Mang Oyik yang begitu vulgar, khas orang pinggiran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi batang itu memang sangat besar. Pinggul Bu Sofie kembali bergerak, berusaha sekuat mungkin menjepit batang Mang Oyik agar lelaki itu cepat selesai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Kontet berjalan ke depan ATV, seolah ingin memamerkan batang gorilanya kepada Bu Sofie yang tak berkedip memandang dengan bibir mendesis birahi. Tak sabar menunggu giliran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, kelamaan kalo nungguin Mang Oyik kelar,,langsung masukin double dong Bu,,,” “Gila kamuu,, bisa hancur beneran punya sayaa,,, Sini deehhh,,Aaawwwhh,, pelan Mangss,,” Bu Sofie kembali menungging, agar mulutnya dapat menjangkau batang besar itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dasar kau Sofiee,, ga pernah bisa sabar kalo liat batang besar,” batinnya tertawa girang bercampur ngeri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,,yaaa,,, jilaaat buuu,,,yaaa,,,basaaahiin dulu batangnyaaa,, jilat memutar buuu,, oowwhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“yaaa sekarang masukin ke mulut ibu,,, ooowwwhhhsss,,, gilaaa,, mulut ibuuu hangaaat bangeeettt,,masukiiin semua dong Buuu,,ayoo buuu semuaaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“AAAAWWWW,,, SAKIT BUUUU,,,”Kontet menjerit seketika, batang besarnya digigit oleh Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ni batang gede banget,, ga bisa masuk semua tauu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi Bu, kan ga usah pake digi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diam!!!,,”Kontet langsung menutup rapat mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Whuahahahaa,, emang bener lu Tet, sampe ngentot aja mulut lu ga bisa diam,,,” Mang Oyik sontak tertawa. disambut tawa Bu Sofie yang ga sanggup melihat wajah Kontet yang seketika pucat, mendengar bentakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kehadiran Kontet membuat Bu Sofie bisa lebih rileks, seakan lupa dengan status sosialnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waduuuhh,,, koq malah ngecil sih ni batang,” Bu Sofie tiba-tiba panik saat mendapati batang Kontet yang keras seperti kayu mulai loyo.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sini dehh,, ibu masukin semuuaaa,, Eeemmmpphhh,,,, uuummpphhh,,,”Bu Sofie berusaha menjejalkan batang gemuk itu ke mulutnya, membekap dengan lidahnya. Namun batang itu hanya mampu masuk setengah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugggmmpphhh,, Ooommppphh,,,” Bu Sofie gelagapan, saat batang kontet yang hitam kembali membesar di dalam mulutnya. Tapi mulut wanita itu enggan untuk melepaskan. Ini adalah persetubuhan paling gila dari yang pernah dialaminya. Tangan Bu Sofie mencengkram pantat Kontet, memberi perintah agar batang itu bergerak di dalam mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooommmpphhh,,, uuggmmmppp,,,” jari lentiknya menekan pantat Kontet lebih kuat, hingga batang besar itu hampir masuk ke kerongkongannya, menutup saluran nafasnya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooogghhhh,,,” mulut Bu Sofie tersedak, melepaskan batang besar, matanya berair akibat tersedak, tapi gilanya bibir sensualnya itu justru tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gimanaa Tet,,,nikmat mana sama meqi binimu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Juancuuuk,, mulut Ibu ganas banget,,nikmat banget Bu,,,hampir aja saya muncrat di mulut ibuuu,” telinga Bu Sofie terasa panas saat mendengar Kontet hampir saja memenuhi mulutnya dengan sperma, batangnya saja sudah bau, bagaimana spermanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,, sebelum mulut ibu menampung sperma kita-kita,, saya cium dulu dong Buu,,” Mang Oyik yang merasa diacuhkan memalingkan wajah Bu Sofie, lalu dengan cepat melumat ganas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmpphhh,,, Mmaamgghhh,, emmpphh,,” Bu Sofie gelagapan, mulutnya dihisap Mang Oyik, lidahnya membelit, menarik masuk lidah wanita cantik itu ke dalam mulut yang bau tembakau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak henti-hentinya Mang Oyik menyedot dan meneguk ludah Bu Sofie yang terkumpul. Sementara batangnya kembali bergerak menghajar kemaluan wanita itu. Belum lagi Kontet yang begitu ganas menyusu di payudara besarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bolehkan? kalo saya nyemprot di mulut ibu?,,” tanya Mang Oyik, dengan nafas memburu. Pantatnya semakin cepat bergerak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“mulut sayaa?,, Yaaa,, saya rasa itu lebih baik, saya sedang subuurrr,” ucap Bu Sofie terengah-engah, entah apa maksudnya, padahal subuh tadi keponakannya Adit berkali-kali memenuhi rahimnya dengan benih yang sangat subur. Tapi yang pasti, mulut Mang Oyik yang bau itu hampir saja menghantarnya pada orgasme yang liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,, isep punya saya lagi buuu,,,” pinta Kontet dengan suara memelas, sesaat Bu Sofie menatap wajah Kontet yang penuh harap. Haapp...Kembali batang besar itu memenuhi mulut Bu Sofie. “Eeemmpphh,, Oooommggghh,, Ooowwhhggg,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhhsss,, Buuu enaaaak Buuu,,,” Tangan Bu Sofie kembali mencengkram pantat kekar Kontet, memandu agar batang besar itu bergerak lebih cepat di dalam mulutnya, begitu kompak dengan kedua tangan kontet yang memegangi kepala Bu Sofie, seakan benar-benar tengah menyenggamai mulut wanita cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooommmgggghh,,, Aaaaagghhmmm,,,”Mata Bu Sofie kembali berair, berkali-kali batang besar itu menyodok tenggorokannya dengan kasar. Tapi wanita enggan melepaskan, bahkan lidahnya semakin liar menggelitik batang besar Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, sayaaa keluaar duluaaannn,,, Aggghhhh,,,” tiba-tiba Mang Oyik mendengus liar, menghambur sperma di lorong kemaluan Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu berusaha berdiri, melepaskan batang Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya, menekan kuat pantatnya ke bawah, membuat batang Mang Oyik semakin jauh tenggelam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mati-matian Bu Sofie berusaha melepaskan batang yang terus berkedut menghambur benih, tapi sangat sulit, mulutnyapun masih dipenuhi oleh batang besar. Bahkan gerakan batang itu semakin kasar. Bu Sofie menatap wajah Kontet yang habang ijo mengejar kenikmatan tertinggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhh,, Siaaal,,” hati Bu Sofie mengumpat melihat wajah Kontet yang menunjukkan bagaimana besarnya kenikmatan yang diberikan oleh mulut seorang wanita sosialitas kelas atas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooommmggghhh,,, uuuggmmhhhh,,,,” tangan Bu Sofie meremas erat pantat Kontet, pinggul besar wanita itu kembali bergerak, berharap batang Mang Oyik masih dapat melaksanakan tugasnya. Terlanjur basah, dirinyapun tak ingin rugi, harus mendapatkan orgasme seperti yang tengah dikejar Kontet, dengan mulut menggeram, penuh dengan jejalan batang besar, mata wanita itu menatap Kontet memberi sinyal. Inilah saat yang tepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhsss,, Buuu,,,Aaaagghhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, nikmat bangeeeet,,,” Kontet histeris menghambur sperma, yang sigap disambut mulut Bu Sofie, berkali-kali mulutnya meneguk sperma Kontet yang memancar, seiring lorong vaginanya yang juga menghambur cairan orgasme di tengah sumpalan batang Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooommpphh,, puiihh,,puaahh,, puihhh,, asin banget sperma mu Tet,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Haayyaaaahh,, kalo asin kenapa ditelan Buu,, heheheee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terpaksa tau,,”Bu Sofie mencoba berdalih, meski mulutnya sudah terbiasa dengan beberapa cita rasa sperma.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,,” Kontet kembali merengek, meminta bibir mungil Bu Sofie membersihkan batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh,, ngelunjak Lu Tet,, gue kan juga mau disepong ama Bu Sofie,,,” protes Mang Oyik yang merasa tersisih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaa,,iyaa,, sini gantian,,,” wanita itu melepaskan batang Mang Oyik dari vaginanya. Lalu turun dari ATV, tanpa tendeng aling langsung melahap batang yang masih mengeras, dan itu membuatnya sangat heran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
BREEMMM...BREEEMMMM... BREEEEMMMMM....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
tiba-tiba terdengar suara ATV di kejauhan. Bu Sofie terkaget, itu pasti rombongan suaminya. dan mereka pasti mencari dirinya yang tiba lebih dulu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebenarnya Bu Sofie bisa saja langsung melepaskan batang Mang Oyik, membenahi pakaiannya lalu menghampiri mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi matanya menatap nanar batang Kontet yang besar dan masih mengeras. Yaa,, dirinya masih ingin merasakan batang yang lebih besar dari milik suaminya itu memasuki tubuhnya. “Aaahh,, persetanlah,, ntar gampang cari-cari alasan,” batin Bu Sofie menghentak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tet,, cepet tiduran,,” BU Sofie mendorong tubuh besar Kontet ke pasir, lalu dengan sigap menggenggam batang besar pemuda itu, dan mengarahkan ke liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhhhsss,, Gilaaa,, emang besar bangeeeettsss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaagghhh,,, Tai Lu,, jangan diaaam,, cepet masukiin batang Luu,,” Bentak Bu Sofie panik, kata-katanya terdengar vulgar. Tanpa pikir panjang Kontet menghentak dengan kuat, bahkan terlalu kuat, hingga batang besarnya menggelosor masuk menghentak hingga ke lorong rahim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaagghhhh,,, begooo,,,sakiiitt,,kegedeaaann,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi bisa masuk koq Bu,,,” jawab Kontet cengengesan, antara takut dan nikmat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, masuukk,,Aaahhhss,, sampe mentoookss,,” Bu Sofie coba meresapi kenikmatan di lorong vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaang,,,mau Apaa?,,,jangaaan disituuu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaagghhh,, gilaaa,,,masuuukk,,jangaaann,,sakiitt begooo,,,Aaagghhh,, dikit lagiii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie kalang kabut, kedua lubangnya dipenuhi batang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba terdengar teriakan memanggil-manggil namanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu Sofieee,,, Buuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaang,,, yu huuuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,, bu Sofie dimana?,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang Oyiiiik,,, Woooyy,,, Maaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teriakan-teriakan samar mulai ramai terdengar memanggil. Tapi sudah terlambat untuk menyudahi permainan. Kini dua buah batang pejantan telah memenuhi kedua lorongnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayoo Tett,, Hajaaarrr,,” seru Mang Oyik. Memegangi pantat Bu Sofie yang begitu indah, seperti berbentuk armor yang sangat besar, dengan dua panah besar menembusi bagian tengahnya. Assseeeeemm,, pantat besar kaya gini yang dari dulu gue cari-cari,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehee,, iyaa Mang,,kapan lagi bisa ngerasain barang kelas atas yang bisa dipake join depan belakang kaya gini,,,” jawab Kontet, mulai bergerak liar, batang besarnya bergerak cepat memaksa sperma Mang Oyik keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhss,,, Gilaaa,,kaliaaan,,ayooo hajaaarr punya Ibuuu,,,” rintih Bu Sofie yang kerepotan menahan tubuhnya, menjaga posisi agar kedua batang itu dapat bergerak cepat dan leluasa menikmati sempit kedua liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhhsss,,, seperti inikah nikmatnya di gangbang, seperti kata Bu Ningrum,, Aaahhhsss,,,” Bu Sofie teringat cerita temannya yang terbiasa digangbang oleh suami dan anak kandungnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaarrrgghhhssss,,papii,,, yang cepeeeet,, Sandyyy,,hajar memek Ibuuuu muuu ,,,” tiba-tiba mulut Bu Sofie meracau, membayangkan yang tengah menyetubuhinya adalah suaminya dan anaknya Sandy Prabu, yang tengah kuliah di Australia. Menyodorkan payudara besarnya ke mulut Kontet yang segera melahap rakus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggghh,,, teruusss soddoook yang kuaaaat Saaandyyy,, masukin memek ibuuu yang dalaaaam Naaak,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh wanita itu mulai gemetar bersiap menyambut orgasme, bertepatan dengan matanya yang menangkap sosok suaminya berdiri di atas bukit pasir, menatap tak percaya. “Papiii,,, Maaf Piii,, mamiii,,keluaaarrrrhhhh,,, Aaaarrrgggghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Pak Prabu melotot, mulutnya ternganga melihat istrinya dihimpit dua lelaki dengan kejantanan bersemayam di lorong vagina dan anusnya. Sangat persis saat dirinya menunggangi Aryanti bersama Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi kenapa istrinya justru menyebut namanya dan anaknya Sandy saat menyambut orgasme. Terlihat jelas bagaimana tubuh montok itu bergetar, pantatnya menekan batang Kontet hingga ke muara rahimnya. Hingga akhirnyaaa,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuunnghhh,,,Arrggghhh,, masuuuk semuaaaa,,,” Pak Prabu terbelalak saat istrinya menghentak keras, sangat keras. Hingga batang yang besar dan panjangnya melebihi miliknya itu tenggelam sepenuhnya ke dalam kemaluan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mungkinkah batang itu menerobos pintu rahim istrinya yang sudah melahirkan 3 orang anak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,, sayaaaa ngecrooot di memek ibuuuuu,,” teriak Kontet yang tak lagi mampu bertahan, jepitan vagina wanita itu tiba-tiba begitu kuat mencengkram seluruh penisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak pernah ada wanita yang sanggup melumat seluruh batangnya, dan apa yang dilakukan Bu Sofie bener-bener membuat batangnya begitu nikmat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa kau Teeet,,, cabuuuut,,, cepet cabuuuut,,,” Wanita itu panik, semprotan lahar hangat Kontet dengan cepat memenuhi rahimnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaa jugaaa keluaaar Buuu,,,” teriak Mang Oyik, menekan kuat batangnya ke dalam anus Bu Sofie, hingga menggagalkan usaha wanita itu melepaskan batang Kontet yang terus menghambur cairan kental.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwwghhhhh,,, gilaaa kaliaaaannn,,, aku keluaaar lageeehhhh,,,” lagi-lagi tubuh montok itu menggelinjang, saat merasakan kedua lorongnya terasa begitu penuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya Bu Sofie jatuh lemas dalam pelukan Kontet, menatap mata suaminya yang berubah seperti orang linglung. “Ooggghh,,ooghh,,” sesekali bibir tipisnya melenguh saat salah satu penis dalam tubuhnya menggeliat ke kiri dan ke kanan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mereka tidak ada disini,,,” teriak Pak Prabu parau. Menuruni bukit, meninggalkan istrinya yang masih terengah-engah kelelahan diantara dua pejantan yang begitu enggan melepaskan batangnya. “Fifty-fifty,,,” gumam lelaki berkumis itu, suaranya begitu lirih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Prepare</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di saat yang sama, tepatnya beberapa menit sebelumnya. Di tepi kolam renang. “Dako,, sudah kau kumpulkan semua milik mereka?,,,” tanya Pak Prabu tertawa cengengesan, memasukkan beberapa potong bra milik Sintya dan Bu Sofie ke dalam kerdus besar yang dipegang Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Beres Paak, semua udah ngumpul disini, dipastikan tak ada satupun yang tersisa,, Hahahahaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terus punya Aryanti mana?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuhh,, dipegang sama Adit,,” Dako memonyongkan bibirnya menunjuk Adit yang berdiri bersandar ke tembok, matanya terpejam begitu khusu menciumi bra berwarna pink dan cream.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeem,,, terus punya Zuraida, istrimu mana?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadi, diambil sama Munaf,,,” Mata Dako celingak-celinguk mencari Munaf</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Juancuk,,, taik kau Naf,, awas aja kalo sampe bra istriku basah ama coli mu,,,” rutuk Dako, ketika mendapati Munaf menggosok-gosok bra warna ungu, ke selangkangan celananya, sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepet banget sih kalian nyerobot hak atasan,,,” umpat Pak Prabu kesal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang Pak, bra Aryanti yang sudah dipake dan belum dicuci ada di bagian bawah kardus,,,hehehehee,,,” celetuk Dako, membuat wajah Pak Prabu berbinar. Dengan cepat tangannya mengais tumpukan bra dalam kerdus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yang ini?,,,” Pak Prabu menarik tali bra warna hitam dengan bahan yang sangat lembut, hampir saja membenamkan wajahnya ke dalam mangkok bra, tapi untunglah matanya masih jeli menangkap gumpalan sperma yang masih basah di kain itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dakooo,,, taik kaaauu,,, siapa yang udah make bra ini buat coli?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,sorry Paak, habisnya ga tahan kalo ingat tadi malam, tapi itu bener punya Aryanti koq,,” teriak Dako yang sudah lebih dulu menghindar menjauh. Disambut tawa Munaf dan Adit. Lalu masuk ke ruang tengah cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waahh,,Dari mana saja kalian, cepatlah makan, kita mau ngadain game paling panas dari semua game yang ada,,,hahahaa,,” sambut Munaf, saat Arga dan Zuraida memasuki ruang tengah cottage, di samping Munaf tampak Aida yang pagi itu terlihat begitu cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak jauh dari mereka, Andini begitu mesra memeluk Adit yang tengah ngobrol dengan Pak Prabu. wajahnya masih terlihat kelelahan akibat permainan tadi malam. Tak berbeda dengan Aida, Andini juga mengenakan kaos ketat dan rok pendek dengan lipitan yang lebar, seolah menjadi seragam wajib bagi para wanita selama liburan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Arga tidak mendapati Aryanti, kemana istrinya? Sedang apa?,,, tanya itu lagi-lagi menyeruak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,, Aku duluan ya,, perutku udah lapeeerrr,,,” ucap Zuraida seraya melambaikan tangan. Arga mengacungkan jempol tanda setuju.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, kalo gitu kami juga berangkat sekalian,,,” celetuk Munaf, menggandeng istrinya, Aida, wanita itu melempar senyum penuh makna kepada Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu menghampiri Arga, lalu menepuk pundaknya,,“Mukeee gileee,, kayanya udah sukses nih eksekusi dokter cantik,” tanpa menunggu jawaban dari Arga yang sedikit kelabakan ditembak seperti itu, Pak Prabu berlalu sambil tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryanti,,,” gumam Arga, lalu bergegas menaiki tangga. Didalam kamar Aryanti baru saja selesai mandi, mengenakan kaos putih, dengan tulisan ‘Touch Me’ tepat dibagian payudara nya yang membusung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu serasi dengan rok warna merah menyala yang begitu pendek.“Haaiii Sayaaaang,,” sapa Aryanti sambil menyisir rambutnya yang masih basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cantik,,, kau memang cantik,,,” ucap Arga mendekat, lalu memeluk dari belakang. Membuat istrinya tersenyum. Wajah wanita itu begitu segar, seakan pertarungan ganas tadi malam adalah hal yang biasa bagi tubuh indahnya yang terbiasa mengikuti aerobik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah kau sudah sarapan?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Belum,” jawab Arga, tangannya menyusuri pinggang ramping yang bersinergi dengan pinggul dan pantat yang montok berisi. “Apa kau ingin menemaniku sarapan?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebenarnya aku sangat ingin menemanimu makan, tapi aku harus membawa barang-barang itu ke tempat game, mungkin Dako yang akan mengantarku,” jawab Aryanti dengan wajah menyesal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, kurasa tak mengapa,,,” jawab Arga berusaha rileks saat telapak tangannya tiba di selangkangan wanita yang mengikat janji setia untuk hidup bersamanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tatapan mata sepasang suami istri bertemu di cermin, Aryanti tersenyum, namun seketika berubah murung saat suaminya mengusap lembut gundukan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepatlah mandi sayang,,, kasian teman-teman mu menunggu terlalu lama,” Hampir saja Arga menurunkan kain tipis di selangkangan Aryanti. Menarik nafas panjang, membaui rambut Aryanti, mengecup lembut rambut istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti berjalan ke samping kasur, menunduk mengambil pakaian kotor yang ada di lantai, saat itulah jantung Arga tersentak, rok Aryanti terlalu pendek, siapapun dapat melihat pantatnya yang montok bila sedang menungging seperti itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantung Arga semakin berdetak kencang, pakaian kotor yang ada di tangan Aryanti tidak lain adalah kaos dan legging yang dipakainya tadi malam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa celana mu robek sayang?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhhh ini,,, ini ulah teman-temanmu saat bermain game tadi malam,” jawab Aryanti dengan mimik salah tingkah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Game?,,,” Arga berpura-pura tak tau dengan apa yang dialami istrinya tadi malam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, hanya permainan yang sedikit nakal, yang diusulkan oleh sahabatmu Dako,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hanya permainan?,,,” tanya Arga dengan suara lembut tapi begitu tajam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Aryanti berubah pucat seketika, dirinya tidak pernah mampu berbohong saat Arga bertanya padanya dengan sebuah senyum yang menyejukkan. Seketika itu juga Aryanti memeluk tubuh Arga,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf sayaaang,,,” sesal Aryanti dengan suara berat, “aku terlalu terbawa permainan,” matanya yang indah mulai sembab, penyesalan mengalir tak terbendung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sangat sulit bagi Arga untuk meneruskan percakapan itu, yang akan membuat hatinya sakit saat harus mengingat kembali kejadian tadi malam, toh apa yang dilakukannya tak jauh berbeda dengan Aryanti. Lagipula, istrinya sudah mengakui kesalahannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudahlah,,, bukan kah itu hanya sebuah permainan?,,,” Arga tersenyum sambil menatap mata Aryanti. Tapi,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,, apa kamu,, eenghh,, tidak memakai bra?,,,” tanya Arga ragu-ragu saat merasakan gumpalan empuk yang menyentuh dadanya tidak mengenakan pelindung bra.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oohh iya,, bra ku dan semua bra para wanita disita oleh Pak Prabu, karena kami kalah taruhan saat sarapan tadi pagi,,,” “Taruhan?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, bos mu itu menantang kami para wanita untuk menebak, batang siapa yang sanggup tetap tertidur bila Lik Marni memperlihatkan payudaranya yang kencang itu,,” Aryanti bercerita penuh semangat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohhh,, sayaaang,,, seharusnya kau ada di ruang makan saat itu, karena Lik Marni akhirnya benar-benar memperlihatkan dagingnya yang bulat besar dan kencang itu, kurasa batangmu pun pasti akan dengan cepat mengeras bila melihatnya. Hasilnyaa,,,semua batang milik teman-temanmu itu mengeras semua, hahahahaa,,,sesuai tebakan kami,,, tapi tidak dengan batang Pak Prabu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh yaa,,,” Arga meneguk liurnya, apa yang digambarkan Aryanti sama persis dengan apa yang dinikmatinya dari tubuh istri penjaga cottage itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bagaimana kalian tau, bukankah mereka mengenakan celana,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, karena penasaran, dan untuk memastikan siapa yang memenangkan pertaruhan, kami mengecek batang mereka satu persatu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh,, apakah kamu juga ikut mengecek batang mereka satu persatu?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, karena para wanita melakukannya, kurasa tidak mengapa jika aku turut memastikan,” jawab Aryanti, sambil menggelayut manja, tangannya merogoh ke dalam celana Arga mengelus lembut batang yang mulai mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi lucunya,,, batang Pak Prabu yang tetap tertidur setelah disentuh para wanita itu, justru mengeras saat kusentuh,,, dan itu membuat semua yang ada di ruang makan tertawa, jadi aku terus meremasnya hingga batang itu menegang sepenuhnya, tapi aku melakukannya dari luar celana, jadi,, kurasa itu tak masalah,, bukan begitu sayang?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eehhh,, iya,, selama kau tidak menyentuhnya langsung, tapi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tok,,tok,,tok,, “Sayaaaang,, apa kau sudah siap?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seseorang mengetuk pintu, dan pemilik suara itu lain adalah Dako. Pintu terkuak sebelum sempat Arga dan Aryanti menjawab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak apa-apa kan, bila Dako yang mengantarku? Nanti kau susul lah bersama Zuraida dan Sintya, sepertinya dia juga belum selesai bersiap-siap,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okee,, berhati-hatilah,, jangan ngebut walau pake ATV,” Arga berusaha tidak mempermasalahkan panggilan sayang yang diucapkan Dako kepada istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sob,,, tolong bocengin istriku ya,,,” seru Dako sambil mengedipkan matanya, lalu menggamit pinggang Aryanti yang membawa kardus berisi bola, menuruni tangga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryantii,,, Apa kau masih bisa membawa beberapa kain ini?” seru Sintya dari arah ruang makan, membawa segumpalan kain bali, “Pak Prabu memintaku untuk membawa kain ini, tapi sepertinya aku akan terlambat,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waaahh,,,sudah penuh Sin, taruh aja di kamarku, nanti biar Arga yang bawa,” jawab Aryanti sambil memperlihatkan isi kotak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhh,, okee,, biar kuantar ke kamarmu,,” jawab Sintya yang melihat sosok Arga yang masih di atas, berdiri di pinggiran tangga. Lalu melambai kepada Aryanti yang kemudian menghilang di pintu keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sintya menaiki tangga, tersenyum penuh makna, menatap Arga dengan kerlingan nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau ke kamarku hanya untuk mengantar kain itu?,,,” goda Arga, matanya menatap tonjolan mungil pada kaos ketat Sintya yang membulat padat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat tiba di hadapan Arga, wanita cantik itu menepis poni yang menutupi mata indahnya sambil membusungkan dada semakin ke depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Menurutmu?,,, apalagi yang kubawa selain barang-barang ini?,,” Sintya mengerling matanya menunjuk kain-kain yang ada di kedua tangannya. Tapi itu tak ubahnya seperti menunjuk kedua payudara yang membusung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu berlenggok genit menuju kamar, sengaja menggoyangkan pantatnya sedikit berlebihan untuk menggoda Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeee,,bawalah barang ini ke kamarku,,,” seru Arga yang menubruk tubuh Sintya dari belakang. Tangannya segera meremas payudara yang hanya ditutupi kaos tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuugghhh,,, kurasa kau salah,,, karena barang ini milik Pak Prabu, Bos ku di kantor,,” rintih Sitya yang menahan geli ketika payudaranya diremas dengan kuat, memainkan puting yang begitu cepat mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh,, yaa?,,, kurasa Pak Prabu tak akan keberatan jika barang spesial ini dihibahkan untuk pimpinan cabang yang baru,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Blaam,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga segera menutup pintu dengan kakinya, ketika keduanya sudah berada di dalam. Lalu menyeret tubuh Sintya ke ranjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh aku mencobanya?,,,” tanya Arga, memandangi payudara yang kini terpapar bebas di depan matanya, tubuhnya beringsut menaiki, menindih tubuh Sintya yang menggeliat manja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah kubilang, itu punya Bos ku di kantor,, jika kau adalah bos baruku, maka kau bebas untuk mencicipinya,,,” wajah Sintya memerah, menunggu bibir Arga yang berada beberapa senti dari putingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, Emmmppphhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, yaaang kanaaan jugaaa,,,, aaaggghhh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boosss,,, gimanaaa,,, apa aku masih layak jadi sekretarismu nanti,,” tangan Sintya mengelus wajah Arga yang masih sibuk mengenyoti dua puting yang sudah mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau masih membawa alat tester kelamin para lelaki?” tanya Arga, membuat Sintya bingung, lalu tertawa terbahak saat teringat kejadian di gazebo, saat mereka bercanda dalam birahi, tentang barang siapa yang lebih besar, apakah milik Arga ataukah milik Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,Yaa,, kurasa aku membawanya,, cobalah cek, apakah alat itu masih ada di bawah sana?” Sintya menunjuk selangkangannya dengan menggerakkan wajahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa girang, “kurasa kita harus menyelesaikan tugas kita di gazebo, mengukur punya siapa yang lebih besar,” tangan Arga menarik tepian celana panjang dari bahan katun yang membekap tubuh bagian bawah Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, benar katamu,,kita harus menyelesaikannya,,” dengus Sintya, mengangkat pantat sekalnya memudahkan usaha Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tiba-tiba terdengar suara derap langkah mendekat dari luar kamar</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, Argaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida memanggil dari depan pintu, sontak keduanya meloncat bangun, membenahi pakaian yang mulai berantakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, Ada apa,, engghhh,, apa kau sudah sarapan?,,, aku,, aku belum mandi,,” Arga gelagapan saat pintu terbuka, sementara Sintya baru saja berhasil memasukkan payudaranya yang besar kembali ke dalam kaos.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hohohohooo,,, ternyata kau nakal juga yaa,,” seru Zuraida sambil berkecak pinggang, bola matanya melotot menyelidik wajah Arga yang pucat, layaknya maling tertangkap tangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huuhh,, ku kira kau memang berbeda dengan mereka,, ternyata,,,” wajah Zuraida yang kaget berubah menggoda Arga, tertawa genit, lalu berjalan menghampiri Sintya yang masih di atas kasur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tunggu Zee,,, kami hanyaaa,, emmhhh,, maksudku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi wanita anggun itu tampak cuek, mengacuhkan Arga yang mati-matian mencari alasan, menghampiri Sintya lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,, mba Zuraida apaan sih,,,” wajah Sintya tersipu malu, entah apa yang dibisikkan Zuraida ke telinganya. Zuraida balik menghampiri Arga, berdiri tepat di depan lelaki yang terlihat canggung itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,, Pak Prabu, Munaf, Bu Sofie, Aida, bahkan suamiku dan istrimu, Sepertinya mereka benar-benar menikmati permainan ini, lalu kenapa kita harus menahan diri,” ucap Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan lentiknya perlahan meraih selangkangan Arga, lalu tertawa genit, saat mendapati batang Arga yang keras mulai lunglai karena kaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kau punya waktu beberapa menit, sampai aku selesai mandi, tapi ingat,,, berusahalah untuk tidak memasukkan barang ini ke dalam tubuh Sintya, karena aku bisa cemburu,,” ucap Zuraida dengan suara bergetar, tangannya mencengkram erat batang Arga yang dengan cepat kembali keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weelll,, aku mandi dulu ya sayang, manfaatkan waktumu dengan baik,,, Sintya, ingat kata-kataku tadi ya,,” seru Zuraida melepaskan batang Arga, mengedip genit ke arah Sintya. Lalu melangkah keluar dan menutup pintu.Tinggal Arga dan Sintya yang saling pandang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa yang dikatakan Zuraida tadi?,” tanya Arga, duduk ditepi ranjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adda aja,,,” Sintya tertawa genit, berusaha menurunkan celananya yang ketat hingga ke lutut, memamerkan gundukan vagina yang begitu indah, tersembunyi penuh misteri di balik kain segitiga berenda yang tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Soo,,, apa kau masih ingin alat ini mengukur batangmu itu,” tanya Sintya, jarinya mengusap-usap kain tepat di bibir vagina, membuat kain itu mulai basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaawwww,,, Argaaa,,,” Sintya terpekik, Arga membenamkan wajahnya ke selangkangannya, lalu mengusapi kain pelindung dengan hidung dan bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,, ingaaat kata Zuraida, waktu kita hanya sebentaaar,,” Sintya berusaha melepaskan celana dalamnya, lalu membuka lebar pahanya. Arga yang tengah melepas celana, harus meneguk ludahnya, barang itu statusnya memang milik Pak Prabu, tapi bos nya itu sangat jarang menggunakan, hanya pada saat berpergian keluar daerah bersama Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Sin,, aku ga bisa memasukkan punyaku,,, tapi,,, kurasa bibir mu ini cukup mahir untuk mengukur seberapa besar batangku ini,,,” Arga memegangi batang besarnya yang sudah mengeras sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mau tak mau Sintya harus mengakui keunggulan batang Arga dari milik Pak Prabu, tanpa menyentuhnya pun semua wanita pasti sudah tau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sini Gaaa,, biar bibirku yang memastikan,,” Sintya membuka lebar mulutnya, tanpa basa-basi wanita itu ingin segera melumat seluruh batang Arga ke dalam mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmhhh,,, Ghheedhheee bhhaaangheeed,,,” Sintya memutar-mutar wajahnya, membuat batang Arga serasa dipelintir. Menariknya keluar memandangi dengan takjub, lalu kembali memasukkan sambil menggerakkan kepalanya maju mundur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa bangga. “hehehee,,,bagaimana? punya siapa yang lebih besar,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu memandangi Arga dengan tatapan birahi, “Masukkanlah ke dalam tubuhku,,, hingga aku benar-benar bisa mengukurnya,,,” Sintya mengangkat pinggulnya, seolah memamerkan kenikmatan yang siap diberikan oleh kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sintya menggeliat, tubuhnya sudah tak tahan untuk merasakan kejantanan Arga, apalagi saat teringat kejadian di gazebo, saat batang itu memenuhi lorong vaginanya dengan sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Arga memandangi vagina yang terus dielus-elus oleh Sintya, membuat permukaannya begitu basah. Tapi Arga menggelengkan kepala dengan sangat berat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ga bisaaa, Sin,,” pesan Zuraida terombang-ambing di pikirannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, Pleasee,,,” Sintya merengek, semakin tinggi mengangkat vaginanya, memamerkan pada Arga yang masih berlutut di samping kepalanya. Menguak kedua pintu vagina, hingga mata Arga dapat melihat lorong yang begitu sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaagghhh,, Siaaal,,, Zeee,,, maaaf sayaaang,,aku ga tahaaaan pengen nusuuuk lubang Sintyaaa,,,” Arga menggeram, menindih tubuh montok Sintya, mengarahkan batangnya ke pintu vagina, dan dalam tiga hentakan batang besar itu berhasil masuk sepenuhnya. Tanpa sepengetahuan Arga, mata indah milik Zuraida mengamati dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Tersenyum lembut sambil menggeleng-gelengkan kepala.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,,Usahamu untuk bertahan boleh juga,,” gumamnya pelan, lalu berbalik menuju kamar dengan birahi yang ikut tersulut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, Oooowwwhhh,,, penuh banget Gaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Zuraidaaa,,,sudaaah masuk semua Mbaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkaget, menghentikan gerakannya, “Apa maksud mu Sin,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Zuraida membisikiku,, menantang, apakah aku bisa menelan semua batangmu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhhh yaaa?,,,jadi memang ini yang diinginkannya?,,lalu apalagi,,” Arga menjadi bingung dengan Zuraida, dirinya dilarang tapi justru menantang Sintya untuk menggodanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi masa bodoh lah bila itu adalah ujian untuk dirinya, karena vagina Sintya sangat mahir memanjakan batangnya di dalam sana. Pinggulnya kembali bergerak menghentak dengan ganas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Zuraida juga pengen Pak Arga nyemprot di dalam sebelum dia selesaai maandiiii,,, Aaahhhh,, yaaa,,,Oooowwwhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhh,,,tapi apa kau sanggup membuat aku keluar secepat itu? Arrggghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhssss,,, bisaaa,, haruuusss bisaaa,,, Sintyaaa pengeeen disemproot punyaaa bapaaaak,,,” paha montok itu menjepit pinggul Arga, kakinya membelit kaki Arga dan menekan pinggulnya keatas. Membuat batang Arga masuk semakin dalam dan terjepit begitu erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, ada jugaaa ternyata tehnik seperti ini,,, Uuugghhh,, tapi ini belum cukup Sin,,,” Sintya tertawa sambil terengah-engah di sela sodokan Arga yang semakin keras. Lalu mendorong Arga hingga duduk bersimpuh di atas kedua kaki, dan menaikinya, tanpa menunggu Arga siap, Sintya yang kini dalam posisi dipangku segera menggerakkan pantatnya dengan liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhh,,, Paaaak,,, bagaimanaaa,,, Aaagghhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membekap wajah Arga di antara kedua payudara, pinggul montok itu kini bergerak menghentak dengan kasar dengan lorong vagina yang menjepit erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,, cepeeet keluaaarin Paaaak,,, Sintya udaaah ga kuaaaaat,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, batang mu gedeee bangeeet Paaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gerakan liar wanita cantik berponi itu membuat Arga kelabakan, batangnya dengan cepat keluar masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghh,, gila kamu Sin,,, Aaaghhh,, barangmu ini haruss menjadi milikkuuu Aaarrgghh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Please semprotin meeeemek aaahh,,,Sintyaaaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pleaseeee,,, Sintyaaa keluaaaarrrr,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaarrrgggghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akuuu semprooot memeeeeeek mu Siiin,,, Aaaarrrgghhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua tubuh manusia berlainan jenis itu berkelojotan, saling melumat bibir, bertukar ludah, seiring cairan kelamin mereka yang menyatu dalam vagina Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oowwhh,, nikmat banget punyamu Sin,,,hehehee” ucap Arga, menjatuhkan tubuh Sintya ke kasur, dan menindihnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Punya bapak tuh yang gila,, nusuknya dalem banget, sampe mentok,,hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paak,, Apa bener bapak mau ngambil saya dari Pak Prabu,,,” tanya Sintya, tatapannya begitu serius, membuat Arga bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeenghhh,, maksud ku,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehe,, tenang aja pak,, Sintya Cuma bercanda koq,,hehehe,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi kalo kapan-kapan bapak mau nyoba alatnya Sintya lagi, boleh koq,” Wanita itu tersenyum, menyembunyikan wajahnya ke dada bidang Arga. Memeluk erat, dalam desir hati yang berbeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waahh,,, cepet banget,,, tau-tau udah makan disini,,,” Sapa Zuraida saat mendapati Arga dan Sintya sudah berada di ruang tamu. “Tapi kamu sudah mandi kan Ga?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya sudahlah,, kamu aja yang terlalu lama mandinya,,” jawab lelaki itu sambil memandangi tubuh Zuraida yang dibalut kaos putih yang ketat. lebih ketat dari biasanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gimana tadi?,,,” bisik Zuraida, duduk di sisi Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku menang,,Mba kalah,,,” jawab Sintya malu-malu. Zuraida langsung melotot ke arah Arga, yang tiba-tiba keselek dipandangi wanita berwajah cantik itu. penutup kepalanya diikat keleher seakan sengaja memamerkan sepasang gundukan payudara yang membulat padat dibalik kaos ketat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ke kamar sebentar, ngambil kacamata, pasti panas banget nanti,,” pamit Sintya, menuju kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sempurnaaa,,” ucap Arga pelan. Matanya tak sengaja menangkap tonjolan mungil, puting Zuraida tercetak jelas di kaos putihnya yang ketat. Bulatan payudara yang tidak ditopang oleh bra itu tetap membusung tegak, bergerak begitu indah mengikuti gerakan tubuh sang wanita. Sontak wanita itu tersipu malu, menundukkan wajahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,,, apakah aku masih terlihat cantik?,,” Hati Zuraida bergemuruh, ingin mendapatkan pengakuan dari lelaki yang dulu begitu dikaguminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cantik, bahkan sekarang kau bertambah lebih montok,,” Arga berdiri, mendekati bangku Zuraida. “Tapi bagiku, kau lebih dari sekedar cantik dan seksi, kau masih yang terindah,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hohohoo,,, tidak,,tidaaak, jangan menggodaku lagi,,,” Zuraida bangkit, berusaha mengelak dari Arga yang ingin merengkuh pinggangnya. “Kau sudah gagal tadi,, u are a looser,, hahaaha,,,” lalu berjalan menuju keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh Siaaaal,,,” Arga memang sudah menduga jika Zuraida tadi tengah mengujinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, Sayaaaang,,,” Arga menggenggam tangan Zuraida, menahan wanita itu. Menatap dengan penuh harap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setidaknya...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Biarkan di waktu yang tersisa ini aku memilikimu...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merengkuh hatimu yang begitu jauh...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski sesaat, itu sangat berarti bagiku...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku ingin dirimu...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terdiam, mendengus kesal atas pertahanan hatinya yang begitu lemah, Lagi-lagi harus menyerah pada tatapan teduh itu. Berjalan mendekat, masuk dalam pelukan sang lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, meski untuk sesaat, liburan ini juga sangat berarti bagiku,,, berusahalah untuk mendapatkan ku,, mendapatkan tubuhku,,,” ucap wanita yang hatinya tengah goyah itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada hasrat untuk menyerahkan tubuhnya dalam keperkasaan sang pejantan, tapi tidak dalam birahi liar. Wanita itu menginginkan sang pejantan menikmati tubuhnya dalam ritual hasrat yang sengaja dicipta, mencinta dan dicinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,, Hehehee,, sorry,, lagi-lagi aku ngeganggu, Cepet Yuk,,, udah ditunggu sama yang lain,” seru Sintya, tepat saat Arga mengecup lembut Zuraida, yang menyambut dengan bibir terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Beach game 1</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Aidaaaa,,, satu putaran lagiii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryantiii,,, cepeeet,,, jangan mau kalaaahh,,,, loncat yang tinggi,,hahahaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teriakan para suami terdengar ramai, tapi mereka bukan memberi semangat kepada istri masing-masing, teriakan itu justru ditujukan kepada istri yang memiliki gerakan paling liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yaa,, lomba balap karung dipilih sebagai laga pembuka untuk game pantai. Mata para suami tertuju pada Aida yang begitu semangat meloncat memacu tubuhnya, memimpin paling depan, dan bisa ditebak, mata jalang para suami tertuju pada sepasang payudara besarnya yang bergerak naik turun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara di belakangnya Aryanti berusaha menyusul, meloncat dengan cepat, tak peduli dengan payudara mereka yang tidak dilindungi bra,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bergerak liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Memang sangat merepotkan bagi mereka yang memiliki buah dada dengan ukuran besar, ketika harus meloncat, jelas sepasang benda menggiurkan itu akan ikut bergerak tak terkendali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang berada diurutan ketiga memang lebih diuntungkan dengan payudaranya yang tidak terlalu besar, namun ukuran karung yang hampir menutup seluruh tubuhnya itu membuatnya sangat kerepotan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo cepeeeet,,, yang nyampe duluan saya kasih piala,,” seru Pak Prabu yang berdiri di garis finish, sambil menggosok-gosok penisnya, membuat para suami lainnya tertawa. Tapi justru membuat para wanita yang tengah berloncat dan berlari tersipu malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Siapapun dapat melihat tojolan penis Pak Prabu, yang telah mengeras dengan sempurna, dan itu diakibatkan ulah payudara mereka yang bergerak brutal tak terkendali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita yang sudah pernah merasakan keperkasaan batang besar itu, tertawa. Terlintas dipikiran nakalnya untuk menabrak Pak Prabu, dan memberi pelajaran buat lelaki paruh baya itu dengan meremas batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti lagi-lagi tertawa, menertawakan pikiran mesumnya. Tapi ternyata hal yang sama juga terlintas dibenak Aida, meski tidak tau pasti ukuran pusaka Bos suaminya itu, dari balik kacamata minusnya Aida dapat memastikan batang itu memiliki ukuran yang menggiurkan birahinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ayal kedua wanita cantik itu memacu kakinya lebih cepat, bersaing menuju tempat Pak Prabu berdiri. Saling bersenggolan sambil tertawa. Membuat Munaf yang berdiri tak jauh dari Pak Prabu sangat cemburu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kyaaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaa,,,hahahaahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Aida curaaaang,,, Hahahaaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bruaakkk!!! Kedua tubuh montok itu bersamaan menubruk Pak Prabu yang tertawa menyambut sambil merentangkan kedua tangannya, jatuh terjengkang ditindih dua wanita cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membuat para lelaki begitu iri dengan keberuntungan Pak Prabu. Apalagi mata mereka menangkap gerakan tangan Aida dan Aryanti yang berebut mencengkram selangkangan Pak Prabu bersamaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang tepat berada di belakang mereka seakan tak mau kalah ikut meloncat ke tubuh Pak Prabu, menindih Aida dan Aryanti. Membuat tawa semakin riuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tentu saja Pak Prabu juga berusaha sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan, tangannya yang terentang dengan bebas meremasi payudara para wanita yang menyerahkan tubuh pada dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeemmm,, mantap bener pantat istri kalian,,, uggghh,,, pasti nikmat banget kalo di Doggy,,” celetuk Mang Oyik kepada Arga dan Munaf, meremas-remas selangkangnya saat melihat rok ketiga wanita itu tersingkap, memamerkan pantat yang dibalut celana dalam aneka warna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kan mamang udah pernah nyobain, kemaren nyemprot di dalam juga kan?,,hehehe,,” jawab Arga terkekeh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mamang udah pernah nyobain? Sama siapa? Istrimu Ga?,,,” tanya Munaf bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya istri mu lah,,, ngeliat sendirikan gimana lemesnya istri mu tadi malam? Hahahahaa,,,” Arga tertawa, seakan ingin membalas ulah Munaf yang sempat merayon tubuh Aryanti saat bermain kartu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heehhh,, yang beneeer?,, ahh sialan kau Mang,,,” wajah Munaf seketika berkerut, tak pernah terlintas diotaknya kalau tubuh mulus istrinya turut dinikmati oleh lelaki seperti Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti menghampiri Arga sambil tertawa. “Huuufff,,, capek banget sayang,, kakiku pegel seperti ingin keram,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Munaf dan Mang Oyik harus meneguk liur menatap payudara Aryanti yang tercetak jelas di balik kaos, bergerak naik turun dengan teratur, mengikuti tarikan nafas yang masih tersengal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalau gitu istirahat lah dulu,” ucap Arga santai tanpa menoleh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang,,, masih marah ya?” tanya Aryanti yang bingung melihat Arga sedikit agak cuek dari biasanya. “Atau kau marah karena kejadian tadi, saat aku menabrak Pak Prabu, aku memang melakukannya dengan sengaja, maaf,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga koq sayang,, aku tau kau cuma terbawa permainan,” Arga menoleh sambil tersenyum lembut, tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati Aryanti. Perlahan dipeluknya Arga dari samping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Zuraidaaaa,,, cepaaat,,, jangan mau kalaah sama Bu Sofie,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEEEGGG, hati Aryanti terasa sakit saat Arga memberi semangat kepada Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi kenapa?,,, Zuraida adalah teman baiknya, dan Zuraida pula yang menjodohkan mereka. Wanita cantik itu semakin erat memeluk pinggang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi bukan hanya Arga, karena mata semua lelaki kini tertuju pada Zuraida yang terlihat malu-malu untuk meloncat, menghindari gerakan di dadanya, sesekali kakinya berusaha berjalan di dalam karung yang sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akibatnya Bu Sofie yang berada di belakang perlahan mulai mendekat, padahal tenaga wanita dengan tubuh padat berisi itu telah terkuras habis akibat ulah Mang Oyik dan Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Zuraidaaaa,,, loncat yang tinggiii!!!,,, Awwww,,,” Munaf yang berteriak memberi semangat seketika terpekik akibat cubitan Aida yang cemburu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teriakan Munaf justru membuat gerakan Zuraida semakin pelan, tapi sepelan apapun gerakan, payudara dengan ukuran menggiurkan itu pasti akan bergerak tanpa topangan bra.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaaa,, Hooosshh,, Hooshhh,, haahh,,hahaaahh,,,” Bu Sofie yang tertinggal dibelakang, kembali bersemangat saat melihat gerakan Zuraida semakin pelan, kini dirinya sudah menyusul beberapa langkah di depan, berusaha memperpendek jarak dengan Sintya yang ada di depannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaal,,, Uuuhhhh,, Kenapa semua melihat ke aku sih,, padahal masih ada Sintya dan Bu Sofie yang nenennya lebih gedeeee,, Uuuhh,,, ,” Hati Zuraida berteriak kesal seakan ingin menangis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh nya yang selalu tertutup hingga ke kepala itu, tak pernah sekalipun dipertotonkan seperti itu kepada banyak orang, meskipun hanya dengan pakaian yang ketat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi kini semua lelaki dapat melihat puting payudara yang tercetak jelas. Apalagi saat dirinya menangkap pandangan mata Pak Prabu, Adit dan munaf yang menatap penuh birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Parahnya lagi, di belakang ketiga lelaki itu, Mang Oyik begitu bernafsu menggosok selangkangannya, mulut lelaki berwajah amburadul itu membuka dan menutup mengikuti gerak payudaranya yang naik turun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada penyesalan dihati wanita itu, kenapa tadi dirinya memilih kaos ketat, padahal tujuannya tidak lain hanya untuk menggoda Arga, tapi jika ranum buah dadanya itu turut dipelototi oleh lelaki lain, jelas dirinya sangat malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Begoooo,,, kenapa ga ditutup pake jilbab aja,,, uugghhh,, begoo, begooo,,,” rutuk hati Zuraida, ketika teringat bagian bawah jilbabnya yang terikat ke belakang. Dengan sekali hentakan ikatan kain putih itu terlepas, menutupi bagian depan payudaranya. Sontak teriak kecewa menghambur dari mulut para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Whooooo,,, Zuraidaaa pelit,, Aaaaww,,, koq dicubit terus sih mahh,,” protes Munaf ketika teriakan kecewanya beroleh cubitan di perutnya yang mulai buncit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mamahkan enak, udah nyobain banyak batang dimari,,,” sungut Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tu kan,,, salahnya papah juga sih, suruh-suruh mamah pake rok beginian, pasti biar bisa pamerin punya mamah kan?, jadi kalo ada orang yang minta isi dalam rok mamahh, papah ga boleh marah dong,,,” protes Aida lalu melenggang meninggalkan Munaf yang terbengong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeee,,, busyet dah, sejak kapan bini ku binal kaya gitu, main kasih memek seenaknya,, kan tu punya kuu,,,” dengus Munaf kesal, melototi istrinya yang melenggang cuek, sesekali memamerkan pantat yang tak mampu ditutupi oleh rok yang pasrah tertiup angin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeeeeaaahhhh,,,,” terdengar teriakan Sintya yang berhasil mencapai finish.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh,,, tungguuu,,tungguuu,,, curang kaliaaan,,,” Bu Sofie berteriak histeris dengan nafas ngos-ngosan, mulai keteteran tak mampu menyaingi Zuraida yang memacu tubuhnya, menyalip dengan cepat mencapai garis finish.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaaaaaaa,,,, hahahahahaaa,,,” Zuraida ikut tertawa heboh berdiri di garis finish. Mengangkat tinggi kedua tangannya, terlihat jelas wanita itu mulai menikmati permainan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf ya buu,, sekali-sekali ibu yang belakangan,,,heheehee,,” ucap Zuraida menyambut Bu Sofie yang menggerutu lucu, di garis finish.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekilas Zuraida melirik Arga yang mengangkat jempolnya, membuat wanita itu tertawa tersipu. Dokter cantik itu tidak menyadari, Aryanti yang berdiri di samping suaminya tersenyum kecut, cemburu melihat kemesraan suaminya dan Zuraida</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wokkeeeee,,, game kali ini dimenangkan oleh Aidaaa,,,” Pak Prabu mengumumkan pemenang lomba.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lhoo koq bisa Pak?,,, aku kan lebih dulu nginjak garis finis dibanding Aida,,” protes Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, tapi Aida sepersekian detik lebih cepat memegang punyaku,,,hahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Whhoooooo,,, Pak Prabu curang,,Hahahahaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“jurinya mupeng tuuuhhh,,,Hahahaa”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teriakan dan tawa menghambur di bibir pantai. Terik matahari seakan tak mampu mengurangi keceriaan para suami dan istri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“kali ini biar adil, biar aku yang jadi jurinya, karena game berikutnya bakal lebih panas, lomba makan sosis hahahaa,,” ucap Bu Sofie sambil bertolak pinggang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo sini,,,, semua ngumpul,,, para wanita silahkan pakai kalung pita ini,” lanjutnya, lalu menyerahkan pita merah kepada Aryanti, pita biru untuk Andini, pita ungu diserahkan pada Aida, pita putih untuk Sintya, dan pita hijau untuk Zuraida. Bu Sofie meminta para istri mengalungkan di leher.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo,, sekarang giliran para suami, cepet sini,,,” teriaknya sambil menenteng kain kantongan berisi beberapa bola.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dako kau duluan,, silahkan pilih wanita mu,,,, hehehee,,,” Bu Sofie mengulurkan kantong. Mata Dako berusaha mengintip melalui celah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,, ga boleh ngintip,,, semua tergantung keberuntungan tanganmu,, ayo cepat ambil satu bola,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Warna Unguuu,, Aidaa,,,hahahaa,,” Bu Sofie mengumumkan pasangan Dako adalah Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehehee,,, hay bu guru cantik, udah siap untuk menang?,,” Dako sengaja mencolek pinggang Aida, menggoda Munaf yang lagi uring-uringan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, meraahh,,Aryantiii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeeeaaahhh,,,” Adit berteriak girang, menghampiri Aryanti, “Sorry ya calon boss,, aku pinjam dulu istrimu,,,hehehee,,” Adit menggoda Arga, menarik tangan Aryanti yang masih memeluk pinggang suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Awas aja kalo sampe lecet, aku jadiin OB kamu,,” ancam Arga bercanda, walau ada rasa was-was dihati, permainan seperti apa yang bakal digelar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sintyaaa,,, Putih,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weeew,,, boleh juga nih,,, game nya harus hot Bu,,” seru Munaf, jengkelnya sedikit berkurang. Sudah lama dirinya tertarik dengan wanita yang setiap hari duduk manis di depan ruang Pak Prabu dengan rok ketat dan minimalis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,, kau dapat Andini,,, hahahaa,, mau ditukar dengan ibu?” goda Bu Sofie, ketika Arga maju mengambil bola warna Biru.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang ibu sanggup makan sosis saya?,,” jawaban Arga membuat Bu Sofie terdiam dengan jantung berdegub kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tunggu tanggal mainnya, pasti kulahap habis sosis besarmu itu,,” balas Bu Sofie, berbisik dengan jantung menderu merasa ditantang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tersisa satu bola hijau, artinya Zuraida berpasangan dengan suamiku, pak Prabu,,,” terang Bu Sofie, sepeninggal Arga yang mendekati Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jadi permainannya seperti ini,, Sosis yang dibagikan Mang Oyik ini harus diikat dipinggang para istri, dan mereka harus mendekati pasangan mainnya dengan mata tertutup, dan pasangan nnya harus memberi aba-aba ke mana si wanita harus menuju, terus,,,” Bu Sofie menghentikan ucapannya sambil wajah tersenyum nakal, membuat peserta lomba penasaran menunggu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terus,,, sosis itu harus dimasukkan ke dalam mulut para lelaki yang berbaring di pasir, dan ingat,, tidak boleh dibantu oleh tangan,,,hehehee,,” Bu Sofie tertawa sambil bertolak pinggang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan itu tak ubahnya seperti permainan memasukkan pensil dalam botol, hanya saja dilakukan dengan cara yang vulgar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Haahhh???,, yang benar aja bu,, masukin sosis ke mulut Adit yang tiduran, berarti kami harus ngangkangin mereka dong?,,,” Aryanti coba protes, tangannya reflek menahan rok yang tertiup angin, entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa malu, pasti lomba ini akan terlihat sangat vulgar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehee,, itulah tantangan dari game ini, kalian boleh berusaha menutupi rok kalian bila mau, tapi ingat tangan kalian tidak boleh memegang sosis itu,,.” terang Bu Sofie, tersenyum puas melihat wajah para wanita mulai pucat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang aja mba,, ntar saya merem koq,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Merem? aku make rok aja kamu masih usaha buat ngintip ke bawah, gimana kalo aku ngangkang depan matamu,,, awas aja kalo ngga merem, bakal ku colok matamu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaaa,, nih Yan,,, buat jaga-jaga, kalo ngintip colok aja,” celetuk Zuraida, menyerahkan potongan ranting kepada Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita yang selalu setia dengan penutup kepalanya itu dapat sedikit bernafas lega, karena dirinya memakai celana legging putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski celana dalam warna hitamnya dapat terlihat dengan samar, setidaknya itu masih lebih baik dibanding para istri lainnya yang mengenakan rok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Oyik membagikan potongan sossis yang ujungnya dibungkus plastik, agar dapat diikat oleh tali, wajah mesumnya cengengesan membayangkan kegilaan yang bakal terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lho Mang,,, koq tali punya saya pendek banget sih, tuker yang lebih panjang dong,,” sela Zuraida saat menerima sosisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waduh,, udah habis bu,, itu yang terakhir,,” jawaban Mang Oyik membuat wajah cantiknya cemberut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhh,,, tu kaaaann,,, pendek banget,,” Zuraida mulai panik, sosis yang sudah diikatkan di pinggang menggantung hanya beberapa senti dari pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heheheheee,,,, cuma game aja koq Bu Dokter,,,ga usah terlalu diambil hati,, hehehee,,,” ucap Pak Prabu, hatinya berteriak girang, dengan mata tak lepas dari pantat montok Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dokter cantik itu cuma bisa tersenyum kecut, andai saja partner game nya adalah Adit atau Munaf mungkin Zuraida bisa main bentak kalo mereka nakal, tapi ini adalah Pak Prabu. Akhirnya wanita itu cuma bisa berharap game dapat selesai dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ko,,, koq pendek banget sih ngiketnya,, lagian kenapa ngiketnya dibelakang,,,” protes Munaf kepada Dako yang membantu mengikatkan sosis di pinggang belakang istrinya, membuat sosis itu menggantung tepat di depan selangkangan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako mengangkat kedua pundaknya, “Tapi istrimu ga protes tuh,,,” jawaban itu membuat Munaf melototi istrinya yang jadi salah tingkah, wajah berhias kacamata itu memerah malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaang,,, Kan ini cuma permainan aja,, ngga lebih koq,” bujuk Aida, membuat Munaf tidak bisa berkata apa-apa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hanya permainan,,,” hati Aida berkali-kali mengucap kalimat itu dengan jantung berdegub kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Protes yang sama juga dilontarkan Adit yang melihat Istrinya, Andini, dengan sengaja memutar sosis yang berada di belakang ke depan, hingga menggantung tak jauh dari selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu juga dengan Pak Prabu yang melototi ulah Munaf, meski sosis itu tetap berada di belakang, tapi wanita simpanannya tidak protes saat Munaf menggulung tali menjadi lebih pendek.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeeee,,, para suami silahkan berbaris disana,,, dan kalian berbaris di sini,, silahkan menutup mata dengan syal ini,,,” Bu Sofie kembali memberi perintah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berbeda dengan para lelaki yang tampak terlihat girang, para wanita justru terlihat pucat, saling pandang dengan bingung, masing-masing merasa tidak nyaman.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duuuhhh,,, aku ga bisa,,, kasian kamu Zuraidaa,,,” ucap Aida, memutar posisi sosisnya ke belakang, lalu menurunkan tali menjadi lebih panjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perbuatan Aida ternyata diikuti wanita lainnya, yang berusaha menjauhkan gantungan sosis dari selangkangan mereka. Perbuatan para istri itu jelas membuat para lelaki yang berbaris 5 meter dari para wanita, terlihat kecewa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalian harus mendengarkan intruksi dari pasangan kalian, ke mana kalian harus melangkah,, dan kalian yang cowok, setelah pasangan kalian sudah mendekat tepuk pundaknya lalu kalian boleh berbaring dan memakan sosis itu sampai habis,” Bu Sofie terpaksa harus sedikit berteriak agar semua dapat mendengar suaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,,Silahkan pasang penutup mata kalian,,” seru Bu Sofie sambil memeriksa mata para wanita, memastikan sudah benar-benar tertutup.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Semua sudaahh siaaap?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Satuuuu,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duaaaaa,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tigaaaaaa,,, Gooo,,,!!!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aba-aba dari Bu Sofie langsung disambut teriakan para lelaki yang heboh memberi komando kepada pasangannya agar menuju ke arah mereka. Para wanita harus bekerja sedikit ekstra untuk mengenali suara, untungnya Bu Sofie memberi jarak dua meter antar wanita dan pasangan mainnya agar suara teriakan tidak terlalu kacau dan membingungkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sintya yang lebih dulu sampai di hadapan Munaf, pundaknya segera ditepuk oleh Munaf, dan dengan wajah sumringah Munaf segera berbaring di kaki Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, buka kakimu Sin,,, turunin sosisnya pelan-pelan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhh,,, Shit!!!,,,” Munaf mengumpat saat Sintya mengangkangi wajahnya, pantat semok milik sekretaris seksi itu tepat di depan matanya, perlahan mulai turun mendekati wajahnya. Meski mulutnya sudah menyentuh sosis, Munaf tetap saja menyuruh Sintya menurunkan pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,,, cukup,,, aku akan makan sosis ini pelan-pelan,,,” seru Munaf saat selangkangan Sintya tinggal sejengkal dari mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Makan yang cepet Pak,, jangan lama-lama,,,” seru Sintya, entah kesal, entah marah, tapi yang jelas liang vaginanya yang kini berada satu jengkal dari wajah Munaf, mulai basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Bu,,,, Yaaa,, cepet buka kaki mu,,,turuuniiin,, Oooowwwhhh,,, punyamu mantap banget Buuu,,,” seru Dako tak kalah heboh, langsung berbaring dan meletakkan kepalanya di antara kedua kaki Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ckckckck,,, bener-bener mantap ni pantat, apalagi meki nya gemuk banget,,pasti jepitannya mantap nih,,” Dako dengan cueknya berkomentar, tak peduli dengan kondisi Aida yang panas dingin. “curang tu si Arga, dapet barang bagus ga bilang-bilang,,,”DEG,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan-jangan Dako juga melihat perselingkuhannya dengan Arga?,,,” hati Aida semakin tidak karuan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Dakoo,, cepet makan sosisnya,,,” pinta Aida tidak karuan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ga mau sosis,,, aku mau nya kue apem,,, hehehe,,,” jawab Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huusss,, jangan nakal,,, makan aja cepat,,,” Aida perlahan semakin menurunkan pantatnya, hingga hidung Dako dapat merasakan aroma dari vagina yang mulai basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hal yang sama juga dirasakan Zuraida, yang tidak menyangka dirinya menuruti begitu saja untuk mengikuti permainan gila itu. Dirinya yang berhasil sampai di tempat Pak Prabu berdiri, disambut dengan cara yang sangat nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yaaa,, Pak Prabu yang seharusnya memberi kode dengan menepuk pundak atau tangannya, justru mencolek puting payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Bu Dokter,,, ga tahan pengen nyolek, habisnya kenceng banget,,,Hehhehe,,,” ucap Pak Prabu pelan, yang begitu menikmati kenakalannya mengerjai wanita alim itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seandainya lelaki itu bukan atasan suaminya, ingin sekali Zuraida menampar wajah Pak Prabu, tapi dirinya cuma bisa menahan emosi, Toh,, sebentar lagi lelaki itu akan pergi meninggalkan kantor suaminya, akhirnya Zuraida berusaha untuk tetap tersenyum di antara wajah kagetnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kakinya buka yang lebar ya Bu Dokter,,, kepala saya mau masuk,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhh,,, pantat ibu mantap banget Bu,,, ga terlalu besar, tapi nungging kaya itik,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Komentar-komentar nakal Pak Prabu sangat menganggu pikiran jernih Zuraida. Tak pernah dirinya merasa senakal ini di hadapan orang lain, selain dengan Arga. Tak ubahnya seperti eksibisi berselubung persaingan dalam permainan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paakk,, berhenti mengomentari tubuh saya, selesaikan saja permainan ini secepatnya,,” ucap Zuraida dengan intonasi tinggi, untuk menunjukka rasa tidak senangnya atas kenakalan atasan suaminya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tanpa disadari Zuraida, rasa dari amarah yang menyeruak itu tidak lebih dari pelarian rasa malu dan bersalahnya. Dan parahnya permainan ini baru saja dimulai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pelan-pelan aja bu nurunin meqi nya,,, ga usah buru-buru,,,hehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuugghhhh,,,” Zuraida bingung, sangat bingung, komentar Pak Prabu semakin nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida masih bingung, bagaimana bisa dirinya terjebak permainan gila seperti ini. ingin sekali dirinya menyudahi permainan itu, tapi itu hanya akan membuat suaminya malu. Dengan bertopang pada tangan yang berpegangan dilutut, Zuraida perlahan menurunkan pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski matanya tertutup tapi wanita itu sangat yakin tepat di bawah selangkangannya wajah Pak Prabu sedang tersenyum girang. Dirinya cukup sering menemani suaminya dalam acara-acara kantor, dan Pak Prabu selalu memuji kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya, dan saat ini lelaki itu tengah memuaskan rasa penasaran atas tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terus Bu,, turunin pantatnya, mulut saya belum bisa menjangkau meqi ibu,, ehh,, maksud saya sosisnya bu,,,Hehehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tau, lelaki berkumis lebat itu tidak berbohong, karena tali pengikat sosisnya memang sangat pendek, dengan sangat terpaksa menurunkan tubuhnya lebih rendah, membuat siapapun yang melihat akan tergoda untuk menghajar pantat montok yang semakin menungging.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhggg,,,” tubuh Zuraida kembali terangkat, dirinya sangat kaget saat sesuatu yang lembut menyentuh lapisan celana legging nya, tepat di bibir vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lho koq diangkat lagi sih Bu,,, saya baru pengen ngegigit meqi ibu, eehh,, sosis nya bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, jangan nakal,, plisss,, saya mohon,,,” Zuraida serasa ingin menangis, sungguh dirinya tidak ingin menjadi wanita yang nakal. Meski dirinya pernah menggoda Arga, tapi itu tidak lebih dari ungkapan perasaan hatinya yang masih memiliki rasa terhadap Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heheehee,, maaf bu,,, tadi ga sengaja bibir saya nyenggol itunya ibu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi meqi punya Bu Dokter emang indah banget, gemuk, mukung,,, seperti punya Sintya,, hehehehe,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuuu kaaaan,,, Pak Prabu memang mengincar vagina ku yang gemuk,,,” hati Zuraida semakin panik. Tapi kata-kata Pak Prabu yang membeber bentuk vagina Sintya membuat Zuraida teringat pada Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teringat ketidaksengajaan dirinya saat memergoki percumbuan Arga dan Sintya. Zuraida yang sangat mengerti dengan kondisi para lelaki, merasa kasihan dengan kondisi Arga yang berkali-kali menggantung setelah bercumbu setengah jalan dengan dirinya, dan akhirnya memilih untuk mendukung kenakalan Arga pada Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mukung seperti punya Sintya?,,, uggghhh,,, apa vagina Sintya memang seperti milik ku?,,, Apa Arga juga suka bentuk vaginaku,,, Aaaggghhhh,,,” kepala Zuraida menggeleng-geleng, berusaha mengenyahkan pikiran nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhh Paaaak,,,” Zuraida terkesiap, pantatnya bergetar, dirasakannya mulut Pak Prabu bergerak-gerak dibibir vaginanya. Lewat celah dibawah matanya, wanita itu melihat Pak Prabu yang mulai mengunyah sosisnya, bergerak pelan sesekali menggesek vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tak yakin dirinya dapat bertahan dengan godaan ini, apalagi saat merasakan ada cairan yang merembes dicelah kemaluannya. Ingin sekali mengangkat tubuhnya, tapi para istri lainnya pun pasti tengah mengalami hal yang sama dengan dirinya, berusaha menyelesaikan lomba secepatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Batang Pak Prabu bangun!!!,,,” Jantung wanita itu berdegub semakin keras, mata indahnya tidak sengaja melihat celana Pak Prabu yang menonjol.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa Bu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga apa-apa,,, cepat pak makan sosisnya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi permintaannya itu justru membuat tubuhnya semakin tidak karuan, Zuraida tidak bisa memastikan apa saja yang tengah dilakukan mulut lelaki itu dibawah selangkangannya, tapi yang pasti mulut lelaki itu cepat bergerak, menggesek bibir vaginanya semakin cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu yang tau apa yang tengah dipelototi oleh wanita itu, sengaja menggerakkan otot penisnya, memamerkan keperkasaan batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski tertutup kain celana, Dokter cantik itu pasti dapat melihat dan memastikan seberapa besar betang yang bergerak nakal“Owwwhhhh,,, Pak cepaaat habiiiskaaan,,, Aaagghhhh,,, Paak,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh wanita itu melejit, refleks terangkat saat kumis tebal Pak Prabu berhasil menyelinap dan menusuk bibir vaginanya. Lagi-lagi wanita itu harus menyesal, kenapa tadi pagi memilih celana legging yang tipis, tak mengira akan ada permainan seperti ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak jauh dari dokter cantik itu, Aryanti juga tengah berjuang membunuh rasa malunya. Komentar-komentar Adit membuat Aryanti ingin menghajar bibir pemuda itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,, tebel banget kayanya tu jembi,,, bener-bener bikin konti ku ngaceng,, jadi pengen masukin kaya malam kemarin,,, hehehee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Banyak omong ni bocah, tinggal nikmatin aja masih sempat komentar, kalo masih cerewet aku bekep mulut mu pake ni pantat,,” Aryanti benar-benar gerah dengan komentar Adit, terlintas keajadian malam itu saat bibirnya dan bibir Sintya meberikan servis pada batang Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhh,,, mauu dong dibekep ama pantat montok mu mbaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepeeet habisin,, atau ku pecahin dua telur mu ini,,,” seru Aryanti sambil mencengkram dua telur kehidupan milik Adit, dan ancamannya ternyata cukup manjur, Adit yang kesakitan segera melahap sosis yang menggantung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tampaknya wanita cantik itu tengah berusaha untuk tidak nakal, dan menyelesaikan permainan secepatnya. Tapi nafas Adit yang mendengus panas tepat mengenai bibir vaginanya yang hanya dibalut kain tipis. Lutut Aryanti gemetar, berusaha untuk tidak menurunkan pantatnya lebih dekat kewajah Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhh,,, Diiiit,,, jangan nakaaaal,,,” lirih Aryanti saat Adit dengan sengaja menggesekkan hidung ke bibir vaginanya. Mati-matian wanita itu bertahan untuk tidak lagi mengkhianti suaminya. Karena saat ini hatinya sudah cukup sakit melihat kemesraan pandangan mata suaminya dan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yaaa,, sebatas pandangan mata yang mesra, karena Aryanti percaya akan kesetiaan suaminya, lagipula dirinya yakin Zuraida bukan wanita yang mudah tergoda oleh lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi hatinya jadi penasaran, apa yang tengah dilakukan Arga pada Andini, istri dari lelaki yang tengah dikangkanginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tepat disamping Aryanti, beberapa langkah dari tempat wanita cantik itu mengangkangi wajah Adit, Arga telihat tengah digoda oleh Andini yang menarik segitiga pelindungnya kedalam belahan pantat, seolah memamerkan kulit pantat yang putih mulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sepertinya gadis itu sengaja ingin membalas ulah nakal Arga dikolam renang tadi malam. Arga tertawa lalu meremas pantat mungil Andini yang kencang, entah apa yang diucapkan Arga, hingga membuat Andini terlihat tertawa, lalu menyentil batang nya yang mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan Arga makan sosis yang menggantung. Siapapun tau, jika gadis itu tengah menggoda Arga, tapi lelaki itu hanya berani mengusap-usap paha dan pantat mulusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali Andini menurunkan tubuhnya hingga vagina yang masih terbalut celana dalam putih itu mengenai bibir Arga, tapi lelaki itu menghindar dengan membuang wajahnya ke samping sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hihihi,, ternyata Pak Arga juga jinak-jinak merpati, kalo ada istri nya sok jaim, tapi kalo ga ada,, wuuuhhhh,,, habis-habisan meqi ku dihajaaarr,,, hihihii,,” bisik Andini yang agak kesal dengan sikap sok cool lelaki itu. Sementara birahi mudanya tengah terbakar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Padahal saat itu hati Arga tengah gundah, berkali-kali matanya melirik istrinya yang tengah dinakali oleh Adit, berkali-kali pemuda itu dengan sengaja mengakat kepala agar lidahnya dapat mengusap vagina istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dilihatnya Aryanti tampak berusaha untuk bertahan, namun saat kain celana dalam yang mulai basah itu disapu oleh lidah Adit, mau tidak mau bibir seksinya melenguh menahan nikmat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara di sebelah kanannya Zuraida tampak menggeliat menahan godaan bibir Pak Prabu yang menciumi bibir vaginanya. Berkali-kali bibir nya merintih saat Pak Prabu membenamkan wajahnya setelah menggigit potongan sosis, dan dengan cepat Zuraida mengangkat kembali pantatnya dengan wajah yang tersipu malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa disadari Arga yang tengah mengamati sekitar, tiba-tiba Andini menarik celana dalamnya ke samping, lalu mengambil sosis yang menggantung dan meletakkannya di bibir vagina, perlahan pantatnya turun, mengarahkan sosis ke bibir Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeemm,,, ni cewek, bener-bener ngerjain aku dah,,,” umpat Arga, saat melihat batangan sosis terjepit di vagina Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahh,, Masa Bodoh lahh,,,” dengan cepat Arga menggigit sebagian sosis, tapi gerakannya yang terburu-buru itu justru membuat sebagian sosis yang tersisa masuk semakin dalam ke vagina Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhh,,, Paaakk,,, Jangan nakaaall,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski pelan, Rintihan Andini membuat Aryanti menoleh,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas Argaaa,,, Maaass!!!,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantung wanita itu seakan berhenti berdetak, Aryanti yang sengaja membuka sedikit penutup matanya, melihat Arga seperti tengah memasukkan batangan sosis ke dalam vagina mungil Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Aryanti juga heran, jika suaminya memang tengah menakali Andini, kenapa suaminya justru begitu takut bibirnya tersentuh vagina gadis mungil itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan giginya Arga berusaha menarik keluar batangan sosis, tapi gerakan pinggul Andini justru membuat sosis itu masuk semakin dalam. Membuat wajah Arga kebingungan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dasar,, gadis nakal,,,” gumam Aryanti kesal, “lihat apa yang bisa kulakukan pada suami mu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan Aryanti menurunkan pantatnya, membenamkan wajah Adit di belahan pantat dan vaginanya, membuat pemuda itu terkejut tapi juga kegirangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,,, Owwwhh,, wangi banget mba meqi muuu,, owwhhh,,,” Adit mendengus disela belahan vagina Aryanti, menggerak-gerakkan hidungnya seolah ingin membelah vagina Aryanti yang masih tertutup kain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini justru Aryanti yang kelimpungan, gerakan Adit membuat vaginanya begitu cepat basah, berusaha sekuat tenaga menahan lenguhan agar Arga yang berada beberapa meter darinya tidak mendengar dan menoleh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooooggghhh,, Adiiittt,,, jangan digigiiiit,,,” Aryanti terpekik tertahan, Adit yang memegangi pinggulnya tiba-tiba menekan pantat montoknya hingga wajah pemuda menghilang sepenuhnya, dan tanpa diduga mengigit bibir vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti berusaha mengangkat tubuhnya, tapi tenaga Adit mampu menahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diiitt,,, jangaaaan,, Oooowwwhh,, Aku bisaaa keluar kalooo diginiiin teruusss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti semakin kaget, disaat bibirnya merintih akibat ulahnya sendiri, saat itulah Arga menoleh, pandangan mata mereka bertemu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaaasss,, aku dikerjai Adiiiit,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeeeenghhhhkkss,,Ooooowwhhhhhsss,,,,” Aryanti melenguh menghantar orgasme dihujung tatapan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ingin sekali Aryanti menerangkan bahwa dirinya tengah dikerjai Adit, tapi sulit baginya untuk berkelit, tubuhnya yang menggelinjang orgasme telah menerangkan segalanya. Bu Sofie yang melihat permainan mulai panas justru tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo,,, cepaaaat,,, habiskan sosisnya,,, Yang cowok jangan nakal yaa,,,hahahaaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya hitung sampaai sepuluh,,, kalo ga habis bakal saya kasih sosisnya Mang Oyik lhoo,, hahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar nama nya disebut untuk ditawarkan, membuat Mang Oyik tertawa girang. “Waaahh,, bener nih punya saya mau dikasihin keteman-teman ibu?,,,heheee,,makasih Buu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeee,, jangan girang dulu,, bukan buat yang cewek,, tapi buat cowok yang kalah,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Anjrit,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeemm,,,”Serentak para cowok yang mendengar obrolan Mang Oyik dan Bu Sofie mengumpat, bergegas menghabiskan sosisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersenyum kecut, saat Pak Prabu menghentikan kenakalannya, kain celana leggins nya tampak sangat basah, entah oleh ludah Pak Prabu, entah oleh rembesan cairan vaginanya, tapi yang pasti Dokter cantik itu mampu bertahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu juga dengan Munaf dan Adit, sambil tertawa kedua orang itu mengunyah habis sosisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidah Dako yang tengah asik menikmati labia mayora milik guru cantik bernama Aida, mengumpat berkali-kali. Yaaa Aida dengan sukarela menyibak celana dalamnya ke samping karena tak mampu bertahan atas rayuan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeem,,, emang aku Maho,,,” umpat Dako, setelah menarik lidahnya dari lorong vagina Aida yang baru saja mendapat orgasme, tapi sosisnya masih utuh, belum digigit sedikitpun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil tersenyum nakal, dengan bibirnya Dako menarik lepas sosis yang masih utuh menggantung, lalu dengan mulutnya memasukkan sosis yang memiliki potongan cukup besar itu ke vagina Aida. Membuat wanita itu menjerit kaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akuu,, titip dulu,,, ntar setelah lomba baru kuambil,,,” bisik Dako, sementara Aida cuma bisa mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya untuk berdiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kakinya terlihat gemetar, menahan geli akibat sosis yang bersemayam di dalam vagina. Tersisa Arga yang kelimpungan, terpaksa mengais-ngais vagina Andini, berusaha menarik keluar sosis yang masuk semakin dalam ke vagina Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhsss,,Ni Paaak,,, aku bantu ngeluarin,,,” ucap Andini disela desahannya, mengencangkan otot vaginanya, hingga membuat batangan sosis yang tersisa sedikit itu meloncat keluar, seiring dengan cairan orgasme yang menghambur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhhh,,,” kaki Andini gemetar, orgasme diatas wajah Arga yang kelimpungan, di bawah tatapan Aryanti dan peserta lomba lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terlihat jelas wajah malu Aryanti, meski ia tau suaminya tengah dikerjai, tapi tidak bagi yang lainnya, yang hanya menonton prosesi hebohnya orgasme Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jika yang lainnya justru tertawa dan bersorak menganggap itu adalah kemenangan Arga sebagai seorang lelaki, tidak begitu halnya dengan Zuraida, wanita cantik itu terlihat sangat kecewa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Menggenggam erat ujung kaosnya untuk meredam emosi, cemburu, marah yang membaur menjadi satu. Tapi wanita itu cuma bisa terdiam, sedikitpun dirinya tidak memeliki hak untuk marah, Arga bukan suaminya, bukan pula kekasihnya, karena masa bagi dirinya dan Arga telah habis beberapa tahun yang lalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeee,,, permainan selesai,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sambil menunggu Mang Oyik mengambil minuman, kita istirahat sebentar,,,” Seru Bu Sofie, tanpa rasa bersalah setelah memberikan permainan yang begitu gila.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ingat,,, permainan selanjutnya bakal lebih gila,,, tapi bagi mereka yang menang akan mendapatkan mobil saya sebagai kenang-kenangan,,,” Sambungnya, lalu berjalan menuju ke sebuah pohon.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mereka yang awalnya ingin protes menjadi tertawa, saling pandang, tertantang untuk mendapatkan Honda CRV milik Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Beach Game II</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membiarkan jilbab putihnya tertiup angin, coba mendinginkan hatinya yang terasa begitu panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun hembusan angin pantai selatan pun tampaknya tak mampu untuk mengusir rasa gundah, kesal, cemburu yang menggulung menjadi satu dan memenuhi lubuk hatinya .</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita cantik itu sengaja menepi dari ramainya obrolan dan celoteh teman-teman suaminya, karena tak yakin dapat menyembunyikan emosi yang terukir diraut wajah nan cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uggghhhh,,, Argaaaa,,,” jemari lentiknya mematah ranting kecil dengan kesal. Berkali-kali mengumpat, menyebut nama Arga dengan rasa kesal yang begitu mendalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bukan perkara mudah bagi seorang Zuraida, disaat dirinya sekuat tenaga menahan birahi ketika gerbang dari liang kemaluannya dicumbu dengan hebat oleh lidah seorang pejantan, lelaki yang hingga kini dikaguminya justru dengan bebasnya mencumbu cairan cinta dari seorang gadis muda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sedangkan Dako,,, yaaa,, meski sempat marah saat matanya secara jelas menyaksikan bagaimana suaminya dengan begitu nakal memasukkan batangan sosis ke dalam vagina Bu Aida, tapi amarah itu tidak sebesar saat menyaksikan lidah Arga yang terjulur memasuki liang kemaluan Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, koq ga berpasangan sama aku aja tadiii,,, iikkkhhhsss,,,” terisak pelan, menyeka kelopak matanya yang berair. Emosi, cemburu dan birahi semakin berpadu merongrong hati yang tengah labil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tidak ada yang dapat dilakukannya, meski tau Arga masih menyimpan rasa terhadap dirinya, tapi status mereka tidak sendiri lagi. Sambil menyandarkan tubuhnya ke batang pohon kelapa, Zuraida coba meresapi semilir angin di tubuhnya yang berkeringat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa tidak cukup, wanita itu mengangkat tepian jilbab, dan membiarkan angin yang berpacu mencumbu leher dan kaos tipisnya. Lirikan mata Mang Oyik yang terpesona pada sepasang payudara yang tercetak jelas, tak dihiraukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Batin Zuraida berujar, Toh,, lelaki itu sudah menyaksikan bagaimana payudaranya berloncatan saat dirinya ikut lomba balap karung. Ternyata rasa kecewa dan cemburu dapat merubah hati seorang wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wooyyy,, Mang,, mlototin nenen bini orang mulu, kalo kepotong tu tangan baru nyahoo,,” seru Bu Sofie, membuat Mang Oyik yang tengah mengupas buah kelapa tersadar, tangannya bisa saja melayang kalo mata dan konsentrasi sange nya terus tertuju pada tubuh si dokter cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertawa mendengar celoteh Bu Sofie atas kekaguman Mang Oyik pada tubuhnya. Seperti inikah perasaan yang tengah dinikmati oleh para istri yang dilihatnya menggunakan rok pendek. Rasa bangga atas pengakuan para lelaki akan tubuh indah mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tidak tau pasti apa yang diinginkan oleh hatinya, tapi kini tangannya mengangkat jilbabnya lebih tinggi, mengibas-ngibaskan ujung kain itu seolah berusaha mengusir rasa gerah yang tak mampu diatasi oleh angin laut yang cukup kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida berusaha menahan tawanya saat Bu Sofie memites kepala lelaki berambut kriwel itu, sambil mengayunkan parangnya lelaki itu masih saja berusaha mencuri pandang pada payudara Zuraida yang bergoyang pelan karena kibasan tangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalau kau memang menginginkan wanita yang nakal, akupun bisa,,, dan nikmatilah rasa cemburu yang akan menderamu,,” bisik hati Zuraida, tersenyum sinis, kecantikan yang tercipta dari indah senyumnya yang menampilkan keanggunan seorang Zuraida seakan sirna, berganti dengan seringai tajam diatas hati yang bergemuruh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Matanya menatap Arga, meski tidak dapat mendengar percekapan mereka, tapi tampaknya lelaki yang hingga kini masih dikaguminya tengah kebingungan menerangkan pada Adit tentang apa yang telah terjadi saat game. Dikelilingi oleh Dako, suaminya, dan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, santai aja ngapaaa,,, Adit juga ga marah koq meqi istrinya kamu kobel-kobel pake lidah,,,hahahaaa,,” Pak Prabu tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeem,,, cuma orang gila yang ga marah bininya dikerjain ama orang, Om,,, lagian kamu emang kelewatan ya Gaaa,, sempat-sempatnya ngerjain Andini,,” Adit terus mengomel, hatinya begitu panas melihat Andini yang sukses menghambur caira orgasme ke mulut Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hadeeeehhh,,, kan aku udah bilang,, aku cuma berusaha ngeluarin sosis yang dimasukin istri mu ke meqinya, disini justru aku yang jadi korban,,,” Arga mencoba membela diri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“lagian kamu juga udah bikin bini ku orgasme juga kan?,,” Arga balik menyerang Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudaaahh,,sudaaahh,, ingat,,, ini cuma permainan,” Dako coba menengahi, “Ingatkan dengan perjanjian kita, selama tidak ada saling paksa dan intimidasi, game must go on,”.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“dan sekarang bagi yang belum pernah nyicipin istrinya Munaf, aku udah ngasih jalan,,, tapi tentunya setelah aku,hahahaa,,,” ucapan Dako yang didendangkan dengan suara pelan itu membuat para lelaki menatap tubuh Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ibu muda itu tampak begitu sulit berjalan, giginya menggigit bibir, pahanya mengatup erat persis seperti wanita yang tengah menahan hajat buang air kecil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asal kalian tau,,tadi aku liat kimpitannya sempit banget,,,dan kalian tau kenapa dia berjalan seperti itu?,,,” pertanyaan Dako membuat Pak Prabu Arga dan Adit serentak menggeleng.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Meqi nya aku jejalin sama sosis,,,, aku berani taruhan? kalo meqi istrinya Munaf emang ganas, pasti sekarang tu sosis udah ancur,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Busyeeeet,,, dasar sinting,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhh,,, gila kau Koo,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang saraf lu ya,,, pasti kesiksa banget tu Bu Guru,,,” serentak ketiganya mengumpat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeemmm,,, tapi batang ku jadi ngaceng Koo,,, kalo ada kesempatan, kita hajar aja si Aida bareng-bareng,,, liat aja tuh pantatnya nungging banget,, pasti nikmat kalo di Doggy,,,” seru Pak Prabu sambil mengelus-elus selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi gimana dengan si Munaf,,,” tanya Adit yang kelimpungan membetulkan letak batangnya yang ikut ngaceng, nyasar kesamping kiri celana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“gampang,,, Arga, nanti kau ajak Munaf jalan-jalan ya,,, kau kan udah pernah nyicipin Bu Guru cantik itu,,,” usul Pak Prabu, membuat Arga mengangguk pasrah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wooyyy,,, ada apa nih,,, lagi ngomongin istriku ya?,,,” tanya Munaf saat memergoki keempat teman kerjanya itu tengah memplototi istrinya, tangannya tampak membawa buah kelapa yang sudah dipotong pangkalnya, siap untuk dinikmati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya Naf,,, saat game tadi aku baru nyadar, ternyata istrimu cantik juga ya,, apalagi saat ngangkang di atas mulut ku tadi,,, hehehee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Juaaancuukkk,, bilang aja kau mau ngentotin istriku,, gila Kau Ko,,” Munaf menyumpah serapah mendengar pengakuan Dako. “Tapi ga segampang itu,,, karena kali ini aku bakal memprotect istriku bener-bener lebih ketat,,hehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bener nih?,,, jadi kamu bakal ngangkremin istrimu terus nih?,,, ga pengen coba ndeketin istriku,,,” tantang Dako sambil menoleh ke arah Zuraida, diikuti lelaki lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak Zuraida yang memang tengah memperhatikan Arga yang berdiri di antara suami dan teman-temannya itu menjadi bingung, apalagi para lelaki menatap tubuhnya dengan pandangan penuh nafsu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“emang geser otak ni orang ya,,, istri sendiri ditawarin ke kita-kita,,,” Munaf menggeleng-gelengkan kepala, diikuti Arga yang menahan nafas, hatinya tidak rela bila wanita berjilbab yang memiliki kenangan baginya itu dinikmati oleh teman-temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang gila kau Ko, tapi aku suka,,, hahahaha,,, kalo aku beneran bisa masukin ni batang ke meqi istrimu yang alim itu jangan marah yaa,,, hahahaa,,,” Pak Prabu terkekeh sambil mengusap-usap batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan tingkah Pak Prabu itu jelas terlihat oleh mata indah Zuraida, dan saat itu juga membuang pandangannya ke arah lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“kita buktikan saja, siapa yang beruntung,,,hehehee,,” Dako tampak begitu yakin tidak mudah untuk menaklukkan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya kita lihat saja nanti,,hahahaa,, Ehh,, dimana kau dapat kelapa itu Naf,,” tanya Pak Prabu yang tergiur dengan Munaf yang asik menyeruput air kelapa langsung dari buahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuhhh, sama Mang Oyik,, aku aja pengen nambah lagi nihh,,” Pak Prabu dan Adit segera menuju ketempat Mang Oyik disusul oleh Munaf. “Gimana Gaa,, masa kamu ga mampu ngenaklukin istriku,, keahlian mu sebagai penjahat kelamin belum hilangkan?,,” tanya Dako blak-blakan saat mereka tinggal berdua, berdiri berhadapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebenarnya apa sih yang ada diotak mu itu Ko,, dari rencana liburan, perjanjian yang ga masuk di akal, sampai permainan gila-gilaan di pantai inipun kuyakin semua adalah usulmu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako tertawa garing, lalu wajahnya berubah menjadi murung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku juga ga tau Ga,, aku hanya merasa bersalah pada istriku, sebulan yang lalu Zuraida memergoki aku selingkuh dengan Risna,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Risnaa?,,, Risna keponakanmu yang masih SMA itu? Owwwgghh kamu emang gilaa,, gilaa,,gilaa,, apa sih kurangnya Zuraida,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, kita ini sama, sama-sama cowok petualang,, kau juga sudah memiliki Aryanti yang cantik, tapi kau tetap saja bersemangat menghajar tubuh istri teman-temanmu kan?,,” meski pelan, penekanan suara Dako meninggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bahkan saat kami masih belum apa-apa kau sudah berkali-kali membuat Aida, istri Munaf terkapar, plus tubuh Lik Marni tentunya,,,dan pastinya kau juga merasa bersalah pada istrimu kan?,,” Dako menatap Arga dengan pandangan tajam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“dan Aku juga sama seperti dirimu Sob,,, aku sudah berulang kali berusaha membuang kebiasaan buruk ku ini, tapi sangat sulit, entah kenapa aku selalu tertantang untuk menaklukan wanita,” intonasi suara Dako mulai kembali datar. Matanya menatap ke laut lepas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,, kamu teman ku yang paling aku percaya, tolong bebasin aku dari rasa bersalah ini,,, Kamu tau?,, Zuraida tidak pernah sekalipun mengenakan pakaian seketat dan setipis itu di tengah orang banyak, dan aku tau saat ini dia melakukan itu bukan karena aku, tapi kamu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga hanya terdiam mendengar pengakuan sahabatnya. Apa yang dikatakan Dako memang benar adanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku juga tidak ingin membuat istriku menjadi liar, tapi aku ga tau lagi cara seperti apa agar semua terlihat natural dan mengalir apa adanya,,,” Dako menarik nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya dengan perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ko,, aku bisa menerima alasanmu itu untuk melakukan kegilaan ini, tapi itu tidak cukup, jujurlah,, sebenarnya ada apa?,,,” pertanyaan Arga menohok hati Dako. Sulit untuk berkelit dari Arga yang sudah sangat mengenal pribadinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lagi-lagi Dako menarik nafas panjang. “Mungkin aku memang gila dan psycho, Sob,,” lelaki itu menatap Arga dalam-dalam. “Aku sangat terangsang bila melihat istriku yang alim itu dicumbu oleh orang lain,, aku merasakan sakit, tapi aku juga menikmatinya,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaa,,, pantas saja kau menawarkan istrimu sama mereka juga,,,” Arga menggeleng-gelengkan kepalanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak Gaa,, kau salah,,, aku bisa merasakan itu bila kamu yang melakukannya,,, Kau ingat percumbuanmu dengan Zuraida di kost kita, sehari sebelum kau cuti dan pergi meninggalkan kami?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkaget, lagi-lagi kenangan masa lalunya kembali terkoyak. “Apaa,, apaa kau melihat semuanya?,,” tanya Arga gugup, sadar bahwa hal itu pasti sangat menyakitkan bagi Dako yang juga tengah mengharapkan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku melihat semuanya,,, dan saat itu aku baru sadar bahwa kita menginginkan gadis yang sama, aku hampir saja mendobrak masuk saat melihat Zuraida begitu pasrah dalam pelukanmu,,tapi,,,” Dako menghela nafasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi kau menghentikan cumbuan mu tanpa sebab,, sorenya, kau menghilang, meninggalkan aku dan Zuraida tanpa pesan sedikitpun.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa tanpa suara, matanya seakan dapat melihat peristiwa beberapa tahun silam. “Aku tidak mungkin menghianati sahabatku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bego!!!,,,” umpat Dako. “Akhirnya, kau justru tidak tau betapa nikmatnya keperawanan seorang Zuraida.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeeem,,, jangan manas-manasin aku gitu lah,,,” Arga melotot memukul lengan Dako dengan wajah kesal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi, kau sudah memberikan seorang wanita yang tidak kalah cantik dari Zuraida,” Arga dan Dako bersamaan menatap Aryanti yang tengah ngobrol dengan Sintya, sesekali kedua wanita itu tertawa terkikik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi,,, sekarang aku justru bingung, kenapa Aryanti bisa berubah seperti ini,,,” Arga mengegeleng-gelengkan kepala, menatap istrinya yang terlihat agak cuek saat duduk, rok nya yang lebar dan pendek tak mampu menutupi keindahan dari paha mulusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaaha,,, kita cuma bisa berharap semua kebinalan ini berakhir saat liburan ini selesai, tapi Gaaa,, kurasa istrimu memang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa? Memang nikmat? Kempotannya dahsyat? Goyangnya liar?,,, Asseeeem,, taik kau Ko,, tega bener ngehajar istriku depan belakang,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Whuhahahahaa,,, jadi kau melihat kenakalan istrimu tadi malam,,, hahahaa,, Sorry Sob, sorry banget,” Dako tertawa terpingkal, “Tapi,,,kamu ga marahkan?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeee,, busyet dah, mana ada suami yang ga marah ngeliat istrinya digenjot habis-habisan sama orang, Aaahhh,, taik kau Ko,,,” Arga bener-bener mangkel mendengar tawa Dako, tapi apa yang bisa diperbuatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi,, Game must Go on,,, dan masih ada sisa waktu untuk mendapatkan istrimu,,” lanjut Arga berusaha menghibur dirinya, sambil menatap Zuraida yang tengah digoda oleh Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, aku ingin kau yang melakukannya,, Aku hanya ingin menebus rasa bersalahku pada kalian berdua, Okeeeyyy,, ke tempat Aida dulu, kasian banget tu Bu Guru jalannya mpe tertatih gitu,, hehehehee,,,” Dako menepuk pundak Arga, lalu berjalan menghampiri Aida, dengan sedikit memaksa lelaki itu menarik Aida ke sebuah bangunan kecil yang biasa digunakan sebagai gudang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dasar bocah kentir,,, dari dulu mpe sekarang ga pernah berubah,,, doyan banget nyatroni bini orang,,,” Arga tertawa melihat tingkah Dako, tapi dalam hatinya justru menertawakan dirinya sendiri yang tak jauh berbeda dengan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga memasang kacamata hitamnya, dengan langkah pasti menghampiri Zuraida. Saat melewati meja tangannya meraih sebiji buah kelapa yang sudah dikupas ujungnya, siap untuk dinikmati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hai Zee,,, sudah minum es kelapa?,,” lelaki itu menawarkan apa yang dibawanya kepada Zuraida sambil menebar senyum lebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah,, makasih, kalo kebanyakan takutnya malah ga bisa ikut lomba lagi,, hadiahnya mobil Bu Sofie lho,,hehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga bisa melihat senyum dan tawa Zuraida tampak sangat dipaksakan, hati lelaki itu bertanya-tanya, apa yang tengah dipikirkan oleh Zuraida yang berusaha terlihat santai dan cuek.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang Oyik, toiletnya dimana ya?,,, anterin dong,,,” Zuraida berdiri, membersihkan pasir pantai yang melekat di celananya. “Gaa,, aku ke belakang dulu ya,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkaget dengan sikap Zuraida, terlihat jelas bahwa wanita itu sengaja menghindari dirinya. Arga semakin kaget saat Zuraida menggandeng tangan Mang Oyik, membuat lelaki berabut kriwel itu tersenyum girang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa dengan mu Zee?,,,” hati Arga terasa begitu sakit, tercampakkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di saat yang sama, tak seberapa jauh dari Arga yang berdiri terpaku, Andini terlihat tidak nyaman, sepertinya gadis itu sedang disindir oleh Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Din,,, kalo kamu mau ngerjain suamiku, jangan ditempat umum begini,,, kasian Mas Arga dia pasti jadi malu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya mbaaa,, aku minta maaf,,, habisnya tadi aku kebawa-bawa permainan,,, ngga lagi koq,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, iya santai aja,, gapapa koq,,, tapi hati-hati lho, batang Mas Arga tu gede banget,,,emang kamu sanggup?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang gede banget mba, tapi masih bisa masu,,, ehh,, maksud saya tubuh Pak Arga emang gede banget,,,” Andini keceplosan, wajahnya menjadi pucat dibawah tatapan curiga Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi entah kenapa, dada Aryanti tiba-tiba bergemuruh bukan karena marah, tapi justru penasaran apakah suaminya yang memiliki tubuh tinggi besar, pernah menggagahi tubuh mungil Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa sepengetahuan gadis itu, Aryanti mengagumi kecantikan Andini, senyum manisnya mengingatkan Aryanti pada salah seorang anggota JKT 48, Melody Nurhamdhani Laksani.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Din,,, pernah kepikiran ngga, main sama orang yang tinggi besar seperti Mas Arga?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,, maksud ibu?,,” Andini menyelidik, takut dirinya tengah dipancing untuk mengakui persetubuhan dirinya dengan Arga di kolam renang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nggaaa,, ngga apa-apa,,, aku cuma sering penasaran aja ngebayangin gadis mungil seperti kamu disetubuhi sama pria dengan tubuh tinggi besar,,,hehehee,, tapi lupain aja,,” terang Aryanti. “Maaf yaa,, aku nanya yang aneh-aneh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kan,, tadi malam ibuu udah liat,,aku di,, di,, digituin sama Pak Prabu,,” jawab Andini pelan dengan wajah malu-malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadi malam?,,,ohh,,,iyaaa aku lupaaa, habisnya tadi malam aku agak mabuk,,,,” Aryanti menepuk jidatnya, bagaimana bisa dirinya bisa lupa permainan kartu yang berubah jadi sangat panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu sih,, pake masukin batangnya Pak Munaf, aku jadi ikut-ikutan panas,, ujung-ujungnya malah aku yang digangbang dua cowok kesurupan,, hihihii,,” Obrolan dua wanita yang berpaut umur enam tahun lebih itu mulai mencair. Petualangan birahi memang dapat dengan cepat menyatukan keakraban anak manusia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ihh,, ibuuu,, salahin Pak Munaf tuh,, mana ada sih cewek yang tahan kalo gerbang itunya terus-terusan disundul sama helm preman,, mana tu bapak ngerengek terus minta dimasukin, ya udah aku makan aja sekalian,,,hihihi,,, ga taunya baru masuk sebentar udah langsung croot,,,hahahahaa,,,” Andini menutup mulutnya berusaha menahan tawa, teringat wajah Munaf yang kalang kabut dan harus mengakui kekalahannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi waktu sama Pak Prabu,,,koq kamu langsung dapet sih?,,,” tanya Aryanti penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Habisnyaaa,, itu nya Pak Prabu gede banget,, punyaku ampe penuh banget Bu,,,apalagi sebelumnya ni lubang udah dikerjain sama batang Pak Munaf, hihihii,,,” Andini cekikikan sambil menunjuk selangkangannya. Membuat mata Aryanti tertuju pada kemaluan Andini yang roknya sedikit terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi masih hebat ibu,, kuat banget ngeladenin Pak Prabu sama Pak Dako,,, Eeeng gimana sih bu rasanya kalo dimasukin depan belakang gitu?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Aryanti merona malu teringat kenakalannya yang ditonton oleh Andini. “hebat apanya, aku aja sekuat tenaga nahan biar ngga keluar duluan, tengsin aja kalah sama si kunyuk Dako,,, hahahaa,, habisnya tu orang sering koar-koar jago bikin tepar cewek cuma dalam beberapa tusukan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang sih,, kalo Pak Dako tangannya ga bisa diam, jago banget ngerangsang orang biar cepat keluar,,, Tapi koq ibu kayanya akrab banget sama Pak Dako,, jangan-jangan dari dulu udah sering itu ya sama Pak Dako,,hihihi,,” Gadis itu tertawa genit sambil melontarkan pertanyaan yang menyudutkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huussshh,, kamu ini,, aku akrab dengan Dako dan istrinya, Zuraida, karena dia memang tetangga ku sebelum menikah dengan Arga. tu orang emang nakal banget, untung aja Zuraida orangnya pengertian,, jadi ga mungkinlah aku ngehianatin orang yang udah baik banget ama aku,,” terang Aryanti. Sewaktu masih sendiri, rumah yang disewa Aryanti memang berada tepat di samping rumah Dako dan Zuraida yang baru menikah. Dan hubungannya dengan Zuraida cukup baik, meski sering dihias dengan celoteh nakal dari suaminya, Dako. Dari mereka berdua juga lah akhirnya Aryanti bertemu dengan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diin,, punya kamu basah yaa?,,, hayooo,, mikirin punya siapa nih,, punya Pak Prabu yang gede, batang Munaf yang gemuk, atau punya Dako yang bengkok?,,hihihii,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,,, Mbaa Yantii,, habisnya dari tadi kita ngomongin punya cowok terus sih,,, tapi tadi malam kita emang gila banget yaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaa,, nyoba-nyobain batang punya cowok, mana ukuran dan bentuknya beda-bedaa,,, Haduuuhhh,, Diiin,, punya mba basah juga nihh,,” Aryanti menjepit pahanya saat merasakan desir cairan yang merembes keluar dari lipatan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kita kembali kepada Arga yang kebingungan plus rasa sakit yang menyertai. Cukup lama dirinya terdiam, berdiskusi dengan hati yang galau. Mungkinkah Zuraida masih marah pada dirinya. Dengan berat Arga melangkahkan kaki, berharap jika memang wanita itu memang masih marah apa yang akan diterangkannya dapat diterima.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang, ngapain? Mau ngintip ya?,,,” seru Arga saat mendapati Mang Oyik celingak-celinguk mencari-cari celah untuk melihat ke dalam toilet. “Sana Gih,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada beberapa kamar kecil dibangunan itu, meski tidak jelas lagi mana toilet untuk wanita dan mana yang untuk pria, tapi kebersihan tempat itu terpelihara dengan baik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, ngapain disini,, kamu mau ngintipin aku?,, emang punya Andini tadi masih kurang?,,, hehehehee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,, apa yang kamu lihat itu salah,, justru aku yang sedang dikerjai oleh Andini,,, Aku justru memikirkanmu terus,,,” suara Arga meninggi, hatinya yang sudah dipersiapkan untuk tenang tersulut mendengar kata-kata pedas dari wanita yang dikaguminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oyaaa,,, hehehee,, gapapa koq, itu masalah mu, istrimu aja bisa santai, masa aku harus marah-marah,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,,” kedua tangan Arga mencengkram pundak Zuraida, memaksa wanita itu untuk menatapnya, mencari kebenaran dari matanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Percumaaa!!!,,, Mas Dako sudah memberikan waktu untuk kita,, tapi percumaa,,, semua sia-siaaa, aku berharap kamu masih seperti duluuu,, Tapii,,,,” setetes air mata mengalir dimata yang indah, ada kesedihan mendalam yang sulit untuk dibaca dibalik wajah cantik berbalut jilbab putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pikiran Arga semakin bingung dengan penuturan Zuraida, mungkinkah wanita itu tau dengan rencana suaminya, dan segala permainan gila yang tercipta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“MINGGIIIR,, LEPAAASIN,,,” Zuraida berontak, berusaha melepaskan tangan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, kamu salah Zeeee,, cuma kamu yang aku inginkan saat ini,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah karena frustasi, tidak tau lagi bagaimana harus menerangkan kepada wanita bertubuh semampai yang berdiri dengan goyah, Arga melumat bibir indah Zuraida, menciumi wajah cantiknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmpphhh,,, Eeeengghhhh,, heeekkss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida semakin kuat berontak, mendorong kepala Arga agar menjauh dari wajahanya, tapi sia-sia. Lelaki itu tampak kesurupan. Tangan Arga meremas bongkahan payudara Zuraida, mengusap, memilin dengan liar. Sesekali wanita itu melenguh, walau bagaimanapun rangsangan yang diberikan Arga begitu kuat. Tapi entah kenapa rasa kesalnya tak kunjung hilang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bajingan kaaauuu Gaaa,,” jemari lentik Zuraida sekuat tenaga mendorong tubuh lelaki yang kini mulai menciumi lehernya, berusaha menyelusup ke balik kain penutup kepala.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwggghhhkk,,, Ghaaaa,,,” seketika tangan lentik Zuraida menjambak rambut Arga saat bibir lelaki itu melumat putingnya yang mengeras. Sangat sulit berkelit bahwa saat ini dirinyapun tengah dilanda birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Slluuurrppsss,,, Ooowwwhhhsss,,, Zeee,, milikmuuu,,, owwwhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mendengus, membuat tubuh Zuraida yang berkeringat semakin panas oleh hembusan nafas Arga yang menderu diantara sepasang payudaranya. Puting yang berwarna merah muda itu sangat menggoda Arga untuk memberikan gigitan kecil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaarrrggh,,,” PLAAKKK,,,, PLAAAKK,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata kamuu memang ga bedaaa dengan merekaaa,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terkejut, menarik wajahnya dari payudara Zuraida. Pipinya terasa panas oleh dua hantaman yang cukup keras dari tangan lembut seorang Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asal kau tauu,, Dako itu memang liar, tapi satu yang membuatku merasa nyaman untuk terus bersamanya, Suamiku itu,,, suamiku Dako tidak pernah sekasar ini padaku,,,dia tau bagaimana cara memperlakukan seorang wanita,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengusap pipinya, menatap mata Zuraida yang penuh kemarahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“dan satu yang harus kau ingat, jangan samakan aku dengan wanita-wanita yang dengan mudah kau tiduri. Dan kurasa Pak Prabu masih jauh lebih baik dibanding dirimu,,” air mata dengan cepat membasahi pipi yang lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kau ini kenapa Zee,,, kenapa berfikir tentang ku sampai seburuk itu,,, Aku memang seperti mereka, seperti teman-temanku, seperti suami mu yang senang untuk menaklukkan wanita,,,” Arga berusaha mengatur nafasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,, aku memang sudah kasar kepadamu, tapi itu karena aku sudah tidak tau lagi bagaimana harus menerangkan apa yang terjadi,, apa yang kau lihat tidak seburuk yang kau kira,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“asal kau tau,, jauh di dalam hati ini aku selalu menyayangimu, merindukanmu, mengharapkanmu lebih dari apapun, dan jangan pernah lagi membandingkan aku dengan Dako, Pak Prabu atau lelaki lainnya, aku ya aku, lelaki bego yang rela menyerahkan wanita yang dicintainya untuk balas budi,,, ”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebenarnya Arga tidak sanggup melihat wanita yang dicintainya itu menangis, tapi saat ini tangannya terasa begitu berat untuk memeluk Zuraida, kata-kata keras dengan mudah mengalir dari mulutnya, membuat air mata sang wanita semakin deras mengalir, sesenggukan, menyembunyikan wajahnya yang pilu diantara jemari yang lentik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan,, saat semua telah terjadi, saat dirinya tersadar, pelukan selembut apapun takkan sanggup membuat keadaan lebih baik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Zee,,, maaf,,, sungguh,,, hingga saat ini tak ada yang berubah, hati ini masih mencintaimu,, Maaf,,” suara Arga terdengar getir, lalu melangkah keluar meninggalkan Zuraida di lorong yang memisahkan kamar kecil yang saling berhadapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sepeninggal Arga, tangis Zuraida semakin deras, memukul-mukul dinding, meratapi petualangan hatinya yang berakhir tragis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di balik ego nya yang begitu tinggi, sebenarnya Zuraida sangat menikmati cumbuan kasar Arga, tapi rasa cemburu kembali mengambil alih. Label sebagai wanita cantik yang tidak mudah ditaklukan para pria, digenggamnya erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seharusnya kau rayu aku,, seharusnya kau bujuk aku,,, bukan meninggalkanku seperti ini,,hikksss,, aku cuma ingin kamu Gaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bagi siapapun yang melihat kondisi Zuraida pasti akan mencibir, seorang wanita dewasa yang berpendidikan tinggi, disertai karir yang matang, meratap menangisi cinta layaknya gadis SMU belasan tahun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi itulah cinta, dapat membuat seseorang menjadi layaknya anak kecil, menafikan pikiran sehat yang selalu mereka agungkan. Dan rasa cemburu yang selalu menyertai keagungan cinta, dapat merubah mereka menjadi pribadi yang berbeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengayunkan kaki tanpa arah. Pikirannya sepenuhnya dikuasai oleh seorang wanita cantik bernama Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaakkhh,,, Ooowwwhhh,,, gapapaaaa,, biar didaaaalaaam ajaaa,, Aaagghhh,,,” Langkah Arga terhenti disebuah bangunan kecil, bangunan yang dituju oleh Dako saat menggiring si guru cantik Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang tengah kalut justru tertawa mendengar rintihan Aida, ikut menikmati tubuh montok Bu Guru cantik ini mungkin dapat sedikit membantu menenangkan pikirannya, pikir Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di dalam, Arga mendapati Adit yang tengah menunggangi tubuh Aida yang mengangkang pasrah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lhooo,, kamu Dit?,, Dako manaa?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit tertawa saat melihat wajah Arga di pintu. “Lubang Bu Guru emang sempit banget Pak,, bener-bener maknyus empotannya,,,hehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suara Adit yang menyapa Arga membuat Aida terkejut, lalu menoleh ke arah pintu, seketika wajahnya yang tengah terengah-engah pasrah menerima gempuran penis, tersipu malu. Tak lama Adit tampak mengejang, tangannya erat mencengkram pinggul Aida, menghentak kejantanannya jauh ke dalam rongga vagina, menghantar sperma ke dalam rahim si wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhh,, owwhhh,,,oowwhh,, banyak banget Diiit,,,” rintih Aida, sangat menikmati setiap semprotan yang keluar dari lubang penis. Sementara Adit tertawa bangga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya boleh ikut?,,,” tanya Arga mengeluarkan batangnya, mengurut pelan, memamerkan perkakas jumbonya kepada Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Darimana aja bray,,,” tanya Adit, melepaskan batang nya dari jepitan vagina Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adduuuuhh,,, bakal tambah bonyok nih,,,” Aida menepuk-nepuk vaginanya, seolah tengah merapal mantera agar alat tempurnya sanggup meladeni batang Arga yang kemarin telah berhasil membuatnya orgasme berkali-kali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kasian bu kalo saya make yang depan,,,” ucap Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duuuhh,,, masa yang di belakang lagi Pak,,, ya udah deehh,, tapi pelan-pelan yaa,,” Aida membalikkan tubuhnya menungging, mengangkat tinggi pantatnya, sementara kepalanya bersimpuh di lantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pelan-pelan Pak,,,” sambil membuka liang anusnya, lagi-lagi Aida memperingatkan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaawwhhh,,, katanya di belakang koq malah nusuk memek saya pak?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa, tapi terus membenamkan batangnya jauh ke dalam lorong, lalu bergerak maju mundur dengan perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duuuhhh,, penuhhh bangeeet pak,,, nikmaaat bangeeet,,, yang depaaaan aja ya paaaak,, biar sama-sama enaaaak,, owwwhh,,,” Pantat Aida bergerak menjepit maju mundur, berusaha agar batang itu tetap betah di dalam vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tenang Bu,,,cuma minta pelumasnya aja koq,, kemaren waktu saya tusuk di belakang juga enakkan?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa, tapi waktu itukan pake minyak goreng,,,” Aida pasrah saat Arga menarik keluar batangnya, dengan jarinya, Aida berusaha membuka liang anusnya lebih lebar, mempersilahkan batang Arga untuk bertandang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weeekkssss Gila,, koq tadi ga bilang kalo yang belakang boleh dipake Bu,,” Adit kaget, tidak menyangka Aida bersedia dianal, matanya mengawasi batang Arga yang perlahan menghilang ke dalam tubuh guru cantik itu melalui jalur belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit harus mengakui kelebihan yang dimiliki batang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhhhh,,, yaaa,,,masssuuukkkhhh,,” tubuh Aida melengking, meski sudah pernah merasakan nikmatnya dikerjai dari belakang, tetap saja penetrasi awal terasa sedikit perih. Aida menoleh ke belakang, “Suddaaahh masuk semuaaa paaaakk,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Belum,, tapi ini udah cukup koq,,” tangan Arga bergerak meremasi payudara Aida, mengecup punggung mulusnya, lalu menarik tubuh Aida agar lebih tegak. “Kau semakin seksi saja Aii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Aida memerah mendengar pujian Arga,, “Pak Argaa bisa ajaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeem,,koq keliahatannya mesra banget sih,,,” Adit bingung dengan tingkah Aida yang terlihat begitu serius untuk melayani setiap keinginan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Silahkaaan dinikmaati Paaakss,,,” Aida justru semakin bergairah mendengar komentar Adit, sambil berpegangan pada kursi, wanita itu menggerakkan pinggulnya, memberikan jepitan terbaik anusnya untuk memanjakan batang si pejantan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhhh,, Tuuu kaann tambah mantap aja goyangan bininya Munaf ini,,, oowwhh,,” Arga memegangi pinggul Aida untuk menyetir kecepatan ritme yang diinginkannya.“Dit,, Munaf ke manaaa,,” tanya Arga tanpa menghentikan gempurannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadi aku suruh Aryanti dan Andini menemani Munaf ngobrol, makanya aku bisa ke sini,,, hehehee,,” jawab Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar suaminya disebut-sebut, goyangan pinggul Aida justru semakin ganas, entah kenapa birahinya terlecut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaakk,,, sooddooookk depaaan duluuu paaak,,” rintih Aida. Arga yang sudah hapal dengan tingkah Aida yang ingin orgasme segera mencabut batangnya dari anus, dan tanpa ba bi bu, langsung menghajar vagina Aida dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaakk nikmaaaattss,,, penuhhh bangeeeeettss,,,Aaaggh,,, cepaaattt,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeeemm,,, kenapa tambah legit ni memeq Aaaiii,,,” Arga semakin cepat merojok batangnya ke kemaluan guru cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaakk sayaaa keluaaarrr,,, Aaauuuhhhh,,, tahaaannn,, sodoook yang daaalaaam,,,Aaaahhh,,” tubuh Aida melengking, berkelojotan liar, hingga akhirnya melemah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Balik Ai,,,” pinta Arga meminta Aida kembali telentang, sebenarnya Arga lebih senang gaya missionaris ini, karena dirinya dapat dengan jelas melihat ekspresi wanita yang tengah menikmati rojokannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida telentang, memeluk kedua pahanya, hingga lorong vagina dan anusnya terentang, memberikan pilihan bebas kepada Arga untuk menikmati mana yang diinginnya. “Aaaauuuhhhh,,, emang doyaaan lubang belakang yaaa paaak,,,” seru Aida saat Arga menusuk anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga juga,,, kali ini aku pengen nyemprot dirahim istrinya Munaf,,” jawab Arga, membuat gairah Aida kembali terlecut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaakk,,, seneng nyodok meme qsss bini orang yaaaa,,,Aaaahh,,,” Aida merentangkan kedua pahanya, mengekspos lorong vagina yang terlihat sempit. Menggoda agar vaginanya kembali disodok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahh,,, Siaaal,,, pinter banget ssiihh si Munaaaf nyari meqi,,, Aaaagghhh,,, nih rasaaiiinnn,,” lagi-lagi Arga mengganti tujuan serangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaakk,,, masukin lebih dalaaamm,,” rintih Aida saat melihat sebagian batang Arga masih di luar vaginanya. “Yaaaaooohhh,,, menthhoookk,,, aauuwww,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaakk,,, jangaaan keraasss-kerass,,” kini justru Aida yang meringis, saat dasar vaginanya digedor dengan keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
BLEEGG...“Aaaaggghhh,,,”Seketika Arga menghentikan gerakannya, “Masuk kemana tuh Ai,,” tanya Arga saat kepala penisnya menerobos lorong yang lebih sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, taaauu,,,” jawab Aida sambil meringis menahan nyeri, mengamati batang Arga yang menghilang sepenuhnya kedalam tubuhnya. “Gerakin pelaan-pelaaan,, masih enak koq,, enaaak bangeeet,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aii,, Aiddaaaa,, aku ga taahaaann,,,empotan mu semakin dahsyaaaat,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, Aidaaa,,,” Arga memeluk tubuh Aida dengan kuat. Menggencet payudara empuk dengan tubuhnya, melumat bibir ibu Guru cantik utu dengan ganas.“Naaaaaaff,, aku nitip ngecrot dimeqi istrimuuu,, Aaarrgghhh,,,” tubuh Arga berkelojotan. Disusul lengkingan orgasme dari Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit yang menyaksikan persetubuhan itu tercengang, tak pernah dirinya orgasme sedahsyat kedua orang itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kita kembali ke Zuraida yang meratapi nasib hatinya. “Bu,,, ibu ngga kenapa-kenapa kan Bu,,,” Pak Prabu yang tidak sengaja lewat, mendengar pertengkaran antara Zuraida dan Arga, cukup kaget dirinya saat mengetahui hubungan tersembunyi antara kedua insan itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun saat Arga meninggalkan wanita cantik itu menangis sendiri, hatinya menjadi iba. Tangannya yang kasar menyentuh pundak Zuraida yang masih sesenggukan menghadap dinding, penangkupkan kepalanya ke dinding dengan berlapakkan punggung tangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,, ibu memang berbeda dari wanita lainnya,,, saya tau ibu hanya ingin melakukan segalanya atas dasar cinta, dan itu tidak salah,,,” Pak Prabu mengeluarkan kata-kata bijaknya, memilih untuk bersikap dewasa daripada memuaskan hasrat tangannya untuk menggerayangi tubuh wanita cantik yang tampak lemah itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi bukan berarti ibu harus terpenjara dalam kungkungan hati yang selalu berharap lebih, cobalah untuk menikmati apa yang ibu jalani lebih apa adanya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Meski sulit, bebaskanlah dengan perlahan hasrat ibu pada lelaki yang ibu cintai itu, tanpa mengabaikan apa yang terjadi disekitar,” petuah dari Pak Prabu mengalir lembut, sementara hasratnya untuk mencumbu tubuh Zuraida mulai bergolak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya terus mengusap-usap punggung wanita itu seolah berusaha untuk menenangkan. Meski sesekali telapak tangannya nyasar kebongkahan pantat yang terpapar, seolah menunggu untuk dicumbu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebenarnya Pak Prabu sendiri kagum dengan kata-kata yang dilontarkannya, bagaimana bisa mulutnya yang terbiasa berkata kasar, mampu membuat Zuraida mengangguk mendengar petuahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi memang itu lah adanya, kata-kata Pak Prabu meresap tanpa rintangan kehati Zuraida yang tengah labil, yang tak lagi memiliki pertahanan untuk memproteksi hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lihatlah teman-teman ibu yang lebih memilih untuk menikmati hidup, tanpa mengesampingkan rasa cinta mereka kepada lelaki yang mereka kasihi, mengusir jauh rasa cemburu yang hanya akan memperburuk keadaan, mereka justru bisa tertawa lepas tanpa beban,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kata-kata dari mulai sulit untuk diterima oleh logika orang yang waras, namun lagi-lagi kepala Zuraida justru mengagguk. Wejangan yang keluar dari mulut yang berbau tembakau itu mulai menyimpang, seiring tangannya yang perlahan tapi pasti mulai bergerilya, menyentuh pelan tepian payudara si wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida bukannya tidak sadar dengan aktifitas tangan Pak Prabu, tapi saat ini hatinya tangah berusaha mencari pembenaran, pembenaran atas orgasme yang didapat Andini saat mengangkangi Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pembenaran atas orgasme yang didapat Aryanti diantara tubuh suaminya dan Pak Prabu. Pembenaran atas rengekan dan lenguhan manja Sintya saat dicumbu oleh Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Pak, aku bukan wanita seperti mereka, yang bisa acuh saat tubuhnya dinikmati lelaki yang tidak dicintainya,,, maaf,,,” Zuraida menepis tangan Pak Prabu, berusaha mendorong tubuh lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh,,, maaf,,, aku terbawa suasana, tapi kalau tidak salah aku tadi melihat dua orang pria yang kau kasihi sedang mendapatkan servis gratis dari Bu Aida,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deegg!!!,,,keterangan yang diberikan Pak Prabu tepat sasaran, menghancurkan pertahanan terakhir dari kesetiaan hati seorang wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,, apa seseorang harus memiliki alasan untuk berbuat nakal?,,” tanya Zuraida pelan, hampir tak terdengar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak, mereka hanya ingin menikmati hidup,,,” bisik Pak Prabu dengan suara yang sangat meyakinkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Air mata yang bening kembali mengalir, memproklamirkan rasa sakit yang disandang oleh hatinya yang merapuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mengapa yang lain bisa,,, Mendua dengan mudahnya,,, Sementara kita terbelenggu,,, Dalam ikatan tanpa cinta,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di antara kewarasan yang tersisa, wanita itu sadar bahwa Pak Prabu memiliki hasrat yang begitu besar atas tubuhnya. Usapan yang lembut menjelma menjadi remasan nakal. Dan, wanita itu juga sadar, jika dirinya terus diam tak berkelit, maka hanya menunggu waktu bagi tangan itu untuk menyentuh setiap bagian dari tubuhnya yang mengundang hasrat para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaakhhh,,,Eeeenghhh,,” Zuraida melenguh saat kedua payudaranya direngkuh dengan lembut oleh telapak tangan yang kasar. Bibirnya tersenyum nyinyir, mengakui ketepatan tebakannya, memang seperti inilah lelaki, tak ada yang berbeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini semua tergantung dirinya, apakah harus menepis tangan yang kini berusaha menyelinap ke dalam kaosnya, ataukah membiarkan sisi lain dari dirinya bertualang. Menikmati apa yang dinikmati oleh wanita lainnya, tanpa beban, tanpa rasa, tanpa cinta, hanya hasrat yang ingin dicecah dalam digdaya birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeengghhh,,,” tubuh wanita itu terlonjak, setelah Arga, kini giliran Pak Prabu yang menikmati ranum nya payudara seorang Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kepala lelaki yang mendekati umur 50an itu menyelinap diantara ketiak Zuraida, melahap buah dada yang dibiarkan pemiliknya dalam diam. Meski sesekali bibir sensualnya merintih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,, sakiiit,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sakiiit?,,,” Wajah Pak Prabu mendongak, menatap Zuraida yang mengangguk dengan ekspresi yang tak dapat ditebak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kena kumis saya ya?,,” Pak Prabu nyengir, wajah sangarnya jadi terlihat sangat lucu, lagi-lagi Zuraida mengangguk dengan tawa dikulum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa aku bisa seperti ini,, tersenyum dan membiarkan mulut seorang lelaki menikmati tubuhnya yang selalu terlindung oleh pakaian yang tertutup??,, ini salaaah,,, ini tidak benar,,” hati Zuraida mencoba protes.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tidak dengan tubuhnya, tangannya justru mengusap kepala Pak Prabu, merestui apa yang diinginkan lelaki itu atas tubuhnya. Parahnya lagi, tanpa sadar, pinggul Zuraida justru menyambut cumbuan batang Pak Prabu yang mulai mengeras, menggasak pantatnya dalam hijab celana legins.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Uuuggghhh,,, Paaaak,,,” wajah Zuraida tampak memelas. Mencoba memberikan perlawanan atas setiap stimulan yang diberikan pejantan dari belakang tubuhnya. Di balik rintihan, hatinya terus berkecamuk, menentang nurani dengan mencari-cari pembenaran atas perbuatannya ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan sialnya rasa cemburu, cinta yang terluka, hingga sikap sang suami yang selalu memilih hubungan yang liberal, mampu menumbangkan nurani yang kini jatuh terjerembab. Pak Prabu membalik tubuhnya, menatap dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu Dokter, Pantatmu nakal banget,,,” bisik Pak Prabu. Membuat Zuraida membuang muka, tersipu malu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa kamu tadi menolak cumbuan Arga, bukankah kamu mencintainya?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak!!!,,,” Zuraida segera menurunkan kaosnya, menyembunyikan payudaranya yang tersembul bebas. Wajahnya cemberut. Berusaha mendorong tubuh Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okee,,Okeee, sorry,,, aku takkan mengungkitnya lagi,,,sorry,,,” ”Sekarang,,, mari kita nikmati kebebasan hatimu,,, aku bersedia koq jadi alat peraga,,, dan aku takkan bilang-bilang pada yang lain,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Zuraida masih saja cemberut, padahal saat ini dirinya mulai bisa menikmati perselingkuhan hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeeenggghhh Paaaak,,,” tiba-tiba tubuh Zuraida terhimpit ke dinding, saat Pak Prabu menggasak selangkangan wanita itu dengan batang yang mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu terus menggesek-gesek selangkangan Zuraida dengan batangnya, seolah ingin memamerkan keperkasaan senjatanya, yang menjadi misteri bagi wanita yang selalu mengenakan penutup kepala itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida dapat merasakan betapa kerasnya batang yang berada dibalik celana pantai itu. Batang yang saat game tadi sempat mencuri perhatiannya. Pancingan Pak Prabu berhasil, kini mata Zuraida tertuju kebawah, dengan malu-malu, sesekali pinggulnya maju, seolah menyambut cumbuan kelamin sang penjatan dengan vagina yang mulai membasahi celana dalam dan legging nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,,” tangan Zuraida memegang pinggul Pak Prabu, mengikuti ulah Pak Prabu yang lebih dulu memegang pinggulnya. “Punya bapak nakal banget,,,Eeenghhh,,,” bisik Zuraida saat menyambut gesekan kerasnya batang Pak Prabu dengan gerbang vagina yang gemuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida yakin, seandainya pakaian bawah mereka tak tertutup pakaian, dapat dipastikan batang itu pasti sudah menyelusup kedalam tubuhnya dengan cepat. Tapi Zuraida lebih menikmati percumbuan seperti ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kenakalan yang dianggapnya masih dalam batas wajar, seperti saat game tadi. Mungkin bagi orang yang melihat akan tampak lucu, tubuh kedua insan itu begitu kompak bekerjasama, saling menggesek selangkangan mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tak yakin kau bisa mengeluarkan burung itu dari sangkarnya, tanpa harus memegangnya,,,” tantang Pak Prabu sambil meremas pantat montok Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oyaaa,,, apa yang aku dapat jika aku berhasil melakukannya?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hhhmm,, apa saja yang kau mau?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersenyum, “Aku ingin Mas Dako dikasih liburan ke Madrid, tapi hanya kami berdua,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, itu gampang, tapi jika kamu gagal,,, Aku mau,, kita melanjutkan game yang terhenti tadi,,,” jawab Pak Prabu sambil mengusap selangkangan Zuraida, membuat wanita terhenyak, menggeliat geli, lalu mengangguk dengan lemah.Hati Pak Prabu berteriak girang bukan main, tapi berusaha terlihat santai. “Okee,, jadi sekarang,, cobalah untuk membebaskan burungku, tanpa melepasnya,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu melepas kaosnya, memamerkan tubuh yang masih terlihat tegap. Meski perutnya mulai berlemak, namun dada yang bidang dipenuhi rambut-rambut halus membuat pikiran Zuraida semakin kacau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeenghhh,,,” Wanita itu melenguh, saat merasakan bibir vaginanya kembali diusap oleh tonjolan di balik celana Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida berusaha mengangkat selangkangannya lebih tinggi, mencoba menjangkau tepian celana Pak Prabu dengan selangkangannya. Sambil menekan kebawah Zuraida berusaha menarik ke bawah tepian karet celana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak ini sulit banget,, karetnya kencang bangeeetsss,,,” rengek wanita berjilbab itu, gesekan yang semakin intens membuat bibir vaginanya semakin basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Coba lah terusss,,,” pinta Pak Prabu sambil meremasi pantat Zuraida. Pak Prabu yang tidak tahan ingin memamerkan batangnya, berusaha membantu, membungkukkan badannya, agar selangkangan Zuraida bisa lebih bebas bergerak, menarik turun celananya, tapi tetap saja terasa sulit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,,,Eeengghhhhh,,, Paaak,,,” mata Zuraida melotot saat melihat kepala dari batang Pak Prabu mulai mencuat keluar. Semakin cepat pinggulnya bergerak berusaha menurunkan dengan selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan kini batang Prabu telah mencuat sepenuhnya, tapi pinggul Zuraida terus bergerak menggesek, membuat selangkangannya semakin basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudahh pak,,, burung bapak sudah keluar,,,” rintih Zuraida, matanya menatap Pak Prabu dengan wajah sendu, sementara pahanya menjepit batang Pak Prabu dengan kuat. “Burung Bapaak besar bangeeeet,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,, sudaahh keluar,, teruss?,,,” jawab Pak Prabu terdiam, meminta pendapat Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terusss,, Apaaa?,,” Zuraida menggumam tak jelas, balik bertanya, tidak tau lagi dengan petualangan seperti apa yang akan terjadi. Nafasnya menderu menikmati gerakan batang Pak Prabu di antara jepitan pahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan pak Prabu yang dari tadi terus meremasi pantat Zuraida beringsut ke atas, memegang tepian legging Zuraida. “Boleeeehh?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeengghhh,,,” Zuraida bingung, hatinya panik, lalu mengangguk ragu-ragu, tak yakin dengan keputusannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa menunggu persetujuan lebih jauh, perlahan tangan kekar Pak Prabu menarik turun legging putih yang sedari tadi menghalangi pertemuan kulit kelamin mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,,” Zuraida mencengkram tangan pak Prabu. “Yang itu jangan pak,,, saya mohooon,,,” wanita berusaha mempertahankan kain kecil yang menjadi pertahanan terakhir dari alat senggamanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,, Plisss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terkaget, saat mendengar sebutan nama yang hanya digunakan oleh Arga, tangannya melemah, menuntun tangan Pak Prabu untuk melucuti pertahanan terakhirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhh,, Paaak,,, saya ga bisaaa,,” tangannya dengan cepat menahan batang Pak Prabu yang berada tepat didepan bibir kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapaa Bu,,, pliss saya mohon,, saya ga kuat lagi buuu,,, izinin punya saya masuk,,,” rengek Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi saya benar-benar ga bisa melakukannya tanpa rasa,, rasa cintaa,,,mengertilah Pak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,, Eeemmmpphhh,,, eemmmphh,,,” Pak Prabu melumat lembut bibir Zuraida. Mata mereka berpandangan saling berkirim pesan, ciuman Pak Prabu begitu lembut membuat jantung Zuraida gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan mata Zuraida terpejam, seiring batang Pak Prabu yang menyentuh lebut klitoris kemaluannya, menggesek pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwgghhh,,,” Wanita itu melenguh saat Pak Prabu mulai memberikan tekanan untuk penetrasi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, jangan,,, Hiksss,,,,” Tiba-tiba Zuraida memundurkan pinggulnya, menjauhkan batang Pak Prabu dari bibir vagina yang menagih untuk dijejali. Tangisnya kembali tumpah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di saat dirinya berniat untuk menyambut kesenangan yang ditawarkan Pak Prabu, wajah Arga hadir bersama percumbuan panas mereka sebelum akhirnya Arga menghilang meninggalkan dirinya dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya mohon Paaak,,, Mengertilah,, ini bukan sekedar mencari kesenangan, tapi tentang janji seorang wanita,” air mata Zuraida mengalir semakin deras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhh,,, maaf,,, saya memang kelewatan,,, maaf,,,” Pak Prabu mengusap-ngusap pundak Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski dirinya bisa saja sedikit memaksa untuk menyetubuhi wanita yang tengah labil itu, entah kenapa hatinya tidak tega untuk terus mempermainkan nafsu dan perasaan wanita cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Benahi lah pakaian mu,,,” Pak Prabu membantu menurunkan kaos Zuraida yang berantakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hiikksss,, makasih pak,,, terimakasih,,,hiksss,hikss,,” entah kenapa Zuraida merasa seperti baru saja terbebas dari ujian yang besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kau memang berbeda,,, sungguh sangat beruntung lelaki yang mendapatkan cintamu,,” Pak Prabu tersenyum, lalu mengecup lembut kening Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terkaget saat keningnya dikecup dengan lembut, lalu berusaha tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,, makasih,,,” tiba-tiba Zuraida memeluk tubuh lelaki itu dengan erat. “Sudaah,, sudahh,,, jangan lama-lama memeluk saya, nanti burung nya bangun lagi lho,,, haahaaaha,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida melepas pelukannya, berusaha menahan tawanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Anggap aja tadi ujian dari setan, dan kamu sukses berhasil lepas dari ikatannya,,, hahahaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,, ya ngga gitu lah Pak,, masa setan sih,, hahahha,, justru bapak itu malaikat penolong yang menyadarkan saya,,hahahaa,,” Kali ini Zuraida tak mampu menahan tawanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi,, bila nanti saya sudah menyelesaikan janji cinta saya, mungkin kita bisa mencobanya lagi,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEGG,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terkejut dengan apa yang diucapkan oleh bibirnya, lidah memang tak bertulang.“Yang Bener,,, Yeaaahhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu tersenyum kecut, baru saja dirinya membuat janji baru, janji dengan malaikat penolongnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi boleh saya meminta panjernya dulu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maksud bapak?,,,” Tanpa memberikan jawaban, Pak Prabu kembali melumat bibir Zuraida, hingga membuat wanita itu gelagapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Plisss,, sekarang saya yang minta tolong,,,” ucap Pak Prabu dengan wajah memelas, tangannya menarik karet celana ke depan, memperlihatkan batang yang masih mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teruss,, saya mesti gimana,, tolong jangan minta saya mengoral, saya tidak pernah melakukan, walau dengan suami saya,,” bingung apa yang mesti diperbuatnya. Pak Prabu juga terlihat bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi,,, Kalo Bapak mau, bapak boleh melakukannya di luar,,,” Zuraida membalikkan tubuhnya, tangannya bertumpu ke dinding, dengan wajah malu-malu wanita itu menunggingkan pantatnya. “Kalo digesek-gesek seperti tadi bisa keluar ga Pak?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhh,, Bu Dokteeeer,,,” wajah Pak Prabu berbinar, lalu menyergap tubuh Zuraida dari belakang, tangannya segera meremas payudara ranum Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhh,,, Buuu,,,” Pak Prabu segera menggesek-gesekkan batang yang ada di dalam celananya ke bongkahan pantat Zuraida yang masih terbungkus legging.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi mereka sadar, kain yang menutupi tubuh mereka masih terlalu tebal untuk dapat saling merasakan suguhan yang ditawarkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Woooyy,,, ayooo kumpuuuul,,, bersiap untuk game terakhir,,,” Sayup-sayup terdengar teriakan lantang Bu Sofie, yang memanggil untuk berkumpul.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, yaa,, saya tauu,, waktu kita tak banyak,,, keluarkanlah burung bapak,,” Zuraida memberi perintah, tapi justru tangan lentiknya yang terhulur ke belakang, menarik keluar batang Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, Buuu,, ini jauh lebih baik,,,” dengus Pak Prabu yang segera menyelipkan batangnya dilipatan paha Zuraida, bergerak maju mundur selayaknya orang bersenggama. Zuraida yang merasakan vaginanya mendapat gesekan-gesekan dari batang mulai dilanda gairah yang tadi sempat meredup.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,,waktu kita ga banyak bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu gimana lagi Pak,,,” Zuraida menoleh, bingung bagaimana lagi untuk menyelesaikan panjer dadakan itu secepatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya sudahlah,,semoga ini bisa membantu,,tapi jangan dipelototin paak,,, saya maluu,,” dengan jantung bergemuruh, Zuraida menurunkan celana leggingnya, memamerkan pantat mulus berhias celana dalam mungil. Meski sadar ini sudah terlalu jauh, tapi kondisi memaksa melakukan itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Makaaassiiihhh,,, Bu,,, Aaaawwhhh,,, Buuu,,,” Tanpa membuang waktu Pak Prabu segera menjejalkan batangnya kelipatan paha tepat didepan bibir vagina gemuk yang tertutup kain tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggghhh,,, Paaak,,, lubangnya jangan disundul paaaak,,,” Kini giliran Zuraida yang mulai kelabakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali batang Pak Prabu yang keras menghentak bibir vaginanya, membuat sebagian kain celana dalamnya masuk ke dalam lipatan vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaghhh,,, Aaaanghh,,, Aaaangghh,,,” bibir Zuraida terpekik setiap batang Pak Prabu menggasak kain tipis yang menjadi pelindung terakhir lorong vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Serangan yang bertubi-tubi membuat kain itu semakin tertarik ke bawah, dan semakin banyak pula bagian kain yang memasuki vagina Zuraida. Tangannya yang bertumpu didinding gemetar menahan birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Alat senggamanya yang sangat sensitif, dapat merasakan sebagian dari helm kejantanan Pak Prabu, berhasil menyatroni bagian dalam kemaluan yang sudah sangat basah. “Paaak,, sayaaa ga kuaaat lagi paaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasakan nikmatnya hentakan-hentakan yang tertahan itu, membuat tubuh sang wanita semakin penasaran, pantatnya semakin menungging, berusaha memberi akses untuk hentakan yang lebih keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seolah berharap batang perkasa itu mampu merobek kain tipis yang menghalang, dan menyelusup masuk memenuhi setiap sisi rongga vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaagghhh,,, Paaak,, ” Tiba-tiba Zuraida menoleh ke belakang, wajahnya terengah-engah menahan birahi. Dengan tubuh yang berusaha menahan hentakan, wajahnya mengangguk memberi isyarat, untuk persetubuhan yang sesungguhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan lentiknya terjulur ke selangkangan untuk menyibak kain yang menjadi perhalang, kenikmatan yang tertahan. Tapi belum sempat tangannya menyentuh kain itu,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Aaaaaaaaaggghhhhh,,, Buuuuu,,, Sayaaaa keluarrrrr,,, Aaaagghhh,,, Pak Prabu menghentak dengan kuat, kerasnya sodokan Pak Prabu membuat sebagian kepala penisnya merangsek masuk ke dalam vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaggghhh,,, Tubuh mu memang nikmat banget,,,” Zuraida dapat merasakan sperma yang menghambur tertahan oleh kain, merembes membasahi bibir dan sebagian dinding kemaluan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Buuu,,, tadi ibu mau ngelepas CD yaa,,” tanya Pak Prabu masih dengan nafas memburu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhh tidaaak,, tapi hentakan bapak terlalu keras, takut membuat CD saya robek,” jawab Zuraida cepat sambil tersipu malu. Matanya tak lepas dari perkakas milik sang pejantan yang kembali dimasukkan ke dalam celana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hampir sajaa,,” Hati Zuraida menggumam, entah merasa beruntung semua tidak terjadi lebih jauh, entah merutuki kesempatan akan kenikmatan yang terbuang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Beach Game III</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang,, tempat gamenya pindah ya?,, kemana?,,” Tanya Aida, berjalan beriringan dengan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya buu,, kita pindah kesana, tempatnya lebih rindang, adem,,,” Mang oyik tampak kerepotan membawa beberapa balon yang tertiup angin, meski sudah diisi dengan air beberapa gelas air, balon itu tetap saja bergerak liar saat disapa angin yang lebih kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Didepan Mang Oyik tampak rombongan Bu Sofie yang berjalan lebih dulu menuju tempat yang dimaksud.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita bertubuh super montok itu menggelendot manja dilengan Pak Prabu. Tertawa menanggapi banyolan yang dilontarkan oleh Dako dan yang lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, tolong tangkepin tu balon Buu,,,” tiba-tiba Mang Oyik yang berusaha secepatnya tiba ditempat yang dituju, berseru pada Aida yang berjalan agak tertatih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida berusaha menangkap, tapi langkahnya tertahan. Menjepit erat pahanya, seperti menahan sesuatu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa Bu,, koq jalannya gitu,,,hehehee,,” goda Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ihhh,, kamu ini, udah nyemprotnya paling banyak, masih aja berlagak gak tau,,, banjir banget niiihhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaaa,, masa tadi ga dikeluarin dulu sih,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mana sempat,,, Bu Sofie keburu teriak-teriak suruh kita ngumpul,, Duuuhhh,, gmana ni Gaa,,, banyak banget,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Udah,, biarin aja Bu,, ntar juga kering dicelana, kalo ibu jalan kaya gitu malah ngundang perhatian suami ibu lhoo,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Apa yang diucapkan Arga ada benarnya, Aida berusaha berjalan senormal mungkin, tapi rembesan cairan yang mengalir membuat dinding vaginanya terasa geli.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihhh,,, sialaaaan,, kenapa tadi mesti buang di dalam sih,,,” Aida mulai ngedumel, tangannya berpegangan di lengan Arga, berharap dapat membantu agar jalannya bisa sedikit lebih normal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa kita tidak pakai ATV aja sih,, kayanya jauh nih jalannya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengangkat kedua pundaknya, sebagai jawaban tidak tau. “Yang depan jalan kaki, ya kita jalan kaki juga,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa disadari Arga, beberapa langkah dibelakangnya, Zuraida menatap dirinya dengan pikiran yang kacau. Bukan lagi karena cemburu, tapi karena dihantui rasa bersalah yang tiba-tiba menyergap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“All is well,,,” gumam nya pelan. Menguatkan hati yang masih terombang-ambing, layaknya gadis belia yang tengah mencari jati diri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hai Bu Dokter,,, gimana istirahatnya, udah cukup?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,,, Mas Adit, iya,, cukup,, cukup buat bikin hati plong,, hehehee,,” Zuraida kaget mendengar sapaan Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang mendengar suara Zuraida dan Adit menoleh kebelakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,” sapa Arga ramah sembari menebar senyum. Matanya berusaha membaca raut wajah wanita yang penutup kepalanya mulai terlihat lusuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membalas dengan senyum, Tak ada lagi luapan emosi diwajah cantiknya, dan itu lebih dari cukup untuk menenangkan hati Arga, lalu kembali menoleh ke depan, menanggapi kegelisahan Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hati plong?,,,Maksud ibu?,,” Adit kembali melanjutkan obrolan mereka yang terpotong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“yaaa plong aja,, hehehee,,,” Zuraida tersenyum, melangkahkan kaki dengan santai. Ternyata senyum Arga juga mampu memberikan ketenangan yang sama pada wanita itu, dan itu membuat hatinya sedikit lebih tenang, plong.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Diam-diam Adit yang berjalan disamping berdecak kagum memandangi kecantikan natural seorang Zuraida. Begitu sederhana tanpa polesan make up yang mencolok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata pemuda itu turun kebongkahan payudara yang memamerkan bentuk puting yang samar terlihat. “Ooowwwhhh,, Shiiit,,, mancung banget tu puting,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida bukannya tidak tau apa yang tengah diperhatikan oleh mata Adit, tapi dirinya sudah sangat lelah untuk menghindar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di benak Zuraida, Adit, seperti hal nya Mang Oyik yang terkagum-kagum pada tubuh indahnya, tak ada yang dapat mereka lakukan selain memandangi dan berdecak kagum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Adit yang semakin penasaran dengan tubuh semampai Zuraida, yang selama ini sangat jarang memperhatikan sosok wanita cantik itu, berkali-kali menelan ludah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil mengerem langkahnya, lagi-lagi Adit harus berdecak kagum dengan kemolekan pantat yang tidak terlalu besar, tapi bentuknya menungging seperti pantat bebek. Kencang dan padat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hhhmmm,, pasti abis ngelepas beban itu yaa?,,,hehehe,,” tiba-tiba Adit nyeletuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maksudnya?,,,” kini giliran Zuraida yang balik bertanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehee,, tuh ngalir sampai ke paha ibu,,,” Adit tertawa, matanya tertuju pada tetesan sperma yang terlihat samar dicelana leggins putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEGG!!!...Wajah Zuraida pucat seketika, jarinya segera mengelap cairan itu. “Ini,, ini cuma susu bendera cair koq, buat tambahan es kelapa tadi,,,” Wanita itu mencari alasan sekenanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Adit memandang dengan tak percaya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nihh,, manis koq,, ga percayaan banget sih jadi orang,,” dengan terpaksa Zuraida menjilat cairan itu dengan lidahnya, “Mauuu?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, aku menjilat sperma Pak Prabu,,,” Wanita itu mengumpat dalam hati. Kesal kenapa dirinya menjilat sperma itu untuk meyakinkan Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhh,, ngga,, terimakasih,,, tapi sepertinya dipantat ibu masih banyak susu yang nempel tuh,,” jawab Adit sambil menunjuk beberapa tetesan sperma yang menghambur di pantat hingga bawah selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tak mampu lagi berkelit, merasa begitu malu, pasti pemuda dihadapannya berfikir bahwa dirinya baru saja melakukan perbuatan terlarang dengan seseorang, walau sebagian tuduhan itu ada benarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuugghhhh,,, Pak Prabuuuu,,, kenapa tadi ga dibersihiiinn,,” ingin sekali wanita itu berteriak mengumpat ulah bos dari suaminya itu, tapi bukankah tadi justru dirinya sendiri yang memberikan tawaran. “Uuuhhhggg,,,” lagi-lagi bibirnya mengumpat kesal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sialnya, ketika tubuhnya membungkuk berusaha membersihkan, saat itulah Arga berbalik, melihat apa yang dilakukannya. Wajah cantik itu semakin pucat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu baik-baik aja kan Zee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ehhh,, iya,, gapapa koq,,,” Zuraida tersenyum kecut menjawab pertanyaan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cepet dikit Ga,,, aku malu kalo sampai ada yang netes, terus kelihatan sama Zuraida,,” Pinta Aida lalu menggamit tangan Arga untuk melangkah lebih cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sini mba,, biar aku bersihkan,” tawar Adit. Melepas bandana yang terikat dikepalanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,, ga usah Dit, aku bisa sendiri.” “Ststsss,, udah tenang aja mba, ga bakal kelihatan koq, lagian kalo Mba Zuraida berisik, ntar Arga sama Bu Aida di depan kita malah tau lho,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diiitt,,, ga usaaahh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ststssss,, tetap jalan dengan tenang seolah ga ada apa-apa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menutup mulutnya, apa yang dilakukan Adit sebenarnya sangat lancang. Mengusap-usap bongkahan pantat montoknya. Tak lebih dari alasan Adit untuk bisa merasakan kemolekan pantat seorang wanita yang wajahnya selalu tertutup kain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Arga yang berjalan beberapa langkah didepannya bisa saja menoleh kalo mendengar suara ributnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghh,, Adiiit,, cepet, ntar ada yang liat Or,,, Diiit!!! jangan nakaaaal,,” Dengus Zuraida, berusaha menepis tangan Adit yang awalnya mengusap, tiba-tiba berubah menjadi remasan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tangan itu terus saja membersihkan, sesekali meremas bergantian sepasang bongkahan pantat yang padat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bener-bener pemuda yang nakal,,,” gumam Zuraida, yang menoleh memperhatikan wajah Adit yang tersenyum-senyum sendiri dengan ulahnya. Namun setiap tangan pemuda itu bergerak meremas, Zuraida dapat melihat gelora nafsu yang tertahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeem,,, cute juga ternyata keponakan Bu Sofie ini,,” Zuraida mulai mengagumi wajah Adit yang cukup ganteng, seperti artis korea dengan rambut lurus yang sengaja dibikin acak-acakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah belum ngebershinnya, cepet entar kelihatan orang Dit,,,” mata Zuraida menoleh ke belakang, memastikan tak ada seorang pun di belakang mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bentar mba,,, susunya lengket banget,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Egghhh iyaa,, tapi cepet,,” langkah wanita itu sesekali berjinjit akibat ulah jari-jari Adit yang sengaja merangsek menyusuri belahan pantatnya. Matanya nanar mengawasi kedepan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhh mbaa,, sekel banget mbaa,,, indaah bangeeet,, mba pinter banget ngerawat ni daging biar tetep kenceng,, Ooowwhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ststssss,,, jangan berisik Dit,,,” jemari lentiknya mencengkram pegelangan Adit, mengingatkan pemuda itu untuk tidak berisik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaa,, yang dibawah sini dibersihin juga ngga?,, banyak banget nihh,,,” telapak tangan Adit mencaplok sepanjang garis selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tatapan mereka bertemu, bila Zuraida menahan birahi yang tersulut dengan wajah yang memerah, wajah Adit justru menunjukkan hasrat yang begitu besar, berharap diberi sedikit kesempatan untuk mengenali selangkangan wanita cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bersihinn ajaa,, ehh,,Terseraaah,, terseraaah kamuu,, tapi cepet,, Oooowwwggghhh,,, jangan diremeeees gituuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Izin yang keluar dari bibir seorang wanita cantik berjilbab itu, mengomando tangan Adit dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf mbaaa,,, aku gemeees bangeeet,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gemeeesss,,, kenapaa?,, punya istrimu bentuknya kan juga seperti ini,,,Aaasshhh,,,” Zuraida kadang heran, apa yang membuat para lelaki begitu bernafsu mengejar selangkangan para wanita, bukankah bentuknya sama, hanya sebuah liang senggama yang berbentuk vertikal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya samaaa,,, punya Andini dan Bu Sofie juga sama seperti ini,,, tapi karena ini milik mba Zuraida yang selalu mengenakan jilbab lah yang menjadikannya luar biasa,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
BUUGGG...Kata-kata Adit menohok hatinya. Menyadarkan posisinya sebagai wanita yang selalu menutup rapat bagian tubuhnya. Menyadarkannya sebagai wanita yang selalu menjaga tingkah laku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi justru karena itulah, semakin rapat seseorang menutup bagian tubuhnya, semakin besar pula rasa penasaran yang tercipta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudaaahh Diiit,,, cukup,,, Aaagghhh,,, kamu mau ngapaiiinn,,” tubuh Zuraida telonjak, kakinya menjingkit, saat dirinya asik bermain dengan fikiran, tangan Adit dengan cepat menyelusup di sela celana leggingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,, pliss jangan berisiiiik,, pliss,, Adit ngga mau mba malu diliat Arga sama Bu Sofie,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghh,,, pinter bener ni bocah manfaatin situasi,,” Hati Zuraida menggumam kesal, kondisi dan situasi memang sangat mendukung Adit untuk mengintimidasi Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhh,, Diiitt,, jangan Diiit,, pliss,,” wanita itu menatap Adit dengan wajah menghiba.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,, maaf mba,, kalo saya meminta dengan sopan untuk melakukan ini, meski di tempat yang sepi pun Mba pasti tidak akan mengizinkan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit memelas, berharap Zuraida mengendorkan cengkraman tangannya yang menahan laju tangan, “maaf banget mbaa,,, cuma saat-saat seperti ini saya bisa menyentuh bagian terindah milik Mba Zuraida,, pliss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diittt,, aku melarang karena ini salaaah,, kamu pasti mengerti itu,,, mengertilah,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tangan Adit terus saja bergerilya, merasakan langsung bagaimana mulusnya kulit pantat Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,, mulus banget,, seperti pantat bayiii,, uuuggghh,, Adit rela koq kalo ni wajah dipantatin sama Mbaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membuang pandangannya ke depan, sekaligus mengawasi Arga yang dapat kapan saja menoleh kebelakang. Meski dirinya tau Adit tengah mengeluarkan jurus gombal para lelaki, tapi tetap saja pujian itu membuatnya tersipu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diiit,, jangaaann,, ke situuu,,plisss,,,” wanita berjilbab itu menggelengkan kepala saat jarii-jari Adit berusaha menjangkau bibir kemaluannya, memandang pemuda yang memasang wajah memohon.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ugghhh,,,Kenapa ni bocah pasang wajah melas, ngarep banget ama selangkangan kuuu,,” pertahanan hati Zuraida mulai goyah, cengkramannya mengendur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwhhh,, Diiit,,” Zuraida terus menggelengkan kepalanya. Namun tidak lagi untuk menunjukkan larangan, tapi sebuah pelampiasan dari geliat birahi saat jari-jari seorang lelaki yang perlahan tapi pasti menyeruak masuk membelah liang vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantungnya berdebar kencang. Bagian paling sensitif nya itu dapat mengenali bagaimana jari-jari Adit berformasi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
1 jari Adit, jari telunjuk, menggesek bagian kacang kecil yang ada didepan gerbang. Disusul jari kedua, jari tengah yang menggeseki labia mayoranya, membuat kaki Zuraida gemetar menahan rangsangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhh,, Argaaa,, Plisss,, jangan liat ke belakaaaang,,” Jantung Zuraida berdebar, seseorang yang sangat berarti baginya, berdiri hanya beberapa meter dari tempat dirinya dikerjai. Berharap lelaki bertubuh jangkung itu tidak menoleh ke belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwgghhhh,,, Adiiittt,,, punya mba diapaaaiiinn,,,” tubuh wanita itu menggigil saat jari ketiga dari tangan Adit, jari manis yang berhiaskan cincin akiq perlahan menyelusup ke dalam vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini lengkap sudah, setiap bagian dari kemaluan wanita cantik yang selalu mengenakan penutup kepala itu, menerima pesan-pesan birahi, yang bergerak liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Zuraida tak lagi mencengkram lengan Adit, tapi justru berpegangan pada pundak pemuda itu, berusaha meredam tubuhnya yang gemetar menerima rangsangan di tengah umum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Disadarinya, cairan dari liang senggamanya mengalir deras. Membasahi jari-jari Adit. Matanya bergerak liar mengawasi sekitar, begitu takut tingkah gilanya ketahuan oleh yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhsss,,, Aaahhhhsss,,,” pantat Zuraida bergerak maju mundur, ke kiri dan ke kanan, mengikuti gerak jari Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seperti inikah rasanya kegilaan yang dialami oleh para istri saat melakoni game tadi, memacu birahi dalam kebisuan, pasrah mengikuti kehendak para pejantan?"</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Langkah kedua nya semakin pelan, semakin jauh dari rombongan. Dan gilanya Zuraida justru berharap tempat yang mereka tuju masih jauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diiitt,, jangan terlalu dalaaam,,, yaa disituuu,, Uuugghh,,,” Zuraida harus menghentikan langkahnya, menatap wajah Adit berharap untuk menyelesaikan kegilaan itu secepatnya. Menggeliat, gemetar, cemas, mengejar sesuatu yang sangat baru baginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhsss,, Diiittt,,, tarriikkk tangaaaanmuuu,, aduuuuhh,,” paha Zuraida menjepit tangan Adit dengan kuat, seiring dengan desir cairan yang menghambur keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Suddaaaah,, Ditt,,, tarik tanganmu,, maaf, tangannmu jadi ikut basah,,,” wajah Zuraida memerah. Mengamati tangan Adit yang keluar dari leggingnya dalam kondisi basah oleh cairan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, ini benar-benar gila,” tubuh Zuraida membungkuk, menopang tubuhnya dengan tangan yang bertengger dilutut, meredam kakinya yang gemetar oleh orgasme singkat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Masih tidak percaya, bagaimana bisa dirinya yang selalu menjaga perilaku bisa senekat ini, membiarkan tangan seorang lelaki mengaduk-aduk liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,,, kita kesitu dulu yuuuukkk,,,” Adit menunjuk pepohonan rimbun, dengan wajah memelas, memohon dengan memasang wajah tanpa dosanya. Sementara tangan pemuda itu meremas-remas batang di balik celananya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngapaaainnn,,, entaaaar kitaaa malah dicarriin,,,” mata Zuraida tertuju pada batang Adit yang tegak mengacung ke depan, mengarah tepat ke wajahnya yang tengah membungkuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Adit, sebuah penyelesaian dengan penetrasi di liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dibawah sadarnya, pikiran wanita itu tengah mengira-ngira seperti apakah bentuk dari batang Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaaa,, aku mauuu nyeluuup,, sebentaaaar ajaaa,, plisss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaaak Ditt,, tidaaak boleeeh,, ini sajaa sudah terlalu gila buat mbaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Plisss mbaaa,, udah ga taaahhaaan,, tolong bantuin Adit Mbaaa,,” Adit menarik karet celana pantainya, memamerkan batangnya yang bengkok ke kiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deeeg...“Diiiit,,, kenapa punya mu bisa seperti ittuuuu,,” Zuraida kaget plus bingung, seperti halnya Aryanti ketika pertama kali melihat batang Adit saat memberikan servis kilat bersama Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa taauu mbaa,, koq bisa bengkok banget seperti ini, tapi banyak koq yang suka, Mba Aryanti aja juga suka koq,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryanti??,,,” Zuraida melotot, sembari memapar wajah tak percaya. Tapi bila ingat kejadian di malam itu, apa yang dikatakan Adit bukanlah suatu hal yang mustahil. Tapi seingatnya, Aryanti dulu memang seorang gadis yang supel, tapi selalu menjaga sopan santun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Malah Mba Aryanti udah pernah nyobain. Tapi cuma sebentar sih,,, Mba juga mau nyobain?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryanti,, kamu,, vagina mu sudah pernah merasakan batang unik inii?,,,” jantung Zuraida kembali berdetak tak teratur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Batinnya bertanya-tanya, haruskah kembali mengulangi kejadian beberapa menit yang lalu, membiarkan penis seorang lelaki menghambur sperma tepat di pintu gerbang kemaluannya. Bahkan mungkin ini akan menjadi lebih gila lagi. Memang tidak sulit, dirinya cukup menurunkan celana nya dan membiarkan batang itu meyelusup masuk ke alat senggama miliknya yang sudah sangat basah. Sangat mudah, bahkan terlalu mudah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida yang tengah mengenali dunia barunya, dunia eksibis yang bebas, yang diselubungi oleh keluguan dan kealimannya, kini mulai tergoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kebimbangannya meraja, sangat ingin mencoba apa yang telah dilakukan Aryanti, memasukkan batang milik lelaki lain ke dalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantung wanita itu berdetak kencang, menatap Arga dan Bu Sofie yang mulai jauh meninggalkannya, lalu beralih menatap pepohonan rimbun yang dimaksud oleh Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ugghhh,,, haruskah aku mengangguk menerima tawaran Adit untuk disetubuhi, tapi bukankah tadi aku juga sudah menjanjikan tubuh ini untuk Pak Prabu, setelah Arga,, yaaa,, setelah Arga,,” batin Zuraida berkecamuk hebat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Zuraida menatap Adit, wajah putih dengan style remaja korea. “Diiitt,,, Engghhh,,,” kata-kata Zuraida terhenti, bingung, haruskan dirinya juga memberikan janji serupa pada pemuda itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, kamu baik-baik ajakan?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terdengar teriakan lantang dari Arga, yang bergegas menghampirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu baik-baik ajakan?,,,” terlihat wajah cemas Arga yang tak dapat disembunyikan saat mendapati tubuh Zuraida membungkuk, tampak lemas dan gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dit,, kamu apain Zee ku?,,,” suara Arga pelan tapi menebar ancaman tersembunyi pada Adit. Membuat pemuda itu mulai ketakutan, tak pernah dirinya melihat Arga seemosi itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Apalagi saat Arga mendapati batang Adit yang menyembul dari balik celana, sangat sulit untuk disembunyikan oleh pemiliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Zuraida justru termenung, “Zee ku,,,” bibir tipis wanita itu mengulang apa yang tadi dikatakan Arga, kata-kata yang mengungkapkan perasaan Arga yang masih menganggap dirinya sebagai milik lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kata yang sangat singkat, tapi mampu membuat hatinya mabuk kepayang seketika, tersanjung, bahagia, sekaligus membuat rasa bersalahnya semakin besar. “Argaa,, aku ngga apa-apa koq,,, Adit cuma mau nolong aku, ngga tau kenapa kaki ku keram, mungkin terlalu capek,,” Zuraida berusaha menenangkan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya udaahh,, kau jalan duluan sana,,” Arga menyuruh Adit dengan suara datar, berusaha menyembunyikan emosi, dari batang Adit yang mengeras, Arga mengambil asumsi bahwa pemuda itu baru saja atau hendak melecehkan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,, aku duluan, biar aku menemani Bu Sofie,,,” ucap Adit, lalu meninggalkan keduanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, ini tidak seperti yang kamu fikirkan koq,,,” Zuraida bisa membaca curiga dari wajah Arga. Dan tak ada yang bisa dilakukannya selain mengelak, tak mungkin untuk mengakui kegilaan yang baru saja terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya aku percaya koq, kamu adalah Zuraida,,,karena itu aku selalu percaya, justru aku minta maaf karena tidak tau apa yang terjadi dengan mu saat berjalan di belakangku, bagaimana dengan kakimu?,,bisa berjalan? Sini biar aku gendong,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski hati Arga ketar-ketir tak berani untuk menduga-duga tentang apa yang terjadi pada diri wanita yang membuatnya terpesona itu, Lelaki itu tetap berusaha tersenyum, mencoba menenangkan hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga usah, aku masih bisa jalan sendiri koq,,” tapi Arga tak menggubris, tangannya segera membopong tubuh Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaakkhh,,,” Zuraida terpekik, tertawa, “Gaa jangan kaya gini,, kalo gini seperti pengantin turun di pelaminan,,, hihihii,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang sudah hendak melangkah terhenti, “Yaa,, ini seperti orang yang menggelar pernikahan,,hehehee,,” lelaki itu tersenyum kecut. Entah kenapa hatinya terasa nyeri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat keduanya saling menatap, ada penyesalan dihati Zuraida menyebut kata-kata pernikahan. Yaa,, pernikahan, sebuah sesi hidup yang menunjukkan kepemilikan sepenuhnya atas diri dan hati seseorang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayoo,, aku gendong di belakang aja yuk,,,” Arga menebar senyum, mencairkan suasana. Membungkukkan tubuhnya agar Zuraida bisa naik keatas punggungnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhh,,, berat juga ya ternyata tubuhmu,,,” Arga tertawa menggoda Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,, langsing gini koq dibilang berat,,, apalagii,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apalagi apa?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeengghh,,,Apalagi punyaku kan lebih kecil dari milik istrimu,,” Zuraida merasa malu, karena sepasang benda yang tengah diperbincangkan menempel erat dipunggung Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kata siapa kecil?,,, ini aja berasa banget gedenya, apalagi kemaren waktu aku emut-emut gede juga koq,, walo gelap, tanganku masih hapal bentuk dan ukuran punya mu ini,,hahahaha,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiihh,, tu kan,, seneng banget ngeledekin,,” Zuraida mencubit lengan Arga. Teringat saat Arga mencumbu tubuhnya di kegelapan bibir pantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa,, tapi emang bener koq,,, Eehhh,, tapi koq punggung ku kayanya basah ya,, kamu ga ngompolkan hahaha,,?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nggaa,, nggaa koq,, tadi aku,, aku,, celanaku ketumpahan air kelapa tadi,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oowwhhh,,, ya gapapa sih, cuma khawatir aja ntar kamu malah masuk angin,,” Arga memiringkan kepalanya berusaha menoleh ke wajah Zuraida sambil tersenyum. Di mata Zuraida senyum itu sangat manis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, ni aku kasih mmuaahhhh,,, buat upah nggendong,,,hehehee,,” Zuraida tidak tahan untuk tidak mengecup pipi lelaki yang tengah menggendong tubuhnya. Sebuah kecupan singkat namun sarat dengan rasa kasih dan sayang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waahhh,, lagi dong,, lagii,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaha,,, udahh,, ngga boleh kemaruk,,hahaha,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah kenapa hati Zuraida serasa lebih tenang, setelah cukup lama terombang-ambing, mulai dari tersingkapnya kembali memori mereka saat pertemuan beberapa tahun lalu, yang berbuah menjadi rasa cinta yang kembali menyapa, disusul dengan hadirnya cemburu, marah, kesal, dan petualangan gila sebagai pelarian hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan kini,,, dirinya kembali memeluk lelaki yang beberapa tahun lalu bersimbah darah dipangkuannya. Dengan kedamaian hati yang tak pernah ditemukannya sebelumnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, maafin aku ya,,,” ucap Zuraida mempererat pelukannya, merebahkan kepalanya dipundak Arga. Hati kecilnya berharap, dapat terus memeluk Arga, bukan hanya saat ini, tapi selamanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf untuk apa?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Untuk apapun yang kau anggap salah,,,dan tadiii aku,,” bibir tipis Zuraida terdiam. “Kenapa tadi?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadii,, aku udah nakal,, nakal banget,,,” Ada rasa sesal dihati Zuraida, telah mengucap kejujuran, yang bisa saja merusak kedamaian yang baru saja dirasakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhhh,, sudah mulai nakal juga yaa,,, hehehee,, tapi jangan kelewatan ya sayang,,, agar aku bisa terus mengagumi mu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,,hikss,,” Zuraida tak mampu menahan air matanya, setulus itukah kasih sayang yang diberikan oleh Arga untuk dirinya. Wanita itu tau hati lelaki ini tengah menahan pedih, namun berusaha menyimpannya sendiri, dan berusaha tetap tersenyum untuk dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ehh,, jangan nangis,, malu keliatan yang lain, ntar dikira aku udah nakalin bini orang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghhh,, sebeeel,, aku kaya gini masih aja diledekin,,,” Zuraida segera mengusap air matanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi tadi aku nakalnya ga sampe kelewatan juga koq,,, ntar aku kalo mo nakal izin sama kamu dulu deeehhh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida bingung sendiri, melihat tingkahnya yang seperti anak kecil, anak kecil yang takut dimarahi karena berbuat nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lhoo,, kenapa malah izin sama aku,,, kan ada suami mu Zee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nggaaa,, aku tegasin,, kalo aku ini juga milikmu,,setidaknya saat liburan ini,, titik!!!, ga usah dibahas lagii,,,”Meski Arga tak dapat melihat wajah Zuraida yang tersipu malu setelah mengatakan itu, tapi Arga tau tidak mudah bagi Zuraida untuk mengungkapkan perasaan itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaaa,,, koq bisa gituu,, beruntung banget aku,, tapi kalo emang punyaku, berarti boleh kunakalin kapan aku mau dong,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tidak menjawab langsung, namun dari punggungnya Arga tau wanita cantik itu mengangguk, lalu terdengar suara lirih dari bibirnya, “Kapanpun Arga mau,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu lengannya memeluk pundak Arga semakin erat, merasakan bagaimana dirinya begitu dilindungi, berharap tubuhnya dapat melebur dengan tubuh lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, Zuraida kenapa?,,,” Aryanti menghampiri Arga dengan cemas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mengagetkan Zuraida yang tengah terbuai digendongan. “Koq Arga ga bilang sih kalo udah nyampe,” kaget tiba-tiba Aryanti sudah ada didepan mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu tersipu malu, karena memeluk suami dari sahabatnya itu begitu erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ngga apa-apa koq,,, cuma kaki kanan ku aja terasa keram,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menurunkan tubuh Zuraida diatas sebuah potongan batang pohon kelapa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bener ngga apa-apa?,,,” tanya Aryanti, lalu memijat kaki Zuraida pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya ga apa-apa,,, sueerr,, aku juga masih bisa ikut lomba koq,,,” Aryanti tersenyum mendengar jawaban sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bagaimana, apa kau bisa menikmati liburan ini?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar pertanyaan Aryanti itu, Zuraida sedikit kaget, apakah wanita didepannya ini memang sudah mengetahui hubungan tersenyum antara dirinya dan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya terdiam sesaat, tidak tau apa lagi yang ingin dibicarakan untuk sekedar berbasa-basi, entah kenapa kedua wanita yang sebelumnya sangat akrab ini menjadi kaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata mereka tertuju pada sosok Arga yang berjalan menjauh, menuju kumpulan para lelaki yang terlihat sibuk meniup balon.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“aku minta maaf,, aku udah cemburu pada mu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,, maksudmu?,,,” Zuraida mulai was-was, mungkinkah Aryanti akan menanyakan langsung tentang sejau mana hubungannya dengan Arga, dan membongkarnya dihadapan umum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Aryanti justru tersenyum, “Jujur,, aku tau Arga suami yang nakal, tapi aku tidak pernah marah, karena aku tau dia tidak pernah membawa serta perasaannya, dan aku percaya pada hatinya,” Aryanti menghela nafas sesaat, tangannya terus bergerak memijat kaki Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi entah kenapa, saat melihat kau dan Arga bercanda hatiku terasa sakit,,,” Aryanti tersenyum kecut, lalu beranjak, duduk di samping Zuraida, memeluk pundak sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi kurasa itu tidak lebih dari pelarian rasa bersalahku, diliburan ini aku sudah terlalu nakal, dan lagi-lagi Arga bisa memaklumi itu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yan,,, aku minta maaf, aku memang punya masa lalu dengan Arga, dan aku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, udah jangan dipikirin,, suamimu Dako udah cerita koq,,, dan aku tidak keberatan diliburan ini untuk berbagi denganmu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEGG,,,Zuraida keget dengan jawaban Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yan,,, maksudku bukan begitu, lagipula aku tetap merasa ga enak dengan dirimu,, bukan bermaksud merebut koq,,” Zuraida merasa bersalah pada sahabatnya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ststsss,, udah, udah santai aja ngga apa-apa, kalo enak dimasukin, kalo ga enak buang diluar,,, hahaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,,, koq kamu jadi genit gini sih Yan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, aku cuma ingin menikmati liburan ku, Cint,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo semua berkumpul,,, kita lanjutin permainan kita,,,” tiba2 terdengar Bu Sofie berteriak mengumpulkan pasukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Permainan kali ini sangat mudah, tetap berpasang-pasangan, dan penentuan pasangan masih seperti tadi,,Well,,,untuk menghemat waktu, apa kalian setuju bila aku yang menentukan pasangan kalian dengan bola-bola ini?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Para lelaki mengangkat pundaknya, menyerahkan semua keputusan kepada Bu Sofie yang memang terlihat begitu berkuasa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan akhirnya senyum sumringah kembali menghias bibir para lelaki. Munaf yang kali ini mendapatkan Andini dengan cepat merasakan batangnya mengeras, meski tidak tau permainan seperti apa yang bakal digelar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Pak Prabu dengan tangan terbuka menyambut Aida yang berjalan mendekat dengan malu-malu, lalu menyampirkan tangannya dipinggul wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit tersenyum puas saat mendengar Bu Sofie menarik bola dengan warna senada dengan pita milik Sintya. Memorynya dengan cepat mengingatkan lelaki itu pada permainan lidah sekretaris cantik itu saat memanjakan penisnya ditepi pantai yang gelap bersama Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako tertawa girang, mengusap-usap batang dibalik celana saat tau partnernya kali ini adalah Aryanti. Dan tingkah Dako itu membuat Aryanti tertawa tergelak. “Emang kamu mau ngapain, ini kan cuma game,,,hahaaahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi diantara mereka Zuraida dan Arga lah yang paling merasa senang, wanita itu tersenyum mengangkat gelang pitanya saat Bu Sofie mengeluarkan bola warna hijau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeeey,,, sekarang para wanita silahkan ikut saya,,, Mang Oyik,,, tolong bawain kain yang tadi ya,,,” Bu Sofie meminta penjaga cottage yang selalu setia mengiringi kemanapun wanita itu pergi, untuk membawa kain bali dengan corak dan warna yang meriah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kain yang sering digunakan para SPG untuk menyembunyikan paha mulus dan selangkangan mereka dari paparazi Semproters.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kita mau ngapain Bu?,,,” tanya Aida yang bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Bu Sofie hanya tersenyum penuh misteri. “Silahkan masuk bilik ini satu persatu,, ganti rok dan celana kalian dengan kain ini,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhh,,, ok,, tidak terlalu buruk, kain ini bahkan lebih panjang dari rok ku,, heheheee,, tapi permainan apa lagi sih Bu?,,” tanya Andini ikut penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Udah,, masuk dulu,,,jangan keluar sebelum aku menghampiri kalian satu persatu,,” teriak Bu Sofie saat para wanita satu persatu masuk kedalam bilik yang memang biasa digunakan untuk berganti pakaian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita yang mampu menjaga tubuhnya agar tetap terlihat ideal meski sudah dimakan usia itu, menyusul masuk kekamar yang dimasuki Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di dalam, Zuraida yang tengah melepas celana legginsnya sempat terkaget saat Bu Sofie memasuki biliknya. “Zuraida, lepas celana dalam mu juga ya,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehh,,, maksud ibu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pokoknya lepas aja,,,” ucapnya lagi sambil tersenyum, tapi Zuraida masih tampak bingung, terlihat enggan melepas kain kecil yang telah melindungi liang kemaluannya dari batang ganas Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolaaahh,, lepas aja,,, aku sudah berusaha menyediakan waktu untuk kalian, dan aku sudah berusaha memasangkan dirimu dengan Arga, meski suamiku sempat ngotot untuk dapat berpasangan dengan mu lagi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jadi undian bola tadi memang sudah ibu atur?,,,” Bu Sofie hanya tersenyum, menjawab pertanyaan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku merasa kalian sangat serasi, jadi tolong jangan sia-siakan kesempatan ini,, ok?,,, aku harus ke bilik yang lain,,” Bu Sofie membuka pintu hendak melangkah keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi kepala wanita itu kembali menyembul dari balik pintu untuk sekedar menegaskan. “Inget ya,, kain kecil yang penuh dengan sperma suamiku itu lepas aja,,,punya mu emang lebih cocok buat Arga, tapi jangan dihabisin, soalnya aku juga pengen nyicipin,,,hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa ini sebenarnya,,,” Zuraida tersandar lemas di dinding bilik. Ternyata game ini memang sudah direncanakan oleh Bu Sofie, dan parahnya lagi, darimana wanita itu tau tentang cairan yang membasahi celana dalamnya adalah milik suaminya, Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di bilik sebelah, bu Sofie kembali memaparkan intruksi yang sama, entah apa yang tengah direncakan oleh wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida keluar dari bilik, disusul para istri lainnya. Mata mereka saling pandang, masing-masing tau dibalik kain yang mereka kenakan tak ada kain segitiga yang melindungi alat senggama mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua membisu, cukup saling tau dengan kondisi masing-masing, dengan jantung berdegup kencang berjalan mengiringi Bu Sofie yang bersenandung riang menuju arena permainan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oke guyss,,, permainannya adalah, kalian harus menggendong pasangan kalian, sambil menggiring balon yang kalian miliki menuju garis finish,, mengerti?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maksud ibu gendong didepan?,,” tanya Aryanti ragu-ragu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa, gendong di depan, seperti monyet menggendong anaknya,,, bisa kan?,,” Bu Sofie memperagakan sambil merentangkan kedua tangannya memeluk leher Mang Oyik, kemudian meloncat dengan kaki menjepit pinggul Mang Oyik dengan cueknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah paham?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Para suami mengangguk cepat sambil tertawa, sementara para istri menayangkan wajah pucat, memaksakan untuk menganggukkan kepala mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu Aidaa,, maaf yaa,,aku pinjam suami ibu dulu,,” ucap Andini, dirinya bisa merasakan permainan ini akan menjadi lebih gila dari sebelumnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,, iya gapapa,,, kamu yang hati-hati ya, jangan sampai jatuh,” jawab Aida ragu-ragu, berusaha mengajak bercanda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolaaahh,,, nikmati permainan ini, aku sudah merelakan mobil kesayanganku bagi siapapun yang menang dari kalian,” Rupanya Bu Sofie gregetan dengan tingkah para istri yang malu-malu seperti kucing, yang berusaha menyembunyikan kebinalan mereka dari para suami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oke bersiap,,, semua wanita silahkan naik ke kuda pacuannya,,,” Bu Sofie memberi aba-aba, penggunaan istilah kuda pacuan membuat para lelaki tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deegg,,Jantung Zuraida tercekat saat membuka pahanya untuk menjepit pinggang Arga, kain yang mereka kenakan terlalu pendek, meski tubuh bagian bawah dan belakang mereka tetap terlindung, tapi di bagian depan selangkangan mereka yang telanjang bertemu langsung dengan tubuh pasangan mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Zuraida menoleh ke Aryanti, rupanya sahabatnya itu juga tengah kebingungan, berusaha menutupi selangkangan dengan kain, meski itu sia-sia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,, daleman kamu mana?,,” bisik Arga saat menyadari wanita yang tengah menjepit pinggulnya dengan erat itu tak mengenakan sehelain kain pun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa,, tadi Bu Sofie yang suruh lepas,, dan aku ga tau kalo game nya bakal seperti ini,,,” Zuraida pucat, entah kenapa dirinya takut bila Arga marah. Pasti lelaki itu tidak tau jika itu memang skenario Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan benar dugaan Zuraida, wajah Arga tampak sedikit emosi, “Gila,,, bagaimana seandainya jika kamu berpasangan dengan yang lain, dengan kemaluan terbuka seperti ini?,,,” suara Arga meninggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa,, aku minta maaf udah nurutin kemauan aneh Bu Sofie,, tapi bukankah sekarang aku denganmu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tunggu,,tunggu,,,apa Aryanti dan wanita lainnya juga tidak mengenakan celana seperti ini?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk pelan, tak berani menatap Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keributan tidak hanya terjadi pada Arga dan Zuraida, tapi juga pasangan lainnya. Munaf yang merasa mendapat durian runtuh langsung merengek pada Andini untuk memasukkan batang penisnya ke vagina mungil Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Alasan Munaf, bukankah mereka sudah pernah melakukan, tapi dibawah tatapan cemburu Adit, gadis itu menggeleng tegas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah Din,,, apa kamu tidak kangen ama batangku,,, dijamin kali ini pasti lebih lama deh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangaan,, ada mas Adit, ntar dia marah,,” Munaf tertawa mendengar jawaban Andini, sedikit lampu hijau, artinya saat lomba nanti dirinya dapat dengan bebas memasuki liang mungil itu tanpa sepengatahuan Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara disamping mereka Adit berusaha menyembunyikan hasratnya untuk menusuk vagina Sintya. Adit menahan bukan karena tak ingin, tapi karena memikirkan kondisi vagina Andini yang pastinya kini tengah mengangkangi batang Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rasa cemburunya semakain besar saat melihat gerakan tangan Munaf yang bergerak, menggeser celana agar batangnya dapat keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berbeda lagi dengan Bu Aida yang terlihat gemetar, Pak Prabu yang tidak pernah menunda setiap kesenangan yang dihidangkan dengan cepat menggoda vagina Aida dengan gesekan-gesekan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aida kini merasakan dirinya begitu binal, batang milik Pak Prabu adalah batang terakhir yang belum merasakan jepitan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Koq sudah basah banget Bu?,,,” tanya Pak Prabu, kedua tangannya memeluk pantat Aida, selain untuk menahan tubuh wanita itu, tapi juga untuk memudahkan batangnya yang bergerak menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okey,,, sudah siap?,,, perhatikan balon dihadapan kalian, dan ingat kalian harus menggiring balon yang sudah diisi air itu ke garis finish,,, mengerti?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaap,,, tapi kalo seperti ini aku lebih memilih untuk kalah aja deh,, haahhhaha,,,” Munaf tertawa, sambil menepuk-nepuk pantat Andini, dan ulahnya itu membuat Adit meradang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diiitt,,, jangan pikirkan istrimu,, dikantor kamu sering menggoda ingin kencan denganku, dan kurasa ini lebih dari itu,, apakah aku lebih jelek dari istrimu,,” ucap Sintya, membisiki telinga Adit dengan cara yang sangat menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit tertawa, matanya beralih ke payudara Sintya yang kini berada didepannya. “Ayolah buat game ini semakin panas,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini giliran Sintya yang tertawa, tau apa yang dimaksud oleh Adit. “Liat saja nanti,,” bisik Sintya tak kalah panas, tak lagi peduli dengan Pak Prabu yang kini juga terlihat bahagia dengan Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
1,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
2,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
3!!!,,, Goooo...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie berteriak memberi aba-aba penuh semangat. Kaki para lelaki dengan cepat berusaha menendang balon yang bergerak liar tertiup angin, air yang ada didalam balon tidak cukup berat untuk menahan hempasan angin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie tertawa, meski para lelaki terlihat serius melakoni lomba, wanita itu dapat melihat, bagaimana Adit menghentak batangnya ke liang kemaluan Sintya, tepat saat aba-aba Goo berkumandang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitupun dengan suaminya, Pak prabu yang memaksa Aida untuk menurunkan tubuhnya, dan menerima batang besarnya di liang vaginanya yang sudah sangat basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwgghhhh,, Paaakk,,,” Aida melenguh, akhirnya batang terakhir itu memasuki tubuhnya. Tangannya berpegangan erat berusaha agar tidak terjatuh saat pak Prabu setengah berlari mengejar balonnya yang tertiup angin cukup kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ugghhh,, apa lagi sih yang kalian tunggu,,, tinggal masukin aja koq susah bener,,,” Bu Sofie menggerutu melihat pasangan Arga dan Zuraida yang berlari sangat pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Zuraida tampak sesekali menggeliat saat batang Arga yang masih tersimpan di balik celana menyentuh bibir vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, aku ga kuaaat kalo seperti iniii,,” Zuraida merintih pilu di telinga Arga, berusaha bertahan, sudah berkali-kali tubuhnya menerima rangsangan hebat, dari pak Prabu dan Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Aryanti yang berada tidak jauh didepan mereka menatap wajah suaminya yang menahan birahi, tak berbeda dengan dirinya yang berusaha menahan laju batang Dako yang berusaha menyelusup masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masss,,,” bibir Aryanti terbuka, seolah meminta izin untuk menerima batang milik Dako ke dalam tubuhnya. Sangat sulit baginya untuk terus bertahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi di mata Arga, istrinya justru terlihat seperti tengah mendesah. Pikiran negatif menyeruak di hati lelaki itu. Mungkinkah Dako sudah berhasil menyetubuhi istrinya?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi diamnya Arga, layaknya membiarkan istrinya berselingkuh langsung di depan matanya, tapi ini adalah game, game yang sangat panas, sangat sulit bagi para wanita untuk bertahan dari rangsangan para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Masss,, aku udah ga tahaaan,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Arga menggigil, saat Aryanti menutup mata, tubuhnya beringsut turun, menyesuaikan posisi liang vaginanya dengan batang Dako yang tegak mengacung keatas, lalu menyelusup cepat ke dalam liang yang sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga dapat melihat, saat bibir sensual istrinya terbuka melenguh pelan, ketika tubuh indah itu bergerak naik turun tak teratur, bukan karena gerakan Dako yang tengah berlari mengontrol arah balon, tapi karena ulahnya sendiri yang berusaha mengejar kenikmatan di depan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Aryanti terbuka, menatap sendu, memberi pesan tentang kenikmatan yang tengah dirasakan oleh vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dakooo,,, kamu ngentotiiinn aku didepaaann Argaaaa, gilaaa,, tapi nikmaaat banget,,” pinggul Aryanti bergerak semakin cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kamu ingin kita menjauh lebih ke depan,,,agar bisa lebih bebas menikmati batangku,,” tanya Dako yang mulai kewalahan, menyetubuhi wanita yang sedang digendong, sambil mengejar balon bukan perkara yang mudah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaaakk,, tetaaap seperti iniii,,, aku benar-benar menikmati iniii,,, uuugghhhhh,, Dakooo,,, aku merasa batangmu semakin besar di vaginakuuu,,,” Aryanti tidak lagi bergerak naik turun, tapi pinggulnya bergerak maju mundur sangat cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kooo,,, aku keluaaaarrr,,,” bibir Aryanti terbuka mendesah lepas, pantatnya bergetar menjepit erat pinggul Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhhhsss,, Kooo,, batangmu keras bangeeett,,, meqi ku mpe klengeeerrrsss,,,” Aryanti seakan tak rela nikmatnya orgasme berlalu begitu cepat. Sensasi dipuaskan oleh batang milik lelaki lain tepat di depan suaminya menjadi rangsangan tersendiri baginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaan aku juga mau keluaaarr,, terus empot seperti tadiii,, enak bangeeet,,,” Dako mulai kewalahan, langkahnya tak lagi teratur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,,, mereka sudah melakukaannyaaa,,,” ucap Arga pada Zuraida yang tengah terengah-engah merasakan gesekan batang Arga yang masih terbalut celana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba langkah Dako terhenti tepat di depan mereka. Nafas lelaki itu mendengus liar, kedua tangannya mencengkram erat pantat Aryanti, menghentak maju mundur mengejar orgasmenya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Aryanti tak kalah liarnya, berusaha menekan batang Dako jauh ke dalam kemaluannya, pantatnya bergerak maju mundur dengan ritme yang kacau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaasss Dakooo,,” seru Zuraida pelan, saat kedua pasangan itu bersisian, dan saat itu jualah sperma Dako menghambur, memenuhi rahim Aryanti yang juga tengah merintih menyambut orgasmenya yang kedua.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan semangat rintihan Aryanti tak lepas dari tatapan Arga yang langkahnya sempat terhenti tepat di samping mereka. Arga tau vagina istrinya tengah menerima transfer sperma milik Dako, sebanyak apapun cairan yang keluar, liang kemaluan istrinya itu tetap pasrah menerima.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,,” wajah Zuraida yang terkejut dengan aksi Dako dan Aryanti kini menatap Arga, memberi isyarat bahwa dirinyapun ingin merasakan kenikmatan yang baru saja diterima Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ingin sekali Zuraida berteriak bahwa vaginanya juga sudah tak tahan, ingin merasakan batang penis yang memenuhi liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gayung bersambut, tangan Arga menyusur ke bawah, menarik turun celananya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini kendali sepenuhnya ditangan Zuraida, bibir vaginanya dapat merasakan gesekan dari helm kemaluan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga dan Zuraida saling tatap, “Zee,,, bolehhh?,,,” tanya Arga terengah-engah diantara langkahnya yang semakin pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk, meski dirinya selalu berharap Arga menyetubuhinya dalam suasana yang romantis, tapi saat ini kondisi benar-benar memaksa tubuhnya untuk turut merasakan kenikmatan liar yang diciptakan oleh Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan jantung dag dig dug berdenyut cepat, Zuraida menurunkan pantat mulusnya. Bibir vaginanya mencari-cari ujung dari batang milik Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, aku izin yaaa mau nakaaal,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kalimat yang keluar dari bibir tipis itu membuat Arga bener-bener gemas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi bila waniita itu mengira vaginanya yang sudah sangat basah dan terbuka lebar, akan dengan mudah menerima batang Arga, itu adalah salah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Vagina Zuraida yang memang memiliki pintu masuk yang mungil, tampak kerepotan untuk menelan helm dengan ukuran big size milik Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kegedeaaann,, ga bisa masuuuk,,,” Zuraida menggeleng-gelengkan kepala, tapi pinggulnya terus bergerak mencoba mencari posisi yang lebih pas untuk sebuah penetrasi darurat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, ayooo dong,, jangan malah diketawain,,,” dari balik jilbabnya bibir tipisnya merengek seperti anak kecil, vaginanya terasa sangat gatal, tak pernah dirinya begitu ingin disetubuhi seperti saat ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wooyyy,,, Argaaa,, perhatiin dong balon kamu larinya kemana!!!,,,” seru Bu Sofie, mengagetkan Arga dan Zuraida, saat menyadari balon mereka tak ada lagi di depan, sontak keduanya tertawa terpingkal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suara Bu Sofie seakan menyadarkan mereka yang begitu asik dengan dunia mereka berdua. Mata Zuraida kembali mengawasi suaminya Dako, yang masih berada di belakang mereka, dan untuk kesekian kalinya mengayunkan pantat Aryanti untuk menerima hujaman batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata dengan bulu yang lentik itu beralih pada Aida yang terlihat begitu kelelahan, dengan sisa tenaganya berpegangan erat dileher Pak Prabu. Tubuhnya bergerak mengikuti setiap gerakan pejantan yang tengah menggendongnya, tampak begitu pasrah menerima setiap hujaman batang besar Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lain lagi halnya dengan Adit dan Munaf yang berlari beriringan, aroma persaingan tampak jelas terlihat. Munaf begitu puas bisa mempencundangi Adit dengan memberikan orgasme pada istrinya Andini yang tidak berkutik di hadapan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara bagi Adit sendiri, ingin sekali menunjukkan bahwa dirinya masih lebih hebat dengan menghantar Sintya pada orgasme yang sangat liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, masukin yuuuk,,, ga ada yang ngeliat kita koq,,,mereka semua sibuk sendiri koq,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida kembali merengek, ingin sekali menghentak pantatnya, dan melumat batang Arga dengan paksa, tapi wanita itu seperti masi ragu untuk kenakalan yang lebih jauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, bener kamu ingin sekarang,,, tidak ingin menunggu nanti malam,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida bingung, lalu akhirnya menjawab sambil berbisik, seolah takut terdengar oleh lainnya, “Aku pengen sekarang,,,tapiii,, jangan sampai mereka tauu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tersenyum, Tangan nya segera menggenggam batang, dan mengarahkan tepat ke vagina Zuraida. Menyundul-nyundul pelan, lalu perlahan membelah tubuh wanita cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,, ooowwwhhhh,, masuuuk,,,sedikit lagiii,,, masuuuk,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mulut Zuraida terbuka lebar, matanya terpejam saat batang Arga perlahan menerobos masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sangat mudah, tidak sesulit usahanya tadi, “Aku tau kamu tadi masih ragu,” ucap Arga di sela nafas Zuraida yang tercekat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini tubuhnya telah menerima batang milik lelaki lain, perlahan terus menyelusup masuk ke bagian terdalam tubuhnya, seiring luluhnya segala digdaya kesempurnaan dirinya sebagai istri yang setia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,, seperti inikah rasa nikmat dari kejantanan mu,,” vaginanya masih berusaha memasukkan batang Arga lebih dalam, meresapi rasa nikmat yang dikumandangkan oleh liang kemaluannya yang menjepit erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,,Ooowwhhhh,,, penuuuhhh bangeeet,,,” pinggulnya mulai bergerak pelan, mencari-cari sensasi nyata yang disuguhkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Arga seakan tak percaya, akhirnya berhasil menyetubuhi wanita yang bertahun-tahun menjadi fantasi liar nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, aku entot yaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Zuraida terbuka, mengangguk pelan, berusaha melebarkan selangkangannya dengan mata mencoba mengintip kebawah, tempat dua alat senggama mereka bertemu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,, batangmu ooowwwssshh,,, jangan terlaluuu cepaaaat,,, Arrgghhhhh,,,aku bisaaa keluaaaarr,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Zuraida nanar menatap batang Arga yang bergerak cepat keluar masuk lubang kawinnya. batang pertama selain milik suaminya yang berhasil mengobok-obok lorong sempit yang selama ini dijaganya dalam biduk kesetiaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, aku keluaaaarrr,,,Adduuuuhhh gaaa,, aku pipisss,,,Aaaggghhh,,,” Kaki Zuraida berusaha memiting pinggul Arga, memaksa batang itu masuk jauh lebih dalam. Tubuhnya bergetar, menggeliat liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, kau memaaang indaaahh,, Zee,,,” batang penis Arga serasa semakin membesar, lelaki itu tidak sanggup lagi bertahan saat wajah cantik didepannya melepas orgasme sambil menatapnya penuh kenikmatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,,, kamu maauu keluaaaarr?,,, cabuuut Gaaa,, aku sedaaang subuuuur,,, aku bisa hamil Gaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar kata-kata Zuraida, Arga justru semakin bernafsu, mencengkram erat pantat Zuraida, memaksa batangnya tetap bersemayam di bagian paling dalam, merasakan empotan vagina Zuraida yang masih dilanda orgasme.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sia-sia bagi Zuraida berusaha melepas batang Arga dari vaginanya, karena saat ini kemaluannya juga tengah menagih hal yang sama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,, aku keluaaarrr,, aku keluar dirahim mu sayaaaang,,,oowgghhhh,,,” batang Arga berkedut, lalu menghambur bermili-mili sperma, menghentak dinding rahim Zuraida dengan deras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhhh,, Argaaa,,,keluarkaaan sayaaaaang,,, keluar semuaaa dirahimkuuu,,,” Zuraida menatap wajah Arga yang orgasme dengan rasa bahagia dihati. Membiarkan lelaki itu menikmati setiap detik kenikmatan yang diberikan oleh alat senggamnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kembali menjepit pinggul Arga, memaksa otot vaginanya memijat batang Arga, seakan berusaha menguras seluruh isi kantong sperma, dan menerima semua peralihan cairan itu kedalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,,, sperma mu banyak bangeeet,, kamu bisa menghamiliku,,,” bisik Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Whoooo,,, Plok,,Plok,,Plok,,Plok,,Plok,,Plok,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tepuk tangan dan sorak terdengar riuh, mengagetkan Arga dan Zuraida. Tanpa mereka sadari semua mata menatap kearah mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Zuraida memerah seperti udang rebus, turun dari tubuh Arga dengan terhuyung, kakinya begitu lemas, tak bertenaga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duduk dulu sayaaang,, kau terlihat sangat kelelahan,,” sambut Aryanti, wajahnya tersenyum menahan tawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf yaaan,, maaf banget, aku minjam suamimu ga bilang-bilang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ststsss,, udah jangan ributin itu,,,” jawab Aryanti, merapikan kain yang menutupi tubuh bagian bawah Zuraida yang hampir terlepas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey,, Pak Prabu, ngapain ngintip-ngintp, ga boleh tau,, sana gih,, haahahaa,,” Aryanti mengusir Pak Prabu yang berusaha mengintip selangkangan Zuraida. Tampak sperma milik Arga perlahan mengalir keluar dari celah sempit itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita berjilbab itu merasa sangat malu, matanya berusaha melirik wajah semua yang ada disitu, mengamati wajah para wanita yang terlihat iri dengan apa yang baru didapatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi berbeda dengan wajah para lelaki yang menatap tubuhnya dengan sangat bernafsu, seakan berharap mendapatkan keberuntungan yang sama dengan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat matanya bertemu dengan pak Prabu, lelaki berkumis tebal itu tersenyum penuh makna. "Owhh tidak,,,," Zuraida tiba-tiba teringat dan merasa sangat menyesal dengan tawaran dan janji yang diucapnya. Saat bibirnya mengucap janji yang mengucap janji pada Pak Prabu, tidak lebih dari hasrat sesaat yang terbawa suasana panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menggeleng-gelengkan kepala, otaknya bekerja mencari cara untuk lepas dari tagihan Pak Prabu atas nikmat tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,, sepertinya orgasme mu tadi dahsyat bener Ga,,,” seru Munaf, sambil terus bertepuk tangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeem,,, sejak kapan kalian nonton,, akkhh,, taik kau Naf,,, lombanya siapa yang menang,,,” Arga berusaha mengalihkan obrolan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ngga ada yang menang,,, liat aja balon kalian ngumpul di pantai semua tuh,,,hahaahaa,,,” seru Bu Sofie. Disambut gelak tawa yang lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeeey,,, masih ada waktu setengah hari untuk kita beristirat, karena nanti malam kita akan mengadakan sedikit pesta perpisahan.” Pak Prabu kembali mengambil alih komando.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada beberapa kabar, entah ini baik atau buruk untuk kalian, tergantung kalian menyikapi kabar ini, lebih jelasnya kita bicarakan nanti malam saja, Oke??,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah beberapa orang menjadi tegang, penasaran dengan kabar yang baru diterima Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Misteri Hati</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wooyy,,, Ga,,, tu bini orang mau diculik kemana ,” teriak Adit, yang sedang duduk santai di gazebo bersama Bu Sofie dan Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menoleh ke sumber suara, lalu melambaikan tangannya sambil tertawa. Di sampingnya berjalan Zuraida yang terlihat begitu feminim, jilbab hijau muda, dipadu dengan kaos lengan panjang dengan warna senada, sementara rok hitam panjang yang menutup hingga kemata kaki melekat cukup ketat, membungkus kaki jenjang yang berujung pada paha dan pinggul yang aduhai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Memangnya kau mau mengajak ku kemana?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga ada tujuan pasti, cuma ingin jalan-jalan bersamamu,,, tenang aja, kan tadi udah izin ama Dako,, kamu ngga capek kan?,,,” Arga balik bertanya sambil memandangi wajah Zuraida yang tampak tersenyum malu-malu layaknya gadis SMA yang pertama kali diajak kencan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Capek sih,, tapi ngga apa-apa, aku juga ingin jalan-jalan,,” Bibir tipis Zuraida yang bergerak menjawab pertanyaan, tak lepas dari pandangan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu cantik banget,,, lebih cantik dibanding saat kuliah dulu, kau yang sekarang terlihat lebih matang sebagai seorang wanita,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo cantik kan emang dari dulu, hehehee,,, kalo matang,,, emmhh,, mungkin proses hidup,,,” Zuraida yang berjalan sambil melipat tangan di depan dada, segera menurunkan tangannya, saat melihat mata Arga yang memandangi payudaranya yang membusung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mateng banget,,,hehehee,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,,, dasar cowok mesum, pikirannya ngga pernah jauh dari situ,,,hahahaahaa,,,” Zuraida tertawa sambil menggelng-gelengkan kepala.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya maklumlah,, aku masih normal,, Aki-aki aja banyak yang masih doyan ama begituan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menyambut tangan Arga yang perlahan menggamit jemari lentiknya. Berjalan bergandengan menyusuri bibir pantai. Sesekali kaki mereka disapa oleh ombak yang datang menghampiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaha,,,, emang bisa apa kalo udah jadi aki-aki,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lhoo,, jangan salah,,, seorang cowok, selama tangannya masih bisa mengangkat ember penuh air, ya hasrat dan pikirannya ga bisa jauh ama yang begituan,, apalagi kalo ceweknya cantik seperti kamu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahahaa,,, macam-macam ajaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiihhh,,, duduknya geseran kesana dikit dong,,,” keluh Sintya sambil mendorong tubuh Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Geser kemana lagi,, emang tempat nya sempit gini?,,” jawab Munaf, sambil menarik tubuhnya ke samping, bersandar pada pintu mobil pick up, sementara Mang Oyik hanya bisa tertawa melihat tingkah gadis disampingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sintya merengut, bibirnya manyun, wanita yang tidak terbiasa dengan angkutan darurat itu terlihat begitu gelisah, apalagi tatapan mata Mang Oyik yang berulangkali menyatroni pahanya yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngapain sih Pak Prabu pake suruh aku ikut segala,” sungutnya, tangannya berusaha menarik roknya lebih ke bawah, berharap bisa lebih menutupi pahanya yang mulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf berusaha menahan tawa, wajahnya dipalingkan ke arah jendela. Yaa,,, Munaflah dalang dari kesialan Sintya yang siang itu diminta Pak Prabu untuk menemani Munaf dan Mang Oyik ke pasar, dekat kantor kecamatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebenarnya pemandangan hamparan padi yang menghijau disepanjang jalan yang mereka lewati cukup menarik bagi orang-orang perkotaan seperti mereka, khususnya bagi Sintya. Tapi jangankan menikmati pemandangan, untuk duduk dengan tenang saja gadis itu terlihat kerepotan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pundak Munaf yang berada didepannya, berkali-kali mengambil kesempatan dengan menggesek-gesek bongkahan payudara Sintya. Sementara tangan Mang Oyik begitu terampil memainkan jari-jarinya saat memindah persneling yang berada tepat disamping Paha wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,, bapak mundur kebelakang dikit,,” pinta Sintya. Lalu memajukan badannya kedepan, menurutnya posisi ini mungkin lebih baik untuk tempat sesempit itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi, Munaf yang menarik lengannya ke belakang, dengan iseng justru meletakkan telapak tangannya di pundak Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiihhh,,, bapak ini, tangannya bisa nyamper di jok kan?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Disini?,,,” jawab Munaf seraya menurunkan tangan ke pantat Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ke atas sanderan Joooook,,,,” suara Sintya meninggi, tak mampu lagi menahan emosinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,,, ihh,,, galak banget sih,,, padahal tadi bapak lihat ikhlas banget waktu dimasukin itunya sama si Adit,” ucap Munaf sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, terserah saya dong,,, lagian itukan kondisi yang memaksa,,,” Sintya mencoba berkelit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sama dong dengan sekarang,,, kondisinya maksa banget nih Sint,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berani megang,,, saya tonjok lho Pak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaahaa,,, iya Nooon,,, iyaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dah nyampe Pak?,,, tu mini marketnya,,,” seru Mang Oyik, memotong tawa Munaf, sekaligus memecah tensi Sintya yang sedang memuncak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf keluar, menuju mini market, tapi berbalik lagi ke arah pick up. “Mang,,, mamang aja deh yang beli,, Ni duitnya Mang,,, Dji Sam Soe, dua selop,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siap Den,,,” jawab Mang Oyik, lalu bergegas menuju mini market yang merupakan satu-satunya ada di di kecamatan pesisir pantai itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tunggu,,,, tunggu,,, Pak Munaf kesini cuma buat beli rokok doang?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf tidak menjawab, tapi tertawa lebar, tak lama tawa itu berubah menjadi senyum kecut saat melihat wajah Sintya yang sekuat tenaga menahan emosi..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,,, ini benar-benar gilaa,,, kalian emang kelewatan,,,” wajah sintya tertunduk, menekuk kepalanya di pintu pick up sambil meratapi nasib sialnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Tapi tadi si Dako juga nitip kondom kan?,,,” Munaf mencoba mengingatkan Sintya tentang pesanan rekan kerja nya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ohh,, iyaa,, ya udah,,, temenin ke dalam yuk pak,,,” Sintya melangkah gontai, tubuhnya sebenarnya sudah cukup lelah setelah permainan game yang menguras banyak stamina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak berapa lama, ketiga orang itu keluar dari supermarket.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang,,, pulangnya biar aku yang nyetir ya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sintya menghela nafas, saat mendengar Munaf meminta Mang Oyik untuk bertukar tempat duduk. Bersiap untuk menghadapi kejahilan apalagi yang akan diterimanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara itu, di bagian belakang cottage, tepatnya di kamar Mang Oyik. Suara rintihan tertahan terdengar dari bibir seorang wanita, tangannya berpegangan di pinggiran meja dengan gemetar, mencoba menikmati permainan lidah seorang lelaki yang tampak begitu menikmati liang di selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhsss,, Yaaa,, disituuu,,, jilatin yaaang lembut yaaa,, ”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
perintahnya pada seorang lelaki yang tertawa-tawa dengan lidah terjulur menusuk kecelah vagina yang sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa menunggu persetujuan, wanita berparas cantik itu dengan liar menggasak mulut dan wajah lelaki yang begitu pasrah melayani segala permintaan, dengan bibir vaginanya yang sudah sangat basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah cantiknya semakin terlihat bergairah saat menyaksikan wajah seseorang yang tampak bersemangat menyeruput setiap tetes cairan pelumas yang merembes di celah alat senggamanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali ujung hidung si lelaki menyentuh pintu anusnya, membuat tubuh wanita itu semakin menggelinjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, jilat yang belakang beraaaniii ngga,,,?,,,” Mulutnya memohon, ingin mencoba sensasi yang baru.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu tak lain adalah Aryanti, teller bank cantik dengan tubuh sempurna, yang sering diidamkan para wanita. Tengah asik mengangkangi wajah Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yaa,,, siang itu, disaat yang lain tengah sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, Aryanti dan Andini justru terjebak pada situasi birahi yang liar. Awalnya kedua wanita cantik itu pergi ke dapur untuk meminjam pisau, tapi di sana mereka justru mendapati Lik Marni yang bersimbah keringat, tubuhnya terlihat bergerak lincah melayani dua pria yang menggasak kedua lubangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya sangat kaget, bukan hanya karena pertarungan 2 lawan 1 saja, tapi juga kemampuan Lik Marni mengimbangi tusukan dua bilah batang kemaluan yang menggasak kedua lubang di selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak Prabu,, sama Dako kan itu?,,,” tanya Andini berusaha menegaskan apa yang dilihatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya,,, asik banget kayanya,,, hebat juga Lik Marni, bisa ngimbangin mereka,,,” jawab Aryanti, teringat aksinya yang cukup kewalahan saat meladeni nafsu liar Pak Prabu dan Dako. “Balik aja yuk,,,” sambung Aryanti, menarik tangan Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat berbalik, mereka dikagetkan dengan kehadiran Kontet dari arah belakang. Pemuda bertubuh besar dengan perut agak buncit itu memang sering hilir mudik di cottage Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa Bu? Mencari Mang Oyik?,, maaf,, kalo ga salah tadi saya liat si mamang naik pick up ke kecamatan,,, kalo Lik Marni mungkin ada di kamarnya,” ucap Kontet, berusaha tersenyum seramah mungkin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kami cuma mau pinjam pisau pak,,,” ucap Aryanti berusaha menyembunyikan kekagetannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhhh,,, ada tu bu, ambil aja didalam,,, biasa sih Lik Marni naruh pisau di atas lemari.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eehh iya,,,, Kalo ga salah namamu Mang kontet kan?,,,,” tanya Aryanti, berusaha menguasai situasi., dan segera masuk ke dalam mencari-cari benda yang dimaksud.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontet tersenyum, saat mengikuti Aryanti ke dalam dapur, melalui kaca, di ruang sebelah tampak istri Mang Oyik tengah asik melayani dua orang lelaki, pikirannya segera berasumsi bahwa kedua wanita itu baru saja mengintip.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Kontet tersenyum nakal ke arah Andini yang menunggu didepan pintu dapur, yang memang berdampingan dengan kamar Mang Oyik, membuat hati wanita itu bergidik. Lalu berpaling menatap tubuh Aryanti dengan penuh nafsu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mana Mang? Pisaunya ngga ada?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini tau, seperti dirinya, mata Aryanti juga tidak fokus mencari pisau, tapi lebih tertarik menyaksikan live show Lik Marni dari balik kaca satu arah yang semakin panas. Namun kehadiran mereka tidak disadari oleh Lik Marni yang kini asik menduduki penis Dako, pantat besarnya bergerak turun naik dengan cepat, melumat batang Dako tanpa masalah berarti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pisaunya disini Bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aakkhhh,,, Mamang, ngapain disituuu,,,” bukan hanya Aryanti, Andini pun terkaget saat melihat Kontet berjongkok di belakang Aryanti, wajahnya tepat menghadap pantat montok Aryanti, sementara tangannya berusaha menjangkau pisau yang ada di rak bawah, melalui kedua kaki jenjang Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,, kenalaaan dikit boleeehkaaan?,,, sayaaa ngga tahan ngeliatnya buu,,,” ucap Kontet, lalu membenamkan wajahnya ke sela-sela pantat yang masih dibalut rok span longgar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,, si Mamang,,, main sosor aja, bahaya kalo kenalan dengan punya sayaaa,, bikin ketagihan lhooo,,,” Aryanti semakin kaget dengan kenekatan Kontet, tapi melihat ulah lelaki yang terlihat seperti kerbau yang kelaparan membuat bibirnya tertawa, niat usilnya muncul seketika.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Din,,, tunggu bentar yaaa,,, ada kebo yang kelaparan,, hiihihi,,,” Aryanti mengedipkan matanya kepada Andini yang bisa maklum dengan ulah usil Aryanti yang sering kumat, tapi cara menggoda Aryanti, menurut Andini yang masih hijau itu sedikit kelewatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti mencoba membungkuk dan semakin menunggingkan pantatnya, membiarkan lelaki dengan wajah amburadul itu menciumi pantatnya, sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali Kontet menggigit lembut, dan berkali-kali pula berusaha membenamkan wajah nya lebih dalam diantara belahan pantat yang tertutup kain, hingga hidung nya menggelitik anus Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,, buka yaaa,,,,” Kontet memohon sambil mengusap-usapkan wajahnya di bongkahan pantat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hhhmmm,,, boleh ngga ya?,,, Din,,, boleh ngga nih?,,” Aryanti menatap wajah Kontet yang begitu berhasrat pada bongkahan daging miliknya, bola matanya berputar genit keatas menatap langit-langit plafon, lalu berbalik menatap Andini yang bersandar didinding, menatap ulah nakal Aryanti. Mengangkat kedua pundaknya mengembalikan pertanyaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kasih aja dikit, tapi awas kebablasan lhoo mba,,,” celetuk Andini tiba-tiba, gadis itu tau, meski dilarang pun Aryanti akan tetap menggoda Kontet dengan tubuh indahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuhh,,, dibolehin koq ama teman ku,,,” Kontet nyengir lebar, “eittss,,, tapi tangannya ngga boleh ikutan lhooo,,,” serunya, ketika tangan besar berbulu ingin menyibak rok nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seakan takut kehilangan kesempatan, tanpa fikir panjang Kontet menyelusupkan kepala ke dalam rok Aryanti. “Iiihh,,, Mamaaang, pelan-pelan atuuuh, nafsu banget sih,,,hihihii,,, Aawww,,,” wanita itu hampir terjengkang ke depan, ketika kepala Kontet menyundul pantatnya, bibir tipisnya tertawa melihat ulah si penjaga cottage sebelah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tawanya terhenti seketika, saat wajah kasar yang penuh bopeng mengusap belahan kulit mulusnya. Hidungnya menghirup dalam, coba mengenali aroma dari selangkangan wanita yang begitu menggoda nafsunya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhh,,,,” Aryanti melenguh lembut, mencoba membuka selangkangannya semakin lebar. Jarinya mencengkeram tepian meja dengan kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Yanti,,,,” Andini coba mengingatkan, baginya apa yang dilakukan Aryanti sudah terlalu jauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti menoleh, lalu tersenyum, ibu jari dan telunjuknya membentuk huruf O, sebagai tanda Ok, bahwa dirinya masih bisa mengontrol permainan yang disuguhkannya kepada Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meski bibirnya masih bisa dipaksakan untuk tersenyum, namun raut wajahnya tak bisa menyembunyikan mimik birahi yang dirasakan oleh tubuhnya. Sesekali mulutnya terbuka, melepaskan lenguhan tanpa suara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara dibawah sana, diantara kedua paha nya lidah Kontet berusaha menjangkau vagina Aryanti yang terbalut kain tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kepala Andini menggeleng pelan, kembali mengingatkan Aryanti, saat wanita itu mengangkat paha kanannya dengan perlahan, wajahnya memelas, memohon sedikit pengertian dari gadis itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini Andini dapat melihat aktifitas Kontet, wajah lelaki penuh bopeng itu tenggelam di belahan pantat Aryanti, bergerak-gerak ke atas ke bawah seiring sapuan lidahnya di vagina Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa sadar Andini menyilangkan kedua kakinya, nafasnya ikut memburu, tangannya yang bersedekap di depan dada mulai gelisah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaangss,,, panas banget sih lidahnyaaa,,,eemmmhhh,,” suara Aryanti terdengar lirih. Sesekali menggigit bibirnya saat lidah Kontet berusaha menyingkap sisi kain yang menutupi belahan vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini Andini mulai cemas, celana dalam tipis yang dikenakan Aryanti seakan tak berdaya melindungi kemaluan wanita itu. Andini bergerak reflek, menggeser tubuhnya, matanya berusaha mengawasi usaha lidah Kontet yang mencoba menyingkap kain tipis yang sudah sangat basah..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti pun tidak berdiam diri, pahanya semakin membuka, seakan memberi dukungan, tubuhnya semakin membungkuk, pantatnya bergerak saat lidah Kontet sesaat berhasil mengait tepian kain dan berusaha menyibaknya, tapi kain itu terlalu ketat membungkus selangkangan montok Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Maaang,,, kamu pasti bisaaa,,,,” ucapnya, namun karet celana nya masih terlalu tangguh untuk lidah Kontet. Bukan hanya Aryanti yang dag dig dug melihat usaha Kontet, karena Andini pun mulai belingsatan, dirasakannya lipatan bibir kemaluannya mulai terasa gatal, seakan ikut merasakan geliat lidah Kontet di selangkangan Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ Mba Yaaant,,, jangan mbaa,,” seru Andini pelan tapi tegas,, matanya melotot memberi peringatan saat tangan Aryanti terjulur turun menjangkau sisi celana dalam yang menutupi bagian intimnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan lapor Mas Arga yaa,,, cuma main-main aja koq,,,, ga pake penetrasi,,,,” Aryanti memelas, meminta persetujuan Andini atas ulah nakalnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini berbalik Andini yang bingung,, bingung harus mengizinkan atau tidak, sementara nafsunya juga tengah memburu, ingin melihat sejauh mana kedua kedua anak manusia itu berulah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya kepala Andini mengangguk pelan, disambut gerak cepat Aryanti, namun tangannya bukan menyibak sisi celana dalam, tapi justru menarik turun seluruh kain segituga itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontet yang terus asik dengan selangkangan milik Aryanti, tidak menggubris interaksi kedua wanita itu, seketika terkaget saat disodori bongkahan daging putih dan mulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hidung lelaki itu bergerak maju, menoel pantat Aryanti dengan gemas, dengan sangat perlahan lidahnya yang terjulur menyapu lembut dari bagian paha yang mulus, terus menyusur menuju bongkahan pantat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafas Andini terasa begitu berat melihat aksi kontet yang mungkin bagi sebagian orang menjijikkan, kini kedua bongkahan pantat sahabatnya itu terlihat basah, mengkilat oleh air liur Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Aryanti hanya bisa mendesah menikmati servis mandi kucing ala lidah Kontet. “Lanjutin yang di tengah Maangss,,,” Aryanti membungkuk, mengitip dari sela kedua pahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pandangan kedua nya bertemu, terlihat jelas bagaimana bernafsunya pemuda bertubuh tambun itu pada lubang vagina basah dipenuhi rambut kemaluan, yang memisahkan wajahnya dan Wajah Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika Kontet kembali menjulurkan lidahnya yang panjang, Aryanti membentang pahanya semakin lebar, menunggu sapuan lidah Kontet yang mencoba menjangkau klirotisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhh,,,, teruuuuussss,,,, teruuuussssss,,,” Bibir mungil wanita itu terpekik tertahan, menggelinjang menahan geli saat lidah yang hangat memberikan sapuan panjang dari gerbang kemaluan hingga ke lubang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaaa,,,, gilaaaa bangeeeet,,,, ini benar-benar nikmat Din,, Oooowwhh,,,” rintih Aryanti dengan mata setengah terpejam, menikmati ulah Kontet yang melakukan sapuan panjang berulang-ulang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bukan hanya tubuh Aryanti yang dibasahi oleh keringat, karena Andini yang berdiri terpaku pun juga bersimbah keringat, wanita yang hanya pernah melihat adegan itu di blue film, untuk pertama kalinya menyaksikan lidah seorang lelaki menyapu lorong anus seorang wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jepitan paha Andini semakin kuat. Nafasnya memburu, ingin sekali tangannya menggaruk lorong vaginanya yang terasa begitu gatal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mangsss,,, masukin lidahnya ke belakang yaaa,,, masukin ke anus sayaaa,,,” rintih Aryanti, kedua tangannya berusaha membuka bongkahan pantat, memamerkan pintu Anus yang masih tertutup rapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat Kontet meneguk liurnya, memandang pintu anal yang mengerucut imut tepat didepan matanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwgghh,,, Oooowwwhhhgg,,, Aaakkhhh,,,, panasss bangeeeet lidah mu Maaang,,, Oooowwhhh,,,,” Aryanti melenguh, lalu merintih tertahan saat lidah yang kasar perlahan menguak pintu belakangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan kanannya berpindah, berusaha menjambak rambut Kontet yang cepak, terengah-engah membantu Kontet menikmati tubuh bagian belakangnya. “Teruss Mangss,,, mainin lidahnya di dalaaam sanaaa,,, terussshhh Owwhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diiin,,, enak banget, beneraaaan dimasukiiiin,,, ooqqhhhh,,,” tubuh Aryanti terlonjak-lonjak kegelian saat lidah panas Mang Oyik menyelusup ke dalam lorong analnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara wajah Andini tampak mengernyit jijik. Tapi saat matanya menatap Aryanti yang tampak menggeliat geli berselubung kenikmatan, terbayang sensasi yang tengah dinikmati, membayangkan lorong sempit itu menerima sapuan panas lidah seorang lelaki yang begitu berhasrat pada wanita secantik mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seru banget ya Non?,,, pasti nikmat banget tuh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba terdengar suara berat tepat disamping Andini, dengan cepat gadis itu menoleh. “Mang Oyiik,,, ngapain Mamang disini,,,” tanya nya dengan panik., tak menyangka akan kehadiran Mang Oyik yang baru datang mengantar Munaf dan Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Non,,,, ini kan memang tempat kerja saya,,,” jawab Mang Oyik berusaha sopan, tapi matanya liar memandang dada Andini yang bergerak naik turun, akibat nafas yang terasa berat. Meski tertutup kaos orange, pesonanya masih dapat membuat batang Mang Oyik siaga 1.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooaaagghh,,, eemmmgghhhhh,,, ga kuaaaat,,, Ooowwhh,,,” desahan Aryanti menyadarkan lamunan Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pasti gurih banget tu lubang,,,sluurrpp,,, beruntung banget si Kontet” ucap Mang Oyik, ikut menyandarkan tubuhnya di dinding, tepat disamping Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehee,,, pengen juga ya Mang?,,,” tanya Andini sambil tertawa., melihat ulah Mang Oyik yang menyapu bibir tebalnya dengn lidah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Non, mau ngasih?,,,” tanya Mang Oyik cepat menoleh, penuh harap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeettss,,, siapa bilang saya mau ngasih,,,” Andini reflek menutupi payudara dan selangkangannya dengan tangan, menyesal karena menggoda Mang Oyik. “Sono nohh,, minta ama tante cantik, kalo beruntung pasti dikasih juga koq,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehhh,,, adaaa Mang Oyikk yaa,,,” Aryanti menoleh tersipu malu, berusaha mendorong kepala Kontet lalu berbalik sambil merapikan rok nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Santai aja Bu,,, kita disini emang buat mbantu-bantu tamu koq,,, tu istri saya aja sampe ngos-ngosan mbantuin Pak Prabu dan Pak Dako,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Serentak Andini dan Aryanti menoleh kearah kaca yang menjadi perantara pandangan antara dapur dan kamar Mang Oyik. Tampak tubuh Lik Marni yang sedang menungging bermandikan keringat, sementara Pak Prabu tak bosan-bosan menikmati pintu belakang wanita bertubuh montok itu. Dari arah depan Dako terlihat begitu menikmati servis lidah Lik Marni yang begitu memanjakan batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhh,,, Liiik,,, aku mo ngecrot liiik,, ngecrooot,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bukannya menghindar Lik Marni justru semakin mempercepat gerakan mulutnya, dan beberapa detik selanjutnya mata wanita itu melotot, sperma Dako menyemprot kuat, tapi wanita itu berusaha menjaga batang Dako tetap berada dimulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhhh,,, Liiik,,, nikmaaaat bangeeeet,,, ooowwwgghh,,,” Dako menjambak rambut Lik Marni, sesekali memaju mundurkan pantatnya layaknya tengah menyetubuhi mulut wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tukeran dong Ko,, kayaknya enak banget nyemprot disitu,,,” Pak Prabu melepas batangnya, berpindah ke bagian depan. Dako hanya terkekeh, duduk dipinggiran ranjang, mengatur nafas untuk aksi selanjutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mamang ngga marah istrinya dipake kaya gitu,,,” tanya Andini penuh keheranan, apalagi batang yang ada dicelana lelaki itu mulai menggelembung melihat aksi istrinya. Mang Oyik mengangkat kedua pundaknya. “Kalo istri saya yang mau, saya mesti gimana lagi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu Aryanti yang cantik,,, tenang aja, tu anak penurut banget koq,,, cuma ngelakuin apa yang disuruh, jadi ga perlu takut,,,” Sambung Mang Oyik, yang melihat Aryanti mulai kesal dengan ulah Kontet yang berusaha kembali mendapatkan kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Beneeerr,,, dia ga bakal mintaaa,,, eemmhh,,,mintaa masukin tu batang kan?,,,” tanya Aryanti sambil melirik Kontet yang masih berjongkok seperti anjing yang penurut di depannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Oyik mengangguk dengan gaya yang dibuat cool. Membuat Aryanti dan Andini yang masih was-was, tertawa... Cool nggilani...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sini Teett,,, tapi pelan-pelan yaaa,,” tangan kanan wanita yang masih digantung birahi itu mengangkat rok depannya, sementara tangan kirinya meraih kepala Kontet, yang dengan cepat menghilang dibalik kain katun itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, eeemmmhh,,, tunggu sebentar ya Diiin,,, satu kali ngecrit aja koq,,,” pinta nya pada Andini yang membuang nafas panjang melihat tingkah wanita didepannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi geliat nafsu dan birahi selalu berhasil mengenyahkan kesadaran manusia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ganasnya permainan lidah Kontet di kemaluan Aryanti, membuat wanita itu harus meletakkan pantatnya keatas meja, dan membuka pahanya lebar-lebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meremas rambut Kontet dengan gemas. Melenguh liar. Sesekali mengangkat pantatnya agar lidah Kontet dapat menjangkau anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan Andini,,, kembali menjepit kedua pahanya saat menyaksikan lidah Kontet menerobos membelah vagina yang basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaang,,, tolong bantu teman sayaaa yaaa,,,” pinta Aryanti tiba-tiba. Merasa tidak enak dengan Andini yang hanya melihat kenakalannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waahhh,,, dari tadi saya juga pengen mbantuin Bu,, tapi si Non geulis nya yang ngga mau,,,” jawab Mang Oyik yang menghulurkan tangan mencoba memegang pundak Andini, tapi segera ditepis gadis itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya Udaahh sini,,, minggir dulu Tet,,,” Aryanti beranjak mendekati Andini yang terlihat bingung. Gadis itu memang sudah mengalami beberapa petualangan nakal, tapi keluguannya sebagai seorang gadis remaja membuatnya menjadi agak kikuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba Yanti mau ngapain?,,, Emmppphh,,,” mata Andini melotot ketika Aryanti melumat bibirnya. Mengajaknya untuk saling melumat dalam hisapan yang dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmppp,,, mbaaa,,, mbaaa,,,,” Andini mulai ngos-ngosan. Nafasnya tertahan oleh hisapan Aryanti yang cukup lama, hingga akhirnya tautan bibir mereka terlepas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dari tadi aku pengen banget dicium, tapi ngga mau sama mereka,,, hihihii,,, mau lagi?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini yang memang tengah bernafsu mengangguk dengan malu-malu, lalu membuka mulutnya. “Eeemmmpphhh,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan kedua wanita cantik itu kembali saling melumat, tapi kali ini tangan mereka mulai ikut aktif, saling meremas, saling mengagumi keindahan tubuh lawannya. Dan ini adalah pengalaman pertama mereka melakukan hubungan sesama jenis, yang ternyata tidak kalah mendebarkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontet yang mematung melihat aksi dua wanita itu terkaget saat tangannya ditoel oleh Mang Oyik. “Ayo Tet, hajaaar,, kamu garap yang muda, biar aku yang muasin Bu Yanti,” bisik Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rupanya Mang Oyik sudah cukup lama penasaran dengan keindahan tubuh Aryanti yang lebih matang sebagai seorang wanita. Dengan cepat lelaki itu berjongkok, lalu membenamkan wajahnya di pantat Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhhssss,,, Diiinn,,, punya ku dijilatin lagiii,,, kamu mau jugaaa?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini tidak menjawab, tapi tidak pula menolak saat Kontet menurunkan celana nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhh,,, mbaaa,,, anus kuuu diciuuumin mbaaa,, dijilaaaat jugaaa,,, Uuuggghhhh,,, geli mbaaa,,, eemmpp,,,” erangan Andini terhenti. Mulutnya dibekap oleh Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gadis muda itu mencoba mengikuti gerakan tangan Aryanti yang menyelusup kedalam kaosnya. “Mbaaa,,, nenen mbaaa,, gedeee,,, kenceeeng,,” seru nya, ketika jari-jarinya berusaha membekap kedua payudara Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ Diniii maauuu?,,,Oooowwhhhss,,, Maaaang,,, itil nyaaa jangaaaan digiiiigitt,, Eeeeengghhh,,,” Aryanti yang ingin menjawab komentar Andini menjerit, bagian mungil yang berada didepan bibir kemaluannya dihisap dengan kuat oleh Mang Oyik, hingga terasa seperti digigit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaang,, jangan ditusuuuk,,, anusss sayaaa jangan ditusuuuk,, Ooowwgghh,,” Andini balas menjerit saat merasakan jari-jari kontet mencoba menyelusup ke pintu belakangnya. Kaki gadis itu sampai berjinjit karena ulah Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhh,,, Maang,,,” Andini lagi-lagi menjerit, jari-jari kontet yang besar, beralih menusuk-nusuk liang vaginanya. Pegangann tangannya beralih mencengkram tangan Kontet, tapi cengkraman itu melemah seiring lidah kontet yang kembali menyelusup kedalam anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, boleeeh sayaaa tussuuuk jugaaa,” bisik Mang Oyik lembut ditelinga Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“kalo tusuk pake tangan boleeh,, tapi kalo dientot,,, saya ngga maaauu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Oyik menggesek-gesekan batangnya yang sudah mengeras di belahan pantat Aryanti. Sementara tangannya meremas-remas payudara wanita itu dengan sangat bernafsu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terus batang sayaa,, gimana buuu,,,” nafsu Mang Oyik sudah sampai ke ubun-ubun, ingin sekali langsung menusukkan batangnya ke pintu vagina basah yang ada di depan batangnya. Apalagi saat itu pantat Aryanti yang membulat, mampu membekap batangnya dengan begitu nikmat. “Buuu,,, saaaya entotin yaaa buuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“I,, Iyaa deehh,,,Maaang,,, tapi sebeeentar aj,,, Ooowwhh Gilaaaa,, itu bataang monster,,” gerakan tangan Aryanti yang sudah memegang batang Mang Oyik terhenti, tidak lain akibat ulah Kontet di depannya yang ikut-ikutan mengeluarkan penis dari balik celana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sejak awal Aryanti yakin Kontet memiliki batang yang besar, tapi tidak menyangka jika sebesar seperti yang tengah dilihatnya. Aryanti merinding, Yaaa,, batang itu lebih besar dari milik Arga yang sangat dibanggakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontet berdiri, memeluk Andini dari belakang, dan batang monster itu kini tegak mengacung disela-sela paha Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang Oyyyiiik,,, masukiinn ke tempat Andini ajaa yaaa,,, kasiaan diaa kalo dimasuukin batang sebesar ituuu,,,” ucap Aryanti, melepas batang Mang Oyik yang ada dalam genggamannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi buu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Stsstsss,,, jangan ngebantaah,,, punya Andini juga enak koq,, malah lebih sempit lhoo,,” terang Aryanti. Lalu menarik Kontet untuk bertukar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gilaaa,,,” hanya itu yang keluar dari bibir Andini, saat menyadari batang yang tengah menggesek-gesek selangkangannya ternyata memiliki ukuran luar biasa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhh,,, Maaaang,,, kenapaaa, dimasukiiiin,,,” Andini menjerit, meski cukup pelan, tapi penetrasi batang Mang Oyik yang tidak disadarinya membuat gadis itu terpekik kaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nooon geuliss,, nikmatin ajaa,, saya lembut koq mainnya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Aryanti mendorong tubuh Kontet ke dinding, tangannya dengan terampil meremas dan menggosok batang yang berdiri tegak mengacung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teeett,,,, ni batang udaaah masuk ke mana ajaaa,,,” tanya Aryanti, sambil mengoosok kepala jamur yang besar kebibir kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cuma ke istri saya bu,, soalnya Mang Oyik ngga pernah ngizinin saya nyicipin bininya,, katanya takut memek Lik Marni ndower,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hihihiii,,, kamu ini ada-ada aja,,, tapi kalo ke tempat saya bisa ngga yaaa,,, Ooowwhhsss,, Teeett,,, liaaat,, bibirnya sampai ndoweeer gituuu,,,” bibir Aryanti mengoceh, mengomentari pintu vaginanya yang dipaksa menganga saat disundul jamur besar, hingga membuat bibir vaginanya menyeruak keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeiittsss,,, jaaangaaan ditusuuuuk Teeet,,,” Aryanti memundurkan pinggulnya saat menyadari Kontet ingin melakukan tusukan. Entah kenapa wanita itu terlihat ragu-ragu untuk melakukan persetubuhan. Ada rasa ngeri jika kemaluannya harus melumat batang sebesar itu. Ada rasa takut jika Arga sampai mengetahui kenakalannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gosok-gosok di depan aja yaa Tettt,,,” bisiknya, lalu menjepit batang Kontet dengan pahanya, pinggul dan pantatnya mulai bergerak, memainkan batang besar yang menggesek-gesek bibir vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuuggghh,,, gini juga enaaaakkan?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa buuu,, tapiii memeeek ibuuu lebiiiihh enaaak kalooo buat ngentoot,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Telinga Aryanti terasa panas mendangar komentar nakal Kontet. Apalagi pemuda gempal itu mulai menunjukkan powernya sebagai seorang lelaki. Tangannya yang besar mengangkat rok Aryanti lebih tinggi lalu mencengkram pinggulnya dengan kuat, sementara batangnya semakin cepat menggesek-gesek selangkangan Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,, Maaang,,,, saaaaya maauuu keluaaaar,,,” terdengar rintihan Andini yang setengah membungkuk, menikmati aksi Mang Oyik yang menyetubuhi kemaluannya dari belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Mang Oyik melepaskan batangnya, menarik tubuh mungil Andini berbaring ke atas meja, lalu dengan rakusnya lelaki itu melumat, menghisap, mengunyah kemaluan Andini dengan rakusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaanng,,, ooowwhh,,, isap teruuuss,, Aaahhhkkkss,,,” pinggul gadis itu terangkat tinggi, dengan bibir vagina yang menghambur kelenjar bening, membasahi wajah Mang Oyik yang tertawa puas, mampu menaklukkan mangsanya. Lalu berdiri lagi bersiap kembali memasukkan batangnya ke kemaluan gadis bertubuh mungil itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, saaayaaa masuuukiiin ya buu,,,” Kontet sudah tak mampu lagi menahan hasratnya, memutar tubuh, menyandarkan tubuh Aryanti kedinding.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teeet,,, aku ngga maaau dimasuuukiiin,,,” lenguh Aryanti, matanya menatap sendu kemata Kontet yang terlihat beringas diumbar nafsu, tiba-tiba tenaga Aryanti terasa menghilang, tak mampu menolak kehendak tangan kontet yang membuka kakinya lebih mengangkang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Konteeeet,,,uuugghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhssss,,, ga bakal bisa massuuuk,, jangaaan teeet,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Aryanti mendesah, merintih, saat batang besar itu mencoba memasuki alat senggamanya. Tapi berkali-kali meleset keluar, membuat wanita itu melenguh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Weeeiiittsssss,,,, Woleeess brooo,,,” tiba-tiba terdengar suara lelaki dari arah pintu, yang dengat cepat menarik tubuh Kontet menjauh dari tubuh Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara lelaki satunya mendorong tubuh Mang Oyik menjauh dari tubuh Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sorry ya Mang,, kita emang berterimakasih banget diizinin nyicipin istri Mamang,, tapi kalo mau minta imbalan yang kaya gini ya jangan dong,,,hehee,,” ucap lelaki yang ternyata Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehee, iyaa,, maaf banget yaa mang,,, istri ponakan saya ini emang masih lugu,, jadi kalo mau minta ya mesti izin sama suaminya dulu,,,” timpal Pak Prabu yang mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mamang coba aja nyicipin cewek-cewek yang ada di warung remang-remang pinggir jalan dekat sini, kemarin saya liat banyak koq yang barangnya masih bagus-bagus.,” lanjutnya, lalu memapah Andini yang masih terkaget, turun dari meja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ehh,, iya,, maaf Gan,, kami kebawa suasana, tadi cuma disuruh ngebantuin malah kebablasan,,” Mang Oyik tampak cengengesan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rupanya Pak Prabu tidak ingin apa yang terjadi pada istrinya terulang, apalagi pada istri ponakannya yang masih terbilang belia untuk wanita yang sudah menikah. “Ya sudah,, ngga apa-apa,, ni ambil aja,,” ucapnya lalu beranjak keluar sambil menggandeng Andini, diiringi Dako dan Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang,,, aku ngga tahan nih,,, pinjam istri Mamang yaa,,,” seru Kontet, lalu berlari menuju kamar Mang Oyik. Mengagetkan Lik Marni yang masih bugil, tersenyum-senyum sendiri setelah melayani Pak Prabu dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teeet,, mau ngapain,, eehh,,, Teett,,, batangmu,,, Gilaaaa,,, Aaaauugghh,,,, Bapakeee,, aku dientotin Konteeeet,,, Aaaauuuwww,,, pelan-pelan bego,n Oooowwgghhh,,” Lik Marni menjerit histeris, tubuh bugilnya diterjang Kontet, yang langsung memaksa membenamkan batang besar kekemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeem,,, Teeett,,, Woooyyy,,, kurang ajar tu bocah,,,” Mang Oyik yang asik menghitung uang ditangannya kaget dengan gerak cepat Kontet yang menyerbu masuk ke kamarnya. Mang Oyik kelabakan mencari celana yang ternyata nyampir di atas kompor gas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teeet,,, buka pintunya,,, Wooyyy,,, Edan ni anak,,,” Mang Oyik menggedor-gedor pintu yang ternyata sempat dikunci oleh Kontet. “Duuuh,,, bakal bonyok dah tu memek,,” dengusnya, meratapi nasib istrinya dari kaca dapur, yang tengah merem melek menahan gempuran Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu ngapain sih Yan,, jangan kaya wanita murahan gitu lahh,,” bisik Dako pelan, dari nada suaranya tersirat perasaan tidak suka atas apa yang dilakukan Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu itu yang kenapa?,,, habis ngegarap bini orang, terus marah-marah, dan sekarang bilang aku wanita murahan,,,” suara Aryanti meninggi. Emosinya tersulut. Memang Dako sudah menyelamatkannya dari persetubuhan yang liar. Tapi kata-kata yang diucapkan lelaki itu membuat telinganya panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako terdiam, menyesali apa yang diucapkannya, dirinya juga tidak tau bagaimana bisa hatinya tidak bisa menerima jika Aryanti diperlakukan seperti itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaan,, Yantii,, maksudku bukan seperti itu,,, maaf Yan,,” Dako berusaha mengejar Aryanti yang berlari ke kamarnya dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yant,,, dengar dulu,,,” cegah Dako, saat Aryanti ingin menutup pintunya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mau apalagi,, masih kurang?,,, masih mau nunjukin keegoisan para lelaki lagi?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako tidak menjawab, tapi mendorong pintu lebih kuat dan masuk kekamar Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Coba jawab dengan jujur, istri siapa aja yang sudah kamu cicipin?,,, dan sekarang kamu dengan gaya pahlawan mencoba ‘menyelamatkan’ aku dari lelaki lain?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadi malam,, tadi malaam ingat?,,, saat kamu tertawa menggarap tubuhku dengan Pak Prabu?,,, benar-benar menjadikanku seperti wanita murahan,,, dan sekaraang?,,, Dasar cowok MUNAFIK,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“YANTII!!!,,, aku bukan cowok munafik, ITU KARENA AKU SAYANG SAMA KAMU?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deeeg..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti terdiam, gendang telingannya seperti ditepuk kalimat tak lazim, coba menafsirkan kata-kata yang diucapkan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan Dako,,, Kakinya lemah menuju kasur,,, lalu menghempas tubuhnya dengan pikiran kacau. Termenung,,, bagaimana bisa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya,, benarkah iya menyayangi wanita yang kini ada dihadapannya?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Keluarlah,,, aku ingin istirahat,,” ucap Aryanti pelan, tangannya membukakan pintu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako menghembus nafas dengan berat, melangkah gontai, tepat di depan pintu langkahnya terhenti, menatap Aryanti yang menitikkan air mata..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf,, aku tidak mengerti apa yang kurasakan saat ini,, Maaf,,,” ucapnya. Lalu berbalik, keluar kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dako,,,” Aryanti mengejar lelaki yang tengah berjalan di selasar depan kamar. Tanpa diduga wanita itu melumat bibir Dako. Memberikan ciuman yang dirasakan Dako kali ini sedikit berbeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu mau menemani ku istirahat?,,,” suara Aryanti terdengar kikuk, namun berusaha tersenyum lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi kamuu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hanya istirahat,, tidak yang lain koq,, badanku capek banget,,,” Aryanti mencoba tersenyum diantara air mata yang mengalir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako mengikuti langkah Aryanti yang menggandeng tangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membaringkan tubuhnya di samping Aryanti yang kemudian memeluk tubuhnya erat. Melabuhkan ciuman yang lembut,, sangat lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dako,,, aku ngga mau ada rasa itu diantara kita, karena pasti akan sangat menyakitkan bagi pasangan kita,,,” ucapnya lirih,, lalu membenamkan wajah yang dibasahi oleh air mata dipelukan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako coba merengkuh tubuh wanita yang setengah menindih tubuhnya, suasana menjadi kaku, jari-jarinya coba menyisir rambut Aryanti, dengan pikiran yang melayang, mencoba mencari tau perasaan hatinya yang terasa begitu asing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Masih terlintas dipelupuk matanya, saat menangkap binar gembira istrinya, ketika Arga meminta izin padanya untuk mengajak Zuraida jalan-jalan dipantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ada yang tau, dibalik sikap urakan, selalu tertawa cengengsan, dan sifat cueknya, lelaki itu ternyata memendam rasa perih dihati yang mendalam. Meski telah mempersiapkan dirinya sedemikan rupa, tapi apa yang disaksikan oleh mata ternyata lebih menyakitkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua yang diucapkannya pada Arga saat di pantai tidak lebih dari usahanya untuk membuktikan semua</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bertahun-tahun mencinta wanita yang menyimpan rasa terhadap lelaki lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaant,,,Seandainya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ststssss,,, tenangkan hatimu,,, Trust me,, All is well,,,” bisik Aryanti, seolah bisa membaca pikiran lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti beringsut menaiki tubuh Dako, meletakkan kepalanya di dada lelaki itu, memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan untuk dirinya sendiri. Lalu mencoba untuk terlelap dalam dekapan insan yang tengah terluka, dan mencoba melarikan hati pada dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waaahh,,, udah jauh juga kita jalan,,,” celetuk Arga, saat mereka melewati tempat game tadi pagi, tempat yang mungkin tak akan pernah mereka lupakan. “Masih pengen jalan terus?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayoo,,,siapa takut, tapi jangan cepat-cepat, santai aja,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhh Sorry,, aku kecepatan ya,,, Kata Mang Oyik ni pantai dipisah oleh tebing karang itu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga terlalu capek sih, tapi belahan rok ini terlalu sempit,,, biar aku buka sedikit,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kreeek,,, kreeek,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida merobek belahan rok nya hingga kelutut, membuat kakinya lebih mudah melangkah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waduuuhh,,, ngga sayang roknya dirobek,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Zuraida hanya tersenyum, lalu menarik tangan Arga untuk kembali berjalan. Keduanya melangkah pelan beiringan, layaknya dua remaja yang tengah dimabuk asmara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, tadi Dako sempat marah padaku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa? Memang sih,, yang kita lakukan saat game tadi memang kelewatan? Tapi bukankah dia melakukan hal yang sama pada Aryanti?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga tau,,, mungkin dia marah karena aku membiarkanmu membuang di dalam,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jawab Zuraida lemah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga terdiam mencoba memahami reaksi emosi Dako yang membuatnya bingung, di satu sisi sahabatnya itu terus menggoda kelalakiannya untuk menaklukkan istrinya, tapi setelah semua terjadi justru mengumbar emosi. “Ku kira hatimu seperti batu, ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu,,,” bisik hati Arga, sambil tersenyum menggeleng-gelengkan kepala. Hati sahabatnya ternyata tidak berbeda jauh dengan dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa? Koq malah senyum-senyum sendiri,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ehh,,, ngga apa-apa,,, Emm,, Apa kamu benar-benar dalam masa subur,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk, tersenyum kecut, “Kami memang tidak pernah menggunakan kontrasepsi, Dako sudah sangat ingin memiliki anak,” terang Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga manggut-manggut. Berbeda dengan dirinya dan Aryanti, yang sepakat menggunakan kontrasepsi implant. Aryanti terpaksa menunda kehamilannya dengan alasan karir, dan Arga cuma bisa mengangguk setuju.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Arga tak lagi menggandeng Zuraida, tapi beralih memeluk pundak dokter cantik itu. Tak ada lagi kata-kata yang terucap, masing-masing sibuk dengan lamunannya, pikiran mereka dipenuhi oleh segala keterbatasan yang memagari hubungan rasa dan hati mereka yang terlarang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melebihi tingginya tebing karang yang memisahkan bibir pantai, yang tak terasa kini berada tepat di depan mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berani menyebrang ke sebelah sana?,,,” tantang Arga sambil menunjuk celah tebing. “Kalo sore celah itu hilang, tertutup air pasang,,, Berani?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga ahhh,,, takut ngga bisa balik,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“apa kamu tidak percaya padaku?,,,” kata-kata Arga berubah menjadi serius.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terdiam, bingung dengan sikap Arga, mencoba membaca apa yang diingin oleh lelaki yang memeluk pundaknya erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku percaya padamu,,, Ayoo,,” jawab Zuraida sambil tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waaaahhh,,,, disini pasirnya lebih putih dan lembut,,, koq bisa sih,, padahal kan cuma terpisah beberapa meter,,,” seru Zuraida, ketika mereka berhasil melewati celah karang yang cukup sempit itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita bertubuh semampai itu berlari, menyusuri pasir yang masih menyisakan riak ombak yang baru saja menyapa. Arga tertawa melihat tingkah Zuraida, yang sedang menampilkan sisi childish nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ujung kaki Zuraida terlihat sibuk mengukir sesuatu diatas pasir, “ARGA JELEK”,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaaa,,, Biariiinnn,,, yang penting disayang Zee,,,” teriak lelaki itu sambil tertawa, lalu duduk di atas pasir. Membiarkan sang betina yang tengah menikmati panorama pantai pasir putih yang memang sangat jarang ditemui.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membentang kedua tangannya, seakan memasrahkan tubuhnya pada angin yang menjilati tubuhnya dengan sapuan yang lembut. Jilbabnya berkibar menari-nari mengikuti irama alam yang begitu tenang dan sepi, sangat sepi, jauh dari jamahan keserakahan anak manusia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida berjalan menghampiri Arga, matanya menyapu setiap sisi pantai, seolah mencari tau, lalu berbalik menatap Arga, dengan senyum yang terlihat genit, perlahan wanita itu melepas kain yang menutup kepalanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa, mencoba memaklumi kebebasan yang tengah dinikmati wanita yang dulu terpaksa ditinggalkannya demi seorang sahabat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Arga berdecak kagum, saat rambut Zuraida yang panjang terurai tertiup angin, kecantikan seorang Zuraida terlihat begitu nyata, bibir tipisnya yang tersenyum tak mampu menutupi wajah yang tersipu malu. Entah apa yang ada dipikiran wanita yang kini berdiri sekitar 10 meter dari tempat nya duduk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, apa kau ingin?,,, owwhh Zee,,,” suara Arga begitu pelan, seolah bertanya pada dirinya sendiri. Matanya tak berkedip saat tangan Zuraida mengangkat kaosnya keatas, menayangkan sesosok tubuh yang putih mulus, sepasang payudara yang tampak ranum dan kencang menghias sempurna, mengokohkan keindahan tubuh dokter cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cukup,,, Zeee,,, cukuuuup,,, kau bisa membuatku memperkosamu,,, Owwwhh,,, Shiiitt,,,” gumam Arga pelan dengan suara tercekat, nafsunya bergemuruh seiring rok hitam yang dibiarkan jatuh kepasir, menayang sosok wanita seksi yang sedang bertingkah layaknya seorang model. Bibirnya tersenyum nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan genitnya, telunjuk Zuraida bergerak seolah memanggil Arga. “Apa kau ingin membiarkan gadis cantik ini berenang sendiri?,,,” seru Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, jangan salahkan aku jika nanti kau kuperkosa,,, hahahaa,,,” teriak Arga, melapas kaosnya, lalu mengejar Zuraida yang berlari ke gulungan ombak kecil yang menyambut tubuh mulusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kyaaaa,,, Arggaaaa,,, ummpphh,,,” Zuraida berteriak kencang saat tubuhnya dipeluk Arga dari belakang, keduanya berguling di air gelombang yang kembali ke laut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,, akuuu ga bisaaa berenaaang,,, Aaargaaa,, ummbbllbb,, ugghh,,” Zuraida tersedak, terminum air laut yang asin. Tangannya memegang tubuh sang pejantan dengan erat, mencari perlindungan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, tenang sayang,,, kamu baik-baik saja,,,” ucap Arga, sambil membantu kaki Zuraida menapak lebih kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu jahaaat,, aku sampai keminum air,,, asin bangeeet”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hhhmm,,, maaf yaa,,,” jemari Arga menyibak rambut yang menutup mata indah wanita, yang mempercayakan tubuhnya sepenuhnya pada dekapan erat tangan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,,, akuu,,, emmpphh,,,” kalimat Zuraida terputus oleh kecupan bibirnya. Mata mereka bertemu, saling menatap, mencoba mencari cinta yang tersisa dibola mata Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga kembali mendekatkan bibirnya, untuk mengulangi pertemuan bibir yang terasa hangat, yang perlahan menjadi lumatan yang lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidah sang pejantan mencoba mengundang lidah lembut si betina untuk bertandang dirongga mulut yang hangat, sesaat daging lembut itu menyapa bibir Arga, lalu dengan malu-malu mencoba mengejar lidah sang pejantan yang menggelitik menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saling memberi dan menerima, saling membelit dan menggelitik, saling bertukar ludah seperti yang diminta oleh pasangannya. Ciuman yang begitu cepat berubah menjadi panas sekaligus terasa begitu menghanyutkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hingga membuat nafas kedua nya terengah-engah, dan sepakat untuk rehat, mencari oksigen yang terasa begitu langka disekitar mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersenyum, lalu membuka mulutnya, memberi sinyal kepada Arga untuk mencoba bertualang di mulutnya yang menjanjikan kehangatan lebih dari apa yang diinginkan lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebagaimana lidah mereka yang begitu kompak menari berkejaran. Tangan keduanya pun mencoba menari diatas kulit lawannya yang basah. Dengan malu-malu tangan Zuraida mencoba mengikuti geliat tangan Arga yang berselancar di atas tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu hampir tertawa, saat tangannya mencoba meremas pantat Arga yang berotot, sebagaimana jari-jari Arga yang meremas pantatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun canda yang tercipta di antara mereka mulai surut seiring anggukan Zuraida yang mengizinkan jari-jari Arga menyapa bibir kemaluan, mengusap lembut lipatan yang begitu sensitif, lalu perlahan menyelusup ke dalam belahan senggama yang mulai basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan mulut terus saling melumat, Arga menganggukkan kepalanya, memberi izin serupa pada jari-jari lentik yang begitu ingin mengenali perkakas alat kawin sang pejantan. Jantung Zuraida berdegub kencang ketika kedua tangannya menggenggam batang besar yang sudah mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Zuraida terpejam, meremas lembut batang yang ada digenggamannya, saraf-saraf di tangannya dengan begitu jelas menyatakan keperkasaan batang yang dimiliki Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,,,” ucap Zuraida pelan, saat Arga membopong tubuh telanjangnya ke tepi pantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membaringkannya diatas hamparan pasir putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jemarinya yang lentik mengusap pipi lelaki yang kini sudah menindih tubuhnya, perlahan mengecup putingnya yang sudah mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ada lagi kata yang terucap selain lenguhan pelan dari bibir si wanita yang mengusapi rambut lelaki yang tengah bertualang di kedua payudaranya. Suatu pemasrahan diri kepada sang kekasih, dibalut rasa cinta yang terpendam sekian tahun, yang seketika kembali tersulut dalam hitungan nafas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sepasang mata penuh cinta kembali bertemu, saling meminta dan dipinta untuk babak percintaan selanjutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk, meng-amini segala kehendak sang pejantan yang juga dituntut oleh hatinya yang penuh gairah, seiring kain kecil yang perlahan turun menayang gundukan mungil yang terbelah menjadi dua.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita cantik itu membuang pandangannya ke samping ketika si lelaki merentang kedua pahanya. Wajahnya memerah saat lantun kekaguman mengalir dari bibir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,, milikmu indah,,, cantik,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jari-jari pejantan mengusap lembut, sesekali mencoba menguak gundukan daging yang berisi kismis dengan warna merah muda, begitu bersih, begitu terawat. Dirembesi cairan cinta yang mencoba membasahi sisi-sisi yang dengan cepat menjadi mengkilat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuuuhhhssss,,, Saayaaaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sapuan lidah yang lembut, berusaha menyambut tetesan bening yang telah sampai di ujung aliran sungai. Memaksa bibir si betina melantun kan lagu nirwana,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Alunan rintihan semakin nyaring terdengar seiring kerakusan lidah sang pejantan yang tak sabar menunggu tetes cinta, mencoba menguak dasar mata air, dan menyeruput dalam hisapan yang penuh hasrat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, Emmmpphhh,,,” wanita itu mengatup bibirnya, mencoba menyembunyikan nafsu yang menguasai tubuh yang telah polos sepenuhnya. Tapi sungguh itu suatu usaha yang sia-sia. Saraf-saraf ditubuh wanita itu bekerja dengan sempurna menyampai pesan ke otak akan rangsangan yang mendera.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooooowwwwhhhssss, Saaayaaaang,,, Stooopss,,, Aaakkhhsss,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafas menderu, terengah-engah menerima orgasme yang begitu saja mendera, diproklamirkan oleh cairan bening yang mengalir deras di celah kemaluan yang masih dicumbu lidah yang semakin basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pantat dan paha wanita itu terangkat tinggi, mengejang berkali-kali hingga akhirnya kembali jatuh kembali ke bumi seiring kesadaran yang berusaha menyapa hasrat yang terhempas, begitu terpuaskan oleh layanan sang lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,,, apa kamu mauu,,,” Zuraida tak menyelesaikan kata-katanya saat melihat penis Arga yang mengeras sempurna. Merentang kedua kakinya, memberi tempat pada yang terkasih untuk mengayuh ke bagian tubuh terdalamnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Peluk akuu,,” rengek Zuraida begitu manja, tangannya meraih leher Arga dan menyambutnya dengan ciuman yang begitu mesra.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah siap?,,,” tanya Arga dengan wajah jenaka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaap,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eenghh,,, pelaaaann,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaa,, geli bangeeet,, uuhhhsss,,, duuuhhh,, dalaam bangeet sihh masuknyaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Udaaahh,,, nyampee beluuumm,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Zuraida terus berceloteh, entah untuk menghilangkan rasa malu, entah tengah menikmati penetrasi yang dilakukan dengan perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuugghh,, mentook,, daleeem bangeeet,,, Gaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tersenyum, “Aku tidak menyangka, vaginamu yang mungil ini bisa menampung seluruh panjang batangku,,,,, hangat banget di dalam,,, licin,, lembut,, tapi lorongnya mencengkram banget,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiihh,, apaan sih,, ga usah dikomentarin gitu dong,,, tapi punyamu emang panjang banget,,, aku ga pernah ditusuk sampe sedalam ini,,, aku juga bisa merasakan otot-otot dari batangmu,,, kerasa banget,, bikin gelii,,,” ucap Zuraida sambil menyampirkan kedua kakinya diatas paha Arga. Mengokohkan posisi batang di dalam kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lhooo,, katanya ngga boleh ngomentarin,,, ehh,, kalo sambil meremas ini bolehkan?,, habisnya kenyal banget,, apalagi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,,Kita mau ngobrol atau mau apa sih ini,,, punyaaaku,, punyaakuu,,” Zuraida mulai menggeliat, menikmati ulah Arga yang memanjakan kedua payudaranya, sementara lorong vaginanya penuh dijejali batang si pejantan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Punyamu mulai gatal?,, pengen digaruk seperti ini?,,” sambut Arga, perlahan menggerakkan batangnya, menikmati setiap inci dekapan daging lembut milik seorang wanita yang setiap hari mengenakan jilbab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeenghh,, iyaa,,, Eeeuuuhhhss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gaaa,, punya mu besar bangeeet,,,” rintih wanita itu, Arga yang mengangkat tubuh memberi Zuraida kesempatan untuk melihat langsung bagaimana alat senggama mereka bertemu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Menghilangnya batang besar kedalam bibir kemaluan yang mungil menjadi pemandangan yang penuh sensasi bagi keduanya. Tanpa bisa dicegah tubuh keduanya bergerak semakin cepat. Mencari kenikmatan yang ditawarkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhh,,, Argaaa,,, akuuu keluaaarrr,,,” vagina Zuraida berkedut, tubuhnya mengejang, memeluk tubuh Arga dengan kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, aku jugaaa,,,, aku jugaaa mauu keluaarrr,, emmpphh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seketika wajah Zuraida yang masih menikmati sensasi orgasme terlonjak kaget. “Gaa,, please,, jangaaan dikeluariin di daalaaam,,,oowwhhh,,, kumohooon jangaaaann,, Aaagghh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Payudara Zuraida bergerak liar seiring hujaman batang yang semakin cepat menggempur selangkangannya. Matanya memohon pengertian Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaagghhh,,,Zeee,, akuuu ingiiin di daaaalam tubuuuhmuuu,, akuuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jaaangaaan Gaaa,, kumoohoooonnn,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaakkkhhssss,,, Ooowwhhh,,,Ooowwhhh,,,,” seketika semprotan sperma menghambur diatas perut yang mulus, beberapa menyapa leher dan dagu si cantik yang terengah-engah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Gaa,, maaf,,, aku pun ingin cairan cintamu memenuhi rahimku,, sangat ingin,, tapi itu tidak mungkin,,,” di dasar hatinya, wanita itu ingin memberikan kesempurnaan dalam persetubuhan, menyediakan tubuhnya untuk menerima hasrat lelaki yang yang dicintainya. Tapi secuil kesadaran coba mengingatkan status mereka. Dan akibat fatal yang bisa saja terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak apa-apa?,,, inipun sudah luar biasa banget,,, lebih joss dan nikmat dibanding saat kita melakukannya sambil berlari tadi?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ihhh,, Argaaa,,” Zuraida mencubit pinggang Arga, saat lelaki itu membalikkan tubuh mereka, lalu memeluk Zuraida yang kini berada diatas, membiarkan tubuhnya di bawah tindihan penuh kasih sayang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kapan ya kita bisa-jalan-jalan seperti ini lagi?,,,” celetuk Arga tiba-tiba.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menarik tangan Zuraida, lalu mengecup punggung jari-jari yang lentik, tapi sesaat kemudian geraknya terhenti ketika secara tidak sengaja pandangannya terbentur cincin pernikahan yang menghias jari manis Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin ini untuk yang terakhir kali,,” Jawab Zuraida, lirih. Sebuah pertanyaan yang saat itu sangat tidak ingin didengar oleh telinganya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf,,,, Zee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun terlambat, mata indah wanita itu perlahan dialiri air mata. Bola matanya yang bening menatap wajah Arga, berusaha menyampaikan pesan tentang kepedihan hati yang kini mendera.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu membenamkan kepalanya di leher Arga dengan pelukan yang begitu erat. Air mata mengalir semakin deras, menumpah segala beban cinta yang tak pernah mampu mengalir dengan sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengusap lembut rambut basah Zuraida yang mulai mengering.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sampai kapanpun aku akan selalu mengingatmu,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Memujamu dalam diam,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mencintamu dengan caraku sendiri,,, ”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Heart Labirin</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeyyy cint,, Ayo bangun,, kita siap-siap,,, ntar dicariin bu Sofie lhoo,,” Zuraida coba membangunkan Aryanti yang masih tertidur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan wanita itu mengusap lembut rambut Aryanti yang masih agak lembab. Memandang wajah cantik sahabatnya yang terlelap. Terbersit rasa bersalah dihati Zuraida atas permainan hati yang tengah dilakoninya bersama Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eehh,, Zuraidaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti terbangun, kaget, dengan panik menutupi bagian atas tubuh yang terbuka dengan selimut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“kamu sudah pulang?,,,” bangkit, lalu bersandar didinding. Tangannya berusaha menutupi beberapa tanda merah disekitar leher dan dada dengan selimut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya sudah pulanglaaah,, emang ini jam berapa,, hampir jam tujuh sayang,,, diluar sudah mulai gelap,,” jawab Zuraida sambil tersenyum melihat tingkah Aryanti yang panik. Matanya sudah terlanjur melihat tanda merah itu, dan menebak-nebak siapa yang membuat ulah, memberi tanda bibir begitu banyak ditubuh sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,,, aku pinjam celana pendek Arga dong,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Zuraida mendengar suara suaminya, Dako, dari arah kamar mandi. Reflek wanita itu menoleh. Benar saja, suaminya tampak keluar dari kamar mandi tanpa sehelai pakaian, terkaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida diam membisu, nalarnya dengan cepat memberi isyarat tentang apa yang baru saja terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti yang mengira Dako sudah kembali ke kamarnya tak kalah kaget, wajahnya seketika pucat, memandang Zuraida dengan rasa bersalah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seketika hening tercipta, kekakuan merambati tiga hati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako dengan kikuk menutupi kemaluannya dengan tangan. Entah merasa malu pada siapa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraidaa,,, maaf,, kami,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hahaha,,, ngga apa-apa sayang,,, kita impas koq” sela, Zuraida. Raut wajah kikuk nya berubah menjadi senyum malu-malu, tapi rona bahagia tak mampu disembunyikan wanita berjilbab itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti balas tersenyum, tersenyum kecut, tersenyum bersama sembilu yang menusuk jauh ke dasar hati, mendengar penuturan sahabatnya yang tampak bahagia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas,, koq bengong sih, cepet sana ganti baju,,,” celetuk Zuraida. Membuat Dako kaget, matanya celingak-celinguk mencari pakaian tapi nihil. Sambil terus menutupi selangkangannya dengan tangan, lelaki itu ngacir ke arah pintu keluar, setelah yakin tidak ada orang dengan cepat berlari ke kamarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, dasar Mas Dako,,,” Zuraida tergelak melihat tingkah suaminya yang seperti maling ketangkap basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti ikut tertawa, lalu beralih mengamati wajah Zuraida yang terlihat begitu ceria, wajah bahagia yang diciptakan oleh suaminya. Meski sakit, Aryanti merasa tidak tega untuk memberangus senyum diwajah sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah mengambil nafas panjang, perlahan tubuhnya beringsut mendekati Zuraida, memeluk sahabatnya dari samping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba,,, aku pengen ngomong sesuatu, tapi bingung harus memulai dari mana,,” ucap Aryanti, lebih sopan dengan memanggil mba kepada Zuraida, yang memang lebih tua darinya, meski usia mereka hanya terpaut tiga tahun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa yant?,,, ngomong aja,,,” Zuraida bingung dengan sikap sahabatnya yang sedikit berbeda dari biasanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dulu,,, waktu kalian menjodohkan aku dengan Arga, aku percaya bahwa kalian memilihkan pasangan yang terbaik untukku, tapi aku tidak tau jika ada,,, emmhh,,, ada cerita yang rumit antara kalian bertiga,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida kaget dengan kata-kata yang keluar dari bibir wanita yang bertelanjang dada itu, selimut yang menutupi tubuhnya dibiarkan jatuh. Memeluk tubuhnya erat, layaknya seorang kekasih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Yant,,, itu hanya cerita masa lalu, tapi harus kuakui,,, eengghh,,,” bibir wanita berjilbab itu terdiam, tidak yakin dengan apa yang ingin diucap oleh bibirnya, matanya menatap baju yang berserakan dilantai, celana Dako tampak terselip diantara baju Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Karena aku sempat terbuai oleh kisah masa lalu itu,,,” Sesaat mata Zuraida beralih menatap wajah Aryanti melalui cermin, “Tapi,, Kau memiliki hati lelaki itu,,, sepenuhnya,, percayalah padaku,,” ucap Zuraida meyakinkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terimakasih mba,,,” Aryanti memeluk Zuraida erat, air mata perlahan menggenangi pelupuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku percaya, Arga akan menjagamu lebih baik dari siapapun,,, kumohon,,jangan nakal lagi ya, sayang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti mengangguk, air mata tak lagi mampu dibendungnya. “Aku janji mbaak,,, aku janji,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yant,,, kamu sakit ya?,,,” tanya Zuraida tiba-tiba. Melepas pelukan, lalu memeriksa kening Aryanti yang agak panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga mba,,, mungkin cuma kecapean aja koq,,, ngga usah dipikirin,, hehehe,,,” jawab Aryanti, beranjak menuju meja, mengambil cincin nikahnya yang tergeletak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mau bertukar?,,, hanya untuk malam ini,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maksudmu?,,,” wanita berjilbab itu bingung hingga keningnya mengkerut, menatap lekat wajah Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Aryanti hanya tersenyum, menarik tangan kiri Zuraida, menukarkan cincinnya dengan cincin wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Malam ini, kita bertukar peran, aku ingin mengucapkan terimakasih pada Dako atas pertolongannya selama ini,, begitupun sebaliknya, Mas Arga jadi milik Mba,,, So,, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya,,, hehehe,,, Deal?,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertawa. “Kamu ini ada-ada aja Yant,, mana bisa seperti itu,, sini balikin cincinku,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa ngga?,,, ini hanya antara kita,” ucap Aryanti dengan wajah serius, namun perlahan wajah itu tersenyum, lalu mengerling genit. “Kita buktiin, siapa yang paling jago diantara kita,, jangan marah kalo nanti Dako sering menyebut namaku waktu kalian bercinta,,,” sambungnya sambil memeletkan lidah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida ikut tertawa mendengar ajakan nakal. Tapi wanita yang terlihat cantik dalam balutan jilbab itu tau, permintaan Aryanti yang ingin mengucap terimakasih kepada suaminya hanya alasan yang dibuat-buat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sahabatnya itu ingin memberinya kesempatan terakhir bersama Arga. Sebuah penawaran yang pastinya sangat sulit bagi Aryanti sendiri, membagi seseorang yang dicintai kepada orang lain, meski itu untuk seorang sahabat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hhmmm,,, kamu ini,,, Terimakasih Yant,,,” bibir Zuraida tertawa sekaligus menangis, air mata yang meleleh dipipi semakin deras mengalir. Sesenggukan dipelukan Aryanti. Tak mampu berkata, hanya ucapan trimakasih yang diucapkannya berulang-ulang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nakal-nakalan yuk malam ini,,,” ajak Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk,,, “Tapi aku ngga berani nyobain punya yang lain, Yant,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hhmmm,,, kalo cuma sama Arga namanya belum nakal Cint,, cobain aja sambil ngumpet-ngumpet,,, pasti seru,, hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, Nakal kamu Yant,,,” Zuraida melepaskan pelukannya, menatap wajah sahabatnya, lalu memandangi beberapa cupang dipayudara Aryanti. “Mas Dako nakal ya Yant,,,” ucapnya sambil mengusap cupang di payudara Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEEG,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti kaget, tubuhnya menggelinjang,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ihh,,,, geli tauu,,, Emangnya tadi Mas Arga ngga ngusilin punyamu,,, sini aku liat,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,,, mau ngapain kamu Yant,,,” Zuraida berusaha menahan tangan Aryanti yang berusaha mengangkat kaosnya keatas. Tapi usahanya sia-sia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ckckckck,,, koq bisa mancung seperti ini sih, Cint,,,” Aryanti tak mampu menahan tangannya untuk menyentuh sepasang payudara yang ada di depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eemmpphh,,, Yaaaant,,, tapi punya mu lebih besar dari punyaku,,,” Zuraida melenguh geli. Tangannya merambat, kembali meremas payudara yang sedikit lebih besar dari miliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya membisu, saling mengagumi, saling meremas, sama-sama menahan desahan yang bisa saja keluar dari bibir yang berusaha dikatup rapat. Malu untuk mengakui apa yang dilakukan oleh lawannya berhasil memberi sensasi birahi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeengghhh Yaaaant,,, jangan-jangan keras,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sakit?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menggeleng, “Geli,,,hihihi,,, Yaant,,, mau ngapain lagi?,,” tawanya terhenti, menatap wajah yang mendekat bongkahan payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeempphhh,,, Yaaant,,,,” Zuraida menggeleng-gelengkan kepala, menahan geli yang merambat dari sapuan lidah Aryanti. “Jangaaan curaaang, sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita berjilbab itu terengah,,, balik mendorong Aryanti hingga tertelentang, lalu tertawa nakal, dengan cepat menaiki tubuh dan menyambar payudara yang penuh dengan cupang dari suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaawwwhh,,, koq digigit mbaaa,,” pekik Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hahahaa,,, Habisnya aku gemes,,,” jawab Zuraida sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya bergulat diatas kasur, saling meremas, bergantian saling menghisap, mendesah bersahutan. Hingga keduanya kelelahan. Dan sepakat bersama-sama menghentikan kenakalan mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baru kali ini aku menyentuh milik wanita selain punyaku sendiri,,, hahahaa,,,,,” Aryanti tertawa melihat ulahnya sendiri, nafasnya masih memburu, menindih tubuh Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo aku sering,, waktu memeriksa pasien,,, tapi tidak dalam kondisi seperti ini,,, hehehe,,,” Zuraida, memeluk tubuh sahabatnya, membiarkan payudara mereka bertemu, tergencet oleh tubuh yang saling menindih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo nyobain ciuman sesama cewek pernah?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo itu sama sekali ngga pernah,,, ngapain ciuman sama cewek,,, hahaha,, ada-ada saja kamu ini Yant,,, hahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaa,,,” panggil Aryanti, menghentikan tawa Zuraida. Keduanya saling tatap, wajah mereka begitu dekat. “Mbaa,,, aku pengen nyobain yaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tidak menjawab, jantungnya berdebar melihat bibir Aryanti yang mendekat, otaknya memberi perintah untuk membuka bibir, menyambut lidah Aryanti yang merambat masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmpphhh,,, eemmmhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeengghhh,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidah lembut kedua wanita itu saling membelit, berkejaran didalam mulut Zuraida. Tampak Aryanti lebih dominan, mengajak lidah Zuraida menari, mengaduk ludah mereka yang terkumpul dimulut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Aryanti mengatup rapat mulut Zuraida, lalu dalam sekali hisapan yang kuat menyedot semua ludah kedalam mulutnya,,, membuat lidah Zuraida ikut tersedot, masuk kedalam mulutnya. “Slluuurrpphhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmyhaant,,,,” wanita berjilbab itu terkaget, menatap wajah syahdu yang memancar birahi. Lalu membalas bermain-main dimulut Aryanti. Berlari dari lidah yang berusaha membelit, saling menghisap cairan yang ada dilidah mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah merasa paru-paru mereka kepayahan memasok oksigen, kembali mereka sepakat untuk melepas. Saling pandang, lalu tertawa bersamaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Baru tau aku,,, ternyata mba ganas juga,,, pantes aja Mas Arga mpe klepek-klepek,,, aku aja sampai merinding tauuu,, hahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, jangan ngomong gitu ahh,,, bikin aku malu aja,,, kamu tuh yang ganas banget nyedotnya,,,, coba kita lamaan sedikit lagi,,, pasti keluar nih punyaku,,, hahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaa,,, pengen keluar ?,,, hihihi,,, diem aja yaa,,, jangan protes,,,” Aryanti menyelusup kan tangannya ke dalam celana Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan Yaaant,,, aku maluuu,,, Aaawwhhhhsss,,, jangaaaan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah wanita berjilbab itu bersemu merah, ketika tangan Aryanti mendapati vagina yang sangat basah. “Awaaas kamuuu yaaa,,,” tangannya membuka selimut Aryanti lalu merogoh bibir vagina yang lebih basah dari miliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaant,,, ini punya suamiku ya,,, hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaaa,,, mbaaa,,, tadi Dako banyak banget buang di dalem,,,” jawab Aryanti yang kini ikut terengah-engah, liang vaginanyanya diobok-obok oleh jari lentik Zuraida. “Mbaaa,,,, ciuman lagi yuuuk,,,” pintanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kembali kedua wanita cantik yang memiliki tubuh indah yang didamba para wanita itu saling meraba, silih berganti menindih, meremas, bertukar ludah, mengayuh vagina yang basah. Memburu orgasme yang berbeda dari biasanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berbeda dengan Aryanti yang membuka lebar pahanya dan membiarkan jari-jari Zuraida bermain-main di liang kemaluan, Zuraida justru mengapit rapat pahanya, menjepit jari-jari yang masuk begitu dalam, merogoh tepian yang tidak dapat dilakukan oleh batang penis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaant,,, Aku mau keluar,,, aku mau keluar,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Zuraida pucat pasi, menjepit tangan Aryanti semakin kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu pun dengan Aryanti yang menggerakkan pinggul mengejar kemanapun jari Zuraida menari. Nafasnya semakin berat. Hingga akhirnya kedua tubuh itu mengejat, gemetar, menghambur cairan yang membasahi jari-jari yang lentik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaaa,,, aku keluaaaarr,,,, oowwhhh,,, mbaaa,,,” Aryanti berteriak-teriak histeris, melumat bibir Zuraida yang juga gemetar, mengangkat tinggi pinggulnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaant,,, jarimu pinter banget,,, aku sampai gemetar gini,,,” ucap Zuraida setelah Aryanti mejatuhkan tubuhnya kesamping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mba jugaaa,,,” ucap Aryanti, masih tersengal-sengal tak bisa berbicara banyak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
I'm so lonely broken angel I'm so lonely listen to my heart One and only broken angel Come and save me before I fall apart</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suara Zuraida yang menemani Pak Prabu berduet, mengalun lembut. Membawakan ‘Broken Angel’ dari Arash feat Helena. Sebuah lagu dengan lyric timur tengah, yang memapar jalinan sepasang kekasih, namun terhalang oleh belenggu pernikahan yang mengikat si wanita. (ini salah satu lagu favorit ts lho,, mpe sekarang ngga bosen dengerin tu lagu,,,)</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Siapa menyangka, Pak Prabu mampu membawakan lagu itu dengan cukup baik, meski beberapa kali lidahnya keliru dalam mengucap syair yang cukup sulit. Namun bagi Adit yang memang piawai memainkan organ tak begitu kesulitan untuk mengiringi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pesta kecil itu memang sengaja mengambil tempat ditepian kolam renang yang memang cukup luas, dengan sinaran cahaya lampu hias yang remang-remang, membuat suasana malam itu terlihat begitu romantis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Zuraida yang dibalut long dress putih ketat, meliuk gemulai mengikuti alunan musik, suaranya terdengar lirih, di atas panggung yang hanya setinggi 30 cm. Seolah ingin menyampaikan pesan dari hati. Layaknya seorang bidadari yang menari diantara rintik hujan, berharap ada malaikat yang menemani.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di keremangan, mata Zuraida menatap tiga sosok yang duduk dimeja yang sama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti yang selalu melemparkan senyum saat mata mereka bertemu, lalu beralih pada Dako yang berusaha melemparkan senyum serupa. Dan Arga,,, Arga, entah kenapa Zuraida merasakan ada sesuatu yang berubah pada lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Zuraida memang tengah gundah melihat perubahan Arga, tak ada yang menyadari selain dirinya, karena ini memang antara dirinya dan Arga. Senyum lelaki itu terlihat begitu hambar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali matanya menatap cincin milik Aryanti yang melingkar di jari manis. Sebuah pertukaran posisi yang terasa begitu ganjil tapi begitu diharapkannya. Teringat akan ajakan nakal sahabatnya, tapi sepertinya hal itu tak akan terjadi malam ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida sadar, Walau bagaimanapun, hubungan nya dengan Arga tak lebih dari kilas balik masa lalu. Seindah apapun cerita yang terukir pasti akan berujung pada kepedihan. Tak mungkin dirinya merebut Arga dari sahabatnya, Aryanti. Dan tidak mungkin dirinya meninggalkan Dako, untuk mengejar ego cinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mungkinkah Arga mulai menjaga jarak untuk cerita yang memang harus mereka akhiri?...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekuat hati Zuraida berusaha menetralisir rasa, kebahagiaan yang tadi siang menyapa dengan paksa diberangus, karena hanya dengan cara itu pula lah dirinya dapat bertahan dari rasa sakit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa disadari wanita itu, Dako dan Aryanti menangkap setiap perubahan ekspresi yang sebenarnya tidak ingin ditunjukkan oleh Zuraida. Tapi Zuraida adalah sicantik yang tak pandai bersandiwara. Selalu kesulitan untuk menyembunyikan suasana hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lagu yang dinyanyikan membuat hati Zuraida semakin terhanyut dalam kepedihan. Pak Prabu yang memeluk pinggang rampingnya dengan erat, seakan menjadi penopang untuk menguatkan pijakan hatinya yang tengah melemah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida sendiri tak habis pikir, kenapa selalu Pak Prabu yang ada di sampingnya, disaat hatinya tengah berkecamuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali dirasakannya telapak tangan Pak Prabu yang turun ke bawah pinggulnya, mengusap lembut bulatan pantat nya. Mengusap punggungnya dengan lembut, lalu kembali memeluk erat pinggang yang ramping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan pelan, Zuraida menepis tangan Pak Prabu , saat lagu telah usai. Berusaha untuk tidak membuat lelaki itu malu, karena selama berduet tangan itu tak lepas dari tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terimakasih,,,” ucapnya, saat menerima tepuk tangan dari mereka yang ada disitu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ternyata suara istri Dako ini merdu banget,, senang berduet dengan Bu Dokter,” ucap Pak Prabu, membungkuk dengan gaya formal memberi hormat sambil tertawa renyah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bila ibu mengizinkan, malam ini aku ingin menagih janji yang kemarin ibu tawarkan,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEEGG,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida sangat kaget mendengar ucapan Pak Prabu yang begitu pelan, hanya terdengar oleh mereka berdua.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersenyum kikuk, balas membungkuk. Turun dari panggung mendekati Aryanti yang menghampirinya, lalu kembali menuju meja dimana Arga dan Dako duduk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalian mau minum apa? Biar aku ambilkan,” ucap Arga menawarkan minuman dengan suara datar, tanpa ekspresi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terserah,,, yang penting bisa menghangatkan tubuh,” jawab Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku apa aja boleh,,,” sambung Zuraida, matanya menatap Arga yang cepat berbalik sebelum kata-katanya selesai terucap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tau minuman spesial untukmu Cint,,, hehehe,,, Ayo mas, aku temenin,” celetuk Aryanti, menyusul suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Suaramu memang indah sayang,,, Aku selalu bangga memilikimu,,” ujar Dako, saat mereka tinggal berdua dimeja itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Haahahaha,,, Mas seperti tidak mengenal aku saja,,” jawab Zuraida, berusaha naik ketas kursi yang cukup tinggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau bisa menikmati liburan ini?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tak langsung menjawab, berusaha membaca maksud pertanyaan suaminya dari raut wajah. “Lumayan, tapi sebenarnya apa tujuan Mas Dako mempertemukan aku dengan Arga dalam situasi seperti ini?,,” wanita itu balik bertanya dengan suara datar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako menggenggam tangan Zuraida, bibirnya tersenyum tulus, seakan mengatakan bahwa situasi ini dicipta memang untuk Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu tertawa pelan, entah menertawakan gaya Dako yang begitu romantis, entah menertawakan dirinya yang terpuruk pada nostalgia masa lalu yang justru membuatnya semakin terpuruk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tau, pasti ini sulit bagi Mas Dako, Mas tidak perlu melakukan hal gila seperti ini, apa Mas tidak takut kehilangan aku?,, atau Mas memang tidak percaya pada hatiku?,,,” ucap Zuraida, begitu terbuka sekaligus tajam. Seakan menyimpulkan segala isi yang ada dihati Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heeyy Cint,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seru Aryanti yang membawa dua gelas cocktail, disusul Arga yang menenteng dua botol chivas regal, menyelamatkan Dako yang bingung harus menjawab pertanyaan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Suaramu tadi mantap banget lho, bikin aku minder mau nyumbang lagu,,,” ucap Aryanti. Menyerahkan gelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehe,, biasa aja koq Yant,,,” jawab Zuraida yang diam-diam kembali menatap cincin milik Aryanti. Otaknya tengah mengkaji ulang tentang tawaran Aryanti. Walau bagaimanapun hatinya sulit untuk menerima pertukaran itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yant,,, tentang yang tadi sore,, sepertinya aku tidak bisa untuk,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwhh,, iya,,,” Seru Aryanti tiba-tiba, memotong ucapan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas Arga,, Dako,,,Tadi sore aku dan Zuraida sepakat untuk bertukar cincin, dan itu artinya,,, Emmhh,,,” Aryanti dengan wajah jenaka menghentikan kata-katanya, bergantian menatap tiga pasang mata yang tertuju padanya, “Artinya adalah sebuah,,, sebuah pertukaran pasangan, apa kalian para suami bisa menerima?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak Arga dan Dako mengamati cincin yang melingkar dijari manis Aryanti dan Zuraida. Tidak menyadari bila cincin yang dikenakan oleh pasangannya bukanlah cincin yang mereka berikan saat menikah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo aku tidak masalah,” jawab Dako cepat, tersenyum lebar, membuat Arga kaget dan bingung, lalu dengan terpaksa mengangkat kedua pundaknya, sebagai tanda menyerahkan keputusan kepada yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Okeee,,, Deal,,,” seru Aryanti. Menghentikan usaha Zuraida yang ingin mengutarakan keberatan. Wanita berjilbab itu akhirnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat ulah sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ting,, Ting,, Ting,,”Maaf,,, minta perhatiannya sebentar,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ucap Pak Prabu tiba-tiba, mengetuk gelus dengan cincin akiq yang ada dijarinya. Lampu sorot yang terang mengarah ke tempat lelaki berdiri, diatas panggung, ditemani istrinya Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebelumnya, boleh saya meminta Sintya untuk ikut naik keatas sini,, biar komplit laahh,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, mantap,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sing rukun yooo,,, hahaha,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Teriakan dan tawa seketika menggema. Rupanya Pak Prabu sudah berterus terang tentang status Sintya kepada Bu Sofie, dan hebatnya Bu Sofie dengan lapang dada bisa menerima.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Itu terlihat bagaimana Bu Sofie menyambut Sintya yang naik ke atas panggung dengan senyum dan tangan terbuka, berpelukan dan saling cipika-cipiki, membuat para lelaki yang ada di situ menjadi iri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Harap tenang,,,” ucap Pak Prabu dengan gaya cool yang dibuat-buat, menegakkan kerah bajunya, lalu menggandeng Sintya dan Bu Sofie, begitu pongah menggoda para lelaki yang ada ditempat itu. Tak ayal suara tawa semakin menggema.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Agar tidak mengganggu acara kita, Langsung to the poin saja,,, Jadi begini,,,” ucap Pak Prabu, saat suara tawa mulai mereda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya tadi pagi ditelpon Pak Andre Diaz, tentang rotasi mutasi manager empat tahunan, mungkin dalam minggu ini saya akan ke Jakarta untuk memastikan hal tersebut,” saat membicarakan hal-hal yang serius, wibawa Pak Prabu sebagai seorang pemimpin muncul seketika, Arga, Dako, Munaf dan Adit serius memperhatikan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi saya mendapatkan bocoran tentang rotasi kali ini, yang bagi saya sendiri cukup mengejutkan. Seperti yang kita ketahui, saya memang mendapatkan promosi untuk untuk menduduki salah satu jabatan penting dipusat, dan posisi saya akan digantikan oleh Arga sebagai pimpinan cabang. Tapi berdasarkan pencapaian prestasi kita semua,,,” Pak Prabu menarik nafas panjang, bibirnya tersenyum lebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Adit dipromosikan untuk memegang tampuk wakil pimpinan cabang, menemani Arga,, selamat,,,” Tepuk tangan dan ucapan selamat segera mengalir, sementara Adit sendiri tersenyum lebar, tak menyangka dengan karirnya yang begitu cepat naik. Bahkan terlalu cepat untuk remaja seusianya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan untuk Pak Munaf, kemungkinan besar akan menggantikan Pak Andree Jeff, yang pensiun dari pimpinan Cabang Kota Surabaya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Whooo,,, selamaat,, selamaaat,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akhirnyaaa,,, naik jugaaa,, selamaat,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tepuk tangan semakin riuh, jabatan pimpinan cabang itu memang pantas untuk Munaf yang terbilang cukup senior.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sedangkan Dako,,,” suasana seketika menjadi hening saat Pak Prabu mulai melanjutkan pengumumannya, “Dengan pertimbangan perlunya perusahaan ini melebarkan sayap, jajaran direksi mempercayakan kepada Dako untuk merintis pembukaan cabang central untuk daerah Kalimantan,, selamaat!!!,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeeaaahhh,,,” Dako mengepalkan tangannya, berteriak girang, tertawa lebar, menerima jabat tangan Arga dan Aryanti yang mengucapkan selamat. Lalu berpaling kearah Zuraida dan memeluknya erat, "kita akan pindah ke Kalimantan sayang, seperti yang memang aku inginkan,,,” bisik Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok,,, untuk sementara mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan, tapi bocoran ini dapat dipercaya, karena disampaikan langsung oleh Pak Andre, selanjutnya,, silahkan melanjutkan party kita,,,” ucap Pak Prabu menutup pengumumannya sambil mengangkat gelas ditangan, mengajak untuk bersulang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kebahagiaan begitu nyata terlihat, masing-masing mengucapkan selamat kepada rekannya. Berkelakar tentang daerah yang akan mereka tempati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil memainkan jari-jari diatas Yamaha Keyboard PSR-E433, Adit membawakan lagu dari Daniel Bedingfield dengan pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
If your not the one then way does my soul feel glad today...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
If your not the one then way does my hand fit yours this way...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
If you are not mine then way does your heart return my call...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
If you are not mine would i have the strenght to stand at all...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu mengajak Bu Sofie untuk berdansa, memeluk sang pejantan sambil memamerkan senyum kepada yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pah,, mending papah nemenin Sintya, kasian dia sendiri,,,” ucap Aida saat melihat raut wajah gadis itu berubah ketika Pak Prabu mengajak Bu Sofie berdansa. Memang tidak mudah untuk menjadi yang kedua.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya,,, Boleh koq,,, tapi jangan dinakalin, kasian dia,,,” ucap Aida, menjawab tatapan tak percaya dari Munaf. Seketika lelaki itu tersenyum lebar, mengecup kening Aida, lalu mendekati Sintya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aryanti,,, mau berdansa dengan ku?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti tersenyum mendengar ajakan Dako, sesaat menatap Arga dan Zuraida meminta izin, lalu dengan gaya yang gemulai mengangkat tangan kanan nya yang dengan cepat disambut oleh Dako. Berjalan mendekati Munaf dan Pak Prabu yang ada didepan panggung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,,” panggil Arga lembut, mengagetkan Zuraida, meski dirinya memang tengah menunggu ajakan Arga, tetap saja suara yang terdengar lembut itu mengagetkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersenyum canggung, menyambut Arga yang meletakkan tangan dipinggul yang ramping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh kedua insan berlainan jenis itu bergerak mengikuti lagu, ditempat yang sama, tidak bergabung dengan yang lain. Gerakan kedua nya terlihat kaku, padahal beberapa jam yang lalu mereka bercinta dengan mesranya. Membisu, masing-masing sibuk dengan pikirannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Malam semakin larut, beberapa pasangan terlihat saling bertukar, kini Munaf terlihat tengah menggandeng Andini, sementara Pak Prabu begitu mesra bersama Sintya. Dan Bu Sofie,,, wanita itu kini terlihat sibuk di meja bar mini, meracik minuman dari beberapa botol beraneka warna yang berbentuk unik. Sebuah hobby baru yang didapatnya setelah lama menetap di Paris.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti dan Dako pun tampak beristirahat, keduanya terlihat seperti sepasang kekasih baru, duduk dengan saling pangku, tangan Dako yang nakal tak henti menggarayangi paha Aryanti yang hanya dibalut mini dress warna merah muda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali Aryanti menuangkan whiskey ke gelas mereka. Dan terlihat jelas bagaimana keduanya mulai mabuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
***</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah cukup lama saling diam, akhirnya Zuraida menyerah, membuka mulutnya membuka percakapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,,,” sahut lelaki itu datar. Sesuai dengan dugaan Zuraida, jawaban yang terasa begitu hambar. Namun Zuraida tidak peduli, wanita itu menyandarkan kepalanya di pundak si lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku akan pergi jauh,, mungkin,,, mungkin kita tidak akan bertemu lagi,,, aku tidak mungkin terus menyakiti Aryanti,,,,” Air mata perlahan berkumpul dipelupuk mata, jatuh berderai tak terbendung, sesenggukan dipundak Arga. Tapi lelaki itu tak bergeming, tak menjawab, hanya tangan kekar yang memeluk semakin erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, plisss,, jangan diam seperti ini,,, acuh mu membuat hatiku semakin menderita,,,” tangis wanita itu semakin dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan menangis sayang,,, inilah jalan hidup, takdir hanya ingin membantu kita untuk menyelesaikan hubungan terlarang ini,,,” bisik Arga, mengusapi rambut Zuraida yang tertutup oleh jilbab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Percayalah,,, kesibukanmu sebagai seorang dokter dan waktu yang berlalu pasti akan mampu membantu hatimu mengatasi ini,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangis Zuraida terhenti, ia dapat membaca apa yang tersirat dari jawaban Arga. Ketegasan seorang lelaki. Tampaknya Arga memang ingin mengakhiri hubungan mereka lebih awal. Dan tak ada yang dapat dilakukan Zuraida selain menerima.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Matanya yang basah menatap Arga. Dibuangnya segala gengsi dan ego. Hatinya begitu merindukan sentuhan dari lelaki yang beberapa tahun lalu begitu merajai hati dan pikirannya. Dan kini semua terulang lagi, dalam status dan kondisi yang jauh berbeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kakinya berjinjit, mengecup bibir si pejantan, sentuhan bibir dalam balutan cinta yang dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,,” hanya kata itu yang terucap dari bibir Arga saat menyambut bibir sicantik. Walau bagaimanapun sulit bagi Arga untuk mengabaikan jamahan bibir seorang Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lampu sorot kolam yang tadi sempat menyala terang, kembali meredup. Membuat suasana semakin syahdu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, tengoklah Bu Zuraida dan Pak Argaa,,, soo sweeett,, romantis bangeeet,,,” ucap Andini yang menghampiri Aida yang duduk disofa panjang. membawa dua gelas cocktail hasil racikan tangan Bu Sofie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sepertinya antara mereka emang ada sesuatu deh,,,” jawab Aida, menyambut obrolan Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Padahal aku pengen banget dansa ama Pak Arga,,,kali aja ntar dikasih lagi,,, itu nya lhooo,, ngangenin bangeet,,,” ucap Andini yang sepertinya sudah mulai mabuk. Sejak awal gadis itu memang sudah banyak minum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, ternyata kamu udah nyicipin punya Arga juga ya,,, tapi emang sih,, wanita mana yang ngga klepek-klepek dihajar batang gede nya,,, Uuugghh,,, Dini sihh,, aku jadi pengen nih,,, hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi obrolan dua wanita terhenti, di keremangan mata mereka menyaksikan bagaimana tangan Arga meremasi payudara Zuraida. Wanita yang terlihat begitu setia dan alim itu begitu pasrah atas ulah dua tangan Arga yang meremasi payudara, pantat dan selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duuuuhh,,, Aku jadi ikut merindih nih Din,,, pengen diremes-remes juga,,,” keluh Aida, menjepit tangan dengan kedua pahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, Pak Munaaaf Buuu,,,” seru Andini tiba-tiba. Menunjuk Munaf yang tengah menggarayangi tubuh Bu Sofie dari belakang, tapi wanita bertubuh montok itu hanya tertawa. Tangannya terus bekerja meracik minuman untuk Adit yang duduk didepan Bar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitupun saat Munaf berusaha mengeluarkan sepasang payudara berukuran 36D dari gaunnya. Bu Sofie justru tertawa semakin lebar, entah apa yang mereka bicarakan hingga akhirnya Bu Sofie melemparkan kain kecil hingga menutupi wajah Munaf.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba tubuh Bu Sofie beringsut turun kebawah, membuat Andini dan Aida bertanya-tanya apa yang dilakukan wanita itu dibawah meja bar, tapi saat melihat wajah Munaf yang terlihat begitu menikmati aktifitas Bu Sofie dibawah sana, baru lah mereka mengerti apa yang tengah terjadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak berapa lama, Munaf menarik tubuh Bu Sofie kembali berdiri, meminta wanita itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Terlihat Bu Sofie mewanti-wanti saat Munaf mengangkat gaun mini yang membungkus tubuh montoknya. Tapi Munaf seperti tidak peduli, meminta Bu Sofie lebih membungkukkan badannya, dan tiba-tiba tubuh wanita terhentak kedepan, mulutnya terbuka melepaskan lenguhan tanpa suara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, mereka ngen,, ngentot ya?,,” tanya Andini dengan suara tertahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huuhh,,, dasar si papah,,, padahal tadi udah janjian ga boleh main serong lagi,,, uuggghhh,,,” Aida terlihat sebal, menenggak habis cocktailnya, merasa kurang, Aida juga menenggak chivas milik suaminya yang ada di meja kecil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seketika wajahnya mengernyit ketika merasakan kerasnya rasa dari minuman itu. Tak ambil pusing dengan rasa, ibu muda itu kembali menenggak beberapa kali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hihihihi,,, ibu kalo marah lucu,,,” Andini mengamati tingkah Aida yang tengah sewot. “Balas aja bu,,,” usul Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Balas?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya,,, ibu balas aja, tu suami saya lagi nganggur,,,” jawab nya sambil menunjuk Adit yang duduk menonton sambil meremasi batang yang ada di celana, seolah sedang menunggu giliran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa minta persetujuan lebih lanjut, Aida beranjak mendekati Adit, dan langsung memberikan ciuman yang ganas. Adit yang sempat kaget langsung mengerti apa yang diinginkan wanita itu. Pasrah ketika Aida menariknya kedalam bar. Tak menunggu lama terjadilah pacuan dua tubuh betina yang sama-sama memiliki tubuh montok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pinggul Adit menghentak dengan kasar, menjejali vagina Aida dengan batangnya, sambil melempar senyum kepada Munaf. Terbalas sudah dendamnya tadi pagi, saat Munaf menyutubuhi Andini dalam lomba pantai, tepat didepan matanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Asseeeem,,, pelan-pelan Dit, jangan kasar gitu, kasihan istriku,” seru Munaf geram.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi peringatan Munaf justru dijawab oleh istrinya sendiri dengan lenguhan panjang, di balik kacamata minusnya wanita itu tersenyum nakal, sambil sesekali meringis akibat hentakan Adit yang kelewat kasar. Tapi itu justru membuat Aida semakin liar, pantatnya bergerak ke belakang dan ke depan memberikan perlawanan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Munaf semakin geram, tidak menyangka istrinya yang dulu kalem kini berubah menjadi begitu binal. Tubuh montok yang selama bertahun-tahun selalu setia melayani kebutuhan seksualnya kini tengah melayani lelaki lain. Menawarkan kenikmatan liar yang tidak pernah diberikan kepadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat hal itu Bu Sofie tertawa, seolah tak ingin kalah tubuhnya ikut bergerak liar, otot vaginanya mengencang, memberi pesan kepada Munaf bahwa vaginanya tidak kalah dari milik istri Munaf itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ayal terjadilah persaingan pacuan liar, Adit yang membalas dendam, Munaf yang geram dibakar cemburu, Aida yang ingin membalas ulah suaminya dan Bu Sofie yang terbawa dalam arus persaingan. Begitu kontras dengan alunan musik yang mendayu lembut, mengiringi Arga dan Zuraida yang masih melangkah berirama sambil berpelukan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara disisi lain kolam, Mang Oyik dan Kontet yang kini menjadi operator musik dan lampu, cuma bisa manahan konak. Nafsu kedua jongos itu semakin menderu saat menyaksikan Aryanti yang kini duduk mengangkangi Dako yang asik menyusu dikedua payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali jari lentiknya memasukkan kembali payudara kebalik mini dressnya, berkali-kali pula tangan Dako menarik keluar seolah sengaja ingin memamerkan sepasang buah ranum itu kepada Mang Oyik dan Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya Aryanti pasrah, membiarkan payudaranya menggantung diluar, menjadi santapan bibir dan lidah Dako. Menjadi santapan nafsu liar kedua jongos yang hanya bisa menatap sambil mengusapi selangkangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Birahi telah menguasainya, dicumbui tatapan liar yang semakin membuat tubuhnya semakin terbakar sensasi eksibionis. Wanita cantik itu balas menggoda. Menggesek-gesek batang Dako di selangkangan yang masih terbalut celana dalam yang juga berwarna merah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sepertinya kedua pasangan itu tidak ingin terburu-buru, menikmati setiap kenakalan yang dilakukan oleh pasangannya. Menikmati segala cumbu nafsu yang menyapa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang,,, Mang Oyik,,, tu ada yang nganggur Mang,,,” seru Kontet mengagetkan konsentrasi Mang Oyik. Keduanya menatap Andini yang sudah mulai mabuk, mengamati persetubuhan pacuan birahi suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Samperin yuk,,, kali aja kita dikasih nenen sama tu cewek,,, sepertinya lagi mabuk, Mang,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eittsss,,, itu jatah ku,,, kamu tungguin lampu ama sound system, lagian idolamu lagi show tuh,,, kali aja ntar kamu ditawarin ikut nyoblos memeknya,,,” ucap Mang Oyik, lalu meninggalkan Kontet yang ingin protes.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, Gaaa,,, kau membuatku basah sayang,,,” rintih Zuraida, meski tertahan oleh gaun yang ketat, Zuraida masih bisa merasakan bagaimana jari-jari Arga mengusapi vaginanya. Puting mungilnya yang mengeras tak lepas dari remasan tangan kiri Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,,, Aku ngga tahan, sayaang,,,” mata indahnya menatap Arga, meminta sebuah penyelesaian, berharap lelaki itu membawa tubuhnya ketempat yang sunyi dan memberikan kenikmatan yang tengah diidamkan oleh vagina mungilnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangaaann,, cukup seperti ini ya sayang,,,” jawab Arga, mengangetkan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berbagai pertanyaan berseliweran diotak dokter cantik itu, Apakah Arga tidak mencintainya lagi?,,, Apakah Arga sudah tidak menginginkan tubuhnya lagi?,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida termenung, kembali merapatkan tubuhnya ke dada si lelaki, nafsu yang bergemuruh dengan cepat sirna, kerisauan hati lah yang kini meraja. Bertanya-tanya, Ada apa dengan cintanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaang,,, Tidak usah berfikir macam-macam, aku hanya berusaha melakukan yang terbaik buat kita,,,” ucap Arga, hatinya pun sedih tidak bisa memenuhi keinginan wanita yang begitu dikasihi. “Maaf,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tidak menjawab, memejamkan matanya, waktu mereka tak banyak. Tak ingin menghabiskan dengan perdebatan. “Argaa,,, hikss,,,” wanita itu kembali terisak dipelukan si lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
-It’s Me, Arga</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mendengus kesal, seharusnya malam ini bisa menjadi malam yang indah, tapi hati kecilnya seakan memberi perintah untuk membuat benteng pertahanan untuk luka yang lebih, seperti yang terjadi beberapa tahun yang lalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah menikmati cinta dan kasih sayang yang dilimpahkan oleh Zuraida, membuat lelaki itu sempat berfikir untuk terus menjalin hubungan dengan Zuraida, walaupun itu harus menghianati Aryanti dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi akal waras nya masih bisa memprotect, maka tak ada pilihan selain menjaga jarak dengan Zuraida secara perlahan. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Niat itu sempat goyah saat menatap keanggunan Zuraida malam itu, tubuh semampai yang dibalut longdress putih, begitu memukau matanya. Arga coba menegarkan hati saat wanita itu membawakan lagu ‘Broken Angel’.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak tega melihat kemurungan Zuraida akibat sikap cuek yang sengaja dipertontonkannya. Ingin sekali dirinya berlari menghampiri dan memeluk wanita yang begitu cantik dalam balutan jilbab putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi semakin dirinya mencinta, semakin besar kesadarannya, Cinta mereka tidak mungkin bersatu, bertahan dalam hubungan semu hanya akan membuat Zuraida dan dirinya semakin terluka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sepanjang pesta, mata Arga silih berganti menatap Zuraida dan Aryanti. Antara ego hati dan rasa bersalah, bagai dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisah, namun tak mungkin pula untuk dipertemukan menjadi satu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ajakan Aryanti untuk bertukar pasangan hanya membuat keadaan semakin rumit. Hingga akhirnya hatinya kembali terjerembab dalam pelukan cinta Zuraida yang syahdu. Menikmati segala cumbu Zuraida diantara irama tubuh mereka yang mengalir mengikuti irama musik, dengan cinta yang tertahan, tak mampu diluahkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada rasa rindu saat telapak tangannya mengusapi kemaluan si betina, tentang kenikmatan yang ditawarkan, kepasrahan yang nyata untuk dipuaskan oleh batangnya yang tengah menagih kenikmatan yang sama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ingin sekali Arga menggagahi tubuh Zuraida, menikmati tubuh indahnya di saat sang wanita merintih untuk sebuah penyelesaian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi persetubuhan hanya membuat ikatan mereka semakin kuat, tak mungkin mengakhiri sebuah kisah, sementara tubuh mereka menyatu dalam hasrat yang sama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hingga akhirnya Pak Prabu menghentikan irama kaki mereka, meminjam sang tercinta untuk sebuah fantasi yang tak pernah mampu diluahkan oleh atasannya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ada yang tak berhasrat pada wanita secantik Zuraida, pada tubuh indah yang malam itu dibalut kain tipis yang ketat. Begitupun dengan semua pejantan ditepat itu, pernah mengungkapkan hasrat untuk menunggangi tubuh dokter cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bola mata bening yang menatap wajahnya, memohon tak ingin dilepaskan. Pikiran Arga kacau. Haruskah dirinya menceritakan semua pada Zuraida. Tentang besarnya rasa kasih yang ingin diluahkan kepada wanita yang berada dalam pelukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tentang ketidak berdayaan nya atas kuasa Pak Prabu. Tentang permainan yang tengah para lelaki jalani, menjadikan para tubuh para wanita sebagai piala yang mereka perebutkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hingga akhinya tangan Arga jatuh terlepas, tanpa suara, bagai sebuah robot menarik setiap sisi bibir agar bisa tersenyum, mempersilahkan Pak Prabu mengambil si cantik dari pelukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu berat Arga melepaskan pelukannya dari tubuh Zuraida. Seandainya yang meminta adalah Munaf atau Adit mungkin dirinya masih bisa menolak, tapi,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mundur beberapa langkah menuju meja, menatap langkah kaki gemulai Zuraida mengikuti gerakan dalam pelukan lelaki lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dibias cahaya temaram, Tubuh Arga gemetar, mengutuki dirinya sebagai pecundang. Menatap wanita yang hanya bisa pasrah, saat si lelaki menelusuri pinggang yang ramping menuju pinggul yang sensual. matanya menangkap bagaimana geliat tangan Pak Prabu mengusap pantat Zuraida yang membulat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uggghhh,,, aku harus melepasnyaaa, tapi aku juga tidak sangggup melihatnya dalam pelukan lelaki lain,” batin Arga berkecamuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali matanya menangkap bagaimana tubuh semampai itu menggeliat saat Pak Prabu melakukan usapan nakal pada gundukan payudara yang tidak terlindung oleh bra, hanya kain dari gaun tipis yang seolah tak berarti apa-apa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kaki Arga gemetar meninggalkan tempatnya berdiri, tak ada daya, perjanjian telah disepakati, setiap orang berhak untuk mendekati siapapun dalam liburan ini. Gontai, menuju sofa yang dihuni oleh Andini yang tengah dibius oleh cumbuan tangan Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mengabaikan pandangan Andini yang menyirat pesan birahi kepadanya, menggeliat menerima usapan tangan Mang Oyik diselangkangan yang tak lagi terlindung oleh kain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paak,,” ucap gadis itu, menepis tangan Mang Oyik, beralih memeluk Arga yang duduk disampingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Andini kangen bapak,,, Dini kangen punya bapak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Din,,, kamu mabuk,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak menjawab, tapi gadis itu langsung memagut bibir Arga dengan ganas. Arga dapat merasakan bau alkohol dalam balutan rum dari bibir tipis itu. Arga berusaha mengelak mendorong istri Adit itu dengan pelan, namun si mungil justru menaiki tubuhnya, mengangkangi pahanya, bergerak liar menggoda, menari memberi sentuhan ketubuhnya dengan payudara mungil yang menggantung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeeee,,,” panggil Arga lemah. Di kejauhan, dilihatnya Zuraida membuang muka, seolah takut menatap padanya, saat tangan Pak Prabu bertamasya di gundukan payudara yang membulat, meremas, mengusap dan,,, merangsek tubuhnya seolah ingin menyatu dengan si cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaggghh,,, Sialaaan,,,” Dengus Arga kesal melihat ketidakberdayaan Zuraida untuk menolak. “Tepislah sayang, kau berhak melakukan itu, kau tidak terikat apapun, tamparlah wajah yang berusaha mengejar bibirmu,,,” batin Arga berteriak, protes pada kepasrahan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara, dihadapannya,,, ranum tubuh seorang Andini meliuk diatas pangkuannya, memohon untuk sebuah percumbuan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membuang rasa kesal, dengan cepat Arga melumat payudara mungil Andini dengan beringas, membuat bibir gadis itu meringis tertahan. Merintih menikmati gigitan nakal. Tak puas dengan aksi bibirnya, tangan Arga ikut bergerak meremas. Membuat Andini yang tengah mabuk semakin belingsatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Disamping mereka, Mang Oyik yang tersisih cukup tau diri, tak ada guna dirinya duduk disamping dua tubuh yang tengah bergulat dalam birahi yang panas. Matanya segera menyisir tepian kolam renang, mencari betina lain yang dapat dimangsa olehnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tersenyum girang saat mendapati tubuh Aida yang tertelungkup di meja bar, kelelahan setelah melakukan pacuan birahi. Beranjak mendekati. Menegur untuk mencari tau kondisi si betina yang kelelahan. Bagian bawah gaunnya masih tersingkap, memamerkan bulatan pantat yang seksi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mang Oyik tersenyum girang, beringsut ke belakang tubuh Aida. Dibawah tatapan garang Munaf yang masih sibuk menunggangi tubuh montok Bu Sofie, Mang Oyik mengangguk kalem, seolah meminta izin untuk memasukkan perkakasnya kebelahan vagina yang masih basah oleh sperma Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang,,, jangan Mang,,, Awas kalo berani,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiisshh,,, udah jangan ribut,,, cepet selesein, punya ku udah mulai perih nihh,,, Oowwhhhsss,,, jangan dipelintir Naf,,,” celetuk Bu Sofie yang meringis akibat putingnya yang dipelintir oleh Munaf, mengangkang diatas bangku, menikmati batang yang sedari tadi masih bertahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaagghh,,, sialan kau Mang,,,” teriak Munaf saat menyaksikan Mang Oyik menarik pantat istrinya lebih ke belakang, wajah cantik Aida hanya bisa meringis, ketika Mang Oyik meremas-remas pantat yang semakin menungging.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwghhh,,, Pahh,,, Papaahh,,, siapa lagi yang nusuk memeq mamah, Paah,,,” Rupanya wanita itu benar-benar mabuk, menoleh kebelakang mencari tau siapa lagi yang tengah menggarap liang kawinnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang Oyik Mah,,, Mang Oyik yang ngentotin mamaah,,, Ugghhh,,” Munaf mencengkram pinggul Bu Sofie dengan kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“,,, pelan-pelaaan ya Mang,,,Eeengghh,,, jangan kasar seperti kemaren,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEEGG,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf kaget bukan kepalang, Aida memang sudah pernah melayani penjaga cottage itu,,, saat mereka baru tiba dipantai,,, di kamar lelaki berambut kriwel itu,,,. Hatinya semakin panas saat menyaksikan cara Aida melayani lelaki bertampang mesum itu, membetulkan duduknya, memastikan batang Mang Oyik dapat bergerak bebas menusuk vaginanya dari belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Naaafff,,, udaaah cuekin ajaaa,,, ngentotnya pindah ke pintu belakang yaa,,, memek ku udaaah panass nih,,,” ucap Bu Sofie menarik batang Munaf keluar, lalu mengarahkan ke pintu belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“,,, kenapa ngga dari tadi Bu,,, Aaagghh,,, yang belakang masih sempit banget Bu,,,” Munaf menggeram saat batangnya mulai tenggelam di lubang anal. Bu Sofie tertawa, mengangkang semakin lebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
---</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraidaa,,, mana Zuraida ku,,,” ucap Arga panik, tersadar dari hasrat yang ditawarkan tubuh ranum Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Matany bergerak liar mencari sosok Zuraida, namun wanita itu sudah tidak berada ditempatnya semula. Semakin jauh, disisi seberang kolam, masih dalam pelukan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraidaaa,,, tepis lah tangannya sayaaang,,, jangan biarkan menjamah tubuhmuu,,,” ucap Arga, meski jauh matanya masih bisa menangkap gerakan tangan Pak Prabu yang bergerak nakal di sekitar selangkangan Zuraida. Perlahan keduanya semakin jauh, hingga akhirnya menghilang di rerimbunan tanaman hias.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidak,, tidak mungkin,,, aku mengenal Zuraida lebih dari siapapun,, tidak mungkin menyerahkan tubuhnya semudah itu kepada lelaki lain,,, usaha Pak Prabu pasti akan sia-sia,,,” Arga mencoba menghibur sekaligus menguatkan hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Walau bagaimanapun tidak mungkin dirinya merelakan wanita yang begitu dikasihi dijamah oleh lelaki lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwsshhh,,,, siaaaal,,, Diiiin,,, kamu ngapaain,,,” Arga merasakan batangnya kini sudah berada dalam genggaman jemari yang lentik, sementara tubuh mungilnya bergerak maju mundur menggesek batangnya di depan pintu vagina yang tak lagi berkain pelindung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,,, Dini kangeeen punya Bapaaaak,,, entotin Dini lagi ya paaak,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pinggul dan pantatnya bergerak sinergis menggesek batang Arga yang tertekuk ke atas. Bagaikan sebuah hot dog,, batang besar Arga diapit oleh pintu vagina yang membekap basah, bergerak maju mundur seakan melumuri batang Arga dengan selai putih yang semakin banyak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,, Dini masukin yaaa Paaak,,, Diniii masuuukin,,, Dini udah ngga kuaaaat,, Aaaeeeengghhh,,,” Andini mengangkat tubuhnya, memposisikan batang Arga tepat didepan liang yang mungil, dan,,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaggghhh,,, Paaaak,, punya bapak besar bangeeeet,,,” Pantat Andini yang memang tidak begitu besar, sesuai dengan tubuh nya yang mungil, bergerak turun. Sungguh pemandangan yang kontras dengan batang Arga yang besar, yang perlahan membelah tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga bisa masuk semua Paaak,,” Andini terengah-engah, vaginanya hanya mampu melumat tiga perempat penis Arga. Setelah merasa liangnya bisa beradaptasi dengan batang yang menusuk jauh kedalam, pantatnya mulai bergerak. Bibirnya mendesis menikmati saraf-saraf sensitif yang mengirim sinyal kenikmatan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menatap wajah cantik Andini, wajah berkeringat yang tengah mendesis menikmati batang di dalam tubuhnya. Bergerak naik turun melahap batang yang terlalu panjang bagi liang vaginanya yang dangkal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,,” Andini tersenyum sayu, menggenggam tangan Arga yang terhulur menjamah payudara yang hanya berukuran 32b, pengaruh alkohol mulai memudar, berganti dengan birahi yang menguasai otak remajanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gadis kecil yang nakal, kasian suami mu bila kemaluan mu ini terlalu sering menerima batang besar seperti milikku dan Pak Prabu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Andini merajuk, tangannya cepat menutup mulut Arga, tapi memang seperti itulah yang tengah dirasakannya. Gadis kecil yang binal, yang tengah ketagihan pada gaya bercinta oleh lelaki yang bukan suaminya. Gadis kecil yang binal, yang tengah ketagihan pada batang besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gerakan tubuh Andini berubah-ubah, kadangkala bergerak naik turun, lalu bergerak maju mundur, sesekali pantatnya bergerak memutar, memelintir batang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lama Arga terdiam, menikmati kenakalan Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Praaaang,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Praaang,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seketika mata Arga mencari asal suara, gelas kaca yang jatuh dan pecah tepat disamping Aryanti yang dibaringkan Dako diatas meja kecil. Tampak sahabatnya itu tengah mencicipi selangkangan Aryanti, geliat tubuh istrinya membuat semua yang ada di meja terjatuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf, aku tidak bisa menjaga istrimu, Sob,,,” lirih batin Arga. Lalu mengawasi pohon hias yang sesekali bergerak. Entah apa yang tengah terjadi pada Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Matanya menangkap langkah Zuraida yang terhuyung, dibopong Pak Prabu menuju pintu keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Arga semakin kacau saat melihat bagian bawah jilbab Zuraida yang tersimpan rapi di balik gaun putih kini terurai keluar. Sementara gaun panjang yang menutup hingga ke mata kaki, tampak terangkat ke atas, beberapa senti di bawah selangkangan, memapar paha dan kaki yang putih mulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Apakah Pak Prabu sudah berhasil menikmati tubuh Zuraida?,,, ataukah mereka baru memulai dan bersiap menyelesaikan semua di balik tembok kolam renang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menggeram emosi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekilas terbayang geliat liar tubuh Zuraida, saat vagina tembem milik wanita berjilbab itu melayani kejantanan nya, ditepian pantai yang sepi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, jangan liat ke lain,,, liatin memeq Dini aja Paaak,,,” rengek Andini meminta perhatian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga yang tengah panik dan cemburu menjadi kesal, lalu membentak gadis itu dengan kasar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Diam kamu Din,,, apa kamu tidak melihat Zuraida tengah dikerjai Pak Prabu, Heh?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak gerak tubuh Andini terhenti, wajahnya menjadi pucat, tubuhnya merinding melihat kemarahan Arga, nafsu yang tadi menggelegak sirna begitu saja. Sekalipun dirinya tak pernah melihat lelaki yang selalu ramah itu marah,,, sangat marah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Din,,, Maaf,,, terlalu banyak pikiran yang mengganggu,” ucap Arga sambil mengusap pundak Andini yang terbuka. Merasa kasihan melihat wajah gadis yang ketakutan melihat amarahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat mata Arga mengamati pintu yang cukup jauh dari mereka, tak ada tanda-tanda kedua insan itu kembali ketempat. Menghempas deru di hati dengan membuang nafas panjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf bila selama ini aku egois,, tak pernah mencoba menyelami hatimu, aku selalu sibuk dengan egoku,,,,” Arga membatin, memaksa hatinya untuk merelakan apapun yang akan dilakukan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dini bisa mengerti koq pak,,,” jawab Andini tiba-tiba, mengagetkan Arga, berusaha untuk bangkit, melepaskan batang Arga yang masih berada di dalam vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu belum selesaikan?,,,” tanya Arga sambil menahan pinggul gadis itu, tidak membiarkan batangnya terlepas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeh,, ngga apa-apa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, kalo gitu aku yang belum selesai,,, bantuin yaa,, boleh semprot didalem lagi kan?,,” tanya Arga, bangkit sambil menggendong tubuh Andini, lalu membaringkan gadis itu di atas sofa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini mengangguk sambil tersenyum masih dihantui rasa takut akan amarah Arga yang tadi sempat meledak. membiarkan Arga merentang kedua kakinya, memandangi kemaluannya yang masih basah. Lalu kembali mengangguk saat Arga bersiap kembali memasukkan batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeengghhh,,, Paaak,,,” bibirnya mengerang, meski kali ini batang itu lebih mudah memasuki tubuhnya, tetap saja gadis itu mengerang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maafin aku tadi ya,,, aku terlalu banyak pikiran,,,” terang Arga, mencoba merayu Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iyaaa,,, ngga apa-apaa Paaak,,, tapi sekaaarang,, sayangin Dini duluuu ya Pak,,,” ucap gadis itu, setelah yakin Arga kembali menjadi lelaki dewasa yang dikenalnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pengen disayang,,, atau pengen dientot?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dua-duanya,,,hihihi,,,Aaahhsss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hentakan-hentakan penuh tenaga dalam ritme yang teratur dengan cepat membuai keduanya, desahan dan rintihan Andini cukup membantu Arga untuk lebih memperhatikan gadis yang tengah ditungganginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, Ooowwhhsss,,, sesak banget Paaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mentok sampe keujuuung Paaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa melihat tingkah Andini yang kembali liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Din,,, siapa aja sih yang pernah nyicipin lubang sempit mu ini?,,,” tanya Arga, setelah menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh mungil Andini. Gerakan pinggulnya berubah menjadi pelan, sesekali mengulek ke kiri dan ke kanan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeenghh,,, banyak sih pak,,,” jawab gadis itu malu-malu. “Tapi cuma punya bapak yang bikin Dini ketagihan,,,” sambungnya cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa?,,, kan punya Pak Prabu juga gede,,,” Arga menghentikan gerak pinggulnya, membiarkan gadis itu bermain-main dengan batang yang ada di dalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Punya bapak bukan cuma gede, tapi juga panjang banget,,, berasa banget nyundul di dalam memeq Dini,,, enak banget Pak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aahh maca ciiihh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini tertawa melihat lelaki yang tengah menindih tubuhnya itu bergaya sok imut. Mungkin gaya bercanda Arga juga mempengaruhi penyebab dirinya lebih senang bila tubuh mungilnya dinikmati lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu bukan karena punya ku yang panjang,, tapi type memek mu yang pendek banget, makanya sampe nyundul mentok gini,,,” Arga menggerak-gerakkan batangnya, seolah ingin menunjukkan kepala jamurnya memang menyentuh bagian terdalam dari liang kemaluan gadis itu, semakin Arga menusuk, semakin menggeliat Andini dibuatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, masukin yang dalam yuuuk,,, Dini pengen ngerasain gimana rasanya melumat batang gede ampe habis,,,hihihi” Andini mulai berani memeluk leher Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“dikolam kemarin kan udah,,, ngga tega aku Din, liat kamu sampe njerit-njerit,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi Dini ngejerit itu kan gara-gara Dini,, engghh,, orgasme,,,” Arga bisa merasakan bagaimana gadis itu tersipu malu, menuai orgasme oleh lelaki lain tepat di pangkuan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bener mau dimasukin semua?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini mengangguk sambil tersenyum lucu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga takut sakit?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lagi-lagi kepalanya mengangguk, membuka lebar pahanya, mempersilahkan Arga beraksi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalo ngga bisa masuk semua, ngga boleh keluar di memeq Dini,,,hehehee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sontak Arga tertawa mendengar tantangan gadis yang baru beberapa bulan lulus dari bangku SMA dan langsung dipinang oleh Adit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, ternyata Adit bener-bener pinter milih istri,,, kamu nakal sayaaang,,,” bisik Arga di telinga Andini, lalu bergerak menusuk pelan, merasa tak ada perubahan penisnya mulai menghentak, berusaha menggendor pintu rahim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhh,,, Paaak,, lebih keraaas,,,” rengek Andini seketika. Permohonan gadis itu dikabulkan Arga dalam hentakan berikutnya, terus menggedor, menggasak pintu rahim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini mulai meringis, selangkangannya terasa ngilu, hentakan batang Arga semakin keras dan kasar, jepitan vagina Andini semakin kuat membuat Arga menjadi lebih beringas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan penis Arga memasuki wahana baru yang tidak biasa dimasuki penis para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaaak,,, masukin ke rahim Dini paaak,,,” terengah-engah gadis itu mengangkat pinggulnya, semakin kasar Arga menyetubuhi vagina mungilnya semakin liar pinggulnya bergerak, terangkat tinggi seakan menantang batang Arga untuk memasuki tubuhnya lebih dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaagghhhh,,, sudaaaahh masuuuk semuaaa sayaaaang,,, boleh nyemprot sekaraaaang?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mulut Andini terbuka lebar, begitu sulit tuk bersuara, liang vaginanya terasa begitu penuh oleh batang Arga, memasuki bagian yang tak pernah terjangkau oleh semua penis lelaki yang pernah menikmati tubuhnya. “Phhaaak,,, semprooot,,, semprooot,,, rahim Dini udah siaaaap,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam hentakan yang keras, Arga menghempas tubuh Andini ke sofa, penisnya menghambur sperma tepat di rahim Andini yang menggeliat meregang orgasme. Kaki nya membelit paha Arga, memastikan batang yang tengah menyetor sperma tetap berada di tempatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, Andini sayaaang Pak Argaaa,,,” rintih Andini, memandang sayu wajah Arga yang masih meretas kenikmatan didalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tercekat, ucapan Andini terdengar serius ditelinganya, balas menatap mata Andini yang pasrah dalam dekapannya. Tak ada kebohongan hanya ketulusan seorang gadis belia. Pelan dikecupnya bibir Andini. Lalu melumat dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Din, tapi aku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehehe,,, iya,,,iya Dini cuma bercanda koq pak,,,” potong Andini cepat. Membenamkan wajahnya di balik tubuh Arga yang tinggi besar. Terdiam. Menyembunyikan perasaan yang terucap tanpa sengaja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba keduanya terkejut, batang Arga yang masih berada di dalam vagina Andini mengejat mengeluarkan sperma yang masih tersisa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masih belum habis ya,,, hihihi,,, Ayo cepat keluarin semua, punya Dini masih sanggup nampung koq,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga ikut tertawa, lalu mengejan memaksa keluar sperma yang tersisa, memenuhi rahim gadis yang masih memeluknya dengan mesra.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuuu kan,,, masih ada,, ayo keluarin lagi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,, sudah habis sayang,, punya mu bener-bener hebat,,, lebih hebat dibanding di kolam kemarin.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini tertawa bangga. “Paaak,, kalo nanti bapak kangen punya Dini, Waktu Mas Adit ngga ada di rumah, bapak boleh koq datang, make punya Dini ampe bapak puas,,hehehe,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Huuusss,,, nakal kamu,,, ngga boleh,, cukup diliburan ini aja,,, ntar aku dibunuh sama Adit kalo ketahuan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bener nih ngga mau,,, padahal Dini pengen nyobain ditusuk di pintu belakang,, masih perawan lho, belum pernah ada yang nyobain,,,” Andini mengerling genit menggoda Arga. “Kalo ngga ketahuan sama Mas Adit berarti ngga apa-apa kan? Hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ihhh,, dasar nakal,,, memeq mu aja sempit banget, ngga kebayang kalo aku harus merawanin pintu yang belakang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa penasaran, tangan Arga terhulur ke bawah meraba pantat Andini, lalu perlahan mengusap liang anus yang imut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pengen ngga?,,,” tantang Andini lagi, menggeliat geli akibat ulah jari tengah Arga yang coba menusuk-nusuk analnya, tepat dibawah batang yang masih memenuhi liang vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kata mba Aryanti, nikmatnya beda kalo ditusuk di belakang,,, lagian Pak Arga juga senengkan nusuk di belakang?,,,hehehe,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, kalo gitu jangan izinin siapapun nyicipin ni lubang, sampai nanti aku yang nyobain, termasuk Adit, Ok?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini tertawa saat nama suaminya disebut,,, tapi kepalanya mengangguk menyetujui, “hahaha,,, ya termasuk Mas Adit,,,,” ucapnya riang tanpa merasa berdosa, pola pikir perselingkuhan khas anak ABG begitu mendominasi. Lalu keduanya kembali beradu bibir bersilat lidah dengan panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paak,, kalo sama Bu Zuraida pernah nyicipin dimana aja?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah sadar apa yang diucapkannya, tapi pertanyaan Andini menyadarkan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraida,,, Mana Zuraida?,,,” dengat cepat mata Arga menyapu sisi kolam renang, tapi tak ada “Maaf Din,, aku harus mencari Zuraida,,, maaf banget,,,” ucap Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Andini terhenyak, menyesali apa yang diucapnya, penis yang memenuhi vaginanya terlepas. Mencoba tersenyum saat Arga meminta maaf, memaksa hatinya untuk memaklumi posisi Arga yang tengah terjerat cinta terlarang, dan posisinya sebagai wanita cadangan, pelarian dari hasrat kelelakian Arga yang liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
-What Heavn.. Zuraida?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menatap Arga dengan jantung berdegub kencang, berharap lelaki itu tidak melepaskan pelukannya, tidak membiarkan Pak Prabu mengambil dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun wajah tegang itu berubah menjadi kecewa, sangat kecewa, ketika Arga tersenyum sambil menatap wajahnya, perlahan melepaskan pelukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, kenapa kau lepaskan aku,, peluk aku Gaa,,, jangan biarkan lelaki lain menjamah tubuhku,,,” hati Zuraida berteriak, dengan bibir yang terkatup rapat. Tapi ini bukan salah Arga, lelaki itu tidak tau apa yang dimaksud Pak Prabu dengan meminjam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yaaa,, meminjam tubuhnya, untuk melunasi janji yang terucap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mundur beberapa langkah, mempersilahkan atasannya untuk menghampiri Zuraida. Lalu berjalan menuju meja mengambil botol yang masih tersisa setengah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu menatap Zuraida, meminta izin untuk meletakkan kedua tangannya di pinggul yang ramping. Dengan berat wanita itu menganguk, lalu balas meletakkan jari-jari lentik di pundak Pak Prabu. Perlahan keduanya bergerak mengikuti alunan musik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu Dokter,,” bisik Pak Prabu, merapatkan tubuhnya, “Malam ini terlihat semakin cantik, saya selalu kagum dengan penampilan anda yang begitu anggun,” lanjut Pak Prabu, membuat Zuraida bingung harus bersikap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Zuraida semakin kalut, matanya menatap Arga yang mengawasi. Tatapan kosong, tak terbaca oleh Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara, dari deru nafas lelaki yang tengah memeluknya, Zuraida bisa merasakan hasrat yang memburu di hati lelaki berkumis tebal itu. merapatkan tubuh, berusaha mencuri-curi sentuhan dari bulatan payudaranya yang membusung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terus terang, Saya tidak tau kapan harus menagih janji yang ibu ucapkan, karena saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk mendekati ibu,,,” ucap Pak Prabu. Tidak seperti perkiraan Zuraida yang menduga tangan kekar itu akan segera meremas kedua payudaranya dengan brutal, saat kaki mereka dengan perlahan menjauh dari keramaian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya adalah lelaki yang begitu mudah tertarik pada wanita, khususnya wanita seanggun Bu Dokter, yang selalu tampil begitu feminim,,,” sambung Pak Prabu seraya merapatkan keningnya ke kepala Zuraida yang terbalut jilbab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida memejamkan matanya, merutuki keadaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi sialnya itu diartikan oleh Pak Prabu sebagai persetujuan, tangannya yang berada di pinggul bergerak turun, dengan gemetar meremas pantat montok yang membulat padat. Sementara tangan kirinya bergerak ke atas, coba mencumbu gundukan dagung di dada si wanita, dengan siluet puting mungil yang begitu nyata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,,” ucap Zuraida tanpa suara, saat melihat lelaki yang tadi masih mengawasinya melangkah menjauh, menuju sofa, di mana Andini yang tengah mabuk digerayangi oleh Mang Oyik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah Arga melihat semua kenakalan Pak Prabu pada tubuhku?,,,” hatinya bertanya-tanya dengan panik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi wanita itu juga bingung dengan cara kerja pikiranya, yang tiba-tiba merasa lebih tenang, karena tak ingin lelaki yang dicintainya menyaksikan ulah Pak Prabu yang mulai menggerayangi tubuhnya dengan remasan-remasan nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafas Pak Prabu semakin berat, dua bongkahan payudara yang masih terbalut gaun menempel erat di dada bidangnya. seakan-seakan lelaki itu ingin memasukkan seluruh tubuh zuraida dalam pelukannya yang kokoh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini wanita itu dapat merasakan hembusan nafas khas lelaki yang menderu, menyapu wajahnya, aroma tembakau dan alkohol yang merangsek indra penciuman membuatnya merinding.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertegun, seolah sedang terhipnotis, membiarkan Pak Prabu melabuhkan ciuman di bibirnya yang terbuka, mengecup lembut, memberikan gigitan kecil di bibir bawahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paak,,, cukup,,,” seru Zuraida tersentak, saat merasakan lidah yang panas mencoba menyelusup disela bibirnya. Mendorong tubuh Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lagi-lagi pikiran Zuraida keliru, wanita itu mengira dirinya harus meronta kuat untuk melepaskan cengkraman Pak Prabu di pinggulnya. Tapi nyatanya lelaki itu membiarkan tubuhnya lepas dari dekapan dan mundur beberapa langkah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Bu,, saya hanya menagih apa yang ibu janjikan,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi tidak sekarang pak,,” jawab Zuraida dengan jantung berdebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu kapan lagi, ditempat praktek Bu Dokter? Atau dirumah?,,, itu lebih tidak mungkin kan?” tanya Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Apa yang dikatakan lelaki itu ada benarnya, tidak mungkin dirinya membiarkan lelaki itu menggagahi tubuhnya di tempat prakteknya bekerja, apalagi di rumah. Seketika sesal kembali mencuat, kenapa harus terucap janji itu, sebuah izin akan kenikmatan dari tubuhnya yang bisa didapatkan oleh lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,, saya meneyesal sudah mengucapkan janji itu, saya tidak mungkin melakukannya pak,,,mohon mengertilah,,, pintalah hal lain yang saya bisa memenuhinya,, saya mohon Pak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kaki Zuraida mundur beberapa langkah, mencoba menghindar dari Pak Prabu yang melangkah mendekat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu Dokter, saya tau ini sangat sulit bagi ibu, kerena ibu bukan wanita yang begitu saja membiarkan tubuhnya digagahi lelaki lain. Seperti kata ibu,, tak ingin melakukan tanpa cinta,,, dan ibu bisa melihat sendiri bagaimana tampilan saya yang yang jauh dari kata tampan, yang tidak mungkin membuat ibu jatuh cinta,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu berdiri sambil merentang kedua tangannya, seakan ingin menunjukkan seperti apa dirinya, lelaki bertubuh besar dengan kumis lebat dan perut yang mulai berlemak. Seandainya dalam situasi yang berbeda, gaya Pak Prabu tentu akan membuat Zuraida tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Zuraida yang awalnya takut menjadi kesal, bagaimana mungkin lelaki di hadapannya masih bisa mengajak bercanda saat hatinya begitu takut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, maaf kalo ibu menganggap saya licik, memanfaatkan janji yang ibu ucap dalam kondisi kacau, tapi saya tidak tau lagi bagaimana cara untuk mendapatkan sedikit kenikmatan dari tubuhmu ini,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu memepet tubuhnya ke dinding, tangan kanannya terhulur mengusap selangkangan yang tertutup long dress dari kain yang lembut. Kedua tangan Zuraida segera menahan kenakalan Pak Prabu, tapi tangan kiri lelaki itu segera menyusul, meremas payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeenngghhh Paaak,,, jangaaaan,,” kepala Zuraida menggeleng, berharap lelaki itu sadar dengan apa yang tengah diperbuatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pliss,,, saya mohon,,, hanya ini kesempatan terbaik yang saya punya,, tak ada yang melihat keberadaan kita disini, lagipula mereka sudah mulai mabuk,,,” rayu Pak Prabu, mencari peruntungan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terdiam, menatap sekitar, baru sadar tubuhnya telah digiring Pak Prabu ke dinding, tersembunyi di balik pohon hias yang ada dipojok tepi kolam renang, dekat dengan pintu keluar samping yang jarang digunakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,,, saya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida bingung, tak lagi memiliki cara untuk berkelit, tak lagi memiliki alasan untuk menepis tangan kekar yang perlahan meremas payudaranya. Hanya debar jantung yang semakin kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Pak Prabu menyusur ke belakang, meraba setiap lekukan bagian atas tubuh Zuraida,,,, seperti mencari-cari sesuatu. “Maaf,,, boleh saya menagih sekarang,,” ucap Pak Prabu, saat menemukan resluiting dari gaun putih panjang yang membalut tubuh dokter cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membuang wajah ke samping, namun itu dianggap Pak Prabu sebagai izin, menurunkan resluiting, lalu dengan perlahan mengusapi punggung yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Zuraida terpejam ketika merasakan telapak tangan yang kasar di kulit punggung yang mulus, merangsek diantara belahan ketiaknya. Bulu kudunya merinding, pasrah menerima jamahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Memang ada niat dihatinya untuk sedikit nakal di saat pesta, tapi hanya dengan Arga, tidak dengan yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,, saya tidak bisa melakukannya disini,,, saya mohon,, mengertilah pak,,,” pinta Zuraida lirih, menahan tangan Pak Prabu yang ingin menurunkan gaun dari pundaknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dari celah dedaunan, mata wanita itu mengamati Arga yang kini di goda oleh Andini yang mulai mabuk. Menaiki tubuh Arga, dan dengan ganasnya menciumi wajah dan leher lelaki yang hanya duduk pasrah menikmati service si betina mungil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membuat Mang Oyik tersisih dan beralih mendekati Aida yang masih tampak kelelahan setelah melayani Adit. Beberapa orang terlihat mulai mabuk. Begitupun dengan Aryanti, namun wanita itu masih berada di pelukan Dako yang sibuk menambahkan beberapa tanda kecupan di payudara kanan yang mencuat di luar gaun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oowwgghh,,,” tiba-tiba tubuh Zuraida gemetar tertahan saat selangkangannya kembali diusap dengan lembut. Usapan yang ringan namun mengena tepat di bibir vagina. Tanpa sadar pantatnya bergerak ke depan mengejar tangan Pak Prabu. Menagih untuk usapan berikutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membuang wajahnya ke samping tak berani memandang wajah Pak Prabu yang tersenyum penuh kemenangan. Dengan riang jari-jari leleki berkumis tebal itu menggelitik lipatan vagina milik wanita yang tak lagi berusaha menghindar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmhhhh,,,” wanita berjilbab itu merintih tertahan, memejamkan mata dengan kuat saat jari tengah Pak Prabu menusuk lipatan vaginanya, membuat celana dalam tipisnya ikut masuk ke dalam, menyentuh kacang mungil yang begitu sensitif.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali jari Pak Prabu menusuk-nusuk, terkadang lembut, namun acapkali tusukan itu begitu kuat menggelitik pintu kelamin yang mulai basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba mata lentik Zuraida menangkap tubuh Andini yang bergerak liar di atas pangkuan Arga. Naik turun dengan penuh semangat. Mungkinkah Arga tengah menyetubuhi gadis mungil itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Zuraida begitu nelangsa, merintih bertanya pada hati yang terluka, kenapa Arga tidak mencumbu dirinya, padahal tadi tubuhnya telah pasrah untuk melayani apapun keinginan lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,,” ucap Zuraida lirih, membuat Pak Prabu ikut menoleh mencari sosok Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,, apa mereka sedang bercinta?,,,” tanya Zuraida, seolah ingin meyakinkan apa yang dilihatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin,,,” jawab Pak Prabu di telinga wanita yang masih tertutup jilbab itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berbeda dengan Zuraida, Hati Pak Prabu justru bersorak girang. “Thanks Argaaa,,, Its time for me,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat kesempatan yang baik, dengan perlahan wajah Pak Prabu menunduk lalu menciumi gundukan payudara yang hanya tertutup gaun tipis, lidahnya dapat merasakan puting kecil yang mencuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhhh,,,, Eeenngghhh,,,” bibir wanita itu melenguh saat lidah yang basah berlabuh di puting mungilnya. Kain tipis yang melindungi payudaranya dengan capat basah oleh ludah Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merintih saat bagian kecil di puncak gunung yang hangat dihisap, dicucup, disedot dengan cara yang lembut. Meringis saat kumis yang tajam menembus kain dan menusuk gundukan payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan mata Zuraida turun, menatap sendu lelaki yang tengah menyusu di payudaranya dengan begitu bersemangat, menjilati puting yang mengeras di balik kain tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata bening itu beralih memandang kekejauhan, pada sosok mungil yang naik turun bergerak penuh semangat, layaknya mengendarai kuda rodeo, sesekali gadis yang gaun atasnya sebagian telah melorot itu menunduk, membiarkan pejantan yang ada di bawahnya untuk menyucup payudara. Menggeliat menikmati permainan lidah yang panas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, Seharusnya kau yang menikmati tubuh ini,,, tapi kenapa kau lebih memilih gadis itu daripada diriku,,,” hatinya sangat kecewa, tapi sedikitpun tidak ada amarah, Karena kondisinya kinipun jelas akan membuat Arga marah. Karena dia tau, Arga bukan pria yang bertindak semaunya, tapi sialnya dirinya sedikitpun tidak tau apa alasan Arga melepaskannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menyandarkan kepalanya ke tembok, bibirnya melenguh saat puting kecilnya digigit dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhhhh,,, Paaak,,, kenaapaaa digigiiit,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Pak Prabu justru tertawa, lalu kembali memainkan puting mancung layaknya milik para gadis remaja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeeengghhh,,, Eeemmmpphhh,,,” Zuraida mengatup rapat bibirnya, kepalanya mengeleng-geleng berusaaha mengenyahkan rasa nikmat yang merambati tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Walau bagaimanapun Zuraida adalah seorang wanita normal, sulit untuk mengingkari segala kenikmatan yang diberikan oleh Pak Prabu. Cumbuannya bersama Arga selama berdansa membuat tubuhnya menagih lebih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa yakin wanita yang dicumbunya telah bisa menerima apa yang tengah mereka lakukan. Pak Prabu berusaha menurunkan gaun Zuraida, lidahnya sudah sangat gatal untuk merasakan langsung lembutnya puting yang ada dalam genggaman.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, jangan disini,,, jangan disiniii,,,” elak Zuraida. Menahan gaunnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu tersenyum, tersenyum sangat lembut di balik kumis tebal yang melintang. Menatap Zuraida dengan pandangan yang sedikit berbeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Membuat si wanita salah tingkah, ada sesuatu dimata Pak Prabu, pandangan penuh kasih yang tadi siang dilihatnya dari mata Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,, seandainya ibu tau,, saya selalu mengaggumi ibu. Saya selalu terpesona setiap ibu mampir ke kantor, seorang wanita yang energik, cerdas, namun juga begitu lembut, saya selalu mendambakan punya pasangan seperti ibu,,,” ucap Pak Prabu coba merayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ada wanita yang tidak tersanjung bila dipuji. tapi Zuraida menggeleng, seakan menyatakan usaha Pak Prabu akan sia-sia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf saya bukan sedang merayu untuk mendapatkan tubuh Bu Dokter,” Pak Prabu kembali membetulkan gaun Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sikap Pak Prabu membuat Zuraida benar-benar salah tingkah. Zuraida bukan wanita yang mudah tertarik pada pesona seorang pria, tapi hati yang limbung membuat segalanya menjadi tak menentu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Lalu apa yang bapak ingin sekarang?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pertanyaan yang lugas dan tegas, kini giliran Pak Prabu yang bingung. Bohong bila dirinya tidak menginginkan tubuh wanita yang kini ada didepannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bisa saja dirinya memaksa wanita yang kini ada didepannya untuk melayani hasratnya atas dasar janji yang diucap. Tapi entah kenapa hal itu tidak dilakukannya. Bibirnya justru tersenyum lalu tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hehehee,,, maaf,,, saya benar-benar minta maaf sudah memperalat ibu, saya menjadi merasa sangat berdosa pada ibu, lupakanlah janji itu. Tapi,,, emmhh,, boleh saya mengecup bibir ibu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida sangat kaget dengan perubahan Pak Prabu, tapi ia bisa menangkap kesungguhan seorang lelaki yang disampaikan dalam keremangan malam. Wanita itu mengangguk, memejamkan matanya, membiarkan bibir Pak Prabu berlabuh dibibirnya yang hangat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terimakasih Bu,,,” ucap lelaki itu setelah melepaskan bibir Zuraida, memenuhi janjinya, hanya sebuah kecupan. “Sebenarnya pengen lebih lama sih,,, tapi takut tegangan ini saya naik lagi,,,” Pak Prabu mencoba berkelakar sambil menunjuk selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi hanya dijawab Zuraida dengan senyuman, senyum manis yang begitu memikat kelelakian Pak Prabu. Tampak wanita itu berusaha untuk bertahan, tidak terlena dengan kehangatan yang ditawarkan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya lebih suka melihat ibu tersenyum seperti ini daripada merintih karena itunya saya tusuk,,,hehehe,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kali ini mau tidak mau Zuraida tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Lalu mencubit tangan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo kita kembali kesana,,,” ajak Pak Prabu, menggandeng tangan si wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pooong !!!,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Selesai begitu saja? Zuraida tertegun, apakah Pak Prabu telah menyerah untuk mendapatkan tubuhnya. Sisi kewanitaannya yang liar cepat mengambil alih. Entah kenapa rasa Kecewa menyergap hatinya, kecewa dengan sikap Pak Prabu yang mengangkat bendera putih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Masih dirasakannya gaun nya yang basah setelah dijilati Pak Prabu, rasa gatal pada bagian puting yang baru saja menerima gigitan nakal seorang penjantan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi wanita itu berusaha menghormati keputusan Pak Prabu, keputusan yang menyelamatkan kehormatannya sebagai seorang wanita, keputusan yang menyelamatkannya dari rasa bersalah kepada Arga dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, maaf saya tidak bisa memenuhi janji saya,,, tapi,, emmh,, kalau bapak ingin memeluk saya,,, eenghh boleh koq,” tawar Zuraida tiba-tiba. Entah apa yang dibenak wanita itu. Benarkah sekedar ucapan terimakasih atas aksi heroik Pak Prabu?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu tertawa, lalu merentangkan kedua tangannya. Membiarkan si wanita yang masuk ke dalam pelukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan malu-malu Zuraida mendekat, menempelkan tubuhnya, dan membiarkan tangan yang kekar mendekap erat tubuh. Tangannya balas memeluk punggung Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Masih dengan gaya yang malu-malu, Zuraida menekuk wajahnya di leher yang berkeringat, memancarkan wewangi tubuh seorang lelaki. Seketika tubuhnya merinding, otaknya merespon aroma seorang pejantan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lama keduanya terdiam, terdiam dalam kisruh yang melanda hati, tanpa disadari, pelukan tangan Zuraida justru semakin erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pelukan memang selalu mampu memberikan kedamaian, semakin erat Zuraida memeluk, semakin dirinya merasakan sisi kewanitaannya. Kodrat sebagi wanita yang juga membutuhkan kehangatan. Kodrat sebagai wanita cantik yang memiliki tubuh indah yang menjadi pelampisan hasrat pandangan para lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu berusaha menaikkan kembali resluiting yang terbuka. Entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa sangat menyayangi istri bawahannya itu. Kebersamaan selama liburan memang membuat interaksi diantara mereka menjadi lebih intens, meski kadang dilakukan dengan cara yang nakal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak,,, emmhh,, biarin aja,,,” ucap Zuraida terbata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Deg,,,, Pak Prabu terdiam,,, pikirannya tidak berani berasumsi macam-macam, apa maksud dari kalimat yang terucap tepat disamping telinganya. Lalu kembali mengusap-usap punggung yang terbuka, menikmati kehalusan kulit seorang Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu ngga dingin?,,,” ucap Pak Prabu memecah sunyi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dingin bangeeet,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu semakin bingung, kenapa wanita itu justru menolak saat tangannya ingin mengancingkan resluiting untuk menutupi tubuhnya. Apa yang diinginkan wanita itu. Tapi dirinya hanya berani memeluk, meski hasratnya kembali terpercik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Pak Prabu merasakan kecupan lembut dilehernya, hanya sesaat, tapi itu cukup untuk membangkit gairah kelelakiannya. Tangannya kembali beredar, mengusap setiap sisi pundak dan punggung yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf sayaaang,,, maaf,,,” ucap Pak Prabu, menarik tangannya kembali ke belakang setelah memberikan remasan nakal di payudara yang membusung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, Sentuh dari dalam,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
DEG,,, Pak Prabu kaget, tapi telinganya tidak mungkin salah dengar. Kata-kata itu diucapkan begitu dekat dengan telinganya. Lalu kembali meremas payudara dengan lebih kuat, untuk meyakinkan apa yang didengarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emmmpphh,,, Paaak,,, sentuh dari dalam,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu semakin bingung. Melepaskan pelukannya, memegang sisi gaun Zuraida, saling tatap dengan mata bening yang indah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ditingkahi nafas yang memburu, wanita itu mengangguk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah mengambil nafas, Pak Prabu coba menurunkan gaun dari pundak Zuraida. Di kegelapan matanya masih dapat melihat kemulusan pundak si dokter Cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menatap wajah Pak Prabu, dengan tangan yang gemetar berusaha melolosi kain yang dikenakannya. Ada rasa bangga dihati saat melihat binar mata sang pejantan yang mengagumi payudara yang terhampar didepan wajah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,, iniii punyaaa sayaaa,,, seperti iniii punyaaa saayaaa,,,” lirih suara Zuraida saat kedua payudaranya mulai disapa, diusap, dan diremas berulang-ulang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Indah banget Bu,,, besar,,, kencang,,, mancung seperti anak remaja,,,” Mata Pak Prabu tak beralih dari sepasang daging yang terus diremasinya. Tak menghiraukan kondisi si wanita yang mulai terengah-engah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, boleehh sayaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil beradu pandang, Zuraida meremas rambut Pak Prabu, “Sebentar aja ya Pak,,,” ucapnya gemetar, lalu menarik kepala Pak Prabu ke payudara kirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh,,,” bibirnya mendesis setiap lidah Pak Prabu berlabuh. Ada rasa gregetan saat menyaksikan lelaki itu hanya menjilat-jilat putingnya yang mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Masih dengan lidah terjulur, mata Pak Prabu melirik ke atas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,, maaf,,,,” ucap Zuraida pelan, lalu menjambak rambut Pak Prabu, bukan mendorong, tapi membenamkan wajah lelaki itu pada kenyalnya daging yang membusung menantang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Owwwgghhh,,,” bibirnya terpekik,,, menatap nanar mulut lelaki yang melumat bulat payudara, mengunyah dengan sedikit kasar. Membuat tubuh wanita itu semakin tersandar ke dinding.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Belum lagi kumis yang menusuk-nusuk kulit yang memiliki tekstur sangat lembut, membuatnya harus menggigit bibir, meredam rasa geli.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Zuraida semakin merinding saat pahanya tersentuh oleh sesuatu yang keras, yang tersembunyi di balik selangkangan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“itu penis Pak Prabu,,,” pekik hati Zuraida, “Penis yang tadi pagi hampir saja memasuki liang kemaluanku, penis yang menghambur sperma di depan vaginaku,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida membiarkan penis Pak Prabu bermain-main dengan pahanya. Membiarkan lelaki itu menggesek-gesek batang yang mengeras ke setiap sisi bagian bawah tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuhnya merespon dengan mendorong pantatnya ke depan, seolah meminta agar batang itu menggeseki bibir vagina yang gemuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gayung bersambut, Pak Prabu menatap Zuraida, lalu menggesekkan batang yang sudah sangat mengeras ke bagian cembung dari selangkangan. Tak ingin kalah, si wanita justru semakin mendorong pantatnya kedepan, seakan berkata inilah milikku, mana milikmu,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semakin kuat gesekan, semakin cepat nafas Zuraida membuuru.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak puas dengan gesekan batang penisnya yang terhalang oleh celana, Tangan Pak Prabu terhulur turun. Di bawah tatapan si wanita, telapak tangannya mengusap lembut vagina berbalut kain, membuat pemiliknya mendesah tertahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buka lebih lebar, Bu,,,” pinta Pak Prabu, yang segera dikabulkan siempunya dengan melebarkan paha. Tapi gaun yang ketat membuat gerakannya terhalang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk, menyetujui usaha tangan Pak Prabu yang bergerak ke belakang tubuhnya, menarik turun resluiting hingga ke sudut mati, tepat di depan pantat si wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu perlahan menyelusup, meremas pantat yang membulat padat yang hanya dilapisi celana dalam tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida cepat menarik tangan Pak Prabu, bukan untuk mengenyahkan tapi agar masuk langsung ke balik celana dalamnya, lalu kembali memeluk tubuh Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah apa yang ada di kepala Zuraida, saat mengatup rapat bibirnya, membiarkan telapak tangan yang kasar menyelusup ke balik celana dalamnya. Menyusuri belahan pantatnya, menggelitik liang anusnya,,, dan,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,,, Paaaak,,,,” tubuh wanita itu melejit seketika, gemetar ketika bagian paling sensitif ditubuhnya merasakan sentuhan dari kulit yang kasar. Meski bisa menebak arah yang dituju oleh tangan Pak Prabu, tetap saja tubuhnya kaget.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bila tadi pantatnya terdorong kedepan, kini pantat yang membulat itu justru menungging ke belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeenggghhh,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lembut bangeeet Buuu,,, vaginamu lembut bangeeet,,, sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendapatkan pujian itu Zuraida justru mencubit pinggang Pak Prabu. “Emmhh,,,kalo pintu rumah baru keraass,, Pak,,” ucapnya disela nafas yang naik turun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, jangaaan tusuuuk terlaluuu dalaaam,,, geliiii,,,” rintihnya, namun pinggulnya justru bergerak mengejar jari Pak Prabu yang bergerak keluar. Seakan berharap jari yang kasar itu tetap berada di dalam liang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bibirmu mana sayaaaang,,,” seru Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida seperti kesurupan, seperti bukan dirinya yang biasa, seperti wanita yang telah lama tidak merasakan jamahan tangan seorang lelaki, seperti wanita yang begitu haus akan belaian manja seorang lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu melabuhkan bibir, berusaha menyelusup ke dalam mulutnya, menghirup aroma nafas dari hidung mereka yang bertemu, membiarkan lelaki itu mengecapi lidahnya, menyedot ludah dengan sangat rakus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Pak Prabu tak lagi bergerak, terdiam di dalam liang kemaluan yang basah, terkonsentarasi pada bibir Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa kenikmatan yang tengah dirasakan oleh selangkangannya terhenti, pinggul wanita itu reflek bergerak sendiri, memainkan bibir vagina pada telapak tangan yang kasar dan jari tengah yang menusuk ke dalam lorong yang membanjir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaaak,,, eeengghhhh,,, aaahhssss,,,” Zuraida terengah-engah, pantatnya bergerak semakin cepat, seolah tengah mengawini tangan kekar yang mematung di selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat keadaan Zuraida, dengan cepat tangan kiri Pak Prabu mengeluarkan batang penisnya, lalu menarik tangan Zuraida agar menggenggam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mata Zuraida melotot, tidak menyangka, dirinya yang selalu mengenakan penutup kepala kini justru menggenggam batang kemaluan, milik atasan suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, biarkan penis saya yang melakukannya Bu,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan pinggul yang masih bergerak menyenggamai tangan Pak Prabu, wanita itu menggeleng, wajahnya tampak pucat mengejar orgasme yang bersiap menghampiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu dengan tangan kirinya berusaha menyingkap gaun panjangnya keatas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, bantu saya menuntaskan hasrat saya Bu,,, saya janji tidak akan menusuk liang kemaluan ibu,,, cuma jepitin dengan paha ibu seperti tadi pagi.,,,” mohon Pak Prabu, sambil terus menarik gaun Zuraida keatas. Tapi terlalu sulit, gaun itu membekap cukup ketat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, ikut sayaaa,,” pinta Pak Prabu tiba-tiba, menarik tangan dari selakangan, lalu membopong tubuh Zuraida yang tengah sakau akan orgasme, keluar melalui pintu yang ada di samping mereka bercumbu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaaak,,, bapak mau ngapain?,,,” tanyanya saat tiba di tembok luar, Pak Prabu membalik tubuhnya ke arah tembok.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“saya mohooon Paaak,,, jangan ingkari janji bapaaak,,,” pinta Zuraida pada lelaki yang kini berusaha menarik gaunnya lebih tinggi. Lalu dengan cepat menurunkan celana dalamnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwgghhh,,, Paaaak,,, Ooogghhh,,,” Zuraida tidak menyangka, vaginanya yang tak lagi memiliki pelindung dilumat dengan rakus. Tubuhnya menggeliat liar. Kumis yang ikut menusuk kulitnya, membuat pinggul wanita itu bergerak tak menentu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraidaaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sluuuurrpppsss,,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Memeeeqmuuu,,, ooowwhhss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sluuurrrppss,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu tak menyangka, akhirnya bisa merasakan cairan gurih dari seorang wanita bernama Zuraida, selama ini matanya hanya bisa memandang bulatan pantat dan selangkangan yang selalu tertutup kain itu. hanya bisa membayangkan seperti apa bentuk dari benda yang ada didalamnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Selama ini, otak mesumnya hanya bisa berkhayal, kenikmatan seperti apa yang ditawarkan oleh liang surga seorang wanita cantik yang selalu mengenakan jilbab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi kini,,, selangkangan wanita itu bergerak mengikuti kemanapun lidahnya menari. Memohon lidahnya masuk lebih dalam, mengais-ngais cairan yang terus merembes keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali Pak Prabu menyedot bibir vagina yang mengeluarkan cairan bening, begitu haus mengecapi vagina yang teramat basah. Tak henti-henti pula bibir wanita itu mendesis dan menjerit ketika bibir Pak Prabu menyedot terlalu kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudaah ya paaak,,, saya takut kebablasan,,,” mohon Zuraida ketika Pak Prabu menghentikan aksinya, memutar tubuhnya berhadapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, saya akan menepati janji sayaa,, tapi bolehkan kalo saya nyelipin di paha ibu seperti tadi pagi,,,” pinta Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi pak,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,, apa saya pernah mengingkari janji?,,, saya hanya butuh penyelesaian, Bu,,,” potong Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida memandang wajah Pak Prabu dengan bingung, memang hingga saat ini atasan dari suaminya itu selalu menepati janji.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya, dengan berat hati Zuraida mengangguk, membiarkan lelaki itu mendekat, lalu membuka pahanya lebih lebar. Pak Prabu harus sedikit menekuk kakinya untuk memposisikan batangnya berada tepat di bawah vagina Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeengghh,, Paaak,,, koqhh,, sepertii iniii,,,” protes Zuraida, merasakan batang itu justru menggesek-gesek bibir vaginanya yang basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Bu,,, posisinya sulit bangeeet,,,” jawabnya sambil menekuk kaki semakin dalam, berusaha menggesek batangnya lebih ke bawah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sambil menahan rangsangan Zuraida mengamati posisi Pak Prabu yang memang sulit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeengghh,,, yaa sudaaaah,,, tapi tolooong paaaak,, jangaaan sampaai massuuukk,,, Aaaahhhsss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,, nikmaaat bangeeeet,,,Eeesshhhh,,,” Pak Prabu memandang wajah Zuraida sambil mendesis nikmat, bergerak maju mundur menyenggamai bibir vagina yang sangat basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Zuraida hanya bisa mengagguk, tubuhnya ikut bergerak, menyambut setiap tusukan yang menyusur di depan bibir vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hati Zuraida mulai goyah saat memandangi wajah Pak Prabu, wajah yang galak tapi tegas, dengan rahang yang lebar layaknya wajah sang legenda Gajahmada. Hanya saja kumisnya terlalu lebat. Hati Zuraida tersenyum sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seandainya kumis itu dibersihin, meski sudah memasuki usia paruh baya, pasti lelaki ini akan terlihat lebih cute,” bisik hati Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, Terimakasih,,, selalu menemani saat hatiku sedang kacau,,,” ucap Zuraida tiba-tiba, membuat Pak Prabu kaget, Memandang wajah Zuraida. “Ingin sekali saya membiarkan punya bapak masuk ke dalam tubuh saya, tapi saya,,, saya akan merasa sangat bersalah,,, maaf ya pak,,,” lanjutnya. Tangannya mengusap wajah Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya juga tidak akan meminta lebih koq Bu,,,, saya bisa mengerti kondisi ibu,,” Pak Prabu menghentikan gerakan pinggulnya. Membuka tangannya lebar, mengajak tubuh Zuraida masuk ke dalam pelukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi Zuraida menggeleng, menolak ajakan Pak Prabu, dengan gaya yang manja memanyunkan bibirnya. Tangannya yang masih mengusapi pipi berpindah mengusap kumis yang lebat. Lalu iseng menyelipkan telunjuknya di bibir Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Birahi membuat wanita itu ingin berlaku nakal, seperti Aryanti dan lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dibalik tembok tempat dirinya bersandar, ada suaminya yang terus menemani Aryanti, ada Arga, cinta masa lalu yang kini kembali menyulut gelora cinta yang terpendam. Tapi lelaki itu kini berada dalam dekapan wanita lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan di tempat ini,,, hanya ada dirinya dan seorang pria yang sangat menggilai tubuh dan kecantikannya. Tak ada yang tau jika dirinya membiarkan batang keras yang berada tepat di selangkangan memasuki tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, bapak diam aja yaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya mencengkram pinggang Pak Prabu , lalu menggerakkan pinggulnya, menggesek bibir vagina pada batang yang mengeras layaknya kayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmpphhh,,, Eeemmmppphhhh,,,” Zuraida merintih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Birahi mengambil alih akal sehatnya, menyilangkan kedua pahanya, membuat penis Pak Prabu sulit untuk menyelusup hingga akhirnya merangsek ke atas, membelah gerbang kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhsss,,, Paaak,” Zuraida terpekik, helm besar itu hampir saja menerobos memasuki kemaluannya. Segala sarafnya menegang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan menyilangkan kedua paha. Otomatis helm penis itu kini bergerak ke satu arah, bergerak intens menguak gerbang vagina yang basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi jepitan pahanya terlalu kuat, membuat batang itu tertahan di pintu masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida panik, sementara Pak Prabu mulai menggerakkan batangnya, terus mencoba merangsek masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,,, berbalik yaaa,,,” pinta Pak Prabu dengan gemetar, tak tahan dengan gaya nakal Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaak,,, cepet selesein yaa,,,” Zuraida menatap Pak Prabu, pandangan yang mengundang lelaki itu untuk menikmati tubuhnya secara nyata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah menghadap tembok, wanita yang masih mengenakan jilbab itu menoleh ke belakang, sekali lagi menatap wajah mesum Pak Prabu, lalu merentang lebar kakinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraidaaaa,,, kamu nakal Zuraidaaa,,, kamu nakaaaal,,,” teriaaaak hatinya, seiring tubuhnya yang perlahan membungkuk, menunggingkan pantat montok yang membulat ke depan penis Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak ada pertahanan sedikitpun, sangat mudah bagi Pak Prabu untuk menusuk vagina dokter cantik itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,, tubuhmu benar-benar indah,” Pak Prabu mendekat, meremas bongkahan daging yang tersaji, memposisikan batang tepat di depan gerbang vagina yang terkuak basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu memejamkan matanya, dengan jantung berdebar menunggu penis Pak Prabu menguak bibir vaginanya dengan perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhh,,,, Pak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi tiba-tiba batang itu melengos keluar, hanya menyusur lipatan bibir vagina. Tangan Zuraida mencengkram pohon kecil yang ada di sampingnya dengan gregetan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida bingung, kenapa hatinya justru kecewa saat batang itu urung memasuki tubuhnya. Seharusnya ia bersyukur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara Pak Prabu menggeram, menahan hasratnya. Bergerak menyetubuhi wanita yang telah pasrah hanya dari sisi luar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, saya akan selalu berusaha menepati janji saya,,, Eeemmpphh,,,” Tangannya merengkuh kedepan, menggenggam sepasang payudara yang menggantung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terimakasih Pak,,,” jawab Zuraida setengah hati. Membiarkan tubuh dibelakangnya bergerak menggeseki bibir vaginanya. Membiarkan tangan lelaki itu menggerayangi setiap bagian tubuhnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, saya tidak tau seperti apa rasa nikmat dari lorong kemaluan ini,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesekali dengan nakal Prabu memasukkan sebagian jamur penisnya ke bibir vagina seperti sengaja menggoda Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali pula bibir tipis itu merintih kecewa saat jamur yang besar, memasuki sebagian lipatan vagina, tapi kembali melengos keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu,,, pegangin punya saya Bu,,,” pinta Pak Prabu, menarik tangan kanan Zuraida ke batang yang ada di antara kedua pahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Basaaaah,,, batang ini sudah sangat basah,,,” pekik hati Zuraida saat menggenggam penis Pak Prabu yang penuh dengan cairan yang keluar dari bibir kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu kembali menggerakkan pinggulnya, namun saat ini kendali batang penis lelaki itu berada dijari lentik Zuraida sepenuhnya. Jari lentik itu dapat mengarahkan batang besar ke manapun dirinya mau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhssss,,,Paaak,,,” Zuraida terkaget, saat jari-jarinya menekan penis itu menyusuri bibir kemaluan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akibat tekanan dari tangannya, Sentuhan yang dirasakan oleh bibir vaginanya terasa lebih kuat. Membuat tubuhnya menggelinjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu pun pak prabu yang merasakan batangnya terjepit di antara telapak tangan dan bibir kemaluan. Semakin cepat pinggulnya bergerak menusuk, semaki kuat tangan wanita itu menekan keselangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, saya tidaaaak kuat Buu,,,, masukin Buu,,, Ooowwhhh,,, biarkan batang saya menjamah bagian terdalam memek ibu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, memek muuu manaaaa,,, masukin Buuu,,, sayaaa mohooon,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“jepit kontol saya ke dalam memek ibuuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu mulai meracau vulgar, meminta kenikmatan yang lebih. membuat birahi Zuraida semakin terbakar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibirnya mendesis, badannya menggeliat tak menentu, pantatnya bergerak melakukan perlawanan, telapak tangannya dengan kuat menekan batang ke belahan bibir vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Diantara kewarasan yang tersisa, Zuraida mengumpat kesal, lelaki yang tengah menunggangi tubuhnya itu memiliki kuasa penuh untuk menikmati liang kemaluannya, tapi kenapa justru meminta dirinya untuk melakukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhhsss,,, jangan paaaak,,, jaaangaaan buat sayaaa sepertii perempuaaan murahaaann,,, Ooowwwhhsss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,,, saayaaa berusahaaa menepatii janjii sayaaa,,, sekaaraang tepati janjii ibuuu,,, plisss sayaaanng,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhhhssss,,,,, siaaaaal,,,” Zuraida mengumpat kesal. Haruskah ia mendustakan prinsip yang selalu dipegangnya, hanya akan melakukan di atas dasar cinta.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara batang Pak Prabu semakin sering menyelinap kedalam, membuat alat senggamanya berteriak menagih sebuah hujaman batang penis yang sesungguhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,, jangan buaaat sayaaa merasaaa berdosaaa, paaakk,,, aaaaeeenggghhhss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida semakin menungging, berusaha memamerkan sebagian pintu vaginanya ke mata Pak Prabu, di kegelapan. Sisi liarnya berharap lelaki itu bersedia merojok pintu vagina yang terbuka lebar di depan penis yang mengacung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwwhhhh,,, paaaak,,,, haaaampiiirr paaaak,,,” jantung Zuraida berdebar kencang, ketika kepala jamur yang besar tanpa sengaja berhasil melewati pintu vaginanya. Tapi dengan cepat Pak Prabu menarik kembali batangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaawwwwhh paaaak,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,,, kenapaaa punya sayaaa digituiiiin,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeengggghh bapaaaak curaaaang,,,” jerit Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sadar kejadian tadi bukan suatu ketidaksengajaan, tapi Pak Prabu memang tengah bermain dengan lorong bibir vaginanya. Hanya memasukkan sebagian kepala jamur, lalu kembali menarik keluar. Terus dan terus,, membuat Zuraida menggila.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,, maafin Zeeee,, maafin Zeeee,,, Zeee ngga kuaaat sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Air mata menetes dari mata yang bening, saat tangannya menggengam kuat batang Pak Prabu, membuat pinggul lelaki itu berhenti bergerak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan jantung berdebar Zuraida perlahan meletakkan kepala penis itu tepat di gerbang peranakannya, dengan kaki dan paha yang gemetar, pantatnya bergerak menekan, membuat batang Pak Prabu perlahan menghilang ke dalam alat senggama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwssshhh,,,,, aaahhh,,,,,” seketika bibirnya melenguh saat rongga yang basah merasakan tekstur dari batang yang keras. Terus dan terus masuk hingga ke bagian terdalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,, terimakasih Buuuu,,,, punyamu benar-benar nikmaaat,,, owwhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengagguk lemah, “Silahkan paaak,,, silahkaan bapaaak nikmatii,,, saya sudah memenuhi janji sayaaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu mengecup punggung Zuraida yang terbuka, mencengkram bulatan pantat yang tengah dibelah oleh penis besarnya. Lalu bergerak menyenggamai wanita yang jilbabnya tampak lusuh, pasrah akan apapun yang akan dilakukan si lelaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwhh,,,, Akhirnya aku bisa ngentotin memek istrimu, Dakooo,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, pacaaaarmu aku entotin, Gaaaa,,,” teriak Pak Prabu ditelinga Zuraida, pantatnya bergerak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida meradang mendengar kata-kata Pak Prabu. tangan kekar lelaki itu begitu kuat mencengkram pinggulnya, vaginanya dengan cepat ditusuki batang yang begitu keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, memeknya benar-benar nikmat, Gaaa,,,” semakin kasar kata-kata yang keluar dari mulut Pak Prabu, semakin cepat lelaki itu menghentak vagina si Dokter cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaaasss,,, aku disetubuhi bosmu maaass,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, tolong aku, Gaaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeeeengghhh,,,,” suara rintihan Zuraida begitu memelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuhnya terguncang menerima hentakan yang kasar, tapi siapa yang menyangka bila pantat mulus yang membulat itu justru semakin menungging, bergerak liar menerima setiap tusukan. Menggenggam tangan Pak Prabu yang kini meremasi kedua bulatan payudara, menjadikannya sebagai tali kekang untuk mengatur gerak tubuh siwanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhhhssss,,, Paaaaakkk,,, sayaaaa ngga kuaaaat,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kata-kata kasar Pak Prabu justru membuat dirinya bersiap menerima badai orgasme.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaa keluaaaaar,,, Aaaarrggghhhsss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaa keluaaaaar,,,,” tubuh indah itu menari menggelinjang, menahan batang Pak Prabu jauh di dalam lorong, mencengkram erat sambil memuntahkan cairan yang menyiram kepala jamur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuuu,,, sayaaa jugaaa buu,,,, sayaaaa jugaaaaaa Aaarrrgghh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaa semprot memeeek ibuuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaaak,, jangaaaan di dalaaaam,, jangan di dalam,” tersadar dari buai orgasme, berubah menjadi panik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya dengan cepat menggenggam batang yang hendak kembali menusuk,, dan,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaarrgghh,,,,” tubuh Pak Prabu mengejang, sperma menghambur dalam genggaman tangan si wanita, tepat didepan bibir vagina. Sebagian menyemprot celah kemaluan yang masih terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida panik, menarik tubuhnya,,, jari tengahnya dengan cepat mengorek ke lorong kemaluan, berharap bisa mengeluarkan cairan sperma yang bisa saja menyelusup kedalam, meski dirinyapun tak yakin ada cairan yang berhasil menyelusup masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu membersihkan ceceran kental yang menghias di bibir vagina dengan gaun panjangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,, Argaaa,,,” wajah Zuraida pucat seketika, matanya menangkap sosok Arga yang berdiri tepat di pintu keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu terlihat syok dengan apa yang dilihatnya. Tak mampu berkata apapun, hanya amarah yang meluap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, jangaaaan pergi Gaaa,,, aku bisa menjelaskan semua ini Gaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, jangan pergi lagi sayang,,,” rengek Zuraida, dengan tangis yang memecah suasana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu tunggu, bu,,, maafkan saya,,,” Pak Prabu berusaha menahan tangan Zuraida, berniat untuk menenangkan. Sekaligus tidak tega melihat wanita itu menangis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pak, perjanjian kita sudah selesai. Segala janji yang terucap telah saya penuhi,,, tolong jangan ganggu saya lagi,,, saya mohon dengan sangat,,” ucapnya sambil terisak, berusaha melepaskan pegangan Pak Prabu. Lalu berlari mengejar Arga kedalam cottage.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sebagian tubuhnya masih terbuka, bahkan payudara kanannya masih tertinggal di luar gaun, tapi wanita itu terus berlari mengejar Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak menghiraukan pandangan Mang Oyik yang tengah menyetubuhi Sintya yang terbaring diatas sofa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak peduli pada ulah Kontet yang tengah meremasi payudara mungil milik Andini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak peduli pada tatapan bingung Aryanti yang berbaring diatas kursi untuk berjemur, di bawah tindihan tubuh suaminya, Dako, yang tertidur lelap diantara gundukan payudara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, kumohon dengarlah sayaaaang,,, aku mohooon,,” Zuraida terisak dihadapan Arga yang baru saja membuka pintu kamarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yup,,, ada apa?,,,” ucap Arga datar, berusaha meredam emosi. Melangkah kedalam kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masih kurang?,,, masih pengen minta kepuasan dariku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tau siapa kamu Zeeee,,, wanita yang tidak mudah menyerahkan tubuhnya kepada lelaki lain,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tau kamu seorang wanita yang menjunjung tinggi norma, dan karena itu pulalah aku begitu mencintaimu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi tadi aku melihat mu benar-benar seperti wanita liar,,,, aku seperti tidak mengenalmu,,, lihatlah pakaianmu,,, lihatlaaaah,,, kau tak ubahnya seperti,,, sepertiii,,,, Sudahlah,,, cerita kita memang harus diakhiri,,, dan memang sudah berakhir,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kata-kata Arga begitu menyakitkan hatinya. Tak pernah sekalipun telinganya mendengar kata-kata kasar terucap dari bibir Arga. Tapi memang itulah yang terjadi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menangis semakin kencang,,, seperti gadis kecil yang ditinggalkan ibunya, jatuh meringkuk disisi kasur dengan tubuh gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf kan akuuu,,, aku memang salah,,, maaaaf sayaaaang,,, hiksss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tapi aku ini wanita, aku telah memohon kepadamu,,, menyerahkan tubuh yang kau anggap hina ini sepenuhnya kepadamu,,, tapi kau menolak dengan dingin,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kau yang melepaskanku, kau yang meninggalkanku dengan pria lain,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suara Zuraida hampir tak terdengar, hilang ditelan isak tangis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, terimakasih untuk cintamu,,, maafkan laah aku,,, aku memang tidak pantas untuk dirimu,,,” wanita itu berusaha untuk bangkit, dengan mata berlinang berusaha menatap wajah Arga, seolah itulah terakhir kali dirinya dapat menatap wajah lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, meski berulang kali kau acuhkan aku,, meski berulang kali kau meninggalkan ku, aku selalu mencintaimu, sangat mencintaimu,,hikss,,, selamat tinggal, sayang.” ucapnya terbata, tak kuat mengucap kata terakhir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pertahanan Arga ambrol, lelaki perkasa itu melelehkan air mata. Air mata yang mampu ditahannya saat tubuh adiknya meregang nyawa di pangkuan, akibat kecelakaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi air mata itu jatuh saat mendengar kata perpisahan dari seorang Zuraida. Mendengar jerit hati wanita yang tak terucap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, jangan menangis sayaaaang,,, jangaaaan menangis wahai kekasih hatiku,,, maafkan semua kebodohan dan ego ku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku pun tak sesuci yang engkau harapkan, bahkan hatiku lebih kotor darimu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Arga menghambur memeluk tubuh Zuraida yang tampak begitu ringkih. Mengecupi air mata yang meleleh dipipi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, ” Arga menuntun Zuraida untuk duduk disisi kasur, menyapu wajah lembut yang basah oleh air mata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maafkan aku, semua yang kulakukan selalu saja salah, meski itu untuk kebaikan mu,,,,” Arga menggenggam tangan Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seharusnya diwaktu yang tersisa,, aku selalu memeluk mu, menghabiskan setiap detik bersamamu, tapi aku justru sengaja mengacuhkanmu, bahkan meninggalkanmu bersama lelaki lain. Maafkan aku,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, aku menyayangimu,,,, masih mencintaimu seperti dulu,,,” bibir Zuraida mengucap pelan, seperti tidak mendengarkan apa yang dikatakan Arga. Pikirannya masih merutuki kejadian beberapa menit lalu, saat tubuhnya bergerak begitu liar melayani Pak Prabu. Seorang wanita jalang yang sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya sayaaang,,, aku tauu,,, kau membuatku semakin merasa bersalah,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menatap lekat mata Arga, seolah mencari sesuatu dibalik tatapan tajam seorang lelaki. Tidak seperti tadi yang begitu dingin, binar mata yang beberapa tahun lalu selalu dirindukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,,” bibir tipisnya tampak ragu untuk mengucap sesuatu. Gundah terbaca jelas dari wajahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada apa sayang,,, tak perlu memikirkan sesuatu yang membuatmu bersedih, hingga waktu itu tiba, aku akan selalu berada di sampingmu, tak akan meninggalkanmu sedetikpun,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sekarang beristirahatlah, aku tau kejadian tadi bukan sesuatu yang membuatmu gembira,,” membaringkan tubuh wanita yang sesekali masih sesenggukan menangis, berusaha melepas jilbab dan gaun yang melekat di tubuh Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu bingung dengan apa yang dilakukan Arga, tapi tubuhnya hanya bisa pasrah dengan apapun yang akan dilakukan lelaki itu pada tubuhnya. Tapi Arga hanya tersenyum. Meletakkan gaun yang sudah terlepas ke lantai. Lalu beranjak menuju kamar mandi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu kembali dengan membawa handuk kecil dan gayung yang terisi air. Dengan perlahan dan telaten menyeka wajah Zuraida, mengusap leher dan setiap sisi tubuh. Zuraida merapatkan pahanya saat usapan Arga tiba di selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan, Gaa,,,” larangnya, tak ingin lelaki itu mendapati cairan sperma yang masih tersisa di selangkangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengangguk sambil tersenyum, meminta wanita merentangkan kedua pahanya. Senyuman yang tulus. Zuraida membuang wajahnya saat Arga mengangkat pahanya membuka lebih lebar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Arga terdiam, meski sudah tau apa yang akan didapatinya di lipatan tersebut, tetap saja hatinya terasa sakit. Setelah menguatkan hati, tangannya bergerak mengusap membersihkan cairan kental yang melekat pada paha dan bibir vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah merasa cukup bersih, tangan Arga bergerak ke bawah, membersihkan bagian yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Wuuuhh,,, kaki mu kotor banget sayang,,, pasti tadi seru banget ya,,,” goda Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Zuraida memerah, memukul tubuh Arga sambil merengut. “Jangan menggodaku, kata-katamu membuatku sedih, sayang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah membersihkan tubuh Zuraida hingga kemata kaki, diselimutinya Zuraida, mengusap rambut wanita itu memintanya beristirahat. Zuraida kembali merengut manja, meminta Arga ikut masuk ke dalam selimut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
- Here I am, Aryanti</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa mereka sadari, di depan pintu, sesosok wanita berusaha menahan air mata. Bersandar di dinding, kakinya yang gemetar berusaha tubuh yang terasa begitu lemah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seharusnya kalian bisa bersatu,,,” bisik Aryanti, mulai terisak, “seandainya kalian memperjuangkan cinta kalian,,, hikss,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Aryanti berusaha menahan tubuhnya yang limbung, berjalan dengan telapak tangan merayap pada dinding. Melangkah keluar cottage. Dengan tubuh terhuyung menuju gazebo.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dako yang menyusul Aryanti ke dalam cottage melalui pintu belakang beberapakali terjatuh saat mendaki tangga, lelaki itu tampak mabuk berat. Baru saja dirinya sampai di atas, di lorong yang temaram tanpa cahaya yang memadai, wanita yang dikejarnya sudah kembali berlari tertatih menuruni tangga depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaant,,, kamu mau kemana lagi sayaaaang,,,” panggil nya, namun suaranya tak mampu keluar. Berusaha mengejar. Tapi langkahnya terhenti di depan pintu kamar Arga. Berdiri mematung dengan tatapan kosong, di lorong yang suram.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aryanti terus berjalan, meski kepalanya mulai terasa berat, kakinya dipaksa untuk terus melangkah, menembus pekat malam dalam rinai hujan yang tiba-tiba menghambur seolah dengan sengaja dijatuhkan oleh awan untuk melengkapi ujian wanita yang selalu terlihat ceria itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah mendapati bangku yang agak panjang, wanita itu merebahkan tubuhnya, menahan tubuh yang sakit dengan air mata berlinang. Gemuruh ombak, deru angin, dan derasnya hujan seakan menyempurnakan derita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di gazebo, Aryanti menangis sendiri, entah berapa banyak air mata yang mengalir keluar. Berkali-kali tangannya mengusap wajah yang telah basah oleh air mata dan air hujan yang sempat menyapa kulit mulusnya. Zuraida dan Arga,,, dua sosok penting dalam hidupnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terbayang senyum Arga yang lembut, saat melamarnya di sebuah resto pinggir pantai. Sebuah pinangan yang dinobatkannya sebagai kado terindah di hari ulang tahunnya. Tubuhnya yang menggigil mencoba mengingat hangat pelukan sang suami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terbayang tatapan sepasang mata Zuraida yang meneduhkan, saat Dako mengenalkan sebagai tunangan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita yang begitu melindunginya ketika dirinya diteror oleh seorang lelaki sinting yang tergila-gila pada tubuhnya. Mengizinkannya menginap berhari-hari di rumah mereka tanpa mengeluh, meski Zuraida dan Dako saat itu baru saja menikah, hingga akhirnya Aryanti membeli rumah tepat di samping kediaman Zuraidan dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terbayang saat pertama kali dirinya mengkhianati Arga, hanya untuk sebuah promosi jabatan, gairah muda telah melacurkan kesetiaannya sebagai seorang Nyonya Arga, titel yang baru dua bulan disandangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terbayang ketika dirinya menggoda suami sahabatnya, Dako, dengan tubuhnya dalam permainan kartu yang panas. Mabuk tidak dapat dijadikan alasan untuk membela diri atas ulah nakalnya, memasukkan perkakas senggama Dako ke dalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maasss,,, Mbaaa,,, maafin Yantii,,,” suaranya yang bergetar pelan, semakin hilang tergulung oleh deru ombak, angin, dan hujan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,,, ibu baik-baik saja, Buu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Telinga Aryanti lamat mendengar sebuah suara, berusaha membuka matanya, berharap itu adalah suaminya, Arga. Tapi wanita sedikit kecewa, karena laki-laki berpayung potongan plastik yang menghampirinya bertubuh lebih besar dari suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ibu kenapa tiduran disini,,, Bu,, badan ibu panas, ibu sakit?,,,” tangan kekar yang besar memegang lengannya, memerika keningnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Konteet?,,,” tanya wanita itu lemah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya bu,,, ini saya,, mari Bu,, biar saya gendong masuk ke cottage,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi wanita itu menggeleng, kembali meringkuk memeluk tubuhnya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontet bingung, wanita yang tadi begitu liar bercinta di depan matanya kini didapatinya dalam keadaan begitu lemah, dengan suhu tubuh yang tinggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Naluri lelaki bertubuh besar itu mengintruksikan untuk memeluk melindungi tubuh mulus yang hanya dibalut mini dres yang basah. Membaringkan kepala Aryanti di pahanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa ada kehangatan yang mencoba menyelimuti tubuhnya, Aryanti segera beringsut, semakin masuk dalam pelukan si lelaki. Menekuk tubuhnya dalam pangkuan tubuh besar dan kekar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Teeet,, dingiiiin,,, dingiiin bangeeeet,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontet bingung apa yang harus dilakukannya, tangannya reflek mengusap-usap tubuh Aryanti, mencoba memberi hawa panas. Sementara derai hujan semakin deras, seakan ingin menghabiskan seluruh persediaan yang ada di langit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Usaha itu cukup berhasil, tubuh Aryanti yang gemetar menggigil mulai bisa tenang. Nafasnya mulai teratur, terlelap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tinggallah kontet sendiri yang panas dingin, dikegelapan malam berselimut awan hitam, mata kontet berusaha menjelajah selangkangan yang tak mampu ditutupi oleh mini dress yang begitu pendek.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan kanan Kontet mengambil sesuatu dari kantong celananya, sebuah kain kecil warna merah muda, warna yang sama dengan dengan gaun yang dikenakan oleh Aryanti. Tangan yang kekar membawa kain itu ke wajahnya, lalu menghirup aroma yang melekat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali-kali lelaki itu menghirup membaui kain yang tidak lain merupakan celana dalam Aryanti, yang tadi dilepas oleh Dako dan dilemparkan ke arah Kontet yang duduk mengawasi persetubuhan wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di tengah nafsu yang memburu, Kontet mencoba bertahan, melampiaskan hasratnya pada celana dalam Aryanti, tak ingin mengganggu si cantik yang terlelap di pangkuannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi itu justru membuat nafsunya semakin bertingkah, tak puas dengan kain ditangannya, Kontet dengan hati-hati melabuhkan tangannya pada payudara si teller bank yang cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Payudara besar yang kencang, jauh berbeda dengan wanita-wanita diwarung remang-remang yang kerap dikunjunginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,,,” jantung lelaki itu bergemuruh saat mulai meremas, terus dan terus bermain-main pada bundaran daging yang ada didada siwanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba kepala Aryanti bergerak, berusaha menatap pemilik dari tangan yang tengah bermain-main dengan tubuhnya. “Jangan kontet,,,” tangannya berusaha menepis, tapi tenaganya yang begitu lemah tak berarti apa-apa bagi tangan kekar itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidurlah Bu,,, saya hanya ingin mengenali tubuh Ibu, seperti tadi sore,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tadi sore,,, Yaaa,,, tadi sore,,,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Otak Kontet me-review semua kejadian didapur, saat tubuh besarnya berjongkok diselangkangan si teller bank cantik, menghisap setiap tetes cairan yang mengalir membasahi vagina.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Me-review saat batangnya yang begitu besar, berusaha untuk memasuki tubuh yang juga tengah dilanda birahi, tapi terhenti oleh kehadiran Dako dan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan kini, di tempat sepi ini,,, tak ada seorang pun yang dapat menghentikan bila dirinya ingin mengulang kembali kejadian di dapur. Dengan cepat tangan Kontet terhulur menuju selangkangan yang terbuka, mengusap paha yang mulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwhh,,, Buu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pikiran Kontet kacau diaduk nafsu yang memburu, rasa kasihannya pada wanita yang tengah sakit mulai tergusur oleh birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jangankan memegang,, bermimpi pun Kontet tidak berani, bisa mendapatkan tubuh wanita secantik Aryanti, tapi kini wajah cantik dipadu dengan tubuh indah nan putih mulus itu terbaring di pangkuannya, tak berdaya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba kontet melepaskan pelukannya, membaringkan tubuh itu di atas bangku kayu yang panjang, merentang kedua tungkai kaki yang indah kelantai. Menyingkap mini dress semakin ke atas. Otak lelaki yang hanya lulus SD itu sepenuhnya dikuasai setan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Konteeet,,, jangaaaan,,,” suara Aryanti serak, tangannya tak memiliki tenaga untuk mendorong tubuh Kontet yang mulai menindih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, Maaf Bu,,, saya hanya mencoba menghangatkan tubuh ibu,,, maaf Bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suara Kontet menggeram, seiring pinggulnya yang berusaha menerobos vagina Aryanti dengan batang yang besar,,, sangat besar,,, lebih besar dari miliki Arga dan Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jika vagina Bu Sofie, yang sudah beberapakali melahirkan, kesulitan saat berusaha melumat batang Kontet, lalu bagaimana dengan Aryanti, yang baru saja menikah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah Aryanti meringis menahan perih, lelaki yang tadi dinobatkannya sebagai dewa penolong kini justru berusaha memperkosa tubuhnya yang tengah sakit. Air mata kembali menetes. Meratapi nasib dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apakah ini adalah karma yang harus ku terima, setelah berbuat nakal disepanjang masa liburan,” lirih hati Aryanti. Tubuhnya terasa ngilu dan perih akibat ulah Kontet yang terus memaksa menjejalkan batang kedalam kemaluannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Cairan milik Dako yang masih menggenang, tak mampu membantu banyak atas usaha batang Kontet untuk menorobos masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf Buuu,,, Maaaaf,,, banget,,, cuma ini kesempatan saya bisa menikmati tubuh secantik ibu,,,” ucap Kontet, tangannya mengangkat kedua kaki Aryanti ke pundaknya yang berotot.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sakiiiit,,, sakiiiiit,,, ngga kuaaaat,,, sakiiit,,,” wanita itu menjerit kuat, Kontet memaksa menekan batangnya dengan sangat kuat,,, terus dan teruuus menekan,,, hingga akhirnya setengah dari batang besar itu menghilang di lorong kemaluan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu mengigit bibirnya hingga berdarah, berusaha mengalihkan rasa sakit yang diterima oleh vaginanya, sedikitpun tak ada kenikmatan yang bisa dirasakannya dari gerakan batang yang mulai keluar masuk memperkosa liang kawin.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuhnya yang tak berdaya, tergoncang akibat hentakan-hentakan yang mulai dilakukan dengan kasar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu berbeda dengan Kontet yang terus menggeram menikmati sensasi dari vagina seorang teller bank swasta ternama. vagina Lik Marni yang tadi sore dicicipinya dan sering menjadi hayalan mesumnya seakan tak berarti apa-apa dibanding milik seorang Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwhh,,, Bu,,, nikmaaat bangeeet,,, nikmaaat banget Buuu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Memeeek cewek kotaaa ternyataaa memang nikmaaat bangeeeet,,, owwwh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hentakan batang Kontet semakin cepat dan dalam, tak peduli dengan kondisi Aryanti yang mulai kehilangan kesadarannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, sayaaa semprot dimemeek ibuu yaaa?,,, boleeh Buu?,,, sayaaa ngecrooot buuu,,, Aaaarggg,,, aaagghhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh kontet mengejang, mengejat-ngejat mengeluarkan begitu banyak sperma yang tak mampu ditampung oleh vagina Aryanti. Lalu jatuh memeluk tubuh Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi sedikitpun tak ada respon dari tubuh yang berhasil memuaskan nafsunya, Aryanti pingsan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buuu,,, banguuun Buuu,,, banguuun,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Panggil Kontet dengan panik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaaang,,, peluklah aku,,, aku kedinginan,” pinta Zuraida manja, menarik tubuh Arga, tapi bukan untuk sekedar memeluknya, tangan wanita itu memaksa Arga menaiki tubuh telanjangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, tubuhmu itu kelelahan sayang,,, istirahat sajalah,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kau menolak permintaan ku lagi?,, coba mengacuhkan ku lagi?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hadeeeeh,,, ya ngga laaah,,, aku tak mungkin mengacuhkan mu lagi, tapi cobalah untuk mengasihani tubuhmu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,, tapi aku saat ini benar-benar menginginkanmu, aku ingin,,, ” lagi-lagi bibir Zuraida terdiam, bingung dengan apa yang ingin diucapkannya. “Ayolaaah,,, plisss,,, setelah ini aku takkan memintanya lagi,,,” lanjutnya, tidak tau bagaimana cara meminta Arga bersedia menyetubuhinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Siapa yang tidak berminat pada tubuh indah yang kini telanjang bulat disampingnya. “Tapi jangan lama-lama ya,,, langsung di crotin aja,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertawa mendengar kata-kata Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tuuu kaaaan,,, punya mu juga udah keras koq,,,” seru Zuraida, merasakan batang yang menempel di pahanya saat lelaki itu mulai mendaki keatas tubuhnya. Menyibak selimut yang menutupi tubuh mereka, dengan tangannya sendiri wanita itu berusaha melepas celana Arga. Sepertinya wanita itu ingin menebus kesalahannya kepada Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,, lakukan sepenuh hatimu sayang,,, aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah liburan ini, maka anggaplah ini yang terakhir,,,” ucap Zuraida dengan sedih, merentang lebar kedua kakinya. Jari yang lentik menggenggam batang, memastikan benda yang telah siap memasuki tubuhnya berada di posisi yang benar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,,” Arga mencium bibir Zuraida, seiring gerakan tubuh menghantar batang kedalam lorong yang lembab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan menangis sayang,, kamu adalah jagoanku,,, seandainya waktu kita masih banyak, niscaya aku akan selalu melayanimu sepenuh hati,,,” Zuraida berusaha menghibur Arga, meski air matanya ikut meleleh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dua tubuh itu bergerak pelan, setiap gerakan seakan ditasbihkan dalam kadar cinta yang terbuncah dalam nafsu yang berselimut syahdu. Tak ada hentakan-hentakan yang kasar, tak ada remasan-remasan yang nakal, hanya gerakan penuh cinta yang membara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga membalik tubuh mereka, membuat tubuh Zuraida berada di atas, membiarkan wanita itu mengambil kendali. Duduk tegak diatas batang yang mengacung keras didalam tubuhnya, Bergerak maju mundur dengan pelan, meremas batang Arga dengan lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,,, kalo terus seperti ini mungkin besok lusa baru selesai,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertawa. “Lhooo,,, memangnya kenapa sayang, biarkan mereka pulang duluan, kita lanjutkan liburan ini hanya berdua.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaa,,, memangnya kau sanggup terus melayani batangku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalau batangmu dapat terus mengeras di dalam tubuhku, kenapa tidak, aku cukup tidur telentang dan menonton aksimu menikmati tubuhku,,, hihihi,,,” Zuraida tertawa sambil terus menggerakkan pantatnya, duduk tegak memamerkan bongkahan payudara yang mancung di depan mata Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“hahahaa,,, tapi tetap sajakan aku tidak bisa menyiram di dalam vaginamu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menjatuhkan tubuhnya ke dada Arga. Menatap lekat mata si pejantan. “Kau ingin menyirami lorong vaginaku?,,, ingin memenuhi rahimku yang tengah subur dengan semburan bibitmu?,,,” tanya Zuraida, tersenyum menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Seandainya boleh,,,” ucap Arga, meremas pantat Zuraida dan menekannya kebawah, membuat batangnya menyundul pintu rahim siwanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwhhsss,,, Gaaa,, Argaaa,, apa kau bisa merasakan mulut rahim yang tengah dihuni sel telurku,, sayaaang?,,,” Zuraida mengusap pipi Arga, sambil mengulek batang Arga yang berusaha menyelusup lebih dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeemmmhhh,,, aaahhsss,, Hanya kau yang mampu menyentuh sisi terdalam kemaluan ku Gaaa,,, benihmu pasti tidak akan kesulitan untuk membuahiku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Arga menggeleng, “Kau ingin membuatku merasa bersalah pada Dako?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kata-kata itu membuat si wanita tertegun, gerakannya terhenti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sosok lelaki nestapa, yang terus mengamati pergumulan dan percakapan dua sejoli itu, melangkah pelan,,, mundur hingga menabrak dinding kamar, terhuyung membuka pintu kamarnya, tertawa sendiri di kegelapan, menenggak bir yang ada di genggaman. Terjatuh di lantai saat berusaha membuka laci meja, mengacak-acak isinya mencari sesuatu yang dapat menenangkan pikiran yang kacau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayaaang,,, tak perlu memikirkan itu,,, sekarang aku hanya ingin menikmati kebersamaan kita,,,” seru Arga, tangannya mendorong tubuh Zuraida untuk kembali menduduki penisnya. Lalu meremas payudara Zuraida. “Aku ingin melihatmu mengendarai batangku sayang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wanita itu tertawa. “Hahaaha,, aku ngga bisa sayaaang,,, selama bersama Dako kami lebih sering melakukan gaya konvensional,,, Dako ngga pernah secerewet kamu tauu,,, jadi jangan meminta yang aneh-aneh yaaa,,, aku maluu,,,hahaha,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Zuraida teringat saat tubuhnya bergerak liar meladeni keinginan Pak Prabu, kejadian yang akan membuatnya begitu malu setiap teringat kejadian itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, tapi sekarang kau akan melakukan itu untukku,,,” ucap Arga dengan gaya cool, melipat kedua tangannya ke bawah kepala. “Ok,,, One Girl Shooow,,,” sambungnya, memandang Zuraida menunggu wanita itu beraksi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahahaaa,, kau paling pinter membuatku malu,,, tapi jangan diketawain ya,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menekuk kedua lututnya, berpegangan pada perut Arga, lalu perlahan mengangkat pinggul membuat batang Arga hampir terlepas, lalu dengan cepat kembali menghentak ke bawah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooooowwwsshhh,,,,” wanita itu kaget, ternyata gerakan yang dilakukan dengan terpaksa itu membuat lorong vaginanya terasa begitu nikmat, semakin cepat tubuhnya bergerak semakin vaginanya ketagihan, semakin kuat pantatnya menghentak semakin besar nikmat yang dirasakan oleh vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kali ini Zuraida lebih bisa menikmati ulah nakalnya, sambil terengah-engah tersenyum puas melihat wajah Arga yang merem melek menikmati servis dari vaginanya. Tapi itu justru membuatnya semakin bersemangat mengejar kenikmatan puncak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaa,,, ayo sayaaaang,,, aku ingin kau yang melakukannya untukku,,,” Zuraida menarik tubuh Arga untuk kembali menindih tubuhnya. Merentang lebar pahanya. Memeluk erat tubuh Arga, mendesah penuh birahi ditelinga si lelaki yang mulai memacu tubuhnya dengan kecepatan tinggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwssshh,,, Argaaaa,,, akuuuu hanyaaa ingiiin dirimmmuuu,,, Ssshhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ingin bataaangmu yang selaaaluuu mengiissiii memekkuuu sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Oooowwwhhh,,, Saaaaayaaang bawaaa akuuuuhh kepuncaaaak sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Menjambak rambut si pejantan, memberi perintah tepat di depan wajahnya dengan suara menggeram nikmat. Tubuhnya melengkung mengangkat pantatnya lebih tinggi, mengejar batang Arga yang begitu cepat menggasak di liang yang sempit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tusssuuuuk yang kuaaaat,,, Aaarrggghhaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“lebiiihh dalaaaam,,, Arrggghhh,,, kaaauu bisaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kaau pastiii bisaaa membuahi kuu sayaaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida sadar apa yang diucapkannya, memohon pada lelaki yang bukan suaminya untuk menitipkan benih dirahimnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar permohonan Zuraida, Arga menghentak batangnya dengan kalap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaagghh,,, Aku tidaaak bisa Zeee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Zuraida menatap Arga garang. “Ku mohooon sirami rahimkuuu,,, izinkaaan akhuu pergii membawa buaaah cintaaa kitaaa,,, Aaawwhhhh,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dua tubuh yang tengah berpacu dalam birahi tinggi itu berdebat di antara decakan alat kawin yang membanjir. Di antara batang yang menghujam dengan ganas. Di antara liang senggama yang terus menyambut hujaman dan melumatnya dengan jepitan yang kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tidaaak Zeee,,, Arrgggghhhh,, aku maaau keluaaarr,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oowwhh,, oowwhh,,,Aaaaku,,, owwhh,,,siaaap saayaaaang,,, hamilii akuuu,, sekaaaarang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“lepaaass sayaaaang,,, aku tidaaak bisaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooowwwghhh,,, Gilaaa,,, gilaaa,,, aku saaampaii,,, aku keluaaarr,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida meregang orgasme, suaranya terengah-engah,,, melonjak-lonjak dengan mulut terbuka,,, menatap Arga memproklamirkan kenikmatan yang didapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya meremas kuat pantat lelaki yang menindih tubuhnya. Dengan sepasang kaki yang menyilang mengunci paha Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lagi-lagi Arga menggelengkan kepala. bisa saja dirinya dengan paksa melepaskan tubuh Zuraida. Tapi vagina Zuraida yang tengah orgasme mencengkram penisnya dengan sangat kuat, terasa begitu nikmat, seakan ingin memisahkan batang itu dari tubuhnya. Memaksa spermanya menghambur keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaarrgghhh Zeee,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga meminta ketegasan dari apa yang akan dilakukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida yang masih dirudung orgasme panjang, hanya bisa mengangguk dengan nafas memburu, tatapan birahi nan syahdu yang mengemis sebuah siraman benih di rahimnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah berusaha menjejalkan penisnya lebih dalam, Arga memeluk tubuh Zuraida yang membuka lebar pahanya, menapak di kasur membuat pantatnya melengkung keatas, membantu usaha Arga menjejali pintu rahimnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, Owwwhhh,,, sayaaaang,,, aku keluaaaaar,,, aku keluar di memekmu sayaaang,,, Ooowwhh,,,” pinggul lelaki itu mengejang, dengan kepala jamur besar yang menghambur cairan semen disertai ribuan benih kehidupan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terimalaaah Zeee,,, biarkan semua memasuki tubuhmu, sayaaang,,,” Arga terus berusaha mendorong penisnya lebih dalam, dengan semprotan kuat menggelitik daging yang sensitif.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aksi Arga membuat Zuraida kalang kabut, penis Arga serasa semakin membesar dalam jepitan kewanitaannya. “Oooowwwhhh,,, Argaaa,,, akhuuu,, akuuu keluar lagiii,,,” orgasme tiba-tiba kembali menyapa tubuhnya. Ikut mengejang dibawah tindihan tubuh Arga yang tengah mentransfer bermili-mili sperma kedalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dua tubuh itu melonjak-lonjak, masing-masing sibuk menikmati aktifitas yang terjadi dialat kelamin mereka. Penis yang mengeras sempurna, menghambur beribu-ribu bibit cinta. Dan vagina yang mencengkram kuat batang sang kekasih, berkedut, memijat ritmis pusaka sang pejantan, seolah memaksa menguras habis persedian sperma dari kantungnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooowwwgghhh,, gilaaa,,, nikmat banget sayaaang,, gilaaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida terkapar, berusaha mengisi rongga paru dengan oksigen, menatap Arga yang masih mencari-cari kenikmatan tersisa yang didapat dari alat kelamin kekasihnya. Hingga akhirnya terdiam, tertelungkup menindih tubuh si wanita yang tersenyum puas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, apa kau sadar, dengan apa yang baru saja kita lakukan?,,,” tanya Arga, sambil menciumi wajah cantik Zuraida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, aku sadar,,, terimakasih sayang,,, terimakasih untuk yang sudah kau berikan ini,,, semoga memang terjadi, dan biarkan aku membawa titipan mu ini pergi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tersenyum, membiarkan bibir Arga bermain-main di wajahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kau bisa menikmati, menuntaskan semua di dalam tubuhku?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nikmat bangeeet,,, punyamu nikmat banget sayang,,, vaginamu seperti menghisap habis semua spermaku,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertawa mendengar pengakuan Arga. “Masih pengen lagi?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga mengangguk dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya udah,,, ayo entotin memek ku lagiii,,, lagian sepertinya punyamu masih keras nih,,” wanita itu memainkan otot vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Giliran Arga yang tertawa. “Kalo aku tusuk-tusuk lagi, entar bibit ku malah keluar,,,” meski berkata seperti itu, batang Arga mulai bergerak pelan, membuat Zuraida merasa geli.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaa,,, sebagian mungkin keluar, tapi bukankah setelah itu kau bisa mengisi penuh lagi,,,lagipula sel telurku hanya perlu satu bibit yang beruntung dari ribuan yang hamburkan tadi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang boleh semprot didalam lagi?,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiiihh,,, ya bolehlah,,,, kan punyamu masih ada di dalam, ngapain kalo setelah ini kamu nyemprot di atas perutku,,, ngga nikmat tau,,,” Zuraida ikut menggerakkan pinggulnya, berusaha mencari kembali kenikmatan yang membuat tubuhnya ketagihan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayooo Papaaah,,, ngecrot dimemek mamah lagi,,,, aku masih sanggup melayani batangmu beberapa ronde lagi,,, hihihi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Koq Papah?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,, Papah,,, mungkin 9 bulan setelah hari ini,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga tertawa mendengar kelakar Zuraida, “Ya udah,,, kalo gitu kita bikin adeknya aja sekarang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeee,,, mana bisa gitu,,, ihhh,,, Hahahaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya tertawa dengan tubuh kembali bergerak berirama. Bersiap memulai pertarungan yang berikutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Braaakk...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pintu kamar yang sedikit terbuka itu didorong dengan kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaaaa,,, Dako,,, Dako, Gaa,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zuraidaaa,, Suamimuu,, tolongin suami muu,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terdengar suara munaf yang panik didepan pintu. Menunjuk-nunjuk ke seberang kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Dengan cepat Arga melepaskan pagutannya, mengambil celana dan bergegas mengenakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitupun dengan Zuraida yang masih bertelanjang bulat, mengambil handuk baju yang menggantung, lalu berlari menuju kamarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siaaal,,,” umpat Munaf, yang tak sengaja menyaksikan pemandangan indah, terbayar sudah rasa penasarannya akan bayang tubuh seorang dokter cantik bernama Zuraida. Payudara yang membulat padat, dan selangkangan dengan gundukan tembem yang bersih dari rambut kemaluan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maasss,,, Maasss,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida panik,,, menggoyang-goyang tubuh Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zee,,, kamu dokternya,,, ingat,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh suaminya yang terbaring di lantai tak sadarkan diri, dengan mulut mengeluarkan busa, membuat wanita itu panik, seolah lupa dengan titelnya, lupa dengan semua ilmu yang didapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Zuraida memeriksa tubuh Dako, memeriksa pupil mata, dan setiap bagian yang dapat memberinya informasi tentang kondisi Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bu Sofie, Andini, Pak Prabu, yang masih dalam kondisi setengah mabuk ikut menghambur ke dalam kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bu Sofie, tolong ambilkan tas saya di lemari Bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,, tolong aku mengangkat Mas Dako ke kasur,” perintah Zuraida yang mulai bisa mengendalikan suasana hatinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semoga Mas Dako tidak apa-apa, ucapnya setelah menyuntikkan obat ke dalam tubuh suaminya. Tapi wajahnya masih tampak cemas. Merapikan tubuhnya yang masih terbuka dengan mengikat tali yang ada pada handuk. Lalu mengusapi rambut Dako yang lembab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tolooong,,, Argaa,, istrimu Gaa,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tolooong,,,” kembali terdengar teriakan dari lantai bawah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa istriku?,,, ada apa?,,” dengan cepat wajah Arga memucat, meloncat keluar kamar, diiringi yang lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buu,,,, Pak Dako biar saya yang jaga,,,” seru Andini. Membaca sitausi dengan cepat. ”Tolong ya Din,,, tolong jaga suamiku sebentar,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida yang belum sempat mengenakan penutup kepala, hanya berbalut handuk baju, segera menyambar tas yang berisi peralatan kerjanya, lalu menghambur berlari keluar, tak peduli dengan bagian depan dadanya yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di ruang tengah, mereka mendapati Sintya yang memeluk Aryanti yang tak sadarkan diri. Wajahnya begitu pucat, demamnya semakin tinggi. Dengan bibir yang tampak membiru kedinginan. Sementara cairan kental hampir menutupi seluruh kemaluannya yang terbuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaant,,, Yantiii,,, bangun sayang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Zeee,,, tolong Yanti Zeee,, cepat Ze,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tolong ambilin selimut tebal,,,” seru Zuraida cepat. Adit dan Sintya berlari bersamaan, masing-masing mengambil selimut di kamarnya. Panik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah memeriksa dan memberikan pertolongan semampunya, Zuraida menangis sambil memeluk tubuh Aryanti yang berbalut selimut tebal. “Yaaant,,, kamu tidaak apa sayang,,, kamu akan sembuh,, cepatlah sadar sayang,,, hiks,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa tubuh Aryanti basah begini?,,, kenapa dirinya sampai pingsan?,,” tanya Arga, menadang semua yang ada di situ, berharap ada seseorang yang tau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadii,,, tadiii,,, aku melihat Kontet yang menggendong mba Aryanti dari Gazebo depan,,,” jawab Sintya gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kontet? Terus sekarang tu orang ke mana?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga tauu,, setelah membaringkan Mba Aryanti dia langsung lari keluar,,, wajahnya juga terlihat panik,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bajingaaaan,,, Konteeet,,, mana Konteeet,,,” Arga berteriak nyaring, mencari Kontet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mendengar penuturan Sintya dan melihat selangkangan Aryanti yang penuh dengan sperma laki-laki, siapapun akan berasumsi Kontet telah melakukan sesuatu pada wanita itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mang Oyik,,, Kontet manaaa?,, mana Kontet Maang?,,,” Arga memburu Mang Oyik yang terlihat datang tergopoh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngga tau Den,,, tadi saya liat dia pergi pake motor saya Den,,, ngga tau kemana,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bajingan kalian,,, cepet seret temenmu itu ke mari,,, cepaaaat,,,” Arga mencengkram kerah Mang Oyik, hendak memberikan pukulan ke wajah lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Argaa,, sabar, Ga,,, lebih baik sekarang kita bawa Aryanti ke kamar,,,” cegah Pak Prabu, menahan ayunan tangan Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ingat!!!,,, Semua ini salah kita jugaaa,,,” bentak Pak Prabu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Memiting tangan Arga, memaksa lelaki itu untuk berpikir jernih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kontet ya?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ucap Bu Sofie sambil bergidik, membisik pada Munaf yang membiarkan tangannya dipeluk, iba melihat kondisi Aryanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Memang nya kenapa dengan Kontet, Bu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Batang Kontet itu lho,,, ngeri banget,, pasti Aryanti kesakitan banget, aku yang sudah berkali-kali melahirkan aja sulit banget nelen tu batang,,,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Munaf cuma bisa melongo mendengar apa yang dikatakan Bu Sofie sambil berbisik di telinganya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Naaf,,, punyamu tak ada apa-apanya dibanding batang kontet,” sambungnya, membuat Munaf bergidik ngeri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sinar hangat mentari pagi menerobos jendela yang terbuka lebar, menghangatkan suasana di dalam kamar. Hujan deras pada dini hari tadi, menyisakan jejak pada rerumputan dan tanah yang basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh Aryanti dan Dako dibaringkan di satu kasur yang lebar, agar Zuraida dapat mengawasi keduanya bersamaan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Wajah cantik yang masih terlihat pucat tampak berusaha tersenyum, menyampaikan binar pesan pada orang di sekitar yang terlihat cemas, bahwa saat ini dirinya tak apa-apa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaant,,, maafin mba mu ini sayaaang,,,” ucap Zuraida yang bersimpuh di samping kasur, menggenggam erat tangan Aryanti, sambil tersedu-sedu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbaa,,, bukan salah mba koq,,, tubuh Yanti aja yang letoy, cepet ngedrop kalo kecapean,” jawabnya dengan suara pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga cuma bisa memandang wajah istrinya dengan penuh kasih, karena saat itu dirinya tengah membantu Dako untuk duduk pada sandaran kasur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu berusaha menahan sedih, merasa dirinyalah suami yang paling tidak bertanggung jawab. Begitu terlena pada cinta masa lalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suasana yang sebelumnya meriah berubah menjadi haru, Pak Prabu berdiri sambil memeluk kedua istrinya, begitupun dengan Adit dan Munaf yang juga memeluk istri masing-masing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua, seolah sepakat untuk mengakhiri permainan yang berujung pada tragedi yang hampir merenggut nyawa Aryanti dan Dako.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaah,, maafin papah ya mah,, selalu menuntut macam-macam padamu,,” bisik Munaf, memeluk tubuh istrinya dengan erat. Aida mengangguk, menyandarkan kepala di pundak sang suami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
* * *</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Cukup besar pelajaran yang harus kita terima untuk menyadarkan kita, Zee,,,” ucap Arga saat menuju bis, sambil membawa beberapa barang..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida mengangguk,,, wajahnya masih terlihat sendu, kelopak matanya bengkak akibat terlalu lama menangis. “Kasihan Aryanti, terpaksa kau acuhkan, gara-gara diriku yang selalu menagih perhatian darimu,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Istrimu memiliki kesabaran yang sempurna, dia lebih memilih untuk menanggung semua. Sudah cukup lama aku mengenalnya, dan sangat jarang aku melihatnya bersedih, wajahnya selalu ceria,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida menghentikan langkah Arga, dengan berdiri didepan lelaki itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, mungkin ini permintaan ku yang terakhir padamu,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaa,,, katakanlah sayang,,, semoga aku bisa melakukan apa yang kau minta,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku mohon dengan sangat kepadamu,,, Tolong,,, jagalah Aryanti, jangan buat ia sakit dan menangis lagi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu mengangguk, “Pasti,,, aku akan menjaganya, mencintainya seperti hati ini mencintaimu,,, Dan kau,,, jagalah Arga, sampai kapanpun ia adalah sahabat terbaikku,,, berikan ia servis terbaikmu,,, seperti yang sudah aku ajarkan,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iiihh,,, masih sempat-sempatnya mikir yang itu, jahat kamu Ga,,,” Zuraida tertawa sambil menangis, mencubit pinggang Arga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Akan sangat sulit untuk melupakan semua kenangan ini,,, jadi aku memilih untuk selalu menyimpan cintamu di hatiku bersama Aryanti. Percayalah aku tak akan menyia-nyiakan nya lagi,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida tertawa, jari-jarinya berusaha membendung air mata yang terus keluar..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, aku masih boleh memelukmu?,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tertawa mendengar pertanyaan Zuraida, Arga merentang kedua tangannya, menyambut Zuraida yeng menghambur ke pelukannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang,,, aku pun akan selalu mencintaimu, tapi aku juga tak akan mensia-siakan cinta Dako dan hidupnya,,, Terimakasih untuk benih yang kau titipikan,,, berdoalah, semoga Dako bisa menerima semua,” ucap Zuraida lirih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Woooyyyy,,, pacaran mulu,,,” seru Bu Sofie, menepok pundak Arga. Membuat keduanya kaget, lalu tersipu malu-malu. “Zuraida, dicari Aryanti tuh,,, katanya dia pengen duduk di samping kamu,,,” lanjut wanita dengan rambut disanggul ala Syarini, itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eeehh,,, iya Bu,,, saya naik ke bis duluan ya,,,” jawab Zuraida, ngacir, mencari aman.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Arga,,, ingat, kamu masih punya hutang sama saya,” ujar wanita itu ketika Zuraida sudah masuk ke dalam bis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Heehh? Hutang apa ya Bu?,,,” tanya Arga, bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu lupa ya,,, kamu sudah nyicipin semua istrimu teman-temanmu,,, tapi kamu justru lupa dengan istri atasanmu ini,,,” ucap Bu Sofie, matanya melotot, tapi itu justru membuat wanita berumur terlihat semakin cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah mengerling genit, wanita itu berpaling menuju bis, sengaja melenggok memamerkan pantatnya super montok. “Ingat ya,,, sebelum kami berangkat ke Jakarta,, aku sudah mencicipi batang mu itu,,,:” ucapnya lagi, sambil memeletkan lidah. Meninggalkan Arga yang menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suasana dalam bus terasa lebih sepi dibanding saat mereka berangkat. Entah karena memang kecapean, atau memang mereka bersimpati pada kondisi Aryanti dan Arga, meski sudah semakin membaik, keduanya masih harus mendapatkan perawatan lanjutan dan banyak beristirahat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Adit tampak begitu mesra mengobrol dengan istrinya, Andini. Merencanakan apa yang akan mereka lakukan setelah liburan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pak Prabu bersandar di pelukan Sintya, sambil merasakan pijatan mesra istri mudanya itu. Sementara Bu Sofie tampak asik dengan kamera SLR nya, mengambil gambar yang dianggapnya menarik, sepanjang perjalanan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Arga sibuk mencatat semua pengeluaran selama liburan, tugas yang seharusnya dilakukan oleh Dako yang tengah tertidur sambil memeluk boneka beruang besar milik Aida.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Zuraida, wanita itu memangku kepala Aryanti yang berbaring, mengobrol sambil berbisik-bisik, seperti tengah membahas sesuatu yang sangat penting, sesekali wajah mereka tertawa kecil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sedangkan Munaf, lelaki itu tampak tertidur bersandar di jendela. Terjaga saat istrinya tak ada disisi. “Maaahh,,, Mamaaah kemana,,,” panggilnya keras, membuat semua menoleh ke arahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Paaahh,,, aku disini Paaah,, dibelakaang,,, Ooowwhhsss,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh,,, Papaaahh,,, enak banget paaah,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lho Mamah lagi ngapain,,, emang masih kurang Mahh,,, ?” tanya Munaf, ketika mendapati istrinya tengah bergerak naik turun, seperti sedang mengendarai tubuh seseorang yang terhalang oleh seat bis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lelaki itu menatap bingung, karena Pak Prabu, Adit, Dako, dan Arga berada dibangkunya masing-masing.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“nyicipin punya siapa lagi sih,, sayaaang,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Karena tragedi yang mereka alami, Munaf berusaha menjadi suami yang lebih toleran pada istrinya yang ternyata memiliki kebutuhan seksual yang tinggi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Punya Kontet Paah,,, Ooowwhh,,, kontolnya gede banget,, memek mamaaahh sampai ngilu,,, tapi nikmat bangeeet paaah,,,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Haaahh? KONTEEET???,,,” teriak Munaf tak percaya!!!....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
END...</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-88333337966405603712014-03-05T19:54:00.001-08:002014-04-30T21:21:32.350-07:00amel's anal<b style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"></b><br />
<div style="display: inline !important;">
<b style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><b>Amel</b> berjalan melewati perlahan ke sebuah bar, melewati remangnya suasana tempat ini dia sadar jika saat ini yang dia butuhkan hanya satu..</b></div>
<b style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">
</b><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br /></span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br /><i>MABUK!</i><br /><br />Dia memilih sebuah bangku tanpa penghuni di ujung bar. Dia menatap botol berkilau yang menawarkan kenyamanan instan untuknya, amel tersenyum ketika sang bartender mendekat. Sambil memainkan rambutnya yang indah dengan jarinya yang lentik. Bartender itu tersenyum menatapnya, amel pun tersenyum kembali , mata cokelat indahnnya membalas kembali tatapan sang bartender .<br /><br />“Malam kak, ada yang bisa saya bantu?“ tanya bartender.<br />“Ehh,kok kakak sih? Panggil aja aku amel yah..” jawab amel sambil menjulurkan tangannya.<br />“Oh,iya kak.. ehh, amel maksudnya hahaha, aku <b>Parda</b>. Mau pesan minuman mel?”<br /><br />“Hmm , apa yaa.. Jack Daniels aja ya, on ice please..”<br /><br />“Oke.. Jack Daniels on ice coming up..” jawab parda yang langsung menyiapkan minuman yang dipesan.<br /><a name='more'></a><br />Amel mencoba untuk membuat dirinya senyaman mungkin di kursi bar , dan menghindari tatapan dari orang-orang di sekelilingnya. Dia membetulkan gaun hitam yang dikenakannya , menarik turun sedikit ujung rok nya untuk menutupi pahanya yang menjadi santapan liar para pria disana. Amel memiliki sosok yang ramping , tubuhnya yang seksi semampai mampu membius setiap pria yang melihatnya, dengan belahan yang memanjang kebawah memunculkan indahnya bentuk bongkahan payudara yang tercetak jelas.<br /><br />“Here you go mel..” parda menyodorkan minuman yang tadi dipesan oleh amel<br /><br />" Ah , thanks"<br /><br />Amel merogoh tasnya dan mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan dan meletakkannya di bar. parda mengambilnya dan pergi untuk mengambil kembaliannya. Amel mengangkat gelas dan memandangi isi minuman didalamnya seakan sedikit bersulang dan bergumam.<br /><br /><i>"Sialan lo mel , brengsek.. lo emang pantes dapetin apa yang lo dapet!" gumam amel.</i><br /><br />Diteguknya minuman itu dan merasakan kehangatan menyebar di dalam perutnya. Tetapi batinnya bergejolak kembali, rasa marahnya muncul lagi . Dia masih tidak percaya bahwa <b>Anton</b>, pacarnya yang sudah menemaninya selama dua tahun telah berselingkuh selama setahun terakhir. Dia tertipu atas kebohongan yang diciptakan olehnya, sampai dia menemukan beberapa bukti pagi itu.. sebuah hadiah dan foto mesra yang disembunyikan di lemari beserta nama gadis tersebut. Ketika ditanya tentang hal itu anton mengakui semuanya dan menjelaskan bahwa hubungan mereka sudah lama terjalin . Amel pun akhirnya memberikan ultimatum pada anton. Dia segera keluar dan kembali ke apartemennya , berharap anton akan meneleponnya. Namun telepon itu tidak pernah ada. Berbagai macam pikiran gila berkecamuk dalam pikiran amel. Mungkin saat ini anton sedang keluar dengan selingkuhannya itu, mungkin mereka saat ini sedang menertawakan orang bodoh yang bernama amel.<br /><br />Amel meneguk dalam minumannya. Mengutuk kesal para bajingan itu.. dia meneguk kembali minumannya dari, kemudian dengan rasa malas bermain-main dengan es , berputar-putar dengan jarinya. Dia bisa merasakan air mata yang menggenang di matanya, dia menggigit bibirnya untuk menjaga mereka agar tidak jatuh ke pipinya. Amel terkejut ketika dia tersadar bahwa minumannya telah kosong. Dia ingin mabuk.. Dia harus mabuk.. Dia hanya tidak ingin merasakan sakit lagi .<br /><br />“Mau pesen lagi mel?” Bartender itu kembali, tersenyum padanya. Namun sekarang dia melihat sedikit ketidak jelasan dari amel yang tidak dia perhatikan sebelumnya .<br /><br />“IYA!! gue pesen satu lagi parda..” Jawab amel sedikit mabuk.<br /><br />“Oke mel..” Bartender itu melangkah untuk menyiapkan minuman selanjutnya.<br /><br />“Hai cantik, kalo emang di izinin biar gue yang bayar minuman itu ya” tiba tiba terdengar suara seorang pria dari sebelah amel.<br /><br />Amel menolehkan kepalanya ke arah suara tersebut. Terlihat seorang pria tampan, dengan rambut pendek seperti botak mengenakan kaca mata, janggut tipis di dagunya. Tingginya mungkin sekitar 170-an. Sedikit agak tambun memang, tapi tampaknya lebih banyak otot daripada lemak . Dia mengangkat alisnya padanya, seolah meminta jawaban untuk tawarannya tadi.<br /><br />“Ah, oke thanks” jawab amel.<br /><br />terlintas senyum diwajah pria itu dan mengambil bangku di sampingnya .dikeluarkannya kartu kredit dalam dompetnya ketika bartender kembali dengan minuman amel dan memesan satu untuk dirinya sendiri.<br /><br />“Gue <b>Pandu</b>, lo?”<br /><br />“Oh, gue amel.. sorry”<br /><br />“Nggak apa-apa mel. Maaf nih ya, tapi kayaknya muka lo lagi sedih banget ya? Kalo boleh tau kenapa.. mungkin gue bisa sedikit ngebantu buang masalah lo..”<br /><br />Akibat pengaruh minuman yang sudah menguasainya amel pun bercerita semuanya pada pria yang baru dikenalnya itu seperti pekerjaannya, di mana dia tinggal, dan tentang masalah dia dengan Anton mantan pacarnya itu. pandu terus menatapnya, nalurinya sudah benar.. amel terlihat lucu dengan rambut bergelombang yang membingkai wajahnya, berpadu dengan mata terindah yang pernah dilihatnya. Amel memiliki seluruh tipe yang dia suka terhadap seorang wanita. Pandu membiarkan pikirannya bertanya-tanya tentang apa yang berada didalam gaun hitam yang ia kenakan, dan merasakan sesuatu yang sedikit berontak diantara pahanya.<br /><br />“Gue sedikit kesel denger cerita lo sama mantan lo itu mel, kok bisa ya? emang sih kebanyakan cowok itu anjing.. gue tau itu, karna gue itu cowok” sahut pandu menanggapi cerita amel tadi.<br /><br />“Oh jadi lo anjing dong ndu? hihihi”<br /><br />“Bukan, gue babi.. seenggaknya gue beda lah sama cowok laen, hahaha”<br /><br />“Hahaha bisa aja lo ndu..” amel tersenyum manis sekali.<br />“Ya tapi kalo gue sih lebih milih buat anggap kalo semua cowok itu baik.. hihihi” amel melanjutkan kata katanya.<br /><br />“Kayak mantan pacar lo itu? aah, sudahlah lupain aja.. lo bener mel, dan gue sedikit kagum sama orang yang melihat kebaikan dalam diri orang lain dan bukan yang buruk. Sini, mari kita bersulang."<br /><br />Mereka berdua mengangkat gelas mereka, dan kemudian pandu melanjutkan kata-katanya “Bajingan itu pasti menyesal karna udah nyakitin bidadari kaya lo..”<br /><br />“Hahaha, bisa aja lo ndu..” amel berseru sambil meneguk kembali minumannya.<br /><br />Satu gelas, dua gelas, tiga gelas.. percakapan antara Amel dan Pandu mengalir dengan mudah dan bebas seakan mereka sudah saling mengenal sejak lama. Lelucon yang sedikit garing, namun dapat membuat mereka tertawa, dan itu tidak lama sebelum tangan pandu membelai bahunya dan mengusap lengannya. Sudah begitu lama sejak seorang pria telah mencoba untuk memenangkan hatinya , telah mencoba merayunya , dan ia menemukan semua itu dalam sosok pria di depannya ini.<br /><br />Tidak lama kemudian, Pandu telah menarik Amel dari kursi bar, dan memangku nya diantara kedua pahanya . Dia bisa merasakan tangannya yang mengusap punggungnya, hal itu membuat amel sedikit merinding. pandu terus menekan lebih dekat dan lebih dekat dengan tubuhnya. amel merasakan tangan di lehernya, mengusap lembut ke wajahnya, kemudian sebuah bisikan terdengar ditelinganya .<br /><br />“Mel, lo itu cantik, lucu, menyenangkan, begitu indah.. gue bisa memikirkan se-enggaknya seratus hal yang bisa gue lakuin ke lo.. Begitu indah , begitu sempurna..” bisik pandu ditelinganya.<br /><br />“Ahh, panduuu…” Amel mendesah saat hembusan nafas bibirnya menelusuri dari telinga ke lehernya.<br /><br />Sudah berbulan-bulan , atau satu tahun sudah , sejak Anton membisikkan kalimat yang menggoda seperti apa yang orang asing ini katakan. Rasanya begitu baik untuk ingin dan diinginkan. Dia mengulurkan tangannya dan membelai lengan pandu , merasakan otot di bawah kemejanya . Pandu mengerti jika saat ini amel tidak dapat menjawab karna kegalauan hatinya, ia hanya bisa menghela napas dan menggerakkan tubuhnya lebih dekat dengannya. Bibirnya mengecup mesra tiap jengkal lehernya sampai ke dagunya dan kemudian ke bibirnya. Ketika bibir mereka menyatu, Amel merasa dunianya mulai berputar dan berbalik. Dia menempel lengannya keleher pandu dan kembali berciuman dengan penuh semangat, amel menerima pagutan lidah pandu saat ia meluncur di antara bibirnya. Amel merasakan tangannya pandu mulai meluncur dari punggungnya ke bongkahan pantatnya dan entah bagaimana dia tidak peduli jika seluruh bar sedang mengawasi mereka . Dia merasa hidup kembali untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, dan dia tidak mau menyerah perasaan ini .<br /><br />Pandu menghentikan ciumannya, dia membelai rambutnya dan mencium ujung hidung sampai ia membuka matanya. Tidak ada senyum di wajah pandu, ia menatap lembut wajah amel seolah mengharapkan semacam jawaban di sana. Dia menatapnya dengan pertanyaan di matanya.<br /><br />“Amel.. gue mohon lo jangan marah dulu, tapi gue mau lo mel.. sekarang..”<br />“ Gue mau ngerasain indahnya tubuh lo di bawah gue, gue mau bikin lo menjerit nikmat, nikmat yang nggak pernah lo rasain sebelumnya.. gimana mel?” Dia menciumnya lagi.<br />“Mau pindah tempat?”<br /><br />Amel mencoba untuk mendapatkan kembali ketenangannya, mencoba untuk membuat dunia berhenti berputar.. Dia fokus pada pertanyaan-pertanyaannya, dan ia tahu ia tidak bisa begitu saja meninggalkan bar ini tanpa dia.<br /><br />“Iya..” Amel menjawab dengan bisikan ditelinga pandu.<br />“Sebenarnya , apartemen gue deket dari sini.. mau kesana?”<br /><br />“Oke, let’s go to your place.. lo bawa mobil? Apa mau pake mobil gue?”<br /><br />“Gue bawa mobil kok ndu..”<br /><br />“Kalo gitu gue ngikutin lo aja ya dari belakang..”<br /><br />“Ya , oh ya..”<br /><br />Amel menghabiskan minumannya dan menyambar tasnya . Mereka berjalan bersama-sama melewati udara malam dengan saling berpelukan. amel berjalan ke mobilnya, pandu membukakan pintunya dan membantunya masuk ke dalam. Hatinya berpacu begitu cepat , dia tidak yakin apakah dia bisa bernapas.<br /><br />“Lo yakin mau bawa mobil sendiri mel?” Tanya pandu sedikit khawatir.<br /><br />" Iya , gue nggak apa apa kok, lo cukup ikutin gue aja ya..”<br /><br />“Iya mel..” jawab pandu sambil menutup pintu dan menuju ke mobilnya yang diparkir tidak jauh dari situ.<br /><br />Amel membawa mobil <b>Honda Jazz</b> merahnya keluar dari tempat parkir, ia melihat mobil <b>Rubicon</b> hitam dibelakangnya .disepanjang perjalanan perasaan amel bergejolak merasakan rasa yang sudah lama tidak dia rasakan.<br /><br /><i>“Perasaan apa ini? Kok gue bisa begini sama orang yang baru gue kenal” pikir amel.</i><br /><br />Sesampainya di apartemen mereka menuju ke apartemen amel, saat didepan pintu amel sedikit meraba-raba lubang kuncinya, dia merasa tangannya di tubuhnya.. amel menggeliat, tapi ini sepertinya hanya untuk mendorongnya agar masuk lebih cepat. amel akhirnya berhasil membuka pintunya, pandu langsung mendorong amel melalui pintu , dengan sedikit gerakan pintu ditutup dengan kakinya. Tiba tiba mereka saling berpagutan penuh nafsu, saling mengeksplorasi , menggoda , menarik.. amel menggerakan tangannya untuk membuka kancing pada kemeja pandu sambil terkikik di bawah bibirnya. Ditariknya kemeja pandu yang telah terbuka melewati bahunya, memperlihatkan dadanya. Mengusapkan jarinya yang lentik diatas dada bidangnya pandu, amel tersenyum manis saat dia melihat pandu mendesah .<br /><br />Amel menciumnya lagi sambil cepat membuka gaunnya hingga menyisakan hanya bra dan celana dalamnya. Pandu tertegun memandang pandangan indah didepannya ini lalu dengan cepat membuka sepatunya dan menendangnya ke samping . Tangannya mengelus rambut dan tubuh amel. Pandu mengecup keningnya perlahan lalu menurunkan kecupan di hidungnya sampai berakhir di bibirnya. Keduanya mulai terlibat kembali dalam pagutan liar mereka. Tangan pandu bergerak menekan bongkahan dada amel yang masih tertutup oleh bra , meremas sampaikeluar desahan dalam diri amel di bawah sentuhannya.<br /><br />“Ahh,panduu.. sshh..”<br /><br />Tangannya yang lain meluncur ke pahanya , merasakan lembutnya kulit dari seorang bidadari yamg menggairahkan didepannya. Pandu tidak dapat menahan gairah yang sudah bergemuruh, segera dibuka celananya dan dibuangnya ke samping. Tercetak jelas bentuk penisnya yang sudah mengeras keluar dari boxer nya. Dia harus melihat apa yang berada didalam bra dan celana dalam wanita didepannya. Payudara penuh amel yang terbungkus dan menempel lembut pada bra nya seolah menantang pandu untuk terus menyentuhnya. Pandu kembali untuk mencium belahan dada amel yang masih terbungkus rapi, mengecupnya perlahan sambil mengusap lembut punggungnya, amel mendesah.. dipegangnya kepala pandu, dan ditariknya ke arahnya.<br /><br />“hmmmmhhh…”<br /><br />“Mel, lo itu wanita yang indah.. Tolong, jangan menyembunyikan keindahan lo dari gue ya..”<br /><br />Amel tersenyum, ia melangkah mundur dengan gerakan menggoda. Pandu menatapnya dengan kekaguman. amel duduk di sofa dan perlahan membuka pahanya. Dia menarik pandu di antara kedua kakinya , dan ia bisa melihat di mana bentuk vaginanya tecetak jelas di celana dalam yang dikenakannya. Namun ketika pandu akan menyentuhnya, amel menarik tubuh pandu kesampingnya, dengan sedikit gerakan berputar amel merubah posisinya menjadi di antara selangkangan pandu. Ditariknya boxer pandu dengan cepat dan membuangnya kebelakang. Maka terpampanglah penis kokoh pandu yang sedari tadi sudah mengemis untuk beraksi.<br /><br />“hmm, nice dick ndu.. i love it..”<br /><br />Tangannya membelai lembut benda yang sudah keras itu, menggodanya ringan, dan kemudian memompa dengan keras sambil mengusap kedua biji penisnya. pandu tersentak saat ia merasa kan hangat di sekitar penisnya karena amel yang menjilat di sepanjang kemaluannya.<br /><br />“Ssshh,ahh meellhh..”<br /><br />Lidahnya berputar-putar di sekitar batang kemaluannya, menggoda pembuluh darah yang mulai berdenyut. Ketika pandu mulai terangsang kuat, amel menempatkan bibir seksinya di atas ujung penis pandu dan mulai bersemangat menghisap pre-cum yang keluar .Pandu mencengkram bahunya, mendesaknya untuk melanjutkan. Amel tersenyum menatapnya sebelum ia mengulum kembali penis itu di antara bibirnya, bermain-main dengan kepala penisnya. Tangan pandu mengelus rambut amel yang bergerak indah naik turun, amel makin cepat menggerakan bibirnya di penis pandu.<br /><br />“Hmmhh.. mmmhhh..” desah amel disela hisapannya.<br /><br />“Oughh, mellsss ahhh, mulut looh enakkkhh ahh..” pandu merasakan sesuatu akan keluar dari penisnya, namun dia ingin lebih dari ini, dilepaskannya dengan enggan kepala amel yang sedang asik memainkan penisnya dan berkata.<br /><br />“Sumpah enak banget mel, tapi kalo lo gitu terus gue bisa keluar..”<br /><br />“Hihihi..” Amel tertawa , dan bercanda mencoba untuk meraih kemaluannya lagi. Pandu mengelak dan mendorongnya ke bawah di sofa. Dia membuka paha amel dan mendekatkan wajahnya ke pangkal pahanya. Pandu mengendus dan merasakan kelembutan kulitnya. amel mendesah dan kemudian mengerang kesenangan.<br /><br />“Uhhh.. hmmm..”<br /><br />Pandu merasakan amel mulai menggeliat. dengan lembut, nyaris menyentuh kulitnya, pandu mengusap bibir vaginanya dari luar celana dalamnya.Amel mulai mengerang , mendorong pinggulnya ke arahnya. Pandu bergerak kearah atas tubuh amel meraih bra dan menarik kebawah. Payudaranya bagaikan meloncat keluar dari kurungan mereka, dengan cepat pandu merengkuh kedua payudara indah tersebut , meremas.. Putingnya telah keras akibat rangsangan yang tidak dapat terbendung. Pandu mengarahkan mulutnya mengecup gemas putting amel yang menantang itu. Mengulumnya, menyedot, dan membiakan lidahnya menari di putting amel, amel menikmati sensasi yang dirasakannya.<br /><br />“Ohh iyaahh, hmmphh aahhh nduuu ahhh..”<br /><br />“cup,slruupp,mmhh..”<br /><br />Pandu terus menghisap puting kirinya dan mulai bergerak liar disana, sementara tangan yang lain bekerja menarik dan memutar putting payudara sebelahnya. Tangan amel bergaerak seirama dengan kenikmatan yang dideranya melewati tubuhnya pandu, bahunya, dipunggungnya, dirambutnya. Pandu terus mengisap payudaranya bergantian, ketika pandu akhirnya berhenti dan menatap putingnya amel yang telah basah .<br /><br />“Toket lo emang luar biasa mel, waahh.. baru kali ini gue liat toket seindah ini..”<br /><br />“Ohhmm nduu, gue ma- aahhhhh.. ohhhhh nduuuu ssshhh…”<br /><br />Desahan amel terjadi karena pandu secara tiba tiba kembali mendekatkan wajahnya di tengah selangkangan amel dan menghisap kecil vaginanya, ia mengangkat kepalanya dan menarik nafas aliran udara di seluruh bahan yang tipis. Karena desakan kesenangan bergairah itu ia tahu ia tidak menahan diri lagi. Dengan lembut pandu menarik kesamping celana dalamnya amel sehingga menunjukkan bentuk vaginanya yang halus dan rapi, dibukanya bibir vaginanya hingga merekah indah sebelum akhirnya mendekat . dijilatnya vaginanya dengan lembut, lidahnya melesat di antara lipatan vaginanya sedangkan jari-jariny membuka lebar vaginanya agar mudah dijilat. Amel menggeliat liar dan bergerak kekanan dan kiri, pinggulnya berputar melawan dia.<br /><br />“Auhhh aaahhh nduuuhh, ohhh aaahhh ssshhh mmhhh…” desah amel menikmati serangan pandu.<br /><br />Pandu bergerak menuju klitorisnya dan menghisapnya diselingi dengan sapuan lembut lidahnya. Sensasi itu menembak gelombang kenikmatan yang tak terjelaskan melalui otak amel. Amel mulai mengejang terhadap lidah yang memberinya begitu banyak kesenangan , bahkan pinggulnya tidak bisa tinggal diam ketika pandu memasukan jari pertama kedalam vaginanya dan kemudian dua jari ke dalam vagina itu , amel berteriak histeris. Pandu tetap mengisap klitorisnya ke dalam mulutnya dan mulai mengocok keras jarinya pada vagina amel.<br /><br />“Yess, ohh yess.. terusss ahh terussshh, jangan berhenti . Jangan berhenti sekarang! Ohhh , gue mau nyampe , gue aahhh mauuhh nyampeee!!” racau amel.<br /><br />Pandu merasakan kepalanya tercengkram oleh kedua paha amel, pinggulnya mulai terangkat keatas. amel merasa ditubuhnya ada yang akan melesak keluar, dan kemudian gelombang kenikmatan menerobos melewati vaginanya. Dia menyentak , kejang-kejang , menangis , dan meremas kepala pandu antara pahanya.<br /><br />“AAHHHH, UHHHMMM GUEE AAHH SSHHH OOUHH!!” teriak amel.<br /><br />Pandu menelan semua cairan gairah dari vagina amel sambil terus memainkan lidahnya di klirotis amel.<br /><br />“Ndu, please! Tar dulu ahhh.. sshhh!”<br /><br />Namun pandu terus menjilati klitorisnya , dan secara tiba tiba menghentikan aktifitasnya.<br /><br />“Nduu? Aahhh.. diaaaa maaaahh… hihihi” amel tertawa.<br />“Ndu please, gue mau kontol lo sekarang” desah amel.<br /><br />Wajah pandu muncul di antara kedua pahanya dan ia tersenyum.<br /><br />“Lo mau gue ngentot memek kecil yang imut ini? Yakin mau?” kata pandu menggodanya.<br /><br />“Iya nduu.. oh my god, please fuck me.. fuck me now ndu..” amel memohon karena nafsunya yang tidak terbendung.<br /><br />Pandu memegangi kaki amel yang terbuka lebar, vaginanya merah mengkilap akibat cairan yang keluar dari vaginanya. Amel meraih celana dalamnya ke satu sisi, mengekspos diri kepadanya. pandu meraih penisnya yang tebal dan panjang di tangannya, di tempelnya di bibir vaginanya, ditepuk tepuk sebentar lalu mendorongnya perlahan melewati vagina itu.<br /><br />“AAHH, nduuu ohh gede bangett ahhh sshh..”<br /><br />Amel mengerang pelan saat merasakan vaginanya mulai ditembus oleh penis pandu yang kokoh, wajahnya meringis saat pandu memasukkan penisnya lebih dalam.<br /><br />“Mel.. sakit? Lo mau gue stop?” Tanya pandu yang melihat amel seperti meringis.<br /><br />“Jangan nduuhh oouhhss teruss masukkiinn , gue mau kontol lo nduuh ouhsshh.. fuck me ndu, memek gue penuh bangetthhh.. ssshh ahhh.. Fuck me , please!!"<br /><br />Pandu bergerak kembali perlahan memompa penisnya untuk masuk dalam vagina sempitnya amel.<br /><br />“Iyahh ituuuhh Ouhhss , oh yes! Fuck me hard nduuu..”<br /><br />“Ohh mell, memek looh sempiithh bangetthh aahhh..”<br /><br />Dipompanya penisnya terus untuk masuk kedalam vainanya yang telah banjir shingga melancarkan penisnya untuk masuk lebih dalam.<br /><br />“Ahhh…mellll….”<br /><br />“Mmmhh.. uuhhh..”<br /><br />Didiamkannya selama beberapa saat sambil menikmati sensasi kehangatan dan kelembutan pijatan memeknya disekitar penisnya. Amel mulai terbiasa dengan besarnya penisnya pandu yang mengisi nikmat penuh vaginanya lalu dia mulai memutar pinggulnya. Dia mulai mengejangkan otot vaginanya. Pandu mengerang kenikmatan merasakan sensasi luar biasa ini dan kemudian secara perlahan mulai menggerakan pinggulnya naik turun memompa vagina amel, semakin lama semakin cepat.<br /><br />“Ahh nduu, ooouuhhh aaahhhh ssshhh” amel meringis menahan sakit campur nikmat yang dia rasakan.<br /><br />Pandu terus memompa vagina nikmat itu sambil melihat penisnya keluar masuk , pandu bisa merasakan penisnya seolah tersedot vacuum yang sangat dahsyat.. semakin cepat pompaan pandu di vaginanya, menimbulkan bunyi decak antar kulit terhadap kulit yang dibalut cairan, teriakan mereka keras mengisi ruangan itu.<br /><br />“AAHH PANDUUHH… OOHHH AAAHHH YEESSS OOHHH MYYY GOOOODD AAHHH!!”<br /><br />“MMHHH AAHHH OUUHHSS MEELLSS AHH ENAAKKHH AAHHH!!”<br /><br />Amel menyukai cara pandu menyetubuhi dirinya. Kenikmatan yang dia rasakan begitu dalam seakan melesak keluar meletupkan hasrat dia selama ini..<br /><br />“NDUUU GUEEHH MAAUU AHHHHHHHHHHHH!!!”<br /><br />Vagina amel mengedut kencang menandakan orgasme dia yang kedua kalinya. Pandu menikmati sensasi luar biasa pijatan vagina amel yang menegang menyelimuti penisnya.<br /><br />“Ouuhh sshhh aahh, nduuu enaaakkkhh ohhh..”<br /><br />“Hmmhh memek lo juga enaakkh bangeeth mellhh.. mantan lo itu bener bener tolol.. uhhh”<br /><br />Karena perkataan pandu sebuah pikiran tiba-muncul di pikiran amel, sebuah dendam yang ia rasakan pada anton sebelumnya. Amel teringat kalau anton selalu ingin mencoba anal seks, tapi amel tidak pernah mengizinkannya karna dia terlalu takut sakit.<br /><br /><i>“Hmm, ini saatnya ton.. gue bakal kasih sesuatu yang ga pernah gue kasih ke lo..”pikir amel</i><br /><br />Amel sekarang menatap wajah Pandu dan tersenyum.. Ya, dia tahu apa yang ingin dia lakukan. Dan untuk beberapa alasan, dia tidak lagi takut.<br /><br />“Mmm.. ndu, lo belum keluar kan?” Tanya amel.<br /><br />“Iya mel, gue lanjut lagi ya.. enak banget mel..” jawab pandu sambil mulai memompa kembali tubuh amel perlahan.<br /><br />“Ouhh.. sshh.. Ndu, I want you to fuck my ass..bring me to my tight hole.. ahh”<br /><br />Pandu tidak bisa percaya apa yang ia dengar. Dia memperlambat gerakannya, dan menatap wajahnya.<br /><br />“Lo yakin?”<br /><br />“Ya ndu..Tapi.. ndu gue nggak pernah anal sex..”<br /><br />“Jangan khawatir mel.. lo pasti suka.. i promise!” Pandu membungkuk dan mencium dengan lembut pada bibir sebelum memberinya senyum.<br /><br />Perlahan pandu mencabut keluar penisnya dari vagina amel dan kemudian mencelupkan jari-jarinya ke dalam vagina. amel sudah cukup basah, sehingga sepertinya tidak perlu lagi pelumas,. Disentuhkannya jari jarinya diatas lubang pantatnya amel.<br /><br />“Ganti posisi dulu mel, doggy style ya biar gampang keluar masuknya.. terus kalo nantinya agak saki lo mainin itil lo pake jari ya mel..”<br /><br />“Iya.. pelan pelan ya..”<br /><br />Amel berbalik dan berlutut di sofa, meraih lengan untuk pegangannya. Tiba-tiba hatinya berdebar-debar dan napasnya datang begitu cepat. Amel hampir melompat dari sofa saat dia merasa lidahnya pandu ada di lubang pantatnya, menjilati lubang yang akan segera dimasuki oleh pandu. Amel menunggu dengan sabar, mengantisipasi kesenangan yang dijanjikan .<br /><br />Pandu membasahi pantat amel dengan lidahnya, dijilat terus sampai lubangnya benar benar basah. Dia menarik celana dalam amel jauh ke samping . Diarahkan penisnya kea rah lubang pantatnya lau menggesek gesekan kembali ke lubang vaginanya.<br /><br />“Usap usap itil lo mel, biar lo lebih enak..” kata pandu yang sudah bersiapsiap.<br /><br />Pandu merasakan jari jari amel sudah bermain di atas klitorisnya , dan mendengar desahannya. Maka dipindahkannya penisnya ke arah lubang pantatnya. Pandu mulai mendorong kemaluannya melalui lubang mungil yang terbuka dan medengar suara amel yang terkejut.<br /><br />“Ngeden mel.. sekarang..”<br /><br />Amel mendorong keluar seperti yang diarahkan, dan tiba-tiba merasakan kepala penis yang melewati otot di sekitar pantatnya. Amel merasakan dirinya terhenyak dengan cara yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Erangan keluar dari mulut amel namun bukan dari rasa sakit tapi dari rasa yang tidak pernah ia rasakan sebelummnya. Jari-jarinya secara otomatis bekerja lebih pada klitorisnya , dan dia bisa merasakan tubuhnya merespons.<br /><br />Amel mengusap klitorisnya lebih keras, sensasi menyenangkan mengalir melalui tubuhnya . tubuhnya mulai bereaksi atas sensasi baru ini, dia mulai mendorong mengikuti iramanya , perlahan-lahan . Perlahan-lahan , ia membawanya ke pantatnya . Perasaan ini adalah baru baginya , tapi dia terkejut tidak ada rasa sakit . Begitu ia sepenuhnya di dalam dirinya , ia merasakan nikmat yang memungkinkan dirinya untuk terbiasa ini. Pandu bergerak perlahan, membiarkan dia merasa lebih dari dirinya , Amel pun mendesah. Klitorisnya mulai membengkak di bawah jari-jarinya dan ia tahu orgasme ketiganya tidak akan lama datang.<br /><br />“Oh , Nduuhh.. ahh gue mau lo yang kenceng nduuu ahhh..”<br /><br />Pandu tahu ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Pemandangan penisnya yang dimakamkan di pantat halus Traci adalah lebih dari yang pernah ia rasakan. Pandu meraih pinggulnya dan mulai bergerak lebih cepat terhadap dirinya . Segera dia memajukan pantatnya, kulit perutnya yang menampar melawan pantatnya, dan dia bisa merasakan bola-nya membentur vaginanya.<br /><br />“MELL, AHH AYOOO MELLLHH BARENNGGGSS KELUARSNYAAH AAHHH.."<br /><br />" NDUU AAHHH GUE JUG JUGAA KELUAARRHH AHHHHH..” Dia berteriak .<br /><br />Segera setelah ia merasa otot-otot di pantatnya meremas penisnya , pandu merasa dirinya meledak dalam dirinya. Dia menabrak dirinya mentok ke pantatnya. Dia menahan dirinya di pantat amel, merasakan kemaluannya kosong dan mengalir sendiri ke tubuhnya. Dia menarik kemaluannya keluar dari pantatnya dan meremas sisa tetes terakhir dari sperma ke pipi pantatnya .<br /><br />Pandu membungkuk ke amel, terengah-engah, menunggujantungnya untuk berhenti berdetak begitu keras. Mereka tetap seperti itu selama beberapa menit, sampai mereka berdua roboh ke sofa. Pandu menaruh lengannya di sekitar amel dan menariknya ke arahnya untuk ciuman panjang.. pandu kermudian memeluk amel kedalam dirinya, dan mereka membelai tubuh masing-masing .<br /><br />Perlahan-lahan , alkohol mulai luntur , dan amel mulai sadar dampak dari apa yang telah ia lakukan . Bagaimana dia rasakan ? Apa yang akan terjadi selanjutnya ? Canggung selamat tinggal ? Dia menatap amel dan ia mencium keningnya.<br /><br />"Sudah malem" kata amel singkat.<br /><br />"Ya, oke" jawab pandu dengan berbisik .<br />"Mel, Jangan pernah lupa kalo lo itu cantik, gue nggak bisa mengatakan betapa senangnya gue hari ini.. “<br /><br />"Well , terima kasih.. Lebih dari bagus. gue menyukainya, sekarang lo pulang ya.." Sahut amel.<br /><br />“Loh? Gue pikir lo mau jadi.. ahh, sudahlah.." katanya sambil tersenyum.<br />” Jaga diri lo ya mel, harus baik untuk diri sendiri.."<br /><br />“Ya ndu, makasih ya..”<br /><br />Pandu menciumnya kemudian , panjang , lambat dan lembut . Ketika ia melepaskannya , ia dengan cepat mencium keningnya , berbalik , dan berjalan keluar pintu. sebaliknya amel mengunci pintu , dia mendengar mobilnya pandu pergi menjauh, kemudian melihat lampu belakangnya melaju pergi..<br /><br /><i>“Apa gue pernah bertemu dengannya lagi ? Kenapa dia ? Mungkin” batin amel..</i><br /><br />Amel menggeliat dan menguap.. Dia memikirkan kembali kejadian tadi malam, dan senyum melengkung di sepanjang bibirnya.. Dia tahu dia akan sakit besok , tapi untuk saat ini , dia merasa indah dan hidup . Dia mulai untuk melihat sekitar kamar tidurnya , dan melihat lampu pesan di mesin penjawab teleponnya berkedip. dihentikannya lampu kedipnya dengan memencet tombol, ia menyalakannya, dan membeku saat mendengar suara Anton.</span><br />
<div class="quote" style="border-bottom-left-radius: 4px; border-bottom-right-radius: 4px; border-top-left-radius: 4px; border-top-right-radius: 4px; border: 1px solid rgb(221, 221, 221); font-family: Calibri; margin-bottom: 2px; margin-top: 2px; padding: 2px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Originally Posted by <strong></strong>:<br /><i>“Mel.. , maafin ketololan aku.. Maafin aku .. Untuk semua yang udah aku perbuat mel.. Maafkan aku mulai melihatt cewek lain. Maafin aku atas semua omong kosong yang udah aku omongin kekamu. Aku butuh kamu Amel , aku mau kamu dalam hidupku.. Please mel Apakah, aku mohon kamu maafin aku, setidaknya kita bisa membicarakannya.. Dengar mel, aku cinta banget sama kamu.. tolong hubungi aku mel.. please.. aku mencintai kamu sungguh.. Amel , please”</i></span></div>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"></span><br />
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">
Pada akhir pesan, Amel tersenyum.. Saat ia mengangkat telepon dan memutar nomornya, ia tahu ia akan selalu memiliki kenangan rahasia manis malam ini untuk dia ulang kembali..<br /><br />Ya.. kenangan yang indah..<br /><br /><b>-THE END-</b></span><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-65982630779571789832014-03-05T19:52:00.000-08:002014-04-30T21:21:56.149-07:00Riri, kegilaan dengan sahabatku aka eksib di kolam renang (cerita ke 3)<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">Beberapa hari berlalu sejak kejadian antara aku dan kedua bocah tanggung itu. Aris sudah kembali ke kampungnya karena sudah harus kembali masuk sekolah. Kadang aku kangen juga dengan perlakuan mereka yang mesum itu padaku. Wawan sempat meminta no handphoneku saat hendak mau keluar dari rumah ketika itu, karena dia memaksa aku beri saja. Tentu saja dia gunakan nomorku untuk dapat menghubungiku bila dia kangen denganku, mungkin dia onani sambil ngebayangin dan mendengarkan suaraku, hihi :p . Sering juga dia malah seenaknya minta isikan pulsa seperti sms mama minta pulsa yang sedang trend. Bahkan kalau pulsanya sedang tipis dia sms aku menyuruh aku yang menelponnya.</span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"> </span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br /></span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />Beberapa kali datang sms yang entah dari siapa yang berisi kata-kata kotor padaku, seperti mengajak aku ngentot, minta di sepongin dan macam-macam, sepertinya si Wawan seenaknya memberikan nomorku pada orang lain. Ku biarkan saja sms-sms kurang ajar itu, kadang kalau aku iseng aku balas nantangin. “Sini.. kalau berani samperin ke rumah kalau pengen ngentotin riri, tapi berhadapan dulu sama satpam komplek dan papa riri” balasku. Sepertinya mereka cuma berani lewat sms saja karena tidak ada balasan lagi setelah itu. Sampai saat ini aku memang belum bisa menghilangkan sifat eksibisionisku, menyenangkan sekali menggoda para pria sampai mupeng terhadap diriku walaupun kadang berakhir dengan beberapa aktifitas mesum seperti yang pernah terjadi saat aku di villa dan di rumahku dengan kedua bocah mesum itu. Si Wawan bocah jalanan itu bahkan tidak tahan untuk mengulang perbuatannya itu padaku, yah.. terpaksa aku turutin (Akan aku ceritakan di kesempatan yang lain kalau sempat.. hihi)</span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />Seperti biasa hari-hariku masih disibukkan dengan tugas yang tidak pernah nganggur diberikan oleh dosenku. Hari ini aku ada kelas dan juga harus menyerahkan tugas. Aku memakai kemeja merah muda yang cukup ketat serta celana jins panjang yang tentunya mencetak bentuk tubuhku. Tidak heran banyak mata memandang ke arahku bahkan para dosen pria.<br /><br />“Hai ri, gimana? Udah selesai tugasnya?”kata Vani teman baikku. Aku dan Vani memang sudah berteman cukup lama, kami bahkan sudah berteman sejak SMP. Tentu saja dia sudah tau dengan sifatku dan segala hal tentang diriku ‘luar dalam’ .<br /><br />“udah sih… tapi tadi malam gue sampai begadang nih bikinnya, sialan tuh dosen kampret tua udah bau tanah” gerutu ku curhat pada Vani.<br /><br />“Hohoho… iya, apa bedanya sama gue.. eh, besok pulang kuliah jadikan ke kolam berenangnya, badan gue udah gatal banget pengen berenang, lo kan udah janji temanin gue..” Vani memang dari dulu gemar berenang, membuat bodynya semakin yahud dan sexy gak kalah dengan diriku. Warna kulitnya memang tidak seputih kulitku, tapi jangan tanya kehalusannya, benar-benar mulus dengan rambut ikal sebahu. Soal dada juga jangan ditanya, montok habis.<br /><br />“iya-iya.. gue bakal nemanin lo kok” kataku padanya sambil kami berjalan menuju kelas selanjutnya. Hari ini bahkan tiba-tiba ada quiz yang diberikan, mati aku.. gak ada belajar sedikitpun.<br /><br />Besoknya seperti yang dijanjikan, aku harus menemaninya berenang. Aku menjemputnya dan bersama pergi ke kolam. Ternyata hari ini sangat ramai, memang hari ini bukan hari libur tapi ternyata cukup banyak yang datang, termasuk rombongan anak SMK yang sepertinya sedang mengambil nilai mata pelajaran olahraga. Aku yang baru tiba dan masih memakai pakaian lengkap saja sudah banyak mata yang tertuju padaku, apalagi nanti sewaktu aku ganti pakaian renang, bisa heboh satu kolam :v. Aku akhirnya masuk ke ruang ganti, ku mencari-mencari kamar ganti yang kosong tapi upsss.. beberapa pria yang sedang kencing terheran dan terkejut melihat kehadiranku. Sial, karena melamun barusan aku malah masuk keruang ganti pria, aku jadi salah tingkah sendiri.<br /><br />“Aduh, maaf pak.. mas.. salah ruangan” kataku dengan muka merah malu sambil menuju keluar dari ruang ganti pria ini, aku tersenyum geli sendiri karena kebodohanku. Namun ketika aku hendak keluar tiba-tiba seorang pria memanggilku.<br /><br />“ Neng.. udah gak papa, ganti bajunya disini aja.. tuh disana ada kamar ganti yang kosong kok, sama aja kan kalo ganti disini” katanya penuh kemesuman terhadapku. Aku balikkan badanku dan menatap ke arah pria tersebut. Dia hanya mengenakan kolor kumal yang sepertinya ada lubangnya(tajam amat emang barangnya sampai kolornya berlubang gitu). Aku pikir ada benarnya juga omongannya, sama aja kan mau ganti baju disini atau di ruang ganti wanita. Bedanya disini aku cewek sendiri diantara banyak pria, yang mana para pria ini telah terpesona dengan putih mulusnya tubuhku apalagi pahaku, karena aku cuma memakai hotpants jeans, hehe.<br /><br />“Hmmm.. iya deh mas, mana nih kamar yang kosongnya?” tanyaku pada para pria disana. Dasar cowok, ditanyain malah asik liatin badanku.<br /><br />“Halooo… mas, Riri nanya nih, dimana kamar kosongnya?” tanyaku lagi pada mereka.<br /><br />“Eh… i-iya neng, di sebelah sana” katanya sambil menunjuk ke arah yang dimaksudnya.<br /><br />“Yang mana sih mas?” tanyaku ingin memancing mereka lebih.<br /><br />“Sini neng, biar saya antarin aja nengnya” katanya sambil berjalan menuju ke kamar yang dimaksudnya, aku ikuti arahnya.<br /><br />“Disini mas? Yaudah makasih ya mas.. Riri masuk dulu” kataku masuk dan menutup pintu. Sial, kuncinya gak ada bahkan gantungan bajunya juga gak ada, sepertinya telah rusak dan copot dari posisinya karena ulah tangan yang tidak bertanggung jawab.<br /><br />“Mas ini kok pintunya gak ada kuncinya sih? Ada kamar lain gak mas?” tanyaku sambil membuka-tutup pintu mengisyaratkan bahwa pintu ini gak bisa dikunci.<br /><br />“Aduh.. gak ada neng, disini kamarnya gini semua gak ada kuncinya, neng tenang aja deh.. aman kok, hehe” katanya menenangkanku. Mana bisa gue tenang sebenarnya, dimana gue mesti ganti baju di ruang ganti pria yang banyak cowok di dalamnya. Gimana nanti kalau gue diperkosa ramai-ramai? Bisa capek ntar. Aku akhirnya tetap ganti baju di kamar itu, aku tutup pintunya, posisi pintu ini tidak bisa menutup sempurna karena ada celah kecil di sana. Terpaksa aku gunakan tanganku sesekali mendorong pintu itu disela-sela aktifitasku mengganti pakaian agar pintunya dapat menutup sempurna.<br /><br />“Jangan ngintipin Riri ya kaliannyaaa…” kataku sedikit berteriak.<br /><br />“Iya…” jawab mereka hampir serentak. Aku mulai melepaskan kemejaku, kemudian meloloskan hotpants jins ku, dengan iseng ku gantungkan kemeja dan hotpantsku di atas pintu, begitu juga dengan celana dalam dan bra ku. Tentu mereka terbelalak dengan apa yang mereka liat, seorang gadis muda putih mulus kini telah bugil di dalam kamar ganti yang tidak dikunci, yang bisa dibuka kapan saja kalau mereka mau.<br /><br />“Pluk” Celana dalam biru mudaku jatuh karena posisi letaknya yang tidak sempurna. Tentu saja membuat para pria disana makin terpelongo.<br /><br />“Aduhhh… sorry.. ada yang mau tolongin ngambilin gak?” pintaku pada para pria di luar sana. Tentu saja mereka mau, siapa juga yang gak mau megang celana dalamku yang masih fresh dari tempatnya.<br /><br />“Ini neng” kata seseorang dari luar sana”<br /><br />“Iya, makasih yah… tolong pegangin aja bentar” pintaku yang semakin mengaduk-aduk nafsu mereka. Aku kini mengambil ‘pakaian renang’ku dari dalam tas, setelah memakainya aku buka pintu kamar ganti tersebut. Mata mereka sekarang makin terbelalak melihat apa yang ada didepan mereka, seorang gadis dengan pakaian yang amat minim memperlihatkan tubuh putih mulusnya.<br /><br />Aku mengenakan micro bikini yang hanya menutupi daerah sekitar vaginaku dengan tali tipis yang mengeliingi bokongku dan terhubung ke kain yang menutupi sekitaran putting payudaraku, sehingga hampir seluruh tubuhku terbuka, baik pantat, punggung, dan perutku. Hanya menutupi vagina dan putting payudaraku, benar-benar bikini yang cukup extreme.<br /><br />“Napa sih pada bengong gitu? Liatin apa ayo..” godaku pada mereka membuat mereka salah tingkah.<br /><br />“Ya udah, makasih ya udah jagain Riri, Riri keluar dulu ya..” kataku pada mereka sambil berjalan ke luar ruang ganti.<br /><br />“Kancutnya kelupaan neng..” panggil salah satu dari mereka yang sedang memegang celana dalamku.<br /><br />“makasih mas” kataku mengambil celana dalamku. Aku kemudian keluar dari sana dengan mata mereka yang masih melekat memandangku.<br /><br />“Oii Ri, kemana aja lo?” tanya Vani padaku. Tentu saja dia heran aku yang telah berganti pakaian padahal dia tidak melihatku ada di ruang ganti wanita tadi. Akupun menceritakan padanya apa yang barusan terjadi.<br /><br />“Gila lo, dasar binal.. dan lihat nih, bikini lo ini, gila… kita gak sedang di pantai kayak di film barat-barat beb, ini kolam renang umum…hihi” ujarnya mengomentari ceritaku. Pakaiannya memang lebih sopan, dengan memakain celana kain pendek sedikit longgar dan tanktop putih tipis pendek yang tidak sampai menutupi pusarnya.<br /><br />“Biarin, sesekali kasih hiburan gratis” balasku. Kami kemudian masuk ke kolam dan berenang. Para lelaki disana mencuri-curi pandang ke arah kami, apalagi padaku dengan busana yang hampir telanjang gini. Bahkan aku sempat diganggu anak-anak SMK itu, seperti menanyai namaku dan tinggal dimana. Cukup lama kami berenang, lokasi kolam itu sudah mulai agak sepi, rombongan anak sekolah juga sudah pulang. Setelah sekian lama berenang dengan ditemani tatapan mata para pria disana, kami memutuskan untuk menyudahinya. Aku bangkit keluar dari kolam diikuti Vani. Beberapa pria terlihat mengikuti kami berdua.<br /><br />“Neng… bilasnya di ruang ganti cowok aja seperti tadi gimana?” ajak salah satu dari mereka. Gila apa mereka, namun sisi binalku muncul dan membuat gairahku bangkit mengalahkan akal sehatku. Akupun menyanggupi permintaan mereka.<br /><br />“Neng yang satu lagi boleh ikut kalau mau” kata mereka lagi sambil memandang teman baikku Vani.<br /><br />“Van, temanin gue yah.. malas gue sendiri, ntar gue diapa-apain lagi” pintaku pada Vani.<br /><br />“Iya-iya gue temanin, gue penasaran juga gimana rasanya di dalam ruang ganti cowo” katanya yang akhirnya menunjukkan sisi binalnya.<br /><br />Akhirnya kami masuk ke ruang ganti cowo, yang mana tadinya aku masuk tidak sengaja, namun kali ini aku masuk karena ajakan mereka yang aku sanggupi tanpa paksaan. Bahkan kini bertambah satu orang lagi gadis muda di sana, membuat para pria mesum itu makin girang dengan muka mupeng dan horny mereka.<br /><br />Kami berdua menuju shower yang terbuka tanpa sekat atau pintu, diikuti beberapa pria tidak dikenal yang ada disana. Aku putar kran air sehingga shower mulai memancurkan air membasahi tubuh kami.<br /><br />“Eh, van, kita godain mereka yuk.. sini aku bisikin” kataku pada Vani lalu membisikkan sesuatu padanya dengan tubuh kami yang masih diguyur air pancuran shower. Awalnya dia terkejut mendengarnya, namun akhirnya dia tersenyum nakal menyetujui ajakanku.<br /><br />“Mas mas semua.. mau lihat yang lebih gak?” kata Vani menggoda mereka.<br /><br />“I-iya neng, mau dong”<br /><br />“tapi gak boleh pegang-pegang yah, cuma liatin aja” sambung Vani lagi. Aku dan Vani kemudian saling mendekatkan tubuh kami sehinggga kulit putih mulus kami yang basah saling bersentuhan. Aku dekatkan bibirku ke wajah Vani, menciumi wajahnya berkali-kali. Kemudian aku turun ke bibirnya, kami akhirnya berciuman, saling membelitkan lidah kami dan berbagi air liur. Tangan ku menjamah setiap inci tubuhnya begitu juga dirinya pada diriku. Semua itu kami lakukan di bawah pancuran shower yang tentunya membuat pemandangan semakin erotis bagi lelaki mesum di sekeliling kami.<br /><br />Aku lihat diantara mereka yang tidak tahan mulai mengocok penis mereka dibalik celana maupun pakaian dalam mereka, aku tersenyum saja melihatnya. Bahkan ada diantara mereka yang melepas celananya bertelanjang ria sambil mengocok penisnya dihadapan ku dan Vani yang sedang asik bercumbu memancing nafsu birahi mereka pada kami. Nafas kami semakin berat, begitu juga dengan mereka yang menyaksikan kami. Aku sedikit takut bila makin banyak pria yang datang ke ruang ganti, mungkin bisa membuat suasana akan menjadi kacau, tapi aku tetap saja melanjutkan aksi kami.<br /><br />Aku lepaskan ciuman dan pelukanku dari Vani. Aku buka tas perlengkapan mandiku dan mengambil botol shampo milikku.<br /><br />“mau dibantu neng?” tawar salah satu dari mereka padaku.<br /><br />“hmmm.. boleh deh mas” jawabku menyetujui permintaannya. Dia ambil botol shampo dan menuangkan isinya dan mengusapkannya di tangannya. Lalu dia mendekati tubuhku dan mulai melumuri rambutku dengan busa shampo dari tangannya. Pria yang satu lagi juga melakukan hal yang sama pada Vani. Kini kami sedang dibersihkan rambutnya oleh dua pria ini, yang berdiri disamping kami dengan penis yang mengacung tegak di balik celana dalam mereka yang kadang menyenggol paha maupun belahan pantatku dan Vani, sedangkan pria lain makin mupeng menyaksikan pemandangan ini.<br /><br />“Neng, sabunnya mana neng? Biar bapak bantu sabunin badannya neng” kata seorang bapak-bapak yang ada disana.<br /><br />“Iya neng, saya juga mau bantu” kata pria yang lain. Mereka berebutan ingin mengusap-ngusap tanganya ke tubuh putih mulusku dan Vani. Aku senyum-senyum kecil saja melihat kelakuan mereka.<br /><br />“oke deh pak.. tapi tangannya jangan nakal yah… tuh ambil aja di tas Riri sabunnya” kataku menyetujui. Mereka ambil sabun cairku dan mereka saling berbagi tumpahan sabun itu ke masing-masing tangan mereka, sepertinya mereka ingin berbarengan menyabuni tubuh kami.<br /><br />“Bentar… Riri buka aja bikininya, biar gak ganggu ntar” kataku yang makin membangkitkan nafsu mereka. Aku dengan mudahnya melepaskan tali-tali tipis bikiniku sehingga bikini itu langsung lolos dari tubuh montokku dan memperlihatkan seluruh tubuhku yang kini tidak ada sehelai benangpun.<br /><br />“Van, baju lo buka juga tuh..” kataku pada Vani.<br /><br />“oke deh.. hmm, ada yang mau tolongin bukain gak?” goda Vani pada mereka, mana ada yang nolak, hihi. Mereka mendekati tubuh vani, mereka angkat tangan Vani ke atas dan menarik tanktop Vani lalu mereka tarik celana pendek tipis sekaligus celana dalam yang dikenakannya ke bawah, sehingga kini tubuh kami berdua sudah bugil di hadapan para pria mupeng tersebut.<br /><br />Tubuh putih mulus kami kini terpampang bebas tanpa ada yang mengalangi, guyuran shower di tubuh polos kami makin membuat pemandangan makin menggoda. Diantara mereka yang tidak tahan makin mempercepat kocokan penisnya, bahkan terang-terangan didepan kami berdua. Kini mereka mendekat dan bersiap menyabuni tubuh telanjangku dan Vani. Jadilah tangan mereka mengusap-ngusap tubuhku dan Vani. Mereka mengusap seluruh inci tubuh kami, punggung, leher, perut, paha dan kakiku secara bersamaan oleh tangan-tangan nakal mereka. Tidak hanya mengusap, mereka juga meremas dadaku dan Vani dengan nafsunya. Penis mereka yang tegang kini tidak tertupi lagi, menggesek gesek tubuh kami dengan penis tegang mereka.<br /><br />“yang bersih ya.. awas gak” ujarku.<br /><br />“kalo gak bersih gimana neng?” tanya salah satu pria.<br /><br />“ya gak boleh berhenti sampai semua bersih” balasku.<br /><br />Mereka lanjutkan mengusap-ngusap tubuhku dan Vani, sepertinya niat mereka memang cuma pengen gerepe-gerepe doang bukannya mau nyabunin. Cukup lama mereka menyabuni tubuhku. Akhirnya ku bilas tubuhku sehingga kini tubuhku telah bersih dari sabun.<br /><br />“udah selesai nih, makasih yah…” ujarku pada mereka.<br /><br />“anu.. neng, kami boleh lanjutin onani gak sambil lihat neng berdua? Kami udah gak tahan banget nih..” kata pria berkumis.<br /><br />“hmmm… boleh deh pak, anggap aja sebagai tanda terima kasih karena sudah mandiin kami” kata Vani, mereka girang bukan main mendengarnya. Mereka mulai mengocok penis mereka dihadapan kami, terlihat nafsu mereka tak terbendung lagi.<br /><br />“Hihi.. nafsu yah kalian semua liat tubuh kita berdua?” goda Vani.<br /><br />“uh.. iya neng.. badan neng bedua bening amat, gak tahan pengen ngentotin” kata mereka mulai bicara jorok. Sambil masih disiram air yang mengucur dari shower aku dan Vani berpelukan lagi dan saling berciuman membelit lidah. Kami kini duduk diatas lantai dikelilingi pria-pria nafsu yang masih mengocok penis mereka. Aku dan vani kini dikelilingi penis penis tegang yang hanya berjarak sekitar satu meter, memberi ruang padaku dan Vani melanjutkan aksi lesbian kami demi menggoda dan membangkitkan nafsu birahi mereka.<br /><br />Sambil asik berciuman dan bercumbu, aku dan Vani kadang melirik ke arah mereka dan tersenyum semanis mungkin. Senyuman manis yang membangkitkan birahi pria manapun, apalagi dengan tubuh putih mulus kami yang bergesekan basah dibawah guyuran air shower.<br /><br />“Ohhh… neng… ngentot yuk neng… gak tahan neng pengen genjotin neng..” kata mereka mulai meracau. Aku hanya tersenyum nakal mendengar ocehan jorok mereka.<br /><br />Air shower kini sudah dimatikan, namun bulir-bulir air masih tersisa di kulit mulus kita berdua. Kami lanjutkan beberapa aksi nakal seperti bergantian mengulum buah dada ataupun menggesek-gesekkan vagina kami. Lama-kelamaan mereka makin mendekat saja, penis mereka kini hanya berjarak beberapa puluh senti saja dari tubuh telanjang kami, bahkan ada yang sempat menyenggol tubuhku. Mereka sudah benar-benar gak tahan kayaknya.<br /><br />“Crooot… crooott” beberapa diantara mereka yang tidak tahan lagi menumpahkan spermanya ke badanku dan Vani membuat kami menjerit kecil. Sperma itu mengenai beberapa bagian tubuh dan rambutku. Duh sial.. baru mandi juga, batinku.<br /><br />“Ihhh… kok numpahin pejunya gak bilang-bilang sih” kata Vani dengan nada manja.<br /><br />“so-sorry neng, abisnya saya gak tahan lihat badan neng..” jawab si pria jangkung.<br />Aku sempat mencolek tumpahan sperma di lenganku dan iseng mengusapnya ke wajah Vani.<br /><br />“Ih.. rese lu Ri, bau tau, enak aja lo colekin ke wajah gue..” katanya, aku tertawa-tawa dibuatnya diikuti Vani.<br /><br />“Awas gue balas..” katanya yang juga mencolek tetesan sperma dari paha putihnya dan ingin mencoleknya kembali ke wajahku, tapi sempat ku tangkis tangannya walau akhirnya kena juga wajahku T.T Kelakuan kami tentu saja membuat mereka makin mupeng dan semakin nafsu.<br /><br />“Ih.. lo curang ri, gue gak sebanyak itu coleknya” kata Vani manja.<br /><br />“Hihihi.. rasain” jawabku.<br /><br />“rese lo ah.. eh, mas.. nanti tumpahin aja tuh pejunya ke mukanya Riri, biar tau rasa dia” kata Vani pada mereka sambil ketawa-ketiwi nafsuin.<br /><br />“Janji ya mas ntar ngecrotnya ke wajahnya dia.. hihi, awas kalau gak.. “ sambung Vani lagi. Mereka makin mempercepat kocokan penisnya mendengar permintaan Vani barusan.<br /><br />“jangan mau mas.. ke mukanya Vani aja, dia suka tuh mukanya ditumpahin pejunya mas” tolakku yang juga ketawa-ketiwi.<br /><br />“Rese lo ri.. gak mas, ke wajah Riri aja, ntar Vani kasih hadiah deh..” katanya meyakinkan mereka. Kami bergelut diatas lantai dikelilingi mereka yang sudah benar-benar nafsu. Tiba-tiba salah satu dari mereka menarik dan memutar kepalaku dengan agak memaksa, sehingga kini aku menghadap ke penis orang itu.<br /><br />“Crooot…. Crooooott” penisnya langsung saja memuntahkan banyak peju ke wajahku. Aku cukup gelagapan karena beberapa masuk ke mulutku. Aku tadi tidak sempat menutup mulutku karena aku sedang bergelut dengan Vani sambil tertawa-tawa dan orang ini tiba-tiba saja menarik kepalaku.<br /><br />“Hihihi… horeee… rasain tuh peju” kata Vani tertawa penuh kemenangan. Aku hanya nyengir kecil, awas lo… kataku dalam hati. Aku yang masih terkejut tiba-tiba ada lagi yang menumpahkan pejunya ke wajahku, bahkan kini dua orang sekaligus. Gila.. aku di bukkake.. batinku.<br /><br />“Hahaha… rasain, enak yah ri? Gimana? Wangi gak? “ katanya sambil tertawa-tawa merasa semakin menang.<br /><br />“Rese lo Van.. ih… kalian kok ngecrotnya gak bilang-bilang sih..” kataku yang kini pura-pura ngambek pada mereka dengan wajah yang penuh cairan hina mereka, mereka hanya cengengesan saja.<br /><br />“Niihh… ratain” kata Vani tiba-tiba mengusap dan meratakan sperma di wajahku dengan tangannya sambil tertawa kecil.<br /><br />“Ah…. Apaan sih lo Van, terus gue harus bilang makasih ke lo gitu udah bantu ngeratain nih peju di muka gue” jawabku dengan masih pura-pura ngambek.<br /><br />“gak ke gue kali lo bilang makasihnya, tapi ke mereka nih.. yang udah kasih lo facial gratis” katanya dengan masih tertawa-tawa.<br /><br />“Rese lu..” jawabku.<br /><br />“hmm.. makasih yah yang udah ngecrot di muka Riri.. enak yah? “ kataku akhirnya menuruti kata Vani sambil tersenyum manis dengan muka yang mengkilap karena peju mereka.<br /><br />“Neng Vani, katanya mau kasih hadiah kalau kita ngecrotnya ke wajahnya neng Riri, mana nih hadiahnya?” ujar salah satu dari mereka.<br /><br />“eh.. tadi Vani ngomong gitu yah.. hehe, iya deh.. hmm.. apa ya hadiahnya..” kini Vani malah bingung sendiri mau ngapain.<br /><br />“Gimana kalau kita dibolehin ngentotin neng Vani.. yah.. yah..” pintanya mesum pada Vani.<br /><br />“eh… kalu itu jangan deh..” kata Vani agak cemas. Dia memang tidak perawan lagi, tapi dia mana mau juga ngentot sembarangan apalagi dengan orang yang gak dikenal gini.<br /><br />“hmm… gimana kalau ngentotnya di mulut Vani aja? Gak papa kan? Beda-beda tipis lah” tawar Vani sambil tertawa cengengesan. Aku yang berada disebelahnya menunggu saja gimana aksi sahabatku ini selanjutnya, tapi ni peju lengketnya bikin gak nyaman aja, batinku karena peju di wajahku yang barusan di ratakan oleh Vani masih kubiarkan.<br /><br />“Hehe.. boleh neng..” mereka mulai mengambil posisi didepan wajah Vani sambil yang masih duduk di lantai. Vani mulai menjilati penis tersebut, atas ke bawah, menjilati buah zakarnya, mengulum rambut-rambut kemaluannya, sepertinya Vani sudah sering melakukan BJ pada pacarnya, lihai gitu gerakannya. Aku akhirnya membersihkan peju dari wajahku sehingga wajahku mulus kembali.<br /><br />“Masukin yah neng..” katanya mulai memasukkan penisnya ke mulut Vani yang mungil. Memaju mundurkannya seperti sedang bersetubuh. Sambil mengentoti mulut Vani, orang itu juga meraba-raba dan meremas buah dada Vani yang montok.<br /><br />“Neng Riri, ciuman yuk.” Kata pria yang sedang mengentoti mulut temanku ini. Sepertinya dia ingin menyetubuhi mulut temanku ini sambil berciuman denganku. Aku turuti saja fantasinya ini, ku berdiri di sisinya dan kamipun berciuman mesra membelit lidah. Tidak lama kami berciuman karena tangan pria yang lain menarik tubuhku dan juga mengajakku berciuman.<br /><br />“Neng Riri.. kita juga mau nih ngentotin mulut neng.. Gak papakan? Lama nih kalau harus antri” kata mereka padaku. Dasar aku yang binal, ku turuti kemauan mereka. Jadinya kini kami berdua harus melayani penis mereka dengan mulut kami. Mereka lakukan itu bergantian, bahkan orang yang sudah merasakan mulutku juga menyetubuhi mulut Vani.<br />Aku kini sedang melayani penis hitam besar sambil berbaring di lantai, si empunya penis dengan seenaknya memaju-mundurkan penisnya di mulutku dari atas, memasukkan penisnya sedalam mungkin ke kerongkonganku yang beberapa kali membuatku tersedak karena kesullitan bernafas. Benang liur terjalin antar mulut mungilku dengan ujung penis orang itu. Cukup lama kami melakukan aksi tersebut, baik Vani dan aku sudah kelelahan, namun mereka seperti tidak ada puasnya, aku tidak tahu apakah disana ada orang yang baru masuk ke ruang ganti atau tidak.<br /><br />“udah dong….” Kata Vani manja dengan nafas ngos-ngosan.<br /><br />“iya nih mas.. udah pegel nih mulut kita” sambungku setuju dengan Vani. Mereka akhirnya melepaskan penisnya. Ku lihat mereka masih belum puas, penis mereka masih tegang berselimuti air liur gadis remaja ini.<br /><br />“Gini aja deh mas, kalian lanjutin aja yah gesekin penisnya ke susu atau vagina kita.. gimana? Gak papa kan? Coba dulu.. kalau gak enak, ntar Riri pikirin deh jalan lain” tawarku pada mereka. Mereka menyetujuinya dan mulai aksi mesumnya kembali. Kini aku dan Vani menyerahkan dada dan pahaku untuk memuaskan penis-penis tegang mereka yang belum terpuaskan. Membiarkan mereka seenaknya menggesek-gesekan penis mereka di antara buah dada maupun paha kita. Mereka mau kita terlentang dilantai ataupun nungging kita turuti, hihi.<br /><br />“Neng.. boleh nyelip dikit gak?” kata mereka padaku.<br /><br />“nyelipin dimana? Kalau diantara paha silahkan..” kataku yang sedang terlentang di bawahnya.<br /><br />“Nyelipin di memeknya neng.. boleh kan?” kata pria itu.<br /><br />“kalau gesek-gesekin di memek Riri boleh dong.. silahkan aja..” kataku gak keberatan. Dia mulai memposisikan penisnya tepat didepan vagina mulusku. Kepala penisnya mulai bersentuhan dengan bibir vaginaku. Dia mulai menggoyangkan badannya sehingga penisnya bergesekan dengan permukaan vaginaku.<br /><br />“Aduh.. hati-hati, hampir masuk tadi tuh..” Beberapa kali kepala penisnya hampir masuk ke lubang vaginaku, namun karena tidak benar-benar masuk aku biarkan saja aksinya.<br /><br />“enak yah mas?” tanyaku menggoda.<br /><br />“Banget neng.. masukin dikit boleh ya neng.. plis neng, udah gak tahan nih.. kepalanya aja boleh yah..” katanya memelas. Aku tidak langsung menjawab permintaannya, aku takut juga nanti kalau dia gak tahan dianya nancapin semuanya, bisa diperawanin gue ntar.<br /><br />“Janji yah mas, Cuma kepalanya..”<br /><br />“iya neng” diapun kembali memposisikan penisnya didepan vaginaku. Kepala penisnya mulai masuk dan terbenam di antara bibir kemaluanku, hingga akhirnya kepalanya masuk keseluruhan sebatas leher penisnya. Dia mulai mengayunkan pinggulnya maju mundur namun tidak sampai membuat kepala penisnya lepas dari vaginaku. Aku yang baru pertama kali dimasuki penis merasa horny dan meringis kenikmatan walaupun hanya kepalanya saja yang masuk. Aku terbuai oleh ayunannya hingga aku tidak sadar….<br /><br />“Sreeekkk” rasa perih menderaku… selaput daraku robek!! Apa?? Bagaimana bisa? Kulihat ternyata penisnya masuk lebih dalam dari yang aku bolehkan tadi. Gila apa? Aku telah diperawani oleh orang yang tidak ku kenal ini, susah payah aku menjaga keperawananku untuk suamiku kelak. Namun aku bermain api terlalu dekat hingga akupun terbakar karenanya.<br /><br />“Maaaasssss, kok masukin penisnya sedalam itu sih? ” teriakku padanya kesal.<br /><br />“Aduh.. maaf neng, gak sengaja.. habisnya gak tahan..” jawabnya enteng, sialan. Mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur, dan tukang bubur sudah naik bu haji, mau gak mau aku harus nikmati apa yang sudah terjadi.<br /><br />"Ya udah deh… mas sih… lanjutin aja deh, kepalang tanggung..” kataku padanya. Akhirnya aku kini merasakan bagaimana nikmatnya disetubuhi, walau masih terasa sedikit perih namun lama-kelamaan terasa nikmat.<br /><br />“Ougghhh nikmat neng…” erangnya kenikmatan karena akhirnya bisa merasakan menyetubuhiku yang juga telah merenggut keperawananku. Aku juga merasakan nikmat yang tidak terkira yang baru kali ini ku rasakan. Ternyata Vani juga sudah disetubuhi oleh salah satu dari mereka.<br /><br />“Hmmpphh.. iya mas, terus…” kataku kenikmatan.<br /><br />“Ohhh… Riri.. sempit neng…” kami lanjutkan persetubuhan itu.<br /><br />“Pengen keluar neng, keluarin dimana?”<br /><br />“Di dalam aja mas” kataku, aku penasaran juga bagaimana rasanya vaginaku yang terisi sperma.<br /><br />“Croott… crooott” akhirnya penisnya menyemburkan spermanya di dalam rahimku, nikmat ternyata rasanya. Ku lihat wajah pria ini ngos-ngosan tapi amat puas. Parahnya, aku harus melayani lebih dari satu penis sesaat aku kehilangan keperawananku, betul-betul gila.<br /><br />“Neng.. pantatnya masih perawan juga kan? Saya perawanin juga boleh kan?” kata salah satu pria.<br /><br />“Haaaah?” tanpa menunggu jawabanku orang itu menarikku dan menerobos lubang anusku. Ternyata anal seks amat-amat sakit, namun akhirnya aku nikmati saja. Gila , aku yang baru saja kehilangan keperawananku harus rela juga kehilangan keperawanan pantatku T.T<br /><br />Persetubuhan itu berlangsung cukup lama hingga mereka semua puas dan menyemprotkan sperma mereka baik di vagina, anus, mulut maupun di tubuh kita berdua. Aku berdoa saja mudah-mudahan aku tidak hamil karenanya. Akhirnya aktifitas ini berakhir, kami sekali lagi membilas tubuh kami dan bersiap kembali ke rumah karena sudah benar-benar capek.<br /><br /><br /><br />Beberapa minggu setelah itu…<br />“Huekkk… hueekkk” pagi-pagi aku sudah mual-mual, ada apa gerangan? Aku teringat aktifitasku beberapa hari yang lalu..<br />sial, jangan-jangan……<br /><br />…<br />…<br /><br />Ku periksa alat cek kehamilan yang baru saja ku beli di apotek.<br />What?? Aku positif hamil.. kepalaku terasa berat, aku tidak tahu siapa bapak anak ini karena sangat ramai waktu itu. Vani ternyata tidak hamil, mungkin dia tidak dalam masa subur atau mungkin tuh anak mandul, hehe. Aku yang belum siap hamil tentu saja menyembunyikan kehamilanku dari orang tuaku. Aku tidak berani melakukan aborsi karena takut. Akhirnya aku memberanikan menceritakan semuanya pada orangtuaku bahwa aku hamil, hingga membuat mereka marah besar. Untung saja aku bertemu dengan seseorang yang mau menerimaku apa adanya, yang tidak lain adalah Andi pacarku sendiri. Dia memang sudah mempunyai pekerjaan walaupun hanya honorer. Kamipun akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.</span><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-56591040844360209422014-03-05T19:51:00.003-08:002014-04-30T21:22:11.614-07:00Riri, eksib pertama<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">Kembali lagi denganku Riri. Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku yang lain, tepatnya pengalaman pertamaku ber-exsib ria tapi penuh kemesuman. Agak cukup lama sih, tepatnya saat aku masih kelas 2 SMA waktu masih umur 16 tahun, lagi imut-imutnya deh pokoknya :p Waktu itu aku tahu sih apa itu exsibisionis, tapi aku tidak berminat melakukannya, karena jijik dan seperti murahan sekali rasanya menunjukkan aurat terang-terangan ke orang-orang, apalagi yang gak dikenal.</span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"> </span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br /></span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />Sebagai gadis cantik dan riang, tentu saja aku tidak susah dalam bergaul dan mencari teman, jadi gak heran aku punya banyak teman baik cewek atau cowok. Apalagi kata teman-teman aku termasuk salah satu cewek tercantik di sekolah hehe.. Tidak heran banyak cowok yang mengejarku termasuk para senior. Baik yang tampangnya cakep anak gedongan sampai yang mukanya gak lolos uji ITB IPB juga ikut-ikutan mengejarku.</span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />“Ri, lo mau gak jadi cewek gue..” sebuah tembakan cinta dari Dedet saat jam istirahat, murid kelas sebelah yang selalu mengejar-ngejarku. Kalau tampangnya cakep mungkin aku pertimbangkan, tapi ini..<br /><br />“Ngg.. sorry deh Det, gue gak bisa, temenan aja yah..” Kataku menolak sehalus mungkin agar dia tidak tersinggung. Ku lihat tampangnya makin lusuh karena kecewa, kasihan juga tapi mana mungkin ku terima.<br /><br />“Hmm.. yaa udah deh, gak apa-apa..” Katanya beranjak pergi dari hadapanku. Itu mungkin kesekian kalinya aku ditembak sejak masuk SMA, yang lumayan cakep aja aku tolak apalagi yang kaya dia.<br /><br />“Kenapa gak lo terima aja sih Ri? Kan cakep” Goda Vani teman karibku.<br /><br />“Cakep kalo liat pake kacamatanya si Beny yang tebal” selorohku mengejek Beny,cowok gendut yang kacamatanya paling tebal di kelas, kamipun tertawa terbahak berdua. Untung si Beny gak ada disini (side scene: Beny tesedak baso super di kantin)<br /><br />“Terus lo mau cari cowok yang gimana sih? Ini itu lo tolak semua”<br /><br />“Gak tahu ah.. biar aja mereka ngantri..hehe” <br /><br />“Huh, jangan-jangan lo lesbongan.. iya kan? ayo ngaku..” goda Vani mencolek pinggangku.<br /><br />“Ri, lo mau gak jadi cewek gue” kata Vany menggodaku meniru-nirukan gaya nembak si Dedet barusan.<br /><br />“Hah? Apaan sih.. ya nggak lah, gue normal.. rese lo” kataku tertawa sambil beranjak dari sana ingin ke kantin. Sambil masih tertawa-tawa si Vani pun mengikutiku.<br /><br />--<br /><br />“Ting tong”<br /><br />Bel berbunyi, Jam sekolah sudah usai, akhirnya aku dapat lepas dari pelajaran matematika ini. Tapi entah kenapa perutku jadi mulas, apa karena pelajaran ini atau soto di kantin tadi.<br /><br />“Van, pulang bareng yaa.. tapi tungguin gue, mau ke wc dulu nih” kataku pada Vani.<br /><br />“Hahaha.. lo sih.. pake cukanya kebanyakan..” balas Vani tertawa. Aku segera menuju ke toilet sekolah. Dengan menahan rasa mules di perut ku coba berjalan secepat mungkin menuju toilet siswa yang berada di bagian belakang. Sangat sepi di sini, suasananya menjurus horor. Langsung saja ku tuju toilet wanita, namun tiba-tiba..<br /><br />“Byuuuurr” guyuran air membasahi tubuhku, membuat seluruh seragamku dari atas sampai bawah basah kuyup.<br /><br />“Aaaaaa…” aku teriak tertahan.<br /><br />“So-sorry.. Ri, gak apa-apa kan?” tanya cowok itu. Dengan masih gelagapan diguyur air secara tiba-tiba, ku lihat siapa cowok tersebut, Dedet?? Sialan.<br /><br />“Det, lo apa-apaan sih? Jadi basah gini gue..” kataku bete sambil mengibas-ngibaskan tanganku.<br /><br />“Sorry deh Ri, gak sengaja sumpah.. gak liat gue. Gue di hukum sama walas nih, disuruh bersihin toilet gara-gara cabut kemaren..”<br /><br />“Itu sih urusan lo, terus gue gimana nih? Lo sih buang air kotornya sembarangan..” kataku bete. Sialan banget nih anak, dia malah melongo melihat tubuhku yang basah-basahan karena ulahnya.<br /><br />“Ui.. ngelamun apaan sih? ” kataku menyadarkannya.<br /><br />“Eh.. ng-nggak.. basah semua yah ri?” tanyanya lagi salah tingkah.<br /><br />“Iya, liat nih..” kataku sambil memutar tubuhku di hadapannya, entah kenapa aku malah melakukan itu. Memperlihatkan tubuhku yang basah karena ulahnya tersebut, seragamku terlihat mencetak di tubuhku. Memberinya sebuah pemandangan yang tentunya sangat beruntung bisa dia saksikan.<br /><br />“Tunggu bentar Ri, gue cariin sesuatu dulu..” katanya sambil beranjak pergi entah kemana. Aku hanya berdiri di sana, berharap dia membawakan sesuatu yang berguna. Tidak lama dia pun kembali sambil menenteng sesuatu.<br /><br />“Nih, keringin badan lo pakai ini, sorry cuma ada ini..” katanya sambil menyerahkan sweater lusuhnya. Dengan agak bete ku sambar saja sweaternya itu, ku pakai untuk mengeringkan badanku sebisanya. Agak bau matahari sweaternya tapi ku biarkan saja karena gak ada yang lain yang bisa digunakan. Ku lihat dia masih saja memperhatikan tubuhku yang masih basah ini. Entah kenapa aku malah merasakan sensasi yang lain diperhatikan gini. Aku bahkan sampai lupa tujuanku ke toilet karena entah mengapa rasa mules itu menghilang.<br /><br />“Lo lihatin apaan sih? Dari tadi gue perhatiin lo mandang-mandang ke gue terus..” kataku sambil masih mengelap seragamku.<br /><br />“Lo suka liat gue basah gini? Mesum lo.. dasar, nih..” kataku sambil melemparkan sweater itu padanya.<br /><br />“Sorry Ri, abis lo cantik sih, sexy lagi..” katanya.<br /><br />“Eh, tapi lo mau pergi gitu aja? Masih basah kan seragam lo?” sambungnya lagi. Aku pikir ada benarnya juga omongannya, malas juga basah-basah gini. Entah kenapa tiba-tiba datang ide nakal dariku.<br /><br />“Ya udah, gue pinjam sweater lo lagi deh..” kataku padanya. Dia menyerahkan kembali sweaternya padaku.<br /><br />“Tunggu sini ya..” kataku sambil tersenyum manis padanya, dia cuma angguk-angguk saja. Aku pun masuk ke salah satu kamar toilet, namun aku iseng malah masuk ke toilet cowok. Beda banget disini, kotor dan banyak coretan-coretan porno di dindingnya.<br /><br />Aku gantung tasku di salah satu kamar mandi lalu melepas kemeja seragamku, termasuk branya karena sudah basah. Aku kenakan sweaternya yang bau matahari tersebut. Cukup longgar bagiku, bahkan hanya ujung jariku saja yang keluar dari lengan sweater tersebut. Bawahnya pun juga dalam menutupi hingga paha atasku. Sempat terpikir untuk juga melepaskan rok dan cdku tapi ku batalkan, bisa kacau entar. Tapi sedikit ku turunkan resleting sweater tersebut hingga belahan dadaku.<br /><br />Akupun segera keluar sambil menenteng seragamku yang masih basah tersebut. Ku lihat dia sempat terkejut melihat penampilanku. Sungguh aku merasakan sensasi luar biasa melakukan ini, inikah nikmatnya sensasi eksib?<br /><br />“Hihi.. napa lo? Ngelamun apaan?” kataku menyadarkannya dari lamunan joroknya.<br /><br />“Eh.. nggak, lo makin seksi aja pakai gituan” katanya menggombal. Dia pasti tahu kalau dibalik sweater itu aku tidak mengenakan apa-apa lagi. Entah kenapa aku kepingin menggoda ni anak lebih jauh lagi, aku benar-benar lupa tujuanku ke toilet, mungkin Vani sudah menunggu cukup lama di sana.<br /><br />“Nih.. lo bilas seragam gue, tanggung jawab” kataku sambil menyerahkan seragamku padanya.<br /><br />“Eh, i-iya.. tunggu bentar yah..” Dia pun masuk ke dalam kamar mandi. Akupun juga ikut masuk ke sana untuk melihat pekerjaannya. Dia cukup canggung karena ada braku yang mesti dia bilas juga, dengan agak hati-hati dia coba membilasnya, aku hanya tertawa dalam hati melihat tingkahnya tersebut.<br /><br />“Gede juga yah Ri punya lo, hehe..” katanya mesum melirik padaku sambil mengangkat bra itu. Aku hanya membalasnya dengan senyumanku, tidak tahu harus berterima kasih atau apa karena ucapannya tersebut, tapi aku anggap itu sebuah pujian.<br /><br />“Itu roknya juga kena air kotor tadi kan? mau di bilas juga nggak? Hehe..” tawarnya padaku.<br /><br />“Nggak usah deh, gue bisa sendiri..” tolakku.<br /><br />“Udah.. biar gue aja sini..” tawarnya lagi.<br /><br />“Ih.. lo kok maksa sih..”<br /><br />“Bukan gitu, gak enak aja gue, biar gue aja deh yang bersihin” katanya mencari alasan. Padahal ku tahu niat mesum di baliknya, tapi akhirnya ku setujui penawarannya itu.<br /><br />“Hmm.. ya udah, bentar”<br /><br />“Lepasin sini aja Ri, hehe..”<br /><br />“Gelo lo..” kataku sambil menuju kamar mandi sebelah. Akhirnya aku lepaskan juga rok abu-abuku beserta celana dalam putihku. Kini di balik sweater itu aku benar-benar tidak memakai apa-apa lagi. Paha putih mulusku terpampang bebas, yang pastinya bakal membuatnya makin panas dingin. Aku juga melepaskan sepatuku. Setelah itu akupun segera kembali ke sebelah.<br /><br />“Nih.. puas lo, dasar mesum” kataku menyerahkan rok dan celana dalamku.<br /><br />“Duh.. lo makin seksi aja kaya gitu, gak tahan gue..” komentarnya.<br /><br />“Gak tahan ngapain?? dasar piktor, cepetan deh bersihin..” segera dia membersihkan seragamku. Sambil membilas, ku dapati matanya melirik-lirik ke arahku.<br /><br />“Nih, udah selesai, tapi masih basah, lo masih mau pakai??” tanyanya.<br /><br />“Biar deh, dari pada tadi basah karena air kotor..” jawabku.<br /><br />“Tunggu bentar dulu aja, biar keringan dikit, gue jemur sebentar yah..” katanya membawa keluar seragamku untuk dijemur. Meninggalkanku yang hanya mengenakan sweater ini sendiri di dalam. Tidak mungkin aku keluar dari toilet ini menggunakan pakaian seperti ini, kalau kelihatan orang bisa kacau.<br /><br />“Det, gak usah.. biar ajah..” kataku berteriak berbisik padanya di depan pintu masuk toilet tersebut.<br /><br />“Udah.. jemur bentar aja, biar enakan makainya.. hehe” katanya sambil terus pergi membawa seragamku. Entah dia mau menjemur dimana, dia pun menghilang dari pandanganku. Aku sungguh risih hanya mengenakan sweater ini tanpa menggunakan apa-apa lagi. Terlebih ini toilet cowok, kalau ada orang datang gimana? Duh.<br /><br />Ku lihat diriku di cermin, ternyata memang sungguh seksi dan menggoda dengan pakaian ini. Iseng ku turunkan lagi resleting sweater tersebut hingga perutku. Duh, berdebar banget rasanya, aku bahkan berpikir kalau tiba-tiba ada segerombolan cowok yang masuk dan melihatku seperti ini, terlebih kalau segerombolan cowok yang bergaya preman, pasti di perkosa aku, hihi.. Entah kenapa berpikir macam itu membuat aku jadi horni, vaginaku pun ikut berdenyut karenanya.<br /><br />Tidak lama si Dedet kembali, tapi aku tidak melihat seragamku, sepertinya dia jemur di suatu tempat.<br /><br />“Mana seragam gue? Lo jemur dimana sih? Udah gue bilang gak usah..” kataku dengan wajah bete.<br /><br />“Hehe.. gak papa lah.. masa basah-basah gitu lo pake” katanya mencari alasan.<br /><br />“Eh, resletingnya makin turun tuh, makin seksi aja.. duh..” katanya memandang tubuhku dari ujung kaki hingga kepala.<br /><br />“Rese lo.. mesum” kataku bete.<br /><br />Tiba-tiba samar-samar terdengar suara langkah kaki dan obrolan menuju kemari. Yang aku takutkan terjadi, sepertinya ada beberapa cowok yang menuju kemari. Aku panik bukan main.<br /><br />“Duh, Det, gimana nih?” kataku panik pada Dedet.<br /><br />“Udah lo tenang aja.. sini” kata Dedet menyeretku masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya. Tapi sialnya kuncinya rusak, aku hanya berharap mereka tidak masuk dan membuka pintu ini. Kini kami berdua berada di dalam kamar mandi yang sempit. Tubuhku dan Dedet berdempetan karena ruangan yang cukup sempit membuat tangannya sempat menggesek pahaku yang mulus. Dia juga pasti dapat mencium aroma parfumku yang pastinya juga makin membangkitkan nafsunya saja.<br /><br />“Geser dikit lo ah.. “ kataku berbisik sambil mendorong dadanya.<br /><br />“Duh.. sempit gini, mau digeser kemana lagi..” katanya yang tetap tidak beranjak dari sisiku.<br /><br />Rombongan cowok itu akhirnya masuk ke toilet. Aku mendengar obrolan mereka, yang sepertinya membahas tentang pertandingan bola. Dari suara-suara itu ku pikir ada tiga orang yang sedang kencing di sana. Aku sungguh berharap agar mereka tidak masuk kesini. Aku berusaha menahan suara dan nafasku sebisa mungkin sambil mendorong pintunya agar tetap menutup. Sungguh sensasi yang luar biasa dengan dada berdebar karena takut ketahuan plus horni gini.<br /><br />Posisi Dedet berada di belakangku, hampir benar-benar menempelkan bagian depan tubuhnya dengan bagian belakang tubuhku. Aku merasakan tonjolan penis dari balik celananya menyenggol-nyenggol pantatku yang hanya ditutupi sweaternya. Lama-lama dia seperti menaik-turunkan pinggulnya menggesek-gesekkan tonjolan penisnya di pantatku. Aku menoleh ke arahnya sambil melirik tajam, tapi dia hanya cengengesan saja tanpa menghentikan aktifitasnya.<br /><br />“Hehe.. lo seksi amat deh Ri, gak tahan gue nih..” katanya berbisik pelan ke telingaku. Ku balas omongannya dengan cubitan pelan ke perutnya. Tapi tunggu, ada yang merayap di betisku. Kecoa!!<br /><br />“Aaah..” pekikku tertahan sambil menendang nendang kakiku agar kecoa itu terbang, akhirnya kecoa itu mau juga beranjak dari kakiku yang putih mulus, enak betul tuh kecoa, pasti si Dedet iri sama tuh kecoa.<br /><br />“Siapa tuh dalam? Gak apa-apa lo bro?” tanya cowok dari luar sana karena mendengar suara barusan.<br /><br />“Eh, iya gak apa-apa..” teriak Dedet dari dalam.<br /><br />“Tapi sepertinya itu tadi suara cewek deh..” kata cowok yang satu lagi. Aku dan Dedet saling pandang, aku tentunya yang paling ketakutan. Jantungku berdebar dengan kencangnya. Aku menatap Dedet yang sepertinya juga bingung mau berbuat apa. Kalau sampai mereka menemukanku dengan keadaan seperti ini entah apa yang akan terjadi padaku. Paling parah aku bisa diperkosa ramai-ramai.<br /><br />“Masa sih cewek? Gak mungkin..”<br /><br />“Tok tok tok..” cowok itu mulai mengetuk pintu kamar mandi tempat kami berada. Aku ketakutan bukan main, aku akhirnya pasrah apa yang akan terjadi. Aku siapkan saja mentalku bila akhirnya mereka mendapatiku dalam kondisi seperti ini, di dalam kamar mandi cowok bersama seorang cowok di dalamnya. Ganggang pintu mulai bergerak turun..<br /><br />“Woi bro.. lama amat kalian.. pertandingan udah mau mulai tuh” tiba-tiba terdengar suara teriakan cowok dari arah depan pintu masuk toilet. Aku pikir itu teman mereka yang satu lagi yang menjemput mereka kemari.<br /><br />“Eh, oke bro..” ganggang pintu kamar mandipun akhirnya terlepas. Mereka akhirnya keluar dari toilet. Aku dan Dedet sama-sama menghela nafas lega. Fiiuuuhhh…<br /><br />“Gila lo, hampir ketahuan tadi, pakai teriak segala..” kata Dedet.<br /><br />“ Habis ada kecoa nempel sih.. geli tau..” kataku membela diri. Tadi itu benar-benar membuat jantungku hampir copot, tapi aku tidak menyangkal nikmatnya sensasi hampir-hampir ketahuan seperti tadi.<br /><br />“Hehe.. udah pergi mereka tuh, lanjutin dong Ri..”<br /><br />“Lanjutin apa maksud lo?” tanyaku pura-pura gak ngerti.<br /><br />“Iya yang tadi, gue benar-benar gak tahan nih.. masa lo tega sih..” katanya mengiba.<br /><br />“ih, nggak ah, emang lo siapa gue?” tolakku.<br /><br />“Pliiss, gue cuman pingin coli sambil melihat lo aja kok, gak lebih..” pintanya lagi. Aku berpikir sejenak, aku penasaran juga gimana rasanya dijadiin objek coli cowok, secara langsung lagi.<br /><br />“Hmm.. iya deh, tapi janji ya cuma liat doang.. jangan macam-macam, oke?” setujuku akhirnya. Wajahnya sembringah senang bukan main, tapi tetap saja tidak memudarkan tampang hancurnya. Dia segera membuka ikat pinggangnya terburu-buru. Lucu saja melihat tingkahnya itu.<br /><br />“Hihi.. buru-buru amat sih lo.. dasar mesum..” kataku tertawa kecil.<br /><br />“Gak tahan sih.. lo seksi amat, hehe..” katanya.<br /><br />“Sini deh, biar gue aja yang lanjutin bukainnya..” tawarku sambil tersenyum manis padanya. Dia hanya mematung mendengar penawaranku. Segera aku bersimpuh di hadapannya dan membuka kaitan celananya, lalu dengan perlahan ku tarik celananya hingga pahanya. Memperlihatkan celana dalamnya yang depannya sudah menonjol.<br /><br />“Mau dilepasin semua celananya atau nggak nih?” tanyaku padanya.<br /><br />“Lepasin semua aja deh, biar tambah enak, hehe..” jawabnya. Aku pun menarik celananya hingga ujung kakinya.<br /><br />“Angkat kakinya..” suruhku. Akupun meloloskan celana panjangnya itu melewati kakinya yang masih menggunakan sepatu, lalu menggantung celananya di gantungan baju disana.<br /><br />“Kolornya mau dibukain juga?” tanyaku sambil tersenyum nakal ke arahnya.<br /><br />“Eh.. bo-boleh” tentu saja dia gak nolak hihi..<br /><br />“Udah gak tahan yah?? Hu.. dasar mesum lo nya..” kataku mengedipkan mata kiriku menggodanya, pastinya membuatnya dia makin blengsetan. Aku lalu mengaitkan jariku disela celana dalamnya yang berwarna hitam itu. Dengan perlahan sambil menatap matanya ku turunkan celana dalamnya, sedikit demi sedikit. Mencoba memainkan tempo selambat mungkin agar dia makin naik nafsunya.<br /><br />“Plop” Penisnya mencuat terbebas dari jepitan celana dalam. Tegak menegang sejadi-jadinya di hadapanku. Aku cukup terpana melihat ukuran penisnya yang cukup besar. Baru kali ini aku melihat penis secara langsung.<br /><br />“Ish.. udah tegang poll gini..” kataku.<br /><br />“Hehe.. gara-gara melihat body lo sih Ri..” aku hanya membalasnya dengan senyuman, senang saja dipuji seperti itu. Aku kembali turunkan celana dalamnya hingga lepas dari kakinya.<br /><br />“Nih.. celana dalam lo, bau gini.. gak pernah lo cuci apa?” kataku sambil melambai-lambaikan celana dalamnya di hadapanku sambil tersenyum meliriknya. Dia mungkin merasa gak karuan melihat celana dalamnya di genggam cewek cantik dan seksi sepertiku, sambil tersenyum manis lagi. Aku masukkan celana dalamnya ke kantong celana panjangnya yang digantung tadi.<br /><br />“Udah, katanya mau coli.. cepetan..” kataku.<br /><br />“Iya.. duh, beruntung banget gue..” katanya yang kemudian mulai mengocok penisnya sendiri. Posisiku sendiri masih bersimpuh di hadapan penisnya. Aku merasa aneh melihat cowok onani gini, terlebih ada aku disana menemaninya sebagai objek onaninya.<br /><br />“Lo baru pertama melihat kontol Ri?” tanya Dedet.<br /><br />“Kontol? Apaan tuh?” tanyaku heran.<br /><br />“Ini, penis, burung, kontol.. sama aja.. hehe..” jawabnya menjelaskan sambil tetap mengocok penisnya di depanku.<br /><br />“Hmm.. iya baru pertama kalau yang asli, sebelumnya cuma di bokep doang..” Sambil kami mengobrol, mataku menatap bergantian ke arah matanya dan penisnya.<br /><br />“Gimana? Gede gak? Mau pegang? Hehe..” tanyanya melepaskan kocokannya dan mendekatkan penisnya ke arahku.<br /><br />“Gak ah, jijik..” tolakku sambil menatap penisnya yang sudah mulai mengeluarkan cairan bening.<br /><br />“Lo sendiri sering coli gini?” kataku balik nanya.<br /><br />“Gak juga sih, kalu gue lagi gak nahan doang” jawabnya.<br /><br />“Tau gak, kadang gue coli sambil ngebayangin lo tuh.. hehe” sambungnya lagi.<br /><br />“Hah.. rese lo, seenaknya jadiin gue objek coli..” kataku mencubit perutnya, dia hanya tertawa saja, membuatku juga jadi ikut tertawa. Beberapa detik kemudian kami hanya terdiam tanpa ada yang diobrolkan, namun dia masih tetap mengocok penisnya sendiri.<br /><br />“Ri… Riri..” terdengar suara teriakan Vani memanggil namaku. Arahnya dari toilet cewek. Duh, aku sampai kelupaan vani yang udah nunggu dari tadi. Tapi keadaan ku yang seperti ini tidak mungkin menyahut panggilannya.<br /><br />“Ri, teman lo manggil tuh..” kata Dedet.<br /><br />“Ssst.. pelanin suara lo napa. Ntar dia tau lagi gue disini sambil coliin lo, bisa malu gue” kataku bangkit lalu menempelkan telunjukku ke bibirnya. Dia memang jadi diam, tapi dengan nakalnya bibirnya berusaha mengulum jari telunjukku, mengemut-ngemutnya seperti permen sambil tangannya tetap mengocok penisnya sendiri. Aku biarkan saja perbuatannya ini yang penting dia diam.<br /><br />Terdengar suara getaran hp dari dalam tasku, tapi ku biarkan karena tidak mungkin ku jawab. Akhirnya tidak terdengar lagi suara Vani, mungkin dia mengira aku sudah pulang meninggalkannya. Terpaksa aku harus mencari alasan besok padanya.<br /><br />“Udah? Enak permennya?” kataku melepaskan jariku dari mulutnya, dia hanya cengengesan saja. Aku kemudian menggodanya dengan memasukkan jariku yang baru saja lepas dari mulutnya dan masih ada liurnya itu ke dalam mulutku, mengulum jariku sendiri dengan wajah menggoda padanya. Dia pasti makin horni nih, hihi..<br /><br />“Ri, turunin dikit lagi dong resletingnya..”<br /><br />“Lagi? Udah sampai perut gini..” kataku, namun kuturuti kemauannya menurunkan lagi resleting, melewati pusarku hingga hampir menunjukkan permukaan vaginaku.<br /><br />“Udah?” tanyaku.<br /><br />“Duh.. mantap benar.. lagi dong..” pintanya. Dasar cowok, gak pernah puas.<br /><br />“Dasar.. bilang aja pengen liat gue bugil” kataku. Dia hanya tertawa cengengesan. Aku balikkan tubuhku membelakanginya. Lalu aku turunkan resleting sweater itu sampai habis semua, memperlihatkan bagian depan tubuhku termasuk vaginaku yang mulus. Aku tutupi dengan tangan daerah vaginaku sebelum membalik ke arahnya lagi. Kini aku berdiri dengan bagian depan tubuhku telanjang di hadapannya. Namun vaginaku masih tertutupi kedua tanganku serta kedua puting payudaraku masih tertutup sisi sweater yang masih menggantung di tubuhku.<br /><br />“Duh.. gila.. seksi abis.. oughh..” katanya meracau sambil mempercepat kocokan penisnya. Siapa juga yang gak tahan liat gadis cantik putih mulus berpose seperti ini, hihi..<br /><br />“Kamu suka yang?” kataku menggodanya dengan menggunakan embel-embel ‘yang’ padanya, biarin aja dia ge-er.<br /><br />“Iya.. suka banget.. uhhh..” erangnya. Aku balas dengan tersenyum manis.<br /><br />“Sayang udah horni banget yah? Sampai keringatan gitu? Panas yah?” godaku lagi. Ku ambil tisu dari dalam tasku lalu ku seka keringat di keningnya dengan salah satu tanganku. Lalu aku mendekatkan bibirku ke telinganya.<br /><br />“Kalau udah gak tahan, keluarin aja yang, hihi..” kataku berbisik mendesah. Ku lihat wajahnya makin gak karuan, makin buruk saja dengan tampang horninya itu. Tapi sepertinya dia masih berusaha untuk menahan spermanya.<br /><br />Aku kemudian kembali berdiri di hadapannya. Lalu dengan tangan kanan, ku lepaskan sweater itu dari tubuhku hingga akhirnya sweater itu jatuh ke lantai kamar mandi yang lembab, sedangkan tangan kananku masih menutupi vaginaku. Kini aku benar-benar telanjang dihadapannya, dengan buah dadaku yang tidak tertutup apa-apa lagi, namun aku masih menutupi bagian vaginaku dengan tanganku.<br /><br />"Kalau gini masih sanggup nahan?? hihi.." godaku memperlihatkan tubuhku yang sudah polos di depannya. Kocokannya makin cepat.<br /><br />“Oughh.. gak tahaaaan.. mau keluar Ri.. nghhhhh..” erangnya sambil melihat dadaku yang terpampang dihadapannya.<br /><br />“Keluarin say, yang banyak..” melihat ku yang kini berdiri telanjang polos di hadapannya membuatnya benar-benar sudah tidak tahan lagi.<br /><br />“Agghhhh…”<br /><br />“Croot…croot..” spermanya akhirnya menyemprot berkali-kali ke arahku, hampir mengenaiku yang berdiri di depannya. Aku yang baru kali ini melihat cowok ejakulasi cukup terpana karenanya, terlebih dia ejakulasi karena habis onani dengan aku sebagai objeknya.<br /><br />“Oughh… ngghhh….” Erangnya menikmati proses ejakulasinya itu. Lantai kamar mandi jadi belepotan spermanya yang kental.<br /><br />“Enak ya? Hihi.. udah puas kan?” tanyaku padanya yang masih terlihat ngos-ngosan, mungkin merupakan onaninya yang paling nikmat selama ini.<br /><br />“Enak banget.. makasih ya Ri, biasanya gue cuma bisa coli sambil ngebayangin lo. Tapi kali ini malah sambil ditemani lo langsung.. duh, beruntung banget gue..” ujarnya.<br /><br />“Iya-iya.. udah kan? lo ambilin seragam gue lagi dong.. masa gue telanjang terus..”<br /><br />“Hehe.. gak papa kali, lebih menggoda” katanya.<br /><br />“Ih, enak aja.. entar lo nafsu lagi, bisa repot lagi ntar..” kataku menyilangkan tanganku ke tubuhku.<br /><br />“Lah, kok gak manggil sayang lagi sih Ri?” katanya mengambil sweaternya yang terjatuh di lantai.<br /><br />“Ye.. lo ke ge er-an amat. Tadi kan biar lo cepat keluar aja.. hihi” kataku sambil tertawa.<br /><br />“Hehe.. gak papa deh, makasih ya. Eh, boleh dong gue liat memek lo..” pintanya.<br /><br />“Untuk apa lagi sih? Kan lo udah ngecrot barusan..” kataku heran.<br /><br />“Cuma pengen liat aja, penasaran..” katanya lagi berharap.<br /><br />“Hmm.. gimana yah.. lo ambilin dulu gih seragam gue” kataku padanya.<br /><br />“Ya udah, gue ambilin seragam lo dulu, mudah-udahan udah lumayan kering” dia kemudian mengenakan kembali celananya beserta sweaternya. Meninggalkanku dengan keadaan bugil tanpa ada apa-apa lagi yang bisa menutupi tubuhku. Sialnya dia malah membiarkan saja ceceran spermanya di lantai, terpaksa aku yang harus membersihkannya. Dengan tubuh telanjang bulat ku ambil air dengan gayung dan ku siram ceceran spermanya hingga bersih.<br /><br />Cukup lama juga aku disini menunggunya. Aku cukup takut kalau dia meninggalkanku disini membawa kabur pakaianku. Mana hari makin sore aja, bisa-bisa pagar sekolah keburu dikunci. Akhirnya dia datang juga sambil membawa seragamku.<br /><br />“Kemana sih lo? Lama amat..” kataku berusaha mengambil seragamku dari tangannya.<br /><br />“Eitt.. tepati dulu janji lo, hehe..” ujarnya mesum.<br /><br />“Ng… iya-iya..” aku pun membuka tanganku dan memperlihatkannya vaginaku yang mulus tanpa bulu. Mungkin dia adalah cowok yang paling beruntung karena jadi yang pertama melihat vaginaku.<br /><br />“Puas? Udahkan?” kataku sambil menutupinya lagi dengan tanganku lima detik kemudian.<br /><br />“Yah.. bentar amat sih.. lagi dong..” pintanya.<br /><br />“Gak.. udahan, ntar lo makin ngelunjak..” tolakku padanya. Tapi dasar bandel, dianya gak mau buang kesempatan.<br /><br />“Buka dong Ri..” katanya menggenggam tanganku berusaha menariknya agar tidak menutupi vaginaku.<br /><br />“Ah.. rese lo, iyaaa… kali ini aja gue kasih” akhirnya aku membiarkan saja tangannya menarik lenganku sehingga kini vaginaku kembali terpampang bebas.<br /><br />“Jangan lama-lama.. malu tahu” kataku yang walaupun malu tapi merasa sensasi nikmat juga diperhatikan gini.<br /><br />“Duh.. cakep benar.. merah muda, pasti enak tuh” komentarnya.<br /><br />“Enak ngapain? Dasar porno..” kataku menutup kembali vaginaku dengan tangan. Namun dia kembali menarik tanganku.<br /><br />“Udahan..” kataku manja sambil masih tertawa sambil menutup lagi vaginaku.<br /><br />“Belum..” katanya juga tertawa menarik lagi tanganku. Kami tertawa karena ulah kami ini. Kami lakukan beberapa kali hingga akhirnya aku kecapekan sendiri.<br /><br />“Duh, kayanya gue tegang lagi nih.. coliin lagi dong..” pintanya.<br /><br />“Hah? Enak banget lo.. tapi udah sore nih.. besok-besok lagi yah.. gak papa kan?” entah kenapa aku malah memberinya harapan melakukan hal ini lagi.<br /><br />“Yah.. nanggung nih.. pliss boleh yah..” katanya memelas.<br /><br />“Hmm.. besok-besok aja deh ya.. hari ini cukup, ntar gue kasih lebih deh dari yang tadi.. okey?” kataku memberi angan. Kalau diterusin bisa sampai jam berapa pula ini.<br /><br />“Huuh.. iya deh.. tanggung padahal. Gue tunggu besok jam yang sama ya?”<br /><br />“Iya-iya..” kataku kembali mengenakan seragamku lengkap. Masih agak lembab terasa, namun ku biarkan saja.<br /><br />“Makasih yah Ri.. muach..” katanya lalu mencium pipiku kemudian kabur duluan.<br /><br />“Rese lo” kataku pura-pura kesal.<br /><br />Akhirnya aku pulang tidak lama kemudian, untung saja pagar belum dikunci. Sempat satpam sekolah menanyaiku kenapa baru keluar. Terpaksa aku berbohong dengan alasan yang dibuat-buat.<br /><br />--<br />--<br /><br />“Lo kemana sih kemarin? gue tungguin tapi malah ngilang” gerutu Vani.<br /><br />“Sorry Van, tiba-tiba ortu nelpon.. terpaksa gue cabut langsung, sampai lupa ngabarin lo.. sorry banget yah..” kataku berbohong, untung Vani tidak marah lagi.<br /><br />Saat jam istirahat, aku beberapa kali berpapasan dengan Dedet. Untung saja dia mampu bersikap sewajarnya dan hanya melemparkan senyum mesumnya padaku, yang mau tak mau juga ku balas dengan senyuman manisku. Seperti yang dijanjikan, saat bubaran sekolah ternyata Dedet sudah menunggu di depan toilet dengan tampang mesumnya. Sebelumnya aku sudah menyuruh Vani untuk pulang duluan.<br /><br />“Lama amat sih..” kata Dedet.<br /><br />“Lo aja yang gak sabaran.. eh, emang disini lagi? Gak ada tempat yang bagusan dikit napa?” tanyaku.<br /><br />“terus dimana lagi dong??”<br /><br />“Kan udah gue bilang gue bakal kasih lebih hari ini” ujarku.<br /><br />“iya.. terus?” tanyanya dengan penuh harapan mesum.<br /><br />“Hmm.. lo mau nggak ke rumah gue aja, nginap aja di rumah gue.. keluarga gue lagi pergi acara nikahan sepupu ke luar kota, pembantu juga lagi pulang kampung, mau nggak?” ajakku sambil melirik padanya. “Bruuk” ku yakin ada suara durian runtuh di dalam kepalanya mendengar ajakanku barusan. Pasti dia langsung memikirkan hal-hal mesum yang akan bisa dia dapatkan, tampak ada tonjolan di balik celananya. Tentu saja dia menyetujuinya walau merasa tidak percaya.<br /><br />Singkat cerita kami pun sampai di rumahku. Ku persilahkan dia masuk dan menyuruhnya duduk di ruang keluarga biar lebih santai.<br /><br />“Anggap aja rumah sendiri Det..”kataku.<br /><br />“Kalau anggap rumah pacar sendiri boleh nggak?? Hehe..” katanya.<br /><br />“Huu.. terserah lo deh..”aku pun membuatkannya minuman dingin layaknya seorang pacar. Sungguh beruntung bila dia memang mendapatkan pacar sepertiku, tapi sungguh bencana kalau aku mendapatkan pacar sepertinya. Tapi entah kenapa aku mau saja mengajaknya ke rumahku, saat orang tuaku tidak ada. Sengaja aku ganti pakaianku dengan baju yang lebih santai, baju kaos lengan pendek dengan celana jeans biru sebatas paha. Saat turun ke bawah ku lihat Dedet terpana melihat sosokku. Baru pertama kali dia melihatku dengan pakaian santai seperti ini. Lekuk tubuhku tidak dapat ditutupi dengan sempurna dengan pakaian ini, pastinya membuat birahinya kembali bangkit.<br /><br />“Benar nih gue dibolehin nginap disini?” tanyanya lagi karena masih tidak percaya.<br /><br />“Iya.. mau kan temanin gue? Atau lo emang mau pulang nih.. silahkan..”<br /><br />“Eh.. ma-mau dong.. duh.. hoki banget gue, hehe..”<br /><br />“Iya-iya.. lo beruntung hihihi..” kataku.<br /><br />“Jadi gue boleh dong ngapain aja di rumah ni?”<br /><br />“Hmm.. boleh deh”<br /><br />“Termasuk mesumin anak gadis yang punya rumah??” tanyanya mesum memandangku.<br /><br />“Tergantung..”<br /><br />“Tergantung apa?” tanyanya heran.<br /><br />“Tergantung lo bisa nangkap gue atau nggak, weeekk” kataku memeletkan lidah dan tertawa berlari darinya.<br /><br />“Dasar, awas lo” katanya kemudian mengejarku. Entah kenapa tiba-tiba rumahku berasa seperti syuting film India, saling kejar kejaran di dalam rumah. Bedanya di film India itu penuh hal romantis, tapi disini penuh kemesuman. Aku berlari hingga akhirnya terpojok di salah satu sudut ruangan, nafasku terasa sesak karenanya.<br /><br />“Ayo.. mau lari kemana? Sini.. sini main sama om” katanya menirukan gaya om hidung belang. Aku tersenyum sambil mencari jalan untuk kabur. Tapi terlambat, Dia langsung menyergapku dan memelukku erat-erat.<br /><br />“Duh.. aw.. hahaha.. pelan-pelan dong.. geliiiii” kataku berteriak manja di peluk erat-erat olehnya.<br /><br />“Ayo.. mau lari kemana??” sambil memelukku dia menyeretku ke sofa terdekat dan “bruuk” tubuhku dan tubuhnya jatuh bersamaan di atas sofa empuk itu. Dia masih saja memelukku erat-erat sambil hidungnya mengendus-ngendus leherku menghirup aroma tubuhku.<br /><br />“Det, udah ah, geli” kataku menepuk tubuhnya. Akhirnya diapun melepaskan pelukannya.<br /><br />“Ye.. katanya gue boleh ngapain aja di sini.. curang ah..” katanya.<br /><br />“Hmm.. iya, tapi makan dulu yuk, lo belum makan kan? mau gue masakin nasi goreng nggak? Enak lo buatan gue..”<br /><br />“Wah, boleh tuh.. pasti enak tuh, yang buatnya lo sih.. hehe”<br /><br />“Ya udah, tunggu bentar, lo nonton tv aja deh.. eh, kalau lo mau, lo boleh manggil gue sayang selama nginep di sini” kataku mengedipkan satu mataku dan beranjak ke dapur. Pasti girang banget tuh si Dedet. Ku biarkan dia menonton tv sedangkan aku membuat makan malam kami. Kami pun makan malam bersama sesudah itu.<br /><br />“Hehe.. emang benar-benar enak masakan kamu sayang..” katanya memujiku. Agak aneh memang dipanggil sayang olehnya, tapi biar deh, itung-itung cari sensasi lain.<br /><br />“Hihi.. siapa dulu dong.. Riri gitu loh..” kataku sok hebat.<br /><br />“Iya, pacarnya siapa?” goda Dedet.<br /><br />“Pacarnya kamu yang..” kataku menggoda padanya. Gila aja aku bilang dia pacarku, untung cuma ke dia aja. Gak mungkin aku mengenalkan ke orang-orang kalau dia pacarku.<br /><br />“Habisin yah.. jangan di buang-buang..” kataku lagi.<br /><br />“Sip.. pasti ludes semua.. haha”<br /><br />Setelah makam malam, kami duduk berdua di depan tv. Tapi ku lihat perhatiannya lebih kepada tubuhku dari pada ke layar tv.<br /><br />“Napa lihat-lihat? Ntar juling loh matanya..” godaku.<br /><br />“Hehe.. nggak.”<br /><br />“Eh, gue mau mandi dulu yah..” kataku beranjak dari sana.<br /><br />“Ikut dong yang.. hehe..” pintanya.<br /><br />“Ngapain ikut-ikut, gue mandinya lama..”<br /><br />“Nggak papa, gue juga bakal lama kok..” aku bisa menebak apa yang akan dia lakukan padaku bila kami mandi bareng. Tapi rasanya gak ada masalah, toh dia juga udah pernah liat tubuh bugilku dan aku juga udah pernah onaniin dia.<br /><br />“Hmm.. ya udah yukk, pakai kamar mandi di atas aja..” Dia mengikutiku menuju kamarku diatas.<br /><br />“Yuk sini masuk.. ngelamun apa sih lo? Udah mulai mikir jorok ya? Dasar..” godaku dari pintu kamar mandi karena dianya masih saja berdiri di depan ranjang melihat-lihat isi kamarku.<br /><br />Biasanya hanya aku sendiri yang menggunakan kamar mandi ini, namun kini, ada pria lain yang akan ikut mandi denganku. Kalau pacarku sih mungkin gak masalah, tapi ini bukan siapa-siapa. Cuma pacar bohongan.<br /><br />“Duh.. gak tahan gue..”<br /><br />“Ah, lo gak tahan mulu dari tadi.. mesum” Aku dekati dirinya dan melepaskan kancing seragam yang dia kenakan, lalu celananya hingga akhirnya dia kini telanjang bulat di depanku.<br /><br />“Ish.. udah gak tahan nih ye..hihihi..” godaku.<br /><br />“Iya, ayo dong, cepetan buka juga baju lo Ri” pintanya gak sabaran.<br /><br />“Iya-iya sabar napa, masih panjang kok malam, besok juga masih bisa.. dasar” aku buka celana pendek jeansku terlebih dahulu, kemudian baju kaos ku lalu dengan perlahan dan menggoda ku turunkan celana dalamku sedikit.<br /><br />“Mau kamu yang narik nggak yang?” usulku padanya.<br /><br />“Wew.. mau dong..” katanya girang. Dia kemudian mengambil posisi bersimpuh di depanku, lalu dengan perlahan menyelipkan jarinya di sela-sela celana dalamku. Padahal dia pernah melihat ku bugil kemarin, tapi ku lihat sekarang dia agak gemetaran. Mungkin karena sensasi menarik celana dalam cewek kaya gini, hihi..<br /><br />Dengan tangan gemetar dia tarik celana dalamku perlahan, sungguh sensasi aneh yang luar biasa. Ku lihat di cermin, begitu menggelikannya situasi ini, membiarkan cowok sepertinya menarik celana dalamku. Sedikit demi sedikit hingga memperlihatkan permukaan vaginaku yang mulus. Lalu terus kebawah hingga ke pergelangan kakiku. Ku angkat kakiku bergantian membantunya meloloskan celana dalam itu. Kini kami sama-sama telanjang. Di dalam kamar mandiku. Dan tidak ada siapa-siapa lagi di rumah ini selain kami!! Sebuah situasi penuh kemesuman pun tercipta.<br /><br />Ku isi bathtub dan menyalakan shower lalu mulai membasahi tubuhku. Ku lihat dia asik memperhatikan tubuhku yang basah karena siraman air shower.<br /><br />“Nih, dari pada bengong mending lo yang mandiin gue..” kataku menyerahkan selang shower padanya.<br /><br />“Eh, i-iya..” katanya gelagapan. Mungkin ini pertama kalinya dia memandikan cewek. Apalagi kalau ceweknya cantik putih mulus sepertiku. Dia basahi seluruh tubuhku, mulai dari depan ke belakang, dan dari atas sampai ke bawah. Tapi sepertinya dia paling suka membasuh wajahku saat aku duduk bersimpuh di hadapan penisnya. Penisnya menegang sejadi-jadinya selama memandikanku. Sambil terus membasuh tubuhku matanya tidak pernah lepas dari dada dan vaginaku.<br /><br />“Suka ya liat gue basah-basah gini?” tanyaku, dia hanya tersenyum mesum saja.<br /><br />Setelah itu gantian aku yang menyiram tubuhnya, saat membasuh tubuhnya penisnya beberapa kali menyentuh pahaku. Setelah itu kami saling menyabuni tubuh kami, membilas tubuh dan berendam dalam bathtub. Dia yang sudah bernafsu ku lihat mulai mengocok-ngocok penisnya dari dalam bathtub. Tapi aku masih membiarkan saja dia bermain sendiri sambil memandangiku. Kadang kakiku dia sengajakan mengenai penisnya.<br /><br />Setelah acara mandi yang penuh kemesuman itu, kami mengeringkan tubuh di dalam kamarku.<br /><br />“Eh, gue harus pakai baju apa nih?? Lo ada baju untuk cowok nggak??” tanya Dedet padaku.<br /><br />“Hmm.. baju bokap sih, bentar deh gue ambilkan” kataku sambil beranjak dari kamarku.<br /><br />“Eh, tunggu dulu, gue punya ide lain..” katanya menghentikan langkahku. Aku bersiap mendengar ide darinya, yang sepertinya bakal mesum.<br /><br />“Gimana kalau kita berbugil ria aja yang..hehe” benar dugaanku. Otaknya benar-benar penuh kemesuman. Sepertinya tidak ingin membuang kesempatan melakukan hal mesum denganku selagi bisa.<br /><br />“Dasar, emang enak gitu ngapa-ngapain bugil? Tapi ya udah deh.. gue turutin” ku lihat wajahnya tersenyum puas penuh kemesuman. Ntah hal apa lagi yang akan dia lakukan terhadapku. Akupun akhirnya keluyuran dan melakukan aktifitas di dalam rumah tanpa pakaian, begitupun Dedet. Awalnya aku merasa risih, tapi lama-lama ternyata asik juga, gimana gitu rasanya, hihi..<br /><br />Kami sama-sama duduk di sofa menonton tv saat itu,<br /><br />“Yang, sini deh..” ajakku ke Dedet untuk mendekat ke diriku. Aku kemudian mengambil foto kami berdua yang sedang bugil ini, agak terkejut juga dirinya.<br /><br />“Hihi.. buat kenang-kenangan aja.. lo kalau mau ambil foto gue juga silahkan, tapi ingat jangan lo sebar yah..” kataku padanya.<br /><br />“Eh.. y-yang benar Ri, gak papa?” tanyanya, aku hanya mengangguk sambil tersenyum manis.<br /><br />“Lo pengen pose gue kayak mana? Gue turutin deh..” kataku berbisik menggoda padanya. Saat aku mengatakan itu aku melihat penis tegangnya melenting. Kalau penisnya bisa ngomong mungkin penisnya bakal teriak senang. Dia mulai men-jepret-jepret diriku dengan kamera handphonenya. Menyuruhku telentang, nungging, ngangkang yang lebar dan segala macam pose yang dia minta aku lakukan. Aku sebenarnya merasa malu di foto seperti ini, tapi ada sensasi yang luar biasa saat mememerkan tubuhku.<br /><br />“Hehe.. kayaknya lo ada bakat jadi model bugil deh” godanya.<br /><br />“enak aja lo..” kamipun tertawa bersama.<br /><br />“Lagi say, terakhir..” pintanya. Aku disuruh bersimpuh di depan penisnya.<br /><br />“Lebih dekat yang..” aku majukan lagi wajahku.<br /><br />“Kurang tuh, dekatin lagi dong..” aku majukan lagi lebih dekat wajahku ke penisnya, hanya beberapa senti dari wajahku.<br /><br />“Nah.. mantap, liat kesini” dia lalu mengambil satu gambar.<br /><br />“Mulutnya dibuka yang..” aku turuti permintaanya membuka mulutku di depan penisnya seperti akan ingin menjejalkan penisnya ke mulutku. Dia kemudian mengambil lagi gambarku.<br /><br />“Udah? Masih ada lagi?” tanyaku.<br /><br />“Udahan deh.. gue jadi kagak tahan kalau lama-lama.. ke kamar yukk.. gak tahan nih..” ajaknya.<br /><br />“Ihh.. lo mau apain gue emangnya? Ngentotin gue?”<br /><br />“Kalau boleh sih.. hehe..”<br /><br />“Nggak, jangan ngarap deh..” tolakku.<br /><br />“Yah.. gue pengen padahal, tapi ya udah kalau lo gak mau, gue juga gak bakal maksa, tapi bantu coliin gue lagi yah.. udah gak tahan nih.. hehe” pintanya mesum.<br /><br />“Dasar porno” Kamipun beranjak ke kamarku sekaligus bersiap untuk tidur.<br /><br />“Yang.. ac-nya matiin aja deh.. biar tambah hot..” pintanya.<br /><br />“Hmm.. panas tau, ya udah kalau itu mau lo” aku kemudian mematikan ac di kamarku dan duduk di tepi ranjang. Dia tampaknya sudah tidak tahan lagi mulai mengocok penisnya di depanku. Lagi-lagi aku merasakan sensasi yang aneh dijadikan objek onaninya seperti ini.<br /><br />“Dasar, udah tegang gitu.. mesum lo ah..” kataku. Penisnya berada sekitar tiga puluh senti dari badanku. Aku penasaran juga bagaimana rasanya memegang penis lelaki, tapi aku terlalu malu untuk memintanya.<br /><br />“Kalau mau pegang, pegang aja yang.. hehe” katanya yang seperti tahu apa yang ku pikirkan. Aku pun mencoba memegang penisnya. Kemarin aku sempat jijik, tapi kini aku merasa penasaran. Tanganku kini menggenggam mantap di penisnya.<br /><br />“Oughh.. Nah gitu.. coba maju mundurkan deh..” pintanya. Ku maju-mundurkan tanganku mengocok penisnya. Ku lihat wajahnya yang merem menikmati nikmatnya penisnya dikocok olehku.<br /><br />“Enak??” tanyaku memandang wajahnya.<br /><br />“Iya.. kocokin lebih cepat yang..” aku turuti permintaannya mengocok penisnya lebih cepat, makin lama kocokanku makin mantap dan tanpa ragu-ragu lagi. Tangannya yang nganggur kini malah meraba-raba tubuhku tanpa seizinku. Mulai dari bahu, leher, hingga ke buah dadaku. Ku biarkan saja aksi mesum tangannya tersebut.<br /><br />“Duh.. pelan-pelan dong remasnya..” kataku merintih karena remasan tangannya yang makin kencang saja di buah dadaku. Bahasa tubuhnya makin porno saja. Sambil ku mengocok penisnya dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang bersetubuh. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.<br /><br />“Bentar yang..” kataku melepaskan penisnya lalu beranjak ke lemari bajuku. Ku ambil salah satu celana dalamku yang paling seksi dan menunjukkan padanya. Dia tentunya heran dengan apa yang akan ku lakukan. Aku kemudian kembali duduk di hadapannya. Ku gunakan celana dalam yang ku ambil tadi menyelimuti penisnya, menggesek-gesekkan celana dalamku pada penisnya serta mengocok penisnya dengan tanganku beserta celana dalam tersebut, membarinya sensasi yang berbeda yang pastinya makin membuat penisnya makin ingin cepat muncrat.<br /><br />“Ngghhhhh.. enak yang.. ougghh..” racaunya.<br /><br />“Keluarin aja.. gak papa kok basah kena peju.. hihi..” kataku menyemangatinya. Tidak lama kemudian penisnya berdenyut dan remasan tangannya pada payudaraku makin kencang membuat aku kesakitan.<br /><br />“Crooot.. croot” spermanya menyemprot dengan kencangnya membasahi celana dalamku itu, beberapa tetes juga mengenai perut dan buah dadaku. Dia lepaskan segala nafsunya yang sedari tadi tertahan.<br /><br />“Hosh.. hosh.. enak benar..” katanya ngos-ngosan.<br /><br />“Puas belum?” tanyaku, dia hanya mengangguk saja lalu tiduran di ranjangku.<br /><br />“Main tidur aja, bersihin dulu tuh burungnya, eh kontolnya..” kataku menuju kamar mandi untuk membersihkan tanganku beserta celana dalamku yang berlumuran spermanya. Saat ku kembali dia masih saja terbaring di ranjangku.<br /><br />“Jadi lo gak mau ngebersihin sendiri nih? Apa mesti gue juga yang bersihkan?” tanyaku. Dia hanya mengangguk sambil cengengesan. Enak bener dia.<br /><br />“Dasar lo..” Aku lalu mengambil beberapa helai tisu dan ku gunakan untuk mengelap penisnya.<br /><br />“Hehe.. makasih yah.. enak benar yang..” katanya. Ku biarkan dia istirahat sedangkan aku pergi mengambil minum dan cemilan ke dapur. Setelah itu kami menonton tv sambil mengobrol santai, saling bercanda dan menggoda. Membuat aku menjadi merasa nyaman saja bersamanya. Apa aku jadi menyukainya? Aaah.. jangan sampai.<br /><br />“Ri, lo udah pernah pacaran belum?”<br /><br />“Belum.. Lo sendiri pasti gak pernah juga kan?”<br /><br />“Ye.. pernah dong..”<br /><br />“Ha? emang ada tuh yang mau sama lo? Hihihi..” ejekku.<br /><br />“Enak aja, banyak tahu yang ngejar-ngejar gue..”<br /><br />“Gelo lo.. haha” kamipun tertawa bersama, aku tidak peduli omongannya itu benar apa tidak.<br /><br />“Hmm.. berarti lo belum pernah gituan dong Ri?” tanyanya.<br /><br />“Ngapain nanya-nanya? Kepo banget.. gak pernah lah, gue masih perawan” kataku.<br /><br />“Ohh.. gue juga belum pernah, sama dong.. hehe..” katanya yang sepertinya punya harapan mesum padaku.<br /><br />“Terus, gue peduli gitu.. week..” kataku memeletkan lidah.<br /><br />“Pokoknya lo jangan macam-macam.. coba aja lo kalau berani ngentotin gue.. gue laporin ntar” kataku lagi.<br /><br />“Iya-iya..”<br /><br />“Kalau cuma peluk dan cium boleh kan?” tanyanya.<br /><br />“Dasar.. iya deh.. boleh ciumin dan peluk gue sesuka lo sampai peju lo muncrat-muncrat.. puas? mesum lo” dia tersenyum mesum mendengar persetujuanku. Dia kemudian mulai membelai-belai badanku. Tubuhku kemudian ditariknya untuk bersandar ke badannya. Lalu dia melumat bibir tipisku tanpa izin. Duh, ciuman pertama gue diambilnya, sial. Tapi sudah terlanjur, ku nikmati saja permainan lidahnya di dalam mulutku, akupun mencoba mengimbangi dan membalas permainan lidahnya. Tubuhku kini berada tepat diatasnya, menindih tubuhnya dengan tubuhku. Membiarkan tangannya membelai punggung dan pinggulku ketika kami berciuman. Lama-lama ku rasakan penisnya kembali menegang, tepat didepan vaginaku.<br /><br />“Tegang lagi tuh..” ujarku sambil tersenyum.<br /><br />“Mau di keluarin lagi?” dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Kami kemudian saling bercumbu, berpelukan dan berciuman. Udara dalam kamarku menjadi semakin panas saja karena hawa mesum ini. Membuat tubuh kami mulai bermandikan keringat. Kulitku dan kulitnya terasa menempel karena lengketnya keringat kami. Kami berguling-guling diatas ranjangku, saling menjamah tanpa bersetubuh. Membiarkannya menciumi tubuh dan wajahku sesukanya.<br /><br />Kemudian aku duduk di atas selangkangannya seperti posisi WOT. Kemudian ku gerakkan pinggulku, menggesekkan vaginaku pada penisnya yang menegang. Ku tetap berhati-hati agar penisnya tidak menyeruak masuk ke vaginaku. Sambil menikmati goyangan pinggulku yang menghimpit penisnya dengan vaginaku, tangannya tidak henti-hentinya membelai tubuhku, baik membelai pinggul, paha sampai meremas payudaraku. Betapa seksinya keadaan kami saat ini, tubuh kami masih mengucurkan keringat saking panasnya hawa ini. Ku lihat di cermin rambutku sudah acak-acakan dengan wajah memerah dan tubuh mengkilap karena keringat.<br /><br />“Enak? Kalau mau keluar.. keluarin aja..” kataku.<br /><br />“Oughh.. iya.. enak banget yang..ngghhhh” erangnya.<br /><br />Tangan kami kemudian saling menggenggam, ku lihat dari wajahnya sepertinya dia akan segera sampai. Ku percepat goyangan pinggulku, membuat gesekan kelamin kami makin menjadi-jadi, kepala penisnya bahkan hampir masuk ke vaginaku. Dia makin meracau kenikmatan hingga akhirnya ia tumpahkan lagi spermanya dengan posisi batang penisnya yang terhimpit vaginaku. Membuat spermanya menyebar kemana-mana disekitar selangkangan kami, membasahi permukaan vagina, paha sampai perutku.<br /><br />“Duh, jadi belepotan gini, tapi biar deh.. untung gak di dalam vagina gue belepotannya.. hihi”<br /><br />“Puas? Tidur lagi yukk.. “ ajakku. Akhirnya setelah itu kami berdua tertidur dengan tubuh kami yang berhimpitan dan berkeringat.<br /><br />Esok paginya aku bangun lebih cepat darinya. Ku biarkan saja dia masih tertidur sedangkan aku menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan kami, tentunya dengan bertelanjang bulat. Untung sekarang hari minggu, jadi kami tidak perlu memikirkan masalah sekolah.<br /><br />“Yang.. bangun..” kataku sambil mengguncang-guncang tubuhnya.<br /><br />“Hoaammmmm..ngghh.. enak banget tidur gue, jam berapa nih??” tanyanya.<br /><br />“Jam sembilan, udah cepat bangun. Tuh udah gue siapin sarapan”<br /><br />“Wah asik… mantap banget servicenya.. mau deh nginap di rumah lo terus-terusan..hehe”<br /><br />“Ye.. enakan lo dong, gue malah repot. Hmm, tapi kalau ada kesempatan boleh aja kok..” kataku memberi harapan. Kamipun sarapan bersama. Lalu dengan bertelanjang kami melakukan aktifitas di rumah seperti biasanya. Siangnya dia kembali minta dipuaskan, kembali aku melayaninya hingga dia tumpahkan lagi spermanya, waktu itu kami lakukan di halaman belakang rumahku, di alam terbuka. Saling berpelukan dan berguling-guling di atas rumput jepang. Sebuah sensasi yang luar biasa.<br /><br />Dia juga melakukan eksperimen memilih pakaian-pakaian untukku yang menurutnya seksi. Aku ikuti saja kemauannya itu. Bahkan dia mengambil foto-fotoku yang sedang mengenakan pakaian-pakaian yang dia pilihkan yang menurutnya seksi dan menggoda.<br /><br />“Hehe.. kayaknya lo lebih menggoda kalau pakai pakaian yang seksi deh” komentarnya melihat penampilanku yang menggunakan celana dalam melorot dengan tangtop longgar gini, semua serba putih.<br /><br />“Mesum..” kataku seperti meninjunya, tapi tidak benar-benar meninjunya.<br /><br />“Udah tegang lagi nih, hehe..” cengengesnya mesum.<br /><br />“Terus?” ditanya, dianya malah cengengesan saja. Tapi aku tahu apa maksudnya itu.<br /><br />“Huh.. dasar lo..” akhirnya dia aku bantu onani lagi. Kali ini kami lakukan di kamar orang tuaku atas inisiatifku sendiri. Dia tumpahkan lagi spermanya, ku biarkan dia menumpahkan spermanya ke permukaan vaginaku. Posisi ku waktu itu terlentang di bawahnya dan membuka kaki lebar-lebar.<br /><br />Akhirnya sore hari dia harus pulang karena orang tuaku akan segera kembali. Tapi dia berharap kapan-kapan dapat menginap kembali di rumahku. Dia membawa beberapa pakaian dalamku, untuk bahan coli katanya, aku bolehkan saja.<br /><br />“Tapi ingat, foto-foto gue jangan lo sebar. Trus cd gue juga jangan lo jual yahh..” kataku saat mengantarnya ke depan rumah dengan bertelanjang bulat.<br /><br />“Hahaha.. ya gak mungkin lah. Tenang aja yang..” katanya.<br /><br />“Trus kalau di sekolah lo sikapnya biasa-siasa aja, jangan sampai orang tau. Ntar gak gue bolehin lagi lo main kesini.. oce?”<br /><br />“Oke bos, tenang aja.. pulang dulu yah…” katanya kemudian pergi dari rumahku dengan motornya.<br /><br />“Hati-hati di jalan, jangan ngebut..” kataku sok perhatian sambil melambaikan tangan padanya. <br /><br />Setelah kejadian itu, kami berusaha bersikap biasa saja kalau di sekolah. Namun bila dia ternyata benar-benar tidak tahan barulah aku membantu menuntaskan hasratnya, baik di toilet sekolah, dirumahku bahkan dia juga pernah mengajakku ke rumahnya. Aktifitas itu tetap kami lakukan meskipun aku sudah punya pacar resmi setelah itu. Semenjak itu pula aku mulai tertarik melakukan perbuatan eksib. Kadang aku ke sekolah tanpa menggunakan dalaman, membuat jantungku berdebar kencang takut bila sampai ketahuan. Awalnya aku melakukan itu atas permintaan si Dedet, namun akhirnya aku melakukannya atas keinginanku sendiri. Di rumah, bila tidak ada siapa-siapa aku juga lebih sering bertelanjang ria, baik di dalam rumah maupun di halaman rumah. Pokoknya kejadian bersama Dedet itu menjadi titik awal kenakalanku. Namun setelah lulus SMA, aku benar-benar tidak mengetahui keberadaannya. Mungkin ada baiknya juga bagiku ataupun baginya. Tapi ada satu hal yang pasti, sifat nakalku masih belum hilang.<br /><br />--<br />--<br /><br /><b>Extra </b><br /><br />Suatu hari.. (tepatnya beberapa hari setelah kejadian di kolam renang dengan Vani pada cerita ketiga)<br /><br />“Ting tong” bunyi bel rumahku.<br /><br />“Iya bentar..”teriakku sambil berlari menuju depan rumah lalu membuka pintu rumah, saat itu aku masih memakai pakaian karena baru pulang kuliah.<br /><br />“Dedet?”<br /><br />“Ri.. apa kabar? Gue kangen nih..”<br /><br />“Iya, gue juga.. lo kemana aja?” dia tidak menjawab dan hanya tersenyum.<br /><br />“Di rumah ada orang gak nih?” tanyanya dengan senyum mesum.<br /><br />“Dasar lo, gak ada.. yuk masuk..” ajakku.<br /><br />“Hmm.. kalau lo pengen ngerasain itu boleh kok, gue udah gak perawan,” kataku berbisik mesra padanya.<br /><br />“Tapi ssstt.. jangan bilang siapa-siapa” kataku berbisik sambil meletakkan telunjuk di depan bibirku, lalu tersenyum nakal padanya. Pintu rumahpun ku tutup. Sepertinya hari ini bakal panjang. (tau sendiri kan apa yang bakal terjadi?? gak perlu dijelaskan, silahkan bayangin sendiri.. hehe)</span><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-22640799571062654152014-03-05T19:51:00.000-08:002014-04-30T21:22:43.188-07:00riri exhib dgn ponakan pembantu<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">Sebulan sudah sejak kejadian mesum di Villa bersama pak Slamet (baca : Riri eksib di Villa). Hari-hariku berjalan normal kembali seperti biasanya. Hubunganku dengan Andi pacarku juga masih langgeng, sepertinya kejadian di Villa itu tidak terlalu mempengaruhinya. Sekarang aku lagi disibukkan oleh banyaknya tugas-tugas yang diberikan oleh dosen-dosenku, cukup membuat aku stress dan frustasi. Kadang timbul keinginanku untuk kembali ber exibisionis ria. Sebagai anak kuliahan, aku menghabiskan waktuku di rumah saja. Tidak seperti anak-anak gedongan Jakarta lain yang suka kelayapan dan hura-hura. Kedua orangtuaku sibuk bekerja, mereka baru pulang sore ataupun malam hari sehingga kalau siang hari hanya berdua saja dengan pembantuku mbok Surti.</span><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br /><br />Sehari-hari kalau di rumah aku hanya memakai celana pendek ketat dan kaos saja. Seperti hari ini, aku mengenakan kaos basket warna merah longgar tanpa lengan dengan belahan dada rendah. Bawahannya hanya mengenakan celana putih pendek yang panjangnya hanya beberapa senti dari pangkal selangkanganku. Hari ini juga aku sedang sibuk di kamar mengerjakan tugas-tugas kuliahku, bete banget karena gak selesai-selesai. Akupun istirahat sejenak keluar dari kamarku yang di lantai atas menuju dapur untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan atau diminum. Ketika sampai di dapur ku lihat ada seorang bocah yang umurnya kira-kira masih 14 tahun. Akupun heran dia datang darimana sehingga akupun bertanya padanya.</span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />“Adek siapa yah? Kok ada disini?”tanyaku pada anak itu. Tapi belum sempat anak itu menjawab, tiba-tiba pembantuku mbok Surti datang.<br /><br />“Itu ponakan mbok non dari kampung, mbok ajak kesini soalnya katanya mau rasain liburan di Jakarta” kata mbok Surti.<br /><br />“Ohh, gitu ya mbok” aku mengerti. “Dek, anggap rumah sendiri yah, jangan sungkan-sungkan. Namanya siapa dek?” tanyaku padanya. Kemudian si mbokpun melanjutkan kerjaannya mencuci baju di kamar mandi belakang.<br /><br />“Aris, kak. Nama kakak Riri kan? Kata mbok kakak orangnya baik, ramah dan tidak sombong” katanya padaku.<br /><br />“Hihi, kamu ini” aku tertawa geli karena pujian anak kecil ini. “Kelas berapa sekarang Ris?” tanyaku lagi padanya.<br /><br />“Kelas 1 kak, kemarin tinggal kelas, hehe” jawabnya malu garuk-garuk kepala.<br /><br />“Makanya belajar yang rajin donk, masa sih sampai tinggal kelas, kamu ini pasti malas belajarnya” nasihatku padanya. Ketika aku ngomong aku sempat melihat matanya menelanjangi tubuhku, mungkin karena pakaian yang aku kenakan ini yang cukup menggoda nafsu, apalagi orang kampung yang tidak biasa melihat cewek putih mulus pakai pakaian minim menggoda begini, di kampung-kampung mana ada, hihihi. Aku membuka lemari es dan mencari-cari makanan yang mungkin bisa aku nikmati, posisiku saat itu membungkuk membelakangi anak itu, sehingga paha mulusku dan bulatnya pantatku yang dibalut celana pendek ketat ini menjadi santapan matanya. Aku pun memutuskan mengambil puding dan susu murni dari dalam lemari es.<br /><br />“Ya sudah dek, kakak ke kamar dulu yah..” kataku padanya. Ku lihat dia gelagapan karena masih syok dengan apa yang baru dilihatnya, padahal “cuma” sepasang paha putih mulus dan bongkahan pantat yang bulat menggoda.<br /><br />“i-iya k-kak,” gagapnya. Hihi, mulai nafsu nih kayanya nih anak, aku tersenyum geli dalam hati melihat tingkahnya.<br /><br />“Dek kalau mau main PS, tuh di kamar kakak ada PS, dari pada Cuma duduk-duduk saja disini, yukkk..” ajakku padanya. Walaupun Cuma PS2, tapi cukup lah.<br /><br />“eh,eh, boleh kak? Gak papa?” tanyanya minta kepastian.<br /><br />“iya dek, anggap aja rumah sendiri, gak usah canggung gitu, hihihi” jawabku meyakininya.<br /><br />“yuk dek ke atas” ajakku kembali sambil berjalan menaiki tangga ke kamarku di lantai 2 dengan membawa makanan dan minuman yang baru kuambil dari dapur. Dia kemudian mengikutiku dari belakang. Kamipun sampai di dalam kamarku.<br /><br />“Tuh dek PS-nya, pillih aja game yang mau dimainin. Kakak mau lanjutin bikin tugas dulu ya.. santai aja.” Ujarku padanya. Diapun memilih-milih kaset yang yang ada dan memilih salah satu permainan. Aku sih sibuk ngerjain tugas diatas tempat tidur, sedangkan dia duduk di lantai asik main PS. Ketika asik main dia curi-curi padang ke arah tubuhku, hihi, ini bocah udah punya nafsu juga ternyata. Aku cuek saja, walaupun ku tahu dia asik memandang tubuhku.<br /><br />“Lagi minum apa kak, enak banget kayanya, minta donk kak, hehe” tanyanya, mencoba ramah supaya tidak canggung.<br /><br />“minum susu dek, mau? Ambil aja di kulkas sana” kataku. “Atau kejauhan yah? Ini minum susu kakak aja, masih banyak nih” tawarku padanya sambil tersenyum. Tentu saja maksudku susu murni dI gelas yang sedang ku minum ini, bukan susu di balik kaos ketat ku. Tapi sepertinya dia salah tanggap mengira aku menawarkan susu dibalik kaosku ini.<br /><br />“Mau kak, susu kakak gede kak, gemesin, hehe” katanya polos tapi mesum. Aku pun akhirnya mengerti kalau dia salah paham.<br /><br />“yee.. adek, kalau ini sih belum bisa ngeluarin air susu. Kalau ada air susunya pasti deh kakak kasih adek, hihihi” kataku mengikuti kepolosannya yang mesum.<br /><br />“ohhh.. gitu ya kak, hehe” cengengesannya sambil garuk-garuk kepala. Diapun mengambil gelas berisi susu yang ku tawarkan itu dan meminumnya. “enak dek susunya?” tanyaku padanya.<br /><br />“enyak kak, hehe” sambil asik minum susu dia menatap nanar pada buah dada yang menggantung dibalik kaos ku ini.<br /><br />“ihhh.. adek, enak-enak, tapi liatnya malah ke susunya kakak, hihi dasar kamu nakal yah..” godaku padanya, dia hanya tertawa kecil saja, sambil menghabiskan susu digelas itu. Gila nih bocah, nafsu-nafsu tapi susu di gelas malah dihabiskan gini, padahal gue masih mau.<br /><br />“Habis kak, hehe..” katanya.<br /><br />“ah.. kamu, kok dihabisin sih dek susunya?” tanyaku pura-pura memasang wajah cemberut.<br /><br />“Maaf kak, soalnya enak susunya” katanya tapi masih saja memandang susu di balik kaos ku.<br /><br />“ ya udah gak papa” balasku tersenyum. Kami pun melanjutkan kegiatan kami masing-masing, aku asik ngerjain tugas, dia asik main PS. Selang beberapa lama waktu berlalu dia berkata padaku mau pipis.<br /><br />“Tuh dek, kamar mandinya disana, pipis deh, ntar malah ngompol di kamar kakak lagi” kataku menunjuk kamar mandi yang memang berada di dalam kamarku. Diapun berjalan ke kamar sambil mengapitkan kakinya menahan kencing, lucu juga ngelihatnya. Dia masuk kemar mandi dan menutup pintu.<br /><br />“Kaaakk… ini siramnya gimana” teriaknya dari dalam kamar mandi tidak lama kemudian. Akupun mengikuti arah suaranya menuju kamar mandi.<br /><br />“apaan sih dek? Teriak-teriak gitu?” tanyaku sambil masuk dan menutup pintu kamar mandi. Ya ampun nih bocah bukannya kencing di toilet malah kencing di bathtub gue yang sehari-hari gue pakai merendam tubuhku, dasar anak kampung yang gak tahu kamar mandi modern, gerutu ku dalam hati.<br /><br />“Deeekkk, kok pipis disini sih, ini tempat rendamin badan bukan tempat buang pipis… ihhhh jorok kan jadinya kena pipis kamu” kataku sambil melihat genangan kencingnya di dalam bathtub ku.<br /><br />“eh, eh, ma-maaf kak, aris gak tau” katanya minta maaf.<br /><br />“ya udah nih kakak siram dulu, gini nih cara siramnya” kataku sambil membuka keran shower lalu menyiram kedalam bathtub yang digenangi air kencingnya. Terpaksa deh repot gini gara-gara kebodohan nih bocah. Karena sumbatan bathtub masih terpasang tentu saja makin menggenang air kencingnya yang telah bercampur air shower. Terpaksa aku menggunakan tanganku yang putih mulus menggapai dan membuka sumbatan bathtub di dalam genangan air tersebut. Jijik juga sebenarnya tapi biaralah, hihi.<br /><br />“Nih kamu lanjutin siramnya, bersihin bathtub kakak sampai wangi lagi” suruhku padanya sambil memberikannya shower tersebut. Tapi memang dasar anak kampung, makai shower saja gak bisa dan malah mengarahkan ke badannya, sehingga air malah muncrat ke badannya sehingga pakaiannya jadi basah semua, airnya juga mengenai pakaianku walau cuma sedikit. Aku tertawa karena ulahnya.<br /><br />“Hihihi… adek.. adek.. kamu ini gimana sih, tuh kan basah semua baju kamu, baju kakak juga kena nih” kataku mengusap-usap bajuku.<br /><br />“duh kak, gimana nih, dimarahin si mbok ntar aris” katanya dengan wajah khawatir.<br /><br />“kamu sih.. ya udah lepasin aja bajunya, keringkan dulu badannya, kakak ambilkan handuk dulu deh” kataku sambil keluar dari kamar mandi untuk mengambil handukku. Aku kembali ke kamar mandi, ku lihat dia sudah telanjang dengan pakaian basahnya tergeletak di lantai.<br /><br />“Nih dek handuknya” kataku. Dia masih asik membersihkan bathtub membelakangiku.<br /><br />“Iya kak makasih” katanya sambil berbalik badan menghadap kearahku, penisnya terpampang dihadapanku, masih belum tegang sih, hihi. Tapi karena melihat aku dengan pakaianku yang menggoda ini perlahan-lahan penisnya mulai menegang.<br /><br />“ihhh.. dek, tuh anunya berdiri tuh nantangin kakak, emang kakak salah apaan?” kataku bercanda menggodanya.<br /><br />“eh, eh, ma-maaf kak” katanya sambil berusaha menutup kemaluannya.<br /><br />“hihi.. iya-iya gak papa, kamu masih kecil juga, buka aja tangannya, bebasin aja burungnya kalau pengen tegang, jangan ditahan-tahan” godaku tersenyum padanya. Dia pun membuka tangannya sehingga penisnya kembali mengacung kearahku, aku senyum-senyum saja. Aku mendekatinya dan melihat keadaan bathtub ku. Dia masih berdiri disampingku dengan penisnya yang juga berdiri. Sepertinya suasana mesum kembali terjadi, aku seorang gadis 19 tahun putih mulus anak orang kaya yang sedang memakai pakaian minim bersebelahan dengan bocah ingusan anak kampung umur 14 yang telanjang bulat di dalam kamar mandi.<br /><br />“hmmm.. kayanya udah bersih bathtubnya, goodjob dek” kataku tersenyum padanya sambil mengelus rambut ikalnya yang masih basah.<br /><br />“gujot? Apaan tuh kak?” tanyanya polos bego.<br /><br />“goodjob dek… artinya kerja bagus adeknya”jawabku sambil tertawa.<br /><br />“ohhh… iya kak, aris gitu loh, hehe” katanya sok hebat, padahal dia yang bikin kotor bathtub gue.<br /><br />“ya udah, kamu mau lanjutin mandi aja gak? udah sore juga kan? Mandi aja disini” tawarku. Dianya balas senyum-senyum saja.<br /><br />“iya deh kak, aris mandi disini aja” katanya lagi menunggu kesempatan mesum berikutnya.<br /><br />“bisa kamu pakai showernya? Itu bisa diatur air hangatnya.. hmmm… biar kakak aja deh yang mandiin kamunya, nanti kamu mandinya sembarangan lagi” ajakku padanya. Soalnya dia polos-polos bego sih, nanti malah air toilet dipakenya kumur-kumur, hihi.<br /><br />“hmm, boleh aja kak” katanya girang, sepertinya kepalanya sudah terisi pikiran-pikiran mesum. Aku mulai mengatur panas air shower sehingga terasa nyaman, kemudian mulai menyiramnya dengan shower. Tentu saja pakaianku juga ikut basah, tapi kubiarkan saja. Tingginya hanya sebatas leherku, sehingga matanya sejajar dengan dadaku. Sebuah kesempatan baginya menikmati menatap dadaku dengan pakaian ku yang telah basah, hal ini tentu membangkitkan birahinya. Penisnya tampak menegang dan berkedut-kedut, kadang penis tegangnya menyentuh pahaku yang putih mulus, menampar-nampar pahaku dengan penisnya yang tegang poll, ku cuekin aja sambil tetap menyirami tubuh bocah ini dengan air shower dari kepala hingga kaki seperti memandikan adik sendiri.<br /><br />“Enak dek? Gimana? Segarkan airnya?” tanyaku sambil tersenyum manis padanya.<br /><br />“iya kak, enak.. segar” jawabnya. Aku lalu mengambil sabun dove cair milikku, menumpahkannya ke tangan , lalu mengusapkan ke badan bocah ini. Aku lumuri badannya dengan busa sabun mulai dari leher, tangan, perut, punggung. Kemudian aku berjongkok dihadapannya untuk membersihkan bagian bawah tubuhnya, yang mana membuat wajahku kini sejajar dengan penis tegang menantangnya. Aku mulai dari kakinya, naik kepaha kemudian keselangkanngannya. Akupun mulai memegang penisnya dan mengusapnya lembut dengan tangan putih mulusku.<br /><br />“Ohhh uhhh… enak kak, geli..hehe” katanya keenakan.<br /><br />“enak dek? Gak sakit kan burungnya kakak kocokin gini?” tanyaku menggodanya. Aku masih mengelus penisnya maju mundur dengan tanganku yang berlumuran sabun.<br /><br />“enggak kak, malah enak, aris biasanya kalau ginian cuma pake pake tangan aris sendiri terus pake sabun batangan” katanya, membuat aku tertawa mendengarnya.<br /><br />“Kamu sering ngocok dek? Ckck.. kecil-kecil udah sering ginian kamunya” kataku padanya.<br /><br />“hehe, iya kak, biasa kak laki-laki” jawabnya asal. Maklum saja umur segitu pasti birahi sedang tinggi-tingginya, mulai tertarik dan penasaran dengan lawan jenis. Aku masih melanjutkan mengocok penisnya, dia sepertinya keenakan sehingga membuatku tak tega melepaskannya dari tanganku.<br /><br />“Udah dek? Kakak bilas dulu yah badannya.. ” kataku padanya. Tentu saja dia tampak kecewa, tapi biarin saja. Aku mengambil shower dan membilas badannya. Ku lihat penisnya masih tegang saja, kasihan juga liat nafsunya gak kesampaian.<br /><br />“masih tegang ya dek burungnya?” tanyaku menggodanya.<br /><br />“iya nih kak… “ jawabnya dengan wajah mengiba.<br /><br />“hmmm… ya udah, kakak mandi juga sekalian deh, liatin kakak mandi aja yah.. kamu bisa kan ngocok sendiri? Kamu ngocoknya sambil liat kakak mandi aja gimana? Mau kan?” tanyaku menggoda biarahinya. Tentu saja dia gak akan menolak, hihihi.<br /><br />“i-iya kak” jawabnya gagap. Pasti jantungnya berdebar-debar kencang tuh apalagi mendengar omongan vulgarku barusan. Aku pun melepaskan pakaianku, mulai dari kaos kemudian celana pendekku. Matanya gak lepas-lepas dari tubuhku.<br /><br />“ihhh… adek ngeliatin apaan tuh” tanyaku menggodanya.”mata adek nakal yah..” sambungku.<br /><br />“eh, a- anu kak.. badan kakak seksi sih, putih, mulus, terus montok banget kak” katanya berani tanpa sungkan. Aku tertawa saja mendengarnya. Ku lanjutkan membuka celana dalamku, dianya makin terangsang saja sepertinya.<br /><br />“Adeekkk… kakak mau buka celana dalam nih, liatin yah puas-puas” kataku menggoda. Dia mempercepat kocokan penisnya mendengar apa yang kukatakan barusan. Ku selipkan jariku dikedua sisi celana dalamku, ku tarik kebawah sedikit. Kulihat wajahnya makin gak karuan sambil makin cepat mengocok penisnya sendiri. Ku lanjukan aksiku, celana dalamku kutarik makin ke bawah perlahan-lahan dihadapannya, se inci lagi maka akan mulai tampak permukaan vaginaku.<br /><br />“gini aja yah dek… cukupkan? Gak perlu dilepasin kan celana dalamnya?” tanyaku menggoda.<br /><br />“yaaaahhh… jangan dong kak, nanggung tuh” dia memelas. Dia betul-betul sudah gak tahan, penisnya menegang sejadi-jadinya.<br /><br />“hihihi, kakak naikin lagi ya celana dalamnya? Udahkan?” tanyaku kembali menggodanya, tapi tentu saja tidak benar-benar akan kunaikkan, kasihan juga dia horny gitu.<br /><br />“yaaahhh, kak….” Dia mengiba lagi.<br /><br />“iya-iya deh, kakak buka nih, tuh penis kamu negang amat gitu, gak tahan yah.. hihi, nih,nih” kataku. Aku pun meloloskan celana dalamku hingga jatuh melewati kaki indahku dan jatuh kelantai.<br /><br />“Gimana? Puas?” godaku lagi. Tampak dia makin kesetanan mengocok penisnya, kubiarkan saja dia asik sendiri, aku pun melanjutkan mandiku sesekali menatap dirinya yang masih asik mengocok sambil melihat tubuh putih mulusku hingga ku selesai mandi.<br /><br />“kakak udah siap mandi nih, masa belum keluar juga dek pejunya? Kan kakak udah telanjang didepan kamu” kataku heran melihatnya dari tadi belum juga keluar.<br /><br />“iya kak, gak tau nih, padahal aris nafsu banget loh liat kakak” katanya.<br /><br />“ya udah keluar dulu yuk, kamu lanjutin ngocoknya di kamar kakak aja” kataku tersenyum. Aku pun keluar kamar mandi diikuti aris yang masih horny berat. Aku duduk ditepi ranjang, ku lihat aris juga duduk ditepi ranjangku.<br /><br />“hmm dek, pegang-pegang aja badan kakak, biar kamu makin nafsu ke kakak, jadinya ntar cepat ngecrotnya” tawarku padanya.<br /><br />“i-iya kak, adek juga gak nahan pengen gerepe-gerepe kakak dari tadi, hehe” katanya mesum.<br /><br />“ya udah nih, puas puasain deh” kataku sambil memajukan badanku ke hadapannya. Dia yang gak sabaran langsung saja meraba-raba badanku yang masih lembab karena habis mandi. Dia sepertinya tidak sungkan-sungkan lagi, tanpa meminta izinku dia meraba buah dadaku dan memainkan putingnya. Tangannya menggerayangi tiap lekuk tubuhku, mukanya memerah diselimuti nafsu, nafsu pada diriku, anak gadis majikan mboknya. Tidak Cuma meraba-raba, dia mulai mencuim-cium bibirnya ke tubuh putihku. Aku cuma tertawa-tawa geli digerayangi anak tanggung begini.<br /><br />“hihi.. aduh dek.. geli dek… aduh… hihi nafsu amat sih, gak tahan banget yah?” godaku yang sedang dihujani ciuman pada tubuh telanjangku dan tangannya yang semakin liar menggerayangi, aku masih membiarkannya melakukan perbuatan kurang ajar itu terhadapku. Setelah itu dia membaringkanku di atas ranjang, tubuhnya yang lebih kecil dariku menindihku dari atas, mencumbuiku seperti pasangan suami istri yang sedang bercinta. Aku nurut-nurut saja apa maunya, tertawa geli atas permainan lidahnya diputingku sambil tangan satunya meremas buah dadaku yang satunya.<br /><br />“sini dek cium bibir kakak” ajakku menggodanya. Dia pun meaikkan posisinya sehingga kepala kami sejajar. Dia ciumi bibirku habis-habisan, menggesek-gesekkan bibirnya yang hitam ke bibirku, sungguh mesum. Dia jilat-jilat wajahku yang putih ini dengan lidahnya, bau juga nafasnya, entah apa yang dia makan tadi. Penisnya yang tegang juga menggesek-gesek diperutku, sepertinya dari penisnya sudah mengeluarkan cairan bening, meleleh diatas perut rataku, aku yang menyadari itu hanya tersenyum saja dalam hati. Aku membantunya dengan menggapai penisnya yang berada diatas perutku, mengocok penisnya sambil dia masih asik mencumbui wajahku.<br /><br />Dia cuma ngeracau sendiri, entah apa yang dikatakannya. Aku senang-senang saja sih ditindih gini, asal penisnya gak dimasukin ke vaginaku. Cukup lama juga dia menindihku, ruangan ber-AC kamarku seperti tidak berarti apa-apa karena hawa mesum yang semakin panas. Tubuhku dan tubuh bocah ini sudah mulai berkeringat, terpaan sinar matahari sore yang masuk dari jendela kamarku membuat tubuhku dan tubuhnya terlihat mengkilap. Aku masih setia mengocok penisnya sehingga cairan beningnya juga meleleh melumuri tangan mulusku, setelah itu aku menyuruhnya bangkit sebentar.<br /><br />“Dek, ganti posisi dong.. gak bosan apa?” tanyaku.<br /><br />“i-iya kak, boleh juga tuh”jawabnya setuju. Kini aku yang membaringkannya diatas ranjangku, lalu aku mengambil posisi berbaring menyamping di sebelahnya. Ku dekatkan payudaraku ke mulutnya.<br /><br />“sini dek, nyusu ke kakak..” tanpa menjawab dia segera mengenyot pucuk payudaraku, mengenyot-ngenyotnya seperti anak bayi. Kadang giginya terasa menggigit-gigit puting payudaraku, sedangkan tangannya yang satu lagi meremas payudaraku yang satunya, ku senyum-senyum saja membiarkan tingkah mesumnya. Penisnya yang tegak menjulang itu kugapai lagi dan kuremas-remas, buah zakarnya tak lupa juga kuremas. Dia melenguh keenakan sambil mulutnya masih mengenyot payudaraku.<br /><br />“Enak dek?” tanyaku singkat kepadanya. Dia menjawabnya dengan hanya menggumam saja, betul-betul tidak ingin melepaskan bibir hitamnya dari payudaraku. Ku kocok terus penisnya, kadang kucium keningnya saat dia mengenyot payudaraku seperti itu.<br /><br />“Susu kakak yang satu lagi dijilat juga dong dek, masa itu mulu dari tadi” pintaku, diapun melepaskan kulumannya dan meraih pucuk payudaraku yang satunya untuk dia kenyot lagi sepuasnya.<br /><br />“hihi, kamu yah… keenakan gitu” kataku senyum-senyum padanya, sambil tanganku masih setia band mengocok penisnya. Sekian lama kami melakukan aksi mesum ini nafasnya mulai memburu, sepertinya dia mau keluar, kulumannya pada payudaraku makin menjadi-jadi, menggigit puting payudaraku makin keras dari sebelumnya. Aku cuma meringgis agak kesakitan tapi ku biarkan saja dia terus melakukannya. Kocokanku juga makin cepat di penisnya.<br /><br />Crooot.. crooot.. Tak lama kemudian pejunya keluar juga, meleleh dan melumuri tanganku, cukup banyak juga pejunya, padahal masih bocah. Ku masih mengocok penisnya yang sedang nikmat berdenyut-denyut mengeluarkan lahar putihnya itu. Wajahnya memerah sambil tetap mengenyot payudaraku. Setelah itu dia melepaskan kulumannya.<br /><br />“enak gila kak, hehe, makasih ya, gak pernah aris merasa se nikmat ini” katanya puas.<br /><br />“iya-iya, dasar mesum sih kamunya, hihi” kataku sambil masih memegang dan masih mengocok penisnya yang sudah mulai melayu itu. Tanganku yang berlumuran pejunya ku biarkan saja disana. Sambil tetap mengocoknya perlahan aku mencium bibirnya, kamipun berciuman cukup lama.<br /><br />“udahan ya dek.. bersihin dulu tuh badannya, tangan kakak juga penuh peju kamu nih.. hihi” pintaku.<br /><br />“oke kak, makasih ya kak” katanya. Ku balas saja dengan senyum manisku. Setelah itu kami sekali lagi membersihkan diri di kamar mandi. Untung dia Cuma pegang-pegang doang, gak lebih. Kami berpakaian dan dia bersiap keluar dari kamarku.<br /><br />“kapan-kapan lagi ya kak” pintanya. Dia pasti ketagihan nih.<br /><br />“Gak janji yah…, sana kakak mau lanjutin bikin tugas, gara-gara kamu nih..” balasku.<br /><br />Beberapa hari ini si Aris menginap di rumahku sampai liburan sekolahnya selesai. Kadang dia ikut mbok Surti ke Pasar atau swalayan sekedar jalan-jalan keliling jakarta, atau dia jalan-jalan sendiri keliling-keliling walau tidak terlalu jauh dari rumahku. Beberapa kali dia mencoba mencari kesempatan mengulangi perbuatan mesum waktu itu, tapi sepertinya belum ada waktu yang cocok.<br /><br />Hari itu dia pulang siang hari bersama temannya, entah mereka bertemu dimana. Temannya itu tampak seperti anak jalanan yang suka malakin anak sd atau smp yang cupu-cupu. Dari tampangnya dia pasti sudah putus sekolah, umurnya kutaksir tidak jauh beda dengan si Aris.<br /><br />“kak… kenalin kak teman aku wawan” katanya mengenalkan temannya itu padaku. Tentu saja temannya cukup terkejut melihat penampilanku yang selalu memakai baju apa adanya kalau di rumah. Mata si wawan ini langsung tertuju ke arah pahaku yang mulus, aku cuek saja.<br /><br />“wawan” kata wawan sambil menjulurkan tangannya.<br /><br />“Riri” kataku tersenyum manis padanya. Senyum manis yang pasti membuat lelaki manapun terpikat bahkan gemes atau nafsu kepadaku.<br /><br />“Ris, suruh temannya masuk kedalam, kakak buatin minum dulu. Wan, anggap aja rumah sendiri yah..” kataku tersenyum manis lagi padanya. Mereka kemudian masuk kedalam dan duduk di ruang tv sedangkan aku ke dapur membuatkan mereka minuman. Seharusnya ini kerjaan si mbok, tapi dianya lagi ke pasar.<br /><br />Dari ruang tv tersebut mereka dapat melihatku yang berada di dapur, mata mereka menjelajahi tubuhku selagi aku membuatkan mereka minuman, kurang ajar banget.<br /><br />“nih minumannya”kataku memberikan mereka sirup dingin.<br /><br />“makasih kak”kata mereka berdua. Kemudian aku kekamarku membiarkan mereka asik sendiri disana.<br /><br />“tok tok” terdengar suara ketukan pintu di kamarku.<br /><br />“iya.. masuk aja” teriakku dari dalam. Ternyata si Aris yang masuk ke kamarku, ku yakin pasti dia minta jatah mesumnya nih, hihi..<br /><br />“kak… boleh gak aris gituan lagi bareng kakak” katanya, benar dugaanku.<br /><br />“ihhh.. kamu nakal yah.. gak nahan ya? baru juga 2 hari” kataku menggoda.<br /><br />“iya nih kak, gak tahan banget” katanya lagi.<br /><br />“yaudah, si wawan udah pulang belum? Kalau udah kunci dulu tuh pinta depan” pintaku.<br /><br />“hmm.. gimana ya kak ngomongnya.. hmmm” kata si aris agak bimbang.<br /><br />“napa? Ngomong aj ke kakak.. ngapain malu-malu, ayo.. mau ngapain?” tanyaku lagi mencari tahu.<br /><br />“wawan boleh ikut gak kak, dia mau juga katanya” katanya mengejutkanku. Gila apa aku harus melayani nafsu mesum kedua bocah ini. Cukup ragu juga aku memikirkannya.<br /><br />“gimana kak? Gak boleh ya? Pliss kak.. kami berdua udah terangsang nih liat kakak dari tadi, kan cuma nambah satu orang aja kak.. gak papa kan kak? “ pintanya memelas. Betul betul mesum. Aku belum sempat menjawab permintaanya namun aris sudah menyuruh wawan yang dari tadi menunggu di luar kamar ku untuk masuk.<br /><br />“yuk wan.. masuk”suruh aris pada wawan. betul-betul seenaknya saja si aris ini.<br /><br />“hehe.. halo kakak cantik” sapanya ketika masuk ke kamarku. Aku hanya membalasnya dengan senyumku.<br /><br />“wah kamarnya bagus yah.. hehe”kata wawan lagi basa-basi. Aku masih duduk saja diatas ranjang.<br /><br />“hmm… ris, pintu depan udah kamu kunci belum?”tanyaku pada aris.<br /><br />“sudah kok kak” jawabnya.<br /><br />“jadi kalian udah teransang yah? Dasar kalian kecil-kecil udah nakal giini”ujarku, mereka hanya senyum-senyum kecil.<br /><br />“ya udah.. sini-sini buka baju sama celana kalian” suruhku pada mereka yang langsung mereka lakukan tanpa menunggu lagi. Kini terpampang “dua” penis tegang bocah tanggung yang meminta untuk dipuaskan seorang gadis kuliahan yang putih mulus.<br /><br />“ihhh.. udah tegang gitu penis kalian” kataku.<br /><br />“habisnya kakak nafsuin sih.. iya nggak wan?“ kata aris meminta pendapat wawan.<br /><br />“hehe, iya gue baru kali ini liat cewek kayak gini, putih, mulus cantik gini” katanya.<br /><br />“emang kamu udah pernah lihat cewek telanjang wan?” tanyaku pada wawan.<br /><br />“udah kak, hehe” jawabnya. Tidak heran, dia yang putus sekolah dan berpenampilan seperti preman ini, mungkin kehidupan jalanan yang membuat dia mengenalnya.<br /><br />“ckckck… dasar kamu nakal” kataku. Aku mulai mendekati mereka dan berjongkok di hadapan mereka.<br /><br />“kocokin kak”pinta mereka.<br /><br />“iya-iya, ini juga mau dikocokin, gak tahan amat sih kalian” kataku mulai meraih kedua penis itu dan mulai mengocoknya. Badan wawan lebih hitam dan kumal dari aris, begitu juga penisnya. Wajar saja karena dia sehari-hari terbakar matahari, rambut wawan pun agak pirang karena seringnya terjemur matahari.<br /><br />“enak gak? Gimana rasanya kocokan kakak wan” tanyaku pada wawan sambil mengocok penis mereka berdua.<br /><br />“hehe, enek banget kak” jawabnya ku balas dengan senyuman.<br /><br />“hihi.. dasar kalian bocah bocah mesum, baru 14 tahun juga” kataku genit. Aku dengan tanpa paksaan mengocok penis-penis tegang mereka. Dua macam aroma selangkangan yang tidak sedap berebut masuk ke hidungku. Kadang sambil mengocok penis mereka aku mengeluarkan lidahku, menjulurkan ke arah kepala penis mereka yang mengacung kepadaku. Hanya berjarak beberapa senti saja ujung lidah ku dari kepala penis tersebut. Sambil melakukan hal tersebut ku pandangi mata mereka, tentu saja mereka semakin nafsu saja pada diriku,hihihi. Mereka sepertinya berharap aku mejilati danmengulum penis mereka, tampak dari wajah mereka yang mupeng banget kepadaku.<br /><br />“Masukin dong kak ke mulut kakak” pinta wawan mesum.<br /><br />“hmm… masukin gak ya.. gak usah lah ya...hihi” godaku pada mereka yang membuat mereka makin mupeng saja.<br /><br />“yaahh.. kakaaak” rengek mereka. Aku masiih belum mau memasukkan penis ke mulutku, ke pacarku aja gak pernah, jijik menurutku. Tapi mereka tetap merengek minta penisnya supaya masuk ke mulutku.<br /><br />“kaaaaaak, plisss, masukin yahhh.. ” pinta wawan lagi, sepertinya si wawan ini betul-betul gak tahan.<br /><br />“hihihi.. pengen banget yah masukin penisnya kemulut kakak? Pengen ngentotin mulut kakak ya kaliannya.. dasar, bocah-bocah nakal” godaku pada mereka sambil tersenyum semanis mungkin, membangkitkan birahi mereka terhadapku <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" /><br /><br />“emang kalau penisnya kalian kakak masukin ke mulut, terus kalian mau ngapain?” godaku lagi.<br /><br />“iya deh.. tapi bentar yah, kakak buka baju kakak dulu supaya kalian lebih nafsu ntar” sambungku sambil melepas kocokanku dari penis mereka. Mereka tentu sudah makin mupeng dan gak sabaran. Aku mulai membuka kaos yang melekat pada tubuhku, kemudian celana pendek ketatku. Kulihat mereka tidak berkedip menatapku melepaskan pakaianku, hihi.<br /><br />“celana dalamnya juga dong kak” pinta aris. Aku masih menyisakan celana dalam yang melekat di tubuhku.<br /><br />“ihhh.. dasar kalian mesum, itu ntar aj deh” kataku. Sepertinya mereka mengerti. Sekarang aku cuma memakai celana dalam dihadapan mereka yang semakin mupeng dengan penis yang mengacung-ngacung kepadaku.<br /><br />“ya udah sini, siapa dulu yang mau kakak jilatin” tanyaku pada mereka. Tentu saja mereka berebut dengan penis mengacung mendekati wajahku.<br /><br />“awww… duuuhhh… kalian gantian dong, duuuhh.. aris, wawan…” pintaku pada mereka yang saling tidak mau mengalah ingin jadi yang pertama memperawani mulutku dengan penis. Penis-penis mereka menampar-nampar wajah cantik putih mulusku, berebut untuk menjejalkan batang penis mereka ke dalam mulutku. Akhirnya aris mengalah dan membiarkan wawan dahulu. Maka jadilah wawan yang pertama merasakan mulutku, seorang anak jalanan entah darimana yang bergaya preman dan putus sekolah, kulit hitam terbakar matahari, mendekati mulutku yang tipis menggoda.<br /><br />“hihi.. wawan dulu yah.. yuk wan, sini kakak jilatin penis kamu. Aris kamu sambil nunggu biar kakak kocokin sini penis kamu” kataku pada mereka. Aku mulai menjilati penis bau wawan, lidahku menari-nari memberi rangsangan pada penisnya. Tangan kiriku memegang batangnya kadang meremas buah zakarnya, sedangkan tangan kanan ku mengocok penis Aris.<br /><br />“oughhhh ohhhhh, enak kak” kata wawan keenakan. Ku lanjutkan aksiku dengan memasukkan penis wawan sepenuhnya ke mulutku, membiarkannya menjejali batang penisnya ke mulutku. Bahkan dia menggoyangkan pinggulnya seolah menyetubuhi mulutku dengan penis kumalnya.<br /><br />“Ohhh… uhhhhh” erang si wawan kenikmatan. Sekitar 10 menit aku membiarkan wawan memainkan penisnya di mulutku dengan berbagai aksi-aksi mesumnya. Kini aku gantian mengulum penis Aris. Aris juga melakukan hal-hal mesum dengan penisnya pada mulutku seperti yang dilakukan wawan, seperti menggesek-gesekan kepala penis ataupun buah zakarnya ke mulutku ataupun menyetubuhi mulutku dalam-dalam sampai aku susah bernafas, tapi aku nikmati saja perlakuan mesum mereka ini. Mereka pasti beruntung banget dapat melakukan ini terhadapku.<br /><br />Sepertinya kami melakukannya sampai lupa waktu, mbok Surti sudah pulang begitu juga dengan kedua orang tuaku!!! Karena tentu saja masing-masing mereka mempunyai duplikat kunci pintu depan.<br /><br />“Ri… Ririi..” panggil mamaku sambil mengetok pintu kamarku, betapa terkejutnya aku. Kondisiku sekarang yang sedang hampir bugil sedang bergantian menyepong dan mengocok penis anak tanggung yang sedang bugil. Kedua bocah ini tentu juga terkejut bukan main.<br /><br />“Ri… Riri… lagi ngapain sih? Buka pintunya dong..” teriak mamaku lagi. Aku melepaskan penis aris dari mulutku.<br /><br />“Bentar mah, Riri sedang goluguluppuppppp” dengan kurang ajarnya Aris kembali menjejalkan penisnya ke dalam mulutku, padahal aku sedang bicara sama mamaku. Aku biarkan saja dulu penisnya memasuki rongga mulutku, menikmati menjejalkan penisnya itu.<br /><br />“Riri… sedang apa sih? Kamu ini lagi ngapain???” tanya mamaku lagi. Akhirnya aris mau juga melepaskan penisnya. Akupun bangkit dari posisiku. Lalu aku meletakkan jari telunjukku di mulut sebagai isyarat agar mereka jangan berisik dan memberi kode pada mereka juga dengan telunjukku supaya mengikutiku. Aku berjalan mendekati pintu kamar, membuka pintu tapi hanya mengeluarkan kepalaku sehingga tubuh bugilku tidak kelihatan. Dibelakangku aris dan wawan berdiri membelakangi pintu dan tembok sehingga dari posisi ini mereka gak bakal kelihatan, tapi dasar mereka nakal. Tangan mereka asik menggerayangi badanku, meremas payudaraku padahal aku sedang bicara pada mamaku. Bahkan mereka menyelipkan tangannya ke sisi pinggir celana dalamku yang terbuat dari karet dan menariknya kemudian melepaskannya tiba-tiba sehingga terdengar bunyi “ctar” karena karet dalamanku itu mengenai kulitku, untung suara itu diabaikan oleh mamaku.<br /><br />“lama amat sih kamu buka pintunya”tanya mamaku.<br /><br />“i-iya mah, riri sedang tidur tadi” jawabku senatural mungkin agar mamaku tidak curiga. Padahal aku menahan geli dari remasan dan rabaan bocah-bocah nakal ini. Hanya pintu dan tembok yang memisahkan antara kami dan mamaku.<br /><br />“abis tidur kok keringatan gitu sih? AC nya rusak ya?” tanya mamaku heran. Memang aksi mesum dengan bocah-bocah ini tadi betul-betul panas sehingga badan kamipun berpeluh.<br /><br />“gak rusak kok mah, kalau abis bangun tidur siang gini emang suka keringatan sendiri walau ruangan ber-AC”. Kemudian kami sedikit mengobrol tentang apa saja yang kami lakukan hari ini. Sedangkan aris dan wawan masih asik melakukan perbuatan mesum padaku dibalik pintu dan tembok ini. Sebuah keadaan yang mesum di depan orangtua, hihii.<br /><br />Akhirnya kami selesai ngobrol dan mama beranjak pergi dari depan kamarku. Aku menutup pintu lalu aku, aris dan wawan tertawa-tawa tertahan. Betul-betul gila.<br /><br />“terus gimana? Masih mau lanjutin lagi nih? udah mau malam nih..” kataku pada mereka.<br /><br />“iya dong kak, lanjutin dong, kita kan pada belum keluar”kata mereka.<br /><br />“apanya yang belum keluar?” kataku menggoda melirik mereka.<br /><br />“pejunya kak, kami belum ngecrot nih kak, lanjutin yah kak, sampai kami nge crot” kata wawan vulgar.<br /><br />“hihihi, iya-iya” kataku nurut-nurut saja apa mau mereka ini. “yuk ke ranjang kakak” ajakku pada mereka. Mereka mengikutiku ke ranjang.<br /><br />“kak.. selipin penis kami di susu kakak ya.. tapi kakaknya baring aja” pinta aris nakal. Aku turuti kemauan bocah ini. Akupun berbaring di ranjang, Aris kemudian naik mengangkangi dadaku, sehingga penisnya sejajar dengan payudaraku.<br /><br />“kalian.. nakal amat yah..” godaku. Aris kemudian menempelkan penisnya di antara dadaku, kemudian ku jepit penisnya yang tegang poll itu dengan payudaraku.<br /><br />“ohhhh, nikmat susu kak” erang aris sambil menggoyangkan pinggulnya, menindihku yang berada dibawahnya. Wawan yang gak mau kalah mendekatkan penisnya ke mulutku, sehingga kini aku melayani penis-penis itu dengan mulut dan payudaraku. Mereka lakukan bergantian. Kini mereka berdua berbarengan menggesekkan penisnya di atas dadaku, aris sebelah kiri, wawan yang kanan. Kepala penisnya menyodok-nyodok putting payudaraku ini, bergesekan dengan putting payudaraku yang sensitif. Sepertinya mereka ingin mengeluarkan pejunya dengan posisi seperti itu, aku sih oke-oke saja. Setelah sekian lama menggesek akhirnya peju mereka tumpah dipayudaraku, tepat disekitaran putingku.<br /><br />“puas? Udahan yah.. belepotan gini dada kakak.. kalian sih.. nakal” pintaku sambil ku lihat di cermin hampir semua bagian depan tubuhku kena peju mereka. Kemudian aku beranjak dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri diikuti mereka. Tapi dasar mereka mesum, di kamar mandi mereka minta jatah lagi sampai pejunya keluar, terpaksa ku gunakan lagi tangan, dada, dan mulutku untuk memuaskan penis mereka. Tidak cuma itu, mereka juga minta untuk menyelipkan penisnya di pahaku, betul-betul mereka tidak ada puasnya.<br /><br />"Iya-iya deh, selipin deh penisnya di paha kakak, kalau kalian mau, boleh juga kok gesek-gesekin ke vagina kakak, tapi jangan dimasukkan yahh.." Kataku melepaskan celana dalamku dan menungging dilantai.<br /><br />Kini mereka bergantian menggenjot diriku, menyelipkan penis tegang mereka di paha mulusku bergantian. Kadang saat yang satu asik menyelipkan dan menggesek penisnya di pahaku, yang satu lagi sibuk memaju-mundurkan penisnya di dalam mulutku. Dilihat dari cermin besar di kamar mandi aku seperti disetubuhi depan belakang oleh kedua bocah ingusan dekil ini di atas lantai kamar mandi yang dingin. Hingga akhirnya mereka menumpahkan pejunya lagi, kali ini ngecrot bergantian di atas bongkahan pantatku yang menungging, melumuri kulit pantatku yang mulus dan putih, bahkan melumuri permukaan anus dan vaginaku.<br /><br />Akhirnya aktifitas mesum ini benar-benar selesai. Dengan diam-diam mereka keluar dari kamarku, aris kembali ke kamarnya, sedangkan wawan kembali pulang.</span><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-29365603675368533812014-03-05T19:50:00.001-08:002014-04-30T21:28:31.702-07:00riri exhib di vila<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Perkenalkan, namaku Riri, umurku bulan ini 18 tahun. Aku masih semester 1 di salah satu perguruan tinggi di Jakarta, jadi masih banyak waktu main-main dan happy-happy bareng teman-teman <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />. Kalau dari fisik sih aku tergolong cakep (pede XD) dengan wajah cantik, imut, rambut panjang sebahu, ukuran buah dada yang cukup gede juga menggemaskan, dibarengi kulit putih mulus tanpa cacat dan tubuh gak kurus-kurus amat ataupun gemuk-gemuk amat alias montok, pokoknya nafsuin deh kalau dipandang lelaki, bayangin aja sendiri.. <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" /><br />Kalau dari segi sifat sih aku orangnya baik, ramah dan gak nakal-nakal amat cuma sedikit exibisionis aja. Aku juga masih perawan. Sejauh ini kalau riri pacaran cuma pegang-pegangan aja, kadang cium-ciuman dan grepe-grepean sambil berbugil ria kalau si dianya udah gak tahan amat <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />, tapi tetap gak ada acara masuk-masukan karena menjaga perawan untuk suami tetap prinsip bagiku (ceileeehh...) sekian intronya, masuk ke cerita.</span><br />
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"></span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"><br />Liburan semester ini aku pengen habiskan beberapa hari di Puncak, mumpung papa ada Villa yang cukup besar, mewah dan ada kolam renangnya( siapa juga yang mau berenang ditempat dingin begini @,@). Aku mengendarai sendiri mobil Honda Jazz pink ku, karena ku anak gadis satu-satunya papa jadi aku sangat dimanjakan, senangnya.. Villa itu selalu terjaga kebersihannya karena ada Pak Mamat dan Mbok Narti yang selalu menjaga dan merawatnya, jadi aku gak perlu repot-repot lagi membersihkannya dulu. Seperti biasa kalau ada anggota keluarga ku ke sini Pak Mamat dan Mbok Narti balik ke rumahnya jadi aku bisa bebas mau ngapa-ngapain, mau telanjang ria juga bebas <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />.<br />Malam harinya aku lagi pengen olahraga biar tetap hangat dan biar nanti tidurnya enak, setidaknya lompat tali dan lari di treadmill. Aku Cuma memakai kaos putih lengan pendek yang cukup ketat tanpa bra <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />, celana hitam pendek yang juga cukup ketat. Tubuhku sudah kelihatan mengkilap karena keringat yang mengucur.<br />“kriuuukk” ada yang bunyi.<br />Duh perut aku yang lapar, baru sadar kalau aku belum makan malam dan waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, walau masih ada stock bahan-bahan makanan di dapur tapi aku lagi malas bikin. Untungnya ada tukang nasi goreng lewat, horeee..<br />“Bang, bang, nasi gorengnya satu ya bang..” pintaku pada bapak-bapak itu. Orangnya pendek dan agak gemuk dengan perut buncit, bermahkota rambut keriting yang sudah mulai beruban dan berlapiskan kulit hitam yang kusam. Ku taksir umurnya sekitar 50 tahunan.<br />“Pedas atau gak neng?” Tanyanya.<br />“Pedas dong, telurnya didadar ya bang” jawabku.<br />Tukang nasi goreng itu pun mulai membuat pesananku, tapi dasar lelaki, dianya melakukan tugasnya sambil melirik-lirik tubuhku yang mengkilap oleh keringat ini, apalagi dengan pakaian seksi gini. Karena bajuku yang ketat dan tanpa bra, membuat buah dada ku jadi tercetak dan pastinya jadi mangsa tatapan mesum tukang nasi goreng itu.<br />Hmm.. biarin deh dia liatin, sekali-sekali kasih ginian hihihi, batinku dalam hati.<br />“Habis olahraga ya neng?” tanyanya sela-sela masak nasi goreng<br />“Iya bang, biar segar” jawabku sambil tersenyum. “Habis ini juga mau berenang bentar” sambungku lagi.<br />“Malam-malam gini berenang neng? Gak dingin tuh?” tanyanya lagi<br />“Kan pendinginan bang, lagian aku gak pandai-pandai amat berenangnya jadi cuma rendamin badan sama mainin air aja” jawabku.<br />“Mau abang ajarin berenang neng?” tanyanya.<br />“Hmm, boleh tuh. Tapi Riri makan dulu yah” jawabku. Dianya Cuma senyum-senyum sendiri. Pasti dipikirannya saat ini penuh pikiran mesum terhadapku, dasar lelaki batinku.<br />“Oh ya, Nama neng siapa neng? Perkenalkan nama abang Slamet” katanya sambil mengulurkan tangan.<br />“Riri” jawabku ku menggapai salam dari tangan kasarnya sambil tersenyum manis. Makin nikmat matanya menikmati tubuhku dari dekat. Pak Slamet melanjutkan masaknya kembali. Tidak lama kemudian nasi goreng pesanankupun siap.<br />“Nih neng nasi gorengnya, tujuh ribu aja untuk neng yang cantik ini”<br />“Haha, bisa aja si abang deh, nih bang uangnya” sambil mendekat padanya ku berikan uang itu padanya. Tentu saja matanya gak sia-siakan kesempatan melihat buah dadaku lebih dekat. Aku menangkap matanya melihat dadaku.<br />“Ayo.. liat apaan? Ish ish bang Slamet matanya nakal yah.. “<br />“Eh-eh gak neng anu.. anu” katanya gelagapan.<br />“Anu- anu apa? dasar” kataku. “Gak jadi ah ajarin berenangnya, yang ada nanti malah matanya liatin tubuh Riri mulu” sambil memasang muka cemberut pura-pura bete.<br />“Gak kok neng, maaf neng”<br />“hmm, yaudah deh kali ni Riri maafin,” sambil masih memasang wajah cemberut padanya.<br />Aku pun melanjutkan untuk makan nasi goreng, tapi aku makannya di teras depan, ku lihat pak slamet merapikan gerobak dorong dagangannya. Tidak lama aku telah menghabiskan makan malamku karena ku benar-benar lapar.<br />“Nih bang piringnya” kataku sambil menyodorkan piringnya.<br />“Jadi nih bang mau ajarin riri berenang?” tanyaku padanya. Ya iyalah dia pasti gak bakal jawab nolak, kesempatan langka bagi tukang nasi goreng ini puas-puasin matanya ke tubuh gadis kota yang putih mulus dengan wajah cantik ini.<br />“Kalau gitu masukin aja gerobaknya bang terus tutup pagarnya” walau sekitar Villa ini cukup sepi, tapi untuk jaga-jaga biar gak nimbulkan masalah nanti mending gerobak itu aku suruh masuk.<br />“Iya neng” patuhnya.<br />Kami pun langsung ke halaman belakang. Disana terdapat kolam renang yang cukup gede plus gazebo. Aku berjalan didepan pak Slamet yang mengikutiku, tentu saja matanya gak lepas dari bongkahan pantatku yang bulat nafsuin.<br />“Riri pakai baju ini aja yah bang, gak bawa baju renang soalnya” kataku saat kami sampai di pinggir kolam.<br />“Eh, iya neng” katanya. Aku pun masuk ke kolam itu, cukup dingin ternyata.<br />“Bang Slamet…. Ayo masuk, katanya mau ajarin Riri berenang, cepetan” kataku padanya.<br />Dia masih bingung, sepertinya dia takut pakaiannya basah, aku pun ngerti.<br />“Buka aja bang baju sama celananya, bang Slamet pake kolor kan? Gak papa bang, pake kolor aja” Ujarku padanya dari dalam kolam. Dia pun mulai melepaskan baju dan celana panjangnya, dan tampaklah kolor kumalnya yang membungkus anunya yang tampak telah menonjol keras, tapi aku pura-pura gak tahu. Diapun mengikutiku masuk kedalam kolam. Tentu saja pikiran tukang nasi goreng itu makin mesum saja. Bayangkan saja, seorang gadis cantik montok putih mulus basah-basahan dengan pria tua tukang nasi goreng yang cuma pake kolor aja, kolornya hijau lagi -,-.<br />Dimulailah pengajaran renang oleh pria tua tersebut. Aku mempraktekkan apa yang dikatakannya, kadang dia memegang tanganku sambil aku mencoba mengayuh kakiku. Dengan posisi tersebut tentu saja wajahku mengadap ke perutnya, tampak sekilas olehku tonjolan dari kolor kumalnya dari jarak dekat begini.<br />Hihi, pasti dia ngaceng berat nih, batinku. Lama-lama di kolam malam-malam gini bikin gak tahan dinginnya. Aku pun meminta stop dulu belajar renang yang penuh dengan hawa kemesuman ini karena gak tahan dengan dinginnya. Aku pun keluar dari kolam diikuti oleh pak Slamet. Tentu saja pakaianku yang basah makin mencetak tubuhku, bahkan putting payudaraku tampak mencuat menjadi santapan matanya.<br />“Ish baaang, matanya nakal lagi ya.. awas ya” kataku pura-pura bete lagi.<br />“anu-anu, duh Sorry neng..” katanya gelagapan.<br />“Anu-anu mulu, tuh anunya tegang gitu, nafsu amat yah bang liat badanku tercetak pakaian basah gini?”<br />“Hehe, sorry deh neng, ya gimana lagi neng, pasti ngaceng dong kalau ngeliat neng kaya gini” katanya malu-malu menghadap tanah sambil garuk-garuk kepala.<br />Kami pun mengelap badan basah kami dengan handuk, karena yang aku bawa ke halaman belakang cuma satu, jadi kami pakai bergantian.<br />“Dasar mesum” Sungutku sambil melemparkan handuk padanya namun karena pak Slamet kurang sigap, handuk itu malah jatuh ke kolam dan basah. Jadinya pak Slamet gak jadi mengeringkan badannya.<br />“Ya udah masuk yuk bang, bilas dulu pake air hangat” Kami pun masuk ke dalam<br />Rumah. “ Bang, kayanya kalau manggil abang kemudaan yah, Riri panggil bapak aja gimana?” tanpa mempedulikan jawabannya aku terus berjalan masuk ke dalam.<br />“Nah, bapak pakai kamar mandi di bawah, Riri yang diatas yah..” kataku sambil memberikan handuk padanya, mungkin dia berharap kami mandi bersama, enak saja, haha. Aku pun naik ke lantai atas dimana kamarku berada yang memang ada kamar mandinya.<br />“Neeeng” teriak pak Slamet, tapi aku tidak mempedulikannya karena sedang melepaskan pakaian yang menempel ditubuhku.<br />“Neeeng” teriaknya lagi. “Apaan sih” , aku pun keluar kamar dengan hanya mengenakan handuk putih yang hanya menutupi dari dada hingga paha atasku.<br />“Apaan sih pak”<br />“Ini neng airnya gak mau nyala” katanya yang telah menggunakan handuk, tidak memakai apa-apa lagi di balik handuk itu karena tampak kolor kumalnya telah tergeletak di lantai.<br />Dengan cuma memakai handuk tanpa memakai apa-apa lagi di dalamnya, di sampingku ada pria tua yang juga hanya memakai handuk dengan penis yang mengacung, bayangkan saja betapa mesumnya keadaan ini. Aku pun mencek keran air tersebut, ternyata memang tidak mau nyala, kamar mandi ini memang jarang digunakan, tapi gak nyangka ternyata bisa rusak begini. “Yaudah pak, pake kamar mandi atas aja, tapi Riri dulu yang pake, baru habis itu Bapak yang pake, gak bareng loh mandinya” Ujarku sambil ketawa. “Oke deh neng”<br />“Yuk pak, ke atas, tunggu didalam kamar Riri aja” kataku tersenyum sambil menarik tangan kasarnya berjalan ke arah kamarku, tentu saja dia ngikut aja bagai sapi yang dicolok hidungnya, hihi. Kami pun sampai di dalam kamarku.<br />“Riri mandi dulu ya pak, tunggu sini aja, tapi jangan ngintip hehe” kataku sambil tersenyum manis padanya dan tertawa kecil.<br />“I- iya neng” jawabnya. Aku pun melanjutkan untuk mandi, air hangat ini terasa menyenangkan <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/biggrin.gif" title="Big Grin" />, tanpa ku ketahui handuk ku ternyata jatuh ke lantai dan basah. Hal ini baru ku ketahui saat selesai mandi. “Duh, sial amat, pake jatuh pula ini handuk. Paak.. Pak.. ambilkan handuk dong.. itu ada di lemari”<br />“I-Iya neng” katanya sambil menuju lemari dan mencari-cari handuk, taapi ternyata tidak menemukannya. “Gak ada neng handuknya, dimananya yah?” teriaknya.<br />“Ihhh.. di lemari pak, masa sih gak ad” teriakku dari dalam kamar mandi. Aku sadar ternyata handuk yang ku maksud itu yang ku pakai tadi waktu mengeringkan badan di kolam tadi dan handuk itu tergeletak basah di dalam kolam. Jadi satu-satunya handuk yang masih layak yang sedang dipakai bapak tukang nasi goreng ini.”Duhh.. ah ya sudah kalau gitu” kata ku dalam hati.<br />“Pakk” kataku dari dalam kamar mandi.<br />“Iya neng, ada apa?”<br />“Pinjam handuknya bapak sebentar yah, sebentar aja” Pintaku padanya. Yang tentu saja kalau iya, maka bapak itu tidak memakai apa-apa lagi alias bugil, di dalam kamar gadis cantik.<br />“eh, itu.. tapi bapak jadi gak pakai apa-apa dong neng” katanya.<br />“Iya, bentar aja kok pak, nanti kalau bapak masuk angin Riri yang tanggung jawab deh” ujarku.<br />“Ya udah neng, bentar” sambil pria tua itu membuka handuknya, tampak lah penis yang mengacung tegak yang dari tadi menahan nafsu.” Ini neng, buka pintunya neng”. Aku pun sedikit membuka pintu dan hanya menjulurkan tanganku keluar.<br />“Mana pak? Sini handuknya” kataku dengan hanya tangan yang mencoba menggapai-gapai handuk. Pak Slamet mendekat ke arah kamar mandi. Kami dalam keadaan sama-sama telanjang bulat saat itu. Penis pak Slamet semakin menjadi-jadi tegangnya, mendekati tanganku, hanya beberapa senti saja jarak tanganku dengan penisnya yang mengacung tegak. Kalau mau dia bisa saja menempelkan penisnya ke tanganku, hihi. Tapi pak Slamet masih bisa menahan dan memberi handuk itu ke tanganku.<br />Akupun menerimanya dan menutup pintu kembali.<br />“Pak.. pak..” teriakku lagi dari dalam kamar mandi.<br />“Iya neng, apa lagi neng?” tentunya pak Slamet menantikan kesempatan-kesempatan mesum berikutnya terhadapku.<br />“Ini pak, tolong ambilkan baju untuk Riri dong pak, itu di dalam lemari” kataku yang masih mengeringkan badan. Tentu saja si tua bangka itu mati kesenangan karena ada kesempatan mewujudkan fantasinya.<br />“Pilih aja yang bapak suka, apa aja boleh kok, terserah bapak deh maunya Riri pake baju kaya apa” kataku lagi. Sambil masih telanjang bulat, bapak itu membuka lemari kemudian mengacak-acaknya dan memilih-milih pakaian untuk ku kenakan. Tentu saja dia menemukan beberapa pakaian santai yang seksi, yang ketat maupun longgar serta dalaman-dalaman yang menggiurkan XD.<br /><br />“ Celana dalamnya jangan lupa yah pak, tapi kalau bh kalau bapak maunya Riri gak pakai juga gak papa” kataku, “hehe rasain, bapak mesum sih”, kataku dalam hati. Akhirnya dia selesai memilih pakaian untuk ku.<br />“Ini neng pakaiannya, hehe” dengan tawa mesumnya. Akupun mengeluarkan tanganku untuk mengambil yang dia berikan. Sebuah kaos biru muda longgar yang belahan lehernya sampai ke dada, yang tentunya akan menampakkan belahan dadaku bila ku kenakan tapi panjangnya sampai sedikit dibawah bongkahan pantatku, dan sebuah celana dalam putih. Jadi di balik kaos longgar itu cuma ada celana dalam putih itu saja. Betul-betul mesum. Aku pun mengenakan pakaian yang dia berikan tersebut.<br />Sebelum keluar kamar, aku menyerahkan kembali handuknya yang tadi aku pinjam. “Pak, ini handuknya” kataku mengeluarkan tanganku menyerahkan handuk itu.<br />“Iya neng”<br />“Makasih yah pak”<br />Tidak lama aku pun keluar kamar, kulihat bapak itu telah mengenakan handuknya kembali, tentu saja dengan penis masih mengacung tegak di baliknya. Melihat aku yang memakai pakaian seseksi itu tentu saja membuat acungan penisnya makin menjadi-jadi. Pakaian ini memang betul-betul seksi, memperlihatkan paha mulus putihku, dan bila berjinjit tentu saja seluruh bongkahan pantat bulatku akan nampak semua.<br />“ Ih, bapak sih, ngasih Riri baju kaya gini. Gimana pak, Riri pake baju yang bapak pilihkan ini? Seksi ya? Tuh kayanya anunya bapak ngaceng berat tuh liat Riri gini, hihi”<br />“Eh, eh, a.. aa.. iya neng, neng Riri seksi amat, duh, sorry ya neng, si otongnya gak bisa nahan” katanya gelagapan.<br />“Hehe, iya pak ya udah, gak papa kok, namanya juga laki-laki pak” kataku.<br />“Mandi deh pak, tunggu apa lagi? belum puas liatin Ririnya?” sambungku. Matanya masih menelusuri tubuhku, dengan pandangan nafsu yang menggebu-gebu.<br />“eh, i-iya neng” Pak Slamet melangkah masuk ke kamar mandi sambil masih menatap lekat-lekat tubuhku. Sebelum masuk ke kamar, dia berhenti lagi dan menatapku.<br />“Apa lagi sih pak? Masuk sana.. ih bapak gak puas-puas liatin dari tadi, nanti handuknya Riri tarik lho..” kataku menggoda sambil tersenyum nakal padanya.<br />“Mau dong neng, hehe” katanya diiringi tawa mesumnya.<br />“Ih dasar.. mesuuum. Hihihi, udah gak tahan banget ya pak? ya udah sana lepasin nafsunya, onani gih sana”kataku lagi.<br />“Hehe, iya deh neng, tapi onaninya sambil ngebayangin neng riri boleh ya?” tanyanya mesum.<br />“Iya-iya, sini masuk, lama amat” kataku ketawa kecil sambil menariknya masuk ke dalam kamar mandi. Akupun kini kini telah berada di dalam kamar mandi dengan pak Slamet.<br />“Hehe, kok ikutan masuk sih neng?” tanyanya.<br />“Bapak sih lama amat, ya udah deh bapak gak usah sambil ngebayangin riri aja onaninya, tapi liat langsung aja” kataku<br />“Ja-jadi neng nemenin bapak onani? Hehe, ok deh neng” tawa penuh kemesumannya.<br />“Iyaaaa, bapak puas-puasin deh liatin Riri sambil onani, keluarin tuh pejunya banyak-banyak, huh.. dasar. ” kata ku senyum-senyum padanya.<br />“Sini pak, biar Riri yang bukain handuknya, lama amat.” Kataku mendekatinya. Handuk itu pun terbuka, penis tegak itu pun akhirnya mengacung-ngacung menunjuk ke arahku.<br />“Tuh pak, ngaceng gitu.. hihi pasti nafsu banget yah pak, udah tegang poll, hihi” tawaku<br />“Hehe, iya neng. Bapak mulai ngocok ya neng”katanya<br />“Hihi, iya pak kocok aj, Riri disini aja kok nemanin bapak ngocok sampai pejunya keluar, hihihi” balasku.<br />“Oh.. uhh..”erangnya sambil mulai mengocokkan tangannya di penisnya. Aku hanya memandanginya saja, kadang sambil tersenyum-senyum manis padanya biar dia tambah nafsu.<br />“Napa pak? Enak yah.. erangannya gitu amat hihi” tanyaku sambil ketawa-ketawa kecil.<br />“I- iya neng, ohh.. uhhhhh hoooooohh… enak neng” lenguhnya<br />“hihi, kalau bapak mau ngomong kotor ke Riri, ngomong aj pak, mumpung Riri disini, kan biar Onaninya lebih enak” ujarku tersenyum padanya.<br />“iya neng… oohh.. Riri.. bapak mau remas-remas susumu, ohhh.. uuhhhh…. Bapak mau genjotin Riri, ngentotin Riri abis-abisan, semprotin badan neng Riri pake peju bapak… oohhhhhhhhhh hoh hohhhh” lenguhnya semakin menjadi-jadi, kocokan tangannya di penisnya juga semakin cepat. Aku hanya senyum-senyum saja padanya mendengar ocehan kotornya, kadang memutar dan meliukkan badanku untuk menambah nafsunya padaku.<br />“ohhhh… neng Riri, genjotin neng Riri, oughhhhh, neng Riri nafsuin, binaaal… pemuas nafsu lelaki… oh, remas susu neng Riri.. oughhh”<br />“Hihi, ayo pak.. ayo.. semangat pak”Kataku ketawa juga mendengar celotehnya.<br />“Neng, bapak keluar neng.. ohh uhhhh” Akhirnya keluar juga pejunya, menyemprot sekencang-kencangnya kearahku. Wajah jeleknya makin menjadi jelek saat dia melenguh orgasme begitu. Untung jarakku darinya gak dekat-dekat amat sehingga gak ada peju yang mengenaiku. Sangat banyak peju yang dia keluarin, berlumuran di lantai kamar mandiku. Dengan nafas ngos-ngosan bapak itu terduduk di pinggir Bathtub.<br />“Enak pak? Puas yah? Hihi”<br />“Enak banget neng, hosh hosh..” nafasnya masih memburu.<br />“Ya udah, bapak mandi deh, jangan lupa nanti lantainya disiram yah, ntar lengket-lengket, Riri keluar dulu ya.” Kataku<br />“Oke neng, hehe” senyumnya penuh kepuasan.<br />“Oh, ya, bapak mau Riri bikinin kopi gak?”tanyaku.<br />“Boleh neng, gak pakai gula ya neng” jawabnya. Aku pun keluar kamar menginggalkan dia sendiri yang masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru dia alami.</span></div>
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"></span><br />
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"><br /></span>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Setelah membuatkan kopi untuknya, akupun bergegas kembali ke kamar sambil membawakannya segelas kopi penuh cinta dari gadis muda <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />. “gila juga gue ngebikinin dia kopi, emang dia laki gue” kataku dalam hati. Sesampainya di kamar kutemukan pak Slamet masih bertelanjang ria.<br /><br />“Kok masih telanjang sih pak?” tanyaku.<br /><br />“Iya neng, baju bapak mana ya?” dia balik nanya.<br /><br />“Mana Riri tau pak”<br /><br />“Oh, kayaknya tertinggal di kamar mandi bawah tadi, hehe, tolong ambilin dong neng” pintanya menyuruhku, emangnya aku siapanya. Tapi tetap juga aku iyakan permintaannya.<br /><br />“Iya deh pak, tunggu bentar yah, nih pak kopinya diminum biar segar lagi” kataku menaruh kopi dan kemudian keluar kamar mengambil pakaiannya di kamar mandi bawah. Sekembalinya ku kemar ku lihat dia sedang memainkan hp ku, lancang sekali dia, tanpa izin utak atik hp orang. Tapi ya sudah lah, paling dia Cuma liat galeri foto ku aja, yang penuh dengan foto-foto imutku <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" /> ada juga pose yang menantang, tapi untung gak ad foto bugilku.<br /><br />“Nih pak, bajunya” kataku meletakkan baju itu di atas tempat tidurku.<br /><br />“wah, foto-foto neng riri cantik-cantik semua, nafsuin juga yah.. hehe” katanya mesum.<br /><br />“Makasih pak”, aku tersenyum bangga juga dibilangin gitu. Tapi oh ternyata, penisnya mulai berdiri lagi perlahan-lahan. Duh.<br /><br />“Paakkk… itunya diri lagi tuh, masa sih tegang lagi, kan baru dikeluarin”kataku terheran.<br /><br />“Gak tahu neng, gara-gara liat neng Riri dan foto-fotonya sih, hehe” katanya. Pak Slametpun bangkit dari tempat tidur, meraih kopi diatas meja dan meminumnya.<br /><br />“Gak dipake dulu pak bajunya, ntar masuk angin loh lama-lama telanjang” ujarku.<br /><br />“Hehe, bentar neng bapak masih mau santai dulu liat-liat foto neng Riri.” Tak butuh waktu lama, penisnya kembali tegang poll minta pelampiasan.<br /><br />“Pak foto-foto yuk..” ajakku padanya, entah aku dapat ide dari mana.<br /><br />“Wah, ayuk neng” tentu saja dia mau. Dia langsung mendekat kepadaku dan menyerahkan hp ku.<br /><br />“Sini pak dekat-dekat sinii” kataku manja meraih tangannya. Aku mengarahkan kamera diatas seperti foto anak-anak alay zaman sekarang. Wajah mulusku menempel dengan wajah kasar Pak Slamet .<br /><br />“Klik” Satu foto telah diambil. Aku melihat hasilnya.<br /><br />“Hmm lumayan” kataku. “Gaya Selanjutnya pak” pintaku.<br /><br />“klik” satu lagi foto diambil, kali ini kami berfoto didepan cermin. Pak Slamet memelukku dari belakang, tentu saja dia masih telanjang bulat sedangkan aku masih pakai pakaian minim yang tadi.<br /><br />“klik, klik, klik” beberapa gaya dan ekspresi kami ambil. Disela-sela berfoto tangan pak Slamet dengan nakalnya meraba dan menyentuh-nyentuh tubuhku. Aku diamin saja sih, gak papa lah pikirku. Sudah cukup banyak foto yang telah diambil, pusing juga mikirin gaya selanjutnya .<br /><br />“Gaya apa lagi nih neng? hehe” tanya mesumnya.<br /><br />“Hmmm.. apa ya…? Gini deh pak, Riri duduk dibawah ngadep ke penisnya bapak” Usulku padanya. Ku langsung turun duduk di lantai, sedangkan pria itu dengan penis mengacungnya mendekati wajahku.<br /><br />“Jangan dekat-dekat amat pak, bau tuh selangkangan bapak” kataku padanya agar menjauh sedikit. Penisnya kini hanya berada beberapa belas senti dari hidungku. Kalau dilihat dari cermin, posisi ini betul-betul mesum. Posisinya seperti aku sedang menyepong penisnya.<br /><br />“Nah, Riri foto ya..” “Klik”. Sambil tersenyum manis ke kamera ku ambil lagi sebuah foto. Sungguh sebuah foto yang sangat mesum. Acara foto-foto mesum itu kami lanjutkan dengan beberapa gaya lainnya, seperti cium-cium pipi sambil dia memelukku dari belakang, macam-macam deh <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />. Mungkin ada puluhan gambar, dan tetap dengan tangan nakal Pak Slamet yang meraba-raba tubuhku disela-sela kesempatan fotoria ini.<br /><br />“Udah ah pak, capek, bapak gak pulang? Sudah jam 11 ini” tanyaku padanya.<br /><br />“Bentar lagi neng, bapak masih pengen disini, bentar aja, yah.. yaaahh” Dia memelas. Aku tahu dia pasti belum puas bermesum ria padaku, tapi mau gimana lagi, dikasih hati dia malah ngelunjak.<br /><br />“Iya deh pak, tapi jangan lama-lama, ingat istri di rumah nungguin tuh”<br /><br />“Iya neng, hehe, kalau mau bapak cepat pulang, bantuin bapak ngecrot lagi dong neng, hehe” pintanya.<br /><br />“Gila nih tua bangka, makin ngelunjak aja” sungutku dalam hati. “Hmm.. iya deh pak, tapi janji ya habis ini bapak pulang, ngantuk juga nih pak mau bobo” jawabku.<br /><br />“Iya neng” pak Slamet setuju.<br /><br />“Terus maunya gimana? Hmm, naik ke ranjang Riri aja yuk pak, sini”. Akupun naik ke ranjang diikuti pak Slamet yang ketawa-ketawa mesum. Kami berdua duduk bersimpuh diatas ranjang. Ranjang gadis muda dengan sprei berwarna pink khas anak perempuan, yang kini diatasnya tidak hanya ada seorang gadis yang hanya dengan pakaian minim, namun juga bersama pria tua mesum kulit hitam tukang nasi goreng, telanjang, dengan penis yang mengacung-ngacung tegak dihadapan gadis muda ini. Kalau papaku melihat anaknya sedang dalam keadaan gini, bisa kena serangan jantung dianya.<br /><br />“Mau cium Riri lagi pak? Nihh.. “ sambil ku menyodorkan pipiku yang kiri kepadanya.<br /><br />“Muach” kecup bibir tebalnya di pipi mulusku.<br /><br />“Nih pak yang kanan juga”<br /><br />“muach, enyak… gurih gurih”<br /><br />“Hihihi, emangnya pipi Riri apaan sih pak” Kami pun ketawa berdua. “Lagi yah neng” Pintanya.<br /><br />“Iya pak, cium aja sepuasnya” Dia pun mencium wajahku bertubi-tubi, pipi, kening, hidung bahkan bibirpun habis dilibas bibir tebalnya. Bahkan tidak cuma ciuman tetapi jilatan-jilatan lidahnya yang nakal di wajah putih mulusku, aku sampai kewalahan karenanya.<br /><br />“Neng…”<br /><br />“hmm, iya pak ada apa?” tanyaku, dengan wajah yang cukup basah oleh air liurnya, terlihat mengkilap kalau ku lihat dari cermin.<br /><br />“Kocokin penis bapak dong” pintanya mesum.<br /><br />“Iya-iya, bapak berdiri gih” Lagi-lagi permintaan mesumnya aku penuhi dengan suka rela. Dengan duduk bersimpuh dihapan penisnya yang mengacung, aku mulai menggenggam penis hitam tersebut, sedangkan si empunya berdiri berkacak pinggang menikmatinya. Aku mulai mengocok penis itu maju mundur.<br /><br />“oughhh, enak bener, mantap” ujarnya<br /><br />“Enak ya pak? Hihi” godaku padanya. Aku terus mengocok penisnya yang hitam dekil itu, walau sudah mandi tetap aj dekil, apalagi baunya itu, gak patut banget dicuim aromanya oleh gadis kota putih mulus sepertiku. Tidak Cuma membau aromanya yang tidak patut, mengocok penis pria tua buncit ini, dikamarku, di atas ranjang tidurku dengan suka rela sangat-sangat tidak pantas.<br /><br />“Kocokin lebih kencang neng, buah zakarnya juga remas-remasin, hehe” pintanya.<br /><br />“Iyaaaa pak…” jawabku sambil tersenyum manis padanya. Kadang sambil mengocok penisnya, aku menatap matanya sambil tersenyum yang tentu saja makin membuat si tua bangka makin blengsetan gak nahan, membuat dia makin nafsu saja. Dari posisinya diatas, dia tentu dapat melihat payudaraku dari lubang leher kaosku yang semakin menambah nikmat Pak Slamet ini. Matanya juga sering menikmati kemulusan pahaku yang duduk bersimpuh di bawahnya, yang aku masih Cuma memakai celana dalam saja.<br /><br />“Enak pak? Udah pas belum kencangnya?” tanyaku menggoda sambil menatap wajahnya.<br /><br />“Pas Mantap neng, hehe, oughh”. Hampir 15 menit aku mengocoknya dengan tempo yang dia inginkan. Kadang suruh diperlambat, dipercepat, pake 2 tangan lah, remas-remas lah, apapun itu aku turuti juga.<br /><br />“Oughh, ooohhhh…. Enak neng”lenguhnya.<br /><br />“Pak, kalau bapak mau boleh kok remas-remas dada Riri” tawarku gak kalah mesum padanya. Tentu saja dia gak perlu disuruh 2 kali, dia langsung meremas dan menggrepe-grepe dadaku sambil aku masih tetap mengocok penisnya. Makin nikmatlah pria tua bangka ini dionanikan oleh gadis muda ini.<br /><br />“Awww pak, kuat amat sih remasnya, sakit tau!! nih rasain balasan Riri!” kataku balik meremas buah zakarnya.<br /><br />“Aw, aduh-aduh ampun neng, ampun,hehe”Ringisnya. Padahal aku gak benar-benar meremasnya dengan kuat, tapi dasar tua bangka lebay.<br /><br />“Neng, tangannya coba dirapatkan neng” Pintanya.<br /><br />“Ngapain sih pak? Rapatkan kaya gini?” tanyaku heran. Akupun melepaskan kocokanku dari penisnya dan memenuhi perintahnya merapatkan kedua tanganku. Aku masih menatapnya heran.<br /><br />“Bapak mau selipin penis bapak di antara kedua telapak tangan neng Riri” pintanya. Ckckck benar-benar mesum. Diapun menyelipkan penisnya di telapak tanganku, kemudian menggoyangkan pinggulnya sehingga penis hitamnya maju mundur di sela kedua telapak tangan mulusku. Kalau dilihat, dia seperti menyetubuhi tanganku.<br /><br />“Nakal yah, ada-ada aja nih pak Slamet, hihihi”<br /><br />“Hehe, abisnya neng Riri gak nolak sih, mau aja di nakalin dan dimesumin bapak, hehe” katanya kurang ajar.<br /><br />“Ihhh… kan bapaknya yang nakal, weeekk” kataku memeletkan lidah. Diapun melanjutkan aksinya yang bejat tersebut kepadaku. Menggenjot penisnya disela-sela telapak tanganku. Cukup lama juga dia melakukanku hingga akhirnya tanganku lelah menahan posisi tersebut.<br /><br />“Udah ah pak, bikin pegal tangan Riri aja” pintaku, tapi masih tetap membiarkannya melanjutkan aksinya.<br /><br />“Hehe, okedeh neng, tapi ada syaratnya neng”<br /><br />“syarat? Apaan sih pak? Tanyaku heran.<br /><br />“Baju neng Riri dibuka ya, bapak mau liat dada neng yang mulus itu loh, hehe” ucapnya, yang keluar dari bibir tebalnya. Makin ngelunjak aja dianya, lama-lama gue diperawanin juga nih, bahaya nih, batinku. Tapi dasarnya aku memang nakal, mau saja ngikutin hal-hal mesum darinya.<br /><br />“Bapak mau liat Riri telanjang dada ya? Mesum ihh bapaknya“ godaku padanya.<br /><br />“iya neng, mau yahh, gak papa kan? Mesum dikit gak papa kan neng, hehe” Mesum dikit apaan, ini sih mesum banget.<br /><br />“Sini neng, bapak bukain, hehe” tawarnya mesum. Aku membiarkan saja tangannya menyentuh badanku, meloloskan kaos yang menutupi tubuh montok indahku, sehingga hanya menyisakan celana dalam putihku. Mudah-mudahan cd gue masih diposisinya sampai ini selesai, amin, hehe.<br /><br />“Nahh… gini kan enak liatnya” cengengesannya. Payudaraku kini terpampang dihadapan pria tua mesum, yang status sosialnya jauh dariku, tukang nasi goreng kampung.<br /><br />“dasar.. mesum” kataku. Namun ku masih memberikannya senyuman manisku. Tanpa diperintah aku lanjutkan mengocok penisnya lagi.<br />Kini diatas ranjang kamar tidurku, kami sudah sama-sama bugil, bisa dikatakan gitu sih soalnya aku Cuma menyisakan celana dalam yang masih melekat di tubuhku, selebihnya setiap inci tubuhku menjadi mangsa tatapan mata pria tua mesum ini.<br /><br />“Selipin di dada yah neng penis bapaknya, hehe” pintanya. Aku sih nurut saja, karena dulu aku pernah melakukan ini pada pacar pertamaku, namun pacarku yang sekarang belum pernah merasakannya. Tapi malah dia, si tua bangka ini,yang bukan siapa-siapa dan juga baru kenal yang dapat menikmati kemulusan dan jepitan kulit payudaraku pada penis hitamnya.<br />Aku merapatkan kedua buah dadaku sehingga menempel dan membuat celah diantaranya. Pak Slamet kemudian menyelipkan penisnya di dadaku. Bukannya garuda di dadaku, ini malah burung pak Slamet didadaku<br />.<br />“ough enak neng”<br /><br />Aku menggoyangkan payudaraku naik turun, memberikan kenikmatan pada pria tua mesum ini.<br /><br />“oughh… yeeaaaahhh.. gitu neng, nikmat amat, mulusss, gurih gurih..” celotehnya. Sepuluh menit lamanya dia melakukan aksi titfuck ini. Aku masih setia bersimpuh dibawahnya menggoyangkan buah dadaku, meyelipkan penisnya naik turun. Tampak batang kulit penisnya yang hitam terbenam disela-sela kulit payudaraku yang putih mulus tanpa cacat ini. Karena posisi seperti ini, kepala penisnya hanya beberapa senti dari mulutku. Penisnya cukup panjang dan gede juga sih, kadang-kadang kepala penisnya menyentuh-nyentuh daguku dan kepala penisnya bergesek-gesekan dengan kulit mulus daguku, aku diamin saja.Puting merah mudaku juga bergesekan dengan paha pak Slamet yang berbulu itu makin memberikan sensasi kenikmatan bagi dirinya. Selain itu, mau tak mau aku harus mencium aroma masam penisnya tersebut. Aku biarkan saja pak tua ini puas-puasin menikmati jepitan buah dada mulusku di atas ranjangku.<br /><br />“Jreng-jreng.. tapi kamu kok selingkuh..” Tiba-tiba terdengar lagu Kangen Band mendering keras dari hpku, ada panggilan masuk.<br /><br />“Bentar pak, Riri lihat dulu siapa yang nelpon” Kataku sambil melepaskan penisnya dari dadaku. Tampak pak Slamet agak sedikit kecewa. Ku gapai hp ku diatas meja dan kulihat dilayarnya, Andi!, pacarku menelpon! Memang dia sering menelpon jam segini, biasanya kami teleponan sampai mataku ngantuk. Tapi sekarang, apa yang harus ku lakukan? Apa harus ku angkat sekarang? Didalam keadaan aku sedang bertelanjang ria dengan pria tua entah darimana, yang penisnya baru saja aku gesek-gesekan diantara dadaku.<br /><br />“Pak… pacar Riri nelpon nih, gimana dong?” tanyaku<br /><br />“ya angkat dong neng, mau bapak yang angkat? Hehe” jawabnya yang tentu saja tidak mungkin dilakukan.<br /><br />“Ya udah deh, diam yah pak, jangan berisik” pintaku. Tentu saja aku gak mau ketahuan sedang berduaan dengan makhluk tua ini, apalagi dalam keadaan mesum gini.<br /><br />“Oke neng, angkat aja” katanya. Aku pun menerima panggilan tersebut.<br /><br />“Halo” sapaku<br /><br />“haloooo sayang, lagi ngapain?” sapanya dari seberang telepon.<br /><br />“gak lagi ngapa-ngain kok, sayang lagi ngapain? Pasti lagi main game yah..” balasku. What? Gak lagi ngapa-ngapain? Nyatanya aku lagi bermesum ria dengan pak Slamet bahkan baru saja melakukan titfuck pada pak Slamet yang bahkan pacarku Andi belum pernah merasakannya.<br /><br />“Iya nih, lagi main PES nih sayang, gimana hari pertama liburan di Puncaknya? Gak ngajak-ngajak ya kamunya, hehe”<br /><br />“biasa aja kok yang…”padahal sangat luar biasa mesum. Kamipun ngobrol tentang kejadian sehari ini, biasanya antara kami tidak ada yang ditutup-tutupi, tapi kali ini lebih baik aku bohong padanya. Di sela-sela perbincanganku, pak Slamet masih juga menggrepe-grepe tubuhku, terutama dadaku yang montok, mana mau dia biarkan nganggur. Kadang remasannya cukup keras membuatku menjerit kecil.<br /><br />“Aw”<br /><br />“napa yang?” tanya Andi.<br /><br />“gak kok, nyamuk ini gede amat, nakal nih nyamuknya” Aku menatap tajam ke pak Slamet, isyarat agar dia menghentikan aksinya meremas-remas dadaku, tapi dianya hanya tertawa cengengesan saja. Lama-lama kubiarkan saja dia meremas buah dadaku. Aku jadi harus mencari-cari alasan kenapa sampai aku menjerit-jerit kecil dari tadi, tanpa menepis tangan mesum pak Slamet, ku biarkan saja dia masih tetap asik menggrepe-grepe dan meremas-remas dadaku.<br /><br />“yang bentar yah, haus nih, mau ambil minum dulu” katanya diseberang telepon. Kesempatan ini aku gunakan untuk bicara pada pak Slamet.<br /><br />“paak…, ih…. udahan ah, lagi nelpon nih” kataku sambil ku tutup tanganku pada hp ku untuk jaga-jaga.<br /><br />“gak mau ah, sambil muasin bapak kan bisa neng, hehe” katanya menolak.<br /><br />“ihhhh… bapaaaaakk, nakal ih” rengekku. “ya udah deh nih” Aku pun menghidupkan speaker hp ku, jadi aku gak perlu repot-repot nelpon sambil pegang hp.<br /><br />“jangan brisik yah pak, ini pakai speaker lho, bisa kedengaran ntar” pintaku.<br /><br />“hehe, sip neng” setujunya. Ku letakkan hpku diatas meja lalu aku pun melanjutkan mengocokkan penisnya yang hitam itu.<br /><br />“halo sayang” suara dari seberang telpon, sepertinya andi sudah kembali.<br /><br />“eh, i-iya yang, sudah minumnya?” kataku gelagapan. Gimana tidak, yang menelpon disana adalah pacarku, tapi disini aku sedang mengocok penis orang lain, tua bangka lagi. Kami pun lanjut ngobrol, sambil aku tetap setia mengocok penis pak Slamet.<br />Pak Slamet memberi isyarat agar aku menjepitkan payudaraku lagi, aku nurut saja, dan kembali aku melakukan titfuck pada pria tua ini, sambil masih teleponan sama si Andi pacarku. Karena harus menggoyang naik turun, tentu saja membuat nafasku ngos-ngosan, untung saja Andi tidak menyadarinya.<br /><br />Pak Slamet melepaskan penisnya dari jepitan dadaku, sepertinya dia mau ngomong sesuatu padaku. Dia merangkak didekatku dan berbisik ditelingaku.<br /><br />“neng, bapak mau nyelipin penis bapak di paha neng riri ya” bisiknya. Betul-betul mesum nih tua bangka, tapi aku juga tidak menolak ajakannya melakukan hal yang lebih mesum lagi.<br /><br />“neng Riri nungging deh, buka dikit pahanya” pintanya lagi. Aku pun menuruti permintaan mesumnya. Ku bersiap mengambil posisi menungging, tapi tiba-tiba ide gila terlintas dibenakku. Kini aku yang mendekati pak Slamet dan berbisik ke telinganya.<br /><br />“Bapak mau nyelipin penis bapak ya” godaku nakal.<br /><br />“Gimana kalau Riri lepasin aja celana dalam riri pak, biar lebih enak, mau?” sambungku lagi menggoda sambil tersenyum nakal pada pak Slamet.<br /><br />Pak slamet cuma angguk-angguk macam orang ayan, mati kesenangan dianya, hihihi <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" /> ya iyalah mana mau nolak. Akupun berdiri dan dengan gerakan perlahan, ku pelorotkan celana dalamku sedikit demi sedikit, kadang ku goda dia dengan menarik naik kembali celana dalamku. Di telepon, si Andi seperti sedang ngomong sendiri saja. Hihihi bisa kalian bayangkan bagaimana benar-benar nakalnya aku.<br />Kini aku betul-betul sudah bugil tanpa sebenangpun dihapadan pria tua ini, betul betul suasana yang mesum.<br /><br />Akupun mengambil posisi nungging, memperlihatkan lubang vagina dan anusku yang menantang pak Slamet untuk dimasuki penisnya. Pak slamet makin horny saja karenanya. Tapi sesuai permintaannya dia Cuma mau nyelipin penisnya disela pahaku, maka mulailah penisnya mendekati bongkahan pantat mulusku. Sebelum menyelipkan penisnya di pahaku, pak Slamet sempat menggesek-gesekkan penisnya dipermukaan vagina ataupun anusku. Aku sih gak apa-apa asalkan gak dimasukin. Penisnya kini nyelip di antara paha atasku, tepat di bawah permukaan vaginaku yang mulus tanpa bulu, yang masih sempit karena masih perawan. Pak Slamet mulai memaju-mundurkan penisnya disela-sela paha putih mulusku sambil dari belakang meremas-remas buah dadaku. Sebuah sensasi yang luar biasa yang baru kali ini ku lakukan, bahkan dengan pacar-pacarku sebelumnya belum pernah aku melakukan ini.<br /><br />Sambil menungging dan pak Slamet memompa penisnya di pahaku dan meremas dadaku, aku masih teleponan dengan Andi. Cukup lama juga pak Slamet memompa, tubuhku dan tubuh pak Slamet sudah banjir keringat,hawa mesum memenuhi ruangan kamarku. Kocokannya makin cepat, sepertinya dia mau keluar. Dan akhirnya keluarlah pejunya di sela-sela paha mulusku, beberapa tetes mengenai permukaan vaginaku dan ada yang sampai mengenai payudaraku. Satu dua detik Pak Slamet menahan suara lenguhannya, tapi tidak sedetik kemudian.<br /><br />“OUGGGHHHHH OOHHHHHH UHHHHHHHHHHHH” seperti sapi disembelih pak Slamet melenguh nikmat sekeras-kerasnya sejadi-jadinya. Tentu saja aku terkejut bukan main, mungkin begitu juga Andi diseberang telepon sana. Cepat-cepat kumatikan hp ku supaya tidak lebih gawat lagi. Betul-betul kurang ajar si Slamet ini dengan sengaja dia melenguh seperti itu.<br /><br />“Paaaaaaaaaaaakk, apa-apaan sih, ntar ketahuan gimana?? Ihhhh…. Bapaaaak “<br /><br />“Sorry neng, hehe, nikmat benar sih…”<br /><br />“tapikan… ihhhh… bapak, yaudah deh gimana lagi, pasti enak banget ya pak, gitu amat melenguhnya” godaku sambil tersenyum manis padanya.<br /><br />“Iya neng, paha neng Riri yahut bener, gak tahan bapak”<br /><br />“Dasar, mesum ih, jelek, weekk” balasku. Betul-betul panas rasanya hawa kamar ini dengan tubuh kami berdua penuh keringat begini, ku lihat di cermin wajah putih ku memerah, dan badanku mengkilap karena keringat, apalagi wajah pak Slamet semakin menjadi-jadi jeleknya .Ku duduk ditepi ranjang , ku ambil hp ku dan cepat cepat ku sms si Andi. Ku bilang saja tadi suara sapi sebelah Villaku lagi disemblih berbarengan dengan hp ku lowbat, gak ada alasan yang masuk akal lagi sih,hihihi. Untungnya Andi tidak curiga.<br /><br />“Udah yah pak, udah puas kan?” tanyaku pada si tua Slamet.<br /><br />“Hehe, iya neng, makasih yah, enak bener”jawabnya. “Bapak pulang dulu yah neng” sambungnya lagi.<br /><br />“ya iyalah harus pak, udak malam gini, udah jam 1 ini” untungnya dia gak macam-macam lagi. Setelah siap-siap diapun turun kebawah untuk pulang. Aku mengantarnya kebawah dengan masih telanjang bulat, kami bahkan sempat ciuman, untung gak keterusan. Akhirnya pak Slamet menarik gerobaknya keluar dari Villa.<br /><br />“Huh betul-betul pengalaman yang tak terlupakan kemesumannya.. hihihi <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/tongue.gif" title="Stick Out Tongue" />”<br /><br />Tamat</span></div>
</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-32193359303552601202014-02-26T19:59:00.003-08:002014-04-30T21:23:31.006-07:00Yang Terlupakan<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Sepasang mata itu kini kembali berada dihadapanku, sepasang mata yg sungguh tak asing lagi bagiku, sepasang mata yg sekitar 12 tahun lalu begitu akrab denganku, sepasang mata yg dulu begitu menaruh harapan besar bagiku, sepasang mata yg dulu begitu berbinar.<br /><br />Tapi tidak dengan yg ada dihadapanku saat ini, sepasang mata yg sama, namun dengan tatapan yg berbeda. tatapan yg menggambarkan suatu kepasrahan, keletihan dan kekecewaan. Sorot mata yg dulu selalu membuatku berbunga-bunga, kini justru membuatku gelisah. sorotan mata itu kini seolah sedang menghakimiku.<br /><br />“ Mengapa dulu kamu menolak permintaanku hen? Mengapa kamu justru menghindar..? ” mulai berkata bibirnya, bibir yg dulu selalu membuatku gemas untuk melumatnya, kini dibaluri dengan lipstick, walaupun tidak terlalu tebal, mungkin hanya sekedar untuk membuatnya agar tidak terlihat terlalu pucat.</span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"><br />“ Waktu itu aku masih terlalu muda win, aku samasekali belum memiliki keberanian untuk itu..apalagi waktu itu aku harus menyelesaikan kuliahku di jogja ” jawabku. sebuah jawaban yg egois, dan seolah ingin lepas tangan.<br /><br />“ Aku paham hen, dan alasanmu itu memang bisa dimaklumi, dan akupun bisa menebak, pasti alasan itu yg akan terlontar dari mulutmu..” ucapnya, sebuah ucapan yg aku rasakan bagaikan sebuah cibiran.<br /><br />Kursi-kursi kosong di Kafe dikawasan selatan kota Jakarta itu berangsur-angsur mulai diisi pengunjung, alunan musik lembut yg terdengar dari sound system tak mampu menghanyutkan aku kedalam suasana yg rilek, perasaanku masih seperti tadi, gundah.<br /><br /><br /><br />********<br />12 tahun lalu,<br /><br />Seperti biasa, dalam 4 bulan belakangan ini, semenjak Winda menjadi pacarku, kami selalu pulang bersamaan, dan dengan setia aku selalu mengantarnya pulang dengan sepeda motorku.<br /><br />Winda memang cantik, walaupun bukanlah gadis tercantik di SMU tempatku itu, masih ada beberapa gadis lain yg lebih cantik dari winda. Namun entah mengapa, winda lebih menarik perhatianku, untuk alasan yg akupun tidak bisa menjelaskannya. Terlepas winda memang memiliki wajah yg manis, imut, hidung mancung dengan kulitnya yg putih bersih. Dan yg membuat aku selalu gemas, bila aku melihat bibirnya yg mungil yg selalu tampak basah berkilat oleh sapuan lidahnya. Namun itupun bukanlah alasan yg paling utama sehingga aku memutuskan untuk memacari winda, banyak juga gadis-gadis lain yg memliki kriteria seperti winda, bahkan lebih.<br /><br />“ Woooii… kemana aja ditungguin dari tadi..” protesku pada winda, karena aku harus menunggunya hampir setengah jam.<br /><br />“ Sory ya cayaaang… tadi ada urusan sedikit dikantor guru BP..” jawab winda, sebuah perkataan sayang yg selalu membuatku berbunga-bunga, sepertinya kata-kata winda yg seperti itu selalu mampu mencairkan perasaanku yg dalam kondisi yg marah sekalipun.<br /><br />“ Hen, ngomong-ngomong selama ini aku belum pernah kerumah kamu, dan aku juga belum tau rumahmu itu dimana, sebaliknya tiap malem minggu kamu selalu apel kerumahku… gimana kalau sekarang aku main kerumah kamu..” ujar winda memberi usul.<br /><br />Memang selama 4 bulan kami berhubungan, belum pernah sekalipun winda berkunjung kerumahku, dan memang sudah sewajarnya jika winda sesekali ingin berkunjung.<br /><br />“ Tumben, baru ngomong sekarang… kirain enggak sudi main kerumahku..” ujarku menggoda.<br /><br />“ Iiihh, suka gitu deh… abis kamu sendiri enggak pernah nawarin sih..” rajuknya sambil mencubit lenganku.<br /><br />“ Oke deh, ayo..” ajakku, seraya winda membonceng dibelakangku.<br /><br />Dan tak berapa lama sepeda motorku meluncur melintasi lalu-lintas Jakarta yg padat.<br /><br />*******<br /><br />“ Assalamualaikuuuuummm… ma..mama… ini winda datang ma..” teriakku, memanggil ibuku.<br /><br />Aku memang sangat dekat dengan ibuku, sering aku curhat dengan ibu, termasuk tentang kedekatanku dengan winda, sehingga ingin sekali aku memperkenalkannya pada winda.<br /><br />“ Wah… ibu baru keluar tuh mas hendra, katanya sih mau kondangan ke bogor gitu…” yg menjawab adalah mbok surti, wanita setengah baya yg semenjak aku lahir sudah bekerja dirumahku.<br /><br />“ Ya udah lah kalo begitu mbok.. oh iya win, ini kenalin mbok surti, dia sudah lama bekerja dirumahku, bahkan sebelum aku lahir, mbok surti walaupun cuma pembantu disini tapi udah kita anggap seperti keluarga sendiri lho win..” terangku.<br /><br />“ Saya winda, apa kabar mbok? “ sapa winda dengan ramah, sambil mencium tangan mbok surti, yg justru membuat mbok surti menjadi salah tingkah karna sadar akan posisinya sebagai pembantu.<br /><br />Inilah salah satu yg membuatku kagum dengan winda, sikapnya yg sopan, ramah, dan selalu menghormati orang yg lebih tua, serta tak pernah memandang seseorang dari setatus sosialnya, walau dengan seorang pembantu sekalipun.<br /><br />“ Ya udah win, kita langsung masuk aja.. “ ajakku kepada winda yg masih berdiri dibelakangku.<br /><br />“ Tolong siapin makan buat kami berdua ya bi…” ujarku, pada bi surti.<br /><br /><br />Selesai makan siang kami duduk diruang santai sambil menyaksikan acara tv, setengah jam sudah kami duduk berdampingan disofa.<br /><br />Sebenarnya kami sudah sering duduk berdampingan berdua seperti sekarang ini, terutama setiap sabtu malam yg biasanya aku ngapel kerumah winda, dan itupun kami hanya sekedar ngobrol atau sesekali bercanda, senggol-senggolan, tak lebih dari itu. Sebenarnya ada keinginanku untuk mencium bibirnya yg menggemaskan itu, tapi aku tak memiliki keberanian untuk itu, karna memang disaat aku ngapel kerumahnya, selalu saja kedua orang tuanya ada disana.<br /><br />Berbeda dengan yg saat itu, saat dirumahku. Saat itu rumahku sepi, seperti biasa ayahku sedang berada dikantornya, dan hingga menjelang malam baru tiba dirumah. Dan ibuku seperti yg dikatakan mbok surti, sedang pergi kondangan diBogor bersama dengan adikku. Dan mbok surti, sekitar lima menit yg lalu keluar untuk menengok familinya yg sakit, katanya sebelum mahgrib baru dia akan pulang, begitu katanya.<br /><br />Suasana yg seperti itu membuatku terpancing untuk melakukan sesuatu yg selama ini kuhayalkan, ya.. ingin sekali kukecup bibir yg ranum berwarna merah jambu alami tanpa polesan lipstick itu, dan yg selalu basah berkilat oleh sapuan lidahnya.<br /><br />Kurapatkan tubuhku pada tubuhnya, winda hanya melirik sesaat untuk kemudian perhatiannya kembali tertuju pada pesawat tv. Wajahku mulai mengarah pada lehernya, yg saat itu rambutnya dijepit dengan hairclip, sehingga memperlihatkan lehernya yg jenjang dan putih. Harum kurasakan aroma tubuhnya, sehingga merangsangku untuk menghirupnya lebih dalam sambil memejamkan mataku, disaat aku menghembuskan udara dari tarikan nafasku yg panjang kelehernya itu, winda sedikit kaget.<br /><br />“Aww… apaan nih.. panas banget nafasmu, geli ih..” ujarnya manja.<br /><br />Tak kuberikan jawaban dari ucapannya itu, kecuali tanganku yg meremas tangannya, winda hanya terdiam. Kini hidungku mulai menyentuh dan menyusuri sekujur lehernya. Kulihat matanya terpejam, tanpa berkata-kata.<br /><br />“ Win, kita ciuman yuk..” ujarku polos<br /><br />“ Tapi aku belum pernah..” ujarnya, tak kalah polosnya<br /><br /><br />“ Aku juga belum pernah, kita coba aja, kita kan sering lihat difilm-film..” ujarku, sambil tanganku masih menggenggam tangannya yg lembut.<br /><br />Winda hanya diam dengan ajakanku itu, namun bahasa tubuhnya mengisyaratkatkan bahwa ia menyetujuinya. Pandangannya yg sebelumnya terarah pada pesawat tv, kini beralih kehadapanku, kami saling bertatapan. Kudekatkan wajahku pada wajahnya, hingga tinggal menyisakan sekitar sepuluh sentimeter saja jarak yg membatasi, pada saat itu pula winda memejamkan matanya, namun kini mulutnya setengah terbuka.<br /><br />Sejenak kunikmati wajahnya dari jarak yg sedemikian dekat itu, dan bibir itu, bibir yg selama ini menggodaku untuk ingin mengecupnya, bibir yg ranum berwarna merah jambu alami tanpa polesan lipstick, bibir yg selalu basah oleh sapuan lidahnya.<br /><br />Hup.. kutempelkan kini bibirku pada bibirnya, kurasakan bibirnya yg dingin, kontras dengan hembusan nafas yg kurasakan keluar dari mulutnya yg begitu hangat. Ada sensasi yg berbeda saat bibir kami saling berpagutan, walaupun secara harfiah tak ada nikmat yg dapat dirasakan saat bibirku mengecup bibirnya itu, tak ada rasa manis,rasa gurih atau apapun, hanya hambar, atau istilahnya anyep.<br />Namun ada nikmat yg berbeda yg aku rasakan, nikmat yg tidak dapat aku terjemahkan dalam kata-kata, entah apa rasanya itu, yg pasti nikmat yg semakin membuatku keranjingan untuk terus memagut bibirnya itu. kini bibirku mulai merangsak, mengulum-ngulum dengan gerakan kasar dan tidak beraturan, yg hanya mengikuti naluri dari gairahku belaka, mungkin karna “jam terbangku” memang masih nol untuk urusan yg satu ini. Namun tak ada protes atau isyarat dari winda yg menunjukan ketidak sukaan atas aksi yg aku berikan, sebaliknya diapun melakukan aksi yg sama seperti yg aku lakukan. Bahkan kurasakan kini winda memainkan lidahnya, yg membuatku juga melakukan hal yg sama, hingga kami saling berpilin lidah, walaupun dengan cara yg kasar dan tak beraturan.<br /><br />Nafas kami semakin memburu, kini kedua tanganku memeluk tubuhnya, begitupun dia. hingga beberapa menit kami saling berpagutan, sampai akhirnya kulepaskan ciumanku dari mulutnya sekedar untuk mengambil nafas, kulihat winda memajukan wajahnya kearahku dengan mulut agak terbuka, seolah tak rela bila aku melepaskan pagutannya, namun beberapa saat kemudian ia tersenyum malu, lalu dengan rela menarik kembali wajahnya menjauh dariku.<br />Kutarik nafas dengan terengah-engah hingga beberapa saat, lalu kami saling bertatapan, saling tersenyum, lalu tumpahlah tawa dari mulut kami, walaupun kamipun tak tau apa yg sesungguhnya kami tertawakan.<br /><br />Tak lama kemudian kami ulangi hal yg sama, kali ini kami lebih rilek dan lebih percaya diri, mungkin setelah kami saling mengetahui bahwa kami memang menyukainya, sehingga tak ada lagi perasaan kawatir bahwa winda tak menyukai dengan cara yg kulakukan, begitu juga sebaliknya dengan yg dirasakan winda.<br />Kami lakukan itu beberapa kali dengan tak sedikitpun rasa bosan, sepertinya itu bagaikan candu yg membuat kami terus menagih dengan tanpa kunjung datangnya rasa puas. Untuk yg kesekian kalinya kami melakukannya sudah semakin rilek, bahkan sesekali diselingi oleh canda dan beberapa “eksperimen” yg kami lakukan.<br />Windapun semakin manja padaku. Kini tak lagi dia duduk disampingku, melainkan selalu berada dipangkuanku. Dan tak sedetikpun rela untuk menjauhkan bokongnya yg padat dari kedua pahaku yg ditindihinya.<br /><br />“ Eh, yang… lidah kamu dikeluarin dong.. dijulurin,…. nah iya begitu…” pintanya padaku, yg segera aku turuti permintaannya untuk menjulurkan lidahku. Lalu dengan lembut dikulumnya lidahku dan digerakannya maju mundur sehingga lidahku seperti berpenetrasi didalam mulutnya yg hangat. Yg setelah itu kumintanya untuk melakukan hal sama, dan kini sekarang aku yg mengulum lidah winda yg terjulur.<br /><br />Dalam jiwa kami yg masih muda, yg selalu ingin tau, hingga selalu kami ingin mencoba sesuatu yg baru, dan semakin banyak kami mencoba, semakin ingin pula untuk mencobanya yg lain, dan semakin lagi ingin yg lebih jauh, begitulah yg ada pada diri kami saat itu.<br /><br />“ Eh, yang.. sekarang buka susu kamu dong, aku pingin liat nih..” pintaku pada winda<br /><br />“ Ah, enggak usah dulu deh, aku malu nih.. “ ujarnya<br /><br />“ Dikiiiiittt… aja yang, enggak usah kamu buka bajunya, cukup buka kancingnya aja..” rayuku<br /><br />Rayuanku akhirnya dapat meluluhkan hatinya, dibukanya kancing seragam putih yg dikenakannya, sehingga memperlihatkan dua buah gunung kembar yg masih terbungkus oleh bh. Walaupun masih terbungkus dengan bh namun cukup terlihat ukuran dan bentuk payudara winda yg lumayan besar untuk ukuran gadis abg seperti dirinya. Seperti biasa segala yg ada pada diri winda selalu membuatku penasaran, selalu membuatku ingin mengetahuinya lebih jauh, hingga tanpa meminta ijin pada empunya gunung kembar itu, kutariknya kebawah bh yg membungkusnya, dan tersembulah buah dada yg bulat,putih tanpa cacat, dan putingnya itu, yg berwarna merah jambu, membuatku tergoda untuk melumatnya, ingin kukulumnya.<br /><br />Posisi winda yg duduk mengangkang dipahaku, membuat buah dadanya yg terbuka itu tepat berada didepan wajahku. Hingga diri ini yg sudah dilanda oleh birahi yg begitu tinggi, membuatku langsung membenamkan wajahku pada dua gunung kembar itu, dan akhirnya kukulum putingnya yg merah jambu itu, kulihat winda tak protes sedikitpun, kecuali matanya yg kini terpejam dengan sesekali terdengar desahan lembut dari bibir indahnya itu.<br /><br />Melihat reaksi winda yg seperti itu, seolah bagaikan isyarat yg diberikannya padaku untuk terus mengulum dan melumat puting susunya. Puas aku dengan yg sebelah kanan, beralih yg kiri, sesekali kuremas buah dadanya yg besar dan bulat itu, kulihat ekspresi winda yg tampak begitu menikmati dengan apa yg aku lakukan, kini dari mulutnya mulai berani mengungkapkan apa yg dia rasakan.<br /><br />“ Zzzzzzzz…aaaaaahhhhhhh…. Terus yang, enak yang… terus isepin tetek aku yang, aaaahhhh…” gumamnya, sambil kedua tangannya kini memeluk kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam didalam buah dadanya.<br /><br />Cukup lama aku mengoral buah dadanya, kini tanganku beralih pada pahanya yg putih mulus yg nangkring diatas pahaku. Tanganku merayap memasuki rok abu-abunya, terus menjelajah hingga kecelana dalamnya,kuusap-usap memeknya yg masih terbungkus oleh celana dalam itu.<br /><br />Nafsu birahiku semakin tinggi, sepertinya aku ingin lebih dan lebih lagi dari hanya sekedar cium dan raba. Hingga kubisikan sesuatu ditelinga winda.<br /><br />“ Yang… kita ML yuk…” bisikku dengan lembut, sepertinya dia agak terkejut dengan permintaanku yg satu itu, untuk beberapa saat dia tidak memberikan jawaban, hanya terdiam, entah apa yg dipikirkannya. Hingga..<br /><br />“ Aku enggak bisa hen… kita enggak harus yg sejauh itu..” ujarnya<br /><br />“ Kenapa sayang…?” tanyaku<br /><br />“ Aku hanya akan melakukannya pada saat menikah..” jawabnya.<br /><br />“ Enggak apa-apa sayang, toh nanti juga kita pasti akan menikah juga..” ujarku<br /><br />Kali ini dia menatapku, seolah ragu, apakah perkataan terakhirku tadi bisa dijadikan pegangan baginya, sehingga sepertinya dia ingin aku memberikan penegasan yg bisa ia pegang sebagai sebuah janji.<br /><br />“ Kamu janji hen..? janji akan terus bersamaku sampai kita menikah nanti..? “ ujarnya<br /><br />“ Aku janji win.. setelah aku lulus kuliah, lalu bekerja, pasti aku akan menikahimu.. aku janji.. karna aku mencintaimu.” Jawabku dengan penuh keyakinan, dan memang yg kukatakan saat itu betul-betul tulus dan jujur sebagai suatu keinginanku, bukan sekedar rayuan kosong agar mendapatkan apa yg kuinginkan darinya.<br /><br />Winda memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang, seolah puas dengan jawaban yg aku berikan.<br /><br />“ Gimana yang…? “ tanyaku<br /><br />“ Apanya yg gimana..? jawabnya<br /><br />“ M…L.. kamu mau enggak ? ” ujarku.<br /><br />Winda hanya menjawab dengan tersenyum, seraya menganggukan kepalanya perlahan. Yg segera aku kecup bibirnya dengan mesra.<br />Bagaikan kisah adam dan hawa, dimana hawa berhasil merayu adam untuk memakan buah kholdi, itulah yg terjadi pada kami, hanya kini akulah yg berperan sebagai hawa, bukan sebaliknya.<br /><br />“ Dikamarku aja yuk.. biar leluasa..” ajakku<br /><br />“ Terserah kamu deh..” jawabnya<br /><br />“ Iya, tapi kamu bangun dong..” pintaku, karna winda yg masih berada dipangkuanku.<br /><br />“ Gendong…” ujarnya manja, yg langsung ku kecup lagi bibirnya dengan gemas.<br /><br />Karna posisinya yg berhadapan denganku, sehingga hanya tinggal aku berdiri, praktis winda berada dalam gendonganku dengan kedua tangannya yg melingkari leherku, sementara kedua kakinya dijepitkannya pada pinggulku. Aku berjalan menuju kamarku sambil menggendong winda yg tak henti-hentinya tertawa.<br /><br /><br />Kuhempaskan tubuh winda diatas ranjang tidurku, hingga posisinya kini telentang. Saat itu nafsu birahi telah menguasai diriku sepenuhnya, hingga kutarik lepas celana dalam yg membungkus memeknya, namun begitu celana dalamnya berhasil kulepas, ditutupinya selangkangannya dengan kedua telapak tangannya.<br /><br />“ Buka dong sayaaaang… masa’ ditutupin sih..” rayuku<br /><br />“ Aeeeng… aku malu yang..” jawabnya manja, yg segera kukecup bibirnya dengan lembut.<br /><br />“ Buka ya sayang… oke deh, biar kamu enggak malu, aku juga juga buka celanaku, biar kita sama-sama telanjang “ rayuku, yg dengan segera kulepas celana seragam abu-abuku sekaligus juga dengan t-shirt yg kukenakan, sehingga menyisakan sempak yg tampak menonjol karna desakan batang jakarku yg sudah full ereksi. Yang akhirnya kulepas juga sempakku, hingga aku bugil. Kulihat winda seperti terkejut melihat kearah batang kontolku yg cukup besar itu.<br /><br />“ Nih, sekarang aku telanjang bulet, kamu juga dong..” ujarku.<br /><br />Akhirnya winda melepaskan kedua tangannya yg menutupi selangkangannya, tampaklah memeknya yg masih ditumbuhi bulu-bulu halus, dengan bibir vaginanya yg tidak terlalu tebal. Kudekatkan wajahku pada selangkangannya, kupertegas apa yg ada dihadapanku itu, seumur hidup baru kali ini aku melihat alat kelamin wanita, kecuali difilm porno. Sehingga cukup terpana aku saat itu, untuk beberapa saat aku tak melakukan apapun kecuali menatap sekerat daging yg berbentuk unik yg berada tepat didepanku itu, sesekali jakunku turun naik karna menelan ludah.<br /><br />Dengan agak gugup kuayunkan juga tanganku kearah memek winda, kuraba sejenak, lalu kuusap-usap beberapa saat. Kulihat winda hanya menyaksikan apa yg aku perbuat, dengan sesekali memejamkan matanya saat tanganku mengusap-usap dengan lembut diarea memeknya.<br /><br />Akhirnya ku sibak kedua bibir vagina yg saling merapat itu, sehingga memperlihatkan “jeroannya”nya yg berwarna agak kemerahan. Kutatap sesaat, nafsuku semakin berkobar saat menatap keratan daging yg telah kusibak itu.<br /><br />Terinspirasi oleh tayangan film porno yg sering aku tonton, kudekatkan mulutku hingga menyentuh memeknya. Sementara winda masih memperhatikan dengan apa yg aku perbuat saat itu. kuhirup aroma memek itu dalam-dalam, aromanya wangi, mungkin aroma sabun atau memang pewangi vagina, atau apalah akupun tak begitu paham, yg pasti membuatku terangsang untuk melakukan hal yg lebih dari sekedar mencium aromanya saja.<br />Kujulurkan lidahku, kulihat winda agak melotot, sepertinya agak kaget dengan apa yg akan aku lakukan.<br /><br />“ Mau diapain hen..” tanyanya<br /><br />Yg aku jawab dengan menjilat-jilatkan lidahku pada memeknya. Kulihat winda merintih menahan geli yg dirasakan untuk pertama kalinya itu.<br /><br />Semakin lama semakin liar lidahku bergerilya keseluruh area memeknya, hingga sisi-sisi bagian dalamnyapun tak terlewatkan oleh sapuan lidahku. Kulihat winda semakin belingsatan, tangannya kini menjambak-jambak rambutku dengan mata yg terpejam, sementara mulutnya bergumam tak jelas.<br /><br />“ Uuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhh…..zzzzzzzzzzzzzzzz…..aaaaa aaahhhhhh..” gumamnya.<br /><br />Semakin bersemangat lidahku melancarkan agresi didalam memeknya yg kusibak dengan kedua ibu jariku itu, sesekali kuemut dan kuhisap klitorisnya, bahkan kugigit-gigit dengan lembut, sehingga winda sedikit menggelinjang.<br /><br />Hampir lima menit aku mengoral memek winda, untuk pertama kalinya dalam hidupku, setelah sebelumnya hanya bisa aku saksikan diflm porno. Sebetulnya tak ada rasa yg istimewa pada memek winda, kecuali sedikit asin dari cairan birahi yg keluar dari memeknya, selebihnya hanya hambar. Namun entah mengapa aku begitu menikmatinya, aku begitu terbius oleh sensasinya.<br /><br />Hingga beberapa saat kemudian aku berhenti, aku berbaring disamping winda, kucoba mencium bibirnya.<br /><br />“ Ih, enggak mau ah… jorok bekas dari itu aku…” tolaknya manja, sambil memalingkan wajahnya kearah berlawanan, namun tetap kuburu, kutindihi tubuhnya dan kukecup mulutnya dengan rakus, kali ini dia tidak menolaknya, bahkan justru meladeni kecupanku dengan tak kalah rakusnya.<br /><br />“ Kamu koq enggak jijik jitanin itu aku yang…? ” tanyanya, sambil membelai rambutku yg kini berada diatas tubuhnya.<br /><br />“ Kenapa jijik, kan aku sayang kamu.. bagiku semua yg ada pada diri kamu gak ada yg menjijikkan..” jawabku. Seraya dikecupnya kembali bibirku.<br /><br />Kini aku kembali berbaring disampingnya sambil tanganku dengan iseng memuntir-muntir puting susunya, sementara winda memain-mainkan batang kontolku bagai seorang anak yg dapat mainan baru. Kadang batang kontolku di usap-usapnya, dikocok-kocoknya, bahkan diremasnya hingga aku berteriak.<br /><br />“ Aaaawww… sakit tau “ pekikku, saat winda dengan gemas meremas batang kontolku.<br /><br />“ Aduh, maaf deh yang.. emang sakit ya? Ma-ap deeehh..” ujarnya, seraya dikecupnya batang kontolku dengan mesra.<br /><br />“ Maaf ya om titit.. tadi udah aku pencet..” ujarnya, yg membuat aku tersenyum dengan ulahnya itu.<br /><br />“ Yang aku boleh, emut-emut titit kamu enggak..? “ ujarnya polos<br /><br />“ Boleh dong sayang.. emang kamu enggak jijik..”<br /><br />“ Enggak lah, kamu aja enggak jijik jilatin ini aku tadi..” jawabnya, sambil menunjuk kerah selangkangannya.<br /><br />Kini winda dalam posisi berjongkok, lalu ditundukannya kepalanya untuk mengoral batang kontolku. Terpejam mataku menikmati kulumamnya, kurasakan sesuatu yg lembut mengulum-ngulum kontolku, rasanya jauh lebih nikmat dari pada saat aku onani. Sambil terus mengoral matanya terarah padaku, seolah ingin mengetahui reaksiku saat merasakan aksi yg diberikannya itu.<br /><br />“ Aaaaaaaaaahhhhhh….enak yang, aaaahhh.. enak banget..uuuuhhhh “ erangku. Yg membuatnya semakin bersemangat melanjutkan aksinya.</span></div>
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Hingga beberapa saat kemudian aku bangkit, kudorong tubuhnya hingga telentang, kusibak kedua pahanya, sehingga lubang memeknya terbuka. Dia hanya pasrah dengan apa yg aku lakukan, dia hanya menatapku, menantikan apa yg selanjutnya akan aku lakukan.<br />Nafsu birahi yg telah menguasaiku membuatku langsung mengarahkan batang kontolku pada lubang memek yg terbuka itu, kutekan untuk mencoba membobolnya, namun terasa sulit walaupun batang kontolku sudah sedemikian mengerasnya, kucoba lagi dengan lebih keras, masih juga sulit, malah kulihat dia seperti menahan sakit sambil menggigit bibir bawahnya.<br /><br />“ Sakit ya yang…? “ tanyaku, yg hanya dijawab dengan mengangguk pelan.<br /><br />Aku berpikir sejenak, seraya kumenuju rak disamping tempat tidur, kuraih baby-oil yg biasa kugunakan untuk membaluri tangan dan kakiku agar tak terlihat busik, walaupun sebenarnya lebih sering kugunakan untuk onani saat menyaksikan vcd porno dikamar.<br /><br />Kubaluri sekujur batang kontolku dengan baby oil, sebagaimana biasa kulakukan saat onani, setelah kurasa cukup, kuarahkan ujung kontolku pada memek winda yg masih mengangkang, kucoba untuk mendorongnya, masih sulit, sedikit kupaksa dan akhirnya bless.. masuk juga batang kontolku kedalam liang vaginanya yg dibarengi dengan rintih kesakitan winda.<br /><br />“ Aduuuuuuhhhh…. Sakit yang, uuuuhhhh..periiiihhh…” rintihnya, sambil tangannya meremas sprei tempat tidur.<br /><br />Kulihat darah dari vaginanya menetes ke sprei tempat tidurku, hingga membentuk noda yg berwarna merah. Tak tega juga aku melihat winda yg tampak menderita seperti itu, namun sudah kepalang tanggung, pikirku. Nafsu birahi yg menguasai diriku lebih besar dari rasa tidak tegaku melihat winda yg tampak kesakitan. Semakin kudorong batang kontolku kedalam hingga amblas seluruhnya masuk menembus liang perawannya.<br />Kukecup bibirnya dengan maksud untuk lebih menenangkannya.<br /><br />“ Sakit ya sayang.. tahan ya.. tahan ya sayang..” rayuku<br /><br />Kini mulai kunaik turunkan pantatku secara perlahan, kurasakan batang kontolku seperti dijepit oleh sesuatu, agak ngilu, namun serasa nikmat. Sekitar satu menit kontolku berpenetrasi didalam memek nya, walaupun dengan kecepatan yg rendah, karna kawatir akan lebih menyakitinya.<br /><br />“ Masih sakit sayang..? “ bisikku,lembut.<br /><br />“ Masih yang… tapi agak mendingin enggak seperti tadi..” jawabnya.<br /><br />Agak lega juga aku mendengarnya, sehingga makin leluasa batang kontoku mengocok-ngocok dengan lembut didalam memeknya.<br /><br />Hingga sekitar lima menit kemudian tampaknya winda mulai menikmati permainan itu, ini terlihat dari reaksi yg diperlihatkannya.<br /><br />“ Uuuuuuhhhh… sekarang mulai enak nih yang… terus yang..goyang terus, tapi jangan terlalu kenceng ya yang, segini aja..” ujarnya<br /><br />Memang nikmat kurasakan, ML yg untuk pertama kali dalam hidupku itu, jauh lebih nikmat dari pada onani, batang kontolku serasa dipijit-pijit oleh sesuatu yg begitu lembut dan hangat.<br /><br />“ Aaaaahhhh… ternyata memang enak ya yang ML…” ocehku<br /><br />Kurasakan winda mulai dapat menikmati seutuhnya hujaman-hujaman yg diberikan kontolku pada lubang memeknya. Hembusan nafasnya kurasakan begitu hangat, keringat mulai bercucuran dikeningnya, matanya sesekali dipejamkannya untuk mengekspresikan rasa nikmat yg dirasakan.<br /><br />Hingga beberapa detik kemudian keluar lenguhan panjang dari mulutnya, yg menandakan dirinya telah mencapai puncak kenikmatan<br /><br />“ Aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh…. Enaaaakkk…yaaaaanngg….” Pekiknya, sambil kedua tangannya memeluk punggungku dengan keras.<br /><br /><br />Tak sampai berselisih satu menit, akupun mengalami hal yg sama, tubuhku mulai mengejang , gerakanku yg semula lambat, kini sedikit agak kasar dan cepat, hingga akhirnya aku memekik panjang.<br /><br />“ Aaaaaaaaaaaaahhhhhh… aku keluar yang..uuuuuhhhh…” pekikku<br />Crott..croott..croott… kurasakan begitu banyak air mani yg menyirami liang vaginanya seiring rasa nikmat dari puncak birahi yg kurasakan.<br />Akhirnya tubuhku ambruk diatas tubuhnya.<br /><br /><br />“ Aku sekarang udah gak perawan lagi yang…” ujarnya, sambil duduk dengan menyandarkan dagunya pada kedua lututnya yg ditekuk. Terlukis penyesalan dari raut wajahnya.<br /><br />“ Gak apa-apa sayang, kan nanti kita juga bakal akan jadi suami istri.. aku akan bersamamu selamanya, aku cinta kamu ” hiburku, sambil mendekapnya dari samping, seraya mengecup keningnya.<br /><br /><br />Satu jam setelah itu kami melakukan permainan untuk yg kedua kalinya, yg lebih rilek dan lebih dapat menikmati.<br />Hingga pukul lima sore aku mengantar winda pulang kerumahnya dengan sepeda motorku<br /><br /><br /><br /><br />********<br />Tiga hari sudah berlalu semenjak pristiwa yg “bersejarah” bagi kami itu, seperti hari-hari biasanya aku menunggu winda dipelataran parkir sekolah, untuk kemudian kami pulang bersama dengan sepeda motorku.<br /><br />“ Hen, jangan langsung pulang yuk..masih pagi nih, baru jam 10 ” ujar winda, memang hari itu kami pulang lebih dini dikarnakan akan diadakannya rapat guru.<br /><br />“ Emang mau kemana..? nongkrong di Mec-D dulu.,? atau nonton? Ada film bagus nih di twenty-one ADA APA DENGAN CINTA “ tanyaku, kadang memang sekali atau dua kali dalam sebulan, sepulang dari sekolah kami singgah sebentar untuk menikmati makanan cepat saji atau nonton film dibioskop apabila ada film bagus.<br /><br />“ Mmm, enggak usah deh.. bosen ah..” jawabnya, kulihat winda seperti ragu untuk mengatakan sesuatu.<br /><br />“ Terus apa dong? Koq kayak orang bingung gitu sih..” tanyaku lagi<br /><br />“ Mmm, kita ke Vila papaku yuk.. aku udah bawa kuncinya nih..” ujarnya, seraya ditundukan kepalanya sambil meremas-remas tas sekolahnya. Dan aku mulai paham dengan maksud dan keinginannya itu.<br /><br />“ Emang mau ngapain neng, di Vila..? mau itu lagi ya? Lagi kepingin nih? “ jawabku menggoda, yang langsung dicubitnya lenganku sambil tersenyum malu.<br /><br />“ Oke deh, niat banget sih… sampai udah bawa kuncinya dari rumah.. udah direncanain ya..? godaku lagi, dan semakin banyak lenganku dihujani oleh cubitannya.<br /><br /><br />Akhirnya sepeda motorku meluncur, berboncengan dengan winda menuju Vila ayahnya dikawasan puncak Bogor, walaupun bukan jarak yg dekat memang dari Jakarta menuju kesana, bisa menempuh waktu sampai 2 jam, tapi itu bukanlah kendala bagiku, sering pula aku pergi ke Bandung bahkan ke Cirebon dengan bersepeda motor.<br /><br />Hingga tibalah kami disebuah Vila yg cukup Asri, yg menurut winda adalah merupakan vila keluarga, yg kadang digunakan untuk beristirahat, menjauh sejenak dari kebisingan kota Jakarta.<br /><br />Vila yg tidak terlalu besar, dengan konsep minimalis. Hanya terdapat tiga buah kamar, sepertinya disesuaikan dengan jumlah keluarga winda. Yaitu sebuah kamar utama untuk kedua orang tua winda, dan dua kamar untuk winda dan adiknya. Penataan ruangnya cukup apik, sehingga tak bosan berada didalamnya.<br /><br />Sedang asik aku berkeliling mengamati kesetiap sudut ruangan divila itu, tiba-tiba winda menarik tanganku, dan diseretnya aku memasuki kekamarnya. Didorongnya tubuhku hingga berbaring telentang diatas ranjang.<br /><br />“ Eh..eh.. aku mau diapain nih, gak sabaran amat sih… udah ngebet banget ya?…” godaku<br /><br />“ Aku mau perkosa kamu disini… hi..hi..hi..” balasnya, seraya diterkamnya diriku lalu disumbatnya mulutku dengan mulutnya dengan ganas, nafasnya yg hangat menandakan dirinya sedang berada dalam hasrat birahi yg tinggi, dan butuh pelampiasan. Dan akulah tentunya yg dijadikan sasaran pelampiasannya itu.<br /><br />Setelah puas kami berkecupan, sambil berbaring dibawah himpitan tubuhnya kubuka kancing baju seragam putihnya, lalu kuhempaskan baju kemeja putihnya. Bra yg membalut payudaranya dengan kasar kubuka, sehingga tersembulah buah dadanya yg ranum yg dengan rakus kuhisap putingnya, sambil kedua tanganku meremasi buah dadanya yg mengeras. Kulihat winda mendesah menikmati aksi yg kulakukan, matanya setengah terpejam.<br /><br />“ Aaaaaaahhhh… enaak yang… terus nenen aku yang…uuuuhhhhh…” erangnya lembut.<br /><br />Beberapa saat kemudian winda menggeser mundur tubuhnya kebelakang, lalu dibukanya ikat pinggangku seraya ditariknya celana abu-abuku hingga terlepas, menyisakan celana dalamku yg juga langsung ditariknya, dan tanpa basa-basi segera dikulumnya batang kontolku yg mulai berdiri tegak. Rupanya jam terbang yg telah dimilikinya beberapa hari lalu dirumahku membuatnya lebih lihai dalam mengoral batang kontolku, begitu lincahnya mulutnya mengulum kontolku, terlihat kepalanya naik turun secara berirama ghlok…ghlok..ghlok.. suara khas yg terdengar erotis bagiku.<br /><br />Begitu seksinya kulihat winda mengoral batang kontolku sambil pandangannya tertuju padaku, seolah dia ingin melihat reaksi yg kuberikan atas aksi blow-jobnya itu. Tak tahan aku melihatnya hingga aku bangkit, dan kuangkat tubuhnya dan kuhempaskan keranjang hingga winda kini berbaring telentang, dengan tergesa segera kubuka celana dalam yg membungkus memeknya, dan tanpa basa-basi kulumat memeknya dengan rakus, kukenyam-kenyam cairan birahi yg mulai membasahi rongga memeknya, cairan gurih yg agak asin, lalu kutelannya dengan rakus.<br /><br />Kurentangkan memeknya dengan kedua ibu jariku sehingga tampak lubangnya kini menganga lebar memperlihatkan bagian dalamnya yg merah merekah berkilat oleh lendir yg membasahinya. lidahku mulai menjilat-jilat dengan lincahnya keseluruh area memeknya, kulihat reaksi winda yg mengelinjang-gelinjang kegelian bercampur nikmat, dari mulutnya meracau tak karuan, digunakan tangan kirinya untuk menjambak rambutku, sementara tangan kanannya meremas-remas buah dadanya.<br /><br />Ekspresi winda yg seperti itu bagaikan pelecut semangat bagiku, hingga bukan hanya area seputar vaginanya saja yg aku oral, lidahku kini mulai beralih sedikit kebawahnya, kusibak lubang anusnya dan mulai kuarahkan ujung lidahku pada titik pusat anusnya. Tampak bergerak kembang kempis anusnya menerima aksi yg kuberikan. Winda mengangkat sedikit kepalanya untuk menengok kearahku, seolah tak percaya dengan apa yg aku lakukan.<br /><br />“ Enggak jijik yang? Itu kan kotor…” tanyanya, sambil sesekali memejamkan matanya menahan nikmat.<br /><br />“ Enggak lah yang… pokoknya semua yg ada padamu gak ada yg bikin jijik, semuanya nikmat, guriiihh.. he..he..he.. “ ujarku, cengengesan, yg membuatnya tersenyum.<br /><br />Beberapa saat kemudian kusudahi aksi oralku, kini kukangkangi tubuhnya dengan bazokaku yg telah berdiri tegak tepat mengarah kelubang memeknya yg menganga. tidak seperti sebelumnya, kali ini dengan sekali sodokan batang kontolku dengan mudah dapat menembus lubang memeknya yg telah basah dengan cairan birahinya, diikuti dengan desahan tertahan keluar dari mulutnya.<br /><br />“ Zzzzzzzz… aaaaahhhh, enak yang…” gumamnya lirih<br /><br />Kupegang kedua pahanya dengan kedua tanganku sambil memompakan batang kontolku menghujami memeknya, lubang memek winda kurasakan tidak lagi seketat sebelumnya, namun bagiku justru lebih nyaman, lebih mempermudah aku untuk melakukan akselerasi dengan berbagai gaya.<br /><br />“ Kamu sekarang lagi ngapain nih yang..? “ godaku, sambil terus memompakan pantatku dengan rileks.<br /><br />“ Ya lagi ML “ jawabnya<br /><br />“ Jangan bilang ML dong, kurang hot.. bilang aja ngentot “<br /><br />“ Ih, jorok kamu ngomongnya “ ujarnya, sambil tersenyum<br /><br />“ Ayo dong bilang.. aku lagi ngentot “ pintaku<br /><br />“ Iya deh, aku lagi ngentot..hi..hi..hi..” ujarnya, diikuti dengan tawa renyahnya.<br /><br />“ Nah, gitu dong, kan kedengerannya lebih hot..”<br /><br />“ Iya juga sih, lebih lepas..” ujarnya, sambil sesekali mendesah merasakan sodokan batang kontolku.<br /><br />Beberapa menit kemudian kucabut batang kontolku dari dalam memeknya, dan kusuruh winda untuk menungging.<br /><br />“ Kamu nungging yang… biar kuentot memekmu dari belakang “ ujarku, sengaja dengan kalimat sevulgar mungkin.<br /><br />“ Iya nih yang.. entotin memek aku dari belakang pake kontol kamu, biar aku tambah enak yang..” balasnya, seolah menimpali perkataan vulgarku. Perkataan yg membuatku lebih terangsang mendengarnya, hingga sengaja kupancing terus agar winda tidak canggung mengeluarkan kalimat-kalimat vulgar, yg mungkin belum pernah diucapkan oleh gadis rumahan yg termasuk alim seperti dia.<br /><br />“ Yang.. kamu suka ya, kalo memeknya dientotin sama aku..? “ tanyaku, sambil tetap memompakan pantatku.<br /><br />“ Iya yang.. suka, suka banget “ jawabnya<br /><br />“ Suka apa? “ tanyaku lagi, seolah kurang puas dengan jawaban yg diberikan.<br /><br />“ Suka memekku dientotin sama kontolnya yayangku..” jawabnya, seolah mengerti apa yg kumau.<br /><br />“ Kamu suka juga enggak yang ngentotin memek aku..? kini winda yg balik bertanya<br /><br />“ Jelas suka dong sayang, memek kamu enak begini koq… kontol aku rasanya geli-geli sedap “ jawabku.<br /><br /><br />Hingga beberapa saat kemudian kurasakan winda mulai mengejang, terdengar lenguhan keras dari mulutnya, sementara kedua tangannya meremas sprei ranjang.<br /><br />“ Aaaaaaaaaaaaahhhhh… aku keluar yaaaaanng….” Lenguhnya, yg kemudian akhirnya winda hanya terdiam dengan pipi sebelah kirinya direbahkan pada bantal, tampak sunyum kepuasan menghiasi bibirnya yg selalu ranum dan basah.<br /><br />Tubuh winda terguncang-guncang tanpa perlawanan menerima hentakan-hentakan batang kontolku, kurasakan lubang memeknya begitu basah karena air maninya yg telah keluar.<br /><br />Dan tak lama kemudian tubuhkupun mulai mengejang, hujaman batang kontolku pada lubang memeknya semakin keras dan bertenaga.<br />Namun tiba-tiba winda menahan gerakanku dengan tangan kanannya.<br /><br />“ Yang, tolong jangan dikeluarin dimemek aku dong plliiisss… aku takut hamil yang..” ujarnya memohon.<br /><br />Akhirnya dengan agak kecewa karna puncak kenikmatan yg sudah diujung tanduk harus ditunda, kucabut batang kontolku dari dalam memeknya.<br /><br />“ Terus dikeluarin dimana dong yang? “ tanyaku, sedikit merengut.<br /><br />“ Ya terserah lah, dimana aja, asal jangan didalam memek, aku takut hamil… aku belum siap” ujarnya<br /><br />Aku mulai berpikir, hingga terbersit gagasan dikepalaku, namun aku masih ragu, apakah winda setuju dengan ide gilaku ini. Tapi aku tak perduli, aku coba usulkan padanya, kalau dia menolak tak mengapalah.<br /><br />“ Mmmm.. yang, kalo dikeluarin didalam anus kamu gimana? “ tanyaku ragu.<br /><br />Kulihat winda terdiam sesaat, untuk kemudian bibirnya mulai bicara<br /><br />“ Maksud kamu anal seks? “ tanyanya<br /><br />“ Ya, gitu deh..” jawabku, sambil mengelus-elus batang kontolku yg berdiri tegak mengkilat karna cairan memek winda.<br /><br />“ Ya udah, kita coba aja, tapi aku denger-dengar katanya sih sakit..” ujarnya ragu<br /><br />“ Makanya kita coba dulu yang.. daripada didalam memekmu nanti hamil, bisa berabe kita.. yah semoga saja waktu dirumahku kemarin aku keluarin di memek kamu enggak sampe hamil ya yang..” ujarku<br /><br />“ Iya deh, kita coba..” ujarnya, seraya kembali diposisikan dirinya menungging.<br />Sehingga memperlihatkan anusnya, dengan bentuk yg khas dengan tekstur yg berkerut-kerut membentuk beberapa garis yg kesemuanya bertumpu pada satu titik pusat, Posisinya yg menungging mempermudah aku untuk menyibak lubang anusnya dengan kedua ibu jariku, ujung lidahku mulai kuarahkan pada titik pusatnya, tampak bereaksi saat lidahku mulai menyentuhnya, anusnya mulai kembang kempis seirama dengan dengusan nafasnya yg memburu, entah apa yg dirasakannya, dari reaksi wajahnya yg memajamkan matanya sambil mulutnya mendesah sepertinya dia menikmatinya.<br /><br />Hingga beberapa menit kemudian setelah puas aku “mencicipi” lubang anusnya, kini mulai kuarahkan batang kontolku pada sasaran yg akan kutuju, setelah kubaluri terlebih dahulu dengan air ludahku.<br />Sambil menungging winda selalu melihat kearah batang kontolku yg bersiap menembus lubang anusnya untuk yg pertama kalinya itu, seolah penasaran dengan aksi yg akan kami lakukan.<br /><br />Mulai kudorong batang kontolku kedalam anusnya, agak sulit kurasakan, namun masuk juga ujung kepala kontolku yg diikuti dengan rintihan winda yg menahan sakit.<br /><br />“ Uh..sakit yang, auuuww..” pekiknya pelan, namun tak menyuruhku untuk menghentikannya.<br /><br />“ Tahan ya sayang…zzzzzz…aaaahh” ujarku, sambil terus mendorong batang kontolku hingga sudah separuh masuk menembus lubang pantatnya.<br />Dan bless… akhirnya masuklah seluruh batang kontolku menembus lubang anusnya, sempit kurasakan, bagai dijepit rasanya batang kontolku.<br /><br />“ Auuuuwwww…. Penuh banget rasanya pantatky yang..” ujarnya, sambil sesekali menggigit bibir bawahnya.<br /><br />Kini mulai kupompakan batang kontolku maju mundur, berpenetrasi didalam lubang analnya yg sempit, goyangan yg lambat, dengan maksud agar tidak terlalu menyakiti winda.<br /><br />Sekitar beberapa saat kemudian, mulai tak ada rintihan kesakitan dari mulutnya, kecuali desahan lembut dari bibirnya.<br /><br />“ Masih sakit yang? “ tanyaku<br /><br />“ Udah mendingan yang, udah gak begitu sakit… goyang aja terus yang..uuuhhh” jawabnya<br /><br />“ Uuuuhhh.. gile yang, kontolku serasa dijepit “ racauku<br /><br />“ Enak rasanya anal seks ya yang? “ tanyanya<br /><br />“ Enak yang, sensasional he..he..he..” jawabku cengengesan<br /><br />“ Dasar kamu, lubang taik dientot… tapi asik juga sih, rasanya kayaknya gimanaaa gitu..” ujarnya<br /><br />“ Kamu juga mulai suka kan, he..he..he..” godaku, sambil sedikit lebih mempercepat laju goyanganku.<br /><br />“ Hi..hi..hi.. tau aja kamu..” jawabnya, lebih nyaman aku mendengarnya, karna merasa gagasanku untuk melakukan anal seks dengannya tidak menyakitinya, bahkan sepertinya dia mulai merasakan suatu sensasi tersendiri.<br /><br />“ Sekarang kamu lagi ngapain yang? “ godaku, berharap mendapatkan jawaban yg vulgar<br /><br />Seperti mengerti akan maksudku winda menjawab sesuai yg kuinginkan<br /><br />“ Lagi anal seks, lubang anusku lagi dientot sama kontolnya yayangku..” ujarnya dengan senyum khasnya yg menggemaskan.<br /><br />“ Iya nih yang.. lubang pantatmu rasanya legiiiitt deh..” ujarku<br /><br />“ Kontol kamu juga rasanya enak, menembus lubang pantatku sampai kesanubariku hi..hi..hi..” balasnya.<br /><br />Hingga beberapa saat kemudian tubuhku mulai bergetar, hantaman kontolku didalam anusnya semakin keras hingga akhirnya crot..crot..crot… tumpahlah sepermaku membasahi lubang anusnya, sebuah sensasi yg nikmat kurasakan anal seks untuk yg pertama kalinya itu.<br /><br /><br />******<br />Selesai acara “berpacu dalam birahi” yg cukup melelahkan, kami menikmati makan siang yg sebelumnya telah kami beli diperjalanan tadi. Jarum jam didinding vila itu telah menunjukan pukul dua siang, kami bersantap masih dengan keadaan telanjang bulat.<br /><br />Huh, kenyang juga, kandas tanpa sisa satu bungkus nasi padang dengan lauknya daging rendang ditemani daun singkong dan cabai hijau, serta gulai nangka.<br />“ Yang..minum dong..” pintaku pada winda yg masih membersihkan sisa-sisa makanan kami<br /><br />“ Ih, itu udah didepan mata tinggal tenggak aja koq..” ujarnya, keki.<br /><br />Aku tarik lengannya, lalu kubisikan kearah telinganya<br /><br />“ Aku mau minumnya dituangin langsung dari mulut kamu..” ujarku, nakal<br /><br />“ Ih, dasar jorok..” ujarnya, namun dengan senyum sumringah diwajahnya.<br /><br />“ Pokoknya aku mau itu..” rajukku<br /><br />“ Iya deh, sayangku yang jorooookkk..” seraya ditenggaknya air putih dari gelas.<br /><br />Sambil duduk dimeja makan aku menganga membuka mulutku lebar-lebar derngan wajah menengadah keatas. Dengan mulut penuh air, winda menundukan tubuhnya, kini wajahnya tepat berada diatasku yg menganga, dan serrr… tumpahlah air minum dari mulutnya yg bercampur dengan air liurnya masuk kemulutku yg langsung kutelan habis. Lalu kutarik wajahnya hingga mulut kami saling berpagutan, kukecup dengan rakus mulutnya, lidah kami saling berpilin, kumasukan lidahku kerongga mulutnya, kugelitik-gelitik didalamnya.</span></div>
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<div class="windowbg" style="border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Dengan serta merta winda melepaskan ciumannya, seraya berdiri dihadapanku dengan kaki kanannya diangkat diatas kursi makan, sehingga memperlihatkan lubang memeknya yg sengaja dibentangkan dengan kedua tangannya. Sebuah pemandangan yg membuatku betul-betul terpesona, terutama gerakan lidahnya yg sengaja dijulur-julurkannya atau sesekali disapukannya dibibirnya.<br /><br />“ Wooooww… gileee mek… seksi abis, mantaaaaappp “ pujiku, yg membuatnya semakin bersemangat dengan aksi erotisnya itu.<br /><br />“ Jilatin memek aku sayang..” pintanya, yang tanpa diperintah dua kali segera aku berjongkok, dengan rakus mulutku mencumbu memeknya, sepertinya ingin kumakan memeknya saat itu, sambil sesekali kugigit dengan lembut klitorisnya, yg diikuti dengan erangannya yg manja, betul-betul cuci mulut yg spesial sehabis makan, pikirku.<br /><br />Beberapa saat kemudian dia membalikan badannya, sehingga membelakangiku, seraya agak ditunggingkannya pantatnya sehingga lubang anusnya tepat berada dihadapanku.<br /><br />“ Jilatin lubang dubur aku dong sayang.. kamu suka kan..” pintanya, sambil menghisap-hisap jari telunjuk kanannya, sementara tangan kirinya menjambak rambutku<br /><br />Kini lidahku mulai bergerilya menjilati lubang anusnya, hingga kumasukan ujung lidahku menembus bagian dalam lubang duburnya.<br /><br />“ Uuuuuuuuuuhhhh… terus cayaaaaanngg… jilatin lubang anusku…uuuhhh enak yang..” racaunya.<br /><br />Puas menjilati lubang anusnya, segera aku berdiri. Kumasukan batang kontolku kelubang memeknya dari belakang dengan posisi berdiri, lalu kugenjot dengan sekuat tenaga sambil kedua tanganku meremas buah dadanya dari belakang. Brott..brott..brott.. terdengar cukup dengan irama yg berarturan.<br /><br />Kini winda menolehkan wajahnya kebelakang kearahku sambil menjulurkan lidahnya, segera tanggap aku dengan apa yg diinginkannya, kujulurkan juga lidahku, sehingga kami saling berpilin lidah.<br /><br />Puas dengan posisi main belakang, kali ini kucabut batang kontolku, seraya kuputar tubuhnya hingga kini kami saling berhadapan, dengan kaki kanannya masih bertumpu pada meja makan, kumasukan kontolku kembali kedalam memeknya lalu mulai kupompa maju mundur sambil kami saling berpelukan.<br /><br />“ Aaaaahhhhh…. Terus yang entotin memek aku yang… enak yang.. aku ngin selalu dientotin sama kamu yang.. selamanya “ racaunya<br /><br />“ Iya sayang… kamu pasti akan kuentotin terus.. aku cinta kamu sayang..” balasku<br /><br />“ Betul ya sayang… jangan pernah tinggalkan aku ya sayang…selamanya, janji lho.. uuuuuhhhh…sedaaaapp” racaunya lagi<br /><br />“ Pasti dong sayang… selamanya..” jawabku<br /><br />Kini kuangkat kedua kakinya, sehingga kali ini winda berada dalam gendonganku dengan kedua kakinya menjepit dipinggangku. Kupegang pantatnya sambil terus memompakan batang kontolku.<br /><br />Beberapa saat kemudian dengan winda masih dalam gendonganku, dan dengan alat kelamin kami yg masih berpenetrasi, aku berjalan mengelilingi ruangan vila yg tak seberapa luas itu, bahkan sesekali kami melakukan sesuatu yg sedikit memacu andrenalin kami, yaitu dengan membuka pintu utama, sehingga bila ada orang berada diluar sudah pasti akan melihat keberadaan kami yg berada tepat didepan pintu, dan kami akan dengan cepat menutup pintu itu kembali apabila ada seseorang yg melintas dijalan, lalu kami tertawa terpingkal-pingkal.<br /><br />Hingga akhirnya kurebahkan winda dilantai lalu kugempur dengan kecepatan tinggi, tak beberapa lama dia mencapai orgasme utk yg kedua kalinya dengan dibarengi remasan tangannya yg nyaris mencakar punggungku.<br /><br />Lalu kubalik tubuhnya, hingga kini winda tertelungkup, kusibak lubang anusnya lalu kuarahkan basokaku, dan bless.. amblaslah batang zakarku didalam lubang anusnya, diikuti dengan lenguhan tertahan winda.<br /><br />Disaat tubuhku mulai mengejang bertanda akan mencapai klimaks, tiba-tiba winda melepaskan batang kontolku dari dalam anusnya, seraya diraihnya batang kontolku.<br /><br />“ Kali ini aku ingin ngerasain air mani kamu yang.. ingin kutelen semuanya hi…hi..hi..” ujarnya nakal, seraya dikulumnya batang kontolku.<br /><br />Dan tak beberapa lama kemudian crot..crot..crott.. tumpahlah air maniku tertampung semuanya didalam mulutnya, namun tidak langsung ditelannya. Dibukanya mulutnya seolah ingin menunjukan gumpalan spermaku yg memenuhi rongga mulutnya, tampak kulihat cairan kental putih. Lalu dipermainkannya air maniku itu bagaikan anak bayi yg bermain ludah, sambil sesekali sebelah matanya dikedipkan dengan nakal. Dan akhirnya glek.. tandaslah seluruh air maniku didalam perutnya.<br />Dengan lembut kucium bibirnya, masih tercium aroma air maniku pada mulutnya.<br /><br />“ Air manimu enak yang… hi..hi..hi..” ujarnya genit.<br /><br /><br />*******<br />Setengah jam kemudian kami mandi bersama, untuk kemudian akhirnya kami pulang. Sekitar pukul setengah enam sore kami tiba dijakarta.<br /><br />Dan semenjak itu, kami semakin sering melakukan hubungan layaknya suami istri. Tidak hanya divila itu, kadang dihotel-hotel melati, atau bahkan kami pernah melakukannya digedung bioskop. Itu berlanjut sampai kami lulus SMU, hingga akhirnya hubungan kami terpisahkan oleh jarak pada saat kami memasuki perguruan tinggi. Winda yg lebih cerdas dibandingkan dengan aku, dan juga memiliki prestasi akademis yg lebih baik, berhasil memasuki perguruan tinggi negeri di Jakarta untuk jurusan kedokteran, yg memang adalah cita-citanya sejak dulu. Sedangkan aku kuliah di Jogjakarta untuk jurusan teknik sipil.<br /><br />Pada semester pertama kuliah kami, hubungan kami lebih sering hanya dengan telpon-telponan, kadang sampai berjam-jam kami menelpon, bagaimana tidak berjam-jam, karna yg kami perbincangkan adalah hanyalah tentang seks, atau istilahnya mungkin phone-sex, belum berhenti aku bertelpon ria dengannya sebelum aku mencapai klimaks, hingga bercak-bercak air mani menghiasi sprei dikamar kost ku. Namun disaat liburan tentu aku sempatkan untuk pulang ke Jakarta, dan tentunya hari-hari di Jakarta yg tak terlalu lama itu kami habiskan dengan menumpahkan birahi kami yg lama terpendam, sebelum akhirnya aku harus kembali lagi ke Jogja.<br /><br />Hingga memasuki semester kedua, ponsel Ericson T-28 ku berdering disaat aku sedang beristirahat dikamar kost ku sore itu.<br /><br />“ Hallo… apa kabar yang..” sapaku<br /><br />“ Yang… tolong kamu ke Jakarta sekarang, bawa aku pergi yang…” ujarnya dari ponselku, diikuti dengan suara menangis sesengukan, sesekali dibarengi dengan suara tarikan ingus dari hidungnya.<br /><br />Agak panik aku mendengarnya, ada apa sebenarnya ini, mengapa winda begitu histeris sedemikian rupa, dimana winda yg selalu ceria saat menelponku, yg sering mengucapkan kata-kata vulgar yg membuat gairahku bangkit.<br /><br />“ Yang.... ada apa sih, tolong ngomong yg jelas, yg tenang jangan histeris begitu, aku jadi panik nih..” ujarku, yg dijawab hanya dengan suara tangis sesengukan. Beberapa saat kemudian suara tangisan itu berhenti, hanya sesekali menyisakan suara tarikan nafas panjang, sepertinya winda mencoba untuk menenangkan dirinya.<br /><br />“ Aku dipaksa menikah dengan orang yg tidak aku cintai.. “ ucapnya, kali ini ucapannya jauh lebih tenang.<br /><br />“ Dengan siapa? “ tanyaku penasaran.<br /><br />“ Dengan teman ayahku..”<br /><br />“ Apakah ayahmu tidak mengerti kalau saat ini kamu sedang kuliah, demi untuk mewujudkan cita-citamu “ Ujarku<br /><br />“ Aku sudah memberikan alasan itu, tapi ayahku bilang, aku masih bisa melanjudkan kuliahku walaupun sudah menikah.. pokoknya aku ingin sekarang juga kamu ke Jakarta hen, bawa aku kemanapun kamu suka, yg penting aku tidak menikah dengan pria itu, kamu tau kan hen.. aku hanya mencintai kamu, aku hanya ingin menikah denganmu..” rengeknya, dengan nada penuh emosi.<br /><br />Begitu gugup aku saat itu, entah apa yg harus aku lakukan, aku hanya terdiam sesaat, lalu kembali aku berkata.<br /><br />“ Beri aku waktu untuk berpikir win, ini enggak sesederhana yg kamu bayangkan, semua butuh persiapan yg matang, kita enggak bisa…” belum selesai penjelasanku, winda langsung memotong.<br /><br />“ Persiapan apa lagi… semua itu bisa kita atur nanti, yg penting sekarang kamu bawa aku, aku bisa tinggal ditempat kost mu di jogja, sebelum kita atur rencana selanjutnya..” jelasnya.<br /><br />“ Enggak semudah itu win, kalau begitu malah dikiranya aku yg membawa kabur kamu, urusannya bisa panjang, beri aku waktu untuk berpikir.. ini demi kebaikan kita ” jelasku, walau sebenarnya akupun bingung, dan akupun tak memiliki nyali yg cukup berani untuk mengikuti apa yg dimintanya itu.<br /><br />“ Sampai berapa lama kamu berpikir?, sampai aku kawin dengan teman ayahku itu?, karna ayahku merencanakan untuk menikahkan aku bulan ini juga, menurutnya kami akan terlebih dahulu dinikahkan secara agama, hanya ijab, sekedar mengesahkan kami sebagai suami istri, dan akan dirayakan resepsinya setelah aku lulus kuliah nanti, sepertinya ayahku tau akan hubungan kita, sehingga ia memilih untuk cepat-cepat menikahi aku dengan anak sahabatnya itu… bagaimana mungkin kamu bisa mengatakan butuh waktu untuk berpikir “ terangnya, kali ini dengan nada yg agak tinggi.<br /><br />Semakin bingung aku untuk memutuskan perkara yg pelik ini, kalau aku menyetujuinya untuk memboyongnya ke jogja ini, sudah pasti aku akan banyak mendapatkan kesulitan. Bukan tak mungkin ayahnya akan melaporkannya ke polisi dengan tuduhan aku telah membawa lari anak gadisnya. Dan tentunya aku akan berurusan dengan hukum, lalu bagaimana dengan kuliahku, masa depanku. Akal sehatku mengatakan tidak mungkin aku menuruti keinginannya yg emosional itu. namun aku juga tidak memiliki keberanian untuk menolaknya secara terus terang, aku terlalu pengecut untuk itu.<br /><br />Akhirnya pembicaraan kuakhiri dengan tanpa mengucapkan kata sepatahpun. Namun Ponselku kembali berdering, tak aku angkat, terus berdering hingga beberapa kali, aku hanya menatapnya dengan pikiran yg menerawang. Sampai akhirnya terkirim SMS darinya, kubuka dengan ragu, kubaca sebuah kalimat yg membuatku merasa begitu hina dihadapannya.<br /><br />Dasar kamu pengecut.. pendusta.. mana janjimu untuk selalu bersamaku selamanya.. aku kecewa “ hanya itu isi kalimatnya, namun begitu mendalam, seperti menikam sanubariku, seperti hilang jiwa ini saat itu juga. Malam itu aku sama sekali tak bisa memajamkan mataku, pikiranku hanya menerawang memikirkan winda.<br /><br />Dan semenjak saat itu dia tak pernah lagi menelponku. Pernah kucoba untuk menelponnya, namun tak dapat dihubungi, sepertinya dia telah mengganti nomer ponselnya. Begitu kecewanyakah dia kepadaku.<br /><br />Hingga beberapa minggu kemudian aku dapat kabar dari teman SMU ku, bahwa winda telah menikah dengan seorang pengusaha muda, mungkin itu yg dimaksud winda adalah anak dari sahabat ayahnya.<br />Dan semenjak itu pula aku sama sekali tidak mengetahui kabar beritanya, karna memang akupun sengaja untuk melupakannya.<br /><br />Setahun setelah peristiwa itu, aku mengenal Laras, seorang gadis Jogja yg lembut dan anggun, dengan laraslah akhirnya aku menemukan cinta keduaku. Berbeda dengan hubunganku dengan winda yg penuh dengan seks, justru dengan laras selama kami pacaran jangankan berhubungan seks, untuk berciumanpun kami tidak melakukannya. entahlah, mungkin karna traumaku atas kegagalan dengan winda.<br />Sampai akhirnya setelah aku lulus kuliah dan bekerja, aku persunting laras untuk menjadi istriku, dan laras menyerahkan kegadisannya secara utuh pada malam perkawinan kami.<br /><br />Kami hidup bahagia, dan bertambah lengkap kebahagiaan kami dengan hadirnya gadis kecil yg cantik sebagai buah dari perkawinan kami.<br /><br /><br />Hingga sampailah pada sore itu, disaat aku pulang dari tempat kerjaku, kusempatkan untuk mampir ketoko buku gramedia untuk membeli buku memasak pesanan istriku.<br /><br />Sedang asik-asiknya aku mencari buku dari satu rak, ke rak yg lainnya. Sambil melangkah pandanganku hanya tertuju pada deretan-deretan buku, hingga tanpa sadar aku menabrak seorang wanita didepanku. Dan astaga.. aku tak pernah bisa lupa dengan tatapan mata itu, ya, winda kini tepat berada dihadapanku. Untuk beberapa saat kami masih saling terpana, dan tak ada sepatah katapun yg keluar dari mulut kami. Sebelum akhirnya aku berusaha untuk menyapanya, untuk sekedar memecahkan kebungkaman diantara kami.<br /><br />“ Eh, winda.. sedang cari apa win? “ tanyaku, mencoba untuk tenang, walau sebenarnya hati ini sedang bergemuruh tak menentu.<br /><br />“ Mmmm.. anu, cari buku pelajaran untuk anak-anakku..” jawabnya, sepertinya iapun agak gugup, walaupun tampak berusaha untuk terlihat acuh.<br /><br />Dia bilang untuk anak-anaknya, berarti dia telah memiliki lebih dari satu anak, kalau begitu seharusnya dia telah berbahagia dengan perkawinannya, sukurlah, pikirku. Sehingga sedikit dapat mengurangi rasa berdosaku padanya.<br /><br />“ Kamu, lagi cari buku apa? “ tanyanya, sepertinya ia berusaha untuk tampil angkuh dihadapanku.<br /><br />“ Cuma buku memasak, mmm.. pesanan istriku “ jawabku<br /><br />Hingga akhirnya aku beranikan diri mengajaknya untuk sekedar mengobrol diKafe yg letaknya tak terlalu jauh dari toko buku itu.<br /><br /><br /><br /><br />******<br />“ Maaf hen, tak seharusnya aku mengungkit-ungkit masa lalu.. toh itu tak akan merubah apapun dari diri kita, semuanya telah terjadi. kita telah memiliki dunia masing-masing… oh iya, kamu bilang tadi sedang mencari buku masakan untuk istrimu, siapa wanita yg beruntung itu hen? “ ujarnya<br /><br />“ Mmmm… anak jogja, dari kampung “ jawabku<br /><br />“ Oh, jadi setelah kamu tak berhubungan lagi denganku, kamu langsung mencari penggantiku di Jogja tempat kamu kuliah dulu, hebat juga kamu hen.. hilang pacar, langsung cari pengganti..” sindirnya, terdengar begitu sinis bagiku ucapannya itu, seperti ingin menelanjangi aku.<br /><br />“ Ah enggak juga, justru aku mengenalnya di Jakarta ini setelah aku bekerja..” jawabku berbohong, ah, entah mengapa aku harus berbohong, betapa pengecutnya aku ini.<br /><br />“ Oh iya, ngomong-ngomong sudah berapa anakmu ? “ tanyaku, mengalihkan perhatian<br /><br />“ Dua, cewek cowok… kamu? “ jawabnya, yg langsung balik bertanya.<br /><br />“ Baru satu, cewek, masih kecil.. oh ya, anakmu sudah dua ya, pasti kamu sangat bahagia dong..?” ujarku<br /><br />“ Hmmm… bahagia karna aku memiliki anak yg diberikan tuhan padaku tentu, tapi bahagia sebagai seorang istri, sepertinya aku tidak bisa menjawab iya..” ujarnya, sambil menyandarkan kepalanya kesandaran kursi, dengan tatapan menerawang keatas.<br /><br />“ Koq bisa begitu..?” tanyaku penasaran.<br /><br />Kulihat ia menarik nafas panjang, sebelum akhirnya dia bercerita.<br /><br />“ Suamiku, ayah dari anak-anakku, begitu kasar padaku. Sepertinya hal itu disebabkan karna aku sudah tidak suci lagi disaat malam pertama kami dulu, sepertinya dia sangat kecewa dengan itu, dan disaat dia marah padaku, selalu hal itu yg diungkit-ungkitnya. dibilang aku wanita yg tidak bisa menjaga kesucian lah, wanita murahan lah… dan masih banyak lagi kata-kata kotor untuk memakiku, namun aku hanya bisa diam, karna toh kenyataannya memang seperti itu. kadang suamiku kerap menampar aku hanya karna masalah sepele, dan kembali aku hanya bisa pasrah…” terangnya.<br /><br />“ Kamu bertahan dengan kehidupan seperti itu win…? ” ujarku.<br /><br />“ Maksudmu aku harus meminta cerai? Aku tidak seegois itu hen.. aku memiliki dua orang anak, aku tak ingin kehidupan anakku menjadi tak karuan karna perceraian..” jelasnya, lalu terdiam, seraya diangkatnya secangkir kopi diatas meja, untuk kemudian diminumnya sedikit.<br /><br />“ Aku tidak seegois kamu hen, yg demi alasan harus menyelesaikan kuliah sehingga kamu rela membiarkan gadis yg kamu cintai menikah dengan orang lain..” sindirnya.<br /><br />Aku semakin tertunduk, entah pembelaan apalagi yg harus aku berikan, sepertinya bibir ini terkunci, mungkin memang sudah tidak ada lagi alasan yg dapat aku berikan untuk membela diri, selain penyesalan.<br /><br />Sementara aku lihat dari kaca kafe, tampak diluar hujan mulai turun, walau tidak terlalu deras, beberapa orang berlari-lari kecil untuk menuju ketempat berteduh, dan kafe itu semakin ramai oleh pengunjung.<br />Debu-debu yg melekat pada kaca itu mulai tersapu bersih oleh rintikan air hujan, akankah rasa bersalahku pada winda juga dapat tersapu bersih dari jiwa dan pikiran ini, sebagaimana debu-debu yg melekat itu? sepertinya sulit, bahkan sepertinya semakin berkarang didalam pikiran dan jiwa ini.<br /><br />“ Sekali lagi maaf hen… tak ada sama sekali maksud aku untuk menyalahkan dirimu “ ucapnya, sepertinya menyesal telah mengatakan itu.<br /><br /><br />“ Oh iya, kamu bekerja dimana hen? “ tanyanya, sepertinya mencoba untuk mengalihkan rasa penyesalanku.<br /><br />“ Di jalan Sudirman, perusahaan kontraktor bangunan. Oh iya, berarti sekarang kamu sudah menjadi Ibu Dokter dong? “<br /><br />“ Enggak hen, kuliahku hanya sampai semester 4, setelah itu berhenti, bagaimana mungkin aku menyelesaikan kuliahku dalam keadaan mengandung, sehingga suamiku menyuruhku untuk berhenti kuliah . yah, terpaksa aku harus mengubur mimpiku untuk menjadi dokter,dan berkonsentrasi mengurus anak-anak.” Jelasnya. Yg secara bersamaan terdengar suara ponselnya yg berdering.<br /><br />“ Halo sayang… bagaimana?... oh, kamu udah selesai.. tunggu sebentar ya, nanti mama jemput…” cakapnya, sepertinya dia bicara dengan anaknya.<br /><br />“ Maaf ya hen, aku harus menjemput anakku pulang les..” ujarnya, seraya memanggil pelayan kafe untuk membayar kopi dan beberapa potong kue.<br /><br />“ Udah win, biar aku yg bayar… kamu langsung jalan aja., kan aku yg mengajakmu kesini ” tawarku<br /><br />“ Ah, makasih hen.. biar aku bayar sendiri “ jawabnya, seraya menyerahkan selembar uang seratus ribuan.<br /><br />“ Udah ya hen, salam untuk istrimu..” ujarnya, seraya melangkahkan kakinya menuju ketempat parkir kendaraan.<br /><br />Pandanganku masih terus mengikuti langkahnya, sampai menghilang dibalik pintu masuk.<br /><br />Kini tinggal aku sendiri yg masih termenung memikirkan wanita itu, satu hal yg membuat perasaan bersalahku padanya semakin besar adalah saat aku mengetahui bahwa suaminya begitu memandang rendah dirinya dikarnakan winda tidak dapat memberikan kesuciannya secara utuh kepada suaminya, dan siperengut kesucian itu adalah aku, akulah sumber dari penderitaan winda atas perlakuan kasar suaminya itu.<br /><br />Apakah ini memang sudah merupakan sebuah suratan takdir yg telah digariskan oleh sang khaliq ? namun aku masih tetap tidak bisa menyembunyikan rasa bersalahku dengan mengatas namakan suratan takdir itu.<br /><br />Cukup lama aku termenung di Cafe itu, bergelas-gelas kopi sudah pindah kedalam perutku. Dan langit Jakarta mulai gelap sementara hujan tak kunjung reda, istriku sempat menelpon menanyakanku, yg kujawab bahwa aku masih ditoko buku menunggu hujan reda, karna mobilku kuparkir diseberang toko buku, begitu alasanku.<br /><br />Alunan musik lembut masih mengalun dari stereo di Café itu, melantunkan tembang dari Iwan fals, YANG TERLUPAKAN..<br /><br /><i>denting piano<br />kala jemari menari<br />nada merambat pelan<br />di kesunyian malam<br />saat datang rintik hujan<br />bersama sebuah bayang<br />yang pernah terlupakan<br />hati kecil berbisik<br />untuk kembali padanya<br />seribu kata menggoda<br />seribu sesal di depan mata<br />seperti menjelma<br />saat aku tertawa<br />kala memberimu dosa<br /><br />ooo...maafkanlah<br />ooo...maafkanlah<br /><br />rasa sesal di dasar hati<br />diam tak mau pergi<br />haruskah aku lari dari<br />kenyataan ini<br />pernah kumencoba tuk sembunyi<br />namun senyummu<br />tetap mengikuti</i></span></div>
</div>
</div>
<br style="font-family: Calibri;" />
<span style="font-family: Calibri;">Sent from iPad Mini2</span><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-63025182476625445572014-01-16T00:43:00.006-08:002014-04-30T21:23:47.906-07:00ini hanya permainan<div style="font-family: Consolas;">
Sekitar satu minggu yang lalu isteriku, Dayu dan aku diundang hadir ke sebuah beach resort bersama dengan rekan-rekan kerjanya. Isteriku bekerja pada bagian marketing di sebuah perusahaan besar yang sangat sukses beberapa tahun belakangan, dan hal tersebut berimbas pada kesejahteraan karyawannya yang semakin naik dan beberapa bonus juga, salah satunya adalah perjalanan ke resort kali ini. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sangat bergairah untuk pergi, meskipun dia merasa khawatir bertemu dengan rekan-rekan kerja isteriku. Kantor Dayu bekerja sangatlah berkultur informal, dan kadang Dayu cerita padaku tentang semua godaan dan cubitan yang berlangsung selama jam kerja. Aku bekerja pada sebuah firma hukum, yang sangat disiplin dan professional, dan bercanda apalagi saling goda merupakan hal yang tak bisa ditolerir dalam perusahaan. Dan hal itu mempengaruhi sikap dan perilakuku dalam keseharian, aku menjadi seorang yang tegas dan formal. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tak begitu yakin bisa berbaur dengan rekan kerja Dayu nanti. Dayu sendiri adalah seorang wanita periang dan mudah bergaul. Berumur 30 tahun, potongan rambut pendek seleher dan berwajah manis. Dia agak sedikit pendek dibawah rata-rata, pahanya ramping yang bermuara pada pinggang dengan pantat yang kencang. Sosok mungilnya berhiaskan sepasang payudara yang lumayan besar dan namun bulat kencang meskipun tanpa memakai penyangga bra. Kami berjumpa dibangku kuliah dan menjadi dekat dalam waktu singkat lalu menikah tak lama setelah kami lulus. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia tak begitu berpengalaman dalam hal seks, meskipun aku bukanlah lelaki pertama yang berhubungan seks dengannya. Kala hari perjalanan itu tiba, kami mengenderai mobil menuju resort tersebut. Dalam perjalanan kesana Dayu menceritakan kalau dia telah membeli sebuah bikini baru untuk akhir pekan kali ini. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mau pamer tubuh ke orang-orang, ya?” candaku padanya. “Mungkin,” jawabnya dengan tersenyum. “Maksudmu?” tanyaku penasaran. Dayu yang kutahu tak begitu suka mempertontonkan tubuhnya, aku selalu merasa sulit untuk sekedar memaki pakaian renang yang minim. “Nggak ada, bukan apa-apa” Dayu tertawa menggoda suaminya. “Sudah pernah kubilang padamu kan kalau dikantor kita senang bercanda dan saling menggoda. Liburan ini pasti tak ada bedanya, hanya tempat dan suasananya yang beda untuk sedikit genit didepan para pria.” “Kamu juga genit di depan teman-teman priamu?” tanya Wisnu gusar. “Bukan cuma aku, sayang. Semua teman wanitaku juga melakukannya kok,” jawab Dayu menjelaskan. “Cuma sedikit genit, menggoda dan bercanda. Kamu tahu, kadang saling bercanda mmm… yeah bercanda agak jorok, seks dan juga sedikit tontonan.” “Tunggu, apa?” suara Wisnu agak meninggi. “Tontonan? Kamu mempertontonkan tubuhmu ke teman-teman priamu?” “Oh, sayang, ini bukan sungguh-sungguh,” jawab Dayu. “Cuma menggoda kok. Hanya sedikit menyingkap baju, kadang sedikit memberi bonus dengan memperlihatkan dada sebentar.” Aku terhenyak, isteriku memperlihatkan payudaranya pada pria lain? Pria lain di kantornya? Ini bukan seperti sosok Dayu yang kukenal selama ini. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hanya seberapa dekat dia dengan teman kerja prianya? Kepalaku dipenuhi oleh pikiran yang berkecamuk tak karuan hingga akhirnya kami tiba di resort. Segera kuparkir kendaraan kami. Begitu memasuki lobby dengan bawaan kami, sekelompok orang melambai ke arah Dayu untuk mendekat. Mereka adalah beberapa orang dari rekan-rekan kerjanya dan Dayu memperkenalkanku. Alan, Dave, Eddie, Gary adalah nama taman-teman prianya dan yang wanitanya Sasha, Kristin, Melly dan Nina. Mereka berkata pada Dayu kalau semua orang harus bertemu di kolam renang pribadi dan minum-minum dulu sebelum berikutnya pergi ke pantai. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami setuju untuk menyusul mereka secepatnya setelah menaruh bawaan dikamar dan berganti pakaian. Baru saja mereka beranjak, Alan sudah beraksi dengan mencubit pinggul Dayu yang langsung memekik kegelian dan mendorong tubuh Alan menjauh. Aku sangat terkejut mendapati hal tersebut dan hampir saja teriak marah, tapi mereka semua mulai tertawa, termasuk Dayu, jadi aku pikir inilah sebagian dari cara mereka saling menggoda dan bercanda. Aku tak mau dianggap seorang yang kolot dan tak bisa berbaur di lima menit pertama kehadiranku, jadi aku hanya diam saja membiarkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami menuju ke kamar kami dan mulai berganti pakaian dengan pakaian renang. Dayu masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan kemudian keluar dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Aku ingin melihat apa yang dipakainya dibalik handuk tersebut, tapi dia langsung memotongku sebelum mampu berkata sepatah kata “Ayo, kita turun!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kuraih sebuah buku dan berjalan mengikutinya menuju kolam renang. Kantor Dayu pasti sudah menyewa seluruh kolam tersebut, karena ada logo perusahaan pada semua handuk dan pada tulisan selamat datang. Ada sekitar lima puluhan orang di area kola mini. Kebanyakan dari mereka adalah pria, dan yang membuatku kecewa, kebanyakan dari mereka terlihat muda dan menarik. Para wanitanya juga tak ada yang mengecewakan. Kebanyakan mereka hanya berbikini minim memperlihatkan keindahan tubuh muda mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Baru saja aku hendak bertanya dimanakah teman-temannya yang tadi, saat kulihat isteriku sedang membuka handuk penutup tubuhnya. Apa yang terpampang dihadapanku sangat membuatku terpaku, dibalik handuk tersebut dia memakai sebuah bikini warna merah tua dan… sangat minim. Bagian atasnya hanya menutup sebagian depan dari payudaranya, dan tali penahannya yang terkalung dileher jenjangnya terlihat seakan siap untuk dilepas. Sedangkan bagian bawah hampir menyerupai thong, memperlihatkan keindahan paha dan bongkahan pantatnya. Dia terlihat begitu menawan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak heran dia menutupinya dengan handuk saat dikamar tadi, pikirku. Dia tahu kalau aku pasti akan meributkan apa yang dipakainya. Baru saja aku hendak berkomentar namun terpotong oleh sebuah teriakan dari seberang kolam, “Hey, lihat Dayu!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan langsung disusul oleh riuh rendah suara yang diiringi siulan nakal dari para pria di area kolam tersebut. Dayu hanya tertawa riang lalu melakukan sebuah pose, memperlihatkan perutnya yang rata dan kemulusan pahanya sambil mengoleskan sun-block ke tubuhnya. Dia menoleh ke arahku dan berkata, “Lihat kan? Hanya menggoda saja!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku hanya mengangguk dan terdiam. Aku harapdia mengatakan sesuatu tentang betapa terbukanya pakaian renang yang dia pakai ini tapi itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan, ini tetap hanya sebuah bikini. Jika para pria ingin memandangi tubuh isteriku, apa salahnya dengan itu? Bahkan aku bisa merasa bangga akan hal tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku rebah di atas bangku malas dan mulai membuka buku yang kubawa sedangkan Dayu berjalan menghampiri teman-temannya. Aku berencana menghabiskan waktu dengan membaca, namun mataku terus melayang ke arah dimana isteriku berada. Setiap kali aku melihat Dayu, dia tengah asik bercanda dengan teman prianya. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti membaca, dan hanya memperhatikan setiap tingkah lakunya sambil terus pura-pura membaca bukuku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di salah satu sudut kolam tersebut ada bar yang menyuguhkan berbagai macam minuman dan sudah berulang kali aku kesana untuk sebotol bir dingin. Kelihatannya minumannya sudah dipersiapkan dalam jumlah dan ragam yang banyak untuk membuat pesta ini berjalan meriah. Kuamati Dayu sudah berulang kali pergi ke sana untuk segelas margaritas dan entah sudah berapa banyak orang yang pergi mengambilkan minuman untuknya. Namun yang jelas dia semakin bertambah mabuk seiring berjalannya waktu. Ditambah lagi para pria yang mendorongnya dan juga para wanita lainnya untuk minum lebih banyak lagi. Pada suatu kesempatan Dave menantang Dayu untuk berlomba menghabiskan minuman dalam gelas mereka, yang tentu saja dimenangkan Dave dengan mudah, melihat kondisi Dayu sudah lebih dari sekedar mabuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Baru saja aku mulai kembali membaca, Dayu datang menghampiri. Dia baru saja keluar dari dalam kolam dan tubuhnya basah kuyup. Dengan kain penutup tubuh yang dia kenakan menempel erat disetiap lekuk tubuhnya, membuat dia semakin terlihat menggoda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hai, sayang,” sapanya. “Sudah lebih santai?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeah,” jawab Wisnu. “Kamu sendiri, bisa bersenang-senang?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh, ya,” dia tersenyum manja. “Aku sudah agak mabuk.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Itu terlihat jelas, tapi aku tak mau lebih mendesaknya. Dayu mengeringkan tubuhnya dengan handuknya, lalu melangkah kembali ke teman-temannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku kembali pada bacaanku, hingga tiba-tiba saja kudengar suara jeritan. Dengan cepat aku menoleh ke arah suara tersebut, tepat disaat kulihat Melly yang tengah menutupi payudara telanjangnya dengan tangannya. Salah satu dari pria tersebut menarik lepas penutup dadanya dan sekarang tengah berlari dipinggiran kolam dengan menenteng penutup dada tersebut. Melly mengejarnya, dengan lengan menyilang menutupi dadanya hingga si pria berhenti lalu menangkap tubuh Melly dan menariknya bersamanya menceburkan diri ke dalam kolam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku dengar sebuah suara jeritan lagi dan salah seorang wanita yang tak kukenal sekarang juga tak berpenutup dada. Alih-alih menutupi payudaranya, kali ini si wanita hanya membiarkan saja pria yang menarik lepas penutup dadanya itu berlari menjauh dan dia terus mengobrol dengan temannya seakan tak terjadi apapun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku memandang sekeliling untuk mencari Dayu. Dia sedang sedang mengobrol dengan seorang pria di kolam yang dangkal. Kuperhatikan Alan sedang berenang ke arahnya dari belakang dan muncul tepat dibelakangnya lalu menyentakkan tali penahan penutup dadanya di leher. Penutup dada Dayu tertarik erat menekan daging bulat kenyal tersebut dan tiba-tiba saja payudaranya terayun meloncat lepas dari penutupnya. Dia memekik dan tubuhnya berbalik ke belakang untuk memukul Alan. Alan mengangkat penutup dada tersebut tinggi ke atas, Dayu hanya tertawa keras lalu melompat mencoba merebutnya. Nampak payudaranya terayun seiring tiap lompatannya, puting merah mudanya terlihat jelas mencuat keras membuat seluruh pria dikolam tersebut bersorak riuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dave bergerak ke belakang Dayu lalu menangkap pinggangnya dan mengangkatnya tinggi tinggi agar bisa meraih penutup dada yang dipegangi Alan. Dayu rebut penutup dada tersebut dari tangan Alan lalu mengibaskannya pada Alan dengan tertawa genit. Dayu mulai memakai kembali penutup dadanya, namun masih kalah cepat dengan tangan Alan yang menjulur ke arahnya untuk meremas payudara telanjangnya yang sebelah kiri. Kembali Dayu memekik dan menepis tangan Alan untuk menjauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rupanya para wanita tak membiarkan begitu saja dengan perbuatan para pria terhadap penutup dada mereka. Beberapa menit setelah Dave membantu Dayu tadi, nampak Melly berjalan mengendap dibelakang Dave yang sekarang berdiri di depan Bar lalu menarik turun celana renang yang dipakai Dave. Sebuah batang penis yang besar menyembul keluar dan seluruh wanita menjerit riuh tak terkecuali Dayu. Dave hanya tertawa keras dan mulai mengejar Melly yang berlari mengitari tepian kolam. Dengan konyol Dave berlari mengejr dan mengibas-ngibaskan batang penisnya ke arah Melly yang berlari, menjerit dan tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
*****</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah beberapa menit kemudian, Dayu keluar dari kolam renang dan berjalan ke arahku. Sebelum dia mampu mengucap sepatah kata, aku sudah memberondongnya dengan pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi disana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh, sayang, bukan apa-apa. Mereka hanya bersenang-senang, itu saja,” jawab Dayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku rasa melihatmu telanjang dada dan juga menyentuh dadamu bukan sekedar bercanda atapun senang-senang!” kataku ketus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, jangan terlalu kolot begitu. Lagipula aku sudah memakai penutup dadaku lagi. Lihat para pria itu, mereka melepas beberapa penutup dada teman wanitaku yang lainnya lagi dan sebagian dari para merka, mereka tak ambil pusing untuk memakainya lagi.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia berhasil memojokkanku. Beberapa teman wanitanya sekarang sudah mondar-mandir dengan telanjang dada, terkadang salah seorang pria akan mendekat untuk sekedar menyentuh atau meremas payudara mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lagipula,” Dayu membungkuk dan tiba-tiba memelankan suaranya, “Bukankah ini membuatmu terangsang melihat para pria melirikku? Mengintip dadaku dan menyentuhnya sedikit?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku jadi terdiam karena memang itu kenyataannya. Aku merasakan rangsangan setelah melihat para pria tersebut menggoda isterinku, namun aku juga merasakan cemburu yang sangat besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Semua hanya coba bersenang-senang dan tak ada yang dirugikan,” sambung Dayu lagi. “Coba pikirkan saja betapa nakalnya isterimu ini, membiarkan para pria melihat dadanya dan menyentuhnya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku menganggukkan kepala pelan dan dia tersenyum lebar lalu melangkah pergi. Aku merasa harus mengucapkan sesuatu, namun moment tersebut telah musnah. Lagipula, jika para pria berlaku seperti itu pada semua wanita di sini, tak ada alasan bagiku untuk merasa marah. Aku coba lagi untuk konsentrasi pada buku yang kubawa, namun tak berapa lama rasa kantuk melanda. Aku ambil kacamatku lalu dengan cepat terlelap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat aku terbangun, suasana menjadi sangat riuh di dalam kolam. Kebanyakan para wanita yang berada disana sudah tak memakai penutup dada lagi, termasuk Kristin yang tengah berjalan lewat di depan tempatku berada. Kristin berbadan lebih tinggi dibandingkan Dayu, tapi payudaranya lebih kecil. Dadanya terekspos bebas, dan penutup dadanya terlihat menggantung dilehernya, mungkin hasil usil beberapa pria yang melepaskan pengaitnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku masih merasa ngantuk namun sudah terjaga, dan dengan kaca mata yang menutupi mataku terlihat aku masih tertidur. Aku sapukan pandangan ke seantero area kolam untuk mencari istriku dan kusaksikan suasana sudah semakin memanas, beberapa pasang pria wanita bahkan terlihat saling bercumbu di dalam kolam renang tanpa mempedulikan sekeliling lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya kutemukan keberadaan Dayu, yang sedang duduk dipinggir kolam dengan kakinya masuk ke dalam air. Alan menemaninya di dalam kolam, lengannya bertumpu di atas paha Dayu. Keduanya terlihat asik ngobrol dengan wajah yang hampir bersentuhan. Ekspresi wajah Dayu terlihat jengah, sedangkan Alan terlihat sedang merajuk tentang sesuatu. Sebentar-sebentar terdengar suara tawa renyah pecah dari mulut Dayu, terdengar jelas kalau dia masih dalam kondisi mabuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Beberapa menit berselang, terlihat Dayu mengangkat lengannya dan mengangkat salah satu tali penahan penutup dadanya dibahunya kemudian pelan-pelan dia turunkan dari bahunya. Alan mengucapkan sesuatu yang kembali membuat tawa isteriku pecah. Kemuadian dia memegang tangan Dayu dan menariknya masuk ke dalam air diantara kedua pahanya. Brengsek, umpatku dalam hati. Apa Alan sudah membuat isteriku menyentuh batang penisnya?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu memekik terkejut pada awalnya lalu kembali dia tertawa. Dia tetap membiarkan tangannya berada di dalam air, lalu mulailah terlihat dia menggerakkan tangannya. Kembali Alan mengucapkan sesuatu dan Dayu tertawa lagi, lalu dia angkat tangannya dari dalam air dan menurunkan tali penahan penutup dadanya yang satu lagi dari bahunya. Dia memandang sekilas kearahku, dan aku terdiam tak berani bergerak. Aku pasti telah membuatnya yakin kalau aku masih tertidur lelap karena kemudian dia menoleh kembali pada Alan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Penutup dadanya sekarang hanya bergantung ditahan hanya oleh daging bulat payudaranya saja. Alan sekarang memandanginya tanpa sungkan-sungkan lagi dan mengobrol dengan penuh semangat. Aku tak tahu apa yang tengah dia ucapkan, tapi melihat isteriku yang terlihat melakukan setiap apapun yang Alan pinta, itu pasti sebuah paduan sempurna dari sebuah humor dan rayuan. Beberapa saat berikutnya kembali tangan Dayu masuk ke dalam air. Kali ini dia terlihat menahan nafas. Apapun yang dia pegang di dalam air tersebut, itu membuatnya terkesan. Alan tertawa dan membisikkan sesuatu yang membuat tawa Dayu lebih pecah dengan kerasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kembali Dayu mengangkat tangannya dari dalam air kemudian meremas kedua lengannya rapat-rapat. Belahan daging payudaranya terangkat sedikit, cukup untuk membuat penutup dadanya sedikit lebih turun lagi, membuat putingnya sekarang terekspos di hadapan mata Alan. Putingnya yang merekah terlihat sangat keras dan mencuat menggiurkan dari bulat kenyalnya payudaranya yang indah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Menyaksikan hal itu membuatku sangat terkejut sekaligus merasa api birahiku berkobar hebat, batang penisku langsung tebangun dan ereksi penuh. Aku tak bisa percayai kalau isteriku telah mengekspos dirinya dihadapan seorang pria seperti itu, dan aku tak bisa percaya kalau diriku sendiri merasa terangsang karena melihat kejadian tersebut. Apa yang salah dengan diriku?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Alan sangat menikmati waktunya mengamati keindahan payudara Dayu untuk bebeapa waktu, kemudian dia membungkuk mendekat ke arah Dayu dan membisikkan sesuatu di telinganya. Dayu tertawa genit dan kembali tangannya bergerak masuk ke air. Keduanya diam tak berbicara untuk beberapa saat sedangkan tangan Dayu bergerak naik turun di dalam air. Terlihat nyata kalau Dayu tengah mengocok batang penis Alan. Beberapa detik kemudian Dayu menoleh ke arahku dengan ragu-ragu. Aku yakin jika dia melihatku bergerak, maka dia akan langsung menghentikan apapun yang tengah dia lakukan itu, tapi aku tetap diam tak bergerak. Aku merasa seberapa besar rasa cemburu dalam dadaku, maka sebesar itu pula keinginanku untuk melihat apa yang akan terjadi berikutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah memastikan kalau aku masih tetap tertidur, Dayu turun dari tepian kolam lalu masuk ke dalam air. Sekarang dia berdiri berhadapan dengan Alan, penutup dadanya menempel diperutnya. Kedua tangannya kembali masuk ke dalam air lalu keduanya nampak sedikit menggeliat untuk beberapa saat. Aku hanya mampu menebak apa yang tengah mereka lakukan hingga celana renang Alan tiba-tiba saja muncul dari dalam air disamping tubuhnya. Dayu telah melepaskannya!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya tertawa berbarengan, lalu kembali Dayu memasukkan tangannya kedalam air. Nafas Alan mulai terlihat berat dan tatapan matanya terpaku pada payudara indah milik isteriku. Dayu hanya tertawa genit atas tatapan mata Alan pada payudaranya tersebut dan bahkan beberapa kali nampak dia sedikit menggoyangkan dadanya untuk memberikan sedikit tontonan pada Alan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu mulai menggerakkan tangannya naik turun dengan cepat dan semakin bertambah cepat, sementara itu Atatapan mata Alan tak pernah lepas dari payudara isteriku. Tiba-tiba Alan memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit bibir bawahnya. Dayu melihat ke bawah dan menatap air seakan terhipnotis saat Alan mulai menggelinjang. Setelah beberapa saat dia berhenti menggelinjang dan membuaka matanya kembali. Lalu Alan membisikkan sesuatu padanya yang membuat Dayu menjerit dengan nada genit marah dan mendorong Alan menjauh. Alan tertawa dan menggenggam celana renangnya, sedangkan Dayu memakai penutup dadanya kembali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sudah tak yakin lagi apakah yang mampu membuatku terkejut lagi, menyaksikan isteriku memasturbasi pria lain didepan mataku ataukah kenyataan bahwa tak ada seorangpun yang memperhatikannya. Melihat sekeliling, kusaksikan begitu banyak orang yang saling mencumbu, dan aku rasa mereka berdua merasa sangat yakin kalau tak ada seseorangpun yang memperhatikan apa yang mereka perbuat. Aku bertanya kalau diriku masih seorang pria lugu dan kolot lagi sekarang, benarkah begitu? Benakku menjawab, masih, namun batang penisku yang ereksi berkata tidak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah setengah jam berikutnya, Kristin berdiri, masih bertelanjang dada mengumumkan bahwa saatnya untuk pergi ke pantai telah tiba. Perusahaan telah menyewa beberapa van untuk mengangkut semua orang disana dan tidak memperbolehkan memakai mobil sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku pura-pura baru bangun dari tidurku saat Dayu berjalan mendekatiku. Dia masih agak mabuk, jika tak mau dikatakan mabuk dan kuputuskan untuk melihat apakah dia akan mengungkapkan semuanya. “Ada yang terjadi lagi saat aku tertidur?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tak begitu banyak, sayang,” jawabnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ada lagi yang mencuri lepas penutup dada?” desakku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kenapa?” tanya istriku dengan nada menggoda. “Apa kamu ingin dengar tentang itu?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin,” jawabku, meskipun dengan cara penyampaiannya itu membuatku terdengar sangat ingin mendengarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Well, tak ada lagi yang mencuri lepas penutup dada, tapi Alan masih ingin melihat payudaraku dan dia terus merajuk. Jadi kupikir dia juga sudah melihatnya, aku memberinya sedikit bonus lagi.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh,” jawabku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jadi kuturunkan sedikit penutup dadaku dan membiarkan dia melihatnya. Tapi hanya itu saja. Tak apa-apa kan sayang? Kamu tak marah padaku karena sudah memperlihatkan payudaraku sebentar pada teman priaku?” jawabnya dengan nada merajuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku rasa begitu…” jawabku datar. Aku sedang membayangkan dia memasturbasi Alan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami mengemasi handuk kami dan kemudian berjalan mengikuti yang lain menuju ke area parkir. Kami masuk ke dalam van yang semua orang di dalamnya tak kukenal lalu mulailah kami berangkat menuju ke pantai. Jalanan yang dilalui sangat jelek dan membuat van yang kami tumpangi terlonjak-lonjak, namun aku tak begitu merasakannya karena aku tengah fokus pada usaha untuk mengingat apa yang kusaksikan pada Dayu dan Alan tadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
*****</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat tiba di pantai, kuperhatikan kalau perusahaan juga sudah mengeset sebuah erena untuk permainan bola voli lengkap dengan net-nya dan segera saja Kristin dan Nana sudah berinisiatif untuk memuali sebuah pertandingan. Kuputuskan untuk rebah diatas pasir saja dan melihat, berusaha untuk menata perasaan dan melegakan himpitan dalam dada, sedangkan Dayu langsung bergabung dalam permainan. Kedua team terbagi dalam kelompok wanita dan pria. Sebenarnya pertandingan tersebut menyenangkan untuk disaksikan karena para pemainnya ternyata lumayan mahir dan juga karena para wanita terlihat begitu menawan saat melompat dalam balutan bikini minim mereka. Seiring jalannya pertandingan, suasana semakin bertambah panas, kata-kata jorokdan ejekan penuh sendau gurau terus bersahutan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekarang tibalah saatnya bagi isteriku untuk serve. “Siap-siap guys, kali ini kalian ak akan bisa mengemblikan!” teriaknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu mau bertaruh untuk penutup dadamu?” teriak Eddie membalas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Langsung terdengar riuh rendah suara menyambut dari para penontonnya. Dayu terdiam beberapa saat, mimik wajahnya menggambarkan ekspresi yang sangat seksi kemudian belas menyahut, “Kalau kamu tak bisa mengembalikannya, kamu harus melepas celanamu!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ok, tapi itu tak akan terjadi sayang!” balas Eddie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu merespon dengan melempar bola ditangannya tinggi-tinggi dan mengirimkan sebuah serve yang sangat kuat. Aku tak yakin berapa banyak rekan kerjanya yang tahu, kalau dia saat kuliah dulu termasuk andalan dalam team bola voli. Bola tersebut mengarah sangat sesuai dengan yang dia inginkan, mendarat dengan tajam diantara dua pemain yang paling payah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Para wanita bersorak menyambutnya sedangkan para pria terlihat menepuk kepalnya sambil mengerang kesal. Eddie bersiul dan menghadap ke arah Dayu, kemudian mencengkeram celananya kemudian menurunkannya. Batang penisnya tak sepanjang milik Dave namun jauh lebih besar. Benar-benar cukup besar untuk mengundang siulan dan teriakan dari para wanita. Dayu menatapnya dengan senyum birahi tergambar pada wajahnya. Belum pernah diamenatap bang penisku dengan ekspresi seperti itu sebelumnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu bersiap untuk serve berikutnya dan berteriak pada seorang pria yang tak kukenal, “Hey, Don! Mau bertaruh yang sama juga?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Doni melihat ke arah Eddie, lalu beralih ke dada isteriku dan kemudian menjawab, “Tentu saja!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu memberikan sebuah serve penuh tenaga lagi, namun kali ini para pria sudah lebih siap menyambutnya. Salah seorang pria melompat menyambut datangnya bola, bola tersebut melayang cukup tinggi bagi Dave untuk menyambutnya dengan smash yang keras. Para wanita terlihat terkejut dengan serangan tersebut, dan begitu bola mendarat mulus diatas pasir, para pria berteriak menyambutnya, “Lepas! Lepas!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganna, dia tertawa malu, lalu tangannya bergerak kebelakang tubuhnya untuk melepaskan penutup dadanya. Dia menahannya didada untuk beberpa saatdan kemudian melepas kain penutup dada tersebut ke samping. Payudara bulat indahnya yang dihiasi putting merah mencuat terpampang jelas tanpa penghalang lagi. Para pria mulai bersiut dan berteriak menyambutnya, sedangkan Dayu tampak memerah wajahnya dan tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu memainkan sisa pertandingan dengan bertelanjang dada, membuat semua orang mendapatkan sebuah tontonan indah. Setiap kali dia berlari atau melompat untuk mengembalikan bola, payudaranya akan memantul dengan seksi. Kuperhatikan semua selangkangan para pria terlihat menonjol karena ereksinya melihat semua gerakan isteriku, khususunya Eddie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak lama kemudian game tersebut berakhir dengan kemenangan dipihak team isteriku. Dayu dia berjalan memungut penutup dadanya, tapi tak memakainya kembali. Lalu dia berjalan menghampiri Eddie, yang baru saja mengambil celananya. Kuamati dia agak merentangkan punggungnya ke belakang, membuat payudaranya lebih menonjol kedepan. Mereka mulai mengobrolkan sesuatu, dan kuperhatikan pandangan isteriku lebih sering tertuju pada batang penis besarnya Eddie dan mata Eddie seakan juga tak mau lepas dari dada isteriku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Eddie mengucapkan sesuatu, lalu mendorongkan batang penisnya kearah isteriku. Dayu tertawa genit dan menggelengkan kepalanya, tapi pandangannya tak beralih dari batang penis tersebut. Eddie tetap pada posisinya, tak bergerak dan setelah beberapa lama tangan isteriku menggapai ke depan dan menggenggam batang penis milik Eddie. Dia memeganginya sejenak, kemudian dia sedikit menggoyangkannya dan dia tertawa senang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Eddie juga tertawa, kemudian tangannya terjulur kedepan dan menarik bagian depan dari kain penutup selangkangan yang dipakai Dayu. Dia membungkuk kedepan untuk mengintip vagina isteriku, sedangkan Dayu menjerit malu namun tak berusaha menghentikannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba saja Eddie menyentakkannya turun hingga ke pergelangan kaki isteriku. Dayu menjerit, membuat semua orang menoleh ke arahnya dan menyaksikan vaginanya yang dihiasi rambut tercukur rapi terekspos penuh. Tubuh indah isteriku telah telanjang seutuhnya sekarang, dan ekspresi malunya semakin membuatnya terlihat sangat cantik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Dayu menaikkan penutup tubuh bawahnya dengan diiringi sorakan para pria, namun dia tak memakai kembali penutup dadanya. Matahari sudah mulai beranjak ke peraduannya sekarang, lalu Kristin meminta semua orang untuk kembali ke resort, semuanya diminta untuk berkumpul kembali di hot tub jam 10 nanti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
*****</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami mulai berkemas dan berjalan menuju mobil, kami berjalan dengan santai dan saat kami tiba ke tempat parkir, yang tersisa hanya sebuah mini-van kecil dan orang yang masih ada berjumlah delapan orang. Iseriku adalah satu-satunya wanita dikelompuk ini dan pria yang kukenal dalam grup ini hanyalah Gary dan Dave. Garry naik ke kursi pengemudi dan menyuruh kita semua untuk segera masuk ke dalam mobil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Barusaja aku hendak menyuruh isteriku agar duduk di kursi belakang, namun Dave yang berada dikursi depan berkata, “Hey, Dayu, duduk disini saja, kupangku! Biar semuanya cukup.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu sama sekali tak melirikku untuk meminta persetujuan. “Oke,” dia tertawa manja, “Tapi jangan macam-macam!” Kemudian dia naik ke pangkuan Dave, dengan masih hanya memakai penutup tubuh bawahnya saja. Para pria yang lainnya dengan cepat saling berebut naikke kursi tengah, membuatku terpaksa duduk jauh dibelakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua orang kecuali aku dan Gary sudah dalam keadaan lumayan mabuk. Aku duduk dibelakang, disamping seorang pria yang keadaannya sudah mabuk berat, dan berbicara tentang sepak bola dengan suara yang sangat keras. Semua orang nampak asik dengan topik yang diangkat pria ini, jadi ada empat orang pria yang mabuk saling teriak satu sama lainnya dalam mini-van ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tak begitu ingin ikut masuk dalam pembicaraan mereka, karena aku ingin konsentrasi mengawasi isteriku yang berada di depan. Aku tak mau Dave mengambil kesempatan dlam situasi ini. Sudut pandangnku sangat kurang menguntungkan dan aku harus membungkuk ke depan untuk dapat melihat apa yang terjadi dikursi depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pada awalnya kulihat isteriku nampak bersandar ke tubuh Dave di belakangnya, yang berusaha memasang sabuk pengaman ke tubuh mereka berdua. Itu membuatnya harus meraih kedepan dan tangannya menyentuh payudara Dayu karenanya. Dave melakukannya lebih lama dari yang seharusnya, tapi Dayu hanya membiarkannya saja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami mulai memasuki jalanan yang jelek, membuat mini-van ini melompat-lompat dan yang berada didalamnya terguncang. Ditengah guncangan yang terjadi itu kuamati tangan Dave yang semula berada di dada Dayu bergeser ke pahanya. Keduanya asik mengobrol dan tertawa-tawa, tapi karena keberadaanku di belakang dan ditambah pula suar berisik para pria mabuk ini yang membicarakan sepak bola dengan sura yang keras membuatku dapat mendengar apa yang tengah dibcarakan Dayu dengan Dave.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Satu dari pria mabuk ini menoleh padaku dan bertanya tentang team sepak boal favoritku. Aku berusaha untuk tetapa fokus pada kejadian di kursi depan, tapi aku tak ingin menarik perhatian para pria mabuk ini. Jadi kujawab pertanyaaan pria tersebut dan mulai masuk dalam perbicangan tentang sepak bola ini. Jalanan yang kami lalui bertambah semakin parah, dan aku harus susah payah menjaga posisiku agar tetap stabil dan pada perbincangan tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat akhirnya aku bisa melirik ke arah depan lagi, keperhatikan Dayu dan Dave sudah tak memakai sabuk pengaman lagi. Tak ada yang kelihatan aneh. Tangan Dave masih berada dipinggang isteriku, meskipun sekarang posisi duduk Dayu agak lebih naik di pangkuan Dave dan terguncang naik turun. Kupikir guncangan tersebut disebabkan oleh buruknya kondisi jalan, namun saat mobil berhenti dilampu merah, kuperhatikan tubuh Dayu tetap bergerak naik turun. Aku tak bisa melihat ekspresi keduanya dan tiba-tiba saja sebuah prasangka buruk menyergap otakku, mungkin saat ini Dave sedang menyetubuhinya. Kecurigaanku semakin besar saat kuamati mereka berdua sama sekali diam tak saling bicara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Disisa perjalanan aku membungkuk ke depan dan mengamati tubuh isteriku terayun naik turun, menerka-nerka tentang kemungkinan kemungkin yang terjadi dikursi depan. Setelah sekitar dua puluh menitan, mobil berbelok arah dan sudah tampak resort di depan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku yang paling terakhir keluar dari dalam mobil dan aku bergegas menyusul Dayu yang sudah berjalan didepan bersama Dave dan Gary. Saat akhirnya aku berhasil menyusulnya, kuperhatikan kalau wajahnya tampak memerah dan dia sedikit berkeringat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey,” kataku, saat semua pria sudah berjalan menjauh didepan. “Apa yang sudah terjadi dikursi depan tadi?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa? Apa yang sudah kamu lihat?” tanyanya, terdengar terkejut namun juga bersemangat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku tak bisa melihat, tapi kuperhatikan kalau Dave terlihat sangat menikmati keadaannya,” jawabku mencoba berkilah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan marah, sayang, kami hanya bercanda saja,” dia mulai menjelaskan. “Dave terus mengeluh tentang celananya yang sangat sesak, jadi aku menyuruhnya untuk menurunkannya sedikit kalau dia mau. Sebenarnya aku cuma bercanda dan bermaksud menggodanya saja. Aku tak bermaksud agar dia benar-benar melakukannya, tapi dia sungguh-sungguh melakukannya. Andai saja kamu melihat betapa batang penisnya sungguh sangat besar ” terangnya dengan suara pelan namun punuh gairah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, batang penisnya itu sungguh besar. Aku menggeseknya dengan pantatku beberapa saat. Lalu dia sepertinya menarik penutup tubuh bawahku kesamping dan kepala penisnya menyelinap masuk ke dalam bibir vaginaku begitu saja. Aku rasa itu tak sengaja. Dan kamu tahu kondisi jalannya yang sangat parah kan? Tubuhku jadi terangkat naik turun dan itu membuat batang penisnya semakin masuk bertambah dalam, hingga akhirnya… kamu mungkin tak percaya sayang, batang penisnya jadi masuk semuanya! Tapi baru sebentar saja aku merasakan vaginaku terisi penuh, mobilnya menghantam gundukan yang besar dan batang penisnya jadi tercabut keluar begitu saja, lalu kubetulkan lagi penutup tubuh bawahku dan selesai, itu saja.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ekspresi wajahnya jadi bergairah dan menghiba disaat yang bersamaan. “Tak apa-apa kan sayang? Bukan masalah besar kan? Ini benar-benar kecelakaan dan lagipula dia tak sampai keluar.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sama sekali tak mampu bicara. Isteriku telah berterus terang dengan sangat gamblang kalau dia baru saja menyetubuhi seorang pria. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Aku tak mungkin membuat keributan besar di resort ini, di hadapan semua orang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yah… kalau dia tak sampai keluar, kurasa itu tak maslah,” akhirnya jawabku lirih.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu sungguh suami yang sangat pengertian sayang!” teriaknya senang sambil memelukku. “Ayo, kita cari sesuatu untuk makan malam!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
*****</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dinner berlalu tanpa ada kejadian berarti. Kami makan sandwich di kamar hotel. Aku lebih diam sekarang, berharap Dayu akan meminta maaf atau mngucapkan sesuatu tapi dia sepertinya terlihat menghindar terus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku berbaring di atas ranjang, bermaksud untuk mengistirahatkan mataku sebentar, tapi aku pasti telah jatuh tertidur. Saat aku bangun, jam sudah menunjukkan pukul 10:30, dan Dayu sudah tak berada di dalam kamar. Aku bergegas turun menuju emperan belakang hotel.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Orang-orang sudah ramai di sekitar hot tub, minum dan tertawa. Dayu memang sudah berada disana, dia pasti sudah pergi dulu saat aku tertidur tadi. Beberap wanita sudah tak memakai penutup dada lagi, dan telah banyak yang saling bercumbu dengan terang-terangan. Susana ini seperti layaknya pesta saat kuliah dulu, bukan sebuah pesta kantor.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu berjalan menghampiriku, dia sudah dalam keadaan mabuk dan langsung memberiku sebuah pelukan hangat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, tak apa-apa kan kalau aku lepaskan semua penutup tubuhku?” tanyanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa?” aku sangat terkejut. “Semuanya?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah sayang, bukan masalah besar kan?,” jawabnya. “Semua orang sudah melihat payudaraku, dan beberapa orang juga sudah melihatku telanjang saat Eddie menurunkan penutup tubuh bawahku. Orang lain juga sudah telanjang, kita semua disini memang datang kesini untuk bersenang-senang dan merasa nyaman.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu tak menunggu responku, dia hanya berbalik dan berjalan menuju hot-tub dan mulai melepas pentup dadanya. Saat para pria mulai bersiul padanya, dia menurunkan penutup tubuh bagian bawahnya, memperlihatkan pantatnya yang bulat dan kencang. Para pria yang berada dihadapannya mendapatkan pemandangan menawan dari vaginanya, dan semua orang menatap ke arahnya saat dengan perlahan dia mulai turun dan masuk ke dalam hot tub.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu menyusup diantara wanita lain yang juga bertelanjang dada dan kemudian duduk, menurunkan tubuhnya hingga hanya bahunya yang nampak menyembul dari atas permukaan air. Setidaknya dia membiarkan air menutupi tubuhnya, pikirku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku berjalan menuju ke bar di dekat situ dan minum beberapa botol bir dingin lalu berbincang dengan para pria yang berada di sana. Perhatianku tertuju pada sekelompok orang di sebuah sudut didekatku dan kulihat Melly berada dalam kelompok tersebut. Dia bertelanjang dada, payudaranya yang kecil namun terlihat kencang tersebut nampak indah dihiasi putting yang lebih besar dari milik isteriku dan mencuat keras. Terlihat dia sangat semangat bicara dan itu membuat semua pria disekelilingnya tertawa. Tiba-tiba saja dia menurunkan bagian depan dari penutup tubuh bawahnya dan memperlihatkan vaginanya yang tercukur bersih. Para lelaki tersebut riuh menyambutnya dan mata mereka melahap dengan rakus pemandangan indah dan gratis dihadapan mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku fokuskan perhatianku untuk berusaha mendengar apa yang mereka perbincangkan. “Rasanya sungguh hebat!” kudengar Melly berkata sambil menaikkan lagi penutup tubuh bawahnya. “Sekali kamu di wax, kamu tak akan bisa berhenti lagi! Suruh kekasih kalian untuk mencobanya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeah, kalau kamu bilang begitu,” salah seorang pria berkata. “Maksudku, itu memang terlihat bagus. Aku akan bilang kekasihku tentang ini.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mungkin dia akan lebih merasa yakin kalau kamu melakukannya lagi,” canda salah seorang pria. Pria yang lainnya tertawa dengan riuh menimpalinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melly memutar bola matanya dengan seksi. “Ini, lihat yang baik,” katanya lalu menurunkan penutup tubuh bawahnya tersebut hingga ke mata kakinya. Sekarang telanjang bulat, dia tersenyum sambil menggoyanggan pinggulnya yang disambut engan siulan nakal para pria.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sedang terpesona dengan tubuh kencang milik Melly saat telingaku mendengar seseorang dari arah hot tub berteriak, “Ini terlalu penuh!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey Dayu, duduk dipangkuanku sini!” kata Eddie. “Biar yang lain kebagian tempat!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Isteriku tertawa manja. “Tapi orang-orang akan bisa melihat dadaku!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bagus kan!” balas Dave, diiringi suara tawa orang-orang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayolah, lagipula kami sudah pernah melihat semuanya tadi,” jawab Eddie.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dayu tertawa lalu berdiri, mengangkat payudaranya dari dalam air. Dia berjalan melintas dan duduk dipangkuan Eddie, terlihat payudaranya terguncang saat dia duduk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Eddie merangkulnya dan memegangi kedua daging payudara isteriku dengan telapak tangannya. “Nah, begini” katanya, “sekarang tak seorangpun yang bisa melihat payudara Dayu!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Semua orang tertawa, termasuk isteriku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lalu mereka kembali asik mengobrol lagi, namun perhatianku tetp tertuju pada isteriku dan Eddie. Tangannya tetap tak dia singkirkan dari dada isteriku, dan tak beberapa lama kemudian tangannya mulai bergerak meremas dan membelai. Dayu bersandar ke belakang dan membisikkan sesuatu ke telinga Eddie, dan kemudian tangan Eddie mulai memilin putingnya dengan lembut. Dayu tersenyum lebar dan mengatur posisi tubuhnya hingga Eddie lebih leluasa meremas dan membelai payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku baru saja hendak melangkah mendekati isteriku saat Nina berjalan mendekatiku dan mulai bicara. Aku tak mau bersikap kasar, kudengar dengan seksama saat dia yang kondisinya sudah mabuk tersebut muali bicara betapa cantik baiknya isteriku dan bagaimana senangnya dia bisa bekerja bersama Dayu dikantor. Aku terus berusaha melirik kea rah isteriku dan Eddie tapi Nina menghalangi pandanganku. Setelah beberap lama aku menyerah dan mengalihkan seluruh perhatianku pada Nina. Dia terlihat sangat menarik dengan rambut ikalnya yang panjang dan postur tubuh yang menyerupai seorang model. Dia mengenakan pakaian renang one-piece warna hitam yang terlihat tak mampu menampung payudaranya yang begitu besar. Aku merasa nyaman memandanginya, karena keadaannya yang mabuk jadi dia tak akan menyadarinya, atau mungkin juga karena keadaanku yang sudah agak mabuk. Dia terus bicara tentang dirinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu mau melihatnya?” tiba-tiba dia bertanya padaku, menyentakkanku dari lamunan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mm, melihat… nya?” jawabku, mencoba menutupi kalau aku tadi tak memperhatikannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Anting pusarku! Kamu mau melihatnya?” dia mengulangi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uh, tentu,” jawabku. Aku tak begitu yakin bagaimana cara dia memperlihatkannya padaku, karena itu berada dibalik pakaiannya, dan pada awalnya dia berusaha menyingkapkan pakaian renangnya untuk memperlihatkan pusarnya padaku. Tapi pakaiannya tersebut sangat ketat. Setelah beberapa saat dia kemudian menyerah, dan yang membuatku terkejut, dia mulai menurunkan tali penahan dari bahunya. Dia turunkan hingga pinggangnya, mengekspos payudaranya yang besar dan perutnya yang kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lihat kan?” katanya sambil menunjuk anting di pusarnya. “Aku rasa agak kebesaran ukurannya.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sedang berusaha agar terlihat memperhatikan antingnya, tapi mulutku menjawab dengan terbata-bata dengan mataku yang tak mau lepas dari dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aw, kamu sangat manis,” jawabnya. “Dayu sangat beruntung memilikimu!” Kemudian dia melangkah pergi, dengan dadanya masih terekspos, meninggalkanku berpikir ada apa dengan orang-orang ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba aku kembali teringat akan isteriku dan Eddie, lalu aku menoleh tepat disaat kulihat Dayu sedang mengangkat tubuhnya dari pangkuan Eddie. Keduanya terlihat berat nafasnya dan Eddie tersenyum dengan lebar. Dia bangkit dan mengangkat tubuhnya dari dalam tub dan sekarang kulihat dia telanjang bulat, batang penis besarnya terayun-ayun diselangkangannya. Bayangan tubuh telanjang isteriku diatas pangkuannya segera membuatku merasa resah dan khawatir kalau pria ini sudah menyetubuhi isteriku seperti halnya Dave.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kulihat ke arah isteriku lagi dan kulihat dia tengah duduk di dalam hot tub dan asik mengobrol dengan salah seorang wanita yang bertelanjang dada. Wanita tersebut menunjuk ke arah Eddie dan Dayu mengangguk, lalu keduanya menjerit genit dan tertawa keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Di titik ini aku merasa sudah terlambat untuk berbuat sesuatu, dan hanya berdiri saja disana melihat semua yang tengah terjadi. Aku mulai merasa aneh dan takut kalau aku tak lagi memusingkan ini semua. Tanpa memberitahu isteriku, aku putuskan untuk kembali ke kamar. Aku rasa kalau dia melihatku pergi, dia akan sadar kalau aku sudah marah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
*****</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Oh, ternyata aku salah. Aku tak bisa memejamkan mata dan sangat resah. Tiga jam berikutnya Dayu akhirnya masuk ke dalam kamar. Dia masih telanjang bulat dan tangannya memegangi pakaian renangnya. Setelah dia mandi dan kemudian menyusulku naik ke atas ranjang,merebahkan tubuhnya dengan punggungnya menghadap ke arahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku berharap dia akan mengucapkan sesuatu, tapi tak terdengar apapun kecuali kesunyian. Setelah beberapa lama, aku merasa takut kalau dia jatuh tertidur akhirnya aku bicara. “Jadi, apa yang sudah terjadi di hot tub?” bisikku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia membalikkan tubuh dan memandangi ekspresi wajahku. Tangannya bergerak ke dalam celanaku dan mulai membelai batang penisku saat dia mulai bicara.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh, jangan marah sayang, tapi aku memang agak terbawa suasana. Saat aku mulai masuk ke dalam hot tub, Eddie bergurau dengan mengatakan kalau sudah tak ada tempat lagi bagi kita semua dan dia menyuruhku untuk duduk di atas pangkuannya. Jadi aku pindah untuk duduk di atas pangkuannya agar semuanya mendapat tempat. Dia mulai bermain dengan payudaraku dan itu sangat membuatku terangsang. Jadi kubiarkan dia melakukannya lebih lama lagi. Kemudian dia menarikku lebih merapat dan aku jadi tahu kalau dia tak memakai apapun lagi, tapi sebelum aku sempat bereaksi, dia sudah lebih dulu mendorong batang besarnya masuk ke vaginaku!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dia mulai mengocoknya keluar masuk dan itu terasa sungguh indah, itulah kenapa kubiarkan saja dia melakukannya. Dan kurasa para pria lainnya juga tahu yang sedang terjadi, karena kemudian semuanya yang berada di hot tub memandangi kami berdua tanpa berkedip. Aku jadi merasa malu dan berpikir untuk menghentikannya, tapi kemudian kurasakan dia menusukkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku dengan keras dan kurasakan batangnya itu berdenyut. Kamu tidak marah, kan? Aku benar-benar tak merencanakan dia keluar di dalam tapi itu sudah terlambat.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia berhenti beberapa saat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu… bukanlah semua yang terjadi,” ucapnya agak ragu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, berapa pria yang memasukkan batang penis mereka ke dalam vaginamu?” tanyaku, tak berharap dia menjawabnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yeah, sebenarnya semuanya, setidaknya sekali saja,” jawabnya. “Tapi itu salah satu bagian dari game yang berlangsung!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“SEBUAH GAME?” tanyaku dengan nada cukup keras, dan kocokan tangannya pada batang penisku semakin bertambah cepat dan keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya, setelah beberapa lama kemudian,” sambungnya, “Kami semua sudah benar-benar mabuk. Maksudku sangat, sangat mabuk. Dan berikutnya hanya tinggal Kristin, Melly, Nina dan aku saja yang berada dalam hot tub bersama dengan semua pria. Dan beberapa pria mulai berdebat tentang batang penis siapa yang paling besar. Lalu Melly menyarankan biar para wanita saja yang memutuskan. “</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kemudian para pria mulai melepas celana mereka dan membiarkan para wanita melihatnya. Sayang, aku tak tahu apakah aku memang sudah sangat mabuk atau bagaimana, tapi kulihat mereka semua sangat besar! Bahkan yang paling kecilpun terlihat masih agak lebih besar dibanding milikmu ini. “</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kami mulai penilaiannya, tapi kemudian Eddie kelepasan bicara kalau dia sudah menyetubuhiku, dan itu jadi tak adil lagi karena aku sudah tahu lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Dan Dave juga mengatakan kalau dia juga sudah melakukannya denganku, meskipun tidak sampai keluar. Lalu Gary mengatakan bahwa dia dan Melly juga sudah bersetubuh saat dipantai. Hingga akhirnya Kristin memutuskan agar adilnya, semua pria harus memasukkan tiap batang penis mereka ke dalam vagina tiap wanita, jadi para wanita akan tahu semua bagaimana rasanya. Bukan bersetubuh atau yang lainnya, hanya memasukkannya sebentar. Dengan begitu akan adil bagi penilaian para wanita. Kamu pikir juga begitu kan, sayang?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam kondisi normal pasti akan kutolak penjelasan logikanya, tapi perbuatan tangannya pada batang penisku sudah berefek, dan aku hanya mampu menelan ludah lalu mengangguk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jadi kami semua akhirnya setuju dan para pria mulai mengambil gilirannya. Aku mendapatkan Alan untuk pertama kalinya, dia masukkan batang penisnya ke dalam vaginaku dan mulai mengocoknya keluar masuk beberapa kali, agar aku bisa merasakan dan membuat penilaian. Batang penisnya terasa lebih besar dari ukuran aslinya saat aku berhasil membuatnya orgasme.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tahu itu! Dayu terlalu mabuk untuk mengingat kebohongannya diawal tadi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dan berikutnya Eddie lagi dan kemudian Gary. Mereka berdua menusukkan batang penisnya untuk beberapa saat agar aku bisa melakukan penilaian pada batang penis mereka. “</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu akhirnya giliran Dave. Dia yang paling akhir, dan dia berbisik ditelingaku kalau tak adil jika kami tak menyelesaikan apa yang sudah kami awali di dalam mobil sebelumnya. Kemudian dia mulai memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku. Dialah yang paling besar, itu sudah pasti dan juga paling keras! Dan aku sudah merasa sangat terangsang setelah beberapa pria sebelumnya, dan aku adalah wanita yang terakhir bagi Dave. Jadi aku membiarkan dia menyetubuhiku agak lebih lama dibandingkan yang lainnya. Para wanita lainnya juga melakukan hal yang sama pada pria yang mendapatkan giliran terakhir dengan mereka, jadi aku rasa itu bukan masalah dan masih adil penilaiannya. Kami semua seolah saling berlomba bersetubuh untuk beberapa waktu lamanya hingga akhirnya kurasakan spermanya menyembur hebat dalam vaginaku. “</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu semua yang terjadi, sayang. Bukan masalah besar, kan?”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bukan,” nafasku tecekat ditenggorokan saat aku orgasme, lebih hebat dari yang pernah kurasakan seumur hidupku. Aku tiba-tiba merasa menyesalinya, karena itu membuatku terlihat menikamti menyaksikan isteriku sendiri disetubuhi oleh sekelompok pria yang mereka semua dalah rekan kerjanya sendiri. Padahal sesungguhnya aku harus merasa marah karenanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku rasa kamu menyukainya,” jawabnya lirih. Lalu dia membalikkan tubuhnya dan menarik selimut ke atas. “Selamat tidur, sayang, I love you"</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-80571170149010484872014-01-01T21:13:00.000-08:002014-04-30T21:24:06.464-07:00Salah Sangka<div style="font-family: Consolas;">
"Hey, penyanyi dangdutnya jangan dicolek!" Mas Alim menegurku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Sorry, Mas. Abis nafsu sih. Field job berminggu-minggu nggak ketemu istri begini... berasep juga deh pala," aku beralasan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Iya, aku ngerti. Tapi jangan ama si Neneng, dia nggak bersih, lagian nggak cantik juga." Mas Alim menasehati lagi. Lalu dia berbisik, "Ssst, kalo emang udah nggak tahan, ada kok solusinya," begitu dia bilang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam hati aku kaget juga. Masak sih Mas Alim yang beneran alim ini nawarin 'solusi'? nggak salah?!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ssst, denger ya... dari basecamp ini, kamu jalan deh ke bawah sana. Temui Mbak Ratna, wanita cantik yang baru pindah dari kota. Ama dia bereslah... sabtu-minggu dia bebas, kita-kita sering kok pake jasa dia," katanya mengedip.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ya udah. Mengikuti rekomendasi Mas Alim, sabtu pagi, blas! Aku menghilang, turun menuju kantor desa itu. Pas ketemu Mbak Ratna, kaget juga. Ternyata dia cantik sekali, sangat putih dan manis, tubuhnya juga seksi abis, tinggi dan sangat montok walau agak sedikit gemuk. Tak apa, yang penting perabotnya tetap bulat dan membusung, tipe kesukaanku. Sayangnya, dia agak sulit dirayu. Tapi karena sudah telanjur konak, ditambah sudah direkomendasi sama Mas Alim, maka aku pun nekat. Kudekati dia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Malam, Mbak.“ sapaku dengan sopan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Malam juga,“ sahut Ratna yang kemudian memperkenalkan diri, nama lengkapnya ternyata Ratna Dumilah, kelahiran Surabaya, 20 Desember 1983. Kujabat tangannya yang halus saat dia mengulurkannya sambil sekaligus kulirik besaran buah dadanya yang sedikit terbuka. Hmm, cukup montok dan bulat juga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kamu kerja sama Mas Alim ya?” tanyanya kemudian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya, saya temennya.“ sahutku dengan tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan tidak canggung, kami mulai saling ngobrol. Kubelikan dia minuman agar kami menjadi semakin akrab.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Nggak usah, Mas. Jangan repot-repot.” dia menolak dengan halus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nggak apa-apa, Mbak... saya senang dapat teman baru,“ sahutku dengan senyum menggoda sambil terus mencuri-curi pandang ke arah buah dadanya yang over size itu, kubayangkan kepalaku tenggelam dalam belahannya yang curam dan lembut, ugh betapa nikmatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Betah kerja disini?” tanya Ratna lebih jauh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yah, lumayan. Apalagi kalau ditemenin wanita cantik seperti Mbak.“ kataku menggoda sambil menaikkan sedikit kepalaku sehingga bisa melihat lebih dalam tonjolan buah dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ratna ikut tersenyum sambil semakin merendahkan dadanya, membuat segala yang ada disana jadi menggantung sangat indah. “Ah, mas bisa aja,” sahutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mbak disini kerja apa?” tanyaku penasaran.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Saya ngajar kesenian di SD, cuma bantu-bantu, biar ada kegiatan sambil nungguin anak saya yang lagi diterapi.” jelasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Diterapi?” tanyaku tak mengerti dengan mata kembali mencuri ke arah belahan buah dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Iya,” ia mulai menjelaskan segala tentang Alya, putri kecilnya yang divonis autis oleh dokter. ”Begitu mendengar kalo disini ada terapi autis yang bagus, saya langsung kesini.” tambahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku ikut simpati mendengarnya, tapi tetap tak menyurutkan niatku untuk bisa menikmati kesintalan tubuhnya. Habis sudah telanjur konak sih. Sore itu kami ngomong banyak, Ratna curhat banyak kepadaku bak teman lama yang baru bertemu kembali. Tapi saat kuutarakan niatku, dia langsung menyuruhku untuk diam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Iya, saya mengerti.” potongnya. ”Seperti yang biasa dilakukan mas Alim dan teman-temannya kan?” tebaknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mengangguk. ”Jadi, kita langsung aja?” tanyaku sambil melirik paha mulusnya yang dibalut rok pendek ketat selutut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Tarifnya tigaratus ribu sehari, sudah tahu kan?” tanyanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mengangguk lagi. Uang segitu sih kecil buatku, malah menurutku sangat murah bila dibanding tubuhnya yang sintal. “Jadi kalau sampai minggu sore, saya harus bayar enamratus ribu gitu?” tanyaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia mengangguk. ”Dan dibayar di muka, hehe” Ratna tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kukeluarkan dompetku dan segera membayarnya. Setelah menerima dan menghitungnya, Ratna kemudian menyelipkannya ke balik saku. ”Saya senang berbisnis dengan orang-orang kayak, Mas.” dia tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Saya juga, senang bisa mengetahui ada orang secantik mbak di desa terpencil seperti ini,” sahutku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Kalau bukan karena mau mengobatkan anak saya, nggak mungkin saya berada disini, Mas.” balasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami kembali saling menatap dan tersenyum. “Hmm, suami Mbak dimana?” tanyaku mulai merayu. Aku tidak ingin pas lagi enak-enaknya tiba-tiba suaminya datang mengusirku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Suami saya ada di Jakarta, bisnisnya nggak bisa ditinggal,” jawaban yang cukup melegakanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tidak berkata lagi, segera kupegang kedua tangannya. Ratna sedikit terkejut menerimanya, mungkin karena baru kali ini ada calon pelanggan yang lebih nakal dari dirinya, hehe.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Maaf, jangan seperti ini.” Ratna tersenyum, namun kemudian menunduk. Saat itulah, dia tanpa sengaja menatap selangkanganku yang sudah menonjol indah, batang kontolku yang sudah ngaceng berat tercetak jelas disana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Kenapa tidak? Saya kan sudah membayar mbak.” kulancarkan serangan susulan, cepat kulingkarkan tanganku ke pinggangnya yang ramping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya, tapi bukan... Jangan nakal, Mas!!“ tolak Ratna ketika aku berusaha mengusap bokongnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Saya cuma pingin meluk mbak aja kok,” sahutku pendek dengan tetap tersenyum. Ratna terdiam, membiarkan tanganku menempel di pinggangnya. Perlahan aku mendekat ke tubuhnya yang harum, rambut pendeknya yang dicat coklat membuatku semakin mabuk kepayang. Aku terus melancarkan gerilya, tanganku yang nakal mulai merambat ke atas menuju ke tonjolan buah dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tolong, Mas. Kita tidak boleh melakukan ini.” kata Ratna dengan nafas memburu, ia tampak mulai tak tenang. Tangannya berusaha menekan tanganku yang sudah sangat dekat dengan buah dadanya yang besar itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudahlah, saya sudah bayar Mbak untuk melayani saya ngentot malam ini.” jawabku enteng sambil langsung memegang buah dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan kurang ajar, Mas... Mas salah paham!” hardik Ratna sengit.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun aku tak peduli. Aku sudah telanjur konak dan kepalang basah, segala omongannya tidak lagi aku dengarkan. Yang ada di pikiranku cuma bagaimana bisa secepatnya merasakan tubuh montok wanita yang satu ini. Jadi langsung kubekap mulut manis Ratna dan kutekan tubuhnya ke sofa. Ratna awalnya berusaha memberontak, namun tentu saja kalah tenaga denganku. Aku sudah memeluknya erat sambil terus memegangi buah dadanya yang besar itu, tanganku meremas dan memencet-mencet lembut disana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku aku ingin dirimu, Mbak... kau sungguh menggodaku!“ bisikku dengan nada pelan sambil tanganku meluncur nakal menuju ke arah selakangannya. Ratna berusaha terus memberontak, namun rontaannya itu lama-lama menjadi lemah dan akhirnya berhenti sama sekali. Mungkin dia sadar kalau usahanya itu akan sia-sia belaka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan... saya wanita baik-baik... mas sudah salah paham!“ jerit Ratna panik saat tanganku mulai melepaskan kancing kemejanya satu per satu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Sudah terima uang, tapi nggak mau melayani... apa itu yang disebut wanita baik-baik?!” tuduhku dengan mata tak berkedip memandangi buah dadanya yang mulai menyembul indah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ratna terlihat marah sekali, wajah cantiknya sampai merah padam dibuatnya. ”Mas tidak mengerti, uang itu....”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Untuk membayar tubuhmu, Mbak!” kupotong ucapannya sambil tersenyum, lalu kuangkat dagunya yang lancip dan langsung kuserbu bibirnya yang merah tipis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Awalnya Ratna terlihat sangat terkejut, dia menolak keras lumatanku, sekuat tenaga dia berusaha mendorong tubuhku yang kini sudah menindih tubuhnya. Tapi saat tanganku dengan kurang ajar menyelinap ke dalam roknya dan langsung masuk ke balik celana dalamnya, dia langsung terdiam. Bahkan desah dan rintihannya yang mulai terdengar, menggantikan umpatan-umpatan kasar kepadaku sebelumnya. “Ooh... ooo... ooh... Mass... jangan!“ bisiknya dengan nada lemah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan apa? Jangan berhenti?!” sahutku nakal sambil mengelus-elus lubang memeknya yang terasa hangat di telapak tanganku. Ratna hanya terdiam pasrah menerimanya. Kembali aku menunduk untuk melumat bibirnya, untuk kali ini, Ratna tidak menolak. Kami saling beradu bibir. Dia menanggapi ciumanku dengan perlahan-lahan, sementara di bawah, tanganku semakin gemas mencolek-colek liang memeknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mass... oughh... s-sudah... aah… aku...“ rintih Ratna kegelian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sst... diam, mbak nikmati aja.“ sahutku sambil menurunkan cup bra ke bawah sehingga bagian dadanya yang besar itu menjadi tontonanku. Di bawah, kutarik celana dalamnya hingga ke lutut, membuatku bisa semakin nakal mempermainkan lubang vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Duuh… kok kamu nekat sih, Mas... kalau ketahuan orang gimana?“ tanya Ratna dengan mata merem melek keenakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bukannya menjawab, aku malah membuka resluting celanaku dan mengeluarkan kontolku yang sudah menegang dahsyat. Mata Ratna langsung melotot begitu melihatnya, dia sampai menutup mulutnya dan mundur sejengkal begitu menatap kontolku yang sudah ngaceng besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku kemudian berdiri di depannya, “Emut kontolku, Mbak!!“ pintaku sedikit memaksa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas, ini bukan urusan seks, tapi...“ elak Ratna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi aku segera memotongnya kembali, “Lupakan... rasakan kontolku dulu. Mbak juga nakal, dari tadi lirak-lirik selangkanganku terus.“ sahutku sambil menekan kepalanya, memaksa Ratna untuk menelan batang penisku. Sadar kalau tidak bisa mengelak, diapun menurut. Ratna mulai menjulurkan lidahnya untuk menjilati ujung kontolku, kusingkapkan rambutnya agar dia bisa leluasa bergerak, aku juga ingin melihat bagaimana wanita cantik itu mengulum kontolku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan tangan gemetar, Ratna memegangnya. Setelah dia menjilati kontolku empat kali, dia mulai membuka mulut dan mengulumnya. Tapi baru sebentar saja, dia sudah merasa jengah dan meludah ke lantai. Rupanya kontolku yang besar itu tidak sanggup disantap olehnya. Namun aku yang sudah kepalang basah terus memaksanya. Sambil kembali kubuka mulutnya, mulai kulepas kemeja hijau yang ia kenakan, kulepas benda itu hingga kini kebesaran buah dada Ratna benar-benar terekspos indah, membuatku langsung gila dan lupa daratan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kususupkan tanganku kesana untuk memegangi bulatannya yang over size, kuremas-remas pelan benda itu sambil kuelus-elus ringan putingnya. Rasanya yang begitu lembut dan kenyal semakin membuatku bergairah dan penasaran, cepat kupelorotkan celanaku hingga kami jadi sama-sama telanjang. Ratna memandang tubuh bugilku dengan sinis, terlihat sekali kalau dia masih belum rela melakukan ini. Dalam hati aku bingung juga, apa sih yang dia inginkan? Uang sudah ia terima, tapi kenapa masih belum total dalam melayaniku?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kontolku yang besar menjulang karena ngaceng kembali kusodorkan ke mulutnya, Ratna menampiknya hingga benda itu jadi menempel di pipinya. Aku tersenyum kepadanya, namun Ratna segera memalingkan mukanya ke samping.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo dong, Mbak... kan sudah kubayar sesuai tarif, emang uangku kurang ya? Tuh lihat kontolku sudah ngaceng pengen ngewe memek Mbak Ratna.“ rajukku sambil semakin kalap memeluk dan mengelus-elus kemontokan buah dadanya yang terburai ke keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Sudah, Mas... jangan! Bukan masalah uangnya, tapi...” tolaknya dengan setengah hati.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hmm... susu Mbak gede banget! Saya suka bermain di susu yang gede, nanti kontolku kugesek-gesekkan kesitu ya?!“ kataku, membuat Ratna cepat-cepat menutupi kedua buah dadanya dengan tangan, dia tampak ketakutan dengan bibir bergetar, tidak menyangka ada laki-laki yang begitu nekad ingin menyetubuhi dirinya. Aku kemudian berjongkok untuk menatap matanya, namun Ratna menolak tatapanku dengan memalingkan mukanya. Kulihat lubang di memeknya sudah mulai basah, aku ganti mengalihkan tatapanku ke situ.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kok sudah basah, Mbak... jangan-jangan sudah nggak sabar ya pengen disodok-sodok sama kontolku?” tanyaku sambil memamerkan kontolku yang masih menegang dahsyat di depan hidungnya, membuat Ratna makin terdiam saat memandanginya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan cuma dilihat, Mbak... dipegang juga boleh!“ godaku sambil menggerakkannya naik-turun, membuat benda itu jadi makin kelihatan jantan dan menarik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Buka mulutmu. Mbak... emut lagi kontolku.” pintaku. ”Nanti aku oral memek Mbak sebagai balasannya,“ rayuku semakin menggila, namun Ratna hanya menutup mulutnya. Kusodorkan kontolku, dia malah menutup mata dan menggeleng-geleng. Kutekan kontolku ke bibirnya yang rapat, kutatap lagi wajahnya yang cantik, Ratna memejamkan matanya semakin erat, sama sekali tidak berani menatap penisku. Aku tersenyum, dasar wanita munafik! Kalau memang menolak, kenapa tidak berteriak dan kabur saja, pintu rumahnya kan tidak terkunci!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kupandangi buah dadanya yang besar, yang menggantung sangat indah di depan dadanya. Putingnya yang bulat tampak segar, dengan warna merah muda yang begitu cerah. Keringat yang mulai mengalir di seluruh tubuhnya makin menambah daya tarik benda itu. Bagian memeknya yang penuh jembut juga terlihat begitu menggoda, dan makin lama kulihat semakin basah seiring rangsanganku yang membuatnya semakin terbuai oleh nafsu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo emut, Mbak!“ kataku lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ratna memundurkan kepala dan membuka matanya, lalu berkata, “A-aku nggak sanggup, Mas... kontol mas gede banget... bibirku kelu!“ rintihnya dengan bibir gemetar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kalau gitu, aku langsung coblos memek Mbak aja ya?” ajakku sambil mendorong pundaknya agar ia berbaring telentang di sofa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangaan!!” tolak Ratna gelagapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Berarti emut kontolku dong!” kataku lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“T-tidak!!“ sahutnya sekali lagi, matanya kembali terpejam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Cukup sudah, aku kehilangan kesabaran! Tanpa berkata, cepat kumajukan selangkanganku dan kutekan kuat kontolku sampai menyentuh bibirnya. “Ayo buka, Mbak!!“ hardikku dengan nada tinggi sambil kupencet hidungnya hingga mau tak mau terpaksa Ratna membuka mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Hmm,” perlahan bibirnya terkuak, namun sangat kecil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kurang lebar, Mbak!!“ perintahku lagi, yang disusul terbukanya mulut Ratna lebih lebar lagi. Aku langsung mendorong masuk kontolku dengan paksa, membuat Ratna membeliakkan mata karena saking besarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmpphmp!!“ lenguhnya, sama sekali tidak menyangka kalau kontolku akan melesak keras ke dalam mulutnya, dia berusaha menahan dengan menekan pinggangku agar benda itu tidak masuk lebih dalam lagi. Saat itu, sudah hampir separo batangku yang menancap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo, Mbak... buka mulutmu… tinggal sedikit lagi! Buat apa mbak kubayar kalau bukan buat ini?!” bujukku tak sabar sambil menekan kontolku kuat-kuat hingga benda itu amblas lebih dalam ke mulutnya. ”Diperkosa itu tidak enak lho, Mbak... mending nikmati aja kontolku!!” kataku lagi membujuknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan Ratna mulai menjulurkan lidahnya dan menjilati kepala kontolku, kurasakan sentuhan dan gesekan lidahnya yang begitu nikmat, membuat kontolku jadi seperti dielus-elus daging halus mulus. Sontak aku merasakan horny yang luar biasa, kontolku semakin mengacung tegak dan mengeras tajam. Perlahan kutarik dan kumajukan di mulut Ratna yang mungil, wanita itupun mengikuti gerakanku, kepalanya mulai bergerak pelan mengulum kontolku yang tertanam sesak di dalam mulutnya. Dia mulai mengemut dan mempermainkannya. Ugh... membuatku suka dan tergila-gila.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya... terus, Mbak... enak... hisapan Mbak enak banget... arghh!!“ racauku sambil merogoh buah dadanya yang bergelantungan indah, perlahan kupijit dan kuremas-remas hingga membuat Ratna menggeliatkan tubuhnya. Sedikit merintih, dia terus mengulum kontolku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Sambil dikocok, Mbak! Aku pengin Mbak bermain dengan kontolku!!“ perintahku kemudian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tidak membantah, Ratna kemudian mengocok kontolku pelan-pelan. Tangannya yang lentik itu tampak tidak sanggup melingkari batangku. Sambil mengocok, kuminta dia untuk menjilati ujung dan kantung kemihnya juga. ”Yah, bagus... terus begitu, Mbak... ughh... enak banget!” rintihku suka. Kontolku yang sudah basah oleh air liur itu jadi terasa mudah dikocok olehnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kita enam sembilan, Mbak... siap yaa?“ kataku sambil mendorong tubuhnya agar tiduran kembali. Ratna pun menurut, dia menggeser duduknya lalu rebahan kembali di sofa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku suka memek Mbak yang penuh jembut ini, “ ujarku sambil naik ke kursi dan mengangkangi tubuhnya. ”Buka pahanya, Mbak... uuuh... sudah basah banget... Mbak sudah nggak tahan ya? Sabar deh… aku bikin memek Mbak lebih basah lagi!“ kataku sambil membungkuk dan langsung menjilati memeknya yang basah itu dengan penuh nafsu. Ratna mendesis dan menggelinjang tak karuan menerimanya, tangannya sampai menggapai-gapai meja yang ada di sampingnya. Sementara aku terus menyapu memek yang basah itu dengan lidahku, juga kujilati lubangnya yang sempit berkali-kali, serta kuhisap dan kucucup cairan yang keluar dari dalam sana dengan sangat rakus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooh... aahh... aaah... aduh... jangan keras-keras, Mas... geli... geli banget... aku nggak tahan... ughhh...” desis Ratna dengan kepala menggeleng-geleng, mulutnya terus menceracau sampai akhirnya kuturunkan selangkanganku tak lama kemudian. Tanpa kuminta, ia langsung melahap dan menghisap kontolku yang berada tepat di depan mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hmm... Mbak sudah doyan kontol rupanya,“ godaku sambil kembali mempermainkan lubang memeknya, aku makin bersemangat menggarap tubuh perempuan cantik yang satu ini. Dengan rakus terus kujilati lubang memeknya, benda itu menjadi semakin basah dan memerah seiring aksi nakalku. Belum lagi pahanya yang montok, yang terus kuelus-elus dengan lembut, sambil jari-jariku meraba dan mengusap-usap bulatan bokongnya, lengkap sudah aku menjelajahi seluruh tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh kami juga sudah penuh oleh keringat. Sekarang, tidak cuma menjilat, aku juga mulai mempermainkan biji klirotisnya itu. Kucucup dan kusedot-sedot benda mungil itu hingga membuat Ratna makin cepat bermain dengan kontolku. Kami sudah sama-sama dibuai oleh nafsu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sudah, Mbak!“ kataku saat sudah tak tahan, “Aku sudah pengin ngentotin memekmu.” ajakku sambil menahan mulutnya yang masih asyik mengulum penisku. Ratna pun menurut, dia memberikan penisku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku pun memutar tubuh dan menindihnya, sekarang kami berbaring saling berhadap-hadapan. “Lebarkan pahanya, Mbak... wuih, pasti nikmat ngegenjot tubuh Mbak dari atas.“ pujiku tulus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya... genjot aja tubuhku sepuasmu.“ sahut Ratna, inilah kalimat pertama yang ia ucapkan dalam sepuluh menit terakhir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Puas aku mendengar jawabanku, berarti dia sudah sepenuhnya bisa menerima kehadiranku. Kalau begini kan uang yang aku keluarkan jadi tidak sia-sia. Sambil menurunkan pinggul, kulumat bibirnya yang tipis. Ratna membalas pagutanku dan membimbing tanganku agar meremas-remas buah dadanya yang sebelah kiri. Dia sedikit menggeliat saat aku melakukannya, apalagi saat kudesakkan kontolku pada lubang memeknya yang basah, dia langsung merintih dan menjerit kecil.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaah... s-sakit, Mas!! Aaaa... sssh... pelan-pelan!” lenguhnya merasakan tusukan kontolku. “Tarik dulu! Ughhh...“ tambahnya kemudian. Tidak ingin membuatnya kesakitan, segera kutarik kontolku hingga ke ujung tapi tidak sampai lepas. Saat dia sudah agak tenang, baru kutekan lagi, dan kali ini dengan sekuat tenaga hingga membuat Ratna mendongak dan menjerit panjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Auooughhhh.... Maass!!” teriaknya pilu. Segera kubungkam mulutnya dengan ciuman sambil kuatur rambutnya agar tidak menutupi kecantikan wajahnya. Kubiarkan penisku tetap tenggelam di lubang memeknya, tapi tidak kuapa-apakan, kutunggu hingga ia tenang dan santai. Sambil menunggu, daripada nganggur, aku bermain dengan gundukan payudaranya. Kuremas-remas benda bulat empuk itu sambil tak lupa kucium dan kujilati putingnya hingga membuat Ratna menjerit lagi karena kegelian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah dia agak tenang, baru kutarik dan kutekan kontolku. Kulakukan secara perlahan, tapi tak urung tetap membuat Ratna gemetar dan merintih tak karuan. Bahkan dia sampai membusungkan dadanya ke atas. Segera kuhisap semakin rakus sambil kugerakkan kontolku keluar masuk di lubang vaginanya semakin cepat. Rasanya luar biasa sesak, tapi sungguh sangat nikmat sekali. Keringat semakin membanjiri tubuh kami berdua, padahal hawa saat itu lumayan dingin. Berkali-kali aku terus turun naik di atas tubuh sintal Ratna, dengan tenaga besar kuhujamkan kontolku dalam-dalam agar amblas mentok ke dalam memeknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaaaahh...!!!!” lenguh Ratna dengan nafas ngos-ngosan itu, aku terus memberondongnya, sama sekali tidak memberinya jeda untuk bernafas. Kukejar bibirnya yang menganga tipis dan kulumat sekali lagi sambil pantatku terus naik turun menggenjot tubuh sintalnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaah... Mass... a-aku... aku nggak kuat... aaah!!“ erang Ratna dengan tubuh kelojotan tak karuan, sementara genjotan demi genjotan terus aku lakukan. Susu besarnya yang tampak bergoyang indah segera kupegangi dan kuremas-remas lembut. Kami terus berpacu dalam gerakan yang saling berlawanan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Uuh... memek Mbak enak banget... uuuh...” merasa nikmat, aku menggenjot semakin cepat, aku juga sudah merasa tak tahan. Ratna berusaha mengontrol agar kontolku tidak sampai muncrat di dalam, namun karena terbuai oleh serbuan, ia pun hilang akal dan akhirnya pasrah jika aku menggelontorkan spermaku menembus rahimnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kurasakan memek sempit Ratna sangat kuat menjepit kontolku, matanya yang bulat tampak terpejam rapat menikmati apa yang sedang kulakukan, sementara tubuhnya yang sintal sampai tergoncang-goncang akibat begitu kerasnya tusukan penisku. Saat itulah, ia tiba-tiba menjerit keras sambil merangkul tubuhku. Rupanya Ratna sudah mencapai orgasme. Dadanya membusung tegak saat cairan cintanya menyembur keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oooooooh...!!!” jeritnya kuat dengan tubuh menggelinjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kutingkahi teriakannya dengan geraman kasar saat aku menyusul tak lama kemudian. ”Aaaaaaaah...!” erangku sambil kuhujamkan pinggulku dalam-dalam ke lorong memeknya dan kusemburkan isi kontolku disana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami berdua sampai kelojotan bertindihan saat cairan kami bertemu dan bercampur menjadi satu. Ratna tampak ngos-ngosan dengan keringat yang membanjir di seluruh tubuh mulusnya, sementara aku juga lemas setelah menguras seluruh isi ’tabunganku’. Kurasakan cairanku begitu banyak hingga sebagian meleleh keluar dari sela sela memek Ratna. Wanita itu masih terdiam dengan dada naik turun menggiurkan dan mata setengah tertutup. Sejenak kami berpelukan, namun aku terkejut ketika tangannya tiba-tiba menepuk pundakku keras-keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kurang ajar... kenapa dikeluarin di dalam?“ sungut Ratna dengan wajah marah. ”Gimana kalo aku sampai hamil?” hardiknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Itu resiko perkerjaan, Mbak, terima aja. Ayo, aku masih pengen lagi!” Kutarik tubuhnya dan kududukkan di depanku, dia tampak shock melihat kontolku yang penuh lendir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jilati, Mbak... bersihkan spermaku... telan semuanya...“ pintaku sambil memegangi kepalanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan tatapan kosong, diapun melakukannya. Begitulah, meski awalnya sedikit memaksa, akhirnya aku berhasil melampiaskan segala hasrat birahi ke tubuh perempuan cantik pindahan dari kota ini sepanjang sabtu-minggu. Oye! Mumpung suaminya lagi nggak ada. Beda sama istriku yang garang dan dominan di ranjang, Ratna ternyata begitu lembut dan empuk, tapi sangat sempit dan mencengkeram. Jos lah pokoknya. Yah maklum, orang kota gitu lho.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah puas, senin pagi, aku pun kembali ke basecamp dengan sumringah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Gimana, puas? Kena bayar berapa?" tanya Mas Alim di pintu masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Puas banget, Mas. Saya kena enamratus ribu." sahutku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Hah! Cuma enamratus? Untuk bensinnya aja bisa abis segitu? Kok bisa dapet murah, rayuan kamu pasti maut!" kata Mas Alim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Bensin? Bensin apaan? Kan cuma modal dengkul aja, ama atasnya dikit, hehe... Ya kalo rayuan sih maut. Tadinya, dia nolak-nolak gitu deh, pura-pura jaim, tapi setelah aku paksa-paksa, akhirnya jos juga. Aku gasak terus dia dua hari ini."</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
”Gasak? Maksudnya?” tanya Mas Alim tak mengerti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Lho, bukannya Mas yang nyuruh? Bukannya Mas juga sering?" tanyaku baling, mulai bingung juga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Hah?!! Gila kamu!! Mbak Ratna kamu entotin?" teriak Mas Alim tak percaya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mengangguk, ”Emang salah ya?” tanyaku ragu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ngawur kamu. Aku tuh bilang, kamu datangi dia buat booking mobilnya. Bukankah di kampung ini hanya dia yang punya mobil. Nah, dengan mobil itu, kamu bisa pulang ke rumah sepanjang week-end, bermesraan sama istri kamu, gitu. Bukannya Mbak Ratna-nya yang kamu gasak! Dasar goblok!" jelas Mas Alim.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Oh, jadi begitu, hehe... Walah! Pantesan kemarin Mbak Ratna awal-awal berontak terus, ternyata amatiran toh, bukan profesional. Gimana nih? Abis dulu Mas instruksinya nggak jelas sih." kilahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Eh, kok aku yang disalahin?" Mas Alim pun ngacir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nasi udah menjadi bubur. Tapi tak apa, buburnya sangat enak sekali, aku suka dan tak menyesal telah memakannya. Bahkan minggu depan aku berniat untuk menggunakan ‘jasa’ Ratna lagi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-90261394157686847642014-01-01T21:05:00.003-08:002014-04-30T21:24:17.368-07:00Lorong Cinta<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">“STAY OUT of MY ROOM” tulisan ini yang kupandang tiap pagi ketika kubuka mata dari tidur lelapku semalam. Jika kamu melihat sekeliling akan nampak ruangan yang tidak begitu rapih, dipan dari kayu jati dan almari tua yang engsel pintunya sudah hilang entah kemana yang menjadi saksi bisu hari-hari ku di kamar kos ini. Keterbatasan dana membuatku harus rela tidur di tempat yang lebih pantas disebut sarang tikus daripada kamar seorang mahasiswa jurusan kedokteran salah satu universitas negri tersohor di Semarang.<br /><br /><br />Memang benar kata orang-orang, “kamu akan lebih cepat sukses kalau orang tua mu juga orang yang sukses” namun bagiku sukses bukan sebuah takdir, bukan juga sebuah kutukan, melainkan buah matang dari hasil jerih payah yang akan terasa segar menghapus dahaga jika kita telaten menanamnya.</span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br /><br />Pola pikir itulah yang membuat seorang anak singkong “tapi bukan pak Chairul Tanjung” dari desa Ambarawa kabupaten Semarang, dengan pasti membulatkan tekad untuk merantau ke ibu kota demi menanam buah yang akan merubah nasibnya dikemudian hari. Dengan modal otak yang encer membuat aku bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi tanpa membayar sepeserpun. Namun yang namanya beasiswa hanya membiayai kebuthanku untuk studi saja, sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari tetap saja aku harus mencukupinya sendiri, bapak dan ibu biasanya memberikan pesangon seadanya tiap bulan, dan hanya cukup untuk bayar kos saja, untuk persoalan perut aku harus berjuang sendiri, biasanya aku menjadi asdos, dan membantu mengerjakan tugas temanku yang nasibnya lebih beruntung untuk mendapatkan rupiah.<br /><br /><br />Roni Kusumo Handjoyo nama yang tertulis di akte kelahiranku, memang kedengarannya seperti orang keturunan ningrat namun pada kenyataannya malah melarat. Nyaris tidak ada yang bisa dibanggakan dari diriku namun Tuhan memang adil, dengan kondisi keluarga yang pas-pasan aku diberikan otak yang tidak kalah encer dari almarhum Einstein dan muka yang bisa disamapadankan dengan Rezky Aditya, cowok yang biasanya menjadi idola para sinetron holic.<br /><br /><br />Setelah berbenah diri semaksimal mungkin, aku melangkahkan kaki menuju kampus yang jaraknya hanya beberapa blok dari tempat kos ku. Tidak lupa kubawa tas slempang ku yang hanya berisi satu buku tulis dan bolpin hitam, bukannya sombong tapi memang aku tidak pernah membawa buku tebal, bahkan catatan yang aku tulis pun hanya untuk mencatat tugas, selebihnya aku mengandalaka memori otakku yang sepertinya berkapasitas satu terra ke atas ini hehe.<br /><br /><br />Beruntung kampusku tidak terlalu jauh jadi aku bisa menempuhnya dengan berjalan kaki, jangankan sepeda motor, sepeda ontel pun hanya bapak yang punya, terpaksa aku memanfaatkan kakiku dan angkutan umum jika harus bepergian kemana-mana.<br /><br /><br />Sampai juga aku di kampus tercinta, pemandangan yang tiap hari aku lihat ketika masuk ke halaman kampus, segerombol cewek-cewek yang sedang ngerumpi di sudut, cowk-cowok jurusan musik yang sedang asik memetik gitar dan bernyanyi lagu Chakra Khan yang sedang booming-boomingnya.<br /><br /><br />Hal-hal yang menurutku tidak ada gunanya, dan hanya membuang waktu saja. Berbeda dengan mereka, begitu sampai di kampus aku langsung duduk di koperasi mahasiswa yang terletak di samping pintu masuk utama, dan memeriksa stok barang yang tersedia, maklum aku adalah salah satu pengurus koperasi mahasiswa di universitas ini, dan kebetulan jadwal piketku jatuh pada hari ini.<br /><br /><br />“Gimana mas ron? Bener kan barangnya?” tanya Surti si penjaga koperasi, sambil memandangku yang sedang duduk bersila di lantai sambil mencorat-coret daftar barang. Surti adalah salah satu pegawai univ yang paling menarik perhatianku, senyumnya, candanya, kalau dia mahasiswi, pasti sudah banyak yang naksir ingin jadi pacarnya.<br /><br /><br />“Iya ti, udah bener koq, stok kemarin juga masih lengkap” balasku menjawab pertanyaan Surti<br /><br />Sekejap mataku berhenti berkedip dan langsung fokus pada satu titik, dimana ketika Surti melihat kertas daftar barang, tanpa sengaja ia menundukkan badan, dan nampaklah sepasang gunung kembar dibalut dengan BH berenda mengintip dari celah leher kaos oblongnya.<br /><br /><br />Benar-benar pemandangan yang nikmat, sepasang buah dada penjaga koprasi yang berkulit sawo matang, dan ku prediksi umurnya hanya dua atau satu tahun dibawahku menjadi santapan pagiku hari ini.<br />Desas desusnya si Surti ini adalah seorang bisyar, walau aku belum pernah mendengar kesaksian orang yang benar-benar menyewanya sih, namun jika dilihat gelagatnya memang cewek ini mudah ditaklukan apalagi untuk teman tidur.<br /><br /><br />Dengan kulit sawo matang, rambut panjang sebahu yang selalu dikuncir ekor kuda, sehingga mempertontonkan tengkuknya yang bagus, prediksiku dia seorang yang menjaga kebersihan diri, karena walau kulitnya tidak putih, tapi tetap terlihat bersih khas wanita Indonesia.<br /><br /><br />Dan biasanya bagian-bagian sensitif wanita juga mengikuti kondisi dari bagian-bagian yang bisa dilihat secara langsung. Bukan hanya itu saja, buah dada yang sekel dan kencang berukuran 36 C (perkiraan amatir hehe) membuat Surti hamir sempurna dimatapara mahasiswa, sering dia menjadi bahan godaan cowok-cowok yang jajan di koprasi.<br /><br /><br />“Bagus deh kalo gitu mas, ntar siang di cek lagi aja”<br /><br />Kata-kata Surti membuat pikiranku buyar seketika.<br /><br />“Sip!! Ntar aku cek lagi”<br /><br /><br />Sambil menyerahkan daftar barang yang sudah aku tanda tangani pada Surti, aku langsung melenggang menuju kelas di lantai 3 untuk mengikuti pelajaran.<br /><br />“132... 132... mana ya?” mataku jelalatan mencari papan ruang 132 sambil menahan air kencing yang serasa usudah diujung tanduk, sebelumnya kami menempati ruang 254 di lantai 5, namun karena terlalu jauh dan ada kelas kosong di lantai 3, maka kami pindah ke sini.<br /><br /><br />Saking asik mencari papan ruang, aku tidak memperhatikan langkahku.<br />“BRAK!!”<br /><br />Tanpa sengaja aku menabrak seorang mahasiswa lain (semproters pasti berpikir mahasiswi ya? Haduh... ingat gan ini CerPan bukan sinetron hahaha)<br /><br />“Aduh... gimana sih, jalan kok pake kaki doang, matanya dipasang dong!! Bocah semprul”<br /><br />Penampakan mahasiswa malang yang tersungkur akibat ketelodoranku ini benear-benar mirip temanku si Dodi, badan cungkring atau bahasa dewanya... tinggi... tinggi.. sekali... haha maksudnya tinggi dan kurus, rambut kliwir ala-ala boyband, plus sepatu snikers dan kemeja kotak-kotak khas Jokowi.<br /><br />Setelah dia menatapku tajam, barulah aku sadar... bahwa... itu memang Dodi cungkring temanku.<br /><br />“Waduh, kamu gak papa Dod?” tanyaku sambil mengulurkan tangan<br /><br />“Gak papa gimana, udah badanku kurus, ditabrak sama kerbau jalang pula” gerutu Dodi sambil membereskan buku yang berserakan<br /><br />“Haha sory-sory.. aku lagi cari kelas kita nih, jadi gak lihat kalo kamu lagi jalan hehe”<br /><br />“Untung aku lagi baik hati nih, jadi aku maafin dengan tiga ratus tujuh puluh lima syarat hahaha”<br />bercandaan garing khas Dodi selalu mewarnai hariku, dia adalah salah satu teman terbaik yang aku miliki di kampus, walaupun otaknya masih dibawahku, namun aku yakin Dodi bisa sangat diandalkan ketika negara api menyerang wakaka<br /><br /><br />Eits... kembali fokus...<br /><br /><br />Setelah membantu Dodi, aku berlenggang ke kamar mandi karena sudah tidak tahan menahan kencing sejak di koperasi tadi, setelah itu kami langsung mencari ruang kelas yang ternyata terletak paling ujung lorong lantai 3 persis di sebelah kamar mandi.<br /><br /><br />Dan ketika kutarik gagang pintu ternyata masih terkunci rapat, wajah Dodi langsung muram, dia terperanga, bahkan mungkin shock ketika melihat secarik kertas yang bertuliskan</span><br />
<div class="quote" style="border-bottom-left-radius: 4px; border-bottom-right-radius: 4px; border-top-left-radius: 4px; border-top-right-radius: 4px; border: 1px solid rgb(221, 221, 221); font-family: Calibri; margin-bottom: 2px; margin-top: 2px; padding: 2px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Originally Posted by <strong></strong>:<br /><i></i></span><br />
<div>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"><i><b>PELAJARAN PAK. KUSMIN KOSONG, DIGANTI LAIN HARI</b></i></span></div>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);"><i>
<br /><i><div style="text-align: right;">
<div style="text-align: start;">
<i><i></i></i><br />
<div style="display: inline !important;">
<i><i><b>TTD, </b></i></i></div>
<i><i>
</i></i></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: start;">
<b><br /></b></div>
<b>
<div style="text-align: start;">
<i><i></i></i><br />
<div style="display: inline !important;">
<i><i><b>KUSMIN HINDARTO MSi</b></i></i></div>
<i><i>
</i></i></div>
</b></div>
</i><br /><div>
<i>*pengganti akan diinfokan lebih lanjut</i></div>
</i></span></div>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">“Anjritt! Udah dibela-belain bangun pagi malah kosong!!” hardik Dodi, memang pemandangan biasa jika pelajaran perkuliahan kosong mendadak. Yang tidak biasa adalah jarak rumah Dodi dengan kampus yang memakan waktu hampir 1 jam lamanya. Sehingga dia paling jengkel jika ada pelajaran kosong mendadak.<br /><br />“Udah, ke kantin aja yuk, daripada bengong di sini Dod” ajakku, kebetulan aku juga belum mengisi perut yang sudah meronta-ronta.<br /><br />“Ok deh, tapi traktir ya, hehe itung2 balas jasa karena udah nabrak tadi” celoteh Dodi sambil cengar-cengir.<br /><br />“Beres, ntar ku traktir sedotan ya hahaha”<br />Candaku sambil melenggang pergi dari ruang kelas 132.<br /><br /><br />Dodi yang kakinya seperti jerapah memang sulit jika harus berjalan lambat, berbeda denganku yang lebih bergaya “SMOOTH WALKING” alias jalan pelan-pelan, akibatnya jarak kami cukup jauh.<br /><br />Aku berjalan sambil melihat pemandangan yang disuguhkan cewe-cewe di kampusku ini, tidak ada peraturan ketat yang mengharuskan para mahasiswi berpakaian kerah atau ber celana panjang sehingga kebanyakan dari mereka hanya memakai t-shirt dan celana jeans panjang yang mempertontonkan kemolekan tubuh masing-masing.<br /><br />Terutama anak-anak desain dan seni yang biasanya lebih santai dalam berpakaian. Ini menjadi hiburan penyejuk pikiran dikala ujian atau tugas-tugas menghantam kami para mahasiswa.<br />Tibalah aku di lantai 2, aku berpapasan dengan Surti yang spertinya terburu-buru naik ke lantai 3, sampai-sampai dia hanya melewatiku tanpa menyapa.<br /><br />Kupikir ada yang tidak beres, mau ngapain juga di lantai 3? Masa bodoh ah pikirku dalam hati, bukan urusanku juga.<br /><br /><br />Sampai di lantai 1 aku baru teringat bahwa tas slempangku tertinggal di kamar mandi.<br /><br /><br />“Dod!! Tunggu bentar, tas ku hilang nih, mungkin ketinggalan di kamar mandi tadi”<br /><br />“Udaaah ambil aja, ku tunggu di kantin”<br /><br />“Ok deh”<br /><br /><br />Sambil berlari berbalik arah, aku langsung naik ke lantai 3, menelusuri lorong yang kami lewati, suasananya benar-benar berbeda jika berjalan sendirian, lorong yang gelap, pengap karena tidak tersinari matahari langsung membuat bulu kuduk berdiri, mungkin bisa dijadikan lokasi uji nyali pikirku dalam hati.<br /><br /><br />Aku melanjutkan perjalanan ke kamar mandi cowok yang tadi aku singgahi, tiba-tiba aku benar-benar kaget setengah mati ketika sampai di depan pintu kamar mandi, kakiku serasa lemas tak kuat menopang badanku. Kulihat samar-samar bayangan wanita di dalam kamar mandi cowok yang kutuju.<br /><br />Sempat terbesit di nalar ku untuk tidak melanjutkan langkah dan memilih berbalik untuk segera pergi dari tempat itu.<br /><br />“siapa cewek yang iseng siang hari begini pergi ke kamar mandi cowo? Atau mungkin salah masuk? Atau jangan-jangan aku saja yang salah lihat?” pikiranku mencari-cari alasan yang tepat untuk menghadapi situasi ini<br /><br />Namun semua sia-sia saja, kuputuskan untuk lanjut memasuki kamar mandi mencari sebab kenapa cewek itu ada di kamar mandi cowok, rasa takut dan penasaran berkecamuk dalam benakku. Satu langkah... dua langkah... dan...<br /><br /><br />“siang mas Rony!!”<br /><br />“waaaaa!!! Anjrit kau Di!! Ngapain kamu di situ??” aku kaget setengah mati, ternyata yang keluar dari kamar mandi cowok adalah Pardi, cleaning service yang berambut guondrong mirip vokalis band heavy metal sambil menenteng tas slempangku di tangan kirinya sedang tangan kanannya membawa tongkat pel<br /><br />“Lah?? Mas ini gimana to? Bukannya tugas saya memang di area ini mas?” balas Pardi sambil memasang wajah heran<br /><br />“Iya sih, sampe kaget aku tiba-tiba kamu nongol gitu, ku kira hantu tadi”<br /><br />“Walah, segala macam hantu ya takut sama saya mas, wong saya ini udah mirip genderuwo kata anak-anak kampus hahaha, mas mau ngapain ke sini? Mau ambil tas nya ya?” celoteh Pardi sambil cekikikan sendiri<br /><br />“Iya, tadi ketinggalan waktu aku kencing Di, trimakasih ya” kataku sambil menyelempangkan tasku ke bahu<br /><br />“Sama-sama mas Ron hehe, saya lanjut kerja ya, mari mas”<br /><br />“Oh iya... monggo-monggo”<br /><br />Lega sekali perasaanku, ternyata hanya bayangan pardi yang aku lihat tadi, segera aku bergegas menyusul Dodi yang sudah menunggu di kantin.<br /><br />“Kamu itu ambil tas atau semedi sih, lama banget”<br /><br />“Dod.. Dod.. kamu pikir lantai 3 itu deket apa? Nih aku sampe ngos-ngosan, kmu kenapa gak pesen dulu?”<br /><br />“La kan aku nunggu kamu”<br /><br />“Waduh.. memang temen paling baik kamu Dod hahaha, bang bakso komplit 1 ya! Kamu apa Dod?”<br /><br />“Sama deh”<br /><br />“Tambah satu bang!!”<br /><br />Setelah menyantap bakso komplit Mang Brewok yang tersohor seantero kampus ini Dodi berpamitan pulang, dengan alasan gak enak badan.<br /><br /><br />Jadilah aku sendiri lagi, gak ada kerjaan yang bisa dilakukan, akhirnya kuputuskan pergi ke koprasi saja, lumayan masih bisa ngobrol dengan Surti hehe.<br /><br />“Siang Ti!”<br /><br />“Eh mas Rony... ada apa mas? Kok cepet banget kuliahnya?” Surti membalas sapaanku dengan senyumannya<br /><br />“Haha ya cepet lah, kan otakku encer” Balasku sambil berkacak pinggang<br /><br />“Yee.. jangan sombong mas hehe gak bagus itu..”<br /><br />“Iya.. iya... eh ada kerjaan gak nih? Aku bisa bantu-bantu apa? Supaya gak nganggur”<br /><br />“Gak ada sih mas, semua pekerjaan udah beres, mas di sini temenin Surti jaga koperasi aja ya hehe” Pintanya dengan nada memelas<br /><br />“Siaap komandan!!”<br /><br />Berbincang-bincang tak tentu arah membuat kami sampai pada titik pokok pembicaraan yang berhubungan dengan kekasih masing-masing, baru kuketahui kalo Surti belum pernah pacaran sama sekali, sedangkan aku bercerita kalau sudah beberapa kali pacaran semenjak SMA, namun semua hubunganku kandas di tengah jalan, dan sekarang hanya berfikir untuk mengejar studi saja.<br /><br />“Emangnya kamu gak pernah naksir cowok Ti? Masa cewek semanis kamu gak ada yang ngejar sih?”<br /><br />Tanyaku padanya, memang kalau di logika sangat mustahil Surti belum pernah berpacaran, karena dia cukup sempurna secara fisik<br /><br />“Kalau naksir sih pernah mas, sering malah haha tapi apa daya sih mas, Surti kan Cuma gadis kampung, bakat aja gak punya, paling cuma bertani dan berkebun, mana bisa diandalkan di kota besar begini?”<br /><br />“Ah bakat itu hanya embel-embel aja Ti, yang penting bisa meladeni suami dan melaksanakan kewajiban sebagai istri, betul kan?”<br /><br />“Iya sih mas hahaha... kalo soal melaksanakan kewajiban Surti jamin pasti udah bisa mas hehe”<br /><br /><br />Pikiranku berhenti sejenak, maksud Surti apa? Memancing atau memang tidak sengaja membahas ke masalah “tanggung jawab istri” kalau maksudku dengan maksudnya berbeda bisa salah ucap , hancur deh hubungan baikku dengannya, ntar dikira aku cowok mesum.<br /><br />“Maksud kamu? Tanggung jawab yang seperti apa nih?” tanyaku memancing Surti, supaya aku juga tahu apakah presepsiku dengannya sama<br /><br />“Yaa tanggung jawab di ranjang mas.. apalagi coba?? Masa mas gak paham sih?”<br /><br />Benar dugaanku, presepsiku klop dengan Surti, umpanku disambarnya, maka kugunakan jurus-jurus pendekatan yang biasa aku lakukan.<br /><br />“Wah... Paham dong Ti hehe, masa anak kedokteran gak paham yang begituan”<br /><br />“Nah itu tahu hehe...”<br /><br />“Emang kamu udah pernah “begituan” Ti?”<br /><br />“Emh.. Udah mas..” jawab Surti dengan tersipu malu<br /><br />Aku sempat tercekat, pada kenyataannya Surti belum pernah berpacaran, namun dia sudah melakukan hubungan badan? Dengan siapa? Apa benar Surti bisyar? Aku bimbang antara bertanya atau sekedar memendam pemikiranku ini.<br /><br />“kenapa mas? Kok diem? Kaget ya? Hehe”<br /><br />“gak papa koq Ti, hanya penasaran aja sama siapa kamu ngelakuinnya?”<br /><br />“ooh... kalo itu rahasia perusahaan mas hehe”<br /><br />“ok deh kalo memang itu privasi kamu, aku hormati”<br /><br />Sejenak kami terdiam bisu, tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir kami. Sampai Surti membuka pembicaraan.<br /><br />“Mas... Kalo tidak keberatan mas bisa bantu Surti?” tatapan matanya yang sayu membuatku tak bisa menolak, walau aku belum tahu, apa yang dimaksud “membantu”. Dengan anggukan kecil aku meng-iyakan permohonannya.<br /><br />“Memang mas harus ngapain Ti?”<br /><br />“Sini mas” Surti mengajakku bangkit berdiri, dia gandeng tanganku sambil menarik masuk ke dalam gudang penyimpanan koperasi.<br /><br /><br />Letak gudang yang berada di belakang koperasi mahasiswa memang tidak bisa dilihat dari luar, hanya satu pintu yang jadi akses masuk, bahkan jendela atau ventilasipun tidak ada.<br /><br /><br />Aku dan Surti berpandangan, dengan sigap surti menutup pintu gudang, dan menguncinya rapat-rapat. Lalu dia segera menghampiriku, memandang dengan tatapan syahdu.<br /><br /><br />“Mas... mas mau ini?” Surti mengecup bibirku dengan lebut, bibir atasku dipagutnya dengan lembut.. tidak lupa bibir bawahku juga dilumatnya.<br /><br />“Mmmh...” aku tak kuasa menjawab, lembut bibirnya benar-benar menghanyutkanku<br /><br />Sebelum aku bisa membalas kecupannya, dia melepaskan pagutan bibirnya lalu satu persatu kancing kemeja putihnya dilepas, sampai hanya tersisa dua kancing paling bawah.<br /><br />“Mas juga mau ini....?” Tanyanya manja dengan suara sedikit mendesah sambil menuntun jari jemariku menyentuh belahan dadanya<br /><br />“Kalau kamu rela.. aku gak masalah Ti” Jawabku sambil menahan nafas yang sudah mulai memburu.<br /><br />Tidak puas dengan aksinya, Surti kembali menuntuk jariku... kali ini dibelaikanlah jari jemariku tepat di bagian rahasia miliknya.<br /><br />“Surti rela mas... bahkan bagian yang ini juga bisa jadi punya mas....”<br /><br />Tanpa aba-aba aku langsung merangkul Surti, mengecup lembut bibirnya... ku pagut bibir atasnya...<br /><br />benar-benar lembut lagi manis, Surti hanya diam, dia tidak membalas. Kupagut bibir bawahnya sambil ku gigit kecil, dia juga hanya diam. Situasi ini membuatku bingung antara lanjut atau tidak, tidak ada respon sama sekali dari Surti, apasih yg ada di pikirannya? Terkaku dalam hati.<br /><br /><br />“Kenapa Ti? Kamu ragu?”<br /><br />“Bukan mas...”<br /><br />“Terus kenapa? Cerita dong” mataku kubenamkan dalam-dalam ke sudut matanya, ada sesuatu yang janggal, benar sekali.. aku merasakannya<br /><br />“Mas bisa menikmati tubuh Surti, dengan satu syarat”<br /><br />“Apa Ti? Pasti akan aku penuhi”<br /><br />“Aku butuh biaya mas, gaji menjadi penjaga kantin seperti aku tidak cukup untuk membiayai adik-adik, jadi mas bisa menikmati tubuh Surti kalau ada imbalannya”<br /><br /><br />Kupandangi matanya, aku berpikir sejenak, berapa yang harus aku keluarkan? Apakah dia akan tersinggung jika jumlah yang kuberi tidak sesuai dengan keinginannya? Makin bingung aku dibuatnya, rasa nafsu bercampur gelisah, benar-benar menutup akal sehatku.<br /><br /><br />“Mas... berpikirlah dahulu... ku tunggu jam 7 malam nanti, di lorong lantai 3 ya mas”<br /><br /><br />Ia beranjak pergi dengan membereskan pakaiannya, aku hanya berdiri kaku termangu, antara bingung dan nafsu yang tertahan. Akupun memutuskan untuk pulang ke kos dahulu sambil berpikir mengenai Surti.<br />Kucoba untuk memjamkan mata siang itu, namun sia-sia saja, mataku memandang detik demi detik yang berlalu,ini bukan masalah jumlah uang yang harus aku keluarkan, namun aku harus menilai, berapa harga diri seorang wanita yang akan aku setubuhi ini?<br /><br /><br />Frustasi benar, bahkan lebih sulit dari soal-soal ujian yang harus ku kerjakan, karena jawaban ini tidak ada dibuku manapun, ya dimanapun...<br /><br /><br />Jarum jam menunjukkan pukul enam sore, tinggal satu jam lagi waktu yang tersisa untukku. Setelah berpikir masak-masak aku sudah menyiapkan jawaban untuk Surti, aku berharap semoga jawabanku ini tidak mengecewakan dia. Segera aku bergegas menuju lorong kampus di lantai 3, tempat kami berjanji untuk bertemu lagi.<br /><br /><br />Jalan yang kulalui menuju kampus terasa sepi, padahal banyak orang berlalu lalang, terasa amat berat aku melangkahkan kaki, sampai tak kusadari aku sudah tiba di lorong lantai 3, lorong yang akan menentukan hubunganku dan Surti.<br /><br /><br />“Ti....? halo...? kamu di sini kan?”<br /><br />“Ya mas... jalan terus saja, aku diujung lorong”<br /><br />Suara Surti menggema dari ujung lorong gelap ini, seberkas cahaya sudah menungguku diujung sana, dengan sigap aku melangkahkan kaki, langkah kupercepat, dan sampailah aku di sana, di depan Surti yang mengenakan kaos ketat putih dan celana kolor merah jambu menonjolkan buah dada dan pantatnya yang bulat sempurna.<br /><br /><br />“Gimana mas? Udah siapin apa yang surti minta?” tanya Surti sambil memandangku, tangannya memegang erat tanganku seakan berharap apa yang aku bawa akan bisa memuaskan keinginannya.<br /><br />“Begini Ti... aku tidak bisa memberimu apa-apa, aku tidak punya uang sebanyak yang kamu pikir, bapakku hanya petani biasa, aku bisa kuliah pun hanya karena beasiswa saja, jadi mulai saat ini kita berteman saja ya... aku tidak berharap kemolekan tubuhmu itu jadi milikku... sudah cukup dengan mengenalmu saja, aku sudah puas”<br /><br />Jawaban ini yang aku rangkai saat perjalanan keluar dari kamar, jawaban yang aku kira pantas dan bisa dimengerti oleh Surti. Nafsu adalah nomor sekian bagiku, yang penting harga dirinya terhormati.<br /><br /><br />“Gak papa kok mas... tanpa biaya pun Surti mau jadi milik mas... malam ini... malam kita berdua” Surti memelukku sambil membisikan kalimat tepat di samping daun telingaku.<br /><br />Kami berpandangan sambil berpelukan mesra, di depan lorong ini, malam ini... Surti akan menjadi milikku seutuhnya, perlahan lahan wajah kami kian mendekat. Surti memiringkan sedikit posisi kepalanya dan bibir kami saling bertemu... pagutan-pagutan mesra saling berbalas dari bibir kami, saling beradu, mengecup... mengulum... menggigit kecil... lidah kami bertarung di dalam rongga mulut.<br /><br />“Mmhhhh..... Mhmmm....” suara itu yang terdengar menghiasi suasana sepi malam ini<br /><br />Kudorong Surti menuju dinding sambil bibir kami berpagut mesra, hasratku mulai menggebu-gebu kuciumi leher jenjang Surti, dia hanya bisa memejamkan mata menikmati tiap sentuhan di daerah sensitivnya, daun telinganya pun tidak lepas dari jamahan lidahku... terus ku kecup dan ku gigit lembut..<br /><br />“Mmmhhh... mas.. enak.... ahh....mhhhh” Surti mulai meracau tidak terkendali<br /><br />“Dibuka ya Ti bajunya... supaya lbh leluasa mainnya”<br /><br />“Iya mas... buka aja... mmhhhhhh”<br /><br />Segera kuangkat ke atas t-shirt ketatnya, nampaklah dua bukti kembar menantang ditutupi dengan bra berenda berwarna hitam, kontras sekali dengan warna kulit surti yang mulus sawo matang.<br /><br />Segera kukecup belahan dadanya, perbuatanku ini membuat Surti menggelinjang keenakan, kukecupi sekitar buah dadanya, kugigit pelan,perlahan namun pasti kulpeas kaitan bra yang membelenggu dada Surti, kubiarkan jatuh bebas di lantai, tanpa segan lagi kulahap habis ujung buah dada Surti, kujilat... kukulum sambil sedikit menyedot putingnya yg berwarna coklat muda itu.<br /><br />“ah... mas.... ah...iya di situ mas... ah...” Surti meracau, dan tiap kali aku menjilat ujung putingnya dia langsung mengerang dan mendesah<br /><br />“ah... maaaas... ah....”<br /><br />Terus kumainkan putingnya kanan dan kiri, peluh pun mulai bercucuran dari dahi Surti, bdannya mulai bertambah panas<br /><br />“Buka semua aja mas.. Surti udah gak tahaan.....”<br /><br />“Kamu yakin mau main di sini? Gak ada tempat lain Ti?”<br /><br />Tanpa aba2 surti menggandeng tanganku, ternyata tidak jauh dari tempat kami bercumbu, ada ruang Unit Kesehatan Kampus segera Surti membukanya dan menyeretku masuk... kami berpagutan lagi... saling menarik dan mendorong tubuh masing masing...<br /><br />“Buka ya mas.... mmh...” Surti melucuti semua atribut lengkapku, tubuhku polos dengan kemaluan yang mengacung tegak di hadapan Surti<br /><br />“Slurrrrrppp..... ah.....” Tanpa aba-aba Surti melahap kemaluanku, dikulum dan dihisapnya senjataku ini, dengan cepat namun lembut dikeluar masukkan melalui mulut mungilnya, ujung kemaluanku dijilatnya dengan telaten, sampai kedua kakiku bergetar, hampir saja aku hilang keseimbangan karena permainannya.<br /><br />Seegera aku mendorongnya rebah di kasur yg biasa digunakan para mahasiswa sakit beristirahat, kulucuti semua pakaiannya, tubuh mulus polos terbujur dihadapanku, akupun berinisiatif mengambil posisi 69, dengan perlahan kukecup bagian dalam pahanya...<br /><br />“ahhh.....ah.... mas..... ah....sssss” desisan dan desahan keluar dari mulut Surti<br /><br />Kukecup perlahan bagian kemaluannya, gundukan yang ditumbuhi bulu bulu halus itu kukecup dan kutekan dengan hidungku<br /><br />“aaaaaaah......Mas.... Geli...mmhh” Surti mengatupkan pahanya, namun itu justru membuat wajahku makin menekan kemaluannya<br /><br />“Slurppp sluurrrppp....” Surti melanjutkan jilatannya yang sempat terhenti<br /><br />Akupun tidak mau kalah, kuselipkan lidahku ke belahan kemaluan Surti... kugesek pelan dengan lidahku, dia makin kelojotan dengan tingkahku ini, hisapan pada kemaluanku makin cepat dan dalam..<br /><br />Kujilat klitorisnya dengan tiba-tiba..<br />“mmmmhhhhhhh............” tubuhnya melengkung ke atas, lenguhan panjang terdengar dari mulut Surti<br /><br />Melihat reaksi ini segera kuhisap dalam dalam biji klitoris Surti yang sudah membengkak sepeti kacang tanah...<br /><br />“aaaaaaaakhhhhh....... aaaaaaaaaaaaakhhhh...... maaaaasssss aaaaah” hisapan panjangku membuat tubhnya benar-benar bergetar hebat, dia menahan kepalaku agar bertahan dan akupun terus menghisap dalam dalam..<br /><br />“aaaaah.. ah... ah..... oooh... ahh.... Surrtttiiiii sampeee masss aaahh...”<br /><br />Leguhan panjang bersamaan dengan tubuh lunglai Surti mengakhiri hisapanku pada klitorisnya...<br /><br />“Enak Ti?....” Tnayaku padanya<br /><br />“Enak mas... Surti mau lagi” sambil tersipu sipu dia memandangku<br /><br />“Sekarang masukin ya Ti?”<br /><br />“Iya mas... Surti udah siap kok”<br /><br /><br />Tanpa ba bi bu aku langsung mengambil posisi, badanku menindih Surti yang sudah membuka kemaluannya lebar-lebar demi memberi akses masuk untuk senjata ku ini.<br />Sluppp.. masuklah seluruh kemaluanku beserta lenguhan panjang dari kami berdua<br /><br />“Ah... pelan pelan masss”<br /><br />“Iya Ti...”<br /><br />Aku menggenjot tubuh Surti yang sudah terkuras tenaganya untuk orgasme pertama tadi, dia membalas dengan goyangan pinggulnya yang tidak kalah dasyat, kami beradu dengan panasnya, keringat bercucuran dari lengan ku membasahi badan Surti yang semakin menaikkan nafsu.<br /><br />“Maaaasss... aaah... Surtiii... sampe lagiiii... Ahhhh!!!!”<br /><br />Cairan hangat mengguyur kepala kemaluanku di dalam lubang senggama Surti, dia mencapai orgasmenya yang ke dua, kuberi dia waktu untuk bernafas dahulu.<br />Lanjut ku genjot dia dengan posisi dogystyle, kutusuk dari belakang sambil aku meremas kedua buah dada yang montok dan kencang, Surti nampak lemas sekali sampai berkali kali tangnnya tidak mampu lagi menopang badan kami.<br /><br /><br />“Maasss.... Surtiiii udah gak kuaat...”<br /><br />“Iya Ti.... tahan yaaa...”<br /><br />Aku yang belum mencapai puncak kenikmatan terus menggenjot badan Surti, dia hanya bisa pasrah, sampai ada dorongan kuat dari dalam kemaluanku... ini dia saatnya... kugenjot dengan cepat dan kuhujamkan dalam-dalam ekmaluanku ke dalam lubang senggama Surti.<br /><br /><br />“kyaaa.... aaaaaa... maaassssssss”<br /><br />“aaaaah... Tiii.... mas sampeeeee......aaaah”<br /><br />Kami berdua terbaring lunglai tak berdaya.. pelukku mendekap erat badan Surti yang sudah mengalami orgasme tiga kali berturut-turut...<br /><br />“Mas... enak banget... Surti sampe keluar mulu”<br /><br />“Iya.. mas juga puas kok Ti”<br /><br />“Janji ya mas... jangan pernah lupain Surti”<br /><br />“Iya.. mas janji, kamu mau jadi pasangan hidup mas?”<br /><br />Aku tahu memang ini bukan saat yang tepat, namun entah kenapa aku merasa sudah sangat dekat dengan Surti dan yakin kalau di adalah Jodohku<br /><br />“Surti gak bisa jawab sekarang mas... besok akan Surti kasi jawabannya”<br /><br />“Hmmm ya udah Ti.. makasih untuk malam yang spesial ini ya” aku berterimakasih sedalam-dalamnya sambil mengecup kening Surti yang lunglai dalam dekapanku<br /><br /><br />Setelah kami berbenah, kami pulang ke tempat masing-masing, kira-kira jam 10 malam aku sampai di kos, dan langsung rebah terlelap karena tenagaku sudah terkuras habis untuk menghadapi pertempuran malam ini.<br />Fajar pun menyingsing, aku melihat jam di handphone ku sudah menunjukan pukul sembilan pagi, kesiangan pikirku. Namun bukan pelajaran yang ada di benakku, melainkan jawaban yang akan diberikan Surti, ya jawaban yang aku harap bisa melegakan hatiku.<br /><br /><br />Segera aku mandi dan lansung meluncur ke kampus demi bertemu Surti.<br />Sesampainya di sana aku menghampiri koperasi mahasiswa dimana Surti seharusnya berada... ya... seharusnya... namun sampai sekarrang tidak kunjung kubertemu dengannya, hanya secarik surat yang dititipkannya untukku, Pardi yang menyerahkannya, dia berkata Surti pergi subuh tadi, sepertinya terlihat buru-buru dan hanya meninggalkan ini untukku, katanya daftar stok barang koprasi.<br /><br />Namun ketika kubuka, mataku berkaca-kaca... ternyata surat itu berisi...</span><br />
<div class="quote" style="border-bottom-left-radius: 4px; border-bottom-right-radius: 4px; border-top-left-radius: 4px; border-top-right-radius: 4px; border: 1px solid rgb(221, 221, 221); font-family: Calibri; margin-bottom: 2px; margin-top: 2px; padding: 2px;">
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0);">Originally Posted by <strong></strong>:<br /><i><b><i>Untuk mas Rony</i></b><br /><br /><i>Terimakasih sudah mau menjadi teman terbaik Surti, tiap kali Surti melihat mas, selalu ada semangat baru yang mendorong Surti untuk bertahan di kota ini, namun apa daya Surti hanya gadis biasa, perlu mas tahu Surti mencari uang untuk membayar hutang-hutang almarhum ayah Surti yang banyak jumlahnya, batas jatuh temponya adalah kemarin, Surti sudah meminta bantuan kepada bapak rektor namun tidak dikabulkan, dan sekarang Surti harus membayar dengan mengabdi pada rentenir tempat ayah Surti berhutang di Jakarta, tidak usah mencari Surti karena kita tidak menjalin hubungan apa-apa, jalani hidup mas dengan baik dan jadi dokter yang handal ya... trimakasih perpisahan kita di LORONG CINTA kemarin malam... salam manis Surti.</i></i></span></div>
<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />Kuremas kertas itu dan aku hanya bisa duduk dan mencucurkan air mata, Surti belum menjawab pertanyaanku bukan karena dia tidak mau, tapi tidak bisa...<br /><br /><br />Dan belakangan Pardi menjelaskan bahwa dihari aku kaget melihat dia di kamar mandi cowok adalah hari dimana Surti menangis, meminta Pardi supaya mencegahku masuk sehingga aku tidak melihatnya menangis karena dia ingin tampak tegar dihadapanku.<br /><br /><br />Namun hidup harus terus berjalan, aku mengambil langkah baru, dan berusaha sebaik mungkin menjadi dokter handal sesuai harapan Surti.</span><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-74519784168147433232014-01-01T21:04:00.004-08:002014-04-30T21:24:37.357-07:00Memenuhi Nafsu istri<span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;">Namaku Iyan biasa dipanggil iyan, aku tinggal di tengah-tengah kota Jakarta, saat ini pekerjaanku adalah seorang IT pada beebrapa perusahaan di Jakarta, bandung dan Semarang. Usiaku saat ini 29 tahun, karena pekerjaanku sebagai wiraswasta di luar kota kota Jakarta, aku sering sekali berpergian keluar kota. Bahkan terkadang aku hanya satu atau dua hari tinggal di rumahku di daerah Rawamangun Jakarta Timur. Istriku bernama “Nur” usianya 25 tahun lulusan salah satu universitas swasta di Jakarta. Alhamdulilah aku dikarunia seorang putera yang sedang lucu-lucunya bernama “firman” dengan usia 1,5 tahun. Ditengah kesibukanku yang teramat sangat itulah aku sering kali tidak bisa memenuhi hasrat biologis istriku.</span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: rgba(255, 255, 255, 0); font-family: Calibri;"><br />Sudah hamper 3 tahun aku menikahi istriku yang selalu diliputi rasa bahagia dan lumayan berkecukupan. Hari-hari kami selalu kami jalani dengan indah, aku bersyukur sekali ternyata Tuhan sangat baik padaku, sehingga aku mendapatkan istri yang benar-benar sangat sayang dan penuh pengertian. Setiap aku ingin minta berhubungan sex dengan istriku, dia tidak menolak dan bahkan selalu memberikanku kepuasan yang tidak digambarkan dengan kata-kata. Meskipun aku sendiri juga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kepuasan sexual istriku. Tiap kali berhubungan aku selalu bertanya dan berdiskusi tentang permainan sex kami, sehingga kami bisa saling memahami kekurangan kami masing-masing. Bahkan setelah itu istriku biasanya meminta berhubungan sex lagi sampai berkali-kali dalam satu malam.<br /><br />Sampai pada suatu hari istriku mengeluh padaku, tentang profesiku yang selalu meningalkan rumah sampai berhari-hari. Padahal istriku ingin sekali merasakan kehangatan belaianku yang hingga akhirnya sampai berhubungan sex. Tetapi mau gimana lagi, aku tetap sulit menerima keinginannya, karena itu adalah sudah menjadi resiko tanggaung jawab ku dalam profesiku ini. Aku sudah memberikan pengertian baik-baik kepada istriku, walaupun pada akhirnya istriku mengerti dengan keadaanku ini. Tetapi tetap saja aku tidak tega.<br /><br />Aku tahu pasti kalau istriku sangat setia padaku, karena istriku adalah istri yang taat pada agama. Setiap keluar rumah dia selalu menjaga pandangannya, tak lupa dia sellau mengenakan ******nya ketika keluar dari rumah. Banyak temanku bilang kalau istriku itu sangat cantik, tingginya 160 cm / 152 kg, kulit putih dan wajahnya seperti maudy kusnaedi, apalagi payudaranya mnotok banget dengan ukuran 36b. aku paling suka meremas dan menghisap payudaranya, tidak ada bosan-bosannya walaupun hampIr tiap hari aku meremasnya.<br /><br />Hari semakin hari, bulan semakin bulan terus berlalu, aku melihat istriku adalah type wanita yang mudah sekali terangsang dan nafsunya sulit dikendalikan bila diatas ranjang. Dia selalu sekuat tenaga melepaskan hasrat sexnya jika ku pulang kerumah, tidak siang ataupun malam, hari-hariku selalu tidak lepas dari kata sex. Aku maklumi karena aku hanya pulang satu hari dalam seminggu. Ditengah kegalauanku akupun mendiskusikan masalah ini kepada istriku. Terus terang akupun sangat kewalahan melayani nafsu sex istriku yang menurut saya “sangat gila” karena aku pikir aku juga ingin sekali menghabiskan satu hari in dirumah untuk istirahat.<br /><br />Setelah aku berdikusi cukup lama dengan istriku barulah aku mengambil kesimpulan bahwa dia cukup menderita dengan kepergianku. Dia selalu melampiaskan hasrat sexualnya dengan melakukan mastrubasi dengan tangannya. Aku tidak habis pikir kenapa ini bisa terjadi, kasian sekali istriku. Tapi bagaimanapun juga istriku tidak selingkuh dengan pria manapun demi kesetiannya terhdap aku.<br /><br />Akhirnya aku memiliki ide yang cukup gila untuk menuruti keinginan istriku ini, ya memang ini cukup gila dan melanggar kaedah agama. Tetapi mau gimana lagi ini sudah menjadi kesimpulanku untuk mengakhiri penderitaan istriku. Aku mencoba merayu istriku agar melampiaskan sexnya kepada orang lain yang bisa memuaskan dirinya selama aku tidak berada di rumah. Awalnya istriku menolak karena alasan agama dan memang tidak pantas dirinya dijamahi orang lain selain aku. Tetapi setelah aku memberikan pengertian dengan beberapa perjanjian-perjanjian yang harus ditepati diantara kami berdua. Sampai pada akhirnya kami menyepakati ide itu, dengan catatan istriku bisa bermain sex dengan hanya satu orang laki-laki selain diriku yang aku pilih, selain itu aku memberikan peringatan kepadanya agar jangan sekali-kali memasukkan spermanya kedalam vaginanya.<br /><br />Setelah aku pikir-pikir aku telah memilih sosok laki-laki tampan dengan usia 20 tahun bernama Irwan, dia adalah rekan kerjaku ketika kami masih bekerja diperusahaan swasta pada beberapa tahun yang lalu, dia juga sudah punya istri dan dua orang anak, kebetulan sekali saat ini masih nganggur. Langsung saja aku mengajaknya bertemu empat mata di sebuah rumah makan. Tanpa basa basi lagi aku langsung mengajaknya bekerja mulai pukul 17:00 sampai 22:00 malam. Tugasnya hanya melayani dan memenuhi hasrat sexual istriku. Tetapi sebelumnya aku ingin sekali melihat bagaimana dia melayani istriku diatas ranjang di hadapanku.<br /><br />Seminggu kemudian, setelah aku pulang dari luar kota saya dan istri saya sudah ceck in di sebuah hotel di daerah matraman Jakarta Pusat tepat pukul 17:00 BBWI. Sedangkan Anakku sudah aku titipkan ke orang tuaku, kini aku sedang menantikan kehadiran Irwan yang janjinya akan datang tepat pukul 18:00. di dalam kamar hotel tersebut, istriku kuperintahkan untuk mengenakan pakaian yang ketat dan sexy yang sengaja aku belikan dari Bandung. Jangankan irwan, aku saja yang sudah sering melihat istriku masih nafsu ketika memandang istriku berdandan seperti ini. Saat ini istriku mengenakan kaos putih ketat yang didalamnya hanya dibalut bra tipis, sedangkan bawahannya mengenakan rok bahan warna hitam yang panjangnya sampai selutut tapi belahannya hampir memamerkan seluruh pahanya yang putih dan mulus. Bibirnya dipoles dengan lisptik warna transparan dengan rambut panjang terurai rapi di atas bahunya. Sesaat aku melihat wajahnya begitu tegang manantikan kedatangan Irwan, sesekali aku menyentuh dadanya berdegap kencang tak karuan menantikan saat-saat yang menegangkan ini.<br /><br />Tak lama kemudian, aku mendengar suara ketukan pintu, setelah aku buka ternyata benar Irwan sudah datang. Aku persilahkan masuk dan sembari menikmati minuman dingin dan makanan kecil yang baru saja kami beli. Sebelumnya aku bertanya kepada istriku apakah istriku suka pdanya, rupanya tanpa pikir panjang dia menjawab itu adalah terserah saya, kalau saya setuju maka dia juga menuruti perintah saya. Ya pada akhirnya aku mempersilahkan Irwan mendekati istriku di ranjang yang cukup lebar dan luas ini.<br /><br />Jantungku berdebar-debar melihat istriku yang kelihatnnya tampak tegang setelah disentuh oleh tangannya Irwan. Aku melihat Irwan sosok pria yang lembut, dia tidak langsung menyambar istriku dengan sentuhan-sentuhan yang mengarah pada bagian sensitifnya. Awalnya Irwan memeluk istriku yang duduk tersipu malu menghadap sebuah cermin yang terpampang di depannya. Irwan memeluk kepala istriku dengan lembut meskipun aku lihat istriku sangat kaku sekali. Aku hanya duduk di samping kanan ranjang itu, memang agak jauh karena kamar hotelnnya juga cukup besar bagi ukuran untuk 3 orang. Kelihatannya aku lihat Irwan cukup sabar memeluk istriku, sambil mencunbu istrku, dia tidak sungkan-sungkan mengucapkan kata-kata yang entah aku juga tidak mendengarnya. Berkali-kali pipinya dicium oleh Irwan, tanpa canggung-canggung Irwan juga mencoba menciumi tangan, leher, hidung dan jidatnya. Istriku hanya diam saja, pdahal kalau aku main sex dengan istriku dia selalu rajin menciumi semua daerah kapalaku sampai air liurnya membasahi permukaan wajahku.<br /><br />Kini Irwan mencoba mencium bibir istriku dengan lembut, kudengar dari kejauhan suara bercakan bibirnya yang saling beradu. Aku lihat istriku juga membalas ciumannya dengan sesekali menggerakan tangannya di bahu Irwan. Ketika beberapa saat ciuman, nampaknya Irwan sudah berani menggerayangi tubuh istriku, awalnya dari punggungnya sampai kini daerah payudaranya, tangan kirinya seperti sudah melekat di payudara kiri istriku. Dia mencoba meraba-raba sambil mencoba meremas-remas dengan lembut. Aku merasa sangat menggairahkan melihat adegan ini, apalagi ketika mereka berdua melakukan ciuman yang dahsyat, rasanya sudah beberapa kali mereka melakukannya. Tak lama kemudian Irwan melepaskan ciumannya dan kedua tangannya mengarah ke kedua buah payudara istriku, dua tangannya mencoba meremas-remas payudara istriku dengan berbagai macam variasi. Istriku hanya terlihat pasrah saja, kedua tangannya ada dibelakang pinggangnya untuk menahan serangan tubuhnya. Irwan sudah tak sabar untuk membuka kaos dikenakan istriku, dia menarik kedua tangan istriku ke atas dan membukakan kaosnya, yang selanjutnya membuka kancing bra. Ouwww.. rupanya payudara istriku sudah terpampang jelas tanpa sehelai benagpun di hadapan Irwan yang nampaknya sudah bersiap-siap melahap payudara istriku.<br /><br />Kini istriku tidur terlentang mengikuti arahan Irwan, tanpa ragu lagi Irwan melahap payudaranya. Tak henti-hentinya mulutnya menjilat-jilat putingnya sambil meremas-remas payudaranya. Istriku hanya bisa memegang kepala Irwan dengan menahan kenikmatannya. Desahan-desahan kecil mulai terkuak dari mulutnya, ya memang istriku paling suka dijilati payudaranya, itu merupakan rangsangan yang hebat sebelum melakukan ml. ketika payudaranya terus dihisap, dijilat dan diremas-remas oleh Irwan matanya mulai melihat kea rah ku, aku nggak tau apa yang ingin dia katakan, pastinya dia saat ini mersakan rangsangan yang hebat.<br /><br />Cukup lama irwan menguasai peyudara istriku, akhirnya kini irwan membuka rok istriku dengan cepat, lalu tanpa ragu lagi dia membuka celana dalam istriku. Ouww pengalaman yang sangat menraik ketika seluruh tubuh istriku terpampang jelas tanpa sehelai benangpun di hadapan Irwan. Hatiku berdebar-debar menantikan apa reaksi irwan selanjutnya. Opsss nampaknya irwan membuka lebar-lebar paha istriku, dan…………….benar-benar aku tidak menyangka dia mulai menjilati vagina istriku yang nampaknya sudah basah karena rangangan yang begitu hebat. Belum lama irwan menjilati vagina istriku, kini istriku mendesah hebat, kedua tangannya mulai mengepaal keras. Kepalanya mulai bergerak tak karuan, kulihat matanyapun sudah tak mampu melihat kejadian ini. Tetapi meskipun begit, istriku masih saja menyebut-nyebut namaku ketika mendesah hebat. Aku senang rupanya istriku bisa merasakan apa yang dia inginkan, ini adalah bukti rasa cintaku padanya. Kini aku melihat wajah irwan benar-benar tenggelam di kedua belah selangkangan istriku, karena paha istriku terus mengggelinjang tanpa arah mejepit kepala irwan yang sedang isbuk menghisap vaginanya.<br /><br />Setelah permainan ini, irwan bangun dari ranjangnya, lalu dia membuka semua pakainannya sampai dia benar-benar telanjang di hadapan istriku. Ku lihat penisnya cukup besar, meskipun tak jauh ukurannya dibandingkan dengan penisku. Rupanya Irwan sudah tidak sabar ingin memasukkan penisnya kedalam vaginanya. Dalam kondisi yang agak lemas, istriku menwarkan untuk menghisap penisnya, tetapi Irwan menolaknya entah alasannya apa.. Irwan kini sudah berada di depan kedua selangkangan istriku, nampak istriku hanya berposisi terlentang menghadap irwan yang sedang duduk sambil memoles-moles penisnya. Baru saja Irwan merenggangkan selangkangan istriku dan ingin memasukkan penisnya. Istriku langsung memanggilku untuk menghampirinya. Langsung saja aku menghampiri istriku itu walaupun entah apa yang dia inginkan. Kini aku duduk di sebelah kepala istriku dan aku bertanya kepada istriku “kenapa sayang?”, lalu istriku menjawab “ maafkan aku ya sayang, tapi aku tetap cinta dan sayang sama papah, aku ingin papah mengusap-usap kepalaku ketika aku dijamah mas irwan, mau khan?”. Aku hanya mengangguk-nganggukan kepalaku dan mencium keningnya. Setelah itu aku mempesilahkan irwan memasukan penisnya kedalam vagina istriku.<br /><br />Tak lama kemudian Irwan mencoba memasukkan penisnya ke dalam vagina istriku, sulit juga isrwan memasukkan penisnya kedalam vagina istriku. Akhirnya istriku mencoba membantu dengan tangannya untuk memasukan penisnya. Kini penisnya sudah masuk kedalam vaginanya, sudah kutebak irwan mencoba menggerakkan pantatnya dengan dorongan yang cukup pelan. Memang ini adalah strategi ml yang konvensional yang sudah biasa aku lakukan sehari-hari dengan istriku. Tetapi nampaknya istriku begitu sangat menikmati permainan ini, kulihat dia memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya menahan rasa nikmat yang ada pada tubuhnya. Kaki istriku tepat ada di punggung irwan dengan vagina yang sudah terbuka lebar di hadapannya. Sesekali aki melihat penisnya begitu gagah keluar-masuk ke dalam vagina istriku. “papahhh…sshhhhh oouwwwwww…… ppaaahhhhhhhhhhh”, aku benar-benar terkejut mendengar rintihan istriku yang cukup keras itu, tidak biasanya istriku merintih sangat keras. Gerakan tubuhnya bergetar hebat tak beraturan, tak bosan-bosannya Irwan terus menancapkan penisnya ke liang vagina istriku, sambil meremas-remas payudara istriku. Aku hanya mengusap-usap kening istriku yang tampaknya benar-benar berada dalam kondisi orgasme. Disamping aku juga lihat Irwan menikmati permainan ini, dengan mengeluarkan desahan halus yang keluar dari mulutnya.<br /><br />Hampir 15 menit berlalu irwan belum juga lelah terus mendorong pantatnya ke dalam vagina istriku, aku lihat penisnya begitu kekar masuk kedalam liang kemaluan istriku. Padahal keduanya sudah dibasahi keringat disekujur tubuhnya, walaupun hotel ini menggunakan AC yang sangat dingin. Semakin lama istriku mencoba bangkit dari tidurnya dan memeluk irwan lalu menciumi bibirnya. Owwwww ini adalah making love yang sangat romantis yang pernah aku lihat seumur hidupku. Istriku kini ada di atas pangkuan irwan yang secara bergantian menggoyang-goyangkan pantatnya. Hampir setengah jam kemudian Irwan berisyarat bahwa dia ingin mengeluarkan sesuatu dari kemaluannya, cepat-cepat istriku bangun dari pangkuan irwan, ya benar saja tak lama kemudian irwan memuncratkan spermanya di atas selimut ranjang hotel ini. Lalu istriku mencoba membantu mengocok-ngocok penisnya agar spermanya bisa keluar sebanyak mungkin.<br /><br />Rupanya permainan ini sudah selesai, aku Bantu istriku mengambilkan tissue untuk mengelap sperma yang masih menempel di tangannya. Irwan bergegas ke toilet untuk bersih-bersih. Terlihat senyuman hangat terpancar di wajah istriku, aku cukup bahagia istrku bisa menikmati kepuasan sexualnya meskipun bukan denganku. Aku coba membantu membersihkan cairan yang ada di lobang vaginanya dengan tissue ini. Lalu tak lama kemudian istriku meninggalkanku untuk ke toilet.</span><br />
<div style="font-family: Calibri;">
<br /></div>
<br style="font-family: Calibri;" />
<br />
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-41299725556685373042013-09-18T22:47:00.000-07:002014-04-30T21:24:49.399-07:00Selingkuh Tak Tertahankan<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana meletakkan bayinya di atas boks, lalu dia sendiri rebah di atas sofa di ruang tengah, merasa agak sedikit kelelahan. Suaminya, Roy, bilang padanya kalau ada seorang sahabat lamanya yang akan datang dan menginap di akhir pekan ini, jadi disamping mengurus bayinya, dia mempunyai sebuah pekerjaan tambahan lagi, menyiapkan kamar tamu untuk menyambut tamu suaminya itu. Pikirannya melayang pada sang tamu, sahabat suaminya yang akan datang nanti, Jodi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi adalah sahabat lama suaminya saat kuliah dulu. Dia cukup akrab dengan mereka. Ana sudah cukup mengenal Jodi, lebih dari cukup untuk menyadari bahwa hatinya selalu berdesir bila bertatapan mata dengannya. Sebuah perasaan yang tumbuh semakin besar yang tak seharusnya ada dalam hatinya yang sudah terikat janji dengan Roy waktu itu. Dan perasaan itu tetap hidup di dasar hatinya hingga mereka berpisah, Ana akhirnya menikah dengan Roy dan sekarang mereka mempunyai seorang bayi pria.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ada sedikit pertentangan yang berkecamuk dalam hatinya. Di satu sisi meskipun dia dan suaminya saling menjunjung tinggi kepercayaan dan berpikiran terbuka, tapi dia tetap merasa sebagai seorang istri yang wajib menjaga kesucian perkawinan mereka dan kesetiaannya pada sang suami. Tapi di sisi lain Ana tak bisa pungkiri bahwa ada rasa yang lain tumbuh di hatinya terhadap Jodi hingga saat ini. Seorang pria menarik berumur sekitar tiga puluhan, berpenampilan rapi, dan matanya yang tajam selalu membuat jantungnya berdebar kencang saat bertemu mata. Sosoknya yang tinggi tegap membuatnya sangat menawan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana seorang wanita ayu yang bisa dikatakan sedikit pemalu dan selalu berpegang teguh pada sebuah ikatan. Dan dia tak kehilangan bentuk asli tubuhnya setelah melahirkan. Mungil, payudara yang jadi sedikit lebih besar karena menyusui dan sepasang pantat yang menggoda. Rambutnya lurus panjang dengan mata indah yang dapat melumerkan kokohnya batu karang. Semua yang ada pada dirinya membuat dia mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenisnya meskipun dia tak pernah menunjukkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ah… seandainya saja dia mengaenal Jodi jauh sebelum suaminya datang dalam kehidupannya!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana pejamkan matanya mencoba meredam pergolakan dalam hatinya dan hati kecilnya menuntun tangannya bergerak ke bawah tubuhnya. Vaginanya terasa bergetar akibat membayangkannya dan saat dia menyentuh dirinya sendiri yang masih terhalang celana jeansnya, sebuah ombak kenikmatan menerpa tubuhnya. Jemarinya yang lentik bergerak cepat melepas kancing celananya lalu menurunkan resleitingnya. Tangannya menyelinap di balik celana dalam katunnya yang berwarna putih, melewati rambut kemaluannya hingga sampai pada gundukan daging hangatnya. Nafasnya terasa terhenti sejenak saat jarinya menyentuh kelentitnya yang sudah basah, membuat sekujur tubuhnya merasakan sensasi yang sangat kuat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia terdiam beberapa waktu. Roy pulang 2 jam lagi, dan Jodi juga datang kira-kira dalam waktu yang sama. Kenapa tidak? Dia tak bisa mencegah dorongan hati kecilnya. Toh dia tak menghianati suaminya secara lahiriah, hanya sekedar untuk memuaskan dirinya sendiri dan 2 jam lebih dari cukup, sisi lain hatinya mencoba beralasan membenarkan kobaran gairahnya yang semakin membesar dalam dadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana menurunkan celana jeansnya dan mengeluarkan kakinya satu persatu dari himpitan kain celana jeansnya. Melepaskan celana dalamnya juga, lalu dia kembali rebah di atas sofa. Dari pinggang ke bawah telanjang, kakinya terbuka. Pejamkan matanya lagi dan tangannya kembali bergerak ke bawah, menuju ke pangkal pahanya, membuat dirinya merasa se nyaman yang dia inginkan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia nikmati waktunya, menikmati setiap detiknya. Dia membayangkan Jodi sedang memuaskannya, deru nafasnya semakin cepat. Ana tak pernah berselingkuh selama ini, membayangkan dengan pria lain selain Roy saja belum pernah, semua fantasinya hanya berisikan suaminya. Tapi sekarang ada sesuatu dari pria ini yang menyeretnya ke dalam fantasi barunya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ups! Maaf!” terdengar sebuah suara. Matanya langsung terbuka, dan dia tercekat. Dia melihat bayangan seorang pria menghilang di sudut ruangan. Dia baru sadar kalau dia sudah melakukan masturbasi selama lebih dari 10 menit, dan dia benar-benar tenggelam dalam alam imajinasinya hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam rumah. Dan dia sadar kalau bayangan pria itu adalah Jodi, dengan terburu-buru dia mengambil pakaiannya dan segera memakainya lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mafkan aku Ana,” kata Jodi, “Nggak ada yang menjawab ketukanku dan pintunya terbuka.” dia berada di sudut ruangan jauh dari pandangan, tapi dia sudah melihat banyak! Pemandangan yang disaksikannya saat dia memasuki ruangan ini membakar pikirannya. Istri sahabatnya berbaring dengan kaki terpentang lebar di atas sofa itu, tangannya bergerak berputar pada kelentitnya. Pahanya yang lembut dan kencang tebuka lebar, rambut kemaluannya yang hitam mengelilingi bibir vaginanya. Penisnya mengeras dengan cepat dalam celana jeansnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nggak apa-apa,” jawab Ana dari ruang keluarga, “Kamu boleh masuk sekarang.” dia sudah berpakaian lengkap sekarang, dan dia berbaring di atas sofa, menyembunyikan wajahnya dalam telapak tangannya. “Aku sangat malu.” katanya kemudian.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ah, kita semua pernah melakukannya, Ana!” jawab Jodi. Dia berdiri tepat di samping Ana, seperti ingin agar Ana dapat melihat seberapa ‘kerasnya’ dia. Dia tak dapat mencegahnya, wanita ini sangat menggoda. Dia merasa kalau dia ingin agar wanita ini bergerak padanya!!!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tetap saja memalukan!” katanya, menyingkirkan tangannya dari wajahnya. Vaginanya berdenyut sangat hebat, dia hampir saja mendapatkan orgasme tadi! Sebuah desiran yang lain terasa saat dia melihat tonjolan menggelembung pada bagian depan celana Jodi. Dengan cepat dia memalingkan wajahnya, tapi masih saja pria ini memergokinya. Sekarang Jodi menjadi lebih terbakar lagi, ini lebih dari cukup.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nggak ada yang harus kamu permalukan, setidaknya itu pendapatku setelah apa yang sudah aku lihat tadi!” katanya tenang. Ana menatapnya penuh dengan tanda tanya. “Aku jadi benar-benar terangsang melihatmu seperti itu,” dia menjelaskan, “Sebuah perasaan yang belum pernah ku alami sebelumnya.” kata-katanya, adalah kenyataan bahwa dia sangat menginginkannya, membuat Ana semakin basah. Dia menyadari betapa istri sahabatnya ini ‘tertarik’ akan perkataannya tersebut dan Jodi memutuskan untuk lebih menekannya lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lihat akibatnya padaku!” katanya, tangannya bergerak mengelus tonjolan pada bagian depan celananya. Ini masih dalam batas yang bisa dikatakan ‘wajar’, belum ada batas yang dilanggar. Saat Jodi melihat ‘noda’ basahnya di atas permukaan sofa itu dan mata Ana yang tak berpaling dari seputar pinggangnya, Jodi memutuskan akan melanggar batas tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana hanya melihat dengan diam saat sahabat suaminya ini membuka kancing dan menurunkan resleiting celananya. Ana tak bisa mengingkari bahwa dia menjadi lebih terangsang, dan dia tak menemukan kata yang tepat untuk mencegah pria ini. Dan saat dia menyaksikan pria di depannya ini memasukkan tangannya dalam celana dalamnya sendiri, vaginanya terasa semakin basah. Jodi mengeluarkan penis kedua dalam hidup Ana yang dilihatnya secara nyata, disamping penis para bintang film porno yang pernah dilihatnya bersama suaminya dulu. Nafas Ana tercekat, matanya terkunci memandangi penis dihadapannya. Dia belum melihat keseluruhannya, dan ini benar-benar sangat berbeda dengan milik suaminya. Tapi ternyata ‘perbedaan’ itulah yang semakin membakar nafsunya semakin lapar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Suka apa yang kamu lihat?” tanyanya pelan. Ana mengangguk, memberanikan diri memandang ke atas pada mata Jodi sebelum melihat kembali pada penisnya yang keras. Jodi mengumpat betapa beruntungnya sahabatnya. Dia ucapkan sebuah kata.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sentuhlah!”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ragu-ragu, dengan hati berdebar kencang, Ana pelan-pelan menyentuh dengan tangannya yang kecil dan melingkari penis pria di depannya ini dengan jarinya. Penis pertama yang dia pegang dengan tangannya, selain milik suaminya, dalam enam tahun belakangan. Perasaan dan emosi yang bergolak di dadanya terasa menegangkan, dan dia inginkan lebih lagi. Jodi melihat penisnya dalam genggaman tangan istri sahabatnya yang kecil, dan dia hanya melihat saat Ana pelan-pelan mulai mengocokkan tangannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terasa sangat panas dan keras dalam genggaman tangannya, dan Ana tak dapat hentikan tangannya membelai kulitnya yang lembut dan berurat besar itu. Jodi bergerak mendekat dan membuat batang penisnya menjadi hanya beberapa inchi saja dari wajah Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi menyentuh tubuh Ana, tangannya meremas pahanya yang masih terbungkus celana jeans. Tanpa sadar Ana membuka kakinya sendiri melebar untuknya, dan tangan Jodi bergerak semakin dalam ke celah paha Ana. Terasa desiran kuat keluar dari vaginanya saat tangan Jodi mulai mengelusi dari luar celana jeansnya, Ana menggelinjang dan meremas penisnya semakin kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan tangannya yang masih bebas, dipegangnya belakang kepala Ana dan mendorongnya semakin mendekat. Ana tak berusaha berontak. Matanya masih terpaku pada penis Jodi, dia menunduk ke depan dan dengan lembut mencium ujung kepalanya. Lidahnya terjulur keluar dan Ana kemudian mulai menjilat dari pangkal hingga ujung penis barunya tersebut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekarang giliran Jodi, tangannya bergerak melucuti pakaian Ana. Ana yang sedang asik dengan batang keras dalam genggaman tangannya tak menghiraukan apa yang dilakukan Jodi. Diciumnya kepala penis Jodi, menggodanya seperti yang disukai suaminya (hanya itulah seputar referensi yang dimilikinya).</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Jodi menyelinap dalam celana dalam Ana, tangannya meluncur melewati rambut kemaluannya. Ana melenguh pelan saat tangan Jodi menyentuh kelentitnya. Dia membuka lebar mulutnya dan memasukkan mainan barunya tersebut ke dalam mulutnya, lidahnya berputar pelan melingkari kepala penis dalam mulutnya. Jodi mengerang, merasakan kehangatan yang membungkus kejantanannya. Dia menatapnya dan melihat batang penisnya menghilang dalam mulut Ana, bibirnya mencengkeram erat di sekelilingnya dan matanya terpejam rapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi menjalankan jarinya pada kelentit Ana, menggoda tombol kecilnya, mulut Ana tak bisa bebas mengerang saat tersumpal batang penis Jodi. Dorongan gairah yang hebat membuat Ana semakin bernafsu mengulum naik turun batang penis Jodi. Pinggulnya dengan reflek bergerak memutar merespon tarian jari Jodi pada kelentit sensitifnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jari Jodi mengeksplorasi lubang hangatnya Ana, membuat lenguhannya semakin sering terdengar dalam bunyi yang aneh karena dia tak juga mau melepaskan mulutnya dari batang penis Jodi. Ana tak lagi memikirkan apa yang dia perbuat, dia hanya mengikuti nalurinya. Ini benar-benar lain dengan dia dalam keseharian, sesuatu yang akan membuat suaminya mati berdiri bila dia melihatnya saat ini. Semuanya meledak begitu saja. Sesuatu yang dimiliki pria ini yang membuka pintu dari sisi lain dirinya dan Jodi sangat menikmati perbuatannya. Masing-masing masih tetap asik dengan kemaluan pasangannya. Dan Ana menginginkan lebih dari ini. Mereka berdua menginginkan lebih dari sekedar begini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana menelan seluruh batang penis Jodi, menahannya di dalam mulutnya untuk memenuhi kehausan gairahnya sendiri. Hidungnya sampai menyentuh rambut kemaluan Jodi, ujung kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokannya, hampir membuatnya tersedak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mengeluarkan tangannya dari balik celana dalam Ana yang membuatnya sedikit kecewa, ada sesuatu yang terasa hilang. Diraihnya tepian celana jeans Ana dan dengan cepat Ana mengangkat sedikit pantatnya dari atas sofa, yang mau tak mau membuatnya melepaskan batang penis itu dari mulutnya, dan mempermudah sahabat suaminya ini melepaskan celananya dari kakinya yang halus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafasnya tercekat, dada terasa berat saat dia melihat Jodi menarik celana dalamnya. Dengan sedikit memaksa dia menurunkannya melewati kakinya dan Ana menendangnya menjauh dari kakinya sendiri. Membantu Jodi menelanjangi tubuh bawahnya. Jodi sekarang berlutut di lantai dan menatap takjub pada segitiga menawan dari rambut kemaluan Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia menyentuh vagina Ana dengan tangan kirinya, menjalankan jari tengahnya pada kelentitnya sambil tangan yang satunya menggenggam batang penisnya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana mendesah pelan, pinggulnya bergetar. Matanya terpejam rapat, dia sangat meresapi rasa yang diberikan selangkangannya. Jodi mengoleskan kepala penisnya pada pipi dan hidung Ana. Saat sampai di mulutnya, Ana membuka mulutnya segera dan Jodi langsung mendorong penisnya masuk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangannya yang kecil menggenggam buah zakarnya dan Ana membuka matanya perlahan saat dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun pada batang penisnya. Jodi semakin melesakkan jarinya ke dalam vagina Ana, membuat Ana memejamkan matanya lagi, mengerang. Vaginanya terasa sangat basah! Jarinya bergerak di seluruh rongga lubang itu, bergerak keluar masuk saat ibu jarinya mengerjai kelentit Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini, celana jeans dan celana dalam Jodi sudah jatuh merosot di atas lantai, Jodi menarik penisnya keluar dari mulut Ana dan langsung menendang pakaian bawahnya menjauh. Dia menunduk, tangannya bergerak ke bawah bongkahan pantat Ana, mengangkatnya dari atas sofa agar bagian bawah tubuh istri sahabatnya ini lebih terekspose ke atas. Ana meraih penisnya dan segera memasukkannya kembali ke dalam mulutnya. Jodi mendekatkan kepalanya pada daging nikmat Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Masih tetap menahan pantat Ana ke atas, mulutnya mencium bibir vagina Ana, mencicipi rasa dari istri sahabatnya untuk pertama kalinya. Mulut Ana langsung mengerang merespon, sejenak menikmati sensasi yang diberikan Jodi sebelum kembali meneruskan ‘pekerjaan’ mulutnya. Lidah Jodi melata pada dinding bagian dalam dari vagina Ana, menjilati sari buah gairah yang dikeluarkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana merasa bibir Jodi menjepit tombol sensitifnya dan lidahnya bergerak pelan pada sasarannya. Erangan semakin tak terkendali lepas dari mulutnya akibat perlakuan Jodi kali ini. Batang penisnya terlepas keluar dari cengkeraman mulut Ana. Jodi semakin menaikkan pantat Ana, menekan vagina Ana pada wajahnya dan lidahnya semakin bergerak menggila.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantung Ana serasa mau meledak, nafasnya terasa berat… sangat dekat…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantungnya berhenti berdenyut, orgasmenya datang. Pinggulnya mengejat di wajah Jodi dengan liar. Ana merasa jiwanya melayang entah kemana! Pria ini memberinya sebuah oral seks terhebat yang pernah didapatkan dalam hidupnya!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya, Ana kembali ke bumi. Jodi melepaskan pantatnya, mengangkat kepalanya dari selangkangan Ana. Batang penisnya terasa sangat keras, dan nafasnya terdengar memburu tak beraturan. Ana pikir dia tak mungkin dapat menghentikan pria ini sekarang meskipun dia menginginkannya. Jodi naik ke atas sofa, menempatkan dirinya diantara paha Ana, yang tetap Ana biarkan terbentang lebar hanya untuknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terlintas dalam pikirannya jika dia tetap meneruskan ini terjadi, milik Jodi adalah penis kedua yang akan memasuki tubuhnya dalam hidupnya. Sedikit gelembung rasa bersalah melayang dalam benaknya. Yang dengan cepat meletus menguap saat ujung kepala penis Jodi menyentuh bibir vaginanya, membuat sekujur tubuhnya seakan tersengat aliran listrik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan perlahan Jodi memasukkan penisnya menembus ke dalam tubuh Ana. </div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pada pertengahan perjalanannya dia menghentikan sejenak gerakannya, </div>
<div style="font-family: Consolas;">
menikmati gigitan bibir vagina Ana pada batang penisnya dan tiba-tiba dia menghentakkan kedalam dengan satu tusukan. Dinding vaginanya terbuka menyambutnya, dan pelan-pelan Ana dapat merasakan dirinya menerima sesuatu yang lain memasuki tubuhnya kini. Tubuhnya merinding, perasaan menakjubkan ini merenggut nalarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mengeluarkan separuh dari batang penisnya dan menghujamkannya kembali seluruhnya ke dalam vagina Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Erangan keduanya terdengar saling bersahutan dan Jodi menahan penisnya sejenak di dalam vagina Ana, meresapi sensasinya. Manahan berat tubuhnya dengan kedua lengannya, dia menatap ke bawah pada istri sahabatnya ini sambil menggerakkan penisnya keluar masuk dalam vagina Ana dengan gerakan lambat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana pejamkan matanya, mendesah lirih saat dia rasakan kejantanan Jodi keluar masuk dalam tubuhnya. Jodi melihat batang penisnya menghilang lalu muncul kembali dalam daging hangat basah milik Ana lagi dan lagi, dan gerakannya perlahan semakin cepat. Nafas keduanya semakin berat, Jodi bergerak semakin cepat, Ana menggelinjang, mengerang, kakinya terangkat keatas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua kakinya akhirnya jatuh dibelakang pantat Jodi yang mengayun keluar masuk. Tubuh Jodi menindih tubuh kecil wanita di bawahnya saat dia mengocok vaginanya semakin keras. Dia menciumi leher Ana, dan menghisap lubang telinganya dengan mulutnya, erangan keduanya terdengar mengiringi setiap gerakan tubuh mereka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lengan Ana melingkari tubuh Jodi, kukunya tertancap pada punggung Jodi saat kakinya terayun-ayun oleh gerakan pantat Jodi. Mulut Ana menyusuri leher Jodi, mencari bibirnya. Saat bibir mereka bertemu, mereka berciuman untuk pertama kalinya. Lidah Ana merangsak masuk ke dalam mulut Jodi mengiringi batang penisnya yang menggenjot tubuhnya berulang-ulang. Bibir keduanya saling melumat, saling mengerang dalam mulut masing-masing di atas sofa di ruang tengah itu. Sofa itu sedikit berderit akibat gerakan Jodi yang bertambah liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana dapat merasakan orgasmenya mulai tumbuh, dan dia menghentikan ciumannya, tak mampu menahan erangannya lagi. Mulut mungilnya mengeluarkan erangan yang sangat keras dan semakin keras saat penis keras Jodi semakin melebarkan vaginanya dan Jodi memasukinya bertambah dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seorang pria baru! Ana tak pernah melakukannya dengan pria lain selain Roy sebelumnya dan pria baru ini melakukannya dengan sangat hebat! Semuanya terasa bergerak cepat. Orgasmenya meledak, Ana mencoba menahan erangannya dengan menggigit bibir bawahnya. Dinding-dinding vaginanya berkontraksi mencengkeram batang penis pria baru ini dengan kuat, dan Ana menghentakkan pinggulnya keatas berlawanan dengan gerakan Jodi di atas tubuhnya, berusaha agar batang penis Jodi tenggelam semakin dalam pada tubuhnya saat ombak orgasme mengambil alih kesadarannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi memandangi Ana saat dia dilanda orgasme, masih tetap mengocok penisnya dengan kecepatan yang dia mampu. Dia tak menyangka wanita pemalu dan pendiam ini akan begitu mudah ditaklukannya! Dia merasakan miliknya juga segera tiba, gerakannya semakin dipercepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam beberapa tusukan kemudian, dan lalu meledaklah. Sejenak setelah orgasme Ana mereda, orgasme Jodi datang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tusukan terakhirnya membuat penisnya terkubur semakin jauh dalam vagina Ana. Dia menggeram, penisnya berdenyut hebat. Semburan demi semburan yang kuat keluar dari ujung penisnya mendarat dalam rahim Ana seakan tanpa jeda.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana menggoyangkan pantatnya naik ke atas, memeras semua sperma dari penis Jodi. Jodi tak bisa menahan tubuhnya lebih lama, dia jatuh menindih tubuh Ana di bawahnya, mencoba bernafas dengan susah payah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan Ana membelai punggung Jodi saat sperma terakhirnya keluar dari penisnya menyirami vaginanya. Keduanya masih berusaha untuk mengatur nafas. Kedua bibir mereka merapat, berciuman dengan lembut. Lidahnya menggelitik rongga mulut Ana dan ciuman mereka berubah menjadi liar saat penis Jodi mulai mengecil dalam vagina Ana. Tangan dan paha Ana mencengkeramnya erat, menahannya agar tetap berada dalam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia mendapatkan pengalaman lain dengan pria ini. Pria kedua yang bercinta dengannya dalam 29 tahun usianya. Akhirnya mereka hentikan ciumannya. Jodi mengeluarkan penisnya yang setengah ereksi dari vagina Ana. Keduanya mengenakan pakaiannya masing-masing tanpa saling berkata-kata. Ana terlalu malu untuk mengucapkan sesuatu dan Jodi tak tahu harus berkata apa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
********</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Roy pulang 30 menit kemudian – dia pulang lebih awal, tapi tak lebih awal (beruntunglah mereka). Ketiganya lalu makan malam, dan Ana tak dapat menyingkirkan pikirannya dari bayangan Jodi sepanjang waktu itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Roy dan Jodi kemudian sibuk dengan urusan pria yang tak begitu dimengerti oleh Ana. Dan malam berikutnya, mereka berdua duduk di meja makan bersama Ana. Para pria sedang bermain catur. Ana menghabiskan sepanjang harinya mengasuh bayi mereka. Kapanpun saat dia sedang sendiri, dia tak mampu hentikan dirinya memikirkan pengalamannya bersama Jodi kemarin. Dia merasa gairahnya menyala-nyala sepanjang hari itu, dan dia mempunyai beberapa menit untuk memuaskan dirinya dengan tangannya sendiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat menuangkan minuman pada suaminya dan Jodi malam itu, dia sangat bergairah, dan sangat basah. Setiap kali dia melirik Jodi, ada desiran halus pada vaginanya. Sekarang dia telah mencoba seorang pria lain, dan dia merasa ketagihan!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi tak jauh beda. Dia bermasturbasi mebayangkan istri sahabatnya ini kemarin malam, sebelum tidur. Bayangan tubuh telanjangnya memenuhi benaknya sepanjang hari. Saat Roy pergi ke kamar mandi, Jodi beringsut mendekati Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kamu menikmati waktu kita kemarin?” tanyanya berbisik.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya.” Ana tersenyum manis. Sifatnya yang malu-malu membuat birahi Jodi terbakar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa kamu menginginkannya sekarang?” dia bertanya memastikan. Penisnya sudak mengeras sekarang. Ana terkejut dengan pertanyaannya yang sangat berani itu, malu-malu, lalu mengangguk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi memutuskan akan sedikit menggodanya. Membuat Ana semakin menginginkannya agar kesempatan mendapatkannya lagi semakin terbuka lebar. Dia menurunkan resleiting celananya dan melepaskan kancingnya, tangannya masuk ke dalam pakaian dalamnya. Dia mengeluarkan penisnya, yang sudah ereksi penuh. Nafas Ana tercekat di tenggorokan, denyutan di vaginanya memberinya sebuah sensasi. Batang penis itu berada dalam tubuhnya kemarin. Dia menginginkannya lagi sekarang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mereka mendengar pintu kamar mandi terbuka dan Jodi segara memasukkan penisnya kembali ke dalam celananya. Roy masuk ke dalam ruangan, tak mengira sahabatnya baru saja memperlihatkan penisnya yang ereksi pada istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak lama berselang, entah kenapa dewa kemujuran selalu berpihak pada mereka, Roy lagi-lagi mau ke kamar mandi. Saat dia berdiri dan bergegas ke kamar mandi, vagina istrinya berdenyut membutuhkan penis Jodi. Begitu Roy menghilang dari pandangan keduanya, Jodi langsung bangkit dari kursinya. Mata Ana berbinar terfokus pada tonjolan di celana Jodi saat mereka mendengar pintu kamar mandi ditutup.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia langsung menurunkan resleitingnya, dan mengeluarkan batang penisnya. Dengan cekatan Jodi mengocok penisnya sampai ereksi penuh, sangat dekat di wajah Ana. Jodi berdiri dei depan Ana, dan Ana langsung berlutut di hadapan sahabat suaminya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kepala penisnya menyentuh kulit pipinya, dan perlahan bergerak ke mulutnya. Saat Jodi merasa bibir lembut Ana menyentuh ujung kepala penisnya, dia merasa mulut itu membuka.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Segera saja kepala penis itu lenyap ke dalam mulut Ana, dan Jodi melihat bibir itu bergerak membungkus seluruh batang penisnya. Tangannya membelai rambut panjang Ana dengan lembut, menahan kepalanya saat seluruh bagian batang penisnya lenyap dalam mulut Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kepalanya segera bergerak maju mundur pada batang penis itu, suara basah dari hisapan mulutnya segera terdengar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kembali, mereka mendengar pintu kamar mandi dibuka, dan Jodi mengeluarkan penisnya dari mulut Ana dengan cepat. Agak kesulitan dia memasukkan penisnya kembali dalam celananya dan segera duduk kembali di kursinya, menutupi perbuatan mereka. Roy duduk dan memberi Ana ciuman kecil, tak tahu kalau istrinya baru saja mendapatkan sebuah batang penis yang lain dalam mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mereka kembali mendapatkan kesempatan sekali lagi di malam itu, dan mereka berusaha memanfaatkannya semaksimal mungkin. Bayi mereka menangis di lantai atas, Roy berinisiatif untuk pergi melihatnya. Ana lebih dari senang mengijinkannya. Dia sangat menginginkan penis itu, tapi dia tak mampu berbuat apa-apa. Meskipun mendapatkannya di dalam mulutnya tak mampu meredakan gairahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mereka dapat mendengar bunyi langkah kaki Roy yang menaiki tangga, dan Ana langsung berdiri. Dia tak pernah se agresif ini! Tapi ke’hausannya’ akan penis itu mampu merubah tabiatnya. Hanya sekedar untuk segera melihatnya lagi! Dia langsung berlutut di antara paha Jodi, dan Jodi segera membukanya untuknya…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan mungilnya dengan cekatan melepaskan kancing dan resleitingnya, dan dia langsung membukanya dalam sekejap. Ana meraih ke dalam celana dalam Jodi dan mengeluarkan penis kerasnya. Vaginanya langsung basah hanya dengan memandangnya saja. Tangannya yang kecil mengocoknya, saat lidahnya menjilati dari pangkal batang penis Jodi hingga ke ujung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekali lagi, dia kembali memasukkannya ke dalam mulutnya. Menghisapnya dengan rakus hingga mengeluarkan bunyi, tak menghiraukan resiko kepergok suaminya. Jodi mendengarkan dengan seksama gerakan dari lantai atas, memastikan Roy tidak turun ke bawah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi menatapnya. Bibirnya membungkus batang penisnya dengan erat, kepala penisnya tampak bekilatan basah terkena lampu ruangan ini saat itu keluar dari mulutnya, mata Ana terpejam menikmati. Dia ternyata begitu pintar memberikan blow job! Jodi sangat ingin menyetubuhi wanita ini, meskipun hanya sesaat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gairahnya sudah tak terbendung lagi, dan dia memegang pipi Ana, batang penisnya keluar dari mulutnya. Jodi berdiri, penisnya mengacung tegang, dan Ana berdiri bersamaan, memandangnya dengan api gairah yang sama. Jodi menciumnya, lembut, melumat bibirnya. Dia menciumnya lagi, dan lidah mereka saling melilit. Lalu ciuman itu berakhir. Jodi memutar tubuh Ana membelakanginya. Ana merasakan tangan Jodi berada pada vaginanya, berusaha melepaskan kancing celananya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan…” desahan lirih keluar dari mulutnya. Dia tak tahu kenapa kata itu keluar dari mulutnya saat dia ingin mengucapkan kata ‘ya’. Celananya jatuh hingga lututnya, memperlihatkan pantatnya yang dibungkus dengan celana dalam katun berwarna putih. Jodi merenggut kain itu dan langsung menyentakkannya ke bawah, membuat pantat Ana terpampang bebas di hadapannya. Jodi masih dapat mendengar suara gerakan di lantai atas jadi dia tahu dia aman untuk beberapa saat, dia hanya perlu memasukkan penisnya ke dalam vaginanya, walaupun untuk se detik saja!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Nafas keduanya memburu, dan Ana sedikit menundukkan tubuhnya ke depan, tangannya bertumpu pada meja makan, membuka lebar kakinya. Jodi jauh lebih tinggi darinya, penisnya berada jauh di atas bongkahan pantatnya. Dia sedikit menekuk lututnya agar posisinya tepat. Dia semakin menekuk lututnya, sangat tidak nyaman, tapi dia sadar kalau dia terlalu tinggi untuk Ana. Dia tahu dia akan merasa kesulitan dalam posisi ini, tapi hasratnya semakin mendesak agar terpenuhi segera.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia menggerakkan pinggulnya ke depan, ujung kepala penisnya menyentuh bibir vaginanya. Ana sudah teramat basah! Dan itu semakin mengobarkan api gairah Jodi. Saat bibir vagina Ana sedikit mencengkeram ujung kepala penisnya, Jodi tahu jalan masuknya sudah tepat. Dia mendorong ke depan. Ana menghisapnya masuk ke dalam, separuh dari penisnya masuk ke dalam dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana mendesah, merasa Jodi memasukinya. Jodi mencengkeram pantat Ana dan memaksa memasukkan penisnya semakin ke dalam. Batang penisnya sudah seluruhnya terkubur ke dalam cengkeraman hangatnya. Jodi mulai menyetubuhinya dari belakang, menarik penisnya separuh sebelum mendorongnya masuk kembali, lagi dan lagi. Serasa berada di surga bagi mereka berdua. Jodi berada di dalam vaginanya hanya beberapa detik, tapi bagi keduanya itu sudah dapat meredakan gelora api gairah yang membakar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Jodi mendengar gerakan dari lantai atas. Ana tak menghiraukannya, dia sudah tenggelam jauh dalam perasaannya. Jodi mengeluarkan penisnya dari vagina Ana. Sebenarnya Ana ingin teriak melampiaskan kekesalannya, tapi segera dia sadar akan bahaya yang mengancam mereka berdua, segera saja dia menarik celana dan celana dalamnya sekaligus ke atas. Saat Roy datang, mereka berdua sudah duduk kembali di kursinya masing-masing, gusar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi dan Ana menghabiskan sisa malam itu dengan gairah yang tergantung. Saat malam itu berakhir, Jodi segera bergegas pergi ke kamarnya dan langsung mengeluarkan penisnya. Hanya dibutuhkan 3 menit saja baginya bermasturbasi dan legalah…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tapi bagi Ana, tidaklah semudah itu. Kamar tidurnya berada di lantai yang berlainan dengan kamar tamu yang dihuni Jodi, dan dia tak punya kesempatan untuk melakukan masturbasi. Bahkan Roy tak mencoba untuk bercinta dengannya malam itu! Seperempat jam ke depan dilaluinya dengan resah. Ana memberi beberapa menit lagi untuk suaminya sebelum dia tak mampu membendungnya lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia turun dari tempat tidur, setelah memastikan suaminya sudah tertidur lelap. Dia mengendap-endap menuju ke kamar tamu. Malam itu dia hanya memakai kaos putih besar hingga lututnya dan celana dalam saja untuk menutupi tubuh mungilnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan hati-hati dia membuka pintu kamar Jodi, menyelinap masuk, dan menutup perlahan pintu di belakangnya. Jodi sudah tertidur beberapa menit yang lalu. Ana berdiri di samping tempat tidur, memandang pria yang tertidur itu, memutuskan bahwa dia akan melakukannya. Ini tak seperti dirinya! Dia tak pernah seagresif ini! Dia tak pernah berinisiatif! Tapi sekarang, terjadi perubahan besar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ditariknya selimut yang menutupi tubuh Jodi, Jodi tergolek tidur di atas kasur hanya memakai celana dalamnya. Ana mencengkeram bagian pinggirnya dan dengan cepat menariknya turun hingga lututnya, membebaskan penis Jodi yang masih lemas. Dengan memandangnya Ana merasakan desiran halus pada vaginanya. Dia tak percaya Jodi tak terbangunkan oleh perbuatannya tadi! Yah, baiklah, dia tahu bagaimana cara membangunkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana duduk di samping Jodi, dengan perlahan membuka kaki Jodi ke samping. Tangan mungilnya meraih penis Jodi yang masih lemas menuju ke mulutnya. Rambut panjangnya jatuh tergerai di sekitar pangkal paha Jodi. Jodi setengah bangun, merasa nyaman. Penisnya membesar dalam mulut Ana, dan sebelum ereksi penuh, dia akhirnya benar-benar terjaga. Tak membutuhkan waktu lama baginya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi – istri sahabatnya sedang menghisap penisnya!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia mendesah, tangannya meraih ke bawah dan mengelus rambut panjang Ana saat dengan pasti penisnya semakin mengeras dalam mulut Ana. Merasakan penisnya yang semakin membesar dalam mulutnya membuat celana dalam Ana basah, dan dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun. Dia menghisap dengan berisik, lidahnya menjalar naik turun seperti seorang professional.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan mulut Ana saat menghisap penisnya, dan dia dapat melihat bayangan tubuh Ana yang diterangi cahaya bulan yang masuk ke dalam kamarnya yang gelap. Ana sedang memberinya blow job yang hebat. Untunglah dia bermasturbasi sebelum tidur tadi, kalau tidak pasti dia tak akan dapat bertahan lama.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana tak mampu menahannya lagi. Dia ingin vaginanya segera diisi. Dia sangat terangsang, dia sangat membutuhkan penis itu dalam vaginanya seharian tadi. Dikeluarkannya penis Jodi dari dalam mulutnya, dan berdiri dengan bertumpukan lututnya di atas tempat tidur itu. Tangannya menarik bagian bawah kaosnya ke atas dan menyelipkan kedua ibu jarinya di kedua sisi celana dalamnya dan mulai menurunkannya. Diangkatnya salah satu kakinya untuk melepaskan celana dalam itu dari kakinya. Kaki yang satunya lagi dan kemudian merangkak naik ke atas kasur setelah menjatuhkan celana dalamnya ke atas lantai. Nafasnya sesak, menyadari apa yang menantinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Diarahkannya batang penis Jodi ke atas dengan tangannya yang kecil dan bergerak ke atas Jodi, memposisikan vaginanya di atasnya. Jodi dapat merasakan bibir vagina Ana yang basah menyentuh ujung kepala penisnya saat Ana mulai menurunkan pinggulnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Daging dari bibir vaginanya yang basah membuka dan kepala penis Jodi menyelinap masuk. Ana mengerang lirih, tubuhnya yang disangga oleh kedua lengannya jadi agak maju ke depan. Ana semakin menekan ke bawah, membuat keseluruhan batang penis Jodi akhirnya tenggelam ke dalamnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Erangan Ana semakin terdengar keras. Dia merasa sangat penuh! Jodi benar-benar membukanya lebar! Ana semakin menekan pinggulnya ke bawah dan dia mulai menciumi leher Jodi, berusaha menahan Jodi di dalam tubuhnya. Bibir mereka bertemu dan saling melumat dengan bernafsu. Lidah Ana menerobos masuk ke dalam mulut Jodi, menjalar di dalam rongga mulutnya saat dia tetap menahan batang penis Jodi agar berada di dalam vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi membalas lilitan lidah Ana, tangannya bergerak masuk ke balik kaos yang dipakai Ana, bergerak ke bawah tubuhnya hingga akhirnya tangan itu mencengkeram bongkahan pantat Ana. Tangannya mengangkat pantat Ana ke atas, membuat tubuhnya naik turun di atasnya – Ana tetap tak membiarkan batang penis Jodi teangkat terlalu jauh dari vaginanya!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak menghiraukan keberadaan Roy yang masih terlelap tidur di kamarnya, mereka berdua berkonsentrasi terhadap satu sama lainnya. Tangan Jodi naik ke punggung Ana, menarik kaos yang dipakai Ana bersamanya. Ciuman mereka merenggang, Ana mengangkat tubuhnya, tangannya mengangkat ke atas saat Jodi melepaskan kaosnya lepas dari tubuhnya. Payudaranya terbebas. Jodi melihatnya untuk pertama kalinya. Di dalam keremangan cahaya, Jodi masih dapat menangkap keindahannya. Payudaranya yang tak begitu besar dengan putting susu yang keras menantang, dan dia menggoyangkannya dihadapan Jodi, menggodanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mengangkat tubuhnya, tangannya yang besar menahan punggung Ana saat dia menghisap putingnya ke dalam mulutnya. Ana menggelinjang kegelian saat lidahnya bergerak melingkari sebelah payudaranya sebelum mencium yang satunya lagi. Pada waktu yang bersamaan Jodi mengangkat pantatnya, masih berusaha agar tetap tenggelam dalam vaginanya, tapi bergerak keluar masuk dengan pelan. Tangannya meremas payudara Ana yang bebas, sedangkan mulutnya terus merangsang payudara yang satunya dengan mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana memandang Jodi yang merangsang payudaranya, tangannya membelai rambut Jodi dengan lembut. Ana merasa penis Jodi bergerak keluar sedikit tapi tak lama kemudian masuk kembali ke dalam vaginanya. Dia merasa sangat nyaman, sangat berbeda di dalam tubuhnya. Dia mulai menggoyang, mengimbangi kocokan Jodi yang mulai bertambah cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi melepaskan mulut dan tangannya dari payudara Ana dan rebah kembali ke atas kasur. Ana mulai mengangkat pinggulnya naik ke atas hingga batang penis Jodi nyaris terlepas ke luar seluruhnya sebelum menghentakkan pinggulnya ke bawah lagi. Tangan Jodi kembali pada pantat Ana, meremasnya sambil memandangi wanita yang telah menikah ini menggoyang tubuhnya tanpa henti. Dengan tanpa bisa dibendung lagi erangan demi erangan semakin sering terdengar keluar dari mulut Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Orgasme yang sangat dinantikannya seharian ini mulai terbangun dalam tubuhnya. Dengan meremas pantatnya erat, Jodi menggerakkan tubuh Ana naik turun semakin keras dan keras. Hentakan tubuh mereka saling bertemu. Nafas Ana semakin berat, Penis Jodi menyentak dalam tubuhnya berulang kali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat orgasmenya semakin mendekat. Ana mempercepat kocokannya pada penis Jodi, menghentakkan bertambah cepat seiring orgasmenya yang mendesak keluar. Ana tak mampu membendungnya lebih lama lagi, pandangannya mulai menjadi gelap. Jantungnya berdegup semakin kencang, otot vaginanya berkontraksi, seluruh sendi tubuhnya bergetar saat dia keluar dengan hebatnya. Mulutnya memekik melepaskan himpitan yang menyumbat aliran nafasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Melihat pemandangan itu gairah Jodi semakin memuncak, dia tak memberi kesempatan pada Ana untuk menikmati sensasi orgasmenya. Diangkatnya tubuh mungil wanita itu, dan membaringkan di sampingnya. Dia bergerak ke atas tubuh Ana dan Ana membuka pahanya melebar menyambutnya secara refleks.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi memandangi kepala penisnya yang menekan bibir vagina Ana. Dengan pelan dia mulai masuk, dan mendorongnya masuk ke dalam lubang hangatnya. Ana mengangkat kakinya ke udara, membukanya lebar lebar untuknya. Jodi menahan berat tubuhnya dengan kedua lengannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi memberinya satu dorngan yang kuat. Ana memekik, ombak kenikmatan menggulungnya saat batang keras itu memasuki tubuhnya. Jodi mulai menyetubuhinya tanpa ampun, Ana telah sangat membakar gairahnya. Jodi mengocokkan penisnya keluar masuk dalam vagina istri sahabatnya yang berada di bawah tubuhnya dengan cepat, kedua kaki Ana terayun-ayun di atas pantatnya yang menghentak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tempat tidur sampai bergoyang karena hentakan Jodi. Ana menggigit bibirnya untuk meredam erangannya yang semakin bertambah keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mulai kehilangan kontrol. Penisnya keluar masuk dalam vagina Ana sebelum akhirnya, dia menarik keluar batang penisnya dengan bunyi yang sangat basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mengerang, batang penisnya berdenyut hebat dalam genggaman tangannya. Sebuah tembakan yang kuat dari cairan kental putih keluar dari ujung kepala penisnya dan menghantam perut Ana, beberapa darinya bahkan sampai di payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana menarik nafas, dadanya terasa sesak saat dia melihat tembakan demi tembakan sperma yang kuat keluar dari penis Jodi, dan mendarat di atas perutnya. Terasa sangat panas pada kulit perutnya, tapi semakin membakar gairahnya menyadari bahwa itu bukan semburan sperma suaminya, tapi dari seorang pria lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya, sperma terakhir menetes dari penis Jodi, menetes ke atas rambut kemaluan Ana yang terbaring di depannya dengan kaki terpentang lebar. Dengan mata yang terpejam, Ana tersenyum puas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku membutuhkannya” bisiknya. Mereka terdiam beberapa saat meredakan nafas yang memburu sebelum akhirnya mulai membersihkan tubuh basah mereka. Jodi mencium dengan lembut bibir Ana yang tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana memakai kaosnya dan menggenggam celana dalamnya dalam tangan, melangkah keluar dari kamar itu dengan perasaan yang sangat lega.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
********</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi bangun di keesokan harinya. Peristiwa semalam langsung menyergap benaknya, penisnya mulai mengeras. Dikeluarkannya batang penisnya dan perlahan mulai mengocoknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia merasa sangat senang saat mendengar ada seseorang yang sedang mandi. Dimasukkannya penisnya kembali kedalam celana dalamnya, bergegas memakai celana jeansnya dan bergegas keluar kamar dengan bersemangat, turun ke lantai bawah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia berharap yang sedang mandi adalah Roy dan Ana ada di lantai bawah. Dia mendengar seseorang sedang membuat kopi di dapur. Dia segera ke sana dan ternyata…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana masih dengan pakaian yang dikenakannya malam tadi, sebuah kaos besar hingga lutut, dan sebuah celana dalam saja di baliknya. Dia menoleh saat mendengar ada yang mendekat, dan langsung tersenyum saat mengetahui siapa yang datang. Terasa ada desiran halus di vaginanya saat memandang Jodi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana terkejut saat tangan Jodi melingkar di pinggangnya memeluknya erat dan mencium bibirnya. Lalu Ana sadar ada seseorang yang sedang mandi di lantai atas dan Roy lah yang sedang berada di kamar mandi itu. Bibirnya membalas lumatan Jodi dengan menggebu saat tangan Jodi menyusup ke dalam kaosnya untuk menyentuh payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana melenguh di dalam mulut Jodi yang memeluknya merapat ke tubuhnya. Desiran gairah memercik dari payudaranya langsung menuju ke vaginanya, membuatnya basah. Wanita mungil itu tak berdaya dalam dekapan Jodi, tangan Ana melingkari leher Jodi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mereka berciuman dengan penuh gairah, lidah saling bertaut, perlahan Jodi mendorong tubuh Ana merapat ke dinding. Tangannya meremas bongkahan pantat Ana di balik kaosnya. Dan Ana sangat merasakan tonjolan pada bagian depan celana jeans Jodi yang menekan perutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ciuman Ana turun ke leher Jodi, lidahnya melata menuju putting Jodi. Ana membiarkan Jodi mengangkat tubuhnya ke atas meja, memandangnya dengan pasif saat Jodi menyingkap kaosnya hingga dadanya. Ana mengangkat kakinya bertumpu pada tepian meja, mempertontonkan celana dalam putihnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Vaginanya berdenyut tak terkontrol, menantikan apa yang akan terjadi berikutnya. Jodi berlutut di hadapannya, dia dapat mencium aroma yang kuat dari lembah surganya saat hidungnya bergerak mendekat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan diciumnya vagina Ana yang masih tertutupi kain itu, Ana mendesah, kenikmatan mengaliri darahnya. Untuk pertama kalinya, Ana merasa gembira saat Roy berada lama di dalam kamar mandi!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan tak sabar, tangannya menuju ke pangkal pahanya. Jodi hanya menatapnya saat tangan Ana menarik celana dalamnya sendiri ke samping, memperlihatkan rambut kemaluannya, dan kemudian bibir vaginanya yang kemerahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana menatap pria yang berlutut di antara pahanya, api gairah tampak berkobar dalam matanya, menahan celana dalamnya ke samping untuknya. Jodi menatap matanya seiring bibirnya mulai mencium bibir vaginanya. Membuat lebih banyak desiran kenikmatan mengguyur tubuhnya dan dia mendesah melampiaskan kenikmatan yang dirasakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidah Jodi mulai menjilat dari bagian bawah bibir vagina Ana sampai ke bagian atasnya, mendorong kelentitnya dengan ujung lidahnya saat dia menemukannya. Diselipkannya lidahnya masuk ke dalam lubang vaginanya, mersakan bagaimana rasanya cairan gairah Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dihisapnya bibir vagina itu ke dalam mulutnya dan dia mulai menggerakkan lidahnya naik turun di sana, membuat Ana semakin basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Desahannya terdengar, menggoyangkan pinggulnya di wajah Jodi. Jodi melepaskan bibirnya, lidahnya bergerak ke kelentitnya. Dirangsangnya tonjolan daging sensitif itu menggunakan lidahnya dalam gerakan memutar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana menaruh kakinya pada bahu Jodi, duduknya jadi tidak tenang. Tiba-tiba, Jodi menghisap kelentitnya ke dalam mulutnya, menggigitnya diantara bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana memekik agak keras saat serasa ada aliran listrik yang menyentak tubuhnya. Lidah Jodi bergerak berulang-ulang pada kelentit Ana yang terjepit diantara bibirnya, tahu bahwa titik puncak Ana sudah dekat. Dilepaskannya kelentit itu dari mulutnya dan tangannya menggantikan mengerjai kelentit Ana dengan cepat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh Tuhan… ” bisiknya mendesah, merasakan orgasmenya mendekat. Jari Jodi bergerak tanpa ampun, pinggul Ana terangkat karenanya. Ana menggigit bibirnya berusaha agar suara jeritannya tak terdengar sampai kepada suaminya yang berada di kamar mandi saat orgasmenya datang dengan hebatnya. Dadanya sesak, nafasnya terhenti beberapa saat, dinding-dinding vaginanya merapat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kedua kakinya terpentang lebar di belakang kepala Jodi. Ana mendesah hebat, akhirnya nafasnya kembali mengisi paru-parunya mengiringi terlepasnya orgasmenya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi berdiri dan langsung mengeluarkan penisnya. Ana memandang dengan lapar pada batang penis dalam genggaman tangan Jodi. Sebelah tangan Ana masih memegangi celana dalamnya ke samping saat tangannya yang satunya lagi meraih batang penis Jodi. Tangan kecil itu menggenggamnya saat Jodi maju mendekat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan cepat Ana menggesek-gesekkannya pada bibir vaginanya yang basah, berhenti hanya saat itu sudah tepat berada di depan lubang masuknya. Mereka berdua mendengarkan dengan seksama suara dari kamar mandi di lantai atas yang masih terdengar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi melihat ke bawah pada kepala penisnya yang menekan bibir vagina Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mendorong ke depan dan menyaksikan bibir itu membuka untuknya, mengijinkannya untuk masuk. Desahan Ana segera terdengar saat dia mersa terisi. Jodi terus mendorong, vagina Ana terus menghisapnya sampai akhirnya, Jodi berada di dalamya dalam satu dorongan saja.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ana sangat panas dan mencengkeramnya, dan Jodi membiarkan penisnya terkubur di dalam sana untuk beberapa saat, meresapi perasaan yang datang padanya. Tangan Ana masih menahan celana dalamnya ke samping, tangan yang satunya meraih kepala Jodi mendekat padanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidahnya mencari pasangannya dalam lumatan bibir yang rapat. Dengan pelan Jodi menarik penisnya. Dia mendorongnya masuk kemabali, keras, dan Ana mengerang dalam mulutnya seketika. Tubuh mereka saling merapat, kaki Ana terjuntai terayun dibelakang tubuh Jodi dalam tiap hentakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Roy yang masih berada di kamar mandi tak mengira di lantai bawah penis sahabatnya sedang terkubur dalam vagina istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sementara itu Ana, sedang berada di ambang orgasmenya yang lain. Penis pria ini menyentuhnya dengan begitu berbeda! Terasa sangat nikmat saat keluar masuk dalam tubuhnya seperti itu! Dia orgasme, melenguh, melepaskan ciumannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi mundur sedikit dan melihat batang penisnya keluar masuk dalam lubang vaginanya yang kemerahan, tangannya yang kecil menahan celana dalamnya jauh-jauh ke samping yang membuat Jodi heran karena kain itu tak robek. Dia mulai menyutubuhinya dengan keras, menyadari kalau mungkin saja dia tak mempunyai banyak waktu lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jika Roy masuk ke sudut ruangan itu, dia akan melihat ujung kaki istrinya yang terayun dibelakang pantat Jodi. Celana jeans Jodi merosot hingga mata kakinya, celana dalamnya berada di lututnya, dan pantatnya mengayun dengan kecepatan penuh diantara paha Ana yang terbuka lebar. Roy mungkin mendengar suara erangan kenikmatan istrinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jodi terus mengocok, dia dapat merasakan kantung buah zakarnya mengencang dan dia tahu itu tak lama lagi. Dia menggeram, memberinya beberapa kocokan lagi sebelum dilesakkannya batang penisnya ke dalam vagina wanita bersuami itu dan menahannya di dalam sana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dia menggeram hebat, penisnya menyemburkan spermanya yang panas di dalam sana. Begitu banyak sperma yang tertumpah di dalam vagina Ana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Erangan keduanya terdengar saling bersahutan untuk beberapa saat hingga akhirnya mereka tersadar kalau suara dari dalam kamar mandi sudah berhenti, dan tak menyadari sudah berapa lama itu tak terdengar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibir Jodi mengunci bibirnya dan mereka saling melumat untuk beberapa waktu seiring kejantanan Jodi yang melembut di dalam tubuhnya. Kemudian mereka saling merenggang dan Jodi mengeluarkan penisnya yang setengah ereksi itu dari vagina Ana. Dengan cekatan dia mengenakan pakaiannya kembali. Ana membiarkan celana dalamnya seperti begitu. Dia merasa celananya menjadi semakin basah saat ada sperma Jodi yang menetes keluar dari vaginanya saat dia berdiri.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Roy turun tak lama berselang, siap untuk sarapan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-46262104209308763002013-09-18T22:20:00.000-07:002014-04-30T21:25:02.694-07:00Sahabat istriku<div style="font-family: Consolas;">
Yang ingin aku ceritakan pada adalah pengalaman ML dengan teman istriku. Pernikahan kami berdua sangat bahagia, jarang seumuran kami sudah berkelurga.menikah pada usia muda mungkin bukan rencana ku dan istriku.Tapi Tuhan sudah berkehendak lain inilah jalan yang harus kulalui. Sungguh bahagia menyambut datangnya hari itu,peristiwa indah yang terukir dalam sebuah cinta.Tidak lama kemudian kamipun dikaruniai bayi mungil yang akan menambah kehagiaan rumah tangga.Hari demi hari kulalui tanpa terasa anak ku semakin besar dan usiakupun juga semakin bertambah,perbedaan prinsip,ego ternyata sudah bisa kami kendalikan dan atasi hinga keluarga kami selalu terpisah dari kata bertengkar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Anak- anak sekarang sudah sekolah dan sebagai orang tua aku harus siap mendidik sedini mungkin agar kelak aku bisa menjembatani mereka agar bisa menjadi anak yang berguna dan tidak salah langkah.Tidak terasa liburan semester sudah tiba,rutinitas keluarga adalah mengajak mereka holiday.kali ini aku aku merasakan kejadian luar biasa pada saat itu,ya Kisah ini terjadi beberapa bulan berselang saat kami sedang berada dikota Solo kota kelahiran istriku, kebetulan kami mempunyai rumah disana dan saat itu liburan anak sekolah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sudah 2 hari kami berada di kota, hampir seluruh sudut kota kami jelajahi dan anak anak juga sangat senang menikmati liburannya dengan mengunjungi berbagai lokasi wisata di kota itu.Saat itu kami sedang berada disebuah mall ketika sebuah suara terdengar “Hey……, apa kabar ..? seorang wanita berusia sedikit diatas istriku tiba tiba setengah berteriak menegur Yani,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eh.., Mei….apa kabar..” jawab istriku yang langsung menghampiri wanita itu dan mereka berpelukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pa…ingat kan..ini Mei….” kata istriku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tentu saja aku ingat…apa kabar..? “tanyaku menyalaminya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mei adalah sahabat istriku saat masih kerja di solo…, wajahnya khas jawa, tidak terlalu cantik, kulitnya sedikit gelap tapi bersih, terakhir kami bertemu 5 tahun lalu disuatu pesta di Kota itu, ketika itu ia datang dengan tunanganya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Keduanya lalu ngobrol entah apa yang dibicarakan namun tampak mereka bicara tak putus – putusnya, bahkan istriku nampaknya lupa kalau ia sedang belanja, dan akupun melangkah meninggalkan mereka dan menggandeng anakku meneruskan belanja kami, kubiarkan istriku melepas kerinduan dengan sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat kemudian keduanya menghampiriku dan Mei pamit mau pulang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Kasihan…ia tidak jadi nikah” kata istriku dimobil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lho..kok…? tanyaku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
”calon suaminya kawin dengan wanita lain, dan ia pengin sendiri, ia anggap lelaki sama habis manis sepah dibuang” panjang lebar istriku menjelaskan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lalu…, apa hubungan mereka sudah jauh?” tanyaku lagi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya sudah dan menjelang lamaran lelakinya pergi dengan wanita lain, sementara mei sudah menyerahkan kehormatannya untung saja tidak sampai hamil,…Mei sekarang kerja diperusahaan lain untuk meninggalkan masa lalunya, memang banyak yang pingin memperistrinya tapi dia masih trauma” jelas Yani</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Percakapan berhenti sampai disitu karena anak anak mulai cerewet minta makan dan kamipun berhenti di sebuah restoran yang sejak dulu menjadi langganan kami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pa.. Mei kusuruh kesini ya…, sebelum kita pulang, biar dia nginep disini…” istriku membuka percakapan sore itu ketika kami sedang santai di teras rumah kami yang terletak agak dibagian pinggir kota</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Boleh” jawabku..dan sungguh …saat itu tidak ada satupun pemikiran yang aneh aneh melintas di benakku, aku sedang melepas semua pikiran tentang pekerjaan dan benar benar bersantai, lagi pula anak anak juga tidak mau tinggal diam…selalu ribut tidak karuan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yani mengambil HP nya, setengah jam ia ngobrol dengan sahabatnya itu, dan menjelang pukul 8, ketika kami baru saja menyelesaikan makan malam kami, suara motor memasuki halaman.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hai…..” sapa Mei ketika kami menyambutnya, malam itu ia nampak segar dengan celana panjang yang mencetak bentuk pantatnya dan atasan pakai jaket, namun sampai saat itu kembali aku belum memikirkan nafsu sama sekali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Istriku segera menarik tangan Mei dan mengajaknya kedalam rumah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kebetulan rumah kami agak besar dan masih memiliki sebuah kamar yang tidak terpakai, Malam itu aku masuk kamar duluan, setelah anak anak tertidur, sementara istriku masih asyik ngobrol dengan kawannya, dan tak lama kemudian aku terlelap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Rasa hangat dan geli yang nikmat menyadarkanku, dan aku tahu kalau mulut istriku sudah mengulum batang kemaluanku yang segera berdiri walau aku sendiri masih setengah sadar, entah kapan celanaku sudah turun sampai kelutut aku benar benar tak tahu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesaat kemudian tanpa melepaskan mulutnya dari batang kemaluanku, celanaku sudah terlepas seluruhnya, dan menyusul baju lainnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah saling mencumbu, menjilat dan bergumul, akhirnya dengan posisi diatas Yani memasukan batang kemaluanku kedalam vaginanya yang hangat itu dan mulai bergoyang, mula mula perlahan semakin lama semakin cepat, sementara mulutnya berdesis seperti orang kepedasan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Srrrt…” aku tak tahan lagi dan melepaskan air maniku duluan dalam vagina istriku yang masih terus bergoyang mengejar puncak kenikmatannya, dan akhirnya beberapa puluh detik kemudian istriku melenguh dan mendesis desis ketika ia menggapai klimaxnya, untung …pikirku…telat sedikit saja kemaluanku sudah melemas dan bisa pusing dia kalau tidak berhasil mencapai klimaxnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh istriku ambruk diatas tubuhku, dan…plop…..kemaluanku terlepas dengan sendirinya, kami berciuman dan saling memeluk, yah…walaupun banyak acara kami namun setiap kali berhubungan sex ……..kami sangat puas dan nilai keintiman yang ada diantara kami kalau sedang berdua.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami tidak banyak bercakap malam itu, capek setelah seharian berputar putar dan belanja serta nikmatnya sex yang baru saja kami rasakan membuat kami segera terlelap dalam selimut….berpelukan telanjang bulat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pagi pagi aku sudah terjaga…, melihat istriku masih tidur.. aku lalu mengenakan celana pendek dan kaos oblong, masuk kamar mandi yang ada diadalam kamar, cuci muka…lalu keluar keruang makan…mencari kopi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat melintas dapur kulihat Mei sedang asyik mengaduk kopi digelas…dan ketika melihatku Mei tersenyum…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mei hanya mengenakan celana pendek dan kaos ketat sehingga buah dadanya yang montok itu membayang jelas…, masih pagi.., baru bangun……. melihat pemandangan seperti itu…langsung saja ‘adik kecil’ diselangkangan berontak keras….</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mas…kopinya suka manis ?” tanya Mei</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lho..kok….masa kamu yang bikin ..?” tanyaku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Jangan terlalu manis..ah….nanti bisa diabetes…” jawabku, hampir…saja kulanjutkan…’kalau diabet bisa impoten…rugi …’ tapi kembali kujaga lidah ku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Siang itu aku bersantai dikamar sementara istriku dan Mei asyik memasak…, anak anakku juga asyik dengan urusan mereka masing – masing dikamarnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hey….makanan sudah siap.”teriak istriku di suasana yang nyaman sungguh membuat kami lapar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mataku sempat menelusuri tubuh Mei yang tampak sibuk mengambilkan nasi, menyiapkan lauk pauk dan dengan kaos ketat, celana pendek yang dikenakannya mencetak bentuk tubuhnya, sesungguhnya wanita ini menarik, berusia menjelang 35, wajahnya biasa saja tidak terlalu cantik, tubuhnya juga masih kencang apalagi payudaranya kelihatan padat berisi lebih besar dibanding milik yani. namun kulitnya sedikit agak gelap dibanding istriku tapi bersih, dari wajah serta penampilannya serta cara bicaranya terlihat jelas kalau ia bukan perempuan kegatelan, dan yang agak mengganggu pemikiranku adalah lama memeknya tidak dipakai…’jangan jangan sudah rapat kembali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pepes ikan mas, sayur asam, sambal dan ayam goreng yang nikmat dalam waktu singkat bersih tandas dan beberapa saat kemudian aku ada acara ketemu teman lama sampai sore entah apa yang diperbuat istriku, sahabatnya dan anak anak sudah tidak kupedulikan lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah mandi sore kami menyempatkan diri pergi ke pasar dekat rumah, beli jagung bakar, makan malam dan menjelang Pk. 8.00 malam kami sudah kembali kerumah…anak – anak langsung masuk kamar dan sesaat kemudian suasana sudah sepi…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sedang membaca dikamar ketika istriku masuk dan duduk disampingku, dengan wajah yang berbinar-binar ia berkata</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Pa..menurut papa Mei bagaimana..?” tanyannya tiba tiba.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Bagaimana apa…”tanyaku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ah…mama kan melihat papa memperhatikan Mei, waktu makan siang tadi, …minat….?” lanjut istriku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmmmm bukan gitu” lalu kusampaikan isi pemikiranku siang tadi dan istriku mencubitku “buktikan mau ? lubangnya masih ada atau nggak..? jawab Yani.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mm……….tapi kan dia teman mama dan masih trauma terhadap lelaki nanti malah semakin parah” jawabku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"mau engak mama rela kok, hitung2 nyenengi suami yang setia masak kontol sekuat ini tidak untuk berbagi" kata istriku sambil memijit kontolku dari luar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
" benar ma, aku kan belum pernah ngentot sama wanita lama, jangan-jangan mama pingin mencoba papa" kataku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“sudah..pokoknya papa..nurut saja. ya…nggak rugi deh…” lalu sambil mencium pipiku ia beranjak keluar kamar…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mencoba kembali ke bacaanku, namun konsentrasi ku sudah buyar..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekitar lima belas menit kemudian pintu kamar terbuka dan masuklah istriku serta Mei yang sudah berganti pakaian dengan daster, wajahnya tampak segar dengan rambut diikat kebelakang sementara dadanya tampak menggantung lepas..sayang daster batik yang dikenakannya agak tebal..sehingga tidak ada bayangan yang timbul…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ngobrol disini saja ya mei…, pa boleh kan Mei ngobrol dulu disini ..?,”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Walau awalnya agak canggung namun sebentar saja pembicaraan kami sudah relax, Yani duduk disisiku dan kami duduk diranjang bersandar santai, sementara Mei duduk diujung ranjang…., kami ngobrol segala hal sampai suatu saat istriku bertanya..(aku yakin dia sudah bertanya sebelumnya…tapi diulangi lagi untuk ku),</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mei…kalau boleh tahu….kamu kan sudah pernah gituan sama mantan mu…, nah kalau ‘kepingin…itu..’ bagaimana kamu mengatasinya…? tanpa tedeng aling aling Yani bertanya yang membuat wajah Mei merah bagi kepiting rebus.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya…gitu deh enakan sendiri tidak beresiko……….., udah ah malu sama suamimu….kok nanya in yang begituan sih…….” jawab Mei tersipu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba tiba Yani bangkit, lalu mengambil lap top yang biasa kugunakan, meletakannya dipangkuannya dan…menyalakannya serta memanggil Mei mendekat…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku hanya memperhatikan apa yang dilakukan istriku…, sekejab kemudian terdengar suara Mei berteriak kecil…”Ih…gila ya kamu……..” sambil melirik kearahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Berkali kali terdengar jerit tertahan Mei saat melihat apa yang tersaji di laptop ku, ya..kumpulan gambar photo koleksi pribadi kami ketika sedang ngentot.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sebentar ya…” kata Yani yang lalu beranjak ke kamar mandi Mei tidak menjawab namun matanya terus menatap layar lap top dengan wajah yang berubah ubah..antara percaya dan tidak..antara ingin tahu dan tertarik….ia masih asyik menscroll gambar gambar itu tanpa peduli aku disitu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yani yang sudah kembali duduk didekatku…tangannya langsung menyusup kedalam celana pendek yang kukenakan. " papa kita bikin pertunjukan untuk mei" bisik yani di telingaku. Aku hanya ikut antara nafsu ... dan kecemasan.Istriku lalu merangkul leherku, mencium bibirku..lidah kami saling bertautan dan tangannya dengan nakal memainkan kemaluanku yang masih tersimpan didalam celana pendek yang kukenakan…beberapa saat kemudian celana yang kukenakan sudah terlepas…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika Mei menengok…ia terpana….karena saat itu istriku sedang asyik menjilat dan menghisap batang kemaluanku…dan ketika istriku melihat bahwa sahabatnya memperhatikan nya…ia menghentikan gerakannya dan memberi tanda agar mendekat….</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“sini tak lihatin barang aslinya, nggak usah malu aku rela kok” kata yani</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan ragu tapi kelihatan nafsu dan entah sadar atau tidak Mei mendekati kami duduk disamping tempat tidur.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba –tiba istriku menarik tangan Mei dan meletakannya di batang kemaluan ku yang sudah mengeras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan yang terasa dingin bertemu dengan batang kemaluan yang sangat panas…memberikan sensasi padaku..dan benar seperti kata istriku……. Mei sudah terlalu lama tidak menyentuh laki laki…, sesaat kemudian dua mulut mungil menjadikan batang kemaluanku sebagai ‘mainan’, saat Mei menghisap kepala kemaluanku istriku menjilati bijiku dan begitu bolak balik…kujulurkan tanganku…kutarik Mei agar merayap keatas dan sesaat kemudian bibirnya sudah berpagutan dengan bibirku…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika dasternya kulepas..buah dadanya terpampang jelas…puting susunya lebih besar dari istriku merah agak kehitaman lebih montok dan padat mungkin jarang dipakai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mulutku melumat puting susu yang sudah mengeras itu dan tanganku menyusup ke bawah pusarnya…terasa selangkangan yang lembab agak basah…dengan bulu bulu yang cukup lebat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Istriku yang mengerti apa yang kuinginkan, menghentikan gerakannya menjilati kemaluanku..lalu memberi kesempatan padaku untuk mengubah posisi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kubaringkan Mei telentang..dan kucium bibirnya…lalu perlahan jilatanku merambat turun…lehernya, pundaknya dan buah dadanya ganti berganti kujilati dan kuhisap putingnya sementara ia hanya memejamkan mata mengerang lirih….</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Lidahku turun terus kebawah…dan ketika sampai di perutnya ia mulai menggelinjang…kuambil bantal..kuminta ia mengganjal pinggulnya dan kini aku mulai konsentrasi pada vagina yang merekah membasah itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan kedua tanganku kusibak bulu bulu di area itu….kubuka vaginanya…dan lidahku mulai menari nari di klitorisnya…, sesekali menerobos masuk dan kembali menjilat, menghisap dan menjilat..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Yani yang rupanya tidak tahan dari belakang juga ‘menyerang’ku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ssshh…..aduh….sdh nggak tahan……” sesekali kepalaku dijepitnya dengan pahanya..dan aku mengerti..sudah terlalu lama ia ‘haus’..maka ketika aku menyudahi permainan lidahku dan merayap naik ketas tubuhnya dengan serta merta tangannya menyambut dan memelukku, dan setelah batang kemaluanku terarah tepat dengan perlahan mulai kubenamkan…Mei mengerang…. membuka pahanya semakin lebar,…setelah kepala kemaluanku masuk…dengan satu hentakan yang diiringi desahan keras dari wanita ini kubenamkan batang kemaluanku hingga habis.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
" aduk..sakit" teriak mei tapi tanpa mau melepaskan vaginanya terasa rapat seperti perawan lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kubiarkan sesaat kemaluanku terendam dalam vagina yang sangat hangat namun ‘legit’ itu, memang sih kelebihan wanita jawa umumnya bisa membuat vaginanya enak..tidak kering agak basah sedikit?..dan baru kemudian kutarik sedikit…lalu kubenamkan lagi..demikian berulang – ulang… sementara Mei memeluk dan kakinya bahkan melingkari pinggangku…</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba kurasakan sensasi lain…wah…….ternyata istriku mengusap dan memegangi bijiku saat batang kemaluanku bergerak memompa naik turun di vagina Mei, bahkan sesat kemudian bukan lagi usapan yang kurasakan namun …..jilatan….gila…………….rasa nikmat yang luar biasa menyerangku …………, batang kemlauanku terbenam dijepit kemaluan Mei dan lidah Yani menjilati bijiku..sesekali batangku terjilat saat tertarik keluar…..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tahu kalau begini terus tidak lama lagi pasti tumbang…….. maka, ku rubah posisi, tanpa melepaskan batang kemaluanku dari vaginanya , kubalik posisi hingga Mei kini diatasku, kini aku punya ‘mainan’ tambahan’, buah dada yang bergoyang dan menggayut diatasku dengan leluasa kuremas…, sesekali putingnya kuhisap…, disisi lain istriku juga jadi lebih leluasa ‘menggarap’ kemaluan ku yang sedang menyatu dalam vagina sahabatnya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mei mulai bergerak teratur….mungkin terlalu lama tidak merasakan kemaluan laki laki membuatnya tidak tahan terlalu lama…..ia naik turun diatasku dengan teratur…semakin lama semakin cepat..kemaluannya mulai menghangat…dan aku ‘membantunya’ dengan menghisap puting susunya…..dan akhirnya dengan satu teriakan tertahan ia melemparkan kepalanya kebelakang..mencengkeram pundaku dan mendesah lirih…”Ah…ssss…………….hhh…………. …..ah……..aduh…..keluar………..” lalu ia ambruk diatas dadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kucium bibirnya dan dengan perlahan ia kurebahkan kesamping…, sesungguhnya aku yakin kalau kuteruskan sedikit lagi ia masih bisa menggapai satu klimax lagi walau tidak sedahsyat yang barusan..namun aku juga tahu kalau istriku sudah menanti..</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kusuruh Yani menungging dan dari belakang batang kemaluanku yang masih basah kuyup dangan lendir Mei menerobos memasuki lubang vagina istriku..yang juga sudah basah….</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami sudah mengenal satu dengan lain sangat baik….maka irama yang berkembang sudah dalam kontrol kami dan karena desakan di bijiku sudah sedemikian mendesak…kuberi tanda pada Yani untuk meningkatkan ‘speed’ dan akhirnya…srrrrt…..creeet……….air maniku menyembur deras mengisi vagina istriku sementara istriku juga mencapai klimax pada saat yang sama dan mendesah desah keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Cukup lama kami terdiam dan berpelukan bertiga dalam keadaan telanjang, ganti berganti kedua wanita itu mencium bibirku dan tangan mereka mengelus serta mengusap ngusap kemaluanku yang masih basah itu…, namun juga masih susut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ gimana mei, enak masturbasi apa yang nyata” Tanya yani</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“ enak banget yan, belum pernah sepuas ini, ngak takut kalau aku ketagihan suamimu” kata mei</div>
<div style="font-family: Consolas;">
" gimana pa.. mei" tanya istriku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
" kaya perawan memek mei sempit banget" kataku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Belum terlalu rasanya beristirahat Mei sudah mulai memainkan kembali mulutnya di selangkanganku sementara Yani berjongkok diatas wajahku dan lidahku langsung saja menerobos masuk ke lubang vaginanya……, vagina istriku walau sudah sering kunikmati namun tetap terawat dan terasa nikmat… juga klitorisnya masih tetap mungil kemerahan….sekitar lima menit kami dalam posisi itu sebelum berbalik… kini kembali aku diatas Mei yang dengan melebarkan kakinya menerima kemaluanku dan Yani memelukku dari belakang menjilati leher dan belakang telingaku..kadang lidahnya turun ke bawah hingga ke belahan pantatku….</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku menggenjot Mei yang terlentang dibawah tubuhku dengan teratur dan pada irama yang tetap, bibir kami saling bertemu dalam ciuman yang panas…istriku mengelus dan mengusap usap bijiku yang memberikan sensasi nikmat dan seperti tadi…………Mei yang masih haus itu kembali mencapai klimax duluan…..”Mas……….ah…….cepet….cepet.. .aduh…………enaaaak..hhh………” dan setelah seluruh tubuhnya menegang ia tergolek lemas, aku berhenti sebentar tanpa mencabut kemaluanku yang masih terbenam dalam vagina yang berdenyut denyut itu…….dan semenit kemudian mulai lagi kugerakan maju mundur secara teratur….”waw……….geli….ah……..aduhh.. …………” Mei merintih dan mendesah….namun aku meneruskan gerakanku dengan cepat mengejar ejakulasi kedua yang ingin kugapai…dan “Aduh…….keluar…lagi……ah……” dan istriku juga semakin giat mengusap dan meremas bijiku dan ketika aku merasa tak tahan lagi……kucabut kemaluanku dari vagina Mei dan istriku segera membuka mulutnya menerima kemaluanku yang basah penuh lendir itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tidak sampai dua menit, aku setengah menjambak rambutnya menembakan air maniku dalam mulut Yani yang tanpa ragu langsung menelannya.,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah melemas, kemaluanku dilepas dari mulutnya namun bukan berarti berhenti karena lidahnya masih terus menjilati hingga batang kemaluanku bersih dari cairan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekali ini aku perlu waktu setengah jam untuk dapat ‘bangkit’ kembali…. dan setengah jam lebih dikocok dalam vagina Yani untuk kemudian melepaskan isinya yang sudah semakin sedikit dalam vagina yang sejak awal ‘belum sempat diisi’ air maniku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah jam berapa Mei kembali ke kamarnya karena saat aku berada dalam pelukannya dengan wajahku terbenam diantara buah dadanya…aku terlelap.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat terjaga paginya aku diberi ciuman yang amat manis dari istriku…sambil berbisik ”Mei bilang terima kasih, punya papa jauh lebih enak dari mantannya dulu katanya..” aku hanya tersenyum karena benar benar merasa ‘habis…..’, terkuras energi dan air maniku….,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pagi hari kita sarapan bersama, seolah –olah tidak terjadi apa-apa semalam. Kata istriku hari ini dia diajak kepantai bareng saudaraku, anak-anak menyambutnya penuh ceria, aku bilang pengin istirahat. Mei pamit pulang karena harus masuk kerja. Istriku dan anak-anak sudah berangkat ke Jogja mungkin sampai malam karena mau ke malioboro. Aku langsung tidur sampai jam 11 aku mandi lagi biar seger. Selesai mandi ada yang ngetuk pintu. Ketengok ternyata mei.... ngapain dia kembali ?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-43815351050103750542013-09-06T20:27:00.004-07:002014-04-30T21:25:13.762-07:00Kita cari surga masing2<div class="windowbg" style="background-color: white; border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
<b>20 Mei 2009</b><br />
<br />
<br />
<i>There's a man with a friendly plea<br />Who drink cofee rather than tea<br />I've been listen to his prophercy<br />And I don't need another<br /><br />He smoke super fine clove cigarette<br /><br />There's a man fight for demand where I could never win a game<br />My first to protect my hugs to attack<br />How could you tell me whose to blame?<br /><br />World is full of amateur<br />Their is acting like a pro<br />If I could talk like a holyman<br />Can I be the cannonist to??<br /><br />Super fine clove cigarette...</i><br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
<br />
lagu Clove Doper dari the Sigit terdengar nikmat mengalun dari hape nokia ku.<br />
menemani malam dengan segelas kopi Kapal Api dan beberapa batang Djarum Super.<br />
<br />
lepas sudah beban yang kusandang selama 3 taun duduk di bangku sekolah.<br />
hari ini aku telah mendapatkan kata “LULUS” dari sebuah amplop yang kuterima tadi sore dari pihak sekolah.<br />
<br />
setelah mendapatkan amplop tersebut, aku langsung pulang menuju rumah mengabari orang tua ku bahwa aku telah lulus SMA, beda dengan siswa yang lain yang merayakan kelulusan dengan coret coretan dan konvoi keliling kota, aku lebih memilih untuk diam di rumah sambil ngopi. dan sekarang, setelah lulus aku mendapat predikat baru, yakni PENGANGGURAN !<br />
<br />
ah yasudahlah, daripada pusing memikirkan predikat nganggur mending kunikmati saja kopi ini sembari mellihat bintang, siapa tau ada bidadari yang lupa arah pulang dan nyasar di rumahku.<br />
<br />
“tiiiiinnn tiiiiiiinnnn.......”<br />
<br />
“woy yan, ayo muter muter, lo ngapain di rumah? udah lulus juga” suara si agung mengagetkanku.<br />
“temen temen udah pada nunggu tuh, di warung, mau ngerayain pesta lulus kita” tambahnya.<br />
“lah emang pada mau ngapain si?” tanyaku<br />
“biasa lah, seneng seneng bentar kita, haha”jawabnya<br />
“iya iya bentar, gue ganti baju dulu ya” jawabku sambil mematikan rokok<br />
<br />
setelah memakai kaos burgerkill, celana skinny dan sepatu converse. Lalu aku dan agung meluncur ke warung yang menjadi tempat basecamp kita semasa SMA, anak anak sering menyebutnya warbaks (warung ngebaks).<br />
<br />
ternyata malam itu masih sepi cuma ada 3 orang yang ada disitu, sonny, eki, dan si miko. setelah nge-toast dengan yang lain, akupun ikut membaur obrolan mereka. dan ternyata mereka lagi ngobrolin si elsa.<br />
<br />
<img alt="" border="0" src="http://lh6.ggpht.com/_T5PXg2LAEAQ/SiQuZwfGdxI/AAAAAAAAAxc/GxlROv6nfzc/s1600/pevita-pearce.jpg" height="298" width="200" /><br />
elsa itu adek kelas pas SMA. beda setaun denganku. bodynya seksi banget, ditambah mukanya yang semi indo, tapi yang paling sering diomongin adalah sesuatu dibalik lambang OSIS, serasa mau tumpah kalo ngebayanginnya. sebelas dua belas sama artis Pevita Pearce. tapi sayangnya dia sombongnya minta ampun, bahkan si agung pernah dicuekin waktu ngajakin kenalan si elsa tapi itukan masa lalu.<br />
<br />
“eh minum yuk?” ajak tiba tiba temanku si sonny<br />
“lo mau ga yan?” tanya si agung<br />
“mau minum apa? jangan yang mahal ya, gue lagi ga ada duit ni” jawabku<br />
“yaudah, anggur merah aja kalo gitu” miko menimpali<br />
<br />
singkat cerita, setelah duit terkumpul, miko dan sonny yang ‘belanja’ ke satu warung kecil di sudut jalan, warung itu memang langganan kami kalo sedang ingin minum seperti ini.<br />
<br />
setelah selesai dengan 3 botol anggur merah cap orang tua, kami ingin menikmati sisa sisa mabuk seperti ini. tidak terlalu pusing, tetapi cukup pas untuk berjalan seperti di awang awang.<br />
<br />
“eh jalan jalan yuk?” eki membuka obrolan.<br />
“kemana ki? enak nih, kentang kentang gini nyari jablay” sonny memberi ide brillian.<br />
“SIAAAAAP !!” aku, agung dan miko serempak menjawab ide sonny.<br />
<br />
setelah beres beres dengan sampah bekas minum tadi, kami berlima siap menyisir jalan ibukota. aku berboncengan dengan agung, sonny menaiki mio birunya dengan eki, dan miko tanpa partner berjalan dengan karisma-x nya.<br />
<br />
dari ciputat, terus menuju ke arah blok m, mahakam, terus mencari cari mana jablay yang siap untuk kita tunggangi. banyak jablay yang menggoda dengan lambaiannya, tapi kami juga tak ingin sembarangan memasukkan kontol kami ke memek jablay.<br />
<br />
lama kami tak ketemu, akhirnya kami memutuskan untuk terus berjalan menghabiskan malam.<br />
sampailah kami di patung panah daerah senayan.<br />
<br />
“udah nongkrong sini aja dulu, capek gue” usulku<br />
“oh yaudah deh” jawab yang lain<br />
<br />
sambil melihat orang orang berlalu lalang melintas jalanan ini, kami pun bercanda, tertawa menikmati sisa sisa minum tadi.<br />
bercerita kesana kemari, tentang kisah kisah waktu kami pertama masuk SMA sampai hari ini ketika mendapat kertas bertuliskan ‘LULUS’.<br />
sungguh senang rasanya kami bisa canda tawa bersama. sekolah kami memang dinyatakan lulus 100%. sekolah yang lumayan terpandang di tangerang selatan, sekolah kami memang terkenal akan siswanya yang cerdas.<br />
tapi tak semua siswa di sekolah kami itu cerdas. buktinya aku, otak pas pasan tapi hoki yang keterlaluan. hahaha<br />
<br />
“eh liat deh, itu kaya elsa” tunjukku ke salah satu pembeli nasi goreng.<br />
“mana mana?” yang lain penasaran.<br />
“iya tuh, si jablay ngapain disini” jawab agung dengan sinis, mungkin masih dendam kejadian tempo dulu.<br />
“ga tau memeknya gatel kali, pengen nyari kontol” jawab asal sonny.<br />
“sama siapa tuh si cantik?” tanyaku.<br />
“itu kan fina, soulmatenya elsa kan? orang kemana mana berdua mulu” jawab miko<br />
“tuh kan kalo ga perek ya lesbi kan si elsa itu” agung dengan sinis dan sotoy nya ngeledek elsa<br />
“hahaha ada yang sakit hati niii” eki tertawa.<br />
lalu ditimpali dengan tawa kami semua.<br />
<br />
fina adalah teman sekelas elsa, orangnya manis, ga kalah manis dengan elsa. lesung pipitnya menambah aura kecantikan dalam tubuhnya. bodynya tak kalah seksi dengan elsa, jika mereka berjalan bersama tampak dua pasang gunung berlomba meledakkan laharnya. apabila fina mengenakan seragam, lambang OSIS yang berada di saku baju terlihat semakin mengecil. berbanding terbalik dengan apa yang berada di dalamnya.<br />
satu lagi yang menjadi kelebihan fina, yakni pantat yang kenyal dan empuk seakan menggoda untuk diremas. terlalu besar untuk anak kelas 2 SMA<br />
<br />
sejenak kemudian si miko berdiri.<br />
<br />
“bentar ya, gue mau nyamperin mereka” sambil memaju mundurkan pantatnya meniru doggy style, lalu berjalan ke arah elsa dan fina.<br />
“wah mabok tuh anak, dia kalo mabok rese sih” tukas eki<br />
“yaudahlah biarin, asal ga cari masalah aja” jawabku<br />
<br />
memang miko dikenal pendiam kalo soal wanita, tapi anggur merah yang membuat miko menjadi seperti ini.<br />
sesaat kami melihat miko duduk berhadapan dengan elsa dan fina berbincang sambil memainkan hape. tiba tiba<br />
“tut.. tut.. tut..tut..” hapeku bergetar<br />
lalu kubuka<br />
<i>from : miko ips3<br />isi : yan, ni anak berdua mau kita bawa kemana? si elsa lagi ada masalah sama keluarganya ni. mereka pada mau curhat</i><br />
lalu kami berempatpun berembug sebentar<br />
<br />
“ya kalo ga ada tempat, di rumah gue aja juga kaga ngapa” sonny memberi usul<br />
“serius son? kaga enak sama nyokap lo” jawabku<br />
“kan nyokap dibawah yan, gue di atas sendirian. emang mereka mau nginep?” sonny balik tanya<br />
“ya gatau son, emang kenapa kalo nginep?” timpalku<br />
“ya kalo nginep ga bolehlah, kalo sekedar maen mah gapapa”<br />
“engga bakalan nginep paling son, ya kali cewek kaya elsa boleh nginep sama orang tuanya”<br />
“yaudah kalo gitu, angkut aja sekarang” eki mulai bicara<br />
“buset lo ki, tadi di suruh mikir diem aja, sekarang main angkut aja” sonny yang sedikit sewot<br />
“ah males gue sama elsa, jablay sok kecakepan” jawab agung dengan sinis<br />
“yaudah si gung, emang kita juga ga sewot sama dia? tapi yaudahlah, emang dia mau sombong gimana lagi kalo udah di rumah sonny? ” ujarku menenangkan agung yang agak kesal<br />
“yaudah iya deh, kalo omongannya nyolot, gue usir ya son?” tanya agung lagi<br />
“siap bang aguuuuung” timpal sonny<br />
<br />
lalu kubalas sms miko<br />
<i>to : miko ips3<br />isi : kerumah sonny aja sob, ntar kalo udah kemaleman suruh pulang aja, ga pake nginep. Ga enak sama nyokapnya sonny.</i><br />
selang sesaat ada sms masuk lagi<br />
<i>from : miko ips3<br />isi : siiiaaaaaappp kumendan !! wkwkwk</i><br />
<br />
“udah yuk siap siap, kita langsung cabut balik ke rumah sonny” ujarku<br />
“yaudah ayo yan, cepetan naik” sambil menstarter revo miliknya.<br />
<br />
kami langsung ke tempat tukang nasi goreng dimana elsa, fani dan miko ngobrol. setelah si fani membayar nasi goreng, kita ber-tujuh menuju kerumah sonny. di tengah jalan, yang tadinya langit dipenuhi bintang, mendadak muram dengan adanya awan mendung yang menyelimuti langit. langit berubah merah.<br />
tampak sonny dan eki ngobrol serius di motor. lalu mereka memberi kode kepada aku, agung, miko, serta elsa dan fina untuk merapat ke motornya.<br />
<br />
“eh beli jamu dulu yuk, mau ujan nih, buat anget angetan aja” ucap sonny.<br />
“yaudah ayo” jawab agung.<br />
“emang mau beli dimana son?” tanya miko.<br />
“di tempat biasa apa seketemunya toko jamu di jalan?” tanya balik sonny.<br />
“toko jamu di pinggir jalan aja, kalo di tempat biasa ntar keburu ujan” sergahku.<br />
<br />
kami pun melanjutkan perjalanan arah ke rumah sonny arah ke pamulang, serpong.<br />
sesampainya di ciputat kami melihat ada sebuah warung jamu remang remang pinggir jalan.<br />
sesampainya di depan tukang jamu, kami berhenti.<br />
<br />
“ni gue 20ribu pertama” ucapku sambil menyodorkan uang pada sonny.<br />
<br />
lalu yang lain pun tampak mengeluarkan uang seikhlasnya seperti biasa.<br />
yang tidak biasa adalah elsa yang ikut patungan pada sonny, dan dia menyumbang duit pecahan 100ribu pada sonny<br />
<br />
“eh ini buat apa sa?” tanya sonny<br />
“yaudah buat apa kek, nambahin atau buat beli cemilan” jawab elsa lembut<br />
“kebanyakan sa, ini gue balikin” sambil menyodorkan uang 50ribuan pada elsa<br />
“nah lo semua pada ngrokok kan? itu buat nambahin buat beli rokok aja” tolak elsa uangnya di kembalikan<br />
“yaudah son itu buat beli rokok sama cemilan buat ntar malem” eki usul<br />
“yaudah deh, eh ini beli apa ni?” tanya sonny pada kami semua<br />
“anggur merah aja son, kalo ada bir kasih bir deh, buat campuran” eki jawab<br />
“gue anggur putih aja deh” elsa nyeletuk<br />
<br />
kami pun sontak terdiam dan kaget, tertegun beberapa saat, kalo si elsa yang merupakan kembang sekolah ternyata doyan minum juga.<br />
<br />
“e.. eh a... anggur putihnya berapa sa?” tanya sonny gugup.<br />
“ada yang mau lagi ngga? gue minum sebotol juga gitting. hehe” senyum elsa.<br />
<br />
baru pertama kali ini aku melihat elsa tersenyum, manis sekali. giginya yang putih, rapi bersih, serta sifat ramahnya pada kami sejak bertemu di senayan tadi. Seolah membuyarkan image perempuan sombong yang terlanjur melekat pada dirinya.<br />
setelah selesai membeli anggur di toko jamu. kami, maka kita langsung pergi ke minimarket di depan gang rumah sonny untuk membeli rokok, cemilan sekaligus bir.<br />
sesampainya di rumah sonny, kami terkejut melihat keadaan rumah yang gelap gulita, seolah tak berpenghuni.<br />
sonny pun membuka pintu dan masuk rumah, lalu menyalakan lampu.<br />
<br />
“pada dimana son? sepi amat” tanyaku.<br />
“kaga tau dah” jawab sony tak kalah heran.<br />
<br />
di meja tamu kami menemukan sebuah note.<br />
<br />
<i>Originally Posted by <strong></strong>:<br />Son, mamah sama adek pulang dulu ke indramayu, tadi di telfon eyang ada urusan penting. Kamu jaga rumah baik baik. Jangan macem macem<br /><br />Ttd<br />Mamah</i><br />
<br />
“eh buset, nyokap gue kaya orang purba ya, masih ninggalin note. kenapa tadi ga sms apa nelpon gue aja?” pikir sonny heran.<br />
“waduh ga tau son, mungkin nyokap lu buru buru kali tadi” jawab eki sekenanya.<br />
“iya kali ya, dasar dah primitif” timpal sonny lagi.<br />
<br />
lalu sonny berjalan menuju kamarnya yang diatas.<br />
<br />
“eh son mau kemana lu?” tanya eki<br />
“kan katanya mau minum di atas?” jawab sonny<br />
“kan kaga ada nyokap lu, ngapain ke atas? di sini aja si, di ruang tamu lebih lega” saran eki .<br />
“son, pinjem gelas dong buat jadi sloki” miko yang sedari tadi diam akhirnya buka suara.<br />
“oh di belakang mik, ambil aja gih” jawab sonny.<br />
<br />
singkat cerita kamipun sudah siap memulai acara ini.<br />
si agung pun di daulat menjadi bandar, karena takarannya pas bisa mengatur tempo, kapan waktunya minum dan kapan waktunya break.<br />
“lo minum juga fin?” tanya agung pada fina.<br />
“enak ga sih?” tanyanya penasaran.<br />
“enaaaaaaaaak, udah coba aja sih fin, temenin gue” timpal elsa.<br />
“yaudah deh, tapi kalo mabok gue udahan ya?” jawab fina lagi.<br />
“iyaaaaaa” jawab elsa.<br />
<br />
lalu agung menyodorkan gelas pada fina, sejenak di tatapnya gelas berisi anggur putih tersebut, dengan ragu ragu ia mencium aromanya.<br />
<br />
“udah minum aja, cepetan” bujuk elsa<br />
“nah gitu doooong. horeeeeeee” semua berteriak girang dan bertepuk tangan setelah anggurnya di tenggak habis oleh fina.<br />
“nih sa, giliran lo” agung menyodorkan gelas ke arah elsa.<br />
“srreeeeeeepppp” dengan cepat elsa meminum anggur putih di dalam gelas tersebut.<br />
<br />
<i>Rock n roll musiknya<br />Keren gitarnya<br />Skill abis maennya<br />Tapi awas janganlah kau tertipu<br />Oleh semua itu<br />Itu belum tentu benar<br />Karena baru katanya<br /><br />Rock n roll hidupnya<br />Keren gayanya<br />Skill abis ngomongnya<br />Tapi awas janganlah kau tertipu<br />Oleh semua itu<br />Itu belum tentu benar<br />Karena baru gosipnya<br /><br />Janganlah kau nilai buku hanya dari covernya<br />Yang penting mah penampilan<br />Namanya juga stokelan<br /><br />Rock n roll musiknya<br />Keren gitarnya<br />Skill abis maennya<br />Tapi awas janganlah kau tertipu<br />Oleh semua itu<br />Yang penting mah penampilan<br />Namanya juga stokelan<br /><br />Yang penting mah penampilan<br />Namanya juga stokelan</i><br />
Stokelan blues milik band Changcutter berdegup di rumah milik sonny. lagu ini mengiringi puteran terakhir yang habis di eki.<br />
<br />
“udah abis nih. pas banget di eki” cerocos agung.<br />
“tambah lagi?” tanya miko.<br />
“udah lah udah naik gue, kalo minum se sloki lagi pasti jackpot.” tolakku.<br />
<br />
terlihat disana sonny sudah tidur menghadap tembok, dan fina juga udah nyerocos di pundak elsa.<br />
jam sudah menunjukan pukul 01.00. tampak di luar hujan dengan lebatnya turun.<br />
tinggal aku, agung dan elsa yang masih terjaga.<br />
<br />
“lo tidur sini aja sa? di luar juga ujan” saranku.<br />
“emang niatnya tadi mau nginep, males gue pulang. ribut mulu di rumah. nyokap sama bokap yang mau cerai, kenapa gue yang kena batunya terus, yang disalahin terus, dimarahin terus.<br />
anjing emang orang rumah, bangsaaaaaaaaaatt” teriaknya sambil menangis.<br />
“eh udah udah, ga usah teriak teriak, udah malem ga enak sama tetangga” kata ku menenangkan dia<br />
“udah tidur di kamar aja lo, daripada nangis disini” kata agung pada elsa<br />
<br />
lalu elsa pun masuk kamar nyokapnya sonny yang berada dekat dengan ruang tamu, meninggalkan kami semua.<br />
miko, sonny, eki, dan fina tidur di lantai di ruang tamu.<br />
Aku melamun melihat fina tertidur dengan menggunakan jersey FC Barca yang di gunting bagian lehernya sehingga bagian pundak terlihat, menampilkan hitamnya tali bh yang dikenakannya.<br />
kaosnya tersingkap sehingga celana dalam dan sedikit bagian perut terlihat.<br />
alaaaaamaaaaaak, tak sadar aku berpikiran yang tidak tidak tentang gadis yang pertama kali mabok ini.<br />
lamunanku terpecah mendengar tangisan dari dalam kamar nyokap sonny, seketika aku bangun.<br />
<br />
“gung, gue ke kamar dulu, takut kenapa napa sama si elsa”<br />
“oh yaudah gue disini jagain anak anak ntar kalo kalo ada yang jackpot” jawab si agung<br />
<br />
gue masuk ke kamar mendapati si elsa yang menangis di pinggir ranjang. kududuk di sebelahnya, buat maksud menenangkan hatinya.<br />
<br />
“udah sa, gausah nangis. kalo lo ga suka sama sikap bokap nyokap lo, lo ngomong aja. lo jangan diem aja, ungkapin maksud lo ke mereka ” kataku berusaha menenangkan.<br />
<br />
tanpa di sangka tubuhku langsung di peluk sama si elsa. Deg !<br />
aku kaget setengah mati. bagai disambar petir di tengah hujan lebat di luar.<br />
dengan keberanikan diri kusambut pelukannya.<br />
<br />
“terima kasih kak, ” jawab elsa lemah<br />
<br />
pelukannya makin erat seiring petir yang menyambar di luar. terasa sekali tetek yang mengembang sempurna tertempel di dadaku.<br />
kontolku pun langsung tegak, berusaha keluar dari sempak.<br />
lalu tiba tiba dia mendongak ke atas melihatku, pandangan yang sayu dan sendu seakan berkata, 'aku milikmu kak'.<br />
tanpa berpikir dua kali aku langsung menciumnya.<br />
dan dia membalas ciumanku.<br />
aku tak mau kalah, aku melumat habis bibir seksinya.<br />
<br />
“mmmhhhh . . . . . . .” erangnya tak jelas<br />
<br />
tangannya mengusap punggungku<br />
akupun balik mengusap punggungnya.<br />
sementara tangan kananku berusaha menurunkan resleting jaket yang di pakainya.<br />
tampak aku kesulitan menurunkan resleting jaketnya karena jarak kami yang terlalu dekat.<br />
diapun sadar lalu mundur selangkah untuk melepas jaketnya.<br />
dan... JREEEENGGG !! dia sudah tidak memakai apa apa lagi di balik jaketnya.<br />
ah indahnya, sebuah payudara yang mekar, di tambah pentil merah di tengah menandakan bahwa ini segar dan sudah siap untuk di santap.<br />
tanpa menunggu lama, aku pun melupakan bibir seksinya tadi.<br />
langsung kuserbu payudara tersebut.<br />
kulumat dan kuremas habis, sungguh kenyal, sangat padat.<br />
berbeda dengan payudara jablay pinggir jalan yang walaupun gede tapi sudah menggelambir.<br />
yang ini sungguh kencang. berbeda dengan yang di luar sana.<br />
ku remas lembut , kiri dan kanan.<br />
<br />
ku plintir putingnya yg berwarna merah itu , tampak elsa seperti menahan sesuatu ,<br />
<br />
" enak sa? " tanyaku<br />
" heem kak , lagi sayang " tampaknya elsa sudah kehilangan akal sehatnya .<br />
<br />
kembali ku mulai aksiku , ku remas kembali bukit kembarnya , ku plintir plintir putingnya .<br />
<br />
" auuhhhh ahhh ah, terus sayaaaaaang " dia melenguh merasakan nikmat yg kuberikan , kurasakan semakin keras dan besar putingnya .<br />
<br />
" iya sayang , disitu ahhh " rintihnya lagi ,<br />
<br />
aku berusaha membuka celana jeans yang di pakainya.<br />
kupelorotkan resletingnya, langsung kutarik sekaligus celana dalam hitamnya.<br />
terpampang sebuah perut yang rata, dimana di bawahnya terdapat gundukan bukit putih yang indah yang baru ditumbuhi rambut halus.<br />
tidak menunggu lama ku elus vagina itu , elsa mengerang dan melenguh, saat kuraba vagina tersebut, hangat dan basah.<br />
ku ikuti naluriku , ku kocok kocok vaginanya , semakin basah !<br />
ku elus lagi vaginanya, lalu kuraba terdapat daging kecil di atas labia mayoranya.<br />
kudapatkan klitorisnya, lalu aku gosok, sesekali aku cubit pelan.<br />
<br />
" awwh ah terus sayaaaaaaang . mmmmhhhhhhhhh . aaaaaahhhhhhhhhhhh”<br />
elsa melenguh keras sekali ! untung hujan deras dapat membiaskan jeritannya itu .<br />
kuberi jeda untuk beristirahat.<br />
<br />
oh tuhaaaaaaaaaan , apakah ini elsa yang sombong itu?<br />
apakah mungkin sekarang bisa kuganti dengan elsa si binal?<br />
tak menunggu lama aku melucuti pakaianku.<br />
tinggal menyisakan celana dalam, aku tak mau harus membukanya sendiri.<br />
aku mau dia yang membukakannya, aku mau dia yang butuh kontolku.<br />
kucium lagi bibirnya.<br />
<br />
“mmhhhh .....” dia belum membalas. begitu aku masukkan lidahku ke mulutnya, langsung dia melumat habis bibirku, membalas ciumanku.<br />
ciumanku turun ke lehernya, belakang telinga.<br />
“hmmmm, teruuus kaaaaak”<br />
“enak sayang?”<br />
“iya disitu sayaaaaaang” lenguhnya ketika aku memulai menelusuri payudaranya.<br />
<br />
entah disadari atau tidak, pelan pelan dia menyusupkan tangannya ke celana dalamku.<br />
secepat kilat celana dalamku sudah berada di mata kaki.<br />
perlahan dia turun mulai menciumi leher dan dadaku.<br />
sedikit menggigit putingku.<br />
<br />
“adduuuuuuuuuhhhhhhh ....” ceracauku<br />
“slepp” kontolku langsung ditelan dimulutnya<br />
<br />
kutata rambutnya, kupegang dengan tangan. kutarik sedikit rambutnya kebelakang.<br />
aku ingin melihat wajahnya saat melahap kontolku.<br />
seksi, terlalu manis untuk kusebut erotis.<br />
<br />
“kok belum keluar?” protesnya sambil melepas kulumannya pada kontolku<br />
“iya ni, ga tau, rasanya enak banget tapi ga mau keluar” jawabku ngasal<br />
<br />
aku langsung duduk bersender pada ranjang.<br />
mungkin diapun ngerti apa yang kumaksud.<br />
langsung dia berdiri, jongkok dihadapanku.<br />
dikocoknya sebentar kontolku, lalu diarahkan ke vaginanya.<br />
<br />
“iisssssshhh....” desahnya saat palkonku mulai mendesak lubang peretnya.<br />
“hhmmmmm..” didiamkannya sebentar di vaginanya.<br />
<br />
lalu digoyangkannya pantatnya maju mundur.<br />
<br />
“enaaaaaakk sayaaaaaang ?” tanyanya.<br />
“heeeeeem, lebih cepaaaat sayang.” perintahku sambil meremas pantat semoknya.<br />
“iyaaa teruuusss, baguuuusssss...” tambahku.<br />
<br />
lima menit kemudian aku minta untuk rubah gaya.<br />
<br />
“lepas dulu bentar sayaaaang.” pintaku<br />
“se.. sebentaaaar, aku mau keluaaaaaar”<br />
“aaaahhhhhhhh, isssssssshhhhhhh” desahnya seiring kontolku dibasahi oleh cairan cintanya<br />
<br />
tanpa menunggu lama aku menaruh dia dipinggiran ranjang, dengan tengkurap, kaki terjuntai kebawah, aku berusaha membuka kakinya.<br />
kusorongkan kontolku tepat di vaginanya.<br />
“aduuuuuh, pelan dikit sayang, masih ngiluuuu” protesnya.<br />
“ssshhhhhh, ahhh ahhh ahhh...” kupompa kontolku maju mundur tak menghiraukan protesnya.<br />
<br />
setelah berapa lama. aku merasakan akan ada yang keluar dari dalam tubuhku.<br />
<br />
“a.. aku pengen keluar saaaaaaa.....” jeritku tertahan.<br />
“aku keluaaaaaaaaaaaarrrrrrr lagiiiii” dia mendahului orgasmeku .<br />
<br />
dia menarik diri dengan maju ke ranjang.<br />
aku kaget, serasa mati gaya.<br />
tapi tiba tiba.<br />
“cepet sini keluarin di mulut aja” seketika itu dia langsung mengulum kontolku.<br />
<br />
hanya dengan beberapa kuluman aku pun sampai pada klimaks.<br />
<br />
“aaaahhhhhh, eeellssaaaaaaaa....” beberapa semprotan membasahi mulutnya, dia menyimpannya sesaat sebelum mengeluarkan kontolku dari mulutnya.<br />
<br />
diambilnya celana dalamku, lalu ditumpahkannya spermaku di celana dalamku.<br />
akupun duduk di ranjang masih dengan tubuhku yang telanjang, sesaaat setelah membersihkan mulutnya serta vaginanya yang sedikit telah mengering dengan tissue.<br />
lalu dia merebahkan tubuhnya di sisiku, menarikku untuk tidur bersama dengannya.<br />
akupun menurut, untuk tidur di sebelahnya.<br />
tak kusangka dia menyandarkan kepalanya di dadaku.<br />
<br />
“eh sebentar, aku mau ke kamar mandi dulu” ijinku<br />
“kamu juga pakai baju dulu gih, dingin, di luar ujan semakin deras” tambahku<br />
“iya sayaaaang” anggukan kecil serta senyum simpul menyadarkanku bahwa dia memang betul betul manis.<br />
<br />
setelah mengenakan baju, aku berjalan keluar kamar.<br />
seketika itu aku terkejut. tapi tak lama kemudian aku tersenyum melihat si agung menunggangi si fani yang telah sadar dari mabuknya.<br />
<br />
"fani milikmu, elsa milikku. <b>kita cari surga masing masing kawan</b>" batinku dalam hati<br />
<br />
<br />
-end-</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-2936854912016586932013-09-06T20:27:00.000-07:002014-04-30T21:25:29.070-07:00Walk in interview<div style="font-family: Consolas;">
Saya duduk lesehan di karpet bersandarkan pada</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tepi ranjang sambil meluruskan kaki.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hhmmm..enak juga duduk posisi kayak gini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tidak berapa lama kemudian Tia menyusul turun</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dari kursi dan bergabung duduk dengan posisi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lesehan di sampingku. Kayaknya enak banget lihat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gaya kamu, katanya sebelum dia menyusulku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
duduk di karpet. "Ryo, kamu itu aneh yah ?", tiba-</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tiba suara Tia menyentakku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Aneh selanjutnya bagaimana maksud loe?", tanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya asal sambil menirukan sebuah dialog</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sinetron Si Doel beberapa waktu yang lalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hihihihi.... terdengar Tia cekikikan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mendengarnya.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ya aneh aja, Tia baru kenal kamu hari ini, tapi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
rasanya Tia udah kenal sama kamu lama banget",</div>
<div style="font-family: Consolas;">
katanya lagi, "Sampai Tia mau curhat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sama kamu, padahal Tia paling jarang curhat,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
apalagi sama orang yang baru kenal".</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Sama, Aku juga gitu kok Ya, jangan-jangan kita</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pernah ketemu di kehidupan sebelumnya yah ?",</div>
<div style="font-family: Consolas;">
jawab saya sambil nyengir.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ada-ada aja kamu....", katanya sambil tiba-tiba</div>
<div style="font-family: Consolas;">
merebahkan kepalanya di bahu kananku. Jujur aja</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya cukup terkejut menerima perlakuannya, but</div>
<div style="font-family: Consolas;">
santai aja, lagipula apalah yang mungkin terjadi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dari sebuah bahu untuk menyandarkan kepala</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sejenak ?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Cukup lama kita masing-masing terdiam dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
posisi ini sambil memandang sebagian horizon</div>
<div style="font-family: Consolas;">
langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang dari</div>
<div style="font-family: Consolas;">
jendela kamarnya. Sayup-sayup terdengar dari TV</div>
<div style="font-family: Consolas;">
rintihan Sinnead O'Connor yang tengah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyanyikan lagu legendarisnya :</div>
<div style="font-family: Consolas;">
...I can eat my dinner in the fancy restaurant but</div>
<div style="font-family: Consolas;">
nothing, I said nothing can take away this blue</div>
<div style="font-family: Consolas;">
cos nothing compares, nothing compares to</div>
<div style="font-family: Consolas;">
you.....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan saya usap rambutnya dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memberanikan diri untuk mengecup keningnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tia mendongakkan kepalanya untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memandangku. Beberapa saat kita saling</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berpandangan, ah oase kedamaian dari pancaran</div>
<div style="font-family: Consolas;">
matanya inikah yang selama ini saya cari ?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Mungkinkah saya menemukannya hanya dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
beberapa jam saja setelah sekian lama saya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mencarinya entah kemana ? How can I be so sure</div>
<div style="font-family: Consolas;">
about that ? dan sekian banyak pertanyaan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lainnya berkecamuk dalam pikiranku melewati</div>
<div style="font-family: Consolas;">
detik demi detik kami berpandangan. Yang saya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tahu beberapa saat kemudian wajah kita semakin</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mendekat dan sekilas saya melihat Tia menutup</div>
<div style="font-family: Consolas;">
matanya dan pada akhirnya saya kecup lembut</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami berciuman seakan-akan kami sepasang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kekasih yang telah lama tidak berjumpa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Menumpahkan segala kerinduan dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kehangatan sebuah ciuman. Perlahan saya raih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pinggang Tia dan mendudukkannya dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pangkuan. Kini kami semakin dekat karena Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya rengkuh dalam pangkuan saya. Saya usap</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lembut rambutnya, sedangkan dia memegang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lembut pipiku. Ciuman bibirnya semakin dalam,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
seakan tidak pernah dia lepaskan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Cukup lama kami berciuman, sesekali terdengar</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tarikan nafas Tia yang terdengar begitu lembut.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menurunkan bibir ke arah lehernya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ugh...", hanya terdengar lenguhan lembut</div>
<div style="font-family: Consolas;">
seorang Tia ketika ia mulai merasakan hangatnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bibir saya menjelajahi lehernya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tidak ada perlawanan dari aksi yang saya lakukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tia justru makin mendongakkan kepalanya,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
semakin memamerkan lehernya yang putih dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
jenjang. Kedua tanggannya meremas seprai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tempat tidur sebagai tumpuan. Saya pun semakin</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terhanyut terbawa suasana. Saya perlakukan Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
selembut mungkin, menjelajahi milimeter demi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
milimeter lehernya, mengusap rambutnya dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
makin menekankan punggungnya ke arah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tubuhku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ryo...oohh. ..", lenguh Tia saat dia menyadari</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terlepasnya satu per satu kancing kemejanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ya...saya memang melepaskannya untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melanjutkan cumbuan saya kepadanya. Jilatan-</div>
<div style="font-family: Consolas;">
jilatan lembut mulai menjalari dada Tia, seiring</div>
<div style="font-family: Consolas;">
meningkatnya hasrat manusiawi dalam diri</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan sekali gerakan, saya dapat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menggendongnya. Kami lanjutkan percumbuan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dalam posisi berdiri dengan Tia dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gendongan. Tangannya mulai meremasi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
rambutku. Perlahan-lahan kemejanya terjatuh</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terhempas ke karpet, menyisakan bagian atas</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tubuh Tia yang tinggal berbalutkan sehelai bra</div>
<div style="font-family: Consolas;">
putih. Beberapa saat kami bercumbu dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
posisi ini, sampai akhirnya saya merebahkannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
di ranjang. Terdengar suara Donita, presenter</div>
<div style="font-family: Consolas;">
MTV Asia, terakhir kali sebelum saya meraih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tombol off TV yang terletak di buffet samping</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ranjang. Kali ini suasana benar-benar senyap,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
hanya tarikan nafas kami berdua yang masih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sibuk bercumbu. Tia mencoba untuk melepaskan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
satu per satu kancing kemejaku hingga akhirnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ia berhasil melepaskannya, hampir bersamaan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saat saya berhasil melepaskan bra-nya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami meneruskan pergumulan, namun sebuah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
perasaan aneh menyusup ke dalam hatiku. She's</div>
<div style="font-family: Consolas;">
different, pikirku. Jujur saja, saya sudah beberapa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kali mengalami sexual intercouse, pun dengan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
orang-orang yang baru saja saya kenal. Namun</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kali ini terasa berbeda. Ada perasaan lain yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengiringi nafsu yang bergejolak, sebegitu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dahsyatnya sehingga nafsu itu sendiri menjadi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tidak berarti lagi keberadaannya. Sayang...., yah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mungkin inilah yang disebut dengan perasaan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sayang itu, sesuatu yang sudah lama tidak saya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
rasakan keberadaannya. Ini membuatku ingin</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memperlakukannya seindah dan selembut</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mungkin. Tia bukan hanya seseorang yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengisi sebuah babak pelampiasan nafsu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
manusiawi dalam hidupku. Dia berbeda, she</div>
<div style="font-family: Consolas;">
deserves the best...!!</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terdengar lagi lenguhan Tia saat saya mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengulum buah dadanya. Kali ini terdengar lebih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
keras dari sebelumnya. Mungkin hasrat itu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
telah memenuhi kepalanya. Jilatan-jilatan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
diselingi gigitan-gigitan kecil mendarat di sekitar</div>
<div style="font-family: Consolas;">
putingnya, berkali-kali membuatnya berjingkat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terkejut. Saya meneruskan cumbuan saya ke arah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
perutnya, hingga pada akhirnya berhasil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membebaskan celana panjangnya ke karpet.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sekarang terpampang pemandangan yang tidak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mungkin saya lupakan, seorang Tia yang baru</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya kenal hari ini, rebah dengan hanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berbalutkan celana dalam. Untuk pertama kalinya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya memandang seorang wanita dalam kondisi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
seperti ini tidak dengan nafsu yang menguasai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Begitu terasa bagaimana saya memang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyayangi dan menginginkannya. Matanya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memandang lembut ke arahku, menghadirkan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
begitu banyak kedamaian, sesuatu yang terus</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya cari selama ini dari diri seorang wanita.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini saya mengulum pusarnya, seiring lenguhan-</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lenguhan kecil yang terdengar dari bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan saya mulai menurunkan kain terakhir</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang menempel pada tubuh Tia. Terdengar sedikit</div>
<div style="font-family: Consolas;">
nada terkejut Tia saat saya mulai menurunkan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
centi demi centi celana dalamnya menyusuri</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kedua kakinya hingga terlepas entah kemana.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seiring itupun, saya mulai menurunkan jilatan ke</div>
<div style="font-family: Consolas;">
arah selangkangannya. "Ryo...mau ngapain...,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
uugghh...", pertanyaan yang coba diajukan Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tidak dapat diselesaikannya begitu dirasakannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sebuah jilatan mendarat di organ kewanitaannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan lidahku pada liang kewanitaannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memang saya usahakan selembut mungkin,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
hingga terkadang hanya sedikit saja ujung lidahku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyentuhnya. Namun hal ini malah justru</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memicu reaksi Tia semakin terbakar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ohhh....Ryooo. ..", lenguhnya panjang diiringi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
nafasnya yang semakin tidak beraturan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Hisapan dan jilatan silih berganti saya lakukan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dengan penuh kelembutan padanya, hingga pada</div>
<div style="font-family: Consolas;">
akhirnya terdengar Tia seperti mendekati</div>
<div style="font-family: Consolas;">
puncaknya. "Aaahhh..... .", jeritnya panjang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sambil menghentakkan tubuhnya ke atas saat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
puncak itu datang melandanya, menggulungnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dalam suatu sensasi keindahan yang sangat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melenakan dan menghempaskannya ke dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
jurang kenikmatan yang begitu dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kini saya memandang wajahnya. Matanya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terpejam sambil menggigiti bibirnya sendiri dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tangannya yang mencengkram seprai di tepian</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ranjang dengan kencang serta nafasnya yang tidak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
beraturan cukup untuk mengekspresikan betapa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tingginya Tia terbuai dalam gelombang orgasme</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang baru saja dilaluinya. Saya biarkan Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
meregang dirinya dalam detik demi detik puncak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kenikmatan yang baru saja didapatnya untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyibukkan diri mencari sebuah benda yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"lubricated with nonoxynol 9, for greater</div>
<div style="font-family: Consolas;">
protection" (If you were a great CCS fan, you</div>
<div style="font-family: Consolas;">
should know this thing) yang selalu disisipkan di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dompetku (my friend said that only bastards</div>
<div style="font-family: Consolas;">
always bring this thing around. Yeah...maybe I'm</div>
<div style="font-family: Consolas;">
the one of them).</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tia baru membuka matanya ketika dirasakannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sebuah benda menempel lembut pada bibir</div>
<div style="font-family: Consolas;">
organ kewanitaannya. Dibukanya matanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memandang lembut ke arah wajahku yang tepat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berada di depan wajahnya. "Tia, may I....?",</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bisikku sambil mengecup keningnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tia hanya mengedipkan kedua matanya sekali</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sambil tetap memandangku. That's enough for me</div>
<div style="font-family: Consolas;">
to know the answer of this question.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan-lahan saya tekan kejantananku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menerobos liang kewanitaannya. So gentle and</div>
<div style="font-family: Consolas;">
smooth. Terdengar nafas Tia tertahan di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tenggorokannya, menikmati sensasi mili demi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mili penetrasi yang dilakukanku terhadapnya,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
hingga akhirnya keseluruhannya terbenam utuh.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami terdiam dan saling berpandangan sejenak,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menikmati bersatunya raga (dan hati) kami</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berdua. Saya kecup bibirnya lembut sebelum</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mulai melenakannya dalam sebuah persetubuhan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang sangat indah. Saya masih ingat persis,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bagaimana kedua tangan kami saling</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bergenggaman erat di sisi tepi ranjang saat kami</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terus bergumul menyatukan hasrat dan raga</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kami. Betapa lembut buah dadanya menekan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dadaku, dan betapa hangat melingkupi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kejantananku yang terus memompanya,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membawa kami semakin tinggi terbuai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kenikmatan duniawi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah berapa lama keadaan ini berlangsung,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ketika pada saatnya terdengar Tia mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mendekati orgasme keduanya. Tangannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
merangkul pundakku, mendekap tubuhku erat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
seakan ingin mengajakku ikut dalam gelombang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
orgasmenya. Nafasnya makin memburu,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terdengar jelas di telinga kananku. Saya pun</div>
<div style="font-family: Consolas;">
meningkatkan kecepatan penetrasi untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membantunya mendapatkan puncak kedua</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kalinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Eeegghhh... .Ryooo... ...aahhh. .", jerit Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tertahan mencoba menyebut namaku saat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gelombang orgasme keduanya benar-benar</div>
<div style="font-family: Consolas;">
datang menggulungnya, menelannya kembali ke</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dalam jurang kenikmatan yang sangat dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saya menghentikan pergumulan kami sejenak,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memberinya kesempatan untuk kembali mengatur</div>
<div style="font-family: Consolas;">
nafasnya seusai melewati puncaknya yang kedua.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saya hanya memberikan senyuman dan kecupan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lembut di keningnya saat pada akhirnya Tia mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membuka matanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"You're so lovely tonight", bisikku padanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ryoo...eh.. !!", teriaknya sedikit terkejut saat tiba-</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tiba saya menarik kedua tangannya untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kemudian mendudukkannya dalam pangkuanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Punggungku bersandar di kepala ranjang, dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
wajah kami saling memandang. Kami kembali</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berciuman. Perlahan kuangkat tubuhnya, untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kembali menekankan kejantananku pada liang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kewanitaannya. Walaupun kami tengah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berciuman, masih sempat kudengar erangan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lirihnya saat Tia merasakan bagaimana</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kejantananku perlahan menikam tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kali ini kubiarkan Tia memegang kendali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kubiarkan bagaimana dengan bebasnya Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memompa diriku. Pundakku dijadikan tumpuan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
olehnya untuk terus menaik-turunkan tubuhnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
di atasku. Saya hanya membantunya dengan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
meremas buah pinggulnya dan sedikit menaikkan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
posisi selangkanganku, hingga batangku terasa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
makin dalam menghujamnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ahh....sungguh suatu pemandangan yang tidak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
akan terlupakan bagaimana melihat dirinya terus</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyatukan raga kami ke dalam suatu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
persetubuhan yang sangat intim. Matanya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terpejam, rambut sebahunya yang sudah mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dibasahi keringat terurai bebas, bibirnya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
digigitnya sendiri dan tubuhnya yang berguncang-</div>
<div style="font-family: Consolas;">
guncang. ....Ughh. .., It's really a loveable thing to</div>
<div style="font-family: Consolas;">
see.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Pemandangan yang sangat melenakan ditambah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dengan kehangatan yang makin erat menghimpit</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kejantananku, menit demi menit mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membuaiku ke dalam sensasi kenikmatan sebuah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
persetubuhan. Terasa sesuatu mendesak,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menghimpitku untuk keluar dari dalam tubuhku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Oh My God, I think I'm gonna cum.., pikirku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ryooo....I' m almost there...", bisik Tia lirih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sambil mempercepat gerakan tubuhnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memompaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Yes...babe, me too...", jawabku sambil mengecup</div>
<div style="font-family: Consolas;">
erat bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Selanjutnya terasa bagaimana gelombang menuju</div>
<div style="font-family: Consolas;">
puncaknya seakan berpacu dengan gelombang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menuju puncakku. Goncangan tubuhnya makin</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terasa mendesak cairan kejantananku untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
keluar, sementara tikaman batangku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
semakin menghadirkan sensasi kenikmatan suatu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
orgasme yang hanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tinggal sejengkal dari raihannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Aaahhhh...Ryooo. ...", jeritnya lirih memanggil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
namaku saat ternyata</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gelombang orgasme lebih dahulu menyapanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saya masih sempat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
meneruskan tikaman kejantananku beberapa kali</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lagi hingga pada</div>
<div style="font-family: Consolas;">
akhirnya...</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Tiaaaa...., I'm cummiiinngg. ...!!", teriakku sambil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mendekap erat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tubuhnya. Terasa bagaimana derasnya cairanku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyembur keluar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Fortunately I use condom, masih sempat diriku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berpikir di sela-sela</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gulungan ombak ejakulasi yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menenggelamkanku dalam suatu sensasi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kenikmatan yang sangat dahsyat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam beberapa saat ke depan kami hanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mampu berpelukkan erat, untuk kemudian</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bersisian rebah di ranjang. "Thanks honey, you're</div>
<div style="font-family: Consolas;">
so great...", bisikku sambil mengecup lembut</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ahh...Ryo.. .", lirih suaranya terdengar, seakan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ingin mengatakan hal yang sama kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bandung, 12 Oktober 2000, 01.42 WIB</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terlihat bagaimana lengangnya perempatan jalan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tamblong yang memotong Jalan Asia Afrika di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bawah sana. Hanya traffic light yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengerjapkan cahaya kuningnya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menandakan adanya kehidupan di sana. Sesekali</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melintas mobil angkutan kota yang beroperasi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
selama 24 jam menuju terminal Kebon Kelapa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami hanya duduk menatapnya tanpa banyak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berkata-kata. Kugenggam erat Tia dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pangkuanku, menatap kesunyian tanpa sehelai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
benangpun yang melekat di tubuh kami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terkadang kudengus lembut telinga Tia, yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
selalu saja diiringi desahan manjanya. Ah..betapa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
romantisnya, memandang cahaya lampu lewat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tengah malam tanpa selembar busanapun yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melekat. Tak terasa sudah lebih dari setengah jam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kita berdua tertegun memandang jalanan sejak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gelombang orgasme tersebut menelan kami</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berdua dan menenggelamkan hingga ke dasarnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ryo, Tia pengen mandi rasanya", tiba-tiba suara</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tia mengejutkanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ya udah sana mandi", jawabku, "Eh pintunya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
jangan dikunci yah, siapa tau ntar saya mau</div>
<div style="font-family: Consolas;">
nyusul", godaku lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Huuh...maunya" , sahut Tia manja sambil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menjentikkan telunjuknya di hidungku dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kemudian berlalu menghilang di balik pintu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kamar mandi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Selanjutnya saya hanya terdiam, melanjutkan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lamunanku sendiri. Mengingat betapa beberapa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menit yang lalu saya telah melalui sebuah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sexual intercouse yang sangat indah. Kali ini</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sungguh berbeda rasanya, lembut dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melenakan. Sungguh jauh lebih indah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dibandingkan dengan pengalaman- pengalaman</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terdahulu, dengan beberapa wanita yang sempat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
hadir dalam malam-malamku. Entah mengapa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tiba-tiba timbul keinginanku untuk selalu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berdekatan dengan Tia. Hanya beberapa menit ia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tinggalkan (dan itupun hanya untuk mandi), rasa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kehilangan itu sudah hadir dalam benakku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tanpa kusadar telah kulangkahkan kakiku ke arah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kamar mandi untuk menyusul Tia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Krek...terdengar pelan suara handle pintu kamar</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mandi yang kuputar. Hmm...ternyata memang Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tidak menguncinya, wah bandel juga nih anak,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pikirku. Perlahan kubuka pintu untuk kemudian</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mendapatkan suatu pemandangan yang sangat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memukau. Terlihat samar-samar dari belakang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bagaimana Tia tengah menikmati pancuran air</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dari shower yang membilas lembut tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kaca penutup shower menghalangi pandanganku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
karena telah tertutup uap dari air hangat yang Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
gunakan. Entah mengapa pemandangan yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tersamar ini membangkitkan kembali gairahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terasa bagaimana kejantananku mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menunjukkan reaksinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perlahan kubuka pintu kaca shower untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kemudian mendekap tubuh Tia dari belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Hei....!!", seru Tia terkejut sesaat menyadari ada</div>
<div style="font-family: Consolas;">
orang lain yang berada dalam kotak showernya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"It's me honey...", kataku menenangkan sambil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mendaratkan ciuman bertubi-tubi ke arah leher</div>
<div style="font-family: Consolas;">
belakangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ughh...Ryo. ..", lenguh Tia pendek. Terus</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kudaratkan ciuman bertubi-tubi ke tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kadang di leher belakangnya, kadang di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
punggungnya, terkadang pula kulumat bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami berciuman di tengah derasnya pancuran</div>
<div style="font-family: Consolas;">
shower yang membasahi tubuh kami. Ingin sekali</div>
<div style="font-family: Consolas;">
rasanya kutikamkan kembali kejantananku dari</div>
<div style="font-family: Consolas;">
belakang ke dalam liang kewanitaannya,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menikmati sensasi bercinta di sebuah shower</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang deras menghujani tubuh kami dengan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
butiran-butiran air.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Setelah kurasa percumbuan kami cukup untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kembali membuatnya bergairah, perlahan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kutuntun batangku ke dalam vaginanya. Sejenak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terasa lembut dan hangat tatkala kejantananku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menempel pada bibir liang kewanitaannya,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sebelum kuhentakkannya menerobos hingga ke</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pangkal batangku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Arrggghh... ...", jerit Tia tertahan ketika ia mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
merasakan dirinya sesak dipenuhi oleh desakan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kejantananku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saya mulai memompanya perlahan, keluar dan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
masuk. Tia membuka kedua kakinya lebar sambil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kedua tangannya bertumpu pada kedua keran</div>
<div style="font-family: Consolas;">
panas-dingin pada shower. Kami kembali</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bercinta, bergumul dalam desakan arus birahi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang memenuhi kepala dan tubuh kita. Kami</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bersetubuh di bawah siraman kehangatan shower</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang terus menghujani tubuh kami tiada henti.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terdengar sayup-sayup deru nafas Tia diantara</div>
<div style="font-family: Consolas;">
derasnya suara air yang tumpah keluar dari</div>
<div style="font-family: Consolas;">
shower. Kulingkarkan tangan kananku di leher Tia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ketika kudaratkan tangan kiriku untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mempermainkan puting kanannya, sambil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tentunya terus memompanya dari belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terus kutikamkan batangku ke dalam liang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
vaginanya tiada henti. Menit demi menit berlalu,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengiringi persetubuhan kami yang sangat indah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terasa bagaimana semakin ketatnya lubang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kewanitaan Tia kian menghimpit kejantananku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba kedua tangan Tia menjangkau tangkai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
shower yang terpaku pada dinding bagian atas</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kepalanya, mendongakkan kepalanya seraya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melenguhkan erangan yang begitu menggairahkan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
perasaan, "Ryooo.... aahhhhh..... ".</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ternyata Tia kembali meraih orgasmenya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menariknya kembali ke dalam kenikmatan yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bergulung-gulung mendera bathinnya. Kudekap</div>
<div style="font-family: Consolas;">
erat tubuhnya, menjaganya dari kelimbungan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang mungkin dapat saja menghempaskannya ke</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lantai marmer yang kami injak. Beberapa saat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tetap kudekap erat tubuhnya, sampai pada saat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
akhirnya Tia mulai dapat menggerakkan dirinya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sendiri. Kami sejenak bertatapan, perlahan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kucium lembut bibirnya. "You're wonderful,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Babe", pujiku saat dia mulai membuka matanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dan memandang ke arahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tia membalikkan tubuhnya dan memelukku erat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kucium kembali bibir Tia sambil kuangkat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tubuhnya meninggalkan kotak shower tempat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kami memadu nafsu. Kurebahkan tubuhnya di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lantai marmer kamar mandi dengan perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kembali kuletakkan kejantananku di bibir</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kewanitaannya seraya perlahan mendorongnya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
masuk ke dalam. Sejenak kulihat Tia mengigit</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bibirnya sendiri, seakan tengah menikmati</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sensasi penetrasi batangku ke dalam liang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
vaginanya. Kembali kupompakan kejantananku ke</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dalam tubuh Tia, membiarkan tungkainya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bersandar di pundakku untuk kemudian</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membuat kami terbang meraih kenikmatan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
duniawi dengan lembut dan perlahan. Terus</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kusetubuhi tubuh Tia yang tergolek di lantai,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mencoba mengimbangi gerakan pinggulnya yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
makin menjepit batangku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Tia, Ryo mau keluar...", bisikku lirih saat mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kurasakan sesuatu mendesak keluar dari batang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kejantananku, setelah beberapa waktu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berlalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Yes Ryo, cum to my breast", sahut Tia sambil</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengecup perlahan bibirku sejenak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terus kupompakan batang kejantananku untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mencapai puncak ejakulasiku yang kedua dalam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
hari ini. Saya mencoba untuk menahannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
selama mungkin, namun usahaku tidaklah banyak</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membawa hasil karena tidak berapa lama</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kemudian kupastikan bahwa benteng</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pertahananku tidak akan bertahan lama lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sempat kuhujamkan beberapa kali lagi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kemaluanku dalam liang vaginanya sebelum</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berteriak keras seraya menarik keluar batangku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dan memuntahkan isinya, membajiri seluruh</div>
<div style="font-family: Consolas;">
permukaan dada Tia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Ahh...I'm cummiiiinggg. ..", teriakku parau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
"Yes....ehhhmmm. ..", erang Tia tidak dapat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menyelesaikan kalimatnya, karena dirasakannya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
cairan kejantananku ternyata juga mendarat di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
wajah dan rambutnya.Cukup lama kuregang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
diriku dalam orgasme yang sangat dahsyat,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dimana Tia ikut membantunya dengan mengurut-</div>
<div style="font-family: Consolas;">
urut batang kemaluanku, menghabisi cairan yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mungkin masih tersisa di dalamnya. Kucium</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bibirnya dalam sambil mengucapkan terima kasih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
atas klimaks yang baru saja saya dapatkan,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sebelum akhirnya merebahkan diriku di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sampingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bandung, 12 Oktober 2000, 04.48 WIB</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saya tersadar dari tidur dengan mendadak. Di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sampingku tergolek tubuh Tia yang tidur</div>
<div style="font-family: Consolas;">
memunggungiku sambil kupeluk dari belakang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sejenak kucoba mengingat-ingat apa yang baru</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saja saya alami. Samar-samar saya mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengingat bagaimana sekitar satu setengah jam</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang lalu kulalui sebuah klimaks yang dahsyat</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dalam dekapan Tia di lantai kamar mandi. Yah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kuingat bagaimana kemudian kami saling</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membersihkan diri, mengeringkannya untuk</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kemudian menikmati tidur dalam posisi saling</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berpelukan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Terasa dinginnya udara AC kamar menjalari</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tubuhku yang tidak ditutupi selembar kainpun</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saat kusingkapkan selimut untuk kemudian</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mencari pakaianku yang berserakan di lantai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kamar yang ditutupi karpet bernuansa maroon.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kukecup lembut kening Tia saat telah lengkap</div>
<div style="font-family: Consolas;">
saya berpakaian. Terdengar lirih suara Tia saat dia</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mulai tersadar sedikit demi sedikit dari tidurnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kukecup bibirnya saat dia benar-benar telah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membuka matanya, memandangku dengan suatu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tatapan yang sangat sulit ditebak artinya. Tatapan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sayangkah itu...?</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jam mobilku menunjukkan pukul 05.21 WIB</div>
<div style="font-family: Consolas;">
ketika dengan santai kukendarai mini jeep-ku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
membelah jalan Asia Afrika yang masih lengang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sambil mendengarkan musik yang mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dimainkan radio-radio swasta yang mulai</div>
<div style="font-family: Consolas;">
mengudara. Saya memang harus segera pergi dari</div>
<div style="font-family: Consolas;">
sisi Tia, setidaknya untuk hari ini, karena dia akan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kembali ke Jakarta dengan rombongannya setelah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
breakfast nanti. Pasti suatu pemandangan yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tidak lucu jika teman-teman yang menyusul ke</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kamarnya, menemukan kami sedang tidur</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berpelukkan tanpa busana sama sekali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
But no business talks allowed, masih terngiang di</div>
<div style="font-family: Consolas;">
telingaku perkataan Tia saat kuajak dirinya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
melewatkan malamnya menikmati suasana</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bandung semalam. Yah...semoga memang begitu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
keadaan selanjutnya. Terus terang saya paling</div>
<div style="font-family: Consolas;">
tidak mau mencampurkan urusan pekerjaan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dengan pribadi. Jika saya ditolak untuk pekerjaan,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
biarkanlah itu karena memang saya tidak cukup</div>
<div style="font-family: Consolas;">
qualified untuk diterima, bukan karena saya telah</div>
<div style="font-family: Consolas;">
berani "kurang ajar" kepada salah seorang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pengujinya (itu pun kalau dia anggap bahwa saya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
kurang ajar, hehehehe.... ). Di lain pihak jika saya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
diterima bekerja, biarlah itu karena memang skill</div>
<div style="font-family: Consolas;">
dan capability saya memang dibutuhkan oleh</div>
<div style="font-family: Consolas;">
perusahaan, bukan karena saya berhasil menjalin</div>
<div style="font-family: Consolas;">
suatu hubungan khusus dengan seorang Tia.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Meminjam istilah mbak Sari, mendaki corporate</div>
<div style="font-family: Consolas;">
lewat ranjang, hahahaha.... .</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dalam hati saya masih sedikit terbersit harapan</div>
<div style="font-family: Consolas;">
untuk tetap melanjutkan hubungan ini. Masih</div>
<div style="font-family: Consolas;">
terasa bagaimana Tia mengecup lembut</div>
<div style="font-family: Consolas;">
bibirku saat dia melepasku di pintu kamarnya. As</div>
<div style="font-family: Consolas;">
I said before, everything seems so right when</div>
<div style="font-family: Consolas;">
we're together. Is she the Miss. Right for me after</div>
<div style="font-family: Consolas;">
I've been looking for all over places ? Why do I</div>
<div style="font-family: Consolas;">
feel that she's the one, eventhough I have known</div>
<div style="font-family: Consolas;">
her only by day. Biarlah waktu yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menjawabnya, karena orang bijak berkata hanya</div>
<div style="font-family: Consolas;">
waktulah yang dapat secara pasti menentukan apa</div>
<div style="font-family: Consolas;">
yang akan kita jalani di masa depan, sepasti sinar</div>
<div style="font-family: Consolas;">
matahari yang selalu menyapa penduduk bumi</div>
<div style="font-family: Consolas;">
setiap pagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
Seperti saat ini, dimana sinar matahari yang</div>
<div style="font-family: Consolas;">
pertama jatuh menemani perjalananku</div>
<div style="font-family: Consolas;">
menembus lengangnya jalanan kota ini.......</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-12530178877641924862013-09-06T20:24:00.006-07:002014-04-30T21:25:41.250-07:00ida istriku<div style="font-family: 'times new roman', 'new york', times, serif; font-size: 16px;">
ida istriku</div>
<div style="font-family: 'times new roman', 'new york', times, serif; font-size: 16px;">
</div>
<div style="font-family: 'times new roman', 'new york', times, serif; font-size: 16px;">
Setelah lulus dari universitas aku bekerja di salah satu perusahaan swasta terkemuka di jakarta, meniti karir sebagai eksekutif muda yang merupakan impian banyak orang sekarang ini. Semuanya berjalan normal sampai suatu hari, kedua orang tuaku yang sudah berusia senja menyuruhku menikah dengan salah seorang anak dari kerbat mereka. Pernah terlintas di kepalaku untuk tidak menuruti kemauan kedua orang tuaku, tetapi apa lagi yang bisa kuperbuat untuk mereka selain menjalani pernikahan tanpa adanya hubungan rasa cinta sebelumnya.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Namaku Ilham, karena merupakan anak satu-satunya , kedua orangtuaku sangat ingin cepat-cepat memiliki cucu dariku<br />
<br />
Wanita itu namanya Ida, dia seumuran denganku dia juga bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai general manager. Hari pernikahan kami berjalan lancar, yang kami berdua lakukan hanya tersenyum dan melambaikan tangan saja sepanjang hari, tidak seperti pasangan lainnya yang sangat antusias dengan perkawinannya kami berdua atau mungkin saya lebih tepatnya malah seolah-olah tidak perduli dengan apa yang terjadi dengan apa yang terjadi hari itu.<br />
<br />
Malam pertama kami bisa di bilang sangat aneh,tak ada hiasan pengantin, suasana yang harusnya romantis berubah menjadi sekaku es. Sepanjang malam tidak ada satupun dari kami yang memutuskan untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu. Matahari mulai menampakan diri di ufuk timur, kuputuskan untuk keluar dari kamar ku untuk membuat secangkir kopi di dapur. Setengah jam sudah dan kopi di cangkirku hampir habis,<br />
<br />
“gue ke kantor dulu, pulangnya mungkin agak kemaleman” ujar Ida sambil mengenakan sepatu di ruang tengah.<br />
<br />
Kata-katanya tidak dapat ku hiraukan, seakan terbawa dalam lamunan banyak hal yang menghantui pikiranku, suara pintu depan kemudian menyadarkanku bahwa wanita yang menyapaku tadi adalah istriku. Waktu terasa begitu lambat berjalan, setelah semua pekerjaanku di kantor selesai kuputuskan untuk pulang dan beristirahat. Setibanya di rumah keadaan sepertinya masih sama seperti dulu saat aku masih membujang, tidak ada yang berubah,..... tiba tiba<br />
<br />
“udah pulang kamu?” tanya ida diiringi dengan senyum</div>
<div style="font-family: 'times new roman', 'new york', times, serif; font-size: 16px;">
“sorry yah tadi gue nggak sempet masak, kita delivery aja yah” sambungnya.<br />
<br />
Tanpa berkata satu katapun aku berjalan pergi meninggalkannya, seperti belum yakin kalau semua ini sudah terjadi. Setelah mandi ku nyalakan televisi, tidak lama setelah itu terdengar bunyi bel dari pintu depan, ternyata kedua orang tua kami datang berkunjung.<br />
<br />
“eh, kok nggak bilang kalau mau dateng?” tanya Ida kepada kedua orangtua kami sambil menggandeng tanganku,<br />
<br />
Tangan Ida terasa dingin, mungkin karena dia baru selesai mandi dan sepertinya Ida belum memakai daleman. Kedua buah dadanya menjepit lenganku,dan entah sengaja atau tidak Ida mulai mengosokan kedua buah dadanya naik turun, sebenarnya kejadian itu sangat aku nikmati namun karena memang pada dasarnya kami tidak memiliki rasa cinta, jadi aku memutuskan untuk bersikap normal.<br />
<br />
Kunjungan kedua orang tua kami berakhir pukul 23.30 malam, kejadian tadi membuatku bingung harus bersikap seperti apa. Seumur hidup baru pernah aku diperlakukan seperti tadi, bisa saja kejadian tadi kunikmati, tetapi Ida bukanlah wanita yang kucintai.<br />
<br />
Yang anehnya lagi, hingga kedua orang tua kami pulang Ida tetap menggandeng tanganku, seakan tidak ingin dilepaskannya. Tidak ingin terus dalam keadaan yang membuatku seperti orang bodoh itu, kulepaskan tanganku dari dekapannya dan pergi ke ruang kerjaku<br />
</div>
<div style="font-family: 'times new roman', 'new york', times, serif; font-size: 16px;">
Langkah kakiku menuju ruang kerja terasa semakin berat, Ida sebenarnya hanya ingin memulai sesuatu yang baik, tetapi mungkin aku terlalu serius menanggapinya. Saat pekerjaan kantorku hampir selesai Ida datang menghampiriku<br />
<br />
“masih marah ya?, maaf deh lain kali gue bakal ngasih tau lo dulu kalo gue mau berimprovisasi” suara Ida terdengar pelan penuh penyesalan,<br />
<br />
“Nggak, gue nggak marah.. gue cuma bingung aja tadi, mau nanggepinnya gimana” balasku, perlahan mulai ku sadari bahwa tidak ada jalan keluar lain selain membicarakan semua masalah dengan baik-baik<br />
<br />
“ya udah, kalo gitu gue tidur duluan yah..”sambung Ida dengan senyum manis di wajahnya<br />
<br />
Untuk ukuran kecantikan, Ida termasuk wanita yang cantik dan menawan, sebagai wanita karir yang selalu mementingkan penampilan, Ida sebenarnya sangat sexy. Walaupun orangnya perfectionis Ida tetap bisa membagi diri agar tetap bisa jadi orang yang asik, contohnya di kantor dia selalu berusaha terlihat berwibawa dan selalu rapih sedangkan di rumah dia sering hanya memakai celana jeans pendek dan baju tanpa lengan. Selain itu Ida sebenarnya orang yang mudah mencairkan suasana dan nyambung jika diajak bercerita tetapi karena pada dasarnya belum memiliki rasa sayang jadi masih sangat sungkan bagiku untuk melakukan sesuatu padanya.<br />
<br />
Malam itu sofa di ruang tv menjadi tepat tidurku, sengaja kubiarkan Ida tidur sendiri di kamar karena masih ada sesuatu yang mengganjal dalam diriku. Keesokan harinya Ida bangun lebih dulu, segera ia menuju ruang tv dan melihatku yang sedang tidur<br />
<br />
“loh, nggak tidur di dalem? Entar masuk angin loh” suara Ida terdengar di pagi hari saat ku coba untuk mengumpulkan nyawa,<br />
<br />
“nggak apa-apa,.......kalo gue tidur ama lo, entar kesannya gimana gitu” kataku sambil mengusap mata<br />
<br />
“gue buatin kopi mau nggak?” tanya Ida<br />
<br />
“nggak, nggak usah gue bisa buat sendiri kok” jawabku<br />
<br />
“udah, nih...” ujar Ida sambil menyodorkan secangkir kopi kepadaku, setelah itu dia duduk tepat disampingku, sangat dekat hingga paha kami berdua bersentuhan. Pagi itu Ida menggunakan hotpants dan baju kaos oblong yang kebesaran, membuatnya semakin terlihat sexy<br />
<br />
“nggak ngantor?” tanyaku basa-basi, jantungku berdetak kencang saat selesai bertanya ida menaruh tangannya di pahaku, dan menatapku dengan matanya yang indah,<br />
<br />
“jam sembilan lewat dikit baru gue berangkat, lo?” tanya Ida balik<br />
<br />
“sama, gue juga...... kita berangkat bareng mau nggak?” Balasku<br />
<br />
“Siap komandan,,.” Jawab Ida sambil tertawa,<br />
<br />
Waktu sebelum berangkat ke kantor itu kami gunakan untuk bercanda dan saling mengenal lebih dekat lagi. Hari itu terasa sangat singkat, tugas-tugas di kantor terasa lebih ringan mungkin karena suasana hatiku yang sedang senang. Sepulang kantor kujemput Ida di kantornya kemudian kami makan malam di sebuah restoran dekat rumah kami, setelah itu kami pulang<br />
<br />
Sesampainya di rumah, kuputuskan untuk mandi dan langsung menonton tv. Jam menunjukan pukul 21.00 tetapi mataku sudah terasa berat, sambil menahan rasa kantuk kulangkah-kan kakiku menuju kamar, segera pintu kamar kubuka sedikit dan hendak masuk kedalamnya tetapi langkahku tertahan oleh sebuah pemandangan yang baru pertama kali ku lihat seumur hidup, lemari baju Ida terbuka, Ida sedang sibuk mencari-cari bajunya dalam keadaan topless dan hanya memakai celana jeans pendek . Refleks langsung kututup pintu itu sembari meminta maaf.<br />
<br />
Walaupun beberapa detik tadi sangat kunikmati, melihat kedua buah dada Ida yang lumayan besar dihadapan mataku, sangat ranum dan bentuknya pun bulat sempurna juga kencang, tapi kembali lagi rasa bersalah memenuhi kepalaku hingga membuatku lupa bahwa itu adalah hal yang wajar bagi suami istri<br />
<br />
“Da, sorry gue mau ngambil bantal, gue nggak ngintip kok” ujarku dari luar kamar, memang terdengar sangat bodoh jika ada seorang suami yang meminta maaf saat melihat istrinya telanjang, tetapi itulah yang terjadi padku sekarang ini<br />
<br />
“nggak apa-apa masuk aja....” sahut Ida dari dalam kamar<br />
<br />
Dengan menggunakan tangan kiri, kututup mataku sedangkan tangan kananku meraba-raba permukaan tempat tidur untuk mencari bantal<br />
<br />
“udah, tanganya dilepas aja, matanya dibuka” suara Ida terdengar sambil mencolek pinggangku<br />
<br />
“Sorry, gue bukan mau ngintip tadi, gue bener-bener nggak sengaja”ujarku sedikit malu-malu.<br />
<br />
“nyantai aja lagi, gue yang di intip kok lo yang panik......gue juga baru pertama kali diintipin cowok” balas Ida sambil tertawa,<br />
<br />
“eh, nggak pegel apa tidur di sofa? Enakan tidur di sini bareng gue...” sambung Ida sambil menepuk tempat tidur.<br />
<br />
“udah, cepetan tvnya di matiin dulu”lanjut wanita itu sambil sedikit mendorongku,<br />
<br />
Setelah tv ku matikan, terus langkahku kuarahkan kembali ke kamar. Di kamar Ida sudah berada di atas tempat tidur, kakinya yang jenjang dan putih membuat suasana hatiku tak-karuan. Sikap Ida yang sangat baik padaku membuatku mulai menikmati perjodohan ini dan sedikit membuka hatiku bagi wanita ini.<br />
<br />
“sini,” ujar Ida sambil membetulkan posisi bantal yang berada di sampingnya<br />
<br />
Kurebahkan tubuhku tepat disampingnya dan langsung kupejamkan mataku, berharap tidak terjadi hal-hal yang aneh malam itu<br />
<br />
“lo masih punya pacar yah waktu kita nikah” kucoba untuk membuka mataku pelan-pelan, kutatap wajahnya yang kini sangat dekat denganku, posisi tubuh Ida sudah menindih sebagian tubuhku<br />
<br />
“nggak,, emang napa?” tanyaku balik<br />
<br />
“penasaran aja, abisnya lo dingin banget..serem tau” jawab ida sambil tersenyum kecil<br />
<br />
“gue cuman kaget aja, keadaan berubah drastis banget” ujarku<br />
<br />
“ohh... gue kira lo jeruk makan jeruk lagi...” sambung wanita itu<br />
<br />
“ahh....lo kate gue maho?” jawabku bercanda, tangan Ida perlahan mulai memelukku perutku dan mulai lah dia menutup matanya<br />
</div>
<div style="font-family: 'times new roman', 'new york', times, serif; font-size: 16px;">
“abisss.....” cekikik Ida memenuhi ruangan itu<br />
<br />
Karena tidak bisa lagi menahan kantuk akhirnya kami berdua tertidur sampai pagi, hanya tertidur tanpa melakukan sesuatu. Keesokan harinya Ida bangun terlebih dahulu, sepanjang malam dia memelukku dan tertidur dengan posisi setengah tubuhnya menindih tubuhku, dengan posisi seperti ini kedua buah dadanya menempel pada tubuhku dan kurasakan kehangatan yang beda dari sebelumnya.<br />
<br />
“beb,...bangun ih nggak ngantor kamu?” tanya Ida sambil menjepit hidungku.<br />
<br />
“beb?,,, bebek kali?” jawabku bercanda<br />
<br />
“iiih tuh kan bercanda lagi, teus maunya dipanggil apa?” tanya Ida lagi,<br />
<br />
“terserah kamu deh...” ujarku sambil mengucek-ngucek mata.<br />
<br />
Mulai pagi itu, di kantor hidupku terasa semakin indah. Ida sangat perhatian padaku dan terus saja mengirimkan SMS yang menanyakan kegiatanku dan lain-lain. Dan mulai pagi itu kehidupan kami mulai berubah seperti pengantin baru pada umumnya.<br />
<br />
Sehabis jam kantor, ku arahkan mobilku langsung pulang. Dirumah, Ida ternyata pulang lebih cepat. Malam itu ida mengenakan baju kaos bola barcelona dengan celana hotpants, baju itu dimodifikasinya hingga bahu sebelah kanannya terlihat keluar dari leher baju bola itu.<br />
<br />
“baju bola gue tuh?.”tanyaku<br />
<br />
“iya..,, emang istri itu nggak boleh pake baju suaminya?” tanya Ida balik,<br />
<br />
“nggak juga sih,,,eh tapi kamu cantik loh kayak gitu” ujarku menggodanya<br />
<br />
“udah ah...makan dulu sana....keburu dingin”kata ida sambil menunjuk ke arah ruang makan<br />
<br />
Selain cantik, baik hati dan sangat profesional dalam segala hal, Ida juga jago masak. Sehabis makan, aku segera pergi ke ruang tv menemui Ida yang sedang asik mencari siaran film-film box office yang biasa diputar di tv saat larut malam.<br />
<br />
“duduk sini,...deket gue” suara Ida terdengar saat kakiku mulai menginjak ruang tv.<br />
<br />
Sambil memegang sekaleng minuman dingin, perlahan kutempatkan tubuhku tepat disampingnya. Ida langsung menarik tanganku dan menggengam jemariku erat-erat. Perasaan ku tidak menentu, sudah lama sekali sejak aku duduk di bangku SMA baru sekarang lagi ada cewek yang begitu dekat denganku seperti ini.<br />
<br />
Sebegai laki-laki normal, firasatku mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Ida tetapi dia masih malu karena sikapku yang masih begitu cuek, kucoba untuk memberi perhatian sedikit untuknya. Kucoba sandarkan tubuhku ke kursi dan benar saja, Ida langsung menyandarkan kepalanya di bahuku. Ku naikan tanganku sedikit agar Ida bisa meletakkan kepalanya di dadaku. Tubuh Ida sangat hangat, kubiarkan tangannya menyusuri pinggangku lalu dipeluknya.<br />
<br />
“da,....kalo mau minta tolong, atau mau ngomong sesuatu, kasih tahu aja...,,, aku siap bantu kok” ujarku untuk memecah suasana.<br />
<br />
“kamu masih belum nerima kenyataan kalo kita udah nikah ya?” tanya Ida pelan,<br />
<br />
“dulu sih iya,,,, tapi sekarang udah nggak,...abis kamu baik, cantik lagi” gombal ku<br />
<br />
“ih gombal,.” Balas Ida, sambil mencubit pinggangku<br />
<br />
“kalo aku sih pasrah aja ama orang tuaku mau di suruh apa juga, yang penting pekerjaanku nggak keganggu” sambung Ida<br />
<br />
“aku mau minta sesuatu sama kamu” lanjut Ida<br />
<br />
“minta apa?” tanyaku<br />
<br />
“ehm,,...gimana ngomongnya ya..” jawab Ida<br />
<br />
“udah,. Bilang aja nggak usah malu” Ujarku<br />
<br />
“beneran nih , gak apa-apa?..”tanya Ida<br />
<br />
“iya...beneran..,,trus apa?”<br />
<br />
“boleh minta cium nggak?” pinta Ida<br />
<br />
“ooh..” langsung kudaratkan bibirku ke pipinya.<br />
<br />
“iiihh...bukan di situ, tapi di sini” ujar Ida sambil menunjuk bibirnya.<br />
<br />
Sebenarnya pada waktu itu, hatiku ingin sekali menciumnya tetapi seumur hidupku, belum ada satupun wanita yang pernah ku cium, gaya pacaranku saat SMA dulu juga paling Cuma gandengan tangan saja, tidak lebih. Oleh karena itu beberapa lama kupikirkan hingga<br />
<br />
“kamu nggak mau yah.,, nggak apa-apa deh kalo gitu” ujar Ida dengan nada sedikit kecewa<br />
<br />
“nggak ,, gue cuma..” perkataanku terhenti<br />
<br />
“Cuma apa...?” tanya Ida<br />
<br />
“belum pernah ciuman...” ujarku malu-malu, mukaku semakin merah saat selesai mengatakannya.<br />
<br />
“astaga,.. jadi kalo nanti kita ciuman, itu jadi first kiss lo dong?”<br />
<br />
Masih dalam keadaan bingung dan malu, Ida menganggkat wajahku yang tertunduk malu. Menatapnya dengan penuh rasa cinta.<br />
<br />
“gue yang pertama, mau nggak?” tanya Ida<br />
<br />
Perasaan ku seperti melayang-layang diudara. Senang sekali rasanya, memang dulu tidak pernah kuharapkan Ida yang menjadi First kiss ku, tetapi karena dia begitu baik dan menyenanggakan akhirnya kubiarkan semuanya berjalan seperti air mengalir.<br />
<br />
“gue ajarain dulu yah, terus nanti kalo udah bisa, lo bales ya?” pinta ida.<br />
<br />
Segera diciumnya kedua bibirku. Bibir Ida sangat tipis dan hangat, beberapa detik kunikmati bibirnya yang menempel pada bibirku. Tak lama setelah itu, Ida mulai memagut bibirku dan mulai menjulurkan lidahnya kedalam mulutku.<br />
<br />
“dibales dong” ujar Ida di sela-sela serangannya ke bibirku<br />
<br />
Kubalas ciumannya dengan cara yang sama seperti yang dia ajarkan.<br />
<br />
“mmhhh” hanya itu segelintir suara yang dapat kudengar dari mulut Ida<br />
<br />
Setelah beberapa menit, kulepaskan ciumanku. Ida tertawa lepas sambil memandangiku.<br />
<br />
“nah, bibir lo udah nggak perjaka lagi.,, sapa dulu dong gurunya.” Ujar Ida sambil menepuk dadanya<br />
<br />
“gila juga lo ya,.. master banget deh kayaknya,.. buka kursus juga yah?” tanyaku<br />
<br />
“ya nggak lah,... gue juga baru pertama kali praktek nih, yang biasanya cuman gue baca di buku ama di film bf ternyata rasanya dahsyat yah” jawab Ida<br />
<br />
Baru ku tahu kalo Ida juga baru pertama kali ciuman dengan cowok, mungkin karena sepintas dia orangnya perfectionist jadi cowok-cowok pada sungkan mau jadi pacarnya.<br />
<br />
“jadi bibir lo juga udah nggak perawan nih?” candaku.<br />
<br />
“apa lagi yang masih perawan?” tanyaku menggodanya<br />
<br />
“ya semuanya lah...” jawab Ida sambil menarik bibirku.<br />
<br />
“mau dong nyobain...?” candaku<br />
<br />
“sok atuh,...silahken...” jawab Ida sambil menarik tanganku mendekati tubuhnya.<br />
<br />
“sorry,.. gue becanda kok...,,” ujarku<br />
<br />
“beneran juga nggak apa-apa” sambung Ida<br />
<br />
“nanggung gak sih rasanya kalo cuman gitu-gitu aja” lanjut Ida memancing ku<br />
<br />
“terus maunya gimana?” tanyaku<br />
<br />
“nggak ngerti-ngerti juga?” jawab Ida<br />
<br />
“ngomongnya langsung aja, nggak usah berbelit-belit bingung gue” sambungku<br />
<br />
“gue mau dientotin ama lo..beiby” balas Ida sambil menarik bajuku<br />
<br />
Kurasakan seperti ada yang mencongkel keluar jantungku dengan pisau yang sangat tajam, tak ku sangka sebenarnya selama ini walaupun perbuatanku kepada Ida sangat kasar, ternyata dia masih memendam hasrat yang begitu dalam padaku.<br />
<br />
“yah...,,gue tabu...nggak tau harus gimana duluan” ujarku<br />
<br />
“kan ada film Bokep..,, liat dari situ aja bisa kan?” balas ida<br />
<br />
“gue coba deh,..”jawabku<br />
<br />
Ida segera berjalan menuju kamr tidur kami dan kembali membawa kotak kecil yang kukira isinya adalah segala macam peralatan make up seperti yang biasa wanita-wanita career koleksi, tapi ternyata isinya adalah kumpulan DVD film-film porno dari jepang, latin, blonde, redhead, amateur, dan lain-lain.<br />
<br />
“lengakap banget,..hobby nonton ginian yah?” tanyaku sambil melihat-lihat koleksi kasetnya<br />
<br />
“eh, ini punya temen kantor aku lagi,..nonton sih sering tapi kalo punya koleksi sebanyak ini....enggak deh” jawab Ida<br />
<br />
“gue kira lo hyper “ kataku bercanda<br />
<br />
“eh hyper juga asik tau, bisa siap setiap saat” sambungnya sambil tertawa dan terus mencari sebuah kaset yang menurutnya sangat bagus<br />
“nah ini dia akhirnya ketemu.” Ujar Ida sambil merapihkan kaset-kaset lain yang berantakan di atas sofa di ruang tv.<br />
<br />
“nontonnya di kamar aja, supaya kalau capek bisa langsung tidurr” sambung Ida<br />
<br />
“emangnya kita mau nyangkul? Capek?” tanyaku bercanda. Sebenarnya suasana hatiku saat ini sangat takkaruan ada senang bercampur bingung, kata-kata yang keluar dari mulut Ida menandakan bahwa dia sudah sangat mempercayaiku dan sangat menyayangiku, sementara aku masih bingung dengan perasaanku sendiri<br />
<br />
Adegan film pertama di kaset itu dipenuhi dengan ciuman, Ida menyuruhku duduk diatas tempat tidur dan dia duduk di pangkuanku.<br />
<br />
“tau gak, itu tuh namanya foreplay” ujar Ida<br />
<br />
Mulailah ida memagut bibirku, selama beberapa menit kami mempertahankan posisi seperti itu. film pun berganti adegan, sekarang pemeran cowok di film itu mulai menggerayangi tubuh pemeran wanitanya. Baju pemeran wanita di singkap keatas dan payudara wanita itu mulai diemut oleh pemeran pria itu.<br />
<br />
“pengen deh di gituin” Ida tiba-tiba melepaskan ciuman kami dan mengatakannya,<br />
<br />
Posisi ida sekarang duduk berhadapan denganku, Ida duduk di pangkuanku<br />
<br />
“ya udah,..bajunya di buka” ujarku<br />
<br />
Ida membuka bajunya perlahan, sedikit demi sedikit gumpalan daging di dadanya itu mulai tersingkap, ukuranya benar sangat besar, sama seperti saat pertama kali kulihat dengan tidak sengaja. Seperti orang bodoh, kedua buah dadanya hanya kuperhatikan tanpa berbuat apa-apa<br />
<br />
“kok cuman diliatin doang, aku pake lagi nih bajunya” ujar Ida ngambek<br />
<br />
“sorry, speechless aja gue....gede amir...seumur-umur baru pernah liat yang ginian,...eh besar pula lagi dapatnya” balasku untuk meredakan ngambeknya<br />
<br />
“ya udah.,,, di emut dong” ujar ida lagi kali ini diiringi dengan senyum<br />
<br />
“nggak ahh....entar lecet, terus kalo lo mandi pasti nyeri” kataku<br />
<br />
“jadi gimana dong?” tanya Ida<br />
<br />
“aku jilatin aja mau nggak?” tanyaku balik<br />
<br />
Ida langsung menarik kepalaku ke arah buah dadanya, lidahku kujulurkan dan mulai menyentuh permukaan kulit buah dadanya. Kujilat melingkar membentuk huruf O disekitar putingnya dan ujung putingnya ku sentuh perlahan menggunakan ujung lidahku.<br />
<br />
“Mmhh...enak beb,,,terus..,,terus.. yang kanan juga,..aahh” desah ida yang membuatku bersemangat melakukannya.<br />
<br />
Lima belas menit kuserang kedua payudaranya, hanya suara desahan yang keluar dari bibir manis Ida,..saat tubuh ida mengelijang hebat, kurasakan ada cairan membasahi celanaku.,<br />
<br />
“da,..celana lo basah.,,” ujarku, ku biarkan dadanya basah dan kutatap wajahnya yang sangat manis.<br />
<br />
“iya,..gue ‘jadi’ tadi..”ujar ida sambil menciumi pipiku<br />
<br />
Adegan di film kini berubah lagi, penis si pemeran pria yang sudah sedari tadi “tegang” mulai diurut turun naik oleh pemeran wanitanya. Dan setelah sudah cukup tegang, mulailah penis itu dimasukkan kedalam mulut wanita itu.<br />
<br />
“mau gue gituin nggak?” tanya Ida<br />
<br />
“udah gak usah, lain kali aja” jawabku cepat.<br />
<br />
“nggak apa-apa, nggak usah malu.....enak lagi” balas Ida<br />
<br />
Ida segera menarik celanaku, dan langsung menggenggam penisku yang belum menegang sama sekali dibalik celana dalamku.<br />
<br />
“gila,...gue udah hampir dua kali orgasme,...lo bediri aja belon...make obat apa?” tanya ida<br />
<br />
“obat apaan?,...gue aja baru sekali diginiin” jawabku<br />
<br />
Ida kemudian menarik turun celanaku.<br />
<br />
“besar juga.,,beda dikit lah ama yang di film” ujar ida, sambil tersenyum Ida mengenggam penisku<br />
<br />
Ida mulai menganggkat penisku dan mulai mengurutnya dari atas ke pangkal paha selma 10 menit, rasanya seperti berenang di awan, apa lagi saat Ida menempelkan bibirnya ke ujung kepala penisku dan menghisapnya pelan..,,<br />
<br />
“udah...udah...”ujarku sambil mencoba menarik penisku keluar dari mulut Ida,<br />
<br />
Tak lama setelah itu kerasakan sesuatu keluar dari penisku, tidak dapat lagi kutahan. Kupejamkan mataku dan saat ku buka, Ida masih berada dalam posisi jongkok dan wajahnya berlumuran cairan berwarna putih yang tak lain dan tak bukan adalah spermaku.<br />
<br />
“aku kan dah bilang,....” ujarku<br />
<br />
“hahaha...asik...asik” bukanya marah, Ida justru tertawa kegirangan,<br />
<br />
Ku kenakan lagi celanaku dan segera mengambil handuk di lemari untuk membersihkan spermaku di wajah Ida<br />
<br />
“ketelen gak?” tanyaku<br />
<br />
“dikit..” jawab Ida sambil tersenyum.<br />
<br />
Tibalah film itu di puncak aksinya, si pemeran pria di film itu menarik turun celana dalam pemeran wanitanya dan mulai melumat daerah kewanitaan perempuan itu.<br />
<br />
“rebahan deh.....” ujarku<br />
<br />
Saat Ida berbaring di tempat tidur, kutempatkan tubuhku tepat diatasnya dan mulai menciumnya lagi. Kali ini tidak terlalu lama, segera kupindahkan sasaranku ke bagian lehernya, seperti instruksi di film itu.<br />
<br />
“Mmhh..”suara Ida pelan<br />
<br />
Tak lama setelah itu, kedua buah dadanya kumainkan, kupijat pelan dan mulai kujilat perlahan. Turun ke bagian perut dan anehnya lagi, tali hotpants Ida sudah tidak terikat dan sepertinya Ida tidak mengenakan celana dalam<br />
<br />
“cewek kok nggak pake celana dalam,” ujarku sambil mencubit pipinya<br />
<br />
“kalo nggak ada lo sih gue pake,... tapi kalo ada lo, masa iya gue pake,..entar tiba-tiba lo minta? Gimana?” balas ida.<br />
<br />
Ida mulai menaikan pinggulnya dan menurunkan celananya. Sekarang Ida sudah tidak mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya. Semua yang selama ini tertutup kain baju ataupun celana sekarang jelas terlihat dihadapanku, pinggul ida lumayan besar, pantatnya montok dan yang membuatku sangat bahagia dalah vaginanya yang tidak memiliki bulu sedikitpun.<br />
<br />
“sering cukur neng?” tanyaku<br />
<br />
“nggak juga sih,..gak tau kenapa,, bulunya lama numbuh” jawab ida.<br />
<br />
Ida menarik kepalaku mendekati vaginanya yang sudah basah sedari tadi. Aroma kewanitaan yang baru pernah seumur hidup ku cium ternyata sangat wangi, mungkin karena seringnya dirawat.<br />
<br />
Perlahan mulai kujilati daging yang berada di belahan vagiannya itu, ku mainkan suasana dengan sesekali mempercepat jilatanku di liang kemaluannya. Semakin cepat kujilat, semakin Ida menjepit kepalaku di tengah kedua pahanya.<br />
<br />
“kalo gue tau enaknya gak ketulungan gini,...gue minta aja yah dari awal” gumam Ida<br />
<br />
Kali ini, kusingkap lobang kemaluannya dan ku hisap menggunakan bibir membentuk huruf O, sesuai dengan instruksi yang ada di film itu. Ida semakin mengejang hebat dan mencoba menarik rambutku agar kepalaku menjauh dari vaginanya, tetapi seperti yang ku baca di buku jika terjadi hal seperti itu kita malah sering menghentikan permainan. Tentu saja itu adalah sebuah kesalahan yang sangat besar.<br />
<br />
Ku teruskan permainanku hingga kurasakan suatu cairan keluar membasahi lidahku.<br />
<br />
“Keluar lagi?” tanyaku<br />
<br />
“iya,...enak deh” jawab ida<br />
<br />
“ya udah,...gitu aja dulu yah,...kepala gue sakit banget, abis lo jambak tadi” ujarku<br />
<br />
“masa udahan sih?... sorry tadi gue kelepasan jadinya narik-narik rambut kamu gitu deh...” balas Ida.<br />
<br />
“entar baru nyambung lagi..yah” pintaku<br />
<br />
“iya, tapi jangan lama-lama” jawab Ida,<br />
<br />
Ida hanya terbaring di tempat tidur, kututupi tubuhnya dengan selimut. Film porno itu kami ‘pause’ sebentar. Aku segera menuju westaffel untuk mencuci muka, kulihat waktu menunjukan pukul 03.00 pagi hari. Saat itu ku sadari bahwa sekarang dalam diriku tidak hanya ada cinta, tetapi juga ada nafsu untuk istriku Ida. Setelah meminum segelas air, aku segera kembali ke kamar. Ida menyambutku dengan senyum penuh rasa sayang, ku rebahkan tubuhku disampingnya.<br />
<br />
“da.,,gue mau,..minta maaf,..kalo gue udah kasar sama lo sejak kita nikah, padahal lo juga nggak tahu apa-apa kan? Sekarang gue ngerasa bersalah banget” ujarku<br />
<br />
“biarin aja berlalu yang kayak gitu mah,...gak usah dipikir lagi, Ida juga udah lupa......kamu juga makin hari makin asik....seneng aku” jawab ida.<br />
<br />
Saat itu terasa sangat panas, ku buka baju kaos ku dan tinggal memakai celana basket yang sejak tadi ku pakai.<br />
<br />
“ribet banget nih selimut...”ujar ida sambil menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya<br />
<br />
Ida segera memulai lagi adegan di film yang tadi kami ‘pause’. Ida menarik tanganku dan menempelkan telapak tanganku ke selangkagannya. Kini adegan di film itu bertambah panas, pemeran pria di film itu mulai memasukkan penisnya kedalam vagina pemeran wanita. Pemeran wanita di film itu hanya menggumam takkaruan.<br />
<br />
Beberapa menit kami menyaksikan film itu. Kali ini Ida hanya terpana melihat adegan di film itu. Mungkin Ida masih takut untuk mencobanya.<br />
<br />
“mau coba gituan?” tanya Ida<br />
<br />
“kalo sekarang nggak bisa, gak apa-apa juga.....lo aja yang master belum siap apa lagi gue” ujarku<br />
<br />
“kita coba tapi pelan-pelan yah...soalnya gue masih perawan” ujar Ida<br />
<br />
“gak apa-apa nanti aja,...”jawabku<br />
<br />
“tapi gue pengen banget..” sambung Ida<br />
<br />
“ya uda.,,,tapi bakal sakit loh nanti..”balasku<br />
<br />
Ida mulai menaikan pinggulnya dan pantatnya kusanggah dengan bantal. Ku buka sedikit lebar lubang kemaluannya, memang benar. Selaput dara masih utuh didalamnya, merah merona dan terlihat segar.<br />
<br />
“beneran masukin sekarang?” tanyaku.<br />
<br />
“iya tapi pelan-pelan yah” jawab ida<br />
<br />
“iya” balasku<br />
<br />
Kumasukkan penisku perlahan kedalam vagina Ida. Hangat, perih dan sempit, terasa seperti disedot vaccum cleaner. Saat semua bagian sudah mulai terbenam, kulihat Ida meneteskan air mata. Sedih sekali melihatnya seperti itu, kulihat darah membekas di batang penisku. Sejenak kupikir untuk melepaskan penisku dari dalam vagina Ida. Tetapi apa yang terjadi, ida malah menggoyangkan pinggulnya<br />
<br />
“sakit?’ tanyaku pelan<br />
“udah nggak kok,...perih aja tadi, banget...” jawabnya<br />
<br />
“mau diterusin?” tanyaku lagi<br />
<br />
“iya..” jawab ida manja<br />
<br />
Perlahan mulai ku maju mundurkan pinggulku, makin lama makin cepat. Ida hanya menggumam sambil meremas buah dadanya.<br />
<br />
“ennnaaakk,,,” ujar Ida<br />
<br />
“mmhh ...guuee....keelluuaarr..” jerit ida<br />
<br />
Orgasme Ida disusul olehku, senang sekali melihatnya malah tertawa diakhir permainan kami. Cairan yang keluar dari vagina Ida bercampur sedikit dengan darah.<br />
<br />
“da..sorry tadi gue keluarin di dalem..”ujarku<br />
<br />
“nggak apa-apa kali,..kalo nanti gue bunting,,bapaknya ni anak kan elo” jawab ida.<br />
<br />
Hanya bisa tertawa, kami berdua tertawa sejadi-jadinya melihat perbuatan kami tadi. Akhirnya kami pun kelelahan dan tertidur.</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-80731116890378516942013-09-06T20:24:00.003-07:002014-04-30T21:25:54.400-07:00dfa definitely fuck able<div class="windowbg" style="background-color: white; border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
Time 19.00. Malam minggu.<br />
Seperti biasa aku berada di depan komputerku. Tiga buah monitor terhubung ke PC-ku. Ya, tiga monitor. Jangan heran, kamar kerjaku ini sepintas tampak seperti pusat kendali NASA.<br />
<br />
3 buah PC terhubung dengan ethernet; 1 server, 1 work station dengan 3 monitor, sebuah lagi bekerja sebagai web server. Dengan koneksi 3 MB/s melalui <a href="http://interpacket.net/">Interpacket.net</a>. Aku sendiri sedang surfing, cari-cari gambar jorok di monitor tengah, sambil sekali-sekali mencek email di monitor kiri.<br />
<br />
Berbagai relay chat dan messengger dari mulai yahoo, ICQ, MSN, sampai Boleh dan mIRC di monitor kanan.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
*** [ Lina`Manis ] hi<br />
<br />
Hmm ada cewek yang negor. Segera kualihkan perhatian ke monitor sebelah kanan. Rasanya boleh juga sedikit hiburan. Chating.<br />
<br />
*** [ SetanX ] hi juga<br />
*** [ Lina`Manis ] Kok setan sih namanya?<br />
*** [ SetanX ] he he he<br />
*** [ Lina`Manis ] ketawa lagi...<br />
*** [ SetanX ] nama gue memang setan<br />
*** [ Lina`Manis ] a/s/l?<br />
<br />
"Hmm, basi," pikirku. Sekedar sopan kujawab. Terus terang aku sudah bosan yang namanya chating. Nick ku tetap online di mIRC sekedar mempermudah teman-teman yang ada keperluan denganku.<br />
<br />
*** [ SetanX ] 25 M JKT<br />
*** [ SetanX ] look dear I'm so busy right now, unless you have something that might interest me,:bye!<br />
*** [ SetanX ] kecuali lo cantik dan sexy and DFA<br />
<br />
Biasanya cewek maki-maki lalu kabur. Aku gak perduli. Memang rasanya sedang tidak mood untuk chating.<br />
<br />
*** [ Lina`Manis ] hah???<br />
*** [ Lina`Manis ] DFA?<br />
<br />
Wah masih dijawab. Otakku mulai ngeres. Siapa tau bisa nih, pikirku. Lumayan, malam minggu ada yang diajak gaul. Tapi jangan terlalu berharap.<br />
<br />
*** [ SetanX ] Definitly fuckable<br />
*** [ SetanX ] he he he<br />
<br />
Dalam pikiranku, kalau dia memang sedikit bocor, tentu akan menanggapi. Kalau mau clean chat doang, Go To Hell. Gitu kira kira bahasa kasarnya dari dua kalimat terakhirku.<br />
<br />
*** [ Lina`Manis ] hmm<br />
*** [ Lina`Manis ] actually it depends on who you are. how good you are, etc<br />
<br />
Wuah, malah nantang nih pikirku,<br />
<br />
*** [ SetanX ] i'm the best<br />
*** [ Lina`Manis ] let see<br />
*** [ SetanX ] he he he<br />
*** [ Lina`Manis ] nama loe siapa?<br />
*** [ SetanX ] Setan<br />
<br />
Memang benar namaku Setan. Bahkan banyak dari temanku yang telah lupa namaku yang sebenarnya. Beberapa di antaranya memang tak pernah tau. Teman-temanku memanggilku Setan.<br />
<br />
*** [ Lina`Manis ] serius nih<br />
*** [ SetanX ] serius, temen temen gue panggil gue setan<br />
*** [ Lina`Manis ] oyah?<br />
*** [ SetanX ] yup<br />
*** [ SetanX ] eh mana asl nya?<br />
*** [ Lina`Manis ] 23 f jkt<br />
*** [ SetanX ] hmm di jkt juga<br />
*** [ SetanX ] Sekarang lagi maen di mana?<br />
*** [ Lina`Manis ] warnet<br />
*** [ SetanX ] ooh<br />
*** [ SetanX ] warnet mana?<br />
*** [ Lina`Manis ] adadeh<br />
<br />
Sialan gak mau kasih tau. Tapi gak papa.<br />
<br />
*** [ SetanX ] mo cyber?<br />
*** [ Lina`Manis ] wuah to the point yah?<br />
*** [ SetanX ] yah gapapa kan??<br />
<br />
Akhirnya kita cyber sex selama 15 menit berikutnya. Dari hasil cyber itu aku mendapat data-data lengkap. 169 tinggi 48 berat, 28 pinggang, dada 36B.<br />
Proporsional. Dan yang paling penting DFA: Definitly Fuck Able.<br />
<br />
Lina ternyata seorang karyawan swasta. Yang sayangnya hari Sabtu pun harus masuk kantor. Dan sekarang baru pulang kantor. Sex lifenya cukup liberal. Senang berfantasi. Have no problem to have sex in the first meet!<br />
<br />
Tapi sayangnya walaupun kita udah cyber selama setengah jam, ia menolak untuk bertemu. Mungkin merasa malu. Telah mengungkapkan banyak rahasia. Ini yang sering kutemui.<br />
<br />
Banyak wanita yang akhirnya menolak bertemu apabila kita telah melakukan cyber sex sebelumnya. Aku terus merayu. Dan dia dengan gigih menolak. Someday katanya kalau dia telah merasa aman.<br />
<br />
*** [ Lina`Manis ] Jujur yaa..<br />
*** [ Lina`Manis ] sebenernya celanaku udah basah banget<br />
*** [ Lina`Manis ] tapi aku gak mau ketemu kamu karena takut salah satu dari kita mengecewakan dan kita gak bisa melanjutkan untuk berteman<br />
*** [ Lina`Manis ] makanya aku jarang mau ketemu sama temen chat<br />
<br />
Diplomatis. Semoga dia lagi maen di warnet yang pake leasedline. Karena puluhan warnet dengan static IP ada dalam databaseku IP addressnya. Segera ku ketik /whois Lina`Manis<br />
<br />
*** Lina`Manis is <a href="mailto:sexy@202.155">sexy@202.155</a>.(edited) * Lina<br />
*** Lina`Manis on #dancepool #bawel #menteng #cilacap #anak-muda<br />
*** Lina`Manis using powertech.no.eu.dal.net PowerTech DALnet Server, Oslo, Norway<br />
*** Lina`Manis End of /WHOIS list.<br />
<br />
Binggo!!!! 202.155.*.* (edited) warnet di Kebayoran. Di Wijaya te pat nya. Hanya butuh 10 menit dari rumahku yang kebetulan di kebayoran juga.<br />
<br />
Time: 1940<br />
*** [ SetanX ] eh sorry gue mau ke wc dulu. mau eek<br />
*** [ Lina`Manis ] JOROK!!<br />
*** [ SetanX ] he he he<br />
*** [ SetanX ] beneran. Paling paling 10 menit<br />
*** [ SetanX ] Masih lama kan disitu?<br />
*** [ Lina`Manis ] sampe jam 1/2 9 kali<br />
*** [ SetanX ] bener yaa tungguin loo..<br />
*** [ SetanX ] boong dosa lo<br />
*** [ Lina`Manis ] he he he<br />
*** [ Lina`Manis ] iya ah bawel. aku baru mau nulis email<br />
*** [ Lina`Manis ] udah sana ntar keburu keluar di situ lagi<br />
/nick SetanX`Away<br />
<br />
Time: 1948<br />
Gotcha. Segera aku melesat. Ganti baju, jeans hitam, T-shirt Polo hitam. Pake parfum. Sambar kunci Wrengler ku. Berlari aku ke garasi.<br />
"Innnnaaaaaaaaaaaaaaaaahhh..., PAGAAAAAAAAARR," Teriakku.<br />
Ku start mobilku. Di kaca spion aku melihat pembantuku tergopoh-gopoh membuka pagar.<br />
<br />
Malam minggu itu lalulintas cukup ramai. Kukemudikan Wrengler hitamku dengan kecepatan tinggi secara zig zag di jalanan.<br />
<br />
Time: 2004<br />
Aku telah parkir di Grand Wijaya. Tepat depan warnet XXX. Kusapu seluruh ruangan.<br />
<br />
Binggo!!. Itu dia.<br />
Di meja 7 seorang wanita cantik dengan blazer biru. Rambut sebahu. Cantik berumur sekitar 23. Rambutnya dipotong saggy, lurus hitam sepundak, matanya sendu sedikit kubil, hidungnya bangir, mulutnya mungil indah, lehernya jenjang, kulitnya putih, dadanya nampak penuh, sekitar 36B.<br />
Tubuhnya indah sekali deh, pinggangnya ramping, kakinya indah.<br />
Sejenak aku tercekat.<br />
<br />
Belaga cuek aku menuju ke meja 8 yang kebetulan kosong. Langsung kubuka mIRC.<br />
*** /server 64.110. (edited)<br />
Aku memakai bouncer yang terinstall di webserver ku yang di rumah. Jadi kalau dia whois aku IP ku masih yang tadi Setelah Conected.<br />
<br />
*** [ SetanXX ] Lama nuggunya?<br />
*** [ Lina`Manis ] he he gak kok<br />
*** [ SetanXX ] gimana celana dalam kamu masih basah?<br />
*** [ Lina`Manis ] masih<br />
*** [ Lina`Manis ] <img alt="" border="0" class="inlineimg" src="http://www.gambar123.com/pic/em/smile.gif" title="Smile" /><br />
*** [ SetanXX ] emang disitu gak ada cowok apa?<br />
<br />
Mulai atur siasat.<br />
<br />
*** [ Lina`Manis ] banyak lah<br />
*** [ SetanXX ] ada yang kamu naksir?<br />
*** [ Lina`Manis ] sebelah gue<br />
*** [ Lina`Manis ] keren<br />
<br />
Geer juga aku dibuatnya. Sempat tersenyum simpul sendiri. Sebelah dia berati aku sendiri.<br />
<br />
*** [ SetanXX ] kalo seandainya dia ngajak kamu gettin' laid kamu mau?<br />
*** [ Lina`Manis ] mauuu...<br />
*** [ SetanXX ] he he he<br />
<br />
Aku tau jawabannya sebenarnya jujur. Akan tetapi dia merasa aman mengatakan itu karena mengira bahwa cowok di sebelahnya gak bakal tau.<br />
*** [ SetanXX ] serius gak?<br />
*** [ Lina`Manis ] he he<br />
*** [ Lina`Manis ] keren tau sebelah gue<br />
*** [ SetanXX ] ya udah sikat aja<br />
*** [ SetanXX ] katanya horny berat<br />
*** [ Lina`Manis ] yeey gimana juga caranya<br />
<br />
Sekarang saatnya!<br />
*** [ SetanXX ] Gue di sebelah elo lagi..<br />
<br />
Selesai mengetik itu aku memutar kursiku hingga menghadap pada Lina. Kutelanjangi ia dengan tatapanku. Lina tampak melotot ke arah monitor seakan tidak percaya. Tanpa menoleh ia mengatupkan kedua tangannya ke muka.<br />
Beberapa saat kemudian ia mengetik sesuatu<br />
<br />
*** [ Lina`Manis ] gila lo!!<br />
*** [ Lina`Manis ] Jangan tegor gue di sini!!!<br />
*** [ Lina`Manis ] gue malu<br />
*** [ Lina`Manis ] elo keluar duluan ntar gue nyusul<br />
*** [ SetanXX ] OK gue tunggu di mobil. di depan. jeep wrengler hitam<br />
*** [ Lina`Manis ] OK<br />
<br />
Time 2015<br />
"Ricky.."<br />
"Lina.."<br />
<br />
Mobil kujalankan menuju sebuah motel di bilangan Jakarta Selatan. Hening suasana dalam mobil. Hampir tidak ada percakapan.<br />
<br />
Time 2100<br />
Di kamar motel.<br />
Lina tersenyum menunduk. Kulihat pipinya memerah. Kugeser dudukku, kami saling berpandang sejenak, lalu kuberi isyarat dengan mata agar Lina duduk di sebelahku. Dengan pelan Lina beranjak ke arahku.<br />
"Ada yang lain lagi yang kau pikirkan?" tanyaku agak bergetar.<br />
Lina menggeleng lembut.<br />
"Apakah pikiran kita sama?"<br />
<br />
Kali ini Lina mengangkat wajahnya mencoba menatapku. Matanya.., indah sekali. Kudekatkan wajahku perlahan, mataku tak pernah lepas dari matanya. Lina hanya memiringkan sedikit kepalanya. Bibir kami saling menyentuh, melebur dengan lembut lalu menghangat. Kuraih tangan Lina, kurangkulkan ke leherku.<br />
Bibir Lina semakin hangat. Kuraih pinggang Lina, kutarik sedikit ke bawah hingga rebah tanpa melepaskan pagutan kami. Kini bibir Lina semakin aktif, kulepaskan pagutanku.., Lina terkejut lalu menatapku. Kusambut lagi dengan ciuman yang lebih menggelora. Lidah kami bergelut dan menari di dalam.<br />
<br />
Saat panas mulai hinggap, kutarik tubuhnya dengan pelan hingga Lina duduk di pangkuanku. Kini Lina yang melepaskan ciumannya terlebih dahulu, matanya terbalik memutih lalu kepalanya mendongak penuh. Dengan cepat kusambut leher jenjangnya, putih dan harum. Kujilati dengan nafas agak memburu.<br />
<br />
Lina melenguh, badannya menggelinjang, jari-jari tanganku di punggungnya mulai mencari tali pengikat BH-nya, dan berhasil. Kini permainan benar-benar dimulai. Sambil mengatur nafas jilatanku menurun ke arah dadanya. Lidahku berputar-putar di sekitar putingnya yang pink kehitaman. Tubuh Lina bagai menari di pangkuanku, pantatnya mulai bergoyang dengan liar sampai akhirnya, pertahanannya bobol saat lidahku berekreasi di putingnya, menekan, memutar, menghisap, menarik-narik kecil puting indahnya.<br />
<br />
Tiba-tiba dengan cepat Lina mendorong dadaku dengan kuat, aku terkejut. Kini posisiku telentang. Lina di atasku, sekarang matanya tak sendu lagi, dengan agak kasar Lina menarik kaosku ke atas.<br />
<br />
Setelah terlepas, lidahnya langsung memburu puting susuku yang mungil, menjilati dadaku yang agak kerempeng, menjilat-jilat seputar pusarku. Tanganku tak bisa kugerakkan dengan leluasa karena kedua tangan Lina mencengkeramnya bagai sedang memperkosa.<br />
<br />
"Ssst..., jangan bergerak dulu..", begitu bisiknya.<br />
Kemudian Lina berdiri di tempat tidur. Dengan agak terburu dia loloskan rok ketatnya. Sengaja mataku agak kusipitkan agar tak terlihat terlalu terpesona akan keindahan tubuhnya, dan yang tak kalah indah adalah momen saat celana dalam hitamnya diturunkan. Striptease di manapun akan kalah dengan apa yang kulihat saat itu.<br />
<br />
Lina jongkok, kini dengan pelan, layaknya memang telah berjam terbang tinggi, Lina menarik ritsluitingku dengan pelan, namun sigap sekali saat menarik lepas jeans hitamku. Nampak sekilas kilatan matanya yang cerah saat melihat apa yang ada di balik GTman-ku. Dilepaskannya CD-ku sebatas paha dan diarahkannya ke arah mulut untuk gerakan wajib BF. Bagaikan mengulum pindy pop ukuran jumbo, Lina membuat mataku kini terbalik memutih.<br />
<br />
Lina mengurut-urut kepala penisku dengan bibirnya. (yang aku heran, bibirnya tipis, tapi rasanya tebal bukan main). Belum puas memperlakukan jagoanku bagai ice cream, kini Lina menyedotnya, tak sekedar menghisap lagi, sampai akhirnya mulutnya penuh dengan air maniku. Lina menelannya lalu membersihkan mulutnya.<br />
<br />
Kini giliranku. Tanpa skenario, Lina telah merebahkan tubuhnya. Kuraba pahanya, kujilati dengkulnya, kubalik tubuhnya, kutarik sedikit pinggangnya hingga menungging lalu kuciumi pantatnya. Lina terus menggelinjang. Lenguhannya menambah semangat juangku. Kedua jempolku membuka belahan pantatnya dan kuciumi dengan teratur dari paha menuju ke arah pantatnya lalu sampai ke duburnya dan kujilati duburnya.<br />
<br />
Lina mengerang beberapa kali, kualihkan tanganku ke vaginanya. Kuelus-elus sambil menjilati lubang anusnya yang sangat bersih. Lina membalikkan tubuhnya. Rambutku dijambak, ditarik ke arah vaginanya. Geliatnya berhenti sejenak saat mulutku mulai menciumi paha bagian dalamnya. Kepalaku dibenamkan ke arah vaginanya. Aku bertahan. Kujilati sekitar vaginanya dan kuamati clitorisnya.<br />
<br />
Woww, mungkin inilah Clitoris yang paling besar yang pernah kulihat. Ya, clitorisnya berwarna merah daging mentah, besar sekali. Benar-benar menyembul jelas untuk ukuran clitoris yang biasanya. Sementara, nafas Lina sudah tak karuandan kini lidahku kujulurkan mengarah ke clitorisnya yang luar biasa besarnya. Kujilat dengan mesra. Lina menjerit tertahan. Tubuhnya sangat tegang lalu mengendur. Tiap kujilat tubuhnya mengeras. Dengan gemas kukulum clitorisnya. Setelah amblas di mulut, kumainkan dengan lidah. Lina mencengkram kepalaku dengan kuat, sesekali kusedot-sedot lalu jilat, ambil nafas. Hal ini membuat Lina semakin menggelepar. Bodoh amat, sudah berapa kali dia orgasme. Saat itu Lina telah membanting-banting kepala dan pantatnya ke kasur. Tangannya mencengkram kencang kepalaku, sementara keringat telah membasahi tubuh kami berdua.<br />
<br />
Beberapa saat kemudian, penisku yang telah gemas terasa berdenyut-denyut, meminta bagian. Sudah berkali-kali Lina mengerang. Kutarik tangannya agar melepaskan kepalaku. Akupun sudah tak kuat menahannya. Tatapan Lina bak macan saat melihat penisku siaga satu di depan lubang surgawinya. Tangannya memegang erat tempat tidur.<br />
<br />
Perlahan dengan napas tersengal-sengal kakinya diangkat. Ditariknya sebuah bantal, ia taruh di bawah pantatnya. Kini tampak jelas, lubang vaginanya yang telah menganga, menahan rindu. Kutekan sedikit pahanya ke arah dadanya. Kusorongkan penisku dengan pelan dan jantan. Saat penisku menyentuh bibir luar, Lina sudah mengerang dan tubuhnya menegang namun pantatnya tetap tabah menyangga lubang senggamanya.<br />
<br />
Saat setengah masuk, Lina berhenti bergerak, matanya semakin sendu, tatapannya jauh masuk ke alam mayaku. Dengan sedikit hentakan, kumasukkan penisku yang menyebabkan mata Lina mendelik, mulutnya terbuka tapi tak mampu berteriak. Perlahan kuputar, kuaduk, kukocok dengan pelan nan mersa.<br />
<br />
Lambat laun Lina mulai mengikuti irama yang kumainkan. Saat irama telah sama, bagian bawah tubuh kami seperti senyawa lalu tenggelam, bergoyang semakin cepat, semakin cepat, lalu pelan lagi. Kami tak mengganti posisi, dengan satu posisipun kami telah melanglang berbagai buana pagi itu.<br />
<br />
Setelah klimaks, kami tetap berpelukan. Penisku masih dalam pelukan vaginanya yang penuh cairan. Terasa punggungku sedikit perih, nam pak nya kuku Lina menggoreskan kenangan di situ. Ada beberapa menit kami melebur dalam nafsu yang mulai terasa hangat di hati. Kami berpelukan lama dalam posisi ini. Kubiarkan Lina menikmati buaian sisa orgasmenya sampai kemudian kubalik posisi agar dada Lina agak lega. Kubelai rambut Lina yang basah oleh keringat, wajahnya sayu dengan sisa-sisa kepuasan.<br />
<br />
Time 0000<br />
Kami habiskan malam ini di Hard Rock Cafe. Bercerita panjang lebar sambil mendengarkan musik dan diselingi minuman keras. Seolah pasangan yang telah lama berpacaran.<br />
<br />
sial interpacket net down lagi !!!!</div>
<br />
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-68739251478002168992013-09-06T20:24:00.000-07:002014-04-30T21:26:04.775-07:00Sahabat pacarku<div style="font-family: Consolas;">
Dear All,</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perkenalkan namaku Rasha. Usiaku saat ini adalah 21 tahun. Pada kesempatan kali ini aku akan menceritakan salah satu kisah kehidupan seksual semasa aku duduk di bangku kuliah di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Sebelumnya ijinkan aku untuk terlebih dahulu sedikit mendeskripsikan tentang diriku pada masa itu. Saat itu aku berusia 18 tahun. Secara fisik aku tergolong sebagai mahasiswa yang tampan. Tinggiku tidak kurang dari 177 cm, dan aku memiliki berat badan yang proporsional dengan tinggi badanku. Wajahku tergolong tampan karena aku memiliki hidung yang mancung dan alis yang tebal khas keturunan Arab. Banyak wanita yang mengatakan aku memiliki dada yang indah sebagai seorang pria, dada yang bidang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Saat itu aku berpacaran dengan seorang mahasiswi di kampus. Namanya May. Ia satu angkatan denganku. Secara fisik ia sangat cantik, memiliki tubuh yang tinggi dan sangat seksi, serta dalam permainan ranjang, ia telah memberikan keperawanannya kepadaku. Dalam hal percintaan dengannya aku tidak merasakan kekurangan apapun, ditambah lagi ia adalah wanita yang sangat setia dan benar-benar menyayangiku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Namun sepertinya memang sudah jadi kodrat seorang laki-laki untuk selalu menjadi petualang cinta. Setiap kali aku bermain ke kosan May, aku malah berfantasi untuk bercinta dengan Ayu, temannya yang menempati kamar kos di sebelah kamar May. Hal itu terjadi berulang kali, bahkan tak jarang ketika aku bercinta dengan May, aku membayangkan wanita yang sedang bergumul denganku adalah Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Fantasi nakalku terhadap Ayu bukan semata-mata tanpa sebab. Ayu tak kalah cantiknya dengan May. Wajah maupun tubuhnya sama indahnya dengan May. Mereka berdua adalah sahabat baik. Bahkan aku dan May sering berbincang-bincang bersama Ayu. Kami bertiga benar-benar saling terbuka. Ayu pub tak sungkan lagi untuk membicarakan hal-hal yang pribadi kepadaku maupun kepada May, termasuk membicarakan pengalaman seksnya dengan pacar dan selingkuhan-selingkuhannya. May pun banyak belajar tentang seks dari Ayu lewat perbincangan-perbincangan itu. Dan yang aku tahu dari apa yang sering dibicarakan Ayu, ia termasuk wanita yang agak mudah untuk memberikan tubuhnya kepada setiap orang yang menjadi pacar ataupun selingkuhannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dan kisah percintaanku dengan Ayu bermula pada suatu hari dimana waktu itu seluruh mahasiswa di kampusku baru saja selesai menjalankan Ujian Akhir Semeseter (UAS). Seperti kampus-kampus pada umumnya, setelah UAS mahasiswa akan mendapatkan haknya berupa hari libur. May selalu pulang ke daerah asalnya setiap kali liburan. Dan karena kami akan berpisah untuk beberapa waktu, siang itu aku dan May bercinta dengan begitu hebatnya hingga tak sadar haripun sudah menjelang sore.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang kamu jadi pulang hari ini?” tanyaku kepada May.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuh kami berbaring di atas sebuah ranjang yang nyaman. May berada dalam dekapanku. Tubuh kami berdua tidak dibalut sehelai benangpun.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya sayang, aku harus pulang. Tadi mama aku telepon. Dia udah nyiapin masakan kesukaan aku. Ga enak sama mama kalo aku ga jadi pulang hari ini,” jawab May. “Tapi sebenernya aku masih mau di sini sama kamu sayaaaang,” lanjutnya sambil mengeratkan pelukan kami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mengecup lembut bibir May. “Ya udah, nanti aku anter kamu sampe tempat biasa yang sayang.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya sayang. Ya udah aku mau mandi dulu ya,” ucap May. Sekali lagi bibir kami saling berpagutan, dan kemudian May berdiri dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku melihat tubuh indahnya dari belakang. Montok, putih mulus, dan yang pasti aku merasa bersyukur pernah menikmati tubuh seindah itu. Akupun mengenakan kembali seluruh pakaianku dan keluar dari kamar untuk merokok. Sesampainya di balkon kunyalakan sebatang rokok dan aku menghisapnya perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Rasha,” suara seorang wanita memanggilku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku terperanjat kaget. Ternyata aku terlalu menikmati setiap hisapan pada rokokku sampai aku tidak menyadari seseorang keluar dari dalam dan sudah berada di balkon bersamaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Eh, elo Yu. Bikin kaget aja,” ujarku setelah menyadari bahwa yang ada di balkon bersamaku adalah Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu tersenyum. “May mana?” tanya Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lagi mandi tuh,” jawabku. Kulihat pakaian yang dikenakan Ayu seperti pakaian yang biasa dipakai kalo dia sedang berada di kosan. Tank top dan hotpant, itulah yang dikenakannya jika sedang di kosan. Dan hari ini ia mengenakan tank top berwarna kuning dan hotpant hitam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Abis ngapain elo?” Ayu meledekku dengan candaan cabul yang sudah biasa diantara kami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Hahaha. Pake ditanya. Udah tau pake nanya,” jawabku sambil tertawa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sha, elo mau bayarin HP gue ga?” tanya Ayu tiba-tiba.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku merasa agak kaget dengan pertanyaan Ayu. “Emang kenapa HP elo Yu?” tanyaku kepadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gue lagi butuh duit nih,” jawab Ayu. “Mau ga? Mau ya? Pliiiissss. Ya itung-itung bantu temen lah.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang elo mau jual berapa?” tanyaku. Sebenarnya aku tidak tertarik untuk membeli HP Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gue buka harga dua juta deh. Masih bisa nego sama elo mah,” Ayu menyebutkan harga yang diinginkannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Waduh, gue ga ada uang kalo segitu,” jawabku jujur. “Mahal amat,” lanjutku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya makanya elo maunya berapa? Dua kali bayar juga ga apa-apa deh,” Ayu berusaha membujukku untuk mau membeli HP miliknya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang elo butuh berapa?” tanyaku kepada Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya sekarang sih gue butuh sekitar satu jutaan dulu.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya udah nanti gue pikirin lagi ya,” pembicaraan kami berakhir sampai disitu karena May ternyata sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya di sebuah kota di Jawa Barat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mengantar Tyas sampai ke tempat ia biasa naik bus menuju kota asalnya. Sepanjang perjalanan aku terus terbayang akan percakapanku dengan Ayu di balkon tadi. Dalam hati kecilku terpikir untuk membantunya, tapi kenyataannya memang untuk saat ini aku sedang tidak memiliki uang sebanyak itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akhirnya tiba-tiba terlintas dalam pikiranku sebuah ide yang menurutku dapat menguntungkan aku dan Ayu. Aku sebenarnya agak ragu dengan ideku, namun ideku ini terlalu menguntungkan untuk aku pertimbangkan kembali. Sepanjang jalan aku memikirkan langkah-langkah yang harus aku lakukan untuk memuluskan ideku ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sesampainya di tempat pemberhentian bus, diam-diam aku memasukkan dompetku dari dalam celanaku ke dalam tas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sayang, kamu liat dompetku ga?” tanyaku sambil berpura mencari-cari dompetku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aku ga liat. Emang kenapa sayang?” tanya May kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dompet aku kok ga ada ya?” aku merogoh kantong celanaku berpura-pura mencari dompetku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Tadi terakhir kamu pegang dimana?” May bertanya lagi kepadaku. “Biasanya kan dompet kamu selalu ada di kantong celana kamu,” lanjutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Apa jangan-jangan ketinggalan di kosan kamu ya sayang?” aku berpura-pura seolah mengingat-ingat dimana sekiranya dompetku berada.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmm, terus gimana sayang? Masa mau balik ke kosan aku lagi? Sekarang udah sore, kalo balik ke kosan lagi nanti aku pulang ke rumah kemaleman sayang,” ucap May.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya udah, nanti aku sendiri aja yang ke kosan kamu sayang. Kamu pulang aja,” aku mengusap kening May.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ga apa-apa sayang?” tanya May dengan wajah cemas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tersenyum kepada May. “Ya ga apa-apa dong sayang,” jawabku menenangkan May. Dalam hati aku memang berharap aku sendiri saja yang kembali ke kosannya. Karena kalau May ikut kembali ke kosannya rencanaku sudah pasti akan gagal.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ya udah, ini kunci kosannya kamu pegang dulu aja ya sayang,” May menyerahkan kunci kamar kosnya kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tak lama setelah itu bus yang menuju ke kota tempat tinggal May datang. Ia masuk ke dalam bus, dan setelah bus itu berjalan akupun langsung memacu sepeda motorku dengan cepat untuk kembali ke kosan yang berada tak jauh dari lingkungan kampusku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantungku berdegup kencang selama perjalananku kembali ke kosan May. Rencana ini belum pernah terpikir sebelumnya, dan sudah tentu aku baru pertama kali berniat melakukan rencana ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku masuk ke dalam kamar kos May. Aku sengaja berlama-lama di kamar itu, karena yang aku harapkan Ayu lewat di depan kamar May dan kemudian mengobrol bersamaku. Tak ada yang aku cari di kamar kos May, karena sebenarnya dompetku benar-benar tidak hilang. Pintu kamar kos May sengaja aku biarkan terbuka, agar ketika Ayu lewat dapat melihatku berada di dalam kamar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Loh, Rasha. Bukannya tadi elo udah nganter May pulang?” tanya Ayu sedikit bingung.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
‘Akhirnya, dia lewat juga dan ngeliat gue di sini,’ ujarku dalam hati. Aku tersenyum kecil, walaupun sebenarnya jantung ini terus berdegup semakin kencang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya Yu, dompet gue ketinggalan,” jawabku sambil tersenyum. “Jadi ya mau ga mau gue harus balik lagi kesini buat ngambil dompet ini,” lanjutku sambil menunjukkan dompetku seolah aku baru saja menemukannya kembali beberapa saat yang lalu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dasar pikun,” ledek Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tertawa saja diledek seperti itu oleh Ayu</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Oh iya, gimana yang tadi? Elo mau bayarin HP gue ga?” tanya Ayu kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmm, sebenernya sih gue mau banget nolongin elo Yu. Tapi gimana ya....” aku sengaja tidak melanjutkan perkataanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gimana apanya Sha?” tanya Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gue lagi ga megang duit segitu,” jawabku. “Ini aja di dompet gue tinggal tiga ratus ribu.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yaaaah. Ya udahlah ga apa-apa kok Sha. Nanti gue jual di counter aja deh,” terlihat raut kekecewaan di wajah cantik Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
‘Makin cantik aja dia kalo lagi kecewa gitu,’ pikirku di dalam hati. Imajinasiku terus berkelana membayangkan wajah cantik itu sedang meleguh nikmat ketika tubuhku berada di atas tubuhnya dengan batang kemaluanku tertancap di dalam liang vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sori banget ya Yu,” ucapku kepadanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ga apa-apa kok Sha.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Emang elo lagi butuh banget uang itu ya Yu?” tanyaku mencoba mencari tahu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Iya, gue lagi bener-bener butuh uang itu,” jawab Ayu memelas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmm, gitu ya Yu,” aku berpikir sejenak. “Ya udah uang ini elo pegang dulu aja,” aku mengeluarkan uang yang ada di dalam dompetku dan menyerahkannya kepada Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ehh, ga usah Sha. Ga apa-apa kok. Nanti HP ini gue jual ke counter aja,” Ayu menolak uang pemberianku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ga apa-apa Yu. Masalah HP elo mah terserah mau elo jual kemana. Kalo uang ini elo terima aja. Anggap aja sebagai bantuan dari gue,” aku menempelkan telapak tanganku ke telapak tangan Ayu dan memaksanya untuk menerima pemberianku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Beneran ga nih apa-apa Sha?” tanya Ayu kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ga apa-apa Ayu,” aku tersenyum kepada Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Elo baik banget Sha,” ucap Ayu. “Makasih ya Sha.”</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Entah sejak kapan, tapi aku baru sadar kalo mata kami sedang saling menatap dan tanganku masih menggenggam tangannya. Jarak antara wajah kami hanya sekitar beberapa sentimeter saya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu melepaskan telapak tangannya dari genggamanku dan meletakkan uang yang aku berikan dan meletakkannya di atas meja belajar yang berada tepat di sebelah kanannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Jantungku berdegup semakin kencang dalam keadaan seperti ini. Wajah kami begitu dekat, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya menerpa wajahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Yu, elo tau ga ketika gue lagi ML sama May, gue sering ngebayangin kalo cewek yang lagi ML sama gue itu elo,” entah berasal dari mana keberanianku untuk berbicara seperti itu. Dan kuberanikan pula kedua tanganku untuk memegang panggulnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu nampaknya kaget dengan apa yang aku ucapkan. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi yang pasti tidak ada reaksi penolakan terhadap kedua tanganku yang sedang berada di pinggulnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kulihat wajah Ayu tersenyum kepadaku dan dalam hitungan detik bibir kami saling berpagutan. Aku sangat menikmati permainan lidahnya. Lidah kami saling beradu. Yang kurasakan kami mulai terhanyut dalam derasnya aliran birahi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kuberanikan tanganku untuk naik ke bagian atas pinggulnya hingga kutemukan gundukan empuk yang masih tertutup tank top kuning dan branya. Kuremas perlahan payudaranya itu. Sama sekali tidak ada reaksi penolakan darinya, dan yang terjadi malah permainan lidah kami menjadi semakin ganas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tangan kiriku terus meremas payudaranya sementara tangan kananku menutup pintu kamar dan menguncinya. Ayu melingkarkan kedua tangannya di leherku, membuat permainan lidah kami semakin panas. Kuturunkan kembali tanganku untuk dapat menyusup lewat bagian bawah tank topnya dan meraba bagian perutnya. Halus sekali kulitnya terasa.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu melepaskan ciuman kami. Matanya menatapku sayu. Dari tatapannya aku dapat mengambil kesimpulan bahwa ia juga telah terseret ke dalam permainan birahi ini. Kedua tangannya masih dilingkarkan di leherku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“I love you Yu,” ucapku sambil menatap matanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu menarik leherku dengan tangannya agar wajah kami berdekatan kembali. Dan bibir kami kembali berpagutan. Kudorong sedikit tubuh Ayu sehingga ia agak bersandar ke meja belajar di belakangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ciuman kami semakin panas. Kunaikkan tank topnya sehingga dan kulepaskan tank top itu dari tubuhnya. Kulihat ia mengenakan bra berwarna hitam. Kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus. Ia pun menarik kaosku ke atas, memberikan kode kepadaku untuk melepaskan kaos yang kukenakan. Aku mengerti akan keinginan Ayu, dan akupun melepaskan kaos yang aku kenakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kupeluk tubuh Ayu dan kami kembali melanjutkan permainan lidah kami. Ciumanku turun ke lehernya. Kucumbui lehernya yang jenjang itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ough Sha,” kudengar Ayu mulai meleguh nikmat. “Ssshhh,” desisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu menempelkan telapak tangannya di dadaku. Sementara mulutku terus mencumbui lehernya, tangan kananku membelai perutnya dan sesekali meremas payudaranya. Kuselipkan tanganku masuk ke dalam branya dan kurasakan putingnya mengacung keras. Kupermainkan putingnya dan kucubit pelan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ahhh, sayanghhh,” desahannya semakin jelas terdengar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Bibirku kembali bertemu dengan bibirnya. Hangat sekali lidahnya di dalam mulutku. Tangan kiriku meraba-raba punggungnya, mencari pengait bra hitamnya itu. Dalam sekali usahaku, pengait itu berhasil aku lepaskan dan beberapa detik kemudian bra hitam yang dikenakan Ayu sudah tergeletak di lantai.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku terperangah melihat keindahan payudaranya. Ukurannya tidak terlalu besar, namun terlihat padat dan pas untuk aku genggam. Putingnya berukuran sedang telah mencuat dengan runcingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku berniat untuk mengulum payudara Ayu. Kuturunkan kepalaku agar bisa sejajar dengan payudaranya. Namun tiba-tiba saja tangannya menahan bahuku agar wajahku tidak mendekati payudaranya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sha,” Ayu memanggil namaku. Dinaikkannya wajahku mendekat dengan wajahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Suasanan hening sejenak. Yang terdengaar hanyalah detak jam dinding di kamar May dan suara dengus nafas kami.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ini udah terlalu jauh,” Ayu berkata kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Perkataan Ayu membuatku tersentak dan tersadar bahwa apa yang baru saja terjadi tidak sepantasnya terjadi. Ayu adalah sahabat May, kekasihku. Dan saat ini kita baru saja saling bercumbu di kamar May, kekasihku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba HP ku berdering. Sebuah SMS masuk, dan itu dari May.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
‘Sayang ketemu ga dompetnya?’ May menanyakan kepadaku tentang dompetku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Itu May ya?” tanya Ayu kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku menjawab pertanyaan Ayu dengan anggukan kepala. Aku mengetik SMS balasan untuk May. Kukatakan dompetku ada di kamar kosnya dan sekarang aku mau pulang ke rumahku karena hari sudah sore.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kuletakkan HP ku dan aku kembali menatap Ayu. Aku benar-benar mengagumi tubuh indahnya yang sedang berada di hadapanku dengan bagian atas tanpa busana apapun. Kubimbing tangan Ayu untuk kembali dilingkarkan ke leherku dan akupun memegang pinggulnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“I love you Yu,” acapku sambil menatap matanya dalam-dalam.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu menunduk, aku tahu ada sebuah dilema yang bergolak di dalam hatinya. Namun dengan cepat tanganku meraih wajahnya dan saat itu juga aku kecup kembali bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmhh,” terdengar leguhannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku benar-benar tidak mau menyia-nyiakan moment ini tanganku semakin aktif bergerilnya di tubuhnya. Kuselipkan tangan kiriku masuk ke dalam hotpant dan CD yang dikenakannya. Kuusap vagiananya dan kurasakan rupanya vaginanya sudah mulai basah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ahh, Rasha,” Ayu mendesah dan desahan itu membuatku semakin bergairah untuk mencumbui setiap inchi tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kutemukan klitorisnya dan kemainkan benda itu. Tubuhnya bergetar. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, dan langusng kulahap payudaranya. Kuemut putingnya dan aku beri gigitan-gigitan kecil seperti yang biasa aku berikan kepada May.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahh... Ahhhh, Rasha,” Ayu mendesah semakin keras dan kurasakan nafasnya semakin memburu. Selangkangannya mulai ikut bergoyang mengimbangi permainan jariku pada klitorisnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku terus mempermainkan payudara Ayu dengan cumbuanku dan klitorisnya dengan jari-jariku. Dan aku rasakan lidah Ayu mulai menjilati daun telingaku. Permainannya semakin aktif dan itu semakin menambah gairahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sha. Ahhhh... guee... ga.... kuaaaattt,” ucap Ayu diiringi dengan desahannya. “Ahhh... Ahhhhh... Shhhh... Aaaahhhhhh,” ia mendesah panjang menandakan ia telah mendapatkan orgasme pertamanya dalam permainannya bersamaku ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku menghentikan permainanku. Kukeluarkan tanganku dari dalam hotpantnya. Aroma kewanitaannya tercium semerbak di ruangan ini. Kubiarkan ia menstabilkan nafasnya sambil sesekali kukecup bibirnya dan kubelai lembut tubuhnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba Ayu mendorong kencang tubuhku sehingga aku langsung jatuh terbaring di atas ranjang. Perbuatan Ayu membuatku kaget dan selama beberapa detik aku benar-benar tidak bisa memikirkan apa yang terjadi kepadanya. Namun ia langsung mendekat kepadaku. Diraihnya ikat pinggangku dan dilepaskan resleting celanaku. Dengan gerakan sedikit memaksa ia langsung memelorotkan celanaku beserta CD yang aku kenakan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu tersenyum nakal kepadaku. Digenggamnya batang kemaluanku yang telah berdiri tegak mengacung. Dikocoknya kemaluanku perlahan dan dimasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ougghh, enak banget Yu. Terus sayanghh,” aku meleguh nikmat merasakan hangatnya kemaluanku di dalam mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu memasukkan kemaluanku semakin dalam ke mulutnya. Rasa hangat dan nikmat terasa begitu dominan bagiku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ahhh... Enak sayaaang,” desahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Desahanku sepertinya membuat Ayu semakin bersemangat dalam permainan ini. Ia terus mengeksplorasi kemaluanku itu dan tak jarang ia memainkan buah pelirku dengan mulutnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Mmhh... Mmmhhhh,” terdengar Ayu pun juga mulai menikmati permainannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan Ayu membuat kemaluanku seperti mau meledak mengeluarkan lahar panas yang baru beberapa jam lalu keluar saat aku bercinta dengan May. Aku sadar mungkin permainan bisa berakhir disini jika aku keluar sekarang. Kuhentikan permainan Ayu dan kubimbing tubuhnya untuk berbaring di ranjang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kuciumi lehernya dan kupilin putingnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ssshh... Sha... Gue ga tahannn... Masukin sekarang ya sayang,” desahannya semakin kacau.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kulumat bibirnya untuk meminimalisir desahan-desahan yang keluar dari mulutnya sambil tanganku terus memainkan putingnya yang mengacung lancip. Kurasakan tangan Ayu memegang batang kemaluanku dan mengocok-ngocoknya perlahan.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Desahan-desahan terdengar memenuhi kamar May, tempat dimana saat ini aku sedang bercinta dengan sahabatnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu menempelkan ujung kemaluanku ke bibir vaginanya. Aku mengerti kemauannya. Perlahan aku tekan tubuhku agar kemaluanku bisa masuk ke dalam liang vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhh... Terus Rasha sayaaaanggghhh... Uuhhh,” Ayu mendesah nikmat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku pun merasakan kenikmatan yang sama dengan apa yang dirasakan Ayu. Walaupun baru kepala kemaluanku yang berhasil menembus liang vaginanya, namun pijitan dan kehangatan vagina Ayu benar-benar membuatku terasa melayang.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Masukin... lagi... ahhh...sayaangg... Ayo elo entotin gue. Ahhhhhh,” desahan Ayu mulai diikuti dengan kata-kata kotor.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan tiba-tiba kubenamkan seluruh kemaluanku ke dalam liang vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“AAAAAAAHHHHHHHHHH,” desahan Ayu berubah menjadi teriakan. Punggungku dicakarnya dan bahuku pun digigtnya. “Elo nakal banget Sha,” Ayu menengadahkan kepalanya ke atas. Matanya terpejam menahan kenikamatan penisku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kurasakan Ayu mempererat pelukannya kepadaku dan kedua kakinya pun dililitkan ke tubuhku. Aku mulai mengocok batang kemaluanku di dalam vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ahhh... Ahhhhh... Shhhhh... Nikmat banget Shhaaa,” mulut Ayu berkata hal-hal yang menggambarkan kenikmatan yang sedang dirasakannya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Nikmat banget punya elo Yu. Ssshhh... Sempit... Angeeett,” aku memuji vagina Ayu yang memang terasa sangat nikmat dan mampu memanjakan kemaluanku dengan sangat sempurna.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tempo kocokanku semakin cepat dan Ayu pun mengimbangi pergerakanku dengan menggerakkan pantatnya naik turun. Bibir kami saling berpagutan dan dada kami saling menempel memberi kehangatan satu sama lain.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhhh... Ahhhhh... Shhaaaa, gue mau... k... keluaaarrr...” ujar Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tidak berkata apa-apa menanggapi perkataan Ayu. Yang aku lakukan adalah terus menservis Ayu untuk membawanya mendapatkan orgasme keduanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaahhhh... Shaaaaa... Ter... Teruusssss sayaaaaannngggghhh.. Ahhh... Uuuhhhhh... Aaaaahhhhhhh,” Ayu mendesah panjang. Ia telah mendapatkan orgasmenya yang kedua dalam permainannya bersamaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku menghentikan kocokanku di vaginanya. Kubiarkan ia mengambil nafas. Kulihat Ayu memejamkan matanya. Dia memelukku mesra dan aku sangat menikmati kehangatan tubuhnya. Kubiarkan batang kemaluanku tetap bersemayam di dalam liang vaginanya. Dibukanya matanya dan mata kami pun saling menatap. Kukecup lembut bibirnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Elo hebat banget Sha,” pujinya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku hanya tersenyum menanggapi pujian Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu membimbingku untuk berbarin di sebelahnya. Dia mengusap-ngusap batang kemaluanku yang masih tetap berdiri tegak.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sekarang giliran gue yang bakal muasin elo,” bisik Ayu di telingaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Dengan lembut dikulumnya kemaluanku. Aku tak kuasa menahan kenikmatan ini dan hanya bisa mendesah untuk menunjukkan betapa nikmatnya cara yang dipergunakan Ayu untuk memuaskan hasrat birahiku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh... Enak banget Yuuu,” desahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan ini berlangsung sekitar sepuluh menit. Setelah puas mengeksplorasi kemaluanku dengan mulutnya, ia mengambil posisi mengangkan di atas kemaluanku. Pelan-pelan diarahkan batang kemaluanku ke bibir vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ssssshhhhh... Ahhhhh,” batang kemaluanku mulai masuk kembali ke dalam vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu melai menggerakkan pinggulnya dengan liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ahhhhhh... Ahhhhhh... Aaaahhh,” suara desahan-desahan kami kembali terdengar memenuhi kamar ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku sangat terangsang melihat payudaranya yang naik turun seirama dengan pergerakan tubuhnya yang semakin liar. Dengan sangat bernafsu kuremas payudaranya dan kulumat putingnya dengan buas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sssshhh... Ahhhhhhhh... Terus Rassssshaa... Terusssiiiinnn sayaaaaaaaanngggghhhh,” Ayu terlihat sangat menikmati apa yang aku lakukan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Gerakan-gerakan liar yang dilakukan Ayu membuat permainan ini semakin membawa kami tenggelam dalam lautan birahi. Kurasakan keringatnya mulai bercucuran dan menetes dari tubuhnya ke tubuhnku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhh.. Aaaaah... Aaaaaaahh,” aku pun ikut mendesah merasakan betapa nikmatnya permainan ini.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku meremas pantat Ayu yang bulat dan hal itu membuat gerakannya semakin liar dan tak terkendali.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhhhhh... Ahhh... Aaaaaahhhh...” desahannya semakin keras dan akupun semakin semangat menghisap putingnya dengan mulutku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaaaaahhhhhh... Aaaaaaaaaaahhhhhhhhhh... Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh,” desahan panjang Ayu menandakan ia telah mencapai orgasme lagi.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tubuhnya bergetar. Dan kurasakan kembali cairan kewanitaannya membasahi batang kemaluanku yang sedang terbenam nyaman di dalam liang vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaaaahhhhhh,” desahnya. Tubuhnya melemas dan tergeletak menindih tubuhku. “I love you Sha,” ia melumat bibirku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kubiarkan kecupan ini berlangsung beberapa saat dan kubiarkan Ayu menikmati orgasmenya yang ketiga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Gue belom bisa bikin elo keluar ya Sha?” tanya Ayu kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku tersenyum kepada Ayu. “Terus gimana dong sayang?” tanyaku kepada Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Sekarang terserah elo deh mau ngapain gue,” jawab Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Beneran nih?” godaku sambil meremas bongkahan pantatnya yang bulat dan padat. “Gue pengen doggy style,” tantangku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Siapa takut?” Ayu tersenyum.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kami saling berciuman kembali sampai kurasakan Ayu telah berhasrat untuk kembali melanjutkan permainan ini. Ia bangkit dan membuat penisku terlepas dari liang vaginanya. Kurasakan kenikmatan luar biasa saat penisku secara perlahan terlepas dari liang surganya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu menungging dan aku pun mengambil posisi di belakangnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
PLAAAAAKK. Kutampar bongkahan pantatnya yang sangat menggodaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ouuuugggghhh,” leguh Ayu. Ia menengok kepadaku dan memberikan tatapan nakalnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kuarahkan penisku ke vaginanya. Kudorong perlahan hingga seluruh batang kemaluanku dapat menerobos liang kenikmatannya itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kukocok-kocok terus batang kemaluanku di dalam liang vagiana Ayu yang benar-benar memberikan kenikmatan bagiku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ssssshhhhhh... Aahhhh... Aaaaaahhhh... Ouuuuugghhhh,” desahan demi desahan keluar dari mulut Ayu dan mulutku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Plok. Plok. Plok. Plok. Terdegar pula suara pahaku yang beradu dengan pantat Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ssshhhh,” aku mempercepat kocokanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Tiba-tiba saja aku teringat bahwa Ayu pernah bercerita kepadaku dan May bahwa ia pernah melakukan anal sex oleh beberapa pacarnya. Hal itu tiba-tiba saja muncul kembali ke pikiranku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kulihat lubang anus Ayu memang terlihat bersih. Sambil terus mengocok batang kemaluanku di vaginanya, kumasukkan ibu jariku ke lubang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaahhhhhhh... Aaaaaaaahhhhhhh... Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhh,” Ayu menjadi semakin liar.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kumainkan peran ini sebaik mungkin. Kunaikkan tempo kocokan penisku dan ibu jariku pun mulai semakin aktif memainkan lubang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooooooouuughhh... Oougggggghhh... Sayanggggghhh...” desahnya. Semakin keras dan semakin keras.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kurasakan Ayu sepertinya akan mencapai orgasme lagi. Kutarik keluar kemaluanku dari vaginanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ouuuggghhh, kok berenti sayang?” tanya Ayu. Kulihat ada semacam raut kekecawaan di wajahnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kutampelkan ujung kemaluanku di lubang anusnya. Kudorong perlahan, berharap batang kemaluanku bisa masuk ke dalam lubang anusnya. Namun usahaku sia-sia. Kemaluanku tidak bisa menembus lubang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu tersenyum melihat apa yang aku lakukan. “Elo mau anal?” tanyanya kepadaku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mengangguk.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Lugu banget sih elo Sha,” ujar Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu tersenyum kepadaku. Dia bangkit dan tidak lagi menungging. Dikecupnya bibirku dan dia berdiri turun dari ranjang tampat pergumulan kami. Aku berpikir dia tidak mau melakukan anal seks denganku, namun ternyata pikiranku salah. Dia berjalan menuju meja rias May, mengambil body lotion, menuangkan isinya, dan mengusap-usap lotion itu ke seluruh batang kemaluanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ayo masukin sekarang,” Ayu kembali menungging di hadapanku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kuarahkan penisku ke lubang anusnya. Perlahan kutempelkan dan kudorong penisku untuk masuk ke dalam. Dan akhirnya seperempat dari batang kemaluanku berhasil masuk ke dalam lubang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ssssshhhhh,” Ayu mendesah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaahhhh,” akupun mendesah. Bukan main rasanya, sempit sekali. Benar-benar nikmat.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Dikocok sayang. Pelan-pelan aja ya,” pinta Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Akupun menuruti permintaan Ayu. Ini adalah pengalaman anal seksku yang pertama kali. Kukocok kemaluanku menjelajahi lubang anusnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaahhhh.. Aaaaahhhhhhh... Ahhhhhhhh,” desahan Ayu terdengar agak lebih keras dari desahan-desahan sebelumnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Ooooouggghhhh.. Aaaaaahhhhhh... Aaaaahhh,” akupun tak bisa menahan desahanku. Benar-benar nikmat rasanya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Permainan ini terus berlangsung hingga akhirnya kemaluanku bisa dengan leluasa keluar masuk anusnya. Namun ternyata permainan ini tidak bisa berlangsung cukup lama. Sempitnya liang anal Ayu membuat penisku terasa sudah mau memuntahkan cairan pamungkasnya.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaaaahhhhh... Ahhhhh... Ahhhhhh... Ayu, gue mau keluar sayaaaaaaaang,” desahku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Terrrruusssshhhh... Terrruussshhh... Sayaaaaangggg... Aaaaahhhhh,” Ayu pun mendesah.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Aku mempercepat kcokan kemaluanku dan akhirnya....</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Aaahhh... Aaaaaaaaahhhhhhhh... Aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhh,” pertahananku bobol juga.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Kutumpahkan cairan spermaku di dalam anus Ayu. Seketika tubuhku terasa sangat lemas. Ayu pun terlihat mengalami hal yang sama. Tubuhnya langsung rubuh, tengkurap di atas ranjang. Kutindih tubuhnya dari belakang. Kuciumi telinganya dan kukecup bibirnya dengan mesra.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Love you Ayu,” ucapku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
“Love you too beb,” balas Ayu sambil tersenyum puas.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ayu merespon ciumanku dengan lemas. Ia tersenyum puas sambil memejamkan matanya. mungkin ia sedang berada dalam keadaan setengah sadar setelah melakukan pergumulan yang sangat spektakuler bersamaku. Aku juga merasakan kepuasan yang sama. Dan kamipun tertidur di kamar itu selama beberapa jam sambil berpelukan tanpa busana. Gila memang, aku berselingkuh dengan sahabat pacarku. Dan ironisnya perselingkuhan itu terjadi di kar kos pacarku. Pergumulan yang aku lakukan dengan sahabat pacarku terjadi di atas ranjang yang biasa menjadi tempat tidur pacarku dan tempatku bergumul dengan pacarku.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Ketika aku membuka mata ternyata jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku berniat pulang, namun Ayu menyarankan kepadaku untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Kuturuti saran Ayu. Kami berdua mandi bersama, dan hal tersebut malah membuat birahi kami bangkit kembali. Kami memulai kembali permainan kami di kamar mandi dibawah guyuran air yang keluar dari shower. Dan akhirnya aku memutuskan untuk menginap di kosan bersama Ayu. Bercinta semalaman dengan Ayu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Selama pacarku sedang ada di kampung halamannya, aku berulangkali melakukan percintaan dengan Ayu. Dan pacarku, May, tak pernah mengetahui hal itu.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
Sahabat pacarku, i love you.</div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<div style="font-family: Consolas;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7864732236665028600.post-90692922493895845782013-09-06T20:23:00.006-07:002014-04-30T21:26:16.255-07:00The angel of my wet dream 1<div class="windowbg" style="background-color: white; border-bottom-color: rgb(113, 146, 168); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(113, 146, 168); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(113, 146, 168); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; font-family: Calibri; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;">
Cerita ini hanya fiksi yang terinspirasi kisah keseharian di dunia nyata dalam fantasi, ilustrasi gambar hanya penyedap bukan maksud mendiskreditkan pihak manapun.<br />
<br />
Clarissa, the angel of my nightmare<br />
<br />
Sebagai eksekutif muda yang masih single, Dondi banyak menghabiskan waktunya dari cafe ke cafe setiap akhir pekan, namun di usianya yang sudah kepala 3 hatinya mulai gundah gulana untuk mencari pendamping tetap yang tak kunjung jua didapatnya.<br />
Kesehariannya, selain aktif bekerja, Dondi juga aktif bermain social media untuk sekedar saling sapa dengan teman-teman SMA atau kuliahnya. Dari sekian banyak teman-teman masa lalunya, ada 2 wanita yang rajin Dondi kunjungi account-nya, untuk sekedar comment atau melihat-lihat foto terbarunya saat ini, ke-2 wanita itu tidak single lagi dan malah sudah memiliki anak.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Yang pertama adalah Clarissa:<br />
<a href="http://www.imagebam.com/image/3022c0270207737" rel="nofollow" target="_blank"><img alt="" border="0" src="http://thumbnails102.imagebam.com/27021/3022c0270207737.jpg" height="300" width="200" /></a><br />
Wanita cantik asli keturunan Jawa yang katanya masih ada darah ningrat, bersuamikan seorang manager advertising yang sudah memiliki 2 anak balita karena nikah muda, namun yang membuatnya kagum adalah kepintaran Clarissa menjaga penampilan fisiknya walau tidak memiliki kesibukan apapun selain menjadi ibu rumah tangga. Clarissa memang aktif melakukan fitness atau perawatan tubuh dan wajah semenjak SMA, mengingat orang tuanya yang cukup berada dan pergaulannya dengan kalangan high class, yang membuat Dondi semakin kagum adalah sifat rendah hatinya yang mau juga bergaul dengan kalangan biasa tanpa memperlihatkan status sosialnya.<br />
<br />
Yang kedua adalah Tania:<br />
<a href="http://www.imagebam.com/image/53ae88270208066" rel="nofollow" target="_blank"><img alt="" border="0" src="http://thumbnails105.imagebam.com/27021/53ae88270208066.jpg" height="268" width="200" /></a><br />
Wanita blasteran yang memiliki wajah imut walau sudah memiliki 1 anak, Tania sendiri adalah PR (Public Relation) Manager disebuah perusahaan besar di Jakarta, kekaguman Dondi pada Tania selain pada penampilannya yang khas wanita metropolis, juga dengan karirnya yang cukup cemerlang.<br />
<br />
Suatu sore didaerah pertokoan Jakarta...<br />
<br />
Dondi yang habis bertemu klien disuatu cafe melihat sosok yang cukup dikenalnya di area parkir, mengenakan tanktop putih dan celana jeans selutut, wanita itu tak asing lagi buatnya...Clarissa!<br />
<br />
"Hai...apa kabar bu, hbs darimana?", sapa Dondi sambil menepuk pelan bahu Clarissa.<br />
<br />
" Eh Dondi, baik, kabar loe gimana? Jgn panggil bu ah, berasa tua bgt kayaknya...gue hbs fitness", sahut Clarissa dengan ramahnya sambil menenteng tas fitnessnya.<br />
<br />
"Oh, trus mau pulang sekarang?", tanya Dondi sekedar berbasa-basi sambil mencuri pandang pada tubuh sintal berbalut tanktop dengan buah dada yang tak seberapa besar namun menggiurkan itu.<br />
<br />
"Iya...cuma kunci mobil gue kayaknya jatuh, td udh gue cari ke tempat fitness gak ada juga...", jawab Clarissa dengan mimik muka kebingungan..."Gue udh call laki gue sih, nanti suruh orang ngantar kunci cadangan, tp lama bgt pasti...macet gini...", sambungnya lagi dengan muka cemberut sambil membenarkan tali bra warna hitamnya yang kelihatan kontras dengan kulit putihnya.<br />
<br />
"Daripada bete nunggu, kita ngopi aja tuh di cafe situ...gue temenin deh, ikhlas demi temen lama hehe", ajak Dondi sambil menunjuk salah satu cafe yang tak jauh dari parkiran itu.<br />
<br />
Sambil menunggu datangnya kunci cadangan, Clarissa menuruti ajakan Dondi dan tak seberapa lama mereka sudah asyik bercengkrama mengenai masa-masa saat SMA dan kondisi terkini masing-masing.<br />
<br />
"Serius loe suka band itu? Gue pgn bgt nonton, tp laki gue ga suka...", tanya Clarissa menyambung pembicaraan seputar kesukaan masing-masing.<br />
<br />
"Iya, gue niat mau nonton...lagian kalo elo nonton anak-anak gimana?", jawab Dondi sambil bertanya dengan mimik muka sedikit penasaran.<br />
<br />
"Oh, dirumah ada nyokap dan baby sitter, gue full time mom, jd kadang dikasih waktu ekslusif sama laki gue buat fitness atau hangout ama teman-teman lama...kayak Tania, kenal khan loe? Gue sering hangout ama dia", kata Clarissa lagi dengan wajah ceria yang semakin memancarkan kecantikannya.<br />
<br />
Mendengar nama Tania membuat Dondi semakin bersemangat dengan obrolan ringan sore itu.<br />
"Iye, kenal lah gue ama Tania btw kalau mau nonton bareng aja konser itu..ehm ah tapi gue ga enak ama laki loe...", pancing Dondi sambil berharap Clarissa mengiyakan ajakannya.<br />
<br />
"Laki gue ga cemburuan, orangnya lempeng bgt, lagian ntar gue bilang aja nonton bareng ama temen-teman SMA...tp bener ya elo temenin gue nanti, ngeri juga kalo sendirian nonton band rock gitu...", sambung Clarissa lagi dengan wajah bersemangat.<br />
<br />
Dondi tersenyum lebar dalam hati, walau cuma sekedar menemani nonton konser musik namun membayangkan punya waktu berdua dengan Clarissa membuat jantungnya berdebar-debar.<br />
<br />
Sekitar 2 jam mereka sudah habiskan dengan obrolan kesan kemari, dan Pak Tarjo orang suruhan suaminya membawa kunci mobil cadangan, sebelum berpisah Clarissa kembali mengingatkan soal konser itu dan titip beli karcis ke Dondi.<br />
<br />
Beberapa minggu berlalu...<br />
<br />
"Hey, jgn lupa nanti ketemuan diparkiran gedung X aja ya...", bunyi bbm dari wanita yang ditunggunya.<br />
<br />
"Siap, gue sih jd bodyguard doank...nurut aja deh hehe...", jawab Dondi sambil memasang icon smile face.<br />
<br />
Diparkiran gedung X, Dondi memarkirkan mobilnya dan memainkan hp sambil menunggu kedatangan Clarissa..."Gue udah sampe, elo dimana? Gue di blok G", bunyi bbm yang tiba-tiba masuk.<br />
<br />
"The angel of my nightmare!", seru Dondi dalam hati melihat Clarissa dengan balutan kaos ketat The Beatles yang memperlihatkan pusarnya yang ternyata bertindik, lalu ditutupi cardigan untuk menghindari dinginnya malam serta hotpants yang tidak terlalu pendek namun cukup memperlihatkan betapa mulus dan kencangnya paha indah itu.<br />
<a href="http://www.imagebam.com/image/707972270208165" rel="nofollow" target="_blank"><img alt="" border="0" src="http://thumbnails104.imagebam.com/27021/707972270208165.jpg" height="206" width="200" /></a><br />
<br />
"Okay, let's go, jangan jauh-jauh dari gue..ntar ilang hehehe", ajak Dondi sambil meledek Clarissa.<br />
<br />
"Cukup kunci mobil aja yang ilang, kalo gue ikutan ilang kasian anak ama laki gue hehe", balas Clarissa dengan mimik muka yang sungguh sangat menggemaskan.<br />
<br />
Dentuman musik band pembuka menghentak seisi ruangan, Clarissa takmau jauh-jauh dari Dondi mengingat ribuan orang memadati arena tersebut, dan apalagi kebanyakan adalah laki-laki. Clarissa walau kelihatan feminim memang menyukai beberapa band rock dan tak pernah absen untuk menghadiri pensi-pensi saat masa sekolah dulu, bahkan beberapa kali menjadi panitia. Malam itu dia seperti menjadi muda kembali seperti umur 20-an padahal saat ini usianya sudah 30 tahun, namun musik adalah bahasa universal yang tidak mengikat golongan umur atau gender. Dondi sendiri tidak terlalu bisa menikmati konser malam itu mengingat dia harus menjaga seorang wanita yang dikaguminya, walau si wanita itu menganggap dia hanya sebagai teman lama saat SMA.<br />
<br />
"Don, gue ke toilet dulu ya...", kata Clarissa tiba-tiba saat lagu ke-3 dimainkan.<br />
<br />
"Gpp sendiri? Perlu gue anter ga?", tanya Dondi sedikit khawatir.<br />
<br />
"Ga usah, udah gede kali hehe", canda Clarissa sambil beranjak meninggalkan Dondi.<br />
<br />
Dondi sebenarnya tidak tenang membiarkan Clarissa pergi ke toilet sendiri, apalagi letaknya diluar arena tersebut, tak mau terjadi apa-apa akhirnya Dondi menyusul Clarissa yang sudah keluar sendiri beberapa menit yang lalu. Dan benar saja, Dondi melihat Clarissa sedikit digoda beberapa pemuda tanggung umur 20-an yang seperti menghalangi jalannya, buru-buru dia menyusul Clarissa lalu menggandeng tangannya dan menubrukkan tubuhnya ke salah satu pemuda iseng itu.<br />
<br />
"Minggir! Gue hantem loe...", ancam Dondi sambil menggandeng tangan Clarissa, Dondi boleh dibilang jagoan dan doyan tawuran saat SMA dulu, jadi menghadapi pemuda iseng begitu bukan hal sulit baginya.<br />
<br />
Setelah berjalan beberapa meter, Dondi melepaskan gandengannya sambil meminta maaf ke Clarissa karena kelancangannya...<br />
"It's okay Don, gue yg makasih harusnya...", ujar Clarissa dengan senyuman manisnya sambil berlalu ke toilet.<br />
<br />
Hentakan musik menggema memenuhi arena itu, Clarissa sesekali merapatkan tubuhnya ke Dondi saat penonton lainnya ikut bergoyang, wangi tubuh Clarissa membuat Dondi malah tidak konsen menikmati band kesukaannya itu, apalagi beberapa kali buah dada empuk Clarissa menyentuh lengannya tanpa sengaja. Saat lagu penutup diputar, Clarissa spontan menggandeng tangan kanan Dondi dan mengayunkan keatas sambil menikmati lagu...buat Clarissa mungkin biasa saja, namun Dondi agak tersengat dan dadanya berdegup kencang...sambil meremas lembut tangan Clarissa, Dondi berusaha ikut bernyanyi hingga alunan musik mulai berakhir.<br />
Dengan berdesak-desakan, mereka keluar dari arena, Clarissa tetap menempel pada Dondi dan memegang lengannya...beberapa kali buah dadanya menempel lekat pada lengan Dondi, dan membuat teman SMA-nya itu sedikit terpancing birahinya….<br />
<br />
'Cause when you are*<br />
With me*<br />
I'm free, I'm careless*<br />
I believe*<br />
Above all the others*<br />
We'll fly*<br />
This brings tears*<br />
To my eyes*<br />
My sacrifice…<br />
<br />
"Thanks Don udah nemenin nonton...puas bgt gue...", kata Clarissa sambil menyeruput air mineral yang dibelinya sambil jalan menuju parkiran, entah sadar atau tidak, tangan kirinya digandeng oleh Dondi yang bagaikan bodyguard menjaga tuan putrinya.<br />
<br />
Sesampainya di gedung X tempat mereka parkir, Clarissa kembali meminta Dondi untuk menemaninya ke mobil mengingat saat itu sudah hampir tengah malam dan kondisi parkiran yang agak gelap dan sepi, tanpa disuruh pun Dondi sebenarnya pasti mengantarkan Clarissa namun kalimat basa basi kadang diperlukan untuk formalitas suatu tindakan. Mobil mereka parkir tidak terlalu berjauhan sebenarnya, beda 1 blok, namun kondisi parkir yang agak gelap menyulitkan Clarissa mencari mobilnya….”Duh tadi gue parkir dimana ya?”<br />
<br />
"Nah loh...waktu itu kunci, skrg mobilnya...", canda Dondi yang disambut cubitan dilengannya.<br />
<br />
"Ahhh...itu dia, gue yakin deket-deket sini kok...", kata Clarissa sambil menunjuk city car warna silver yang letaknya tertutup pilar blok G.<br />
<br />
"Rissa...thanks for the nite....", ujar Dondi pelan saat Clarissa hendak membuka pintu mobilnya, tangan kiri Clarissa masih digenggam lembut oleh Dondi...dan tiba-tiba bibir mereka telah berpagut! Dengan cepat dan tanpa peringatan, Dondi tiba-tiba membalikkan tubuh Clarissa, menghimpitnya ke mobil dan memagut bibir manis yang selalu menghiasi mimpi-mimpi basahnya. Dengan sedikit reflek dan lembut, Clarissa mendorong pelan tubuh Dondi...menatap wajah teman lamanya itu...dan bibir mereka kembali berpagut dengan liarnya! Ciuman, kuluman, hisapan dan desahan pelan membuat suasana menjadi semakin panas...dan "uhmmm kayaknya kita mesti stop...", kata Clarissa menarik diri dengan nafas terengah-engah setelah bibirnya diburu Dondi dengan rakusnya....<br />
<br />
Don't waste your time on me...<br />
You're already the voice inside my head..<br />
Miss you...miss you<br />
<br />
Potongan lirik lirih menemani kesendirian Dondi saat menyetir pulang, tak ada kata terucap saat berpamitan dengan Clarissa...tak ada kata maaf, tak ada kata penyesalan...hanya diam yang dapat berarti berjuta makna. Dan entah terbawa lantunan lagu diradio atau hatinya yang gundah gulana, tiba-tiba dia sudah merasakan kerinduan pada sosok Clarissa.<br />
<br />
Menghempaskan tubuhnya ke sofa, memejamkan mata sambil menikmati kesepian didalam apartemen yang sudah dihuninya 2 tahun terakhir..."Damn! Kenapa gue jd gini ya...", pikirnya dalam hati sambil berusaha melepas bayangan kerinduan yang terus menghantuinya.<br />
<br />
Diambilnya hp canggih layar lebar kesayangannya, dibukanya social media tempat dia menyandarkan kekosongannya, sambil melihat-lihat foto-foto Clarissa bersama rekan sekerja, keluarga, maupun saat sendiri, Dondi meraih kemaluannya dan...bermasturbasi! Dan birahi pun terselesaikan dengan cara yang paling basic itu...entah karena rindu atau birahi, namun semburan sperma dari kemaluannya cukup membuat perasaannya lebih lega dan membuatnya tertidur di sofa hingga pagi menjelang.<br />
<br />
Beberapa minggu setelah nonton konser<br />
<br />
"Hai Don, lama gak ada kabar...sibuk bgt ya?", bunyi bbm yang masuk saat Dondi hendak bersiap pulang kerja. Dondi terdiam sesaat dan membiarkan dirinya menikmati perasaan berdebar-debar saat menerima bbm dari Clarissa..."Lumayan, lg kejar setoran buat modal kawin hehe", balas Dondi sambil bercanda.<br />
<br />
Rupanya Clarissa baru pulang perawatan wajah dan tubuh disekitar kantor Dondi, dan kebetulan suaminya sedang diluar kota dan anak-anaknya 'dipinjam' oleh mertua, jadi tanpa sengaja stop by di cafe dibawah gedung tempat Dondi bekerja sambil menunggu macet reda.<br />
<br />
"Enggak kehilangan kunci lagi khan?", sapa Dondi sambil bercanda ketika bertemu Clarissa yang sedang asyik bermain tablet sambil menyeruput kopi seharga 50 ribu.<br />
<br />
"Heh dasar, enggaklah...td macet bgt, akhirnya gue ngopi aja disini...tiba-tiba inget kalo elo ngantor disini juga...jgn ge-er ya...", kata Clarissa sambil menggoda Dondi yang sebenarnya sempat besar kepala juga.<br />
<br />
Perbincangan mereka dimulai dengan cerita kesibukan masing-masing, sampai soal keluarga Clarissa yang tampaknya sangat harmonis dengan suami yang penuh pengertian dan anak-anak yang lucu. Dondi sendiri bercerita mengenai pengalaman kesehariannya tinggal di apartemen dengan segala fasilitas yang serba ada dan tak perlu repot kemana-mana..."Wah enak juga ya tinggal di apartemen, gue sebenarnya mau...tp laki gue tipe rumahan bgt...", sambung Clarissa sambil menyeruput kopinya yang mulai habis.<br />
<br />
"Elo mau lihat apartemen gue? Ga jauh dari sini, cuma beda berapa gedung aja...kali aja kita bisa tetanggaan hehehe", ajak Dondi sambil bercanda.<br />
<br />
"Boleh juga tuh, lagian kopi gue mulai habis nih...", jawab Clarissa yang disambut muka bengong Dondi yang tidak menyangka candaannya ditanggapi serius...jantungnya berdebar kencang..."Sialan...apartemen gue kan lagi berantakan bgt td...", katanya dalam hati begitu menyadari wanita ini akan mengunjungi apartemennya.<br />
<br />
Didalam apartemen...<br />
<br />
"Dasar cowok...berantakan bgt, tp ga juga, laki gue suka rapih...", ucapan pertama Clarissa ketika memasuki apartemen Dondi.<br />
<br />
Dondi memunguti majalah, cd, dan segala macam yang<br />
berserakan dilantai sambil menawarkan Clarissa minuman...namun wanita itu malah sibuk melihat pemandangan kebawah yang langsung ke pool..<br />
<a href="http://www.imagebam.com/image/c082d5270296639" rel="nofollow" target="_blank"><img alt="" border="0" src="http://thumbnails105.imagebam.com/27030/c082d5270296639.jpg" height="251" width="200" /></a><br />
<br />
"Hei non...mau minum apa?", kata Dondi lagi sambil menepuk pundak Clarissa yang saat itu mengenakan gaun backless yang memperlihatkan punggungnya yang mulus terawat.<br />
<br />
"Gampang...nanti gue ambil sendiri, gue bantuin beres-beres deh...emang mesti kena tangan ibu-ibu nih...", sahut Clarissa sambil membantu Dondi memunguti barang-barangnya yang tercecer dilantai...dan tanpa sengaja belahan dada indah Clarissa terpampang jelas saat menunduk memunguti barang, jantung Dondi sempat terhenti sejenak melihat pemandangan menakjubkan itu, dia tak sadar bahwa Clarissa sedang menatap wajahnya yang terlihat mesum...<br />
<br />
"Heh, elo liat apa? Dasar cowok!", tegur Clarissa sambil mencoba melempar bantal ke arah Dondi namun tersandung dan...tubuh Clarissa ditangkap Dondi dengan posisi tangannya yang tak sengaja menggenggam payudara kanan Clarissa...semua terdiam, hanya detik jam yang terdengar, keduanya tak mengeluarkan suara apapun, Clarissa mencoba berdiri dibantu Dondi yang reflek mencium kening wanita bersuami itu. "Ehhmm akkk...", Dondi mencoba meminta maaf namun telunjuk Clarissa menempel dibibirnya untuk menyuruhnya diam. Clarissa menaruh kedua tangannya dibelakang lehernya sendiri dan tampaknya berusaha membuka ikatan gaun hijau yang dikenakannya itu...begitu ikatan terbuka, Clarissa masih menutupi payudaranya dengan helaian gaun hijau didadanya sambil menatap Dondi dan tersenyum. "Mau lihat? But please be nice...", kata Clarissa dengan senyum yang meruntuhkan pertahanan lelaki manapun. Pelan namun pasti, Clarissa membiarkan payudaranya terpampang bebas dihadapan lelaki yang bukan suaminya itu, gaunnya terjuntai ke bawah dan hanya menutupi bagian pinggang hingga lutut...Dondi tak kuasa lagi menahan nafsunya untuk menikmati keindahan payudara ibu muda beranak 2 itu...."Eiitt...jangan buru-buru, kenapa masih pakai baju lengkap?", sergah Clarissa saat wajah Dondi mulai mendekat kepayudaranya.<br />
<a href="http://www.imagebam.com/image/f870ef270474588" rel="nofollow" target="_blank"><img alt="" border="0" src="http://thumbnails103.imagebam.com/27048/f870ef270474588.jpg" height="150" width="200" /></a><br />
Tanpa basa basi Dondi melepas seluruh pakaiannya dan membiarkan tubuhnya telanjang didepan Clarissa, penisnya yang panjang mengacung tegak dengan urat-urat besar yang membuat Clarissa tak kuasa langsung menggenggamnya....lalu tiba-tiba berlutut dan menghisap penis Dondi dengan binalnya.<br />
<br />
"Urhhhmm....urrhhmm....panjang banget tititmu Don...uhhmmm", racau Clarissa sambil sibuk menciumi buah zakar Dondi dan mengocoki penisnya...<br />
<br />
Dondi yang belum lepas dari keterkejutannya, hanya dapat berdiri mematung sambil menikmati sapuan lidah Clarissa disetiap inci dari batang penisnya, terkadang terasa ngilu saat lubang kencingnya dijilati Clarissa dengan mimik muka manja...tiba-tiba dia menjambak pelan rambut Clarissa..."Ahhh...Rissa....jgn bikin gue keluar dulu....", ujar Dondi sambil mengangkat tubuh langsing Clarissa dan membalikkannya menghadap jendela keluar. Dengan posisi tubuh Clarissa yang bertumpu pada jendela dan agak membungkuk, Dondi menciumi leher hingga punggung Clarissa dengan permainan sapuan lidah yang membuat Clarissa mendesah kenikmatan. Payudara Clarissa yang menggantung bebas diremasnya bergantian sambil memilin puting susunya dengan penuh semangat...."Pelan-pelan Don, jangan sampe memar....", lirih Clarissa sambil mendesah dengan manja.<br />
<br />
Dondi sudah tak tahan lagi untuk segera menyetubuhi Clarissa, gaun yang masih menjutai setengah dilepaskannya semua, berikut dengan g-string yang Clarissa kenakan...."Damn! Tanpa bulu....", kata Dondi dalam hati ketika meraba daerah sekitar kemaluan Clarissa. Dondi tak segera memasukkan penisnya, dia malah menggoda dengan menggesek-gesekannya perlahan kebelahan kemaluan Clarissa yang sudah basah...."Masukin Don...please....", pinta Clarissa sambil terengah-engah....<br />
<br />
Tak mau membuat wanita itu kehilangan momentumnya, Dondi menghujamkan penisnya dalam-dalam kedalam lubang kemaluan Clarissa yang diiringi pekikan rintih wanita itu..."Arrgggh...Dondi..."<br />
<br />
Sambil memegang pinggang Clarissa dari belakang, Dondi menghujamkan penisnya tanpa henti, pantat mulus Clarissa terlihat kemerahan karena beulang kali bertumbuk dengan tubuhnya saat dia menanamkan batang penisnya dalam-dalam.<br />
<br />
"Arrhhh...Don...Rissa keluar....ahhh....", erang Clarissa ketika mendapatkan orgasmenya.<br />
<br />
Dondi mencabut penisnya yang berlumuran cairan kenikmatan dari dalam lubang kemaluan Clarissa, lalu mengangkat 1 kaki Clarissa sebelum menghujamkan penisnya kembali, dengan posisi itu dengan leluasa Dondi dapat melumati kedua payudara Clarissa bergantian...ingin rasanya meninggalkan memar saking gemasnya namun dia tahu hal itu akan membahayakan Clarissa nantinya.<br />
<br />
Clarissa sendiri menikmati perlakuan itu sambil membelai rambut Dondi dan sesekali menjambaknya dengan lembut saat merasakan geli atau ngilu saat puting susunya dilumati atau saat dinding rahimnya tertumbuk kepala penis Dondi yang keluar masuk tanpa henti didalam lubang kemaluan tanpa bulunya.<br />
<br />
Dondi hampir mencapai klimaksnya, tubuh Clarissa didekapnya lebih erat sambil tangan kanannya mengangkat kaki Clarissa untuk mempermudah penisnya menerobos kemaluan wanita itu...bibir mereka saling berpagutan dengan nafsu birahi yang semakin tinggi..."Keluarin dimana sayang...?...gue mau keluar...", erang Dondi sambil melumati cupang telinga Clarissa..<br />
<br />
"Didalam aja...gpp...gue KB kok...", pinta Clarissa sambil mendesah...dan tak lama kemudian..."Arrgggghhhh....", Dondi mengerang sambil menggelinjang menancapkan penisnya dalam-dalam, jutaan sperma disemprotkan kedalam lubang kemaluan Clarissa yang disaat bersamaan juga mendapatkan orgasmenya kembali.<br />
Beberapa saat mereka terdiam sambil berpelukan bercucuran keringat...penis Dondi masih berkedut-kedut dalam lubang kemaluan Clarissa, tetesan sperma mengalir membasahi paha dalam Clarissa. Ketika penisnya mulai melayu, Dondi mencabut penisnya pelan-pelan sambil mengecup bibir Clarissa..."You are amazing!", ucapnya.<br />
<br />
Selesai saling membersihkan diri, mereka menikmati secangkir kopi bersama sambil mencurahkan isi hati masing-masing, ternyata Clarissa sebenarnya menyukai Dondi saat SMA namun Dondi terlalu cuek dan sibuk dengan kegiatan bandnya, Clarissa sendiri merasa suaminya terlalu datar dan kurang percikan dalam hidupnya.<br />
<br />
Sebelum pulang Dondi memeluk Clarissa, mengecup bibirnya dengan penuh perasaan...dan menatap wajah cantiknya beberapa saat.<br />
<br />
"The hardest thing is to let go...you belong to someone else not me....", potongan lirik lagu itu membayangi pikiran Dondi.</div>
<span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0